#tetapstudytetapngaji
Explore tagged Tumblr posts
Text
BERTUMBUH
Shoot for the moon, even if you miss, you will land among the stars.
"Wah, keren!!" sahutku ketika tak sengaja membacanya di postingan teman.
"Wah, aku banget nih kalimatnya."
"Sip sip, semangat deh. Pokoknya gak boleh takut bermimpi tinggi. Kalau gagal pun tak apa-apa, kan jatuhnya diantara para bintang"
Time flies so fast, waktu berlalu. Mimpi-mimpi yang kurancang semakin tinggi. Tak lupa segenap do'a dan kerja kerasku semakin kutingkatkan. Sampai suatu hari, lelah menghampiri.
"Kok kayaknya aku gak dapat apa-apa ya selama ini?"
"Padahal aku udah berjuang keras, tapi kok rasanya gak ada yang tercapai deh."
Aku mulai insecure, sampai akhirnya mencoba menepi, dan aku diberi Tuhan kesempatan merefleksi diri.
Ternyata, manusia memang seperti itu. Seiring bertambah waktu, semakin mimpi kita meninggi. Angan pun semakin tak bertepi. Kita meyakini bahwa Impossible dapat diubah menjadi I'm possible. Ini memang hebat kawan!
Tapi, coba pikirkan lagi...
Setiap perjuangan butuh pengakuan. Setiap perjuangan pada akhirnya ingin dihargai, diakui bahwa perjuangannya bermakna.
Nah, maka cobalah menyelipkan target kecil nan spesifik diantara ribuan target yang mengangkasa. Buatlah target kecil yang mudah dicapai.
Sekadar target menghafal satu ayat al-Qur'an dalam sehari, walaupun kita punya target menghafal 10 juz dalam sebulan.
Sekadar target menulis 50 kata perhari walau kita punya target menerbitkan buku di akhir tahun.
Bukan berarti aku melarang kita bermimpi tinggi. Tapi target kecil ini harus lebih kamu prioritaskan.
Kenapa?
Karena target besar umunya lebih memerlukan durasi waktu yang lebih lama. Kalau begini, kapan hati ini merasa telah 'meraih sesuatu'? Kapan perjuanganmu diakui diri sendiri?
Hati pun butuh pengakuan, kalau perjuangannya berharga.
Ketika target kecil tercapai, bukan tidak mungkin kita malah punya suntikan semangat yang lebih besar untuk mencapai target yang lebih besar.
Namun sebaliknya, saat kita gagal meraih target besar, target kecil pun malah terabaikan.
Ramadhan ini layak dimenangkan, perjuangan ini layak mendapat pengakuan.
Selamat memperjuangkan!
#kalimatbaik#ramadhanchallenge#inspirasi kata#selfimprovement#tetapStudytetapNgaji#tetapNulistetapNgaji
4 notes
·
View notes
Text
Manajemen Stress
"Apa yang kamu yang lakukan kalo lagi badmood?" sudah lama rasanya tidak membahas topik santai dengan teman dekat. Dengan alasan pemadatan mata kuliah dan tumpukkan deadline, bahasan kami hanya seputar huruf-huruf yang harus dihitung.
Hiks. Dasar.
"Makan coklat" teman kecil yang periang nyeletuk lebih awal.
"Nonton movie lah" sang penggemar film series jadi penjawab kedua.
"Ngerjain proker" si aktivis memang beda gayanya.
"Musahabah diri, baca Al-Qur'an" kawan cantik yang sholehah memang selalu menjawab paling bijak.
"Kalo kamu, gimana enn?"
"Hmm kalo aku.. leave group terus nulis hehe"
__________________________________________
Manajemen stress menjadi hal yang sangat penting. Tidak hanya remaja, orang yang lebih dewasa pun tetap membutuhkan manajemen stress yang baik. Saat tugas atau pekerjaan menumpuk, tiba-tiba kita kehilangan semangat. Dalam kondisi inilah diperlukan manajemen diri yang baik: how to keep your productivity?
Sumber kekuatan setiap orang memang berbeda.
Ada yang mudah mendapat power melalui karakter film yang ditontonnya.
Ada yang mendapat power melalui tulisan tulisan menampar yang menyentuh hatinya.
Ada pula yang mendapat power dari kata-kata bijak temannya.
Ada pula yang mendapat power dari hasil pergulatan dirinya sendiri.
Apapun itu, kenalilah tipe manajemen stressmu sendiri. Setiap diri memiliki kebutuhan fisik dan psikis yang berbeda. Dan hanya kamu sendiri yang tahu kebutuhan dirimu.
Seperti halnya aku. Aku punya kebiasaan untuk menulis apapun saat kehilangan semangat. Rasanya begitu lega saat bisa menuangkan setiap keluh kesah melalui kata.
Karena aku percaya bahwa cara terbaik untuk menyemangati diri sendiri adalah dengan menyemangati orang lain.
Yang terpenting, saat kehilangan semangat, tetap lakukanlah sesuatu.
Setidaknya, doing something dapat mengalihkan pikiranmu sejenak.
Sekadar menghabiskan makanan kesukaan atau mendengarkan musik. Lebih baik jika mau mendengarkan kajian.
Just take a rest. It's time to collect much energy.
3 notes
·
View notes
Text
Ambis = Ikhtiar ?
"Kok anak itu ambis banget ya?"
"Sekali-kali santai dikit lah, gak usah terlalu ngambis"
"Santai aja kali, buat apa juga harus ambis? Nikmati aja hidupmu"
Beberapa gurauan teman sesekali terdengar menyakitkan saat kau lelah berjuang. Memang tak nyaman rasanya ketika diri ini di cap berbeda. Saat semua orang bersikap biasa saja, sedangkan kau menggenapkan seluruh usaha. Sempat pula kau berpikir barangkali memang kau yang harus merubah jalan?
Tidak, kawan. Riuhnya ucapan seperti itu hanya untuk melemahkanmu. Mereka hanya belum bisa memahami bahwa "ngambis" yang kau lakukan sesungguhnya hanyalah ikhtiar yang dimaksimalkan.
Maka, jangan ragu ngambis ya!!
Riuhnya ucapan jangan kau jadikan pikiran. Begitu pula ramainya tepuk tangan jangan kau anggap pujian atas ikhtiarmu itu. Jadikan ia pintu mengetuk rahmat Tuhan.
Karena tugas kita Berbagi, bukan Berbangga.
2 notes
·
View notes
Text
Saat Rumput Tetangga Lebih Hijau,
"Eh lihat deh si A keren banget enn, kemarin dia ke jepang, dapet bronze medals perlombaan" seorang teman memulai obrolan malam.
"Enn, tahu gak si B? Dia hebat ya, masih muda tapi bisnisnya udah mendunia" sebuah komentar terbaca di direct messenger.
"O iya kamu tahu gak sih kemarin si C kepilih jadi Duta Kampus, duh kok keren banget ya orang-orang" ada lagi kawan dekat yang mengirim pesan telegram.
"Apalah daya aku yang cuma serbuk marimas" tambahnya dengan memasang emoticon memelas.
"Enn aku mau curhat, aku tuh iri sama si D. Dia temenku, besok mau wisuda. Dia juga udah dapet kerjaan katanya. Sedangkan skripsiku aja masih bab 2.." kakak tingkat yang sudah lama tak berkabar tiba-tiba membalas status Whatsappku.
Aku terdiam membisu. Jariku tak tahu harus mengetikkan jawaban untuk siapa.
Untunglah ibu memanggilku untuk membelikan sayuran pada abang sayur langganan yang kebetulan lewat depan rumah sehingga aku punya alasan untuk tidak segera membalas.
Aku bergegas, melesat keluar, memilih kangkung dan teman-temannya untuk bahan makan malam.
Tapi kemudian,
"Pak R kemarin abis beli mobil baru lho, kok orang-orang gampang banget ya cari duit.." seorang ibu sepantaran ibuku berbisik pada temannya.
"O iya bener, kemarin juga katanya anaknya baru dapet jabatan baru di perusahaan gede.." timpal ibu-ibu lainnya. Obrolan berlanjut, menjadi topik hangat yang dalam forum dadakan tersebut.
Aku bertanya-tanya, kenapa setiap lisan mengeluhkan pencapaian orang lain?
Kenapa setiap hati gemar membandingkan keberhasilannya?
Apakah dunia hanya tentang siapa yang jadi pemenang ?
'Rumput Tetangga memang selalu telihat lebih hijau'
Kata istilah sih gitu. Sepertinya kebiasaan manusia membandingkan dirinya dengan orang lain sudah ada sejak zaman dulu. Toh, buktinya istilah itu sudah ada sejak waktu yang lampau. Bahkan nenek ku yang kini hampir 70 tahun usianya, masih mengingat kalimat itu.
Baiklah kawan-kawan dan tetanggaku semua. Aku ingin bertanya, apa gunanya membandingkan pencapaian-pencapaian orang lain? Adakah benefit yang didapat setelah memperbincangkan itu semua?
Saat rumput tetangga terlihat lebih hijau, tidak apa-apa, biarkan saja. Karena kita tidak sedang menanam rumput . Iya, karena yang kita tanam bukan rumput.
Barangkali kita memang sedang menanam jagung yang bijinya bisa jadi bahan pangan.
Bisa jadi kita sedang menanam mangga yang buahnya enak dimakan.
Atau kita sedang menanam mawar yang bunganya indah dipandang.
Atau mungkin kita sedang menanam temulawak yang bisa dibuat obat.
Atau bahkan mungkin kita sedang menanam pohon jati yang kayunya bisa dibuat papan.
Ya begitulah. Rumput tetangga terlihat lebih hijau karena yang kita tanam bukan rumput, melainkan sesuatu yang lebih bermanfaat dari rumput.
Karena yang ditanam berbeda maka hasilnya pun berbeda, waktu berbuahnya pun berbeda.
Ketika seorang teman berhasil menjuarai perlombaan dan bepergian ke mancanegara, mungkin kita memang tidak mengejar itu, mungkin kita sedang berusaha memberdayakan masyarakat desa.
Ketika seorang teman lebih cepat diwisuda, mungkin kita masih ingin mencari sesuatu yang lain, bisa jadi karena kita masih memperjuagkan pendidikan daerah tertinggal.
Ketika seorang teman menjadi Duta Kampus dengan segala popularitasnya, mungkin kita sedang menjadi aktivis isu lingkungan atau relawan kemanusiaan yang jejak langkahnya tak perlu terdokumentasikan media, cukup tercatat oleh Sang Pencatat Amal.
Ketika seorang tetangga memiliki harta yang lebih berlimpah, mungkin kita memang tidak sedang mengumpulkan itu. Bisa jadi karena kita sedang menabung untuk bekal di akhirat dengan memperbanyak bersedekah.
Apapun itu, jangan lupa siram tanaman kita.
Jangan lupa beri pupuk, agar suatu hari tanaman kita bisa berbuah, menghasilkan karya yang bermanfaat bagi semesta.
Selamat memperjuangkan!
2 notes
·
View notes
Text
Kultur Menang-Kalah
Suatu hari, dalam obrolan para ibu-ibu,
"Anakmu pintar sekali bu, bisa jadi juara sana sini. Aduh anak saya mah beda banget, meski aktif bimbel sana sini juga tetep aja gak punya prestasi" celetuk seorang ibu sebaya ibuku.
"Wah piagamnya banyak sekali, andai saja anak saya bisa kayak anak sampeyan, bisa jadi juara banyak lomba" ibuku hanya tersenyum mendengarnya.
"Saya tidak bangga anak saya jadi pemenang" sahut ibu datar.
Deg.
"Saya suruh dia ikut banyak lomba karena saya ingin dia belajar hal lain. Mengajarkan kerja keras, kegigihan, jujur dan tawakkal. Bukan menguji dia jadi pemenang atau pecundang"
Aku terdiam sesaat. Sebelum kemudian bertarung dengan pikiranku sendiri.
____________________________________________
Dua kutipan obrolan itu cukup menggambarkan bagaimana sebuah prestasi dipandang. Di Asia, khususnya di negeri kita tercinta, menang-kalah menjadi sesuatu yang luar biasa. Yang paling unggul, dia yang paling keren. Yang terbaik, dialah yang kemudian menjadi perbincangan.
Berbagai kompetisi, dari mulai sekolah dasar hingga pendidikan lanjut, dari tingkat kecamatan sampai internasional, semuanya bertujuan sama: menyaring yang paling terbaik diantara sekian yang kandidat terbaik.
Yang paling unggul kemudian yang menjadi bahan catatan sejarah. Diberitakan sana-sini dengan tujuan menginspirasi insan lainnya.
Yang kalah? Bisa jadi ia makin frustasi atau kemungkinan terburuknya : tidak memiliki semangat lagi.
Teruntuk para orang tua dan juga calon orang tua di masa depan:
Anakmu memang luar biasa saat mau mengikuti banyak kompetisi. Itu tandanya kalian berhasil memupuk daya saingnya.
Namun, jangan pernah menuntut ia menjadi pemenang. Apalagi membandingkannya ketika ia tak jadi pemenang.
Biarkan ia menikmati perjalanan kompetisinya.
Biarkan ia tumbuh bersama cita-cita sederhananya, tanpa harus menjadi yang paling unggul. Tanamkan padanya bahwa harus ada nilai moral yang ia dapat.
Sehingga setelah dewasa nanti ia tumbuh bukan menjadi kompetitor, tapi menjadi kontributor yang bersedia berjalan bersama-sama.
Tidak hanya sekadar menjadi yang terdepan, tetapi menjadi orang yang mau mengulurkan tangan, memimpin perubahan.
Agar ia tak hanya sibuk mengungguli orang lain, tetapi mau memikirkan bagaimana mengunggulkan orang lain.
#kalimatbaik#inspirasi kata#ramadhanchallenge#selfimprovement#tetapnulistetapngaji#tetapstudytetapngaji
1 note
·
View note
Text
Literasi Rakyat
"Selamat Hari Buruh" kalimat pertama yang muncul di iklan televisi
" hah? Sekarang sudah bulan Mei toh?" aku mengerutkan kening sambil mematikan televisi malang yang tidak ditonton tersebut.
"Happy May Day" tulisan serupa bertebaran di status WhatsApp.
Entah kenapa, jariku iseng membalas sebuah status yang bahkan aku tak sempat membaca siapa namanya.
"Kenapa disebut Hari Buruh?" Dia membalas dengan meneruskan beberapa link berita.
"Oh.." aku hanya ber-oh
_________
Pertanyaan serupa juga terjadi seminggu yang lalu, 23 April 2020 yang diperingati sebagai hari buku. Setiap akun berlomba-lomba mengatakan Happy World Book Day, tak terkecuali aku. Lalu, seorang teman bertanya,
"Kenapa hari ini disebut Hari Buku?" Aku membisu cukup lama. Sungguh, aku tidak tahu sedikit pun alasan kenapa hari itu disebut hari buku. Sebuah upaya penyelamatan adalah dengan menyalin beberapa alamat web, persis seperti temanku hari ini.
_________
Ternyata benar. Kita memang hanya terlarut dalam momentum, tanpa memaknai apa makna momentum itu. Dalam berbagai perayaan hari, kita sering kali ingin terlihat berpartisipasi, setidaknya agar dilihat up to date.
Namun jarang sekali kita punya makna terhadap perayaannya. Jangankan maknanya, latar belakangnya saja kita jarang tahu.
Mengapa?
Mungkin karena terlalu banyak anime yang harus ditamatkan.
Atau mungkin karena kita terlalu tenggelam menyimak gosip selebram.
Atau mungkin juga karena terlalu banyak drama yang mesti dikejar episodenya.
Sampai terlupakan bahwa negara butuh pemuda yang peka terhadap bangsanya.
Literasi tidak hanya membaca buku tebal, tapi juga membaca kondisi rakyat, sehingga kemudian dapat memberikan solusi bagi ummat.
#kalimatbaik#inspirasi kata#ramadhanchallenge#selfimprovement#tetapnulistetapngaji#tetapstudytetapngaji
1 note
·
View note
Text
Setiap do'a memiliki tiga kemungkinan:
1. Dikabulkan
2. Diganti dengan yang lebih baik
3. Disimpan untuk dikabulkan di masa yang akan datang.
1 note
·
View note
Text
METAMORFOSISWA
Sebuah catatan pembuka,
Part 0,5 :
Ada Apa Dengan IP?
Beberapa hari ini aku jadi pendengar setia teman-teman yang mengeluh tentang nilai IP.
Mereka tak lelah memantau siakad tiga kali sehari: pagi sebelum sarapan, siang sebelum makan siang, dan malam sebelum memejamkan mata. Dan bahkan jikalau dalam perjalanan membeli lauk saja mereka ingat IP, mereka tak segan membuka siakad, lalu cemberut sendiri atau tertawa sendiri di depan ibu pedagang sayur.
Dulu, aku pikir nilai IP tak se-krusial ini.
Dalam bayanganku, mahasiswa adalah mereka yang mendalami suatu bidang, menerapkan dalam kehidupan nyata, mencari jawaban dari permasalahan masyarakat, melakukan berbagai riset di laboratorium, observasi sosial, mengabdi di daerah-daerah. Itu saja. It's simple : mengembangkan potensi yang dimiliki dalam suatu bidang.
Mungkin itu hanya bayanganku sebagai anak SMA yang lugu.
Nyatanya, perkuliahan bukan hanya arena seperti itu.
Di sini, dimana setiap mata kuliah dinilai dengan variabel A, B, C dan D, hawa kompetisi mulai terjadi.
Apakah ini salah? Oh, tentu tidak. Toh, hal ini cukup berhasil meminimalisir mahasiswa yang absen ataupun tertidur di kelas. Iya, karena mereka takut jikalau IP mereka tak sesuai harapan, lantas harus mengulang di semester depan.
Tapi, apakah nilai IP saja cukup jadi parameter keberhasilan pendidikan?
Mungkin sebagian iya.
Terlalu naif memang jika kita mengabaikan IP. Toh, ini adalah indeks prestasi yang cukup menggambarkan perkuliahanmu selama ini.
Namun, salah juga jika kita terlalu mengagungkan IP. Kenapa?
Karena tidak setiap yang kita lakukan bisa dituliskan dengan angka.
Lihatlah bagaimana seorang relawan yang mampu menolong korban bencana alam dengan mempertaruhkan jiwa raganya. Apakah itu dinilai dengan IP?
Lihatlah bagaimana seorang aktivis kampus yang berani memperjuangkan keadilan.
Lihatlah mereka yang tak lelah bekerja di laboratorium demi mengembangkan inovasi sains untuk menjawab permasalah masyarakat.
Apakah itu perlu dinilai dengan IP?
Baiklah.
Tidak usah bersedih lagi ya ketika melihat IP.
Berapapun besarnya, kita masih punya kesempatan untuk menjadi manusia bermanfaat.
Karena kita semua punya potensi.
Dan hidup bukan hanya tentang angka.
Surakarta, 30 Januari 2020 || Dibawah lembayung sore dan semerbak harum tanah basah setelah hujan
#kalimatbaik#inspirasi kata#ramadhanchallenge#selfimprovement#ceritakampus#tetapnulistetapngaji#tetapstudytetapngaji
1 note
·
View note
Text
Lima koma tiga
Suatu siang, di pelataran Whatsapp,
"Kawan, nilai ujian sudah diupload" kabar seorang teman dari seberang kota.
Spontan, ruang chat mulai penuh sesak dengan balasan. Kecewa, takut, sedih, marah. Sedangkan anak-anak yang bergembira memang biasanya memilih tak muncul. Beberapa teman akhirnya berbalas stiker, memasang ekspresi paling menyedihkan.
Kalau sudah begini, kami yang hanya jadi silent reader dapat menyimpulkan dengan mudah: rata-rata nilai ujian pasti jelek, paling lumayan mungkin rata-ratanya mentok di angka 5.
Aku mengetik namaku di kotak pencarian daftar nilai, menggeser sedikit ke bawah. Ketemu. Lalu,
"Hah? Kok bisa?" aku terkejut sendiri. Mengucek mata berkali-kali.
..............
Sejak kecil, mungkin sejak sekolah dasar, pikiran kita di doktrin suatu ungkapan:
'Hasil tak akan pernah mengkhianati usaha'
Keren ya? Iya, aku juga sangat percaya pada masanya.
Kata ibu guru, kalo rajin belajar, usaha maksimal, nanti bakal dapat hasil yang maksimal pula.
Setelah duduk di SMA, guru fisika menjelaskan dengan lebih keren,
" W itu simbol usaha, s itu perpindahan. Nah dalam fisika ada persamaan W=F.s. Usaha adalah gaya dikalikan perpindahan" aku mengangguk, pura-pura paham.
" Nah, usaha itu sebanding dengan perpindahan. Kalo usaha kamu besar, perpindahannya juga akan besar. Kalo usahanya kecil, perpindahannya juga kecil" pak guru mencoretkan spidol di papan tulis, menggambar kurva linear.
Aku masih berusaha mencerna.
"Artinya kalo usaha kamu besar, hasilnya juga akan besar. Kalo usaha kamu kecil, hasilnya juga akan kecil" pak guru menjawab kebingungan kami.
Aku semakin percaya persamaan itu. Ditambah mantra man jadda wa jadda yang dibekalkan guru Tsanawiyah ku, aku semakin yakin pada analogi itu.
Memasuki dunia yang lebih luas, bersinggungan dengan lebih banyak keadaan, kadang membuat kita lambat laun kehilangan optimisme.
Dalam dunia perkuliahan contohnya, kadang kenyataannya tidak serealita itu. Ada orang yang kelihatannya tidak berusaha maksimal, tapi ketika nilai ujian dibagikan dia memenangkan pettandingan, nilainya sempurna. Sedangkan si Rajin yang jelas rajin dan sungguh-sungguh belajar, hanya mendapat sembilan koma.
Satu kali, dua kali, tiga kali. Kamu masih berpikir ini hal yang wajar. Katanya tak ada yang bisa melanggar takdir Tuhan, mungkin itu memang sudah takdir-Nya. Semakin sering, keyakinanmu terhadap doktrin itu mulai goyah.
"Katanya hasil gak akan mengkhianati usaha, tapi kok aku...." keyakinanmu hampir goyah.
Sebelum menyalahkan kalimat itu, ada baiknya menengok ulang diri sendiri.
Mungkin ada usaha yang masih bercampur sombong, merasa pintar, merasa paling unggul. Mungkin ada do'a yang masih bercampur dengan hati yang riya'.
Sebelum menyalahkan kalimat "Hasil Tak akan mengkhianati usaha"
Mungkin usaha kita yang sudah lebih dulu mengkhianati hasil.
Saatnya merefleksi diri, memetakan kembali konsep pemikiran.
Daripada menyalahkan, mungkin lebih baik kita meluruskan perbuatan.
Barangkali, kendali laju kita memang sudah oleng. Atau jalan yang kita tuju adalah jalan buntu nan curam. Berbahaya.
Lalu Tuhan membiarkan kita jatuh sebentar, diingatkan agar kita berubah jalan.
1 note
·
View note
Text
Jerit Bisu
Sedang dalam fase ingin menyerah begitu saja.
Rasanya ujian ini terlalu berat. Sedangkan jiwaku belum sepenuhnya siap.
Setelah serangkaian harapan yang mencampakkan, kini giliran berbagai kenangan bermunculan.
Aku rindu kebahagiaan tanpa kepalsuan.
Aku rindu ketulusan tanpa kepura-puraan.
Aku rindu hangatnya candaan tanpa kebohongan.
Aku rindu kau ceritakan pilumu, melalui selembar kertas yang kau goreskan tinta.
Aku rindu mendengar kesahmu tanpa menyembunyikan suatu apapun.
Aku rindu berbagi pundak, menanyakan banyak hal yang selama ini mengganjal.
Andai saja keadaan sekarang tak pernah ada di hidup ini, mungkin aku tak akan menulis ini.
Ya sudahlah. Nikmati saja.
#N6M
#kalimatbaik#inspirasi kata#ramadhanchallenge#selfimprovement#tetapnulistetapngaji#tetapstudytetapngaji
0 notes
Text
Assalamu'alaikum Semesta,
Seorang anak manusia terlahir seperti kertas putih polos.
Tentang apa yang akan didapatkan kemudian, adalah tentang bagaimana tangan menggoreskan tinta padanya.
Jika tinta hitam yang menggoresnya, maka akan tampak tulisan yang diukirnya.
Jika tinta putih yang menggoresnya, maka akan samar tulisan yang dihasilkannya.
Tapi alangkah lebih indah jika kita dapat menggoreskan banyak warna : merah, kuning, hijau dan biru. Mungkin akan nampak gambar pelangi.
Sejak kecil, aku suka bermain krayon. Aku membeli berbagai pencil warna warni. Aku koleksi gambar-gambar. Aku gunting majalah Bobo yang terlihat lucu. Iya, berwarna itu lucu lho. Ceria, menyejukkan.
Tapi sayang, aku tidak bisa menggambar bentuk lain selain persegi dan lingkaran. Hasna kecil lebih senang menggambar geometris: kubus, balok, prisma, limas sampai kerucut, semuanya sudah khatam kugambar sejak kecil. Tapi aku tak bisa membuat pelangi dengan bagus, apalagi gambar gunung dan sawahnya.
Suatu hari, di hari ini aku semakin paham, bahwa otak kiri ku lebih dominan.
Bukan aku tidak bisa seni, hanya saja keterampilan dalam bidang seni yang kupunyai hanya sedikit, tapi aku tetap penikmat seni. Aku selalu terkagum-kagum melihat pameran lukisan. Aku juga senang penikmat musik klasik dan ceria.
Karena aku tidak bisa memggambar, suatu hari aku menemukan dunia yang lebih indah daripada sekadar menggoreskan pensil warna: MENULIS.
Karena itu, di Bulan Suci ini aku akan rutin membuat #Kalimatbaik disini. Semoga dengan tulisan-tulisan ini, kita bisa lebih memaknai waktu "mampir minum" yang cuma sebentar ini.
#kalimatbaik#inspirasikata#semangatbermanfaat#ramadhanchallenge#tetapStudytetapNgaji#tetapNulistetapNgaji
0 notes
Text
Terjebak Nyaman
"Uh, rasanya aku ingin sehari aja tanpa tugas. Bisa nonton TV all day long, bisa menikmati waktu bareng adek kakak, nyobain kreasi makanan ala-ala,..." dan beribu-ribu keinginan lainnya.
Ah, benar. Kondisi Work from Home memang menjemukan. Alih-alih bisa istirahat dengan nyaman, situasi ini malah dimanfaatkan banyak kepentingan: tugas yang datang bersamaan, jam kuliah yang tak beraturan, pemadatan materi yang semakin menekan jiwa dan pikiran.
Namun anehnya, kondisi WFH ini justru malah membuat sebagian orang menjadi kurang produktif.
'Terjebak Nyaman', itulah gambaran sederhana yang mendeskripsian kemalasan kita selama WFH. Kenyamanan memang kerap kali menghilangkan inovasi, lebih jauh lagi dapat membunuh potensi.
Seorang atlet misalnya, meskipun bakat olahraganya tinggi, selama ia tak berlatih bakatnya akan hilang perlahan.
Begitupun seorang pelukis dengan bakat seninya yang luar biasa, selama ia tak melukis, kreativitasnya akan hilang tak bersisa.
Seperti halnya sebuah kapal. Kapal itu akan aman saat tertambat di pelabuhan. Tak akan ada badai yang menerjangnya seperti saat ia berlayar di tengah lautan. Tapi, apakah kapal dibuat untuk seperti itu?
Tidak.
Kapal itu dibuat untuk berlayar, mengangkut barang dan penumpang dari satu pulau ke pulau lainnya. Pembuat kapal tentu berharap karyanya dapat menjadi sarana mobilitas manusia.
Kalau begitu, lantas kita diciptakan untuk apa?
Apa sih harapan Allah saat menciptakan kita?
Jawabannya ada pada hati kita masing-masing.
Aku punya potensi apa?
Aku punya bakat apa?
Aku bisa melakukan apa agar menjadi manusia berguna?
Sebuah kesadaran akan hakikat penciptaan dirinya. Semoga kita tak lagi 'terjebak nyaman'.
Selamat mengejar hari-hari terakhir Ramadhan.
0 notes
Text
Renungan di Dua Puluh Satu
"Ramadhan cepat berlalu ya, tidak terasa hari ini sudah malam dua puluh satu" gumamku sambil mengaduk teh manis menjelang iftar.
Dari kejauhan, sayup-sayup terdengar suara adzan. Gemanya menenangkan seluruh pelosok desa. Namun, ada yang aneh sepertinya.
"Bu, kenapa kok tiap Ramadhan yang adzan maghrib selalu kakek itu terus?"
"Kamu kok nanya ibu? Harusnya kau pikir sendiri nak" sifat tegas dan sabarnya tetap sama, tak pernah lekang dimakan usia.
'Ah, sudahlah lupakan' aku berbisik pada diri sendiri.
Aku terkejut saat membuka beranda WhatsApp, dua jam kemudian. Setelah tarawih, sekitar pukul delapan. Dua ratus tiga puluh tiga obrolan tertulis di beranda. Jika sudah begini, aku malas membacanya. Sesekali, menjadi manusia anti sosial kadang melegakan memang.
Tapi, tunggu. Sebagian obrolan itu terkirim di jam-jam sebelum berbuka bahkan masih berlanjut sampai waktu isya.
Ah, aku baru paham mengapa setiap hari hanya kakek itu yang mengumandangkan adzan.
Iya, karena kakek itu tidak memikirkan banyaknya chat-chat yang harus dibalas.
Tidak tertarik oleh beranda instagram yang sering membuat terlena.
Tidak repot mengejar kesuksesan semu yang hanya kebahagiaan fana.
Benar.
Kita sebagai anak muda sering lupa diri. Rasanya membalas pesan teman adalah sebuah kewajiban. Memanjakan diri sendiri pun dirasanya adalah hak.
Dan yang paling mengerikan, kita sering mati-matian mengejar sesuatu yang tidak dibawa mati.
"Eh mulai besok puasa WA yuk. Saatnya mengejar berkah di sepuluh malam terakhir" pukul 23.31 seorang teman mengirim obrolan di grup.
Baiklah. Terima kasih sudah menyadarkan, kawan.
Ternyata, kita telah tertinggal sangat jauh.
0 notes