#rintikan
Explore tagged Tumblr posts
Text
Tentang suara-suara yang tak pernah didengar dengan baik, perihal keadaan dan kesempatan yang pernah ada, serta tiap titipan detik yang terbuang sia-sia, Maaf dan terima kasih atas pengajarannya.
Dalam bisikan angin, makna tersirat tersembunyi. Dibalik rintikan hujan, rahasia alam menyatu padu. Dan aku menyelinap pada tiap rahasia bisu.
~Faa
27 notes
·
View notes
Text
MENTARI; menghargai kata rindu
Tidak pernah dipungkiri semuanya terjadi secara spontan. Tidak akan pernah tahu sampaikan kapan perdebatan dan kisah ini akan berakhir.
Awalnya aku tersenyum saat bertemu dengannya. Menurutku, itu sebuah intro yang menyenangkan setelah sekian lama membendung rasa rindu. Hingga aku lupa bagaimana menyapanya setelah sekian lama tidak bertemu.
Disetiap perjalanannya menuju tempat tujuan, seperti biasa berbincang-bincang tertawa dan bahkan bercanda itu ada dalam setiap percakapannya. Membahas hidup dia disana bagaimana, kenyamanannya, bahkan komunikasi antar teman-temannya.
Tiba di tempat tujuan, kami disambut dengan rintikan hujan. Aku tidak tahu apa makna dibalik rintikan hujan yang turun begitu derasnya. Menikmati santapan makan yang cukup nyaman bagiku. Setelah selesai, sesi bercerita pun dimulai. Awal yang bahagia, tapi akhir yang mungkin tidak bisa ku terima bahwa hidup itu tentang pilih memilih.
Lemah, kecewa, itu yang dirasakan. Tidak kuasa menahan tangis dihadapannya.
Sebuah pesan dari seorang Auditor
"masih ada banyak hal yang ingin aku selesaikan. tanggungjawabku untuk membahagiakan orang tua. Mungkin kurang lebih 2028 itu sudah cukup bagiku. Jadi sekarang, aku minta sama kamu. Jangan pernah menutup hati demi menunggu aku di tahun 2028"
"aku bukan tipe orang yang percaya LDR"
8 notes
·
View notes
Text
Setangkai Bunga Cinta Sejati
Malam ini hujan turun dengan lebat, menikmati suara rintikan sembari menatap layar kotak berisi video narasi mba Najwa shihab, rasa-rasanya cukup nikmat. Tapi bukan itu yg ingin saya bahas. Ada 1 puisi Alm. Pak Bj. Habibie untuk ibu ainun yang membuat hati saya tergetar dan merinding. Puisi tsb berisi kata2 indah yang berbunyi "Cinta adl anugrah Ilahi yang harus dijaga dan dipelihara kemurniannya sehingga tumbuh dan kekal selamanya. Tak akan lekang karena panas, tak lapuk pula karena hujan, tak akan pupus termakan usia. Hakekat cinta sejati lahir dari hati untuk saling menyayangi dan mengasihi, kekasih hati karena cinta menjadi pengobat rindu, pelipur lara, penyejuk hati, dan penenang dalam kegembiraan. Ungkapan cintanya Habibie kep kekasih hatinya, Ainun "Pada suatu ketika aku janji padamu aku akan menjadi suami terbaik buatmu ". Ungkapan cintanya ainun kep habibie "jika aku punya kesempatan untuk hidup lagi aku akan tetap memilihmu". Bagi Habibie, Ainun adl mata untuk melihat hidupnya, Ainun adl segalanya. Namun setiap kisah mempunyai akhir, setiap mimpi punya batas. Nikmatilah indahnya cinta dalam keabadian, jadilah engkau bidadari surgaku, tunggu aku di babul jannah. Kubawakan engkau setangkai bunga cinta sejati. (Pare pare 28 agustus 2014).
7 notes
·
View notes
Text
PERMATA YANG MENCAHAYAINYA I
isi kepala ku hari ini hanya tentang dirimu. nuansa malam yang kian bertamu. takalah risau hujan datang menemaniku. akankah dirimu hanya sekedar bertamu?. naas diriku selalu memikirkan mu.
nur rembulan yang kian meredup. obor api malam kini mendingin. rintikan hujan disertakan angin.
lidah menyapa. iringi sebuah nada. takdir, kini sudah menjelma. akan ku tunggu hadir mu permata yang mencahayainya
Jakarta, 13 Januarybut 2022
2 notes
·
View notes
Text
Hari ini aku kembali menggeluti hobiku. Menulis tentangmu, langit biru dan hujan.
Kini April kembali menyapa dalam bentuk hujan, mengingatkan cerita dan juga kenangannya. Di bawah rintikan hujan kala itu, aku dan kamu pernah berbagi cerita suka duka, sebelum akhirnya memilih menjadi asing dan tidak saling kenal.
29 notes
·
View notes
Text
Aku, Kamu, Rasa (3)
/1/
"Saya akan berjalan kearah kamu, jika jawaban kamu iya, maka tahan saya dan kamu harus turun terlebih dahulu dari kapal ini. Tapi kalau jawaban kamu tidak, maka biarkan saya melewatimu dan turun terlebih dahulu dari kapal ini."
Aku mengulang memori itu. Dua tahun yang lalu kalimat itu pernah aku ucapkan, disini, dermaga yang sama selepas kapal pinnisi yang kita tumpangi menepi. Hari itu aku menahanmu yang akan turun terlebih dahulu menuju dermaga, keberanian yang aku dapatkan karena kalah taruhan.
Seolah terulang, hari itu terjadi lagi. Bedanya tak ada lagi taruhan. Dan kalimat itu lagi-lagi menjadi milikku.
Jika dulu kau tersenyum dan tertawa-tawa kecil mendengar pengakuanku, kali ini kau bisu. Jika dulu teman teman kita sibuk bersuit ria, kali ini mereka juga diam dalam cengangan.
Perlahan aku berjalan, mendekat. Setelah satu senyum yang aku layangkan, aku berlalu melewatimu.
Selangkah demi selangkah aku lewati. Dulu rasanya terasa ringan, aku bahkan tak bisa merasakan adanya kerisauan. Mungkin karena setelah kalimat itu aku katakan semua teman-teman kita beradu mendahuluiku, atau karena hari itu aku belum sempurna memiliki rasa.
Tapi kali ini berbeda, ada harapan yang aku selipkan dalam setiap langkah. Ada doa yang aku lapalkan seiring daratan yang semakin mendekat. Aku tak berani menoleh ke belakang, tak ingin kecewa terlalu cepat. Hingga tanpa aku sadari hanya sedikit lagi untuk aku sampai ke daratan.
Aku menelan kecewa, bukankah seperti ini akhirnya. Dulu juga begitu. Kau tak pernah mendahuluiku.
Tapi, pada langkah terakhir aku terhenti, seseorang menahanku.
Kau melewatiku. Melangkah terlebih dahulu pada pijakan dermaga, lalu kau berbalik, menatapku.
"Jika bisa berjalan bersama, kenapa kita harus saling mendahului?"
-----
/2/
Hujan kali ini menyisakan aku. Berdiri kosong memandangmu yang semakin mengabur. Diantara rintikan hujan yang melepas rindunya pada bumi. Juga diantara mimpi kita yang kau biarkan melebur dengan tetesannya.
Aku benci menyadari kini tinggal aku yang memandangmu jauh, berlalu dari hadapanku dan meninggalkan aku yang masih bisu. Ingin aku gapai tanganmu yang pernah mengenggamku dengan hangatnya, tapi yang terjadi aku hanya kaku, tak mampu membayangkan jika besok akan datang hari tanpamu.
Aku hancur, serasa dunia semakin kelabu. Tanpamu, bagaimana duniaku?
Dan hari esok itu datang, menyapaku dengan hangatnya mentari pagi. Sekuat mungkin aku tahan diri untuk tidak meraih gawai, hanya agar tak datang rasa kecewa menempati hatiku yang porak-poranda, menyadari tak ada lagi cerita pagimu disana. Tapi dua puluh lima detik kemudian, tangan ini tak sepakat dengan pikiran, ia dengan lincah meraih gawai lalu menekan tombol obrolan berharap menemukan pesan 'selamat pagi' darimu, layaknya hari yang lalu.
Kecewa itu datang, menamparku dengan kuatnya. Kenyataan kau benar-benar pergi, dan tak lagi menjadi pagi yang selalu aku nanti.
Dan waktu terus berputar, tak peduli aku yang ingin mengulang.
Kini tinggal aku, menapaki hari yang akan datang tanpa senyummu. Meski ragu akan hati di keesokan hari, tapi aku tahu waktu tak sudi memutar lagi, meski aku ingin agar kita tetap seperti kemarin.
Perlahan tapi pasti aku tersadar, kau tak akan ada lagi, aku tahu, aku harus tetap berjalan, melupakan kisah kita yang pernah indah. Membiarkan hidupku kembali utuh, seperti hari-hari yang pernah aku lewati sebelum kau merengkuh tangisku.
Aku tahu tak akan mudah, butuh berjuta doa, beribu keyakinan tapi harus aku lakukan. Bisa saja besok aku kembali lupa, bahwa kata 'kita' telah tiada dan aku akan kembali menyapa pagimu seperti biasa. Maka anggaplah itu bagian aku yang salah, karena tak ada yang mudah, begitu juga menjadikan kita tiada..
-----
/3/
Senyap. Aku tahu semuanya sudah tak lagi sama. Kau juga telah aku tutup selama ingatanku yang kuingin menghilang. Tapi, pertemuan kita kembali menghadirkan aroma lama. Seperti ekstasi yang sudah lama tak dijamah. Kau hadir dan kembali mengacak-acak yang sudah aku tata rapi bertahun lamanya.
Aku tahu apa yang kini kurasa. Kau masih si sosok yang menempati satu ruang yang kupaksa hilang. Dan begitu kau kembali ruang itu mulai berontak, ingin hidup kembali. Meski logikaku masih tak ingin.
"Apa kabar?" pertanyaan itu, kurasa kita tak pernah cocok untuk mengatakan hal seformal itu. Tapi itu terjadi, kau yang melakukannya. Sempurna sudah aku menjadi asing bagimu.
Haruskah aku menjawab? Aku baik-baik saja. Iya, aku baik-baik saja. Tapi itu hingga beberapa jam yang lalu. Sebelum akhirnya kau kembali menjadi pusat semestaku. Dan aku tersedot hanya dengan mata pekatmu.
Atau aku harus mengatakan bagaimana aku tak baik-baik saja. Menulang beribu kesibukan hanya agar aku semakin kuat, tepatnya terlihat kuat, semenjak kau pergi meninggalkan jejak yang terlarang untuk aku jejaki. Dan sekarang kau sukses menghancurkannya hanya dengan sekali tatap, bahkan tanpa senyum, tanpa tawa, bagian darimu yang paling aku suka.
"Aku sehat." itu satu-satunya jawaban yang aku miliki. Secara harfiah aku sehat, sangat sehat. Aku tak memiliki penyakit apapun. Tapi, jika berdetak untukmu sekali lagi juga menginginkanmu sekali lagi adalah penyakit, maka aku adalah orang yang paling sakit detik ini.
"Aku rindu." aku tak tahu jika pikirku menyeruakan itu. Tapi, tunggu. Sungguh, aku tak menyuarakannya. Darimana kalimat itu datang?
Aku menatapmu. Kau tersenyum. Senyum itu, senyum yang aku puja selalu, dulu, juga kini, bisa jadi selamanya.
"Aku rindu kamu. Sangat. Amat." Kau mengucapkannya.
Jelas. Sangat. Amat.
Aku tahu rasanya saat dunia berhenti. Itu seperti sekarang. Semestaku menjadi utuh. Persetan dengan pertahanan bertahun, dengan hatiku yang pernah tercabik, dengan airmataku yang nyaris habis. Jika kesempatan itu ada aku tak akan melepas.
Cukup.
Biarkan egoisku menang kali ini saja. Biarkan ruangku yang kau singgahi kembali hidup. Biarkan harapku bermekar ria. Kali ini saja, biarkan aku menjadi yang paling rakus. Aku menginginkanmu, lagi.
"Aku juga, rindu."
SELESAI
29 notes
·
View notes
Text
10
Sendiri dalam Ilusi
Sendiri berjalan ditengah malam nan sepi
Kian jauh melangkah, semakin gelisah
Suara almarhum Chrisye memenuhi gendang telingaku. Alunan piano itu merayap masuk melalui headset yang kubeli di festival dulu. Damai, itu yang kurasa setiap kali mendengarnya. Seolah aku berada dalam dimensi lain yang membuatku merasa tenang, nyaman, tanpa beban.
Hari ini pikiranku sangat kacau tak karuan. Entahlah, kurasa setiap orang merasakan hal yang sama. Menerka-nerka tentang apa yang ingin dilakukan.
"Kemana selanjutnya akan melangkah? Apa tujuanku sebenarnya? Apakah akan terus seperti ini?"
Pertanyaan itu selalu melayang-layang di ruang kesadaran; siang dan malam.
Untungnya, suara Chrisye selalu menyelamatkanku. Lagunya yang berjudul "Sendiri" telah kuputar 3 kali sejak aku duduk di halte bis ini.
Langit biru berubah menjadi kelabu. Sang awan telah mengalahkan sang mentari. Gemuruh petir riuh sana sini tanda akan turun hujan. Orang berseragam sibuk kesana kemari mencari tempat berteduh. Rehat sejenak untuk menenangkan tubuh.
Tak lama kemudian, hujan pun turun. Membasahi bumi yang lelah karena polusi. Memberi kesempatan untuk tanaman yang rindu akan hujan.
Jalanan agak sepi, mungkin karena hujan. Tapi, pikiranku tak sepi sama sekali. Ramai seperti karnaval.
Aku memejamkan mata untuk mengosongkan pikiran. Suara rintikan hujan, aroma tanah yang khas, gemuruh petir, dan riuh angin menyatu padu menjadi simfoni alam. Tak pelak, suara Chrisye pun masih terus kuperdengarkan. Syahdu.
Irama konser alam ini seperti lagu pengantar tidur. Sayup-sayup suaranya mulai menghilang, menandakan ku mulai masuk ke alam bawah sadar.
"Permisi, bolehkah aku duduk disampingmu?" tiba-tiba seseorang mencolekku, mengacaukan ritual melepas penatku. Sambil menunjuk tempat duduk, orang tersebut meminta izin untuk duduk di sampingku.
"Duduk saja, kau tak perlu meminta izin kepadaku. Lagipula halte ini bukan milikku." Aku sedikit kesal.
"Maafkan aku karena membangunkanmu. Aku hanya butuh seseorang untuk diajak berbincang." Ia bicara sedikit menunduk.
"Baiklah, lupakan." Aku tak menghiraukan.
Hening.
Cih, aku sudah tak bisa melanjutkan ritualku. Gara-gara orang ini tiba-tiba muncul entah darimana, dengan seenaknya membangunkanku yang sedang menikmati konser alam.
Tapi, aku penasaran dengannya. Diam-diam aku meliriknya, sepertinya tidak asing. Seorang laki-laki berkacamata memakai kemeja hitam lengan panjang yang dilipat sampai siku. Sepertinya dia kutu buku. Perawakannya tidak terlalu tinggi. Rambutnya sedikit kriting, atau entahlah bergelombang mungkin?
Aku menerka-nerka, siapakah orang ini?
Oh, aku ingat. Dia adalah orang yang kulihat di perpustakaan umum tadi. Sempat aku memperhatikannya, sedang duduk di sudut perpustakaan rak buku Filsafat Sejarah.
"Oh ya, hari ini hari spesialmu. Selamat beranjak dewasa" ia tersenyum, memecah keheningan.
Aku terkejut, sedikit menggeser posisi duduk. Bagaimana bisa ia tahu hari ulang tahunku? Padahal teman-temanku saja tak ada yang ingat. Pengingat hari ulang tahun di sosial media? Aku menggunakan tanggal palsu. Bagaimana mungkin?
"Sudah kuduga. Kau pasti terkejut. Tenang, aku bukan orang aneh. Aku kan bagian dari dirimu." ia sedikit tertawa melihat ekspresiku.
Hah? Bagian dari diriku? Lelucon macam apalagi ini?
"Bicara apa kau ini? ngawur sekali" kataku sambil membuang muka ke jalan "tapi, baiklah terimakasih atas ucapannya."
"Ngomong-ngomong, mengapa kau menggunakan tanggal palsu di akun media sosialmu? Bukankah itu bisa jadi pengingat untuk teman-teman yang ingin mengucapkan selamat untukmu?" dia bertanya seolah telah lama mengenalku.
"Bukannya ku tak mau, tapi aku hanya ingin tahu saja siapa yang benar-benar menjadi temanku. Bukankah teman sejati tak perlu pengingat untuk memperingati hari ulang tahunku?" aku menjelaskan.
"Lantas, adakah temanmu yang mengingatnya? Yang memberi hadiah atau sekedar mengucapkan selamat untukmu?" dia cerewet sekali.
"Tidak ada, hanya kau satu-satunya orang yang mengingat hari ulang tahunku," aku menghela napas
"lagipula aku tak peduli dengan semua ini. Tidak ada teman yang mengingat hari jadiku, itu sudah merupakan hadiah istimewa untukku."
"Sudahlah, tak perlu khawatir,"dia menatap ke jalanan, aku terus memperhatikan.
"Semakin dewasa seharusnya kau sadar, jika satu persatu teman-temanmu akan menghilang" Ia terdiam, kemudian melanjutkan, "bukan, bukan karena keinginannya. Memang seperti itulah kerjanya. Mereka sibuk terbang dengan sayapnya sendiri untuk mengejar mimpi yang telah mereka rancang. Dan tak ada waktu untuk melirikmu atau bahkan membawamu terbang. Kau juga punya sayap, bukan? Terbanglah dengan sayap sendiri, setidaknya saat kau jatuh, kau tak akan menyusahkan orang lain."
Sayap? Aku suka perumpamaan itu. Dia benar, sudah seharusnya aku tak terlalu bergantung dengan orang lain.
"Jadi, apa harapanmu hari ini?"
"Harapanku banyak. Tapi, bisa bahagia dan merasa tenang dalam menjalani hidup bersama orang yang dicinta, itu sudah cukup."
"Ahh, begitu. Apa kau pikir selama ini hidupmu tak bahagia? Merasa gelisah tanpa tau penyebabnya apa?"
"Ya, bisa dibilang begitu. Dulu aku pernah merasakan hal yang sama. Tapi, waktu itu aku minta kepada Tuhan supaya mengirimkan seseorang untuk mengubah hidupku. Dan benar saja, itu terjadi."
Dia terus mendengarkan.
"Namun, setelah kupikir ia berhasil mengubahku, ia tiba-tiba pergi. Dan aku pun tak mau lama-lama untuk singgah atau terus menerus bergantung padanya. Kupikir Tuhan hanya memberikan beberapa waktu saja untuk mengubahku lewat orang itu. Tuhan pasti memiliki alasan kenapa Dia mempertemukannya denganku. Bisa saja dengan kehadirannya Tuhan sedang mengujiku. Apakah dengan hadirnya dihidupku akan memperkuat cintaku Pada-Nya? Atau justru melemahkan cintaku pada-Nya? Tuhan pasti punya banyak alasan.
"Dan waktu itu, aku tak terlalu peduli jika ia pergi. Aku hanya berpikir, jika aku berubah karena seseorang, sebenarnya aku belum benar-benar berubah. Justru itu yang membuatku jauh dari jati diri sebenarnya. Walaupun pada akhirnya, aku harus tetap berterimakasih padanya dan Tuhan sudah tentu yang utama" Pikiranku melesat menuju lorong waktu kembali ke masa lalu.
Dia hanya terdiam, memerhatikan.
"Tapi sekarang, aku merasa kekosongan itu datang lagi" aku tertunduk.
"Sudahlah, tak perlu khawatir lagi," akhirnya dia angkat bicara "kau tahu rahasia agar hidup tenang?"
Aku menggeleng.
"Kau hanya perlu melakukan satu hal yang sempat kau lakukan dulu. Kau pun tahu jawabannya. Tapi, karena beberapa hal, mungkin kau melupakannya. Biar kuingatkan, sekali lagi." ia menggantung kalimatnya, seperti sengaja untuk membuatku penasaran.
"Ingatlah Tuhanmu, Alloh." ia tersenyum.
"Libatkan Tuhan dalam segala hal. Bukankah kau bilang Tuhan telah menghadirkan seseorang saat kau minta? Walau pada akhirnya, Tuhan juga yang membuatnya pergi. Tapi, percayalah, apa yang ada di sisi Tuhan, itu lebih baik dari seluruh isi langit dan bumi."
Aku terus memperhatikan.
"Dan ada hal yang harus selalu kau ingat. Kau harus senantiasa menerima apa yang Tuhan berikan dan merelakan apa yang Tuhan ambil kembali. Lapangkan dadamu, luaskan hatimu, jernihkan pikiranmu. Itu sudah cukup untuk membuatmu bahagia dan tenang"
Tak terasa air mataku jatuh membasahi pipi. Dia benar, aku terlalu naif untuk terus mengandalkan diri sendiri. Padahal aku pun tahu, bahwa Tuhan yang menentukan segalanya. Tidak mungkin Tuhan menelantarkan hambanya.
Bodoh. Aku telah mengerdilkan kuasa Tuhan.
Blarrr. Suara petir tiba-tiba menyambar.
Sayup-sayup suara Chrisye terdengar kembali.
Bayu dingin lalu,
tapi tak mengedip sayu
Rembulan menyuram
Tiada terbayang
Harapan..
Sial. Leherku sakit. Aku merasa pegal diseluruh tubuhku. Aku menguap mengerjap-ngerjapkan mata. Membenarkan headset sebelah kiri yang sejak tadi terlepas di telinga.
Waktu telah menunjukkan angka 6. Hari mulai berganti malam tapi dari tadi belum ada bis yang datang.
Aku melihat sekeliling. Nihil tak ada siapa-siapa. Beberapa kendaraan lewat tanpa permisi. Lampu jalanan telah menyala sebagaimana mestinya.
Aku menghela nafas panjang. Menutup wajahku dengan tangan. Mengingat-ngingat apa yang baru saja terjadi. Percakapan sebentar, dengan orang tak dikenal.
Sial. Dia menghilang.
Aku cukup lama terdiam. Menerka situasi.
Aku keliru, dia tidak hilang. Karena sebenarnya dia tidak pernah benar-benar ada. Dia tidak nyata!
Sampai akhirnya ku sadari, dia hanyalah ilusi yang kubuat sendiri.
Sendiri melangkah di jalan remang membisu
Ku nanti engkau sinar
Bersama
Sang fajar..
Ruang Ilusi, 22 Januari 2023
Catatan: Cerita ini kutulis pertama kali pada tahun 2020. Setelah melalui beberapa revisi, akhirnya selesai di tahun ini, 2023! Selamat membaca, walaupun kuyakin tulisan ini masih banyak kekurangannya.
#catatan#semesta#note#quotes#duniaku#selfreminder#bayangan#menulis#cerpen#positivity#beranjak#dewasa#artoftheday#artists on tumblr#photooftheday#photography#typography#Spotify
12 notes
·
View notes
Text
Nurani
Nurani tumbuh subur dalam diri
Nurani, pikir, tubuh dan bibir memilih serasi
Dalam harmoni yang membumi
Melebihi teori kesetiaan merpati
Pura-pura dan mengakali hanyalah ilusi
Retorika tinggi tapi bukan basa basi
Tak pernah sudi memilih lakunya sendiri
Sebab jalannya ditentukan instruksi
Nurani sengaja tak menyentuh soal jauh
Kilometer hanya ukuran jarak tempuh
Akan terlipat dengan rintikan peluh
Usai mengantar titipan kepada yang butuh
Menjadi abdi bukan hal gampang
Target tinggi masih terpampang
Nurani terjaga agar tak tumbang
Karena diminta terus berkembang
Gedung-gedung tinggi akan dipangkas
Isi gedungnya dibikin berkualitas
Manusia dan teknologi berkelas
Mampu bersaing di dunia tak terbatas
2 notes
·
View notes
Text
Assalamualaikum…
Ketika tulisan ini tak sengaja kamu baca, aku justru percaya bahwa kamu sengaja membacanya, hehe.
Aku juga tidak tau apakah kedepan akan istikamah menulis disini, atau tidak, tapi bismillah, ya… Insyaa Allah akan berusaha untuk membiasakan menulis, dibagikan di sosmed ataupun disimpan di draf, tetap mujahada untuk menulis, menambah ilmu dan value diri, kamu juga begitu, ya… -semoga kita selalu mau untuk berkembang dan membaik
Tulisan disini hanyalah rangkaiaan kata dari seorang gadis sederhana, pecinta aksara dan juga senja, penikmat heningnya malam dan juga rintikan hujan, seseorang yang takut dengan kehilangan, tapi ternyata kehilangan justru menjadi teman karibnya, huhu! randomnya (Maafkeun huhu).
Kadang-kadang begitulah kehidupan, ya? alurnya tak akan mungkin bisa kita tebak dengan benar, tapi hari ini, sepertinya Ia sudah tidak terlalu takut lagi dengan yang namanya kehilangan, kehidupan pada akhirnya akan selalu mengajarkannya beberapa hal, diantaranya... ya kehilangan.
Setiap yang datang, pasti akan pergi,
people come and go.
Bahagia, sedih, duka dan derita, pada dasarnya hanyalah sementara, kata salah satu guru, jangan larut meratapinya, ingatlah satu hal bahwa: masa ini akan berlalu.
Lalu, untuk apa menakutinya?
Bukankah darinya justru ada banyak pelajaran?
Hari ini, ia sudah jauh lebih lapang, lebih rela, dan berusaha Ridho atas takdir dan ketetapan.
Ditulisan kali ini, Aku hanya ingin mengatakan satu hal, bahwa aku hanyalah pribadi sederhana, kamu tak perlu bersusah payah untuk menaruh ekspetasi terlalu tinggi, maka sebelum jatuh, turunkan ekspetasimu, turunkan, ya, sebelum kekuranganku membuat kecewa dihatimu.
Mudah-mudahan Allah ta’alah senantiasa memberikan taufiq-Nya untuk kita, Aamiin Allahummah Aamiin
Menuai Hikmah, Menebar Faidah
Saudarimu, Vidya Pebriyanti
Disudut Ruangan, 21 Mei 2023 || 23.25 WIB
3 notes
·
View notes
Text
RINDU
Rindu
Entah apa yang aku rasakan saat ini, rindu memenuhi seluruh rongga hati. Rindu tidak ada beda nya dan mempunyai makna yang sama, ya setiap manusia punya rasa rindu dan kangen.
Senja sore diiringi rintikan hujan seakan tau apa yang aku rasakan saat ini, ya aku rindu..aku kangen, biarkan aku menikmati rindu ini.
Rindu..
Satu kata yang membuat semua orang lupa kalau sudah rindu, dan hanya aku, kamu dan kita yang bisa menyelesaikan dan menuntaskan rasa rindu ini entah dengan cara yang sederhana saat kita bertemu nanti.
Rindu..
Ya, aku rindu kamu.. rindu pelukan kamu..rindu genggaman tangan kamu, rindu dengan senyuman kamu, rindu dengar suara kamu, rindu semua yang ada di diri kamu. Tapi apa hanya aku yang merasakan rindu ini??apa kamu juga punya rasa rindu untuk aku, entah lah tapi aku berharap kamu pun sama.
Rindu
Sebuah kata yang penuh makna antara aku dan kamu saat ini. Dan di tuntaskan dengan pelukan saat kt bertemu. Miss You Honey
2 notes
·
View notes
Text
Satu Tempat Tujuan
Berulang kali, ya terus berulang-ulang rasa sakit itu menggertak jiwa dan raga dan tanpa ragu semakin menghujam diri. Siksa diri menggelapkan semua hati. Mengaburkan mata dengan air yang tak berhenti. Gumaman bibir yang terisak-isakpun membunuh diri sendiri.
Lelah yang menghujat diri untuk mencoba terus bertahan pada satu payung yang telah lusuh dan berlubang, sehingga rintikan-rintikan hujan dan petirpun menyambar tiada henti. Detak jantung berdebar seakan mengejar maut, dan tubuh yang semakin melemah tak berdaya tapi tetap mencoba berjalan hingga tak tahu arah untuk kemana.
Satu tujuan, hanya butuh satu tempat tujuan untuk diri ini bersandar dan berteduh. Hanya satu tempat itu yang diinginkan diri yang lelah ini. Tempat dimana tanpa ada rasa sakit maupun menyakiti diri lain. Tempat dimana hanya ada diri ini untuk menjadi tenang & tersenyum tanpa paksaan. Tempat dimana hanya untuk diri ini merasakan tulusnya cinta dan kasih sayang, bukan tempat yang penuh dengan kedustaan.
Tuhan, akankah diri ini menemukan tempat itu di dunia ini suatu saat nanti?
-RW-
3 notes
·
View notes
Text
9
Andai saja aku semangat mengejar surga.
Sebagaimana aku yang selalu semangat mengejar langkahmu. Menelusuri luasnya samudra hingga terperangkap di belantara hutan. Aku tetap berlari mengejar bayanganmu. Meski—pun aku tahu kau tidak akan menepi dan kembali.
Andai saja aku selalu memikirkan Rabb—Ku. Sebagaimana aku yang selalu memikirkanmu. Membuat aku sulit tidur lelap. Karena di benak kepala kau selalu hadir menyelinap. Hingga aku ingin terbang menggunakan sayap untuk mencarimu di kubangan rasa yang mengendap. Meski—pun aku tahu kau hanyalah sebatas semoga dan harap.
Andai saja aku selalu rindu kepada Nabi—Ku. Sebagaimana aku yang selalu rindu kepadamu. Membuat hari menjadi sembilu. Membuat jantung menggebu-gebu. Membuat hati yang kian menjadi candu. Hingga rintikan hujan berubah menjadi rintik sendu. Meski—pun aku tahu aku tak pantas untukmu.
Haha, andai saja… Andai saja… Rancaekek, hampir jam sebelas malam.
#selfreminder#tulisan#catatan#menulis#mputraff#tulisansederhana#hijrah#puisi#rindu#allahﷻ#30haribercerita#30harimenulis#puitis#30 days challenge#kata cinta#cinta#sukses#renungan#nasehat#islam#muslim#allah#quran#islamic#hadith#kata#diksikata#diksi
2 notes
·
View notes
Text
25 Tahun Hidup Bersama Bapak
Selepas magrib, di teras depan rumah yang atasnya baru saja dibangun atap, sebab selama ini semisal hujan, rintikan air disertai angin kadang sampai masuk ke dalam rumah melalui celah dari jendela. Semenjak kerja sambil kuliah, aku harus pintar-pintar mengambil waktu untuk pulang, dua kali setahun minimal, hari raya Idul Fitri, sisanya kapan saja jika ujian semester telah selesai, sebab aku ingin waktu yang ku punya benar-benar hanya untuk bercerita dan menumpahkan segala kesah. Kepulangan tahun ini berbeda sebab bertepatan dengan momen usia Bapak memasuki usia 53, Alhamdulillah Allah masih memberinya kesehatan dan kebahagiaan.
Dalam waktu yang singkat itu, ada banyak hal yang bapak bicarakan. Tentang masa tua, tentang rumah tangga, tentang segala kekhawatirannya yang memang beralasan. Dibandingkan dengan ibu yang selalu bertanya kabar setiap waktu, bapak bukanlah orang yang demikian. Tapi untuk urusan hidup dan segala problematikanya, bapak selalu bisa mengambil peran.
Dalam perjalanan hidup yang aku lalui, seburuk apapun keadaan yang terjadi, Bapak selalu bisa sabar memahami. Padahal bisa saja dalam doanya Bapak meminta agar ujian yang diberikan kepada anaknya tidak seberat yang ia lalui dulu, tapi jikapun itu harus terjadi, Bapak akan menjadi orang pertama yang paling peduli.
Semakin dewasa aku menyadari topik pembicaraan dengan Bapak selalu berbeda. Bukan lagi soal membantu menjawab pekerjaan sekolah atau memilih jurusan kuliah. Kali ini Bapak menyadari bahwa anak perempuan satu-satunya ini nantinya akan mengambil peran besar dalam hidupnya, sekaligus menyadari bahwa tanggung jawabnya bisa kapan saja selesai ditunaikan. Beriring dengan bertambah usia anaknya ketika memasuki kepala dua, tanpa aku sadari bisa saja kekhawatiran Bapak juga bertambah. Ini bukan tentang ada atau tidaknya laki-laki yang mau menerima anak perempuannya, tapi tentang ada atau tidaknya laki-laki yang mampu menyayangi anak perempuannya melebihi kasih sayangnya. Sebab sepanjang pengetahuannya, tidak ada laki-laki yang kasih dan sayangnya sebesar yang ia berikan untuk anak perempuannya, untuk kali ini aku juga mengakui.
Dalam setiap takdir yang selalu menjadi rahasia, Bapak mengisyaratkan sebuah makna bahwa selama kita terus menjadi baik, maka sangat mustahil Allah tidak memberikan yang terbaik dalam hidup kita, dalam hal apapun bentuknya. Membangun kepercayaan dengan Allah itu akan menjadi sulit jika dalam hati kita masih ada perasaan ragu, padahal tugas kita hanya berdoa dan berusaha, sisanya terserah sang pencipta, begitu kira-kira katanya.
Semoga kelak aku dipertemukan dengan laki-laki yang sama sabarnya dengan bapak, semoga kekuranganku dapat diterima dengan tangan terbuka, sebab kelebihanku tidaklah seberapa, semoga laki-laki yang diceritakan Bapak itu memang benar ada, semoga pertemuannya kelak dipermudah.
0 notes
Text
Rantau & Beliau Berdua
Rantau memang jenaka. Sejauh apapun kaki melangkah, pasti rasa rindu akan kampung halaman dan orang tua tidak akan pernah bisa terelakkan. Ditambah lagi ketika kondisi badan kurang fit. Hmm, rasa-rasanya cuma pelukan hangat ibu dan bapak obatnya. Menikmati semangkuk sup hangat bersama kedua orang tua dan saudara sembari menikmati suara rintikan hujan, kidung alam sempurna untuk mengobati setiap sakit yg perlahan menggerogoti tubuh yg lemah. Tapi kata bapak "anak rantau pantang lemah, cengeng, apalagi mudah menyerah" ingatlah selalu semboyanmu sbg anak bugis "sekali layar terkembang pantang biduk surut kepantai" yang berartikan sekali engkau keluar rumah jangan pernah kembali sebelum sukses kau bawa pulang.
6 notes
·
View notes
Text
Hai, aku rindu!
ternyata semesta sudah memberi jarak di antara kita, atau apakah kamu yang memang ingin berjarak dari aku, entahlah.
aku tidak pernah membayangkan semua ini akan terjadi, sungguh ini sangat berat bagiku sebagai perempuan yang sudah menumpukan segala angan yang ku bayangkan akan ku lalui bersamamu.
aku takut, kamu pergi karena ada sikap yang tak nyaman kau rasakan tapi tak mampu terungkapkan, padahal aku setiap detik menunggu ungkapan-ungkapan yang terpendam dalam benakmu, sehingga aku bisa memperbaiki diriku.
aku kadang masih bertanya-tanya, apakah selama ini salah caraku mencintaimu, tapi engkau tak mau mengatakan apa yang membuatmu berpaling dari aku.
aku merasa terendam dalam genangan dari rintikan kelopak mataku, sungguh, ini berat, penat.
Doakan, aku mampu melalui hari-hari kedepanku.
0 notes
Text
Tiba2 saja langit malam menurunkan rintikan nya dengan kesejukan
Seolah2 langit tahu apa yang sedang kurasa malam ini
Kesejukannya seolah2 semakin mendekap ku erat dengan sang malam
Untuk sesaat aku bertanya dalam diri
Tuhan, hati seorang hamba mana yang sedang engkau ketuk,
Seakan doa doa perlahan turun menenangkan hati,
mengajakku larut dalam kenyamanan untuk sesaat
Sekedar menemani Isak menuju lelap
0 notes