#retakrekat
Explore tagged Tumblr posts
Text
Hidup yang Diam-diam Kita Cintai
***
Pagi ini, kau berjalan menjauhi tempat tidurmu. Membasuh diri, mengganti pakaian, bersujud dan membaca surat cinta. Matahari sedang hangat, meski embun telah menguap bersama harap. Di halaman kau membaca cuaca, mulai mengambil sapu dan memutuskan untuk berpeluh yang tanpa keluh. Mencabuti yang tumbuh liar di teras halaman, sambil sesekali merapihkan kenangan. Ada rindu, sesal, dan harap yang bersamaan. Membuatmu merasakan sesuatu yang janggal, yang sunyi, tapi harus kau syukuri.
Siang yang terik telah mengeringkan bajumu. Menghangatkan lantai di berandamu, meski panasnya sama dengan panas isi kepalamu. Belakangan ini, pikiranmu rasanya dipenjara dalam masalah-masalah yang kamu harus selesaikan walau bukan kamu yang menghasilkan. Tetapi agaknya, emosimu sudah tak mau tahan, kamu pergi siang itu juga dari rumah untuk menghindari keadaan yang malas kamu selesaikan. Kebetulan kondisi sepi, semua orang keluar menemui sibuknya sendiri. Kau mengemasi baju-bajumu di almari, asal saja memasukkan ke tas coklatmu yang sempit dan lusuh, tak sempat disayangi.
***
Sore itu kau terduduk, di pinggir kolam. Memandang ikan-ikan yang berkejaran. Sambil menikmati es teh yang kau beli di pertigaan. Langit jingga dan hatimu senja. Kamu mengusir sepi dengan shalawat nabi lumayan nyaring di gawai. Sengaja tak pakai headset agar bebas didengar yang lain, meski tak ada siapa-siapa di taman itu. Satu jam lebih kau terdiam, meski isi kepalamu riuh tak karuan, kemudian memutuskan pulang, masuk ke kamar, menyalakan lampu dan menutup jendela. Menjatuhkan tubuhmu dikasur. Hari menuju gelap, hati dan pikiranmu apa kabar?
Malam itu, tak ada apapun kecuali mata yang pejam, tapi kesadaranmu tak hilang, hanya sepi yang pisau. Menyayat pelan-pelan hatimu, menggores maumu. Ada yang menetes dalam kesadaranmu, meski sakit tapi kamu setuju. Adalah menerima, menghadapi, lalu pelan-pelan mau menjalani. Sebab kamu tahu, hidup bukan sekedar bisa lari dari apa-apa yang tak disetujui atau gagal dieksekusi. Hidup juga tentang menghadapi apa yang seharusnya dihadapi. Meski terkadang kamu yang membuat masalah jadi semakin besar, namun seringkali kamu menjadi besar karena masalah-masalah.
***
Pagi ini, kamu masih berjalan. Menyusuri paping-paping jalanan depan rumah. Sambil sesekali melempar senyum pada yang lalu lalang. Di saku kananmu, selembar dua puluh ribuan. Matamu jauh memandang ke ujung jalan, mengharap-harap motor berkeranjang penuh sayuran melintas di hadapan. Lima menit sepuluh menit, akhirnya tiba. Seikat bayam, tempe potongan, dan cabai bungkusan telah ada di genggaman. Kamu bergegas ke dapur, meracik santapan. Pagi yang nikmat bukan?
***
Hari ini kamu memutuskan di rumah saja. Membereskan yang kemarin sempat kamu tinggalkan. Menyapu kekesalan, menyiram kemalasan, mencuci bosan dan menata kepentingan. Menjelang siang, angin segar datang menyejukkan keadaan. Kamu lega, meski ada sesal. Namun selalu bersyukur sebab masih diberi kesadaran memaafkan diri dan keadaan. Melanjutkan lagi langkah yang sudah kamu mulai dengan motivasi yang luhur itu.
***
Hari-hari tak sekedar perjalanan matahari. Tak hanya air yang ngalir. Di hitam matamu, kepastian terbuka. Jalanan menantang di depan mata. Hilang gelisah tinggallah kisah yang kau kasih nama kian mewah untuk kau seduh di tiap langkah. Tiap-tiap kelokan, terjal jalan, gelap hutan atau tanjakan yang tak kenal ujungnya, kau begitu nikmati. Bukan karena tak kenal takut. Bukan karena telah biasa. Kadang-kadang menjalani tak butuh kelogisan, kau hanya harus percaya pada pemberian. Pemberian yang bagaimanapun bentuknya. Kau hanya butuh percaya, bahwa Dia selalu punya cara untuk sayangi hamba-Nya.
***
Kamu kira hidup hanya soal bertahan, menahan letupan-letupan. Saat di mana kamu dipaksa menyukai hal-hal yang tak kamu sukai. Menjalani hal-hal yang bukan dirimu. Tetapi akhirnya kamu mau untuk menjalani. Kamu mau sisihkan waktumu untuk hal yang tak penting bagi hidupmu. Betapa sia-sia, betapa buang-buang tenaga, waktu, pikiran, perasaan. Kamu pasti sangat tak menikmati. Tetapi di balik segala hal tak menyenangkan yang akhirnya kamu jalankan itu, ada sesuatu yang kamu tak mau hilangkan. Adalah selalu percaya kepada kebaikan. Memanglah benar bahwa kebaikan seringkali tentang hal-hal yang buat kita enggan lakukan. Namun kebaikan adalah kehormatan bagi yang siap jalankan.
***
Kamu hari ini tersusun dari rangkaian keputusan. Bahagia dan kecewa adalah konsekuensi. Terima dan hadapi. Ia bagian dari kemewahan yang disuguhkan Tuhan. Semua pilihan ada pada kamu, mau bawa kemewahan itu pulang ke hatimu yang palung atau tidak. Seperti kata Paulo Coelho, setiap hari sama saja, dan jika tiap hari sama belaka dengan berikutnya, itu karena orang lupa menyadari hal-hal baik yang terjadi setiap hari dalam hidup mereka, misalnya terbitnya matahari.
***
Pada akhirnya, hari hari mengajarimu banyak arti. Hal-hal sederhana butuh dimaknai. Bisa bangun pagi, bersujud, langkahkan kaki, beri makan ayam, masak makanan kesukaan, keringat bercucuran, melihat nasi basi, jemuran kehujanan, sunyi di balik tudung saji, itu hal-hal sepele yang perlu disyukuri. Pemaknaan tak pernah ada yang sia-sia, dan memang di dunia ini tak ada yang dicipta sia-sia. Semua adalah jalan menuju kebahagiaan.
***
Pagi ini, seorang bapak lewat di hadapan. Menenteng dua kresek kebutuhan sehari-hari ia pun permisi dan lantas mendoakan. Pagi ini, kita masih penasaran terhadap wajah langit yang setiap saatnya berganti. Menebak-nebak apa kiranya yang dilukis Tuhan di atas sana. Pagi ini, kaki kita masih berjalan, tinggalkan jejak di lorong-lorong, di anak tangga, di batas-batas kamar. Dan kita akan merindukan jejak-jejak yang kita tinggalkan. Kau akan merindu, aku akan merindu. Kita akan merindukan hidup kita. Hidup yang kemarin sering kita keluhkan. Hidup yang diam-diam kita cintai.
4 notes
·
View notes
Photo
RetakRekat#5 [https://www.instagram.com/p/BX0VqAyHBkS/] UPH architecture alumni reunion at Morphasia’s office, which was designed by the legendary architect of ours, Tan Tjiang Ay.
A special note is needed here to express my gratefulness to Pak Glenn Hartanto, the guy on the light blue shirt, the third from the left, for welcoming us to his ‘kitchen’.
He is the very first one that introduced me to architecture. That third Wednesday of August 2008, he asked, what is beautiful? What is architecture drawing? Not only he taught me to draw, drawing is still what keeps me in this field.
That day, 12 August 2017, 9 years since our first meeting, i was there in his office with my other two friends. I was pretty sure he wouldn’t’ve stopped had i not told him i needed to go home. He was telling us about his projects. That voice, gestures.. i mean.. i’m not sure why he did that. But probably, he got the same reason as me. We want a good architecture practice here. We want to be able to learn together. It’s always nice to learn, you know.. but it’s much much much more fun if we have friends to learn with.
Talking to him keeps me going. Such a bless, really.
0 notes
Photo
Year-end Retakrekat. Jacky and I welcomed our fellow alumni to the kids' exhibition :)
0 notes
Photo
Throwback: on the 4th RetakRekat, 17June2017.
Being in an organization is not a matter of gaining experience, longer list of bullets on the CV, or networking, more than of knowing that there will always be people you call “family”, even years after you leave it.
A dear friend told me once, “you gotta believe in what you’ve worked on, Nis,” which is proven now. It’s your great works guys, that made me feel relieved that i did what i did then. So thank you so so so much! Can’t wait to welcome you to our alumni association ;)
0 notes
Photo
RETAKREKAT#4: The reunion Saturday, 17 June 2017. Happy is to have a place you know you belong to :) thanks to Pak Stan and Pak Undi who spared their time to visit us. It’s true that this school is nothing but us, lecturers and students; colleagues learning together, for exact. May this bond never break!
0 notes