#puisi jika hanya ada aku
Explore tagged Tumblr posts
Text
Jika hanya ada Aku
Aku yang terdiam dalam dalam rangkaian malam yang panjang, memandang putihnya atap rumah yang berbisik omong kosong. Ah, lelahnya aku menaiki tangga kehidupan ini. Kapan selesainya semua skenario bualan ini. Jika hanya ada Aku, maka aku akan memilih tenggelam daripada menunggu Hawa datang diciptakan.
#ada#aku#hanya#jika#jika hanya ada aku#prosa#prosa ahsae#prosa ahsae jika hanya ada aku#prosa hanya ada aku#puisi jika hanya ada aku
0 notes
Text
Satu Tuju, Kau
kau mungkin akan memakiku, jika kukatakan Tuhan sedang melakukan kesia-siaan dengan menciptakanku di bumi. tempat semua yang hidup memiliki tujuan dan ambisi. sedang aku?
tujuanku hanya kau. namun sepertinya bukan aku yang kau tulis sebagai alamat.
maka layaknya semua orang waras, aku akan menghapus namamu di mana saja aku pernah menulisnya; rumah ibu yang tak memberikan pelukan, kamarku yang dingin tanpa pandang musim, puisi-puisi picisan di laman media sosial, coret-coret rindu di buku harian, juga pada secarik kertas yang kumantrai dan kelak akan kubakar di malam purnama.
sebab aku tak mungkin merevisi takdir. aku bisa didakwa hilang akal tidak hanya oleh penyair, juga seluruh rasionalis di muka bumi. tapi semua pecinta gila, bukan?
menggadaikan waktu, berinvestasi hati, yang tak mampu ditakar bahkan oleh teknologi paling mutakhir. memang apalagi yang lebih absurd daripada mencintai? percaya bahwa hanya ada satu jiwa, satu ruh dan satu tuju.
bagiku, itu kau.
28 Juli 2024
97 notes
·
View notes
Text
Puan..
Kau lestari dalam anganku, terpatri dalam seluk beluk urat nadiku, menggerutu merdu dalam pusara logikaku, menyeruak indah pada titian frasa intuisiku, tertawa syahdu diambang batas niscayaku. Kubiarkan kau berbaring tenang disana, kuabadikan tentangmu sebagai pijar bintang berpangku sukma.
Puan..
Jika cinta ini lautan hina, akankah kau bumi dengan samuderanya?. Jika kau biru segara, apakah bagimu cintaku ini merupa bencana?. Sejauh gurat yang kubaca, tintamu tetaplah gemercak rancu yang menghujamiku dengan rangkaian tanya tanpa susunan aksara. Sejauh hati ini merasa, megamu merundung angkasa bercampur mendung dan badai. Sedang aku langit dengan pasak rapuh yang dengan lancangnya mencoba mendekapmu penuh.
Kau terluka, dan aku lumpuh..
Sebab itulah aku pergi, tapi lubuk hati terdalamku tak pernah sedikitpun membencimu. Kau tetaplah rangkaian bunga yang melingkari pergelangan lenganku. Namun kini ia merupa ungkapan kasih yang sudah tak mampu kuemban lagi hanya dengan sebatas sabar. Ia merupa sajak-sajak kecemburuan, senandung bait-bait keikhlasan, deburan ombak tanpa teguran yang kelak kan menghantam. Ia bara api yang takut kedinginan tuk membakar, dan larik puisi yang dengan pengilhaman tidak untuk diprosakan.
Puan..
Aku mencintaimu dengan penuh ketakutan dan sadar. Namun jika mencintaimu dalam kediamanku membuatmu merasakan arti kedamaian, maka biarkan aku mewakilkan angin untuk membelai wajahmu dari kejauhan. Jika setulus juangku kau anggap tak lebih dari debu jalanan, biarkan aku menjadi hamparan angan yang bahkan tak tampak dalam harapan, hingga kemudian hilang.
Orang-orang kan berlalu lalang, tapi kau akan tetap terpatri dalam ingatan, mengalun indah pada tiap melodi memori yang terlinimasakan. Sebab cinta itu rumit, karenanya kepala ini merunduk kikuk. Maka puan, jika kepergianku ialah senja yang mampu untuk kau nikmati jingganya, biarkan aku terbenam dalam sore yang menunggu malam memadam. Bahkan bila mencintaimu bermaknakan untuk mengajariku penyesalan, maka biarkan aku menyesal dalam keabadian.
Puan...
Sebab aku merasa, menjadi mentarimu terlalu lancang bagiku. Siapalah aku ini. Sungguh tak layak bagiku menggerutu, memintamu mengorbit bintang katai merah tua renta yang tak tahu malu. Cahayaku terlalu redup untuk sekedar menghangatkan dinginmu. Gemerlap keberanianku telah terhisap kegelapan lubang hitam yang kau ramu.
Sejauh kata terucap, nafasmu pun masihlah hembusan keyakinan yang kuanggap tabu. Sepelik inikah berdamai dengan masa lalu?. Rasanya ingin kuingkari saja kenyataan bahwa kau disana, terbakar lalu lebur mengabu. Sesulit inikah mengubur sajak-sajak cinta yang pernah tumbuh sepenuh untukmu?. Rasanya ingin kubungkam saja seluruh pujangga dengan segala omong kosongnya perihal cinta dan rindu.
Puan...
Kini larik puisi kehidupanku telah runtuh. Bagai reremahan pecahan kaca yang basah menggunung, sedang kau di dalamnya, diam termangu tanpa ada sedikitpun keinginan mencipta lagi percikan getaran hati yang telah terbunuh.
Larik itu sudah tak indah lagi, bahkan sejak dari dulu kau tahu itu kan?. Ia telah gugur, bak dedaunan yang kalah dengan musim, kesusahan mempertahankan asupan klorofil yang tersalur. Selepas pergimu, kini ia mulai menguning, dan waktu kan menghukumnya hingga kering.
Meski aku kembali, binar matamu pun telah berbeda, sebab kini bagimu ada-ku hanyalah pupuk kompos yang menyuburkan kelopak bunga egomu. Namun bagaimanapun juga aku telah puas, sebab telah mengerti bahwa aku bukanlah lebah yang kau mau.
Untukmu yang takkan kembali,
kututup kisah ini dengan bab keikhlasan
dengan berat hati kuucapkan; Selamat jalan...
Kudoakan segala tentangmu selalu berpayungkan kebahagiaan.
V N B
60 notes
·
View notes
Text
Meraba Makna Lewat Bintang-Bintang
Kutatap langit malam. Bintang-bintang berserakan di angkasa seperti puisi yang tak pernah selesai ditulis. Beberapa dari bintang itu mungkin sudah mati, tapi mereka tetap memancarkan cahaya. Cahaya yang menempuh perjalanan ribuan, bahkan jutaan tahun sebelum sampai di mata. Cahaya dari masa lalu, yang mungkin berasal dari sesuatu yang sudah tak ada. Bagaimana caranya tahu, apakah bintang yang kupandangi malam ini masih hidup, atau sudah mati ribuan tahun yang lalu? Entah. Aku tidak tahu. Aku hanya tahu, cahayanya tetap sampai di sini, memecah gelap, memberiku sesuatu untuk dihayati malam ini. Misteri yang indah bukan? Semacam pengingat bahwa tak semua hal harus kita mengerti sepenuhnya; bahwa beberapa rahasia lebih indah jika tetap tersembunyi.
Kadang-kadang aku berpikir, bintang-bintang itu seperti kenangan yang hidup di dalam kita. Meski sudah lama berlalu, tapi masih bersinar di sudut ingatan—memberi pengaruh, atau bahkan memberi kita penghiburan dan pelajaran.
Dan mungkin, begitulah alam mengajarkan kita untuk merangkul ketidakpastian, dan percaya bahwa meski banyak yang hilang, cahayanya akan selalu menemukan jalannya menuju kita.
7 notes
·
View notes
Text
"Naik Delman"
Sebuah puisi boleh diinterpretasi berbeda, tergantung dengan pisau apa seorang mengupas atau mengulitinya.
Beberapa bulan lalu, di perjalanan di atas motor tiba-tiba terpikir lagu "Naik Delman" ini. Betapa pintarnya pengarang lagu ini, bisa menciptakan lagu yang bisa dipakai di 2024 dengan tepat.
Kita bahas yuk. Usahakan agak jauh dari tukang bakso dulu ya.
Pada hari Minggu, ku turut ayah ke kota.
Dari sekian banyak hari, yang disebut adalah hari Minggu. Dari sini tergambar kan, siapa yang turut ayahnya ke "kota" di hari Minggu?
Di kalimat itu bukan "ikut" tapi "turut", bisa jadi sebenarnya "turuti". Jadi sebenarnya dia tidak ingin ke kota, tapi disuruh ayahnya buat ke kota akhirnya nurut-nurut aja.
Naik Delman Istimewa
Di antara begitu banyak transportasi kota, yang disebutkan adalah delman. Kata "delman" ini rasanya sedikit mirip dengan kata "dalem" atau bakunya "dalam" yang bisa jadi penulis ingin menyebutkan bahwa sosok aku ini pergi ke kota naik orang dalam yang istimewa. Istimewa kan ya?
Ku duduk di muka, ku duduk samping pak kusir yang sedang bekerja
Coba pahami kalimat ini. Si aku pergi ke kota karena turut ayahnya, lalu di kota dia naik delman. Delman itu di bagian muka hanya bisa diisi 2 orang, jika sosok aku duduk di muka dan disampingnya ada pak kusir yang saat itu sedang bekerja (untuk ayahnya) maka di mana ayahnya? Yap! Jelas ayahnya ada di belakang mereka berdua. Eh..
Mengendali kuda
Terdengan familiar bukan?
Supaya baik jalannya
Pak kusir mengendalikan "kuda" supaya jalannya baik. Bisa jadi kuda itu kuda hitam.
Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk
Seakan tidak ada yang salah dengan kata-kata tuk tik tak tik tuk ini. Tapi jika kamu lanjutkan sampai akhir. "Tak tik tuk - suara...." tambahkan huruf U-A-UN di sana. Jadilah "Utak-atik untuk - suara..."
Hmmm.. utak-atik suara?
Suara apa?
Suara sepatu kuda
9 notes
·
View notes
Text
Kirana..
Berjam-jam berlalu, dan tak satu puisi pun bisa ku rangkai.
Dari dua puluh enam huruf, Hanya satu kata yang mampu kutulis.
Namamu..
Iya hanya namamu cintaku.
Rasanya terlalu sulit bagiku untuk menerima semua jadi seperti ini.
kita udah terlalu jauh untuk bisa sama-sama lagi, maka dari itu jaga dirimu baik baik ya cintaku.
mungkin ini akan jadi kali terakhir aku menulis sesuatu tentangmu. aku tidak tahu harus berkata apa tapi aku mau kamu jaga dirimu baik baik dimanapun dan bersama siapapun nantinya.
jujur sebenarnya aku masih enggan untuk melupakanmu, aku masih belum bisa untuk ikhlas melepaskanmu, karena perpisahan ini adalah keterpaksaan yang sebenarnya tidak pernah ingin ku lakukan.
tapi mau bagaimanapun juga aku harus bisa untuk melepaskan mu, karena aku tidak ingin memperburuk keadaanmu.
Nyatanya berhubungan denganku justru hanya membuatmu semakin terluka, kebodohan dan ketidak peka'an ku selalu saja membuatmu kecewa.
jadi selamat berpisah ya, selamat melanjutkan kisah mu dengan siapapun nantinya, semoga bahagia selalu menyertaimu, maaf jika aku harus menutup semua tentang mu, maaf jika aku tidak lagi mengejarmu, yang perlu kau ketahui bahwa aku tidak lagi mengejarmu bukan karena aku sudah tidak lagi mencintaimu, atau aku menyerah, tapi karena sekarang aku sadar bahwa beberapa hal memang tidak bisa aku paksakan.
selamat berkelana ya senja ku, temukan bahagia mu dimanapun kamu berada, semoga orang orang baik selalu ada di sisimu, aku tidak berharap lebih, aku hanya ingin kau bisa bahagia, meski harus ku korbankan kebahagiaanku untuk bisa mewujudkan itu semua.
Tak apa, sungguh aku rela.
Senja Kirana dewi
#love quotes#puisipendek#galaubrutal#puisi#sajak patah#sajak galau#sajak puisi#galauquotes#patah hati#sajak#senja kirana dewi
8 notes
·
View notes
Text
"Itulah enaknya dicintai oleh penulis, Vid"
Sebuah pernyataan yang datang setelah diskusi panjang di kolom chat antara aku dan temanku malam itu,
"Antara Enak dan nyeremin sih (ngeri)" ungkapnya lagi.
"Tapi ga juga, karna ketika kita tak sengaja membuatnya patah, kita akan menjadi tokoh utama dalam tulisan luka-lukanya"
"Karna jika puisi cinta yg lahir dari tulisannya, maka kita akan abadi dalam keindahan bait sya'ir yang ia tulis, tapi sebaliknya jika puisi kesedihan, kita akan abadi dalam duka dan kesedihannya"
Setelah diskusi itu berakhir, aku belum pernah berakhir dalam menyesali ketiadaanmu. Aku pernah bilang padamu bukan,
"Aku ingin menjadi Ruh (Sesuatu yang hidup, semangat) dalam setiap tulisanmu, bukan bait nestapa yang justru menikam jiwa, tapi ah malangnya, Aku selalu menjadi duka lara, nestapa, juga anomali rasa, apa aku harus mengatakan maaf berulangkali, atas hadirnya aku yang tak pernah kau syukuri, sekali saja ingin ku bertanya, memilikiku tak pernah membuatmu bahagia, ya? Dari sekian syair yang kau buat, tidakkah ada yang berasal dari bahagiamu? Atau hanya duka lara saja yang kau rasa?"
Baiklah, lupakan tentang rindu dan juga Cinta, mungkin Aku lupa, bahwa puisi-puisi indahmu hanya untuknya saja, sedang Aku hanyalah tulisan receh yang tak pernah kau baca, sedang aku hanyalah halaman usang yang sudah lama kau tutup, lalu kau simpan dalam ruang antah barantah, dan tak akan pernah kau baca, selamanya, sekali lagi, barangkali benar, aku adalah sebuah buku yang sudah lama kau tutup, lalu kau tinggalkan disini, dalam ruang sunyi, dalam ruang gelab yang tak ada sesiapa didalamnya.
Seharusnya semuanya sudah berakhir bukan? benar-benar berakhir, tapi ah ya Tuhan, mengapa jemari ini masih menulis tentangmu.
#JourneyVie
Oktober, 2024.
8 notes
·
View notes
Text
QAIS DAN LAIL
"Sebuah kalimat I Love You sebelum pernikahan adalah omong kosong belaka!".
Begitu ucapnya padaku. Qais menyeka pelipisnya
"Kau tahu apa yang membuat gadis itu berbicara begitu padamu?"
"Tidak. Tapi aku meyakini dirinya bahwa penantiannya tidak akan sia-sia, aku pasti akan datang padanya"
"Jangan bodoh kau Qais! Jelas saja kau tertolak. Kau tahu? Gadis itu, Lail. Dia pernah menunggu seseorang dengan tulus tapi harus berakhir melepaskan, tentu saja hal itu tidak ingin terulang kedua kalinya"
"Tapi itu tidak akan terjadi lagi. Aku akan datang padanya. Tidak bisakah ia percaya?"
"Qais, kau tidak tahu seberapa dalam sakit yang ia rasakan, sampai sampai kini ia sulit percaya pada orang lain. Lagipula cinta itu fluktuatif, Qais. Bisa naik bisa turun. Apa kau yakin selama masa penantiannya kau akan terus menyayangi, mencintai, dan tetap menginginkannya? Bagaimana jika kau bertemu seseorang yg jauh lebih menarik darinya? Atau bagaimana jika ditengah jalan kau merasa bosan dengan hubunganmu dan dirinya? Kau masih yakin bisa datang padanya?"
Qais terdiam sejenak
"Lalu, apakah cinta habis di orang lama itu benar adanya?"
"Tidak ada yg tahu pasti. Tapi aku yakin, Lail hanya butuh waktu untuk membersihkan sisa sisa puing yg masih berantakan tertinggal penghuni lamanya, hanya butuh waktu bukan kembali berharap"
"Tapi bukankah Lail yg mengucapkan kata selamat tinggal pada lelaki terdahulunya?
"Ya memang. Tapi sebenarnya hati lelaki itu telah terlebih dahulu meninggalkannya"
Kalau puisi Chairil Anwar berkata:
Mampus kau dikoyak koyak sepi!
Sedangkan Lail mungkin Mampus didera perasaannya sendiri. Jangan dikira melepaskan seseorang yg pernah menghuni hatimu dan teramat kau cintai itu hal yg mudah, Qais!
Luka tidak bisa sembuh hanya karena diplaster dengan plaster dan merek yg baru!
Erl,
Kebumen 12 Juli 2024
8 notes
·
View notes
Text
Untuk Laksamana,
Orang bilang aku ini sang petualang. Mereka mengenalku serdadu tanpa tuan. Kakiku bebas berpijak dimana saja. Tapi yang mereka tahu, aku selalu pulang jika bulan sudah ingin mengekang.
Aku tak membawa senapan yang diselipkan di antara pinggang. Tak juga belati yang tajam menusuk sanubari. Aku hanya membawa dawai sebagai tamengku dari kesepian.
Aku tak mengenal musuh, tak mengenal kawan, tak mengenal apapun yang disebut taktik peperangan. Aku hanya serdadu yang awam dengan kekejaman. Tugasku hanya memastikan penduduk suka cita dengan petikan dawai yang kupunya.
Hari itu, saat rembulan muncul di permukaan angkasa, aku melihat ujung geladakmu yang perdana. Helaian suraimu berkibar bersama alunan angin yang terperangah.
Tak ada yang mengerti tentang apa arti debaran yang bersarang terbungkus jantung dan terpenjara rusuk. Semua bermain dengan nada yang sembrono serta tidak terpaut kunci yang sesungguhnya. Hanya secarik bibirmu yang melengkung membentuk busur. Kiranya, baru kali ini aku lihat senyum selayak madu yang dihasilkan oleh ratunya.
Manis
Tatkala aku hanya ingin bersikap naif, tak ingin lebih jauh menjamah bahteramu yang berbau air laut itu. Membiarkan sayup tutur puja dari para pujangga yang menggilaimu. Tiap bait yang tercecah tinta itu tersusun rapih membentuk bait-bait puisi. Nyatanya, semua itu hanya untukmu.
Yang dipuja menorehkan kesan luar biasa di tiap hati manusia. Kau memimpin samudra dengan cakap, mengarungi puluhan badai tanpa gegabah. Kau memiliki dunia hanya di atas genggamanmu saja.
Nyaris, aku terpana, terperangah, nan terpesona.
Kelam yang membujur dari khatulistiwa lantas membuatku menemukan sang pelita, kau, Laksamana. Kedua obsidianmu membidik langsung ke dalam jantung hatiku. Menancapkan panah rindu yang tiada sudahnya. Kelak, ingin aku tabung rindu itu agar engkau tahu bagaimana aku dibuat kaya raya oleh daya pikatmu.
Aku menyerah pada egoku sendiri, ternyata aku memang menggilaimu sepanjang hari tanpa aku sadari. Lain halnya dengan para pujangga itu, sajakku tak pernah ingin lahir dari jemariku. Ia hanya membentuk syair lirih yang sudah berkawin dengan semilir angin. Terkadang kutemani dawaiku untuk mengiringinya. Berharap suatu saat telingamu menangkap kidungnya.
Sial, tampaknya itu tidak berhasil jua. Engkau semakin tenggelam dalam pesona lembayung di ujung samudra. Tak menghiraukan apapun bentuk partikel yang menyapa pancaindramu seutuhnya.
Syairku akhirnya terbit juga
Kadang kala aku merasa malu dengan para pujangga yang tampak percaya diri melayangkan hasil karyanya kepadamu. Meskipun entah kau lirik atau bahkan berakhir kering dibawa kembali sang burung merpati. Mereka tak gentar jua.
Aku pun sama, kupaksakan aksara itu terbentang di atas putih. Memainkan segala bentuk guru lagu agar larik ini semakin merdu meski hanya sekadar kau baca. Mungkin ini rasanya akan sangat picisan dan terkesan membual. Aku harap kau sudi membacanya hingga akhir, Laksamana.
Aku, serdadu tak bertuan, seorang amatir yang teguh pendirian. Aku mengaku sudah terjatuh atas pusaran rasa yang kau terbarkan. Menaruh harap pada kepercayaan diri untuk mengabdikan tanggung jawabku setelah sekian waktu memujamu.
Terlalu lama aku kurang ajar dalam mengambil rindu secara diam-diam padamu. Membiarkan rasa pelik yang tak temu titik terangnya menggerayangi tubuhku tanpa ada penawarnya. Semua menemui puncak setelah kau kembali di telan riak air yang menghantarkan pilaumu ke laut lepas. Dawaiku tak menemukan nada yang seharusnya, jemariku hanya semakin membuat goresan tak berarti pada melodinya. Aku kehilangan separuh jiwaku yang kau bawa berlayar di atas deburan ombak.
Namun pilu itu redup, menghilang perlahan tergantikan harapanku yang terbit. Kau kembali ke sini, membiarkan jangkarmu mengakar di dasar dan menuntunmu untuk berdiri di zamin ini. Begitupun dengan mawar di dadaku yang tumbuh mekar, mengundang banyak kupu-kupu untuk bersarang di sekujur tubuh.
Kurasa, aku telah menemukan tuan baru. Mematahkan segala pendirianku untuk tidak tanduk pada siapapun. Menjaganya dari kejamnya hukum lautan, meski aku tahu kau lebih menguasai dari segalanya. Menanamkan benih merah muda di atas geladak bahteramu. Menyelimuti dirimu sendiri dengan taburan rindu dan kasih yang kupunya. Menjadi teropongmu dalam memaknai kehidupan. Bahkan, aku siap menukarkan jiwaku pada sang penguasa demi bisa melebur bersamamu.
Laksamana,
Sudilah kiranya engkau menarikku ke dalam mahligaimu. Ajak aku dalam menyelami hatimu bersama-sama. Jangan beri aku upah, aku tidak butuh emas dan permata. Lekaslah beri cinta pada serdadu yang dirundung suka, yaitu aku. Ciptakan percikan temaram romantis hingga penghuni nirwana enggan untuk mengutuk kita. Biar aku membawa dawaiku, memetiknya, dan bersenandung merdu untuk kembali membuat syair pujaan atas dirimu.
Sungguh, kaulah Laksamana, sang pelita pujaan hatiku.
Dari aku,
Sang Serdadu penggilamu.
21 notes
·
View notes
Text
Semesta = Panjara
Dari sekian luasnya bumi yang telah tuhan ciptakan, aku masih saja jatuh cinta kepadamu. Barangkali jika cinta serupa puisi, aku akan menjelma menjadi kata-kata yang tak pernah kehilangan makna untukmu, dan mana kala cinta serupa tanah, aku akan berubah wujud menjadi air agar ia tumbuh subur untukmu.
Kita lebih dari hanya sekedar bercumbu di alam bawah sadar, Sebab kamu adalah cinta.....
Kita lebih dari hanya sekedar jalan berdua, bertukar kabar setiap waktu, mengucap kata sayang setiap harinya, kita lebih dari hanya itu. Denganmu semua aku di rayakan, pulang kantor dengan tas kresek berisi jajan untukku, gajimu yang mana yang tak aku nikmati, mauku yang mana yang tak pernah kau iya kan, atau bahkan keras kepalaku yang mana yang tak kau luluhkan?. Mungkin memang benar adanya, aku masih terlalu labil untuk setara dengan dirimu. Aku terlalu gengsi hanya untuk mengucapkan aku teramat mencintai dirimu dan seluruh mu. Caramu merakanku itu yang paling aku kagumi, sekelas pujian untuk hidangan makanan yang aku siapkan setiap pulang kantor jadi hal yang paling aku gemari setiap saatnya. "Ehmm enak sekali, memang tidak pernah ada lawan". Aku terbang karenanya.
Mungkin memang benar, validasi media sosial akan sebuah pengakuan mungkin tak terlalu penting, post mempost kita tak sampai situ. Mungkin memang benar, bahwa pengakuan dari seribu lebih pengikut Instragram yang kita punya tak perlu tau bahwa aku kepunyaan mu pun sebaliknya. Mungkin benar mereka hanya tau namamu tapi yang lebih tau dengan kehidupan mu adalah aku. Seribu pengikut Instragram yang kita punya, tak perlu tau sudah jauh apa dan sudah berapa lama kita menghabiskan waktu bersama. Tapi yang aku syukuri, di acara mana yang kamu tak membawaku, di konser yang mana aku tak ikut turut denganmu, di keramaian mana yang kamu tak menggandeng ku, pengakuan akan kepemilikan dirimu dan atas keberadaan ku di sisimu itu tercipta di ranah publik realita. Mungkin sesekali aku pun turut ingin merasa sama atas perempuan lain, di post dengan lagu cinta atau bahkan sekedar kalimat singkat bertulis sayang di susul dengan emoticon berbentuk love berwarna merah, tapi lagi-lagi apa yang terjalin sampai dengan ini, jauh lebih dari hanya sekedar pengakuan publik sosial media. Tapi jangan salah, semua kisah dan cerita hingga foto-foto lucu yang kita punya tersimpan rapih di feed acc my ig, no face no name hanya berlaku di first accoun, but not in my acc accoun.
Lalu seterusnya, aku ingin menjadi seseorang yang mampu menyelami matamu lebih dalam, menyamakan apa yang berbeda dari kita untuk menghindari badai dalam hubungan. Singkatnya, aku akan selalu belajar untuk memahami bahwa tidak akan ada cinta yang terjalin sempurna, selain kita yang mampu menyempurnakannya. Sungguh, aku tak menginginkan ada yang patah dalam kisah ini, sebab kamu pun tahu, bahwa seseorang yang mencintaimu dengan tulus, akan selalu menolak untuk pergi. Aku pun demikian, tidak ingin kehilangan apapun darimu, sebab aku tidak yakin bisa sembuh dari luka yang kamu ciptakan.
Aku sengaja menulis panjang di sini.....
13 notes
·
View notes
Text
Surat Ketiga
Kepada Haidar,
Aku menulis surat ini bukan hanya karena ingin mengenangmu, Haidar, tapi mungkin juga untuk menjelaskan pada diriku sendiri mengapa kamu begitu lekat di pikiran. Kamu bukan cinta klasik, bukan kenangan yang bisa kusimpan rapi dalam kotak nostalgia. Kamu adalah kekacauan; kamu seperti kekosongan yang kadang menyesakkan, kadang justru membuatku lega. Dan betapa anehnya, betapa gilanya, karena justru itulah yang membuatmu begitu sulit kuhapus dari dalam benak.
Kita bertemu secara tak terencana, dengan latar belakang yang terlalu sederhana untuk cinta semacam ini. Aku masih bersama mantan kekasihku saat itu—teman SMP-mu. Kamu, bagaimanapun, bukan bagian dari latar belakangku. Kamu muncul dengan keisengan yang tak kukira akan begitu menarik perhatianku.
Sore itu, kamu mengambil ponsel kekasihku dan mulai membalas pesanku dengan cara yang begitu berbeda—sarkastik, seolah menciptakan ruang kecil di tengah-tengah percakapan yang harusnya sederhana. Sejak saat itu, aku mulai merasa bahwa kamu adalah pusat dari suatu kekosongan yang mulai merambat ke hidupku. Kamu memberi ruang yang asing, dan aku merasa seolah baru mengenal udara yang lebih segar.
Di angkot suatu sore, kita bertemu lagi, dalam hujan yang menciptakan suasana serupa adegan dalam film yang tak pernah kubayangkan akan kualami sendiri. Kamu menatapku, menyapaku dengan tawa yang seolah-olah menyimpan sesuatu yang hanya bisa kita mengerti. “Cie-cie!” candamu waktu itu begitu kekanakan. Aku tertawa untuk menyembunyikan rasa gugup yang tiba-tiba menyergap. Apa maksud dari kehadiranmu ini? Kenapa, di antara semua orang, hanya kamu yang bisa membuatku merasa seperti terlempar keluar dari segala yang kuanggap pasti?
Hujan sepertinya menjadi simbol antara kita, selalu ada dalam setiap momen-momen kecil yang tak terduga. Suatu kali, di teras toko kecil di pinggir jalan, kita bertemu lagi dalam keadaan yang serupa: kamu, berdiri di sana, sedikit canggung. Aku, yang biasanya terlalu rasional, memberanikan diri menulis surat dan memberimu puisi cinta kecil yang sederhana, disertai dengan cokelat KitKat. Apa itu berlebihan? Mungkin, tapi untuk pertama kalinya, aku ingin melakukan sesuatu yang tidak masuk akal hanya untuk menghibur hati yang begitu asing dengan perasaan ini.
Namun, mungkin kamu tidak pernah benar-benar menganggap serius setiap isyarat yang kuberikan. Di Alfamart, kita bertemu lagi secara tak sengaja, kamu menyembunyikan diri di balik rak, wajahmu sedikit bersemu, dan aku? Aku tertawa, berpura-pura tak peduli, sementara dalam hati aku ingin sekali mendekat dan mengungkapkan segalanya. Tapi kata-kata terlalu sederhana untuk sesuatu yang kompleks ini. Kamu bukan hanya seseorang yang bisa kupeluk dan kusayangi; kamu adalah kontradiksi dalam hidupku—sesuatu yang seharusnya kumiliki tapi sekaligus ingin kuhindari.
Kuliah akhirnya memisahkan kita, dan kesibukan sehari-hari mulai mengambil alih. Namun, kenangan tentangmu muncul dalam benak seperti kilatan cahaya yang tak bisa kuabaikan. Di tengah malam yang sunyi, aku masih bisa mendengar tawa dan ejekan kecilmu, membayangkan wajahmu yang selalu penuh teka-teki. Beberapa kali aku mencoba menghubungimu dengan dalih tugas kuliah, berharap kamu masih menyimpan sedikit ruang untukku, bahkan jika hanya sebagai bayangan masa lalu yang tak tuntas.
Aku masih ingat malam ketika aku memutuskan untuk menyatakan perasaanku lagi, kali ini dengan segala keberanian yang kupunya. Ketika kamu menerimanya, aku merasa seperti berada di puncak dunia. Namun, betapa ironisnya, cinta ini hanya bertahan tiga hari. Tiga hari, Haidar, seakan semesta menertawakan kebodohanku, memaksaku untuk melihat bahwa mungkin kamu tidak pernah menjadi bagianku yang sebenarnya.
Sejujurnya, sekarang aku tidak tahu bagaimana mendefinisikan rasa ini. Mungkin kamu bukan cinta, bukan pula sekadar kenangan. Kamu adalah sebuah paradoks, misteri yang tak pernah bisa kupecahkan. Kamu adalah seseorang yang muncul hanya untuk menyisakan lubang besar di hatiku, ruang yang tak mungkin terisi kembali. Setiap kali aku mencoba melupakannya, keanehan dan ketidakpastian yang kamu tinggalkan justru semakin memperjelas bahwa kamu adalah bagian dari hidupku yang tak terhapuskan.
Jadi, Haidar, jika suatu saat kita bertemu lagi, mungkin kita bisa berbicara sebagai dua orang dewasa yang sudah meninggalkan masa lalu. Atau mungkin, kita akan tetap diam, seperti dua bintang yang saling menjauh di langit, terhubung oleh cahaya yang pernah berpendar tapi tak pernah bersatu. Di antara ketidakpastian ini, aku tahu satu hal: cinta ini mungkin tidak klasik, tidak bahagia, tapi ia nyata. Kamu adalah absurditas dalam hidupku, dan aku tak menyesali perasaan ini, meskipun ia hanya meninggalkan luka yang tak pernah sembuh.
Dengan kerinduan yang tak pernah hilang,
Teman SMA-mu.
Untuk : Yusufa Haidar.
3 notes
·
View notes
Text
Aku tidak tahu kenapa aku harus menulis ini, saat aku tahu ia tidak akan pernah singgah di sini, mengenaliku lebih jauh meski kebanyakan yang kurangkai adalah rekayasa perasaan alias fiksi belaka. Mungkin sebab itu aku menulisnya di sini, entah siapapun yang membaca mereka akan mengira-ngira apakah aku sedang berkarya atau sedang bercerita tentang kenyataan.
Aku tak ingin menceritakannya dengan gamblang, dengan jelas layaknya prosa yang menarasikan karakter utama dalam paragrafnya. Aku pula tak ingin menuliskannya sebagai puisi, yang setiap kata mewakili ia dari berbagai lini dan dimensi. Maka aku akan menuliskannya sebagai kalimat yang kehilangan keindahan, yang tak memiliki struktur serta ejaan yang tak disempurnakan.
Aku menuliskannya sebagai sesuatu yang rancu dan kehilangan pesan dalam isinya.
Kami bertemu dalam riuh rendah dunia yang semakin bising, hadir dengan wajah masing-masing. Aku menjelma bijak yang pendiam, membunuh diriku yang skeptis dan pemarah. Ia datang bagai rupa lamaku, dalam bentuk yang lebih matang. Tentu aku abai untuk pertama kali, hingga satu-persatu kebetulan atau kesengajaan mengetuk pertanyaan di dadaku, dan rasa penasaran itu bertamu.
Jika tak membohongi hati, aku bisa katakan yang sepertinya berulang kali aku temukan, namun jika menelaahnya menjadi sebuah perasaan yang lebih lekat, aku sudah lupa kapan terakhir kali ingin tahu tentang seseorang, dalam konteks yang lebih jauh. Mungkin empat tahun lalu, dan aku tahu itu bukan perasaan yang baik.
Maka aku menjelma nama yang hadir dalam banyak eksistensinya, berkeliaran untuk memuaskan rasa penasaran, mencari celah untuk jadi pelajaran, namun sayangnya aku malah terjebak dengan ilusi yang membuatku kembali mempertanyakan diri sendiri.
Jika ada seseorang yang menanyakan perasaan apa yang paling kubenci saat ini, ia adalah rasa penasaran kepada seseorang. Aku dibuat belajar kembali untuk menahan segala gejolak, keinginan spontan yang terkadang harus diredam paksa agar tak mengakibatkan buruk pada pola diri dan pikir. Karena bagaimanapun kadang aku menguasai diri, ada perasaan-perasaan baru yang harus mati-matian baru mampu dikendalikan.
Sekarang aku ingin menutup buku yang menuliskan tentangnya, aku lelah bertanya, goyah dan menebak-nebak. Meski sebagian besar bisa aku tepis, namun bukankah lebih baik tak memikirkannya sama sekali. Di saat aku bisa melihat satu dua tanda bahwa apa yang kulakukan hanya berujung kepada kesia-siaan.
56 notes
·
View notes
Text
PROLOG
"Jika aku bisa meminta burung-burung menyampaikan pesanku, aku ingin kamu Renaya-ku" -Diyas-
Penggalan puisi itu ku baca di dinding Mading sekolah.
Renaya...
hanya segelintir orang yang mengenal nama itu.
Nama kecil ku yang hanya keluarga dan sahabat ku saja yang memanggil aku dengan nama itu.
Hati ku berbunga saat membaca puisi Kak Diyas yang jelas tertuju untuk ku.
Seketika topik tentang Mading sekolah menjadi perbincangan hangat. Siapa Renaya yang Kak Diyas maksud?
Kak Diyas. Ketua OSIS yang berprestasi dan tampan. Semua orang di sekolah ku mengenalnya. Bukan sekali dia berpacaran. Tapi, memang ada cerita di antara kami.
#cerpen #sekolah #ceritacintadisekolah #diyas #sma #romansa #novel #prolog
2 notes
·
View notes
Text
Pada akhirnya kita hanyalah dua orang yang tersekat pada dinding-dinding yang terpilih atas doa salah satu kita, manis dan lembut sikap yang aku dambah itu hanya berakhir pada setakat mendoakan kebahagiaanmu, tapi aku tidak akan menyalahkan apapun itu, denganmu aku sudah cukup.
Bahkan pada akhirnya kamu adalah kata-kata paling sederhana dalam puisi ataupun sajak-sajak yang tidak dapat aku mengerti, menulismu adalah kenangan yang tidak akan membuatku malu untuk mengulangnya jika perlu, bahkan tempatnya akan selalu ada bukan karena aku belum cukup Ikhlas untuk segala-galanya, tapi karena aku juga paham mencintai laut tidak harus mengurasnya habis dan muat untuk aku tampung dalam kemampuan ruangku.
Dengamu adalah kumpulan hari-hari tangis dan tawa, bahkan mungkin jika ini tak tersampaikan dengan sederhana kata dan kalimat yang kau suka, rasanya aku sudah cukup…
Denganmu tuan, aku paham bahwa mencintai hujan tidak mengharuskanku selalu membasahi diri dan menari dalam genangan dan rintiknya juga bahkan mencintaimu yang mungkin tak kalah indahnya dengan bunga-bunga di taman ibu tidak mengharuskan aku memetic dan harap-harap cemas bahwa kau akan hidup dalam dekapan setelah memetikmu, tentu tidak.
Dan aku tidak bisa menjamin bahwa sesal dan sedih itu akan mudah aku lepaskan, tetapi denganmu aku sungguh cukup sungguh,sungguh telah cukup dan semampuku dengan jalan ini, aku sungguh cukup dan berterima kasih sudah banyak mengambil peran, dan memberi banyak pelajaran, denganmu tuan…hujan, laut dan bunga punya ceritanya.
selamat tinggal tuan laut biru,....
4 notes
·
View notes
Text
Tinggal Pusara
(Sebuah puisi pengingat jika hidup ini cuma sementara)
Ketika aku sudah tiada
Direngkuh maut yang membuang muka akan usia
Tak mau menunggu tua
Tak peduli walau masih sangat muda
Ketika aku sudah tiada
Harta dan orang dalam yang aku punya, ternyata tidak bisa berbuat apa apa
Meskipun aku kaya raya
Yang kudapat hanyalah karangan bunga, beserta ucapan belasungkawa
Sekadar dibaca lalu oleh mereka
Ketika aku sudah tiada
Posisiku di dunia, tak punya pengaruh sedikit pun di alam sana
Dulu hidup ramai dan dipuja
Sekarang berteman gelap, juga sunyi yang melanda
Aku yang begitu lihai berbicara, saat ditanya, lidah kelu ditahan dosa
Hanya iman dan pahala yang dapat membantuku bersuara
Ketika aku sudah tiada
Sanak keluarga sedih dan berduka
Hari itu memang penuh air mata
Menangis sebentar saja
Lalu pergi dan melupa
Ketika aku sudah tiada
Penyesalan sungguh tidak berguna
Hanya terbantu oleh doa, ilmu yang berguna, serta kebaikan yang masih ada
Ketika sudah tiada
Aku akan bertemu salah satu dari mereka
Nikmat ataukah siksa
Tergantung kala aku belum tiada
Berbuat apakah aku sepanjang masa
Dengan cara apa kurengkuh harta
Dan untuk apa mewah yang aku cari di dunia
Kini, aku tinggal pusara
***
6 notes
·
View notes
Text
Perayaan
_Nak, jika nanti tak kau dapati kue yang di hias dengan bingkisan-bingkisan berupa kasih sayang, teman-teman yang bertepuk tangan, dan nyanyian merdu tentang harapan, semoga tetap kau hadiahi dirimu dengan rasa syukur dan kecintaan. Tetap berbekal kaki yang kuat dan hati yang luas untuk setiap perjalanan dan hal-hal baiknya duhai_
Apa yang aku artikan sebagai perayaan dulu, adalah hari paling perlu untuk "meriah", bentuk syukurku pada hidup dan kecintaanku pada diriku rasanya bisa aku buktikan di hari ulang tahunku. Aku kecil si keras kepala merasa perlu meromantisasi hari ulang tahun dengan kue yang di hias bertingkat, gaun ulang tahun warna biru seperti princess kesukaan, dan kado kado yang diberi ucapan "selamat yaa, selamat yaa", rumit sekali ke-akuan kecil ini.
Sampai ketika orang-orang di sekelilingku menganggap itu berlebihan, bukan ajaran agama yang perlu dan harus dilakukan, aku si keras kepala ini akhirnya merubah cara meromantisasi perayaan, lebih suka merayakan orang-orang kesayangan. Aku membuat puisi berlembar-lembar yang aku sadari sekarang, lebih terkesan curhatan. Aku membuat itu setiap teman baikku berulang tahun, kadang dengan sepotong roti, sebungkus coklat, atau juga hanya dengan men-traktir gorengan di kantin sekolah.
Meski begitu, aku tidak pernah punya puisi ulang tahunku sendiri, era dimana aku lebih suka menyenangkan orang lain daripada ke-akuan ku sendiri, hingga satu teman membuatkan satu puisi yang memang betul memang, lebih terdengar curhatan, beliau menceritakan ke-akuan darimana prosesku, dari bagaimana aku berbagi hal yang tidak banyak aku bagi kepada orang lain, hadiah terbaik, sebuah perayaan ke-akuan
Saiya sempat bilang, semisal aen ulang tahun, Saiya akan memberinya kartu ucapan yang tidak seberapa juga bisa dikatakan tidak ada apa apanya dibandingkan dengan hadiah lainnya. Tapi, saiya masih beranggapan bahwa kata-kata punya ruang tersendiri dalam lubuk hati yang mampu menyenangkan hari hari spesial semacam hari ini. Bagi beberapa orang hari ulang tahun adalah hari paling spesial dan paling dinanti. Selain bergumam antara hidup dan mati, hari ulang tahun bisa menjadi momentum kebangkitan diri untuk menjadi lebih baik lagi. Kalimat itulah yang menjadi doa dan harapan utama teruntuk orang yang saya kenal sebagai Aen Azmii. Manusia sunyi penuh akselerasi. Seorang penulis yang mampu merangkai kata dari opini sampai puisi. Dari berita, prosa, sampai cerita. Aen Luar Biasaaaaa, tidak ada duanyaaa. Kalau bisa berubah, aku mau jadi Aen ah .. Oiya, aen suka cerita! Aku juga! Cerita terakhir aen adalah perihal ke-viral-an nya di IG Polres wkwk
Ehheehee Selamat Milad yaa Aen, ini foto profil aen sebelum kehilangan HP, sebelum kehilangan motor jugaa..., Semoga setelah ini tidak ada kehilangan-kehilangan lainnya, apalagi kehilangan orang tersayang.
Selamat yaaa Aen. Manusia autentik, pejalan, dan penuh wawasan. Aen pernah jalan kaki sampe kiloan meter jaraknya loohh... Kereenn... Proses suluk untuk jalan spiritual Aen.
Pertama ketemu aen, pas mau kajian IMK, kata kaisa yang teman aen juga semasa SMA "Mang, Ica punya temen orang Kuningan" . Tanpa pikir panjang "Angkuutttt". Dijalan Kaisa cerita, kalo Aen suka ngasih Kaisa hadiah puisi. Aen suka puisi. "Pas!!" Kataku. Barakallahu fii umrik Aen Azmii. Kantong koreknya masih aman terkendali, makasii makasii :')
Tum Amang Yayat_-
Hal ini yang akhirnya merubah kembali caraku meromantisasi perayaan ulang tahun, aku senang diberi kata-kata, senang diberi puisi, aku membuat kata kata dan puisi untuk diriku sendiri, aku membeli kue dan mengucapkan "selamat yaa !!" pada diriku sendiri, aku memberi kado dan mentraktir makanan favorit untuku sendiri,
Duhai umurku yang ku syukuri, prosesku yang kunikmati, juga hidupku yang sangat aku cintai. Berbahagialah kesayanganku, wahai apa apa yang membentuk aku🍂
6 notes
·
View notes