Tumgik
#piludantawatetehdonat
janatunrahmilah · 4 years
Text
Cerpen: Pilu dan Tawa Teteh Donat
"Donat donaaaat, woii donatnya woii..."
Suaranya memekik keheningan kelas demi kelas. Kita memanggilnya si Teteh Donat. Kerudung lebar, rok SMA yang kebesaran ditambah ikat pinggang yang jojon, badan gempal, juga baju putih yang rapih. Setiap jam 09.45 teng, ia dan teman-temannya akan menjajakkan donat beraneka rasa yang harganya hanya Rp. 2000,-. Sudah hampir dua bulan dan dilakukan setiap hari di waktu istirahat kesatu dan kedua. Tapi biasanya sudah habis sebelum istirahat kedua.
"Urang nganjuk nya" (Saya ngutang ya)
"Naha ai ente ngan 2000 ge kudu nganjuk" (Kenapa sih kamu cuma 2000 aja harus ngutang)
"Nya nggeus atuh gratis" (Yaudah kalo gitu gratis)
"AI MANEH!" (Ini gak usah terjemahan lah ya haha)
Becandaan itu yang kadang meramaikan suasana jual beli antar siswa. Ada yang becanda, ada juga yang serius ngutang dan baru bayar besoknya. Sialan emang.
Melihatnya menenteng belasan box donat tak luput dari simpati guru-guru. Tanpa malu, tapi kelihatannya sih ada malunya juga.
"Buat apa lagi ini teh? Bukannya udah ya Maulid Nabi nya juga"
"Hehehe, Maulid nya udahan sih bu. Tapi dagangan yang ini masuk kantong pribadi"
"Yaampuun, yaudah ibu beli 10. Awas jangan sampe ganggu pelajaran!"
"Wooh makasih buu, siap bungkus. Kan ekonomi saya paling gede bu ulangannya haha. Tenang bu bisa diatuur"
"Iya sih bageur"
Guru ekonomi ini guru favoritnya si Teteh. Katanya baik, dan teman-temannya selalu merasa kalau si Teteh ini di anak emaskan.
Sekolah sudah kenal si Teteh sebagai "Tukang Sagala". Setiap prakarya, tugas, atau apapun yang bisa diduitin, ia adalah orang pertama yang menawarkan jasa.
Kalau dibilang kurang dikasih jajan, ya enggak juga sih. Terbilang cukup, gak kurang, gak mewah. Biasa saja. Tapi kalo ditanya kenapa dagang mulu. Jawabannya selalu "karna suka aja ngasilin duit sendiri".
Saat kita lagi asyik makan, tiba-tiba pedagang kantin menghampiri meja. Tapi tatapannya seperti beda. Hanya tertuju fokus pada si Teteh.
"NGAPAIN DAGANG DI SEKOLAH?! TUGAS SISWA ITU SEKOLAH, BUKAN DAGANG"
"Eh biasa aja pak. Kenapa? Emang salah saya di mana? Saya gak merasa mengganggu ketentraman orang kok, dan saya dagang di jam istirahat, saya juga nolak kalo ada yang beli sebelum jam istirahat. Saya tahu aturan. Tapi saya gak pernah baca aturan, siswa dilarang jualan. Kalo ada, saya mau lihat tata tertibnya"
Semua memicingkan mata ke arah si Teteh. Dan si bapak kantin keukeuh dengan opininya. Kita yang duduk di meja yang sama, mencoba menenangkan. Tapi salut, sedikitpun si Teteh tidak terlihat gugup. Masih santai saja sambil menyuapkan baso tahu ke mulutnya.
Usut punya usut, ternyata bapak kantin juga jualan donat tapi dengan jenis yang beda dan harganya Rp. 3000,-. Dia merasa rugi karna ada pesaing. Padahal jenis donatnya pun beda. Jauh beda. Kalau mau dijelasin nih, si Teteh jualan donat gula halus yang isinya ada variasi duren, blueberry, dan varian buah lainnya. Kalau si bapak kantin, donat bulat yang atasnya ada taburan kacang, ceres, keju, dll. Jelas beda.
Keesokan harinya, sekolah ramai dengan tragedi kemarin siang di kantin. Si Teteh selalu datang tanpa terlambat. Tas ransel Palazo yang kebesaran di punggungnya, juga legging yang dimasukkan ke kaos kaki jadi ciri khasnya. Sudah berapa orang yang bilang, "Ganti ih tasnya kegedean, maneh siga kuya batok" tidak membuatnya lantas harus berganti tas. Yang penting gue nyaman, udah. Mungkin begitu maksudnya.
Kelas sudah ramai. Saat kita baru melangkah masuk...
"Maneh dicarekan ku Mang Oleh?" (Kamu dimarahin Mang Oleh? *sebut saja namanya itu)
"Heu euh hahaha" (Iya hahaha)
"Ku arurang didukung lah, tong mareuli di kantin si Oleh nya barudak! Bejaan kabeh budak IPS, mun perlu jeung IPA na sakalian!" (Sama kita didukung lah, jangan beli di kantin si Oleh ya kawan-kawan, kasih tau anak IPS lainnya, kalo perlu ke IPA juga)
"Eeeh cicing-cicing, lain kitu carana. Geus ayeuna mah beulian donat urang we meh laku, tong nguruskeun nu lain urusan" (Eeh diem diem, bukan gitu caranya. Udah sekarang beli donat saya aja biar laku, jangan ngurusin yang bukan urusanmu)
Lalu tambahnya, "Tong nganjuk tapi, tekor urang! (Jangan ngutang tapi, rugi saya dong)
Semua orang ternyata mendukung si Teteh Donat.
Bel masuk berbunyi.
Seseorang dari kelas lain datang ke kelas, "Teteh Donat, dipanggil sama Kesiswaan, disuruh ke ruangannya sekarang juga"
"Semangaat Teh!", ucap anak kelas kompak.
Ia hanya senyum dan sedikit merapihkan bajunya. Lalu bergegas menuju R. Waka Kesiswaan.
***
Pintu R. Waka terbuka lebar, di dalamnya terlihat ada Bu Wiwid (Waka Kesiswaaan) dan Mang Oleh. Teteh masuk dan memberi salam. Kita dipersilahkan duduk.
"Eh Teh, gini, maaf yah Ibu panggil pas lagi belajar"
"Oh iya Bu nggak apa-apa, gimana Bu?"
"Iya katanya kamu dagang donat bawa dari luar?"
Si Teteh terlihat tarik napas. Lalu ia menjelaskan panjang lebar. Bukan membela diri tapi lebih kepada merasa ingin meluruskan atas apa yang salah dari pernyataan Mang Oleh yang sebelumnya dijelaskan Bu Wiwid.
Bu Wiwid mengangguk-angguk sambil memegang tangan Teteh. Seolah mencoba menenangkan atas apa yang terjadi.
"Bu, sekali lagi, apa saya salah dagang di sekolah? Kalo salah, saya bakal berhenti. Dan Ibu boleh tanya teman-teman, apa mereka terganggu, gak nyaman, atau apalah itu. Atau tanya guru, dan sejauh ini saya merasa aman di nilai saya dan juga tugas-tugas. Dan Mang Oleh juga kalo ada masalah sama saya, ayo selesaikan baik-baik langsung sama saya. Gak usah melibatkan Waka", wajah Teteh terlihat sedikit sendu dengan bicara yang terbata.
"Tenang, di sini Ibu sebagai penengah. Justru harus dibicarakan di sini biar selesai. Gak salah, Teteh gak salah kok. Bagus malah, menumbuhkan jiwa wirausaha sejak dini. Apalagi sambil danus untuk kegiatan ekskul. Cuma mungkin ada miss komunikasi sama Mang Oleh juga"
Mang Oleh terlihat menunduk. Tapi perangainya memang begitu. Tetap ketus.
Teteh tetap meneruskan dagangannya sampai bulan berikutnya. Setelahnya, ia memutuskan untuk berhenti. Katanya, sekarang udah kelas 12, mau fokus belajar.
Tapi bukan Teteh namanya kalo gak tau peluang. Aku tahu, alasan karna kelas 12 bukanlah murni alasan dari Teteh. Ia hanya mencoba untuk mengalah, dan memang orangnya nggak suka keributan. 
Beberapa praktek ujian butuh alat-alat. Ingat betul waktu itu kita cari tukang kaca buat Kesenian, untuk melukis batik di kaca. Lalu pernah mencari kaos putih lusinan untuk praktek sablon. Apapun bisa jadi duit. Termasuk aku pun kecipratan. Terima kasih udah jadi bagian cerita SMA ku. Senang sekali menjadi temanmu. Teteh mengajarkan banyak hal diusia mudanya. Tentang tanggung jawab yang seimbang antara pelajaran, ekskul, dan kegiatan lainnya di sekolah. Menjadi contoh bagi kita, tidak perlu lama-lama dalam masalah. Itu hanya membuang energi, seperti kata Teteh waktu itu.
“Ini belum seberapa. Nanti kita bakal ngerasain yang lebih dari ini. Di lingkungan masyarakat, dunia kerja, dan di cyrcle yang lebih besar. Dan kita harus bertahan. Gitu sih kata pemateri seminar wirausaha kemarin hehehe”.
@janatunrahmilah
Cibinong, 2 September 2020
(Udah lama banget gak bikin cerpen, dan teringat seorang teman di SMA dulu. Cerita bisa fiksi, bisa juga nyata. Remix. Ini menulis dadakan langsung di tumblr haha. Enjoy!)
4 notes · View notes