Tumgik
#pgpa9
Text
1.1.a.3 Mulai dari Diri - Modul 1.1
Apa yang ada Anda ketahui tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) mengenai pendidikan dan pengajaran?
Pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai Pendidikan yakni pendidikan merupakan salah satu pintu masuk untuk mewujudkan manusia yang merdeka. Baik bemerdekaan lahiriah maupun batiniah manusia, baik sebagai makhluk individual maupun sebagai anggota masyarakat dan warga dunia. Dengan demikian, pendidikan menjadi wadah untuk membangun tiga otonomi intelektual, otonomi eksistensial, dan otonomi sosial. Pendidikan adalah cara untuk sampai pada kesadaran akan pentingnya memiliki ketiga otonomi yaitu otonomi intelektual, otonomi eksistensial, dan otonomi sosial. Dengan demikian, kemerdekaan badaniah dan batiniah yang dimaksudkan Ki Hadjar Dewantara adalah keadaan dimana manusia di Indonesia mampu menegaskan secara serentak otonomi eksistensi dirinya sebagai warga Indonesia dan warga dunia. Pendidikan menghantar seseorang memiliki otonomi diri secara utuh dan penuh dalam wilayah kognisi, afeksi, spiritual, sosial sehingga eksistensinya mampu berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan dapat mengatur dirinya sendiri.
Pengajaran adalah bagian dari Pendidikan. Maka dari itu, pengajaran adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan, serta juga memberikan keterampilan kecakapan kepada anak-anak yang keduanya dapat memberikan manfaat bagi anak-anak baik secara lahir maupun batin. Pengajaran menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara yaitu memberikan ilmu atau pengetahuan, serta keterampilan berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based on love). Pendidikan sistem Among bersendikan pada dua hal yaitu: kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak hingga dapat hidup mandiri.
Apa relevansi pemikiran KHD dengan konteks pendidikan Indonesia saat ini dan konteks pendidikan di sekolah Anda secara khusus?
Pemikiran Ki Hajar Dewantara memiliki relevansi yang kuat dengan konteks pendidikan Indonesia saat ini karena nilai-nilai dan konsep yang dia ajukan masih sangat relevan dalam upaya membangun sistem pendidikan yang lebih baik, diantaranya Pendidikan Karakter dan Kebudayaan Lokal, Pendidikan Merdeka dan Kreativitas, Pendidikan Inklusif dan Keterlibatan Siswa, Pendidikan Holistik dan Pengembangan Potensi, Pendidikan Bahasa dan Identitas Nasional, Pendidikan Perempuan dan Kesetaraan Gender, Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Sedangkan dalam konteks pendidikan di sekolah tempat saya bertugas, hampir semua yang termasuk dalam konteks pendidikan Indonesia pada relevansi pemikiran Ki Hajar Dewantara terlaksana. Terutama mengenai pendidikan untuk oembangunan berkelanjutan sangat diterapkan karena tempat saya bertugas adalah sekolah kejuruan yang dimana target lulusan nya siap untuk bekerja maupun berwirausaha.
Apakah Anda merasa sudah melaksanakan pemikiran KHD dan memiliki kemerdekaan dalam menjalankan aktivitas sebagai guru?
saya merasa belum sepenuhnya melaksanakan pemikiran Ki Hajar Dewantara dan memiliki kemerdekaan dalam menjalankan aktivitas sebagai guru. Karena sebagai seorang guru saya masih belum maksimal memberikan pengalaman belajar yang baik kepada peserta didik saya.
Apa saja harapan yang ingin Anda lihat pada diri Anda sebagai seorang pendidik setelah mempelajari modul ini?
Harapan saya, yang ingin saya lihat pada diri saya sebagai seorang pendidik setelah mempelajari modul ini adalah seorang pendidik yang mampu menggerakkan pemikiran peserta didik bahwa belajar bukan sebuah kegiatan monoton yang wajib mereka lakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran, tetapi belajar sebagai suatu proses mereka mencapai tujuan pembelajaran serta apa yang mereka cita-citakan tanpa ada rasa paksaan.
Apa saja harapan yang ingin Anda lihat pada murid-murid Anda setelah mempelajari modul ini?
harapan yang ingin saya lihat pada murid-murid saya setelah selesai mempelajari modul ini adalah, saya dapat melihat murid-murid saya belajar dengan kesungguhan hatinya tanpa ada raksa paksaan serta menyadari bahwa belajar bukan suatu kewajiban tetapi suatu proses yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Apa saja kegiatan, materi, manfaat yang Anda harapkan ada dalam modul ini?
Kegiatan yang saya harapkan ada dalam modul adalah kegiatan yang membantu meningkatkan profesionalitas saya sebagai guru yang mampu menerapkan pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara.
Materi yang saya harapkan ada dalam modul ini adalah materi yang membahas mengenai kiat kiat menerapkan pendidikan yang diharapkan seperti pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara.
Manfaat yang saya harapkan ada dalam modul ini adalah dapat memberikan pengalaman maupun pembelajaran sebagai seorang guru yang baik seperti bapak pendidikan kita Ki Hajar Dewantara.
1 note · View note
Text
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.3 Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid
Assalamualaikum wr. wb. Berjumpa kem bali dengan saya Nurul Septiyani Ayu Purwanti Calon Guru Penggerak Angkatan 9 Kota Bandung. Pada kesempatan kali ini, saya akan menuliskan mengenai Jurnal Refleksi Dwi Mingguan pada modul 3.3 tentang Pengelolaan Program Yang Berdampak Positif Pada Murid. Jurnal ini merupakan refleksi diri setelah mengikuti dan mempelajari modul 3.3 dan merupakan kegiatan rutin yang dilakukan CGP setelah mempelajari setiap modulnya.
Dalam menulis jurnal refleksi ini, saya menggunakan model 4F(Fact, Feeling, Findings, dan Future, yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P yakni : Peristiwa; Perasaan; Pembelajaran; dan Penerapan.
Peristiwa (Fact)
Modul 3.3 menjadi penutup Pendidikan Guru Penggerak. Dimulai dengan refleksi diri tentang program berdampak positif bagi murid dan kaitannya dengan student agency. Eksplorasi konsep membahas penyusunan program, menumbuhkan student agency dengan mempertimbangkan suara, pilihan, dan kepemilikan murid, serta lingkungan yang mendukung kepemimpinan murid. Diskusi eksplorasi konsep berbagi program/kegiatan sekolah yang berdampak pada murid.
Perasaan (Feeling)
Minggu yang membahagiakan sekaligus menyedihkan. Bahagia karena menyelesaikan modul terakhir PGP angkatan 8, meskipun ada tugas yang terlambat. Bersyukur atas kesehatan dan kesempatan belajar hingga modul 3.3. Termotivasi untuk mengimplementasikan ilmu di sekolah demi murid. Sedih karena minggu terakhir ruang kolaborasi dengan fasilitator. Beliau banyak membantu mengatasi kekurangan selama PGP, seperti jaringan, tugas terlupakan, dan jadwal video conference terlewatkan. Berterima kasih kepada fasilitator, Bapak Muhtarom, atas kebaikannya.
Pembelajaran (Finding)
Modul 3.3 memperdalam pemahaman tentang menyusun dan merancang kegiatan berdampak positif bagi murid untuk menumbuhkan student agency. Suara, pilihan, dan kepemilikan murid menjadi pertimbangan penting. Pemetaan potensi sekolah (mapping asset) membantu optimalisasi program dan meminimalisir hambatan. Program berdampak pada murid dapat menjadi alat untuk mewujudkan visi dan misi sekolah.
Penerapan (Future)
Berkolaborasi dengan rekan dan murid di sekolah untuk merancang program/kegiatan yang menumbuhkan kepemimpinan murid dengan mendengarkan suara dan pilihan mereka. Program tersebut diharapkan berdampak positif bagi murid dan menumbuhkan rasa memiliki pada diri murid.
Kesimpulan
Modul 3.3 memberikan pemahaman dan pembelajaran berharga tentang program berdampak positif bagi murid. Pengetahuan dan pengalaman ini akan diterapkan di sekolah untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dan mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.
Demikianlah refleksi jurnal dwimingguan saya,sampai berjumpa kembali.
Salam Guru Penggerak, Tergerak! Bergerak! dan Menggerakkan!
0 notes
Text
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya
Assalamualaikum wr. wb. Berjumpa kem bali dengan saya Nurul Septiyani Ayu Purwanti Calon Guru Penggerak Angkatan 9 Kota Bandung. Pada kesempatan kali ini, saya akan menuliskan mengenai Jurnal Refleksi Dwi Mingguan pada modul 3.2 mengenai Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya. Jurnal ini merupakan refleksi diri setelah mengikuti dan mempelajari modul 3.2 dan merupakan kegiatan rutin yang dilakukan CGP setelah mempelajari setiap modulnya.
Dalam menulis jurnal refleksi ini, saya menggunakan model 4F(Fact, Feeling, Findings, dan Future, yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P yakni : Peristiwa; Perasaan; Pembelajaran; dan Penerapan.
Fact (Peristiwa),
Setelah menyelesaikan modul 3.2, saya beralih ke materi berikutnya dalam modul yang sama, yaitu Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya. Saya memulai pembelajaran modul ini secara online melalui LMS dengan mengikuti alur M-E-R-D-E-K-A, yang meliputi: memulai dari diri sendiri, mengeksplorasi konsep, berkolaborasi dalam ruang, mendemonstrasikan dalam konteks, mengelaborasi pemahaman, menghubungkan antarmateri, dan melakukan aksi nyata. Saya memulai dengan alur “Mulai dari Diri”, di mana saya diminta untuk menjawab tujuh pertanyaan yang bertujuan untuk mengaktifkan kembali pengetahuan saya tentang ekosistem sekolah dan peran pemimpin dalam pengelolaan sumber daya sekolah.
Saya melanjutkan ke alur kedua, yaitu eksplorasi konsep. Di sini, sebagai calon guru penggerak, saya belajar secara mandiri melalui materi yang disajikan dalam forum LMS dan diminta untuk memperdalam materi tentang pemimpin dalam pengelolaan sumber daya. Kami mempelajari tentang sekolah sebagai ekosistem, Pendekatan Berbasis Kekurangan/Masalah (Deficit-Based Approach) dan Pendekatan Berbasis Aset/Kekuatan (Asset-Based Approach), pendekatan ABCD (Asset Based Community Development), karakteristik komunitas yang sehat dan komunitas, pengalaman rapat dan mendiskusikan murid. Kami juga mempelajari dua kasus tentang rapat guru yang membahas kegiatan perpisahan kelulusan murid dan diajak untuk menganalisis suasana rapat tersebut.
Setelah itu, kami melanjutkan ke 3.2.a.4.1. Eksplorasi Konsep – Pertanyaan Pemantik. Di sini, kami membaca penjelasan tentang pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset dan diminta untuk meninjau kembali jawaban dari pertanyaan pemantik sebelumnya. Selanjutnya, kami menjawab pertanyaan yang disajikan dalam Eksplorasi Konsep (Forum Diskusi Asinkron). Kegiatan selanjutnya adalah 3.2.a.4.2. Eksplorasi Konsep – Forum Diskusi, di mana kami diminta untuk mengerjakan dua studi kasus yang terkait dengan materi pendekatan berbasis masalah dan pendekatan berbasis aset, serta Pengembangan Komunitas Berbasis Aset.
Kegiatan selanjutnya adalah alur ketiga, ruang kolaborasi, yang dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama adalah diskusi dengan anggota kelompok yang dipandu oleh fasilitator dan sesi kedua adalah bagian presentasi hasil diskusi kelompok. Semua ini dilakukan melalui ruang google meet. Di sini, kami melakukan diskusi untuk membahas kekuatan/aset sumber daya yang dimiliki di sekolah masing-masing dan daerah kami. Kemudian, kami melanjutkan ke ruang kolaborasi sesi 2, yaitu presentasi hasil kelompok.
Kegiatan selanjutnya adalah di alur keempat, demonstrasi kontekstual, di mana kami ditugaskan untuk menganalisis video di LMS tentang visi dan prakarsa perubahan, mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan masing-masing tahapan BAGJA, mengidentifikasi peran pemimpin pembelajaran, dan menganalisis modal utama yang dapat dimanfaatkan.
Kegiatan selanjutnya adalah di alur kelima, elaborasi pemahaman, di mana saya ditugaskan untuk memberikan pertanyaan yang dapat memperkuat pemahaman saya tentang isi modul 3.2. Beberapa pertanyaan yang akan memperkuat pemahaman saya tentang materi konsep di modul 3.2 adalah:
Dalam modul ini dibahas mengenai manfaat dari Asset-Based Approach, adakah kekurangan yang dimiliki pada pendekatan tersebut? Dari ke-7 modal yang disebutkan dalam modul 3.2 ini, adakah modal yang menjadi sangat prioritas, sehingga menjadi urutan/level modal? Bagaimana tips agar setiap warga sekolah selalu menerapkan PKBA dalam setiap perencanaan kegiatan yang akan dilaksanakan? Selanjutnya, dalam Elaborasi pemahaman, ada kegiatan diskusi virtual melalui google meet bersama instruktur, di mana kami mendapatkan penguatan tentang modul 3.2 ini.
Kegiatan selanjutnya adalah alur keenam, yaitu koneksi antar materi, di mana kami mengaitkan materi pemimpin dalam pengelolaan sumber daya dengan materi yang telah kami pelajari pada modul sebelumnya.
Dan alur terakhir dari alur merdeka adalah aksi nyata. Pada aksi nyata ini, kami sebagai calon guru penggerak diminta untuk melakukan aksi nyata dengan mengidentifikasi sumber daya.
2. Perasaan (Feeling)
Sebelum memulai modul 3.2, saya merasa bahwa sekolah hanya memiliki kekurangan dan masalah, dan aset sekolah hanya terbatas pada sarana dan prasarana fisik. Namun, setelah mempelajari modul 3.2 tentang Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya, pandangan saya berubah. Saya menyadari pentingnya berpikir berbasis aset atau kekuatan. Pendekatan ini memungkinkan saya untuk mengoptimalkan aset dan kekuatan yang ada untuk melaksanakan program sekolah. Sebagai pemimpin, sangat penting untuk dapat memaksimalkan potensi yang ada dalam ekosistem sekolah, yang pada gilirannya dapat mendorong sekolah untuk berpikir positif dalam pengembangannya.
Setelah mempelajari modul, saya merasa sangat senang, bersemangat, dan optimis. Saya menyadari bahwa kita memiliki banyak aset atau potensi yang belum sepenuhnya digali dan dimanfaatkan. Saya merasa senang karena dapat berbagi praktik baik tentang cara memetakan aset yang ada di sekolah. Dengan memetakan aset ini, kita dapat memanfaatkannya untuk merencanakan program yang berdampak bagi siswa. Hasil pemetaan aset dan pemanfaatannya membuat kami optimis untuk memanfaatkan aset yang dimiliki untuk mengembangkan sekolah yang berdampak bagi siswa. Saya juga senang dapat mendorong rekan-rekan sejawat untuk berpikir berbasis kekuatan. Pendekatan ini membuat kita menyadari potensi yang kita miliki dan bagaimana kita dapat memanfaatkannya dalam program-program sekolah.
3. Pembelajaran (Findings)
Dalam proses belajar modul ini, kami diajak untuk mengingat dan mencatat bahwa sekolah adalah sebuah ekosistem yang terdiri dari elemen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan seimbang. Elemen biotik seperti siswa, kepala sekolah, guru, staf sekolah, pengawas sekolah, orang tua, masyarakat sekitar sekolah, dinas terkait, dan pemerintah daerah saling berinteraksi dan membutuhkan partisipasi aktif satu sama lain. Sedangkan elemen abiotik seperti keuangan, sarana dan prasarana, dan lingkungan alam juga memainkan peran penting dalam mendukung keberhasilan proses pembelajaran di sekolah. Dengan memahami ekosistem sekolah, diharapkan dapat meningkatkan koordinasi dan kolaborasi antara semua elemen yang terlibat dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam pengelolaan sumber daya dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu:
Pendekatan berbasis kekurangan (deficit-based approach) akan fokus pada masalah dan kekurangan yang ada di sekolah.
Pendekatan berbasis aset (asset-based approach) akan fokus pada kekuatan dan potensi yang ada di sekolah. Pendekatan berbasis aset memiliki manfaat yang lebih positif dalam mengembangkan diri dan mencari peluang, daripada pendekatan berbasis kekurangan yang cenderung menimbulkan pikiran negatif. Oleh karena itu, sebaiknya kita mengadopsi pendekatan berbasis aset untuk melihat sumber daya sekolah agar dapat memanfaatkan kekuatan dan potensi yang ada untuk mencapai kesuksesan.
Selain itu, pengelolaan sumber daya yang ada di sekolah juga dapat menggunakan Asset-Based Community Development (ABCD) atau yang kita sebut dengan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) yang dikembangkan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann. Pendekatan PKBA atau Asset-Based Community Development (ABCD) merupakan suatu kerangka kerja yang membangun kemandirian dari suatu komunitas dengan memfokuskan pada potensi aset/sumber daya yang dimilikinya.
Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan tradisional yang menekankan pada masalah, kebutuhan, dan kekurangan pada suatu komunitas. PKBA menekankan pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian, pendekatan PKBA mendorong terciptanya kehidupan komunitas yang lebih berkelanjutan dan berdaya guna. Di dalam sebuah sekolah, pendekatan PKBA dapat diterapkan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh seluruh warga sekolah agar kegiatan pendidikan dapat diselenggarakan secara efisien dan efektif. Sekolah bisa kita pandang sebagai sebuah komunitas. Karena itu, sekolah dapat belajar tentang bagaimana menjadi komunitas yang sehat dan tangguh. Bank of I.D.E.A.S (2014) menyebut bahwa karakteristik komunitas yang sehat dan resilien adalah sebagai berikut:
Mempraktikkan dialog berkelanjutan dan partisipasi anggota masyarakat Menumbuhkan komitmen terhadap tempat Membangun koneksi dan kolaborasi Mengenal dirinya sendiri dan membangun aset yang ada Membentuk masa depannya Bertindak dengan obsesi ide dan peluang Merangkul perubahan dan bertanggung jawab Menghasilkan kepemimpinan Komunitas sekolah dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya seperti halnya komunitas pada umumnya dengan menggunakan pendekatan pengembangan komunitas berbasis aset. Pemanfaatan sumber daya tersebut dapat dilakukan dengan memetakan tujuh aset utama atau modal utama yang meliputi modal manusia, modal sosial, modal politik, modal agama & budaya, modal fisik, modal lingkungan/alam dan modal finansial. Dalam pemanfaatannya, ketujuh aset tersebut dapat saling beririsan satu sama lain.
Modal manusia: dapat diidentifikasi melalui pemetaan individu berdasarkan pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan yang dimiliki. Modal sosial: terdiri dari norma, aturan, kepercayaan, dan jaringan antar unsur di dalam komunitas/masyarakat. Modal politik: mencakup kemampuan kelompok untuk memengaruhi distribu assistant’d Dalam proses belajar modul ini, kami diajak untuk mengingat dan mencatat bahwa sekolah adalah sebuah ekosistem yang terdiri dari elemen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan seimbang. Elemen biotik seperti siswa, kepala sekolah, guru, staf sekolah, pengawas sekolah, orang tua, masyarakat sekitar sekolah, dinas terkait, dan pemerintah daerah saling berinteraksi dan membutuhkan partisipasi aktif satu sama lain. Sedangkan elemen abiotik seperti keuangan, sarana dan prasarana, dan lingkungan alam juga memainkan peran penting dalam mendukung keberhasilan proses pembelajaran di sekolah. Dengan memahami ekosistem sekolah, diharapkan dapat meningkatkan koordinasi dan kolaborasi antara semua elemen yang terlibat dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam pengelolaan sumber daya dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu:
Pendekatan berbasis kekurangan (deficit-based approach) akan fokus pada masalah dan kekurangan yang ada di sekolah. Pendekatan berbasis aset (asset-based approach) akan fokus pada kekuatan dan potensi yang ada di sekolah. Pendekatan berbasis aset memiliki manfaat yang lebih positif dalam mengembangkan diri dan mencari peluang, daripada pendekatan berbasis kekurangan yang cenderung menimbulkan pikiran negatif. Oleh karena itu, sebaiknya kita mengadopsi pendekatan berbasis aset untuk melihat sumber daya sekolah agar dapat memanfaatkan kekuatan dan potensi yang ada untuk mencapai kesuksesan.
Selain itu, pengelolaan sumber daya yang ada di sekolah juga dapat menggunakan Asset-Based Community Development (ABCD) atau yang kita sebut dengan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) yang dikembangkan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann. Pendekatan PKBA atau Asset-Based Community Development (ABCD) merupakan suatu kerangka kerja yang membangun kemandirian dari suatu komunitas dengan memfokuskan pada potensi aset/sumber daya yang dimilikinya.
Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan tradisional yang menekankan pada masalah, kebutuhan, dan kekurangan pada suatu komunitas. PKBA menekankan pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian, pendekatan PKBA mendorong terciptanya kehidupan komunitas yang lebih berkelanjutan dan berdaya guna. Di dalam sebuah sekolah, pendekatan PKBA dapat diterapkan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh seluruh warga sekolah agar kegiatan pendidikan dapat diselenggarakan secara efisien dan efektif. Sekolah bisa kita pandang sebagai sebuah komunitas. Karena itu, sekolah dapat belajar tentang bagaimana menjadi komunitas yang sehat dan tangguh. Bank of I.D.E.A.S (2014) menyebut bahwa karakteristik komunitas yang sehat dan resilien adalah sebagai berikut:
Mempraktikkan dialog berkelanjutan dan partisipasi anggota masyarakat Menumbuhkan komitmen terhadap tempat Membangun koneksi dan kolaborasi Mengenal dirinya sendiri dan membangun aset yang ada Membentuk masa depannya Bertindak dengan obsesi ide dan peluang Merangkul perubahan dan bertanggung jawab Menghasilkan kepemimpinan Komunitas sekolah dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya seperti halnya komunitas pada umumnya dengan menggunakan pendekatan pengembangan berbasis aset.
4. Penerapan (Future)
Dalam penerapan di kelas dan sekolah di masa mendatang, sebagai pemimpin, saya harus mengelola tujuh aset utama sebagai kekuatan dalam meningkatkan kualitas pendidikan sekolah dengan menggunakan pendekatan berbasis aset/kekuatan dan pendekatan berbasis kekurangan. Saya melihat guru sebagai aset manusia utama dalam pelaksanaan pembelajaran dan mereka harus berinovasi dan memperkaya diri dalam mengelola sumber daya di kelas dan sekolah untuk menciptakan pendidikan yang berorientasi pada siswa.
Mengarahkan semua potensi yang ada pada anak, memberdayakan nilai dan peran guru, menciptakan visi perubahan, menciptakan budaya positif, menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional untuk pengambilan keputusan yang tepat, melakukan pelatihan dan supervisi akademik, pengambilan keputusan yang berbasis nilai-nilai kebajikan dapat dilakukan jika pengelolaan sumber daya dapat dijalankan dengan sungguh-sungguh.
Demikianlah refleksi jurnal dwimingguan saya,sampai erjumpa kembali pada refleksi jurnal dwi mingguan selanjutnya.
0 notes
Text
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Dengan Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin
Assaalamualaikum Wr. Wb.
Bapak dan Ibu guru hebat, berjumpa lagi bersama saya Nurul Septiyani Ayu Purwanti, Calon Guru Penggerak Angkatan 9 dari SMKS Pasundan 3 Bandung.
Setelah menyelesaikan pembelajaran pada modul 3.1 mengenai Pengambilan Keputusan dengan Memperhatikan Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin, sebagai peserta Calon Guru Penggerak Angkatan 9, saya ingin berbagi pengalaman selama dua minggu terakhir ini. Saya akan merenungkan pengalaman tersebut dengan menggunakan model 4F atau 4P, yaitu Fakta (Peristiwa), Perasaan (Feeling), Temuan (Findings), dan Penerapan (Future).
Fakta (Peristiwa)
Materi pada Modul 3.1 membahas tentang Pengambilan Keputusan dengan Memperhatikan Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin. Perjalanan pembelajaran ini merupakan kelanjutan dari modul sebelumnya, yaitu modul 2. Kegiatan dimulai dengan pre-test yang terdiri dari 18 soal, dan kemudian mengikuti alur MERDEKA seperti pada modul sebelumnya (Mulai dari Diri sendiri, Eksplorasi konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi Pemahaman, Koneksi Antar Materi, dan Aksi Nyata).
Kegiatan dimulai pada tanggal 2 Februari 2024 dengan fokus pada langkah "Mulai Dari Diri". Pada tahap ini, kami diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan terkait pengambilan keputusan dengan nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Kami juga diminta untuk melakukan survei lingkungan dengan menggunakan satu studi kasus untuk mengembangkan kemampuan analisis kepemimpinan sekolah.
Langkah selanjutnya adalah Eksplorasi Konsep, di mana kami belajar secara mandiri melalui materi-materi dalam forum LMS dan mendalami konsep pengambilan keputusan dengan nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Kami juga membahas kasus dilema etika dan bujukan moral serta melakukan diskusi untuk menganalisis kasus yang disajikan di LMS.
Ruang Kolaborasi merupakan langkah berikutnya, di mana kami dibagi menjadi kelompok-kelompok untuk melakukan diskusi melalui video conference. Diskusi ini berfokus pada analisis kasus dilema etika dan presentasi tugas kelompok. Hasilnya kemudian diunggah ke LMS.
Demonstrasi Kontekstual melibatkan tugas wawancara kepada kepala sekolah tentang kasus dilema etika di sekolah mereka. Wawancara ini direkam dan dianalisis, lalu diunggah ke LMS.
Elaborasi Pemahaman melibatkan sesi diskusi dengan instruktur untuk mendapatkan pencerahan lebih lanjut mengenai pengambilan keputusan yang berbasis nilai kebajikan.
Koneksi Antar Materi dilakukan untuk mengaitkan materi pengambilan keputusan dengan nilai kebajikan sebagai pemimpin dengan materi sebelumnya.
Langkah terakhir adalah Aksi Nyata, di mana kami diminta untuk menerapkan proses pengambilan keputusan di sekolah CGP dan berdiskusi tentang pengalaman tersebut.
Selain itu, pada tanggal 6 Februari 2024, saya juga mengikuti pendampingan dengan Pengajar Praktik saya, Pak Weng Riyanto, yang memberikan pengetahuan tentang teknik coaching klinik supervisi akademik. Kami juga menghadiri Lokakarya 4 di SMA BPI pada tanggal 17 Februari 2024 dengan materi Coaching untuk supervisi akademik.
Perasaan (Feeling)
Awalnya, saya merasa bahwa pengambilan keputusan adalah hal yang sering saya lakukan di sekolah, terutama dalam menghadapi masalah siswa. Namun, saya juga merasakan beban berat jika harus menghadapi dilema etika sebagai seorang pemimpin pendidikan. Meskipun demikian, saya merasa senang dan bangga mendapatkan kesempatan untuk mempelajari modul ini, terutama karena saya dapat berlatih wawancara langsung dengan kepala sekolah tentang pengambilan keputusan.
Saya menyadari bahwa dalam pengambilan keputusan, penting untuk mempertimbangkan nilai-nilai kebajikan dan melibatkan stakeholder yang kompeten. Modul ini memberi saya pencerahan dan pengetahuan yang berharga dalam menghadapi berbagai situasi yang kompleks di sekolah.
Temuan (Finding)
Pembelajaran utama dari modul ini adalah pentingnya mengidentifikasi permasalahan dengan jelas dan memahami apakah termasuk dalam dilema etika atau bujukan moral. Jika masalah tersebut merupakan dilema etika, maka paradigma, prinsip, dan langkah-langkah pengambilan keputusan yang tepat perlu diterapkan, dengan nilai-nilai kebajikan sebagai pijakan utama. Selain itu, saya juga menemukan pentingnya berkolaborasi dan mempertimbangkan opsi trilema dalam mengambil keputusan.
Penerapan (Future)
Untuk rencana kedepan, saya akan menerapkan tahapan-tahapan pengambilan keputusan yang telah dipelajari, termasuk pengujian opsi trilema jika diperlukan. Saya juga akan mengukur efektivitas keputusan saya dengan melakukan refleksi dan meminta masukan dari pihak terkait, agar keputusan tersebut sesuai dengan nilai-nilai kebajikan, menguntungkan murid, dan membawa manfaat bagi semua pihak.
Demikian jurnal refleksi dwi mingguan pada modul 3.1. Sampai jumpa di tulisan saya selanjutnya, semoga bermanfaat.
Salam Guru Penggerak! Tergerak, Bergerak, dan Menggerakkan!!
0 notes
Text
KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1
Tumblr media Tumblr media
Kutipan "Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik" oleh Bob Talbert menggarisbawahi pentingnya tidak hanya mengajarkan anak-anak untuk menghitung, tetapi juga mengajarkan mereka konsep-konsep yang lebih berharga dan penting dalam kehidupan. Hal ini relevan dengan proses pembelajaran anak-anak, di mana selain mengajarkan keterampilan dasar seperti menghitung, penting pula untuk mengajarkan nilai-nilai, konsep-konsep penting, dan keterampilan lain yang akan membantu mereka dalam kehidupan sehari-hari.Ketika mengajarkan anak-anak, penting untuk tidak hanya fokus pada keterampilan akademis, tetapi juga nilainya. Misalnya, sambil mengajarkan anak-anak untuk menghitung, kita juga dapat mengajarkan konsep-konsep seperti kerja sama, ketekunan, dan rasa ingin tahu. Dengan demikian, pendidikan anak-anak tidak hanya tentang mengembangkan keterampilan akademis, tetapi juga tentang membentuk pribadi yang utuh dan siap menghadapi kehidupan.
Tumblr media
Pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan dapat memberikan dampak yang signifikan pada lingkungan sekitar kita. Nilai-nilai yang kita anut akan mempengaruhi cara kita dalam mengambil keputusan, terutama bagi seorang pemimpin atau pendidik. Keputusan yang tepat dan bijak, yang berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan, dapat menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Sebaliknya, keputusan yang tidak tepat dan tidak berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan dapat merugikan banyak orang dan merusak lingkungan sekitar kita. Oleh karena itu, penting bagi seorang pemimpin atau pendidik untuk memiliki nilai-nilai positif yang dapat menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid, seperti reflektif, kolaboratif, dan inovatif. Dalam pengambilan keputusan, seorang pemimpin sebaiknya menggunakan prinsip-prinsip seperti berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis peraturan, dan berpikir berbasis rasa peduli. Selain itu, pengambilan keputusan yang tepat harus dilakukan dengan cara yang tepat pula, yaitu disesuaikan dengan situasi yang terjadi dengan berlandaskan nilai-nilai kebajikan universal, berpihak pada murid, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tumblr media
Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, pengambilan keputusan yang tepat dan berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan dapat memberikan dampak yang positif pada proses pembelajaran murid dan lingkungan sekitar. Keputusan yang berpihak pada murid, memerdekakan murid, dan memenuhi kebutuhan belajar murid dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Selain itu, pengambilan keputusan yang tepat harus dilakukan dengan cara yang tepat pula, yaitu disesuaikan dengan situasi yang terjadi dengan berlandaskan nilai-nilai kebajikan universal, berpihak pada murid, dan dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip-prinsip seperti berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis peraturan, dan berpikir berbasis rasa peduli dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, pengambilan keputusan yang tepat harus dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah tertentu seperti investigasi opsi trilema, membuat keputusan, dan meninjau kembali keputusan. 
Tumblr media
Kutipan "Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis" oleh Georg Wilhelm Friedrich Hegel menggarisbawahi pentingnya pendidikan dalam membentuk perilaku etis manusia. Hal ini relevan dengan proses pembelajaran, di mana selain mengajarkan keterampilan akademis, penting pula untuk mengajarkan nilai-nilai dan konsep-konsep yang akan membantu siswa dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, pengambilan keputusan yang tepat dan berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan dapat memberikan dampak yang positif pada proses pembelajaran siswa dan lingkungan sekitar. Keputusan yang berpihak pada siswa, memerdekakan siswa, dan memenuhi kebutuhan belajar siswa dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Selain itu, pengambilan keputusan yang tepat harus dilakukan dengan cara yang tepat pula, yaitu disesuaikan dengan situasi yang terjadi dengan berlandaskan nilai-nilai kebajikan universal, berpihak pada siswa, dan dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip-prinsip seperti berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis peraturan, dan berpikir berbasis rasa peduli dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, pengambilan keputusan yang tepat harus dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah tertentu seperti investigasi opsi trilema, membuat keputusan, dan meninjau kembali keputusan. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, Saya dapat berkontribusi pada proses pembelajaran siswa dengan mengambil keputusan yang tepat dan berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan, serta memperhatikan kebutuhan belajar siswa.
0 notes
Text
Tumblr media Tumblr media
0 notes
Text
Eksplorasi Konsep Modul 3.1 - Bagian 10
Tumblr media
0 notes
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
0 notes
Text
Eksplorasi Konsep Modul 3.1 - Bagian 7
Tumblr media
0 notes
Text
Eksplorasi Konsep Modul 3.1 - Bagian 6
Tumblr media
0 notes
Text
Eksplorasi Konsep Modul 3.1 - Bagian 4
Tumblr media
0 notes
Text
Eksplorasi Konsep Modul 3.1 Bagian 1
Tumblr media
0 notes
Text
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik
Assalamualaikum, Salam Guru Penggerak!! saya Nurul Septiyani Ayu Purwanti Calon Guru Penggerak Angkatan 9 Kota Bandung Jawa Barat. Pada kesempatan kali ini saya akan menulis mengenai Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.3 mengenai Coaching untuk Supervisi Akademik. Jurnal ini merupakan refleksi diri setelah menjalani kegiatan Pendidikan Calon Guru Penggerak selama dua minggu. Kegiatan Refleksi ini merupakan kegiatan rutin yang harus dilakukan oleh calon guru penggerak.
Dalam menulis Refleksi ini, saya menggunakan model 4F (Fact, Feeling, Findings, dan Future, yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P yakni : Peristiwa; Perasaan; Pembelajaran; dan Penerapan.
Fact (Peristiwa)
Dalam modul 2.3, saya memulai penerapan pengetahuan mengenai Coaching untuk Supervisi Akademik. Proses pembelajaran dalam modul ini terbagi menjadi 4 Sub Pembelajaran yang meliputi Konsep Coaching secara Umum dan dalam Konteks Pendidikan; Paradigma Berpikir dan Prinsip Coaching; Kompetensi Inti Coaching serta TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching; Supervisi Akademik dengan Pendekatan Berpikir dalam Coaching.
Coaching dijelaskan sebagai proses kerja sama yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil, dan terstruktur, dimana seorang coach memfasilitasi peningkatan performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi coachee (Grant, 1999). Lebih dari sekadar mengajar, coaching lebih berfokus pada membantu individu untuk belajar.
Terkait dengan definisi para ahli, International Coach Federation merumuskan coaching sebagai "kemitraan bersama klien (coachee) guna memaksimalkan potensi pribadi dan profesional melalui proses yang mendorong dan mengeksplorasi pemikiran serta kreativitas." Tugas-tugas dalam setiap Sub Pembelajaran memberikan pengalaman berharga bagi saya dalam memahami konsep coaching. Partisipasi dalam Tugas Ruang Kolaborasi, yang mencakup latihan dan praktik coaching, memberikan pengalaman yang menarik bagaimana saya dapat berperan sebagai coach dan juga sebagai coachee.
2. Feeling (Perasaan)
Saya merasa bersyukur atas pengetahuan baru yang sangat signifikan bagi perjalanan saya sebagai seorang guru. Modul 2.3 telah memberikan saya wawasan yang luas tentang coaching, yang akhirnya membahas paradigma coaching dalam proses supervisi akademik. Konsep supervisi akademik tidak lagi hanya dipahami sebagai evaluasi yang dilakukan oleh supervisor (manajemen sekolah), yang seringkali menimbulkan suasana tegang dan kurang nyaman. Sekarang, melalui modul ini, kami diajarkan untuk mengubah paradigma tersebut menjadi pendekatan coaching yang memegang prinsip-prinsip tertentu.
Modul ini memberikan saya pemahaman yang luar biasa mengenai konsep-konsep baru yang telah meningkatkan semangat saya untuk menerapkan semua yang telah saya pelajari. Melalui forum diskusi dan sesi ruang kolaborasi, pemahaman saya terhadap materi semakin terbentuk. Saya berharap dengan mempelajari ini, saya dapat mengembangkan keterampilan saya sebagai seorang coach dalam proses coaching, baik bagi rekan-rekan seprofesi, murid-murid, maupun orang-orang terdekat yang membutuhkan bimbingan untuk menemukan solusi atas berbagai masalah yang mereka hadapi.
3. Findings (Pembelajaran)
Supervisi akademik bertujuan untuk memastikan bahwa pembelajaran diarahkan pada kepentingan murid serta untuk mengembangkan kompetensi individu setiap pendidik di sekolah. Dalam interaksi antar guru, seorang coach dapat membantu coachee dalam menggali kekuatan mereka dalam konteks pembelajaran. Pendekatan komunikasi yang mengadopsi proses coaching mewakili dialog yang bersifat emansipatif antara coach dan coachee, terjadi dalam lingkungan yang penuh dengan empati dan kebersamaan.
Paradigma berpikir dalam coaching menitikberatkan pada fokus pada coachee atau rekan yang sedang dikembangkan, memiliki sikap terbuka dan rasa ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, dan kemampuan untuk melihat peluang baru dan masa depan. Prinsip-prinsip coaching mencakup "kemitraan, proses kreatif, dan pengoptimalan potensi". Kompetensi Inti Coaching mencakup kehadiran penuh, mendengarkan secara aktif, serta mengajukan pertanyaan yang substansial. Percakapan Berbasis Coaching dengan Alur TIRTA: Percakapan untuk perencanaan, pemecahan masalah, refleksi, dan kalibrasi.
Umpan balik yang berbasis coaching mencakup penggunaan pertanyaan reflektif dan data yang valid. Supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk secara langsung memengaruhi guru dan proses pembelajaran mereka di kelas. Dalam pelaksanaannya, ada dua paradigma utama yang menjadi dasar dalam menjalankan proses supervisi akademik, yaitu paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan pemanfaatan potensi individu secara maksimal.
4. Future (Penerapan)
Setelah menyelesaikan modul 2.3, saya bertekad untuk menerapkan tiga kompetensi inti dalam coaching, yakni kehadiran penuh, mendengarkan secara aktif, dan mengajukan pertanyaan yang substansial dalam percakapan coaching. Saya akan mengimplementasikan langkah-langkah seperti merencanakan, merenung, menyelesaikan masalah, dan melakukan penyesuaian. Memberikan umpan balik dengan menggunakan paradigma berpikir dan prinsip-prinsip coaching. Saya akan mengaplikasikan serangkaian supervisi akademik yang berdasarkan pendekatan berpikir dalam coaching. Saya selalu berkomitmen untuk meningkatkan keterampilan coaching saya dengan melatih diri secara teratur, berinteraksi dalam praktik coaching dengan rekan sejawat, murid, dan siapa pun yang memerlukan bimbingan dari saya untuk mendapatkan lebih banyak pengalaman.
Sekian yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat bagi bapak ibu guru hebat semuanya. Sampai berjumpa lagi pada tulisan saya berikutnya.
Salam Guru Penggerak!! Tergerak.. Bergerak.. dan Menggerakkan!!!
0 notes
Text
Koneksi Antar Materi 2.3 - Coaching dan Supervisi Akademik
Assalamualaikum wr. wb.
Dalam dunia pendidikan, pentingnya keterkaitan antara Materi Modul 2.3 Coaching dan Supervisi Akademik sangatlah menonjol. Bagi saya, hubungan ini memiliki nilai signifikan dalam meningkatkan profesionalisme para guru. Modul ini memiliki nilai yang luar biasa karena memberikan panduan praktis mengenai coaching serta supervisi yang dapat diimplementasikan langsung di lingkungan sekolah. Dengan pemahaman yang baik terhadap isi modul ini, para guru memiliki potensi untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih optimal, membantu perkembangan murid-murid secara holistik. Ini adalah catatan refleksi saya yang ingin saya bagikan.
Tujuan Pembelajaran Khusus
CGP menyimpulkan dan menjelaskan keterkaitan materi yang diperoleh dan membuat refleksi berdasarkan pemahaman yang dibangun selama modul 2 dalam berbagai media.
Instruksi Penugasan
1. Buatlah sebuah kesimpulan dan refleksi yang disajikan dalam bentuk media  informasi. Format media dapat disesuaikan dengan minat dan kreativitas  Anda. Contoh media yang dapat dibuat: artikel, ilustrasi, grafik, video, rekaman  audio,  screencast presentasi, artikel dalam blog, dan lainnya.
2. Bacalah pertanyaan-pertanyaan ini untuk membantu Anda membuat kaitan tersebut:      
a. Bagaimana peran Anda sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi?     b. Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran? 3. Unggahlah tautan media informasi pada laman LMS.
Jawaban saya: 
Sebagai seorang coach di lingkungan sekolah, saya menyadari pentingnya peran saya dalam keterkaitan antara materi sebelumnya, yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi. Dalam konteks ini, saya melihat bahwa keterampilan coaching memiliki hubungan erat dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran.
Dalam peran saya sebagai guru penggerak di SMK Pasundan 3 Bandung, saya tidak hanya bertanggung jawab di dalam ruang kelas, tetapi juga dalam mendukung pengembangan kompetensi pemimpin pembelajaran di lingkungan sekolah. Melalui pemahaman modul 2 yang saya eksplorasi, saya melihat hubungan yang erat antara materi tersebut dan tanggung jawab saya sebagai seorang coach.
Salah satu fokus utama saya sebagai seorang coach adalah membantu rekan guru dalam mengembangkan strategi pembelajaran yang berfokus pada pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi. Saya percaya bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan dan preferensi belajar yang unik. Oleh karena itu, saya memiliki peran penting dalam memberikan panduan kepada rekan guru dalam menciptakan strategi yang responsif terhadap perbedaan tersebut.
Materi dari modul 2 memberikan fondasi yang kokoh, memberikan pemahaman mendalam tentang konsep pembelajaran berdiferensiasi dan pentingnya memahami dimensi sosial dan emosional dalam proses belajar. Dengan demikian, saya dapat membimbing guru-guru untuk mengimplementasikan strategi ini dalam rencana pembelajaran mereka.
Peran saya tidak hanya berhenti pada memberikan bimbingan, tetapi juga melibatkan membantu guru-guru mengevaluasi efektivitas strategi pembelajaran mereka. Melalui proses evaluasi ini, saya memberikan umpan balik konstruktif untuk membantu meningkatkan praktik pembelajaran mereka.
Keterampilan mengajar merupakan inti dari keberhasilan pendidikan. Saya memainkan peran penting dalam membantu rekan guru mengembangkan keterampilan ini. Melalui pendekatan coaching, saya membantu mereka mengidentifikasi gaya belajar siswa, mengenali kekuatan dan kelemahan mereka, serta menyesuaikan metode pengajaran untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi siswa yang beragam.
Sebagai seorang coach, saya menyadari bahwa kinerja murid tidak hanya mencakup pencapaian akademis, tetapi juga perkembangan sosial dan emosional. Keterampilan coaching memungkinkan saya membantu pemimpin pembelajaran untuk mendorong pembelajaran berdiferensiasi, memperkuat keterampilan sosial dan emosional murid, dan meningkatkan keterlibatan mereka dalam proses pembelajaran.
Kolaborasi merupakan elemen kunci dalam pengembangan kompetensi pemimpin pembelajaran. Saya berfungsi sebagai pendorong kolaborasi antara guru, siswa, dan staf pengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang lebih baik. Saya membantu dalam membangun jembatan komunikasi dan kerja sama di sekolah.
Secara keseluruhan, materi yang disajikan dalam modul 2 menjadi landasan yang kokoh untuk peran saya sebagai seorang coach di SMP Negeri 1 Sumedang. Dengan mendalaminya, saya dapat memberikan dukungan yang lebih efektif kepada rekan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial-emosional.
Dengan menggabungkan semua aspek ini, guru memiliki kesempatan untuk mengatasi tantangan dalam dunia pendidikan dengan percaya diri, membawa dampak positif bagi perkembangan murid-murid mereka.
Sekian yang bisa saya sampaikan. Semoga tulisan saya ini bermanfaat. Terimakasih..
Wassalamualaikum. wr. wb.
Salam Guru Penggerak !! Tergerak, Bergerak, dan Menggerakkan!!!
0 notes
Text
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan-Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional
Assalamualaikum, Salam Guru Penggerak!! saya Nurul Septiyani Ayu Purwanti Calon Guru Penggerak Angkatan 9 Kota Bandung Jawa Barat. Pada kesempatan kali ini saya akan menulis mengenai Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.2 mengenai Pembelajaran Berdiferensiasi. Jurnal ini merupakan refleksi diri setelah menjalani kegiatan Pendidikan Calon Guru Penggerak selama dua minggu. Kegiatan Refleksi ini merupakan kegiatan rutin yang harus dilakukan oleh calon guru penggerak.
Dalam menulis Refleksi ini, saya menggunakan model 4F (Fact, Feeling, Findings, dan Future, yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P yakni : Peristiwa; Perasaan; Pembelajaran; dan Penerapan.
Fact (Peristiwa).
Dalam modul 2.2 ini, kami mulai mempelajari materi tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE). Proses pembelajaran dari Modul 2.2 ini dimulai dengan tahapan "Mulai Dari Diri". Kami diberikan materi dan akses ke video di LMS, serta diberikan serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman pribadi kami sebagai pendidik dalam konteks sosial dan emosional. Pertanyaan-pertanyaan itu menyoroti bagaimana kami mengatasi krisis tertentu, bagaimana kami bisa bangkit dari situasi tersebut, dan pelajaran apa yang kami dapatkan dari pengalaman tersebut. Selain itu, kami mengikuti eksplorasi konsep yang mencakup topik Kompetensi Sosial Emosional, cara pembelajarannya, dan cara menerapkannya di lingkungan sekolah. Kami juga memiliki tugas-tugas reflektif yang menggambarkan pemahaman kami terhadap setiap materi yang dipelajari. Sasaran dari pembelajaran Sosial Emosional adalah untuk memberikan pemahaman, penghayatan, dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri), menetapkan serta mencapai tujuan positif (pengelolaan diri), merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial), dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) melibatkan kolaborasi dari seluruh komunitas sekolah. Ini mengacu pada kerangka kerja CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) yang bertujuan untuk mengembangkan 5 (lima) Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE): kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. PSE dapat diterapkan di kelas atau sekolah melalui 4 indikator, yaitu pembelajaran eksplisit, integrasi dalam kurikulum akademik dan pendekatan pengajaran guru, menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah, serta penguatan KSE bagi staf pendidik dan tenaga kependidikan.
2. Feeling (Perasaan)
Saya merasa sangat bersyukur atas pengetahuan baru yang memiliki dampak besar terhadap perjalanan saya sebagai seorang guru. Modul 2.2 telah memberikan wawasan mendalam tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional. Saya, sebagai seorang pendidik, kadang-kadang mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosi ‘negatif’ seperti kemarahan, kekhawatiran, dan sejenisnya. Di modul ini, saya menemukan pengetahuan yang luar biasa tentang aspek-aspek baru yang menginspirasi saya untuk lebih bersemangat dalam menerapkan semua yang saya pelajari. Melalui diskusi aktif dalam sesi ruang kolaborasi, saya semakin memahami betapa pentingnya menguasai emosi dari pembelajaran sosial dan emosional ini. Saya berharap, dengan belajar hal ini, saya dapat lebih baik mengontrol setiap emosi dalam diri saya yang secara pasti akan mempengaruhi orang lain di sekitar saya dan memberikan teladan bagi rekan-rekan guru lainnya.
3. Findings (Pembelajaran)
Dalam modul 2.2 tentang pembelajaran sosial emosional, saya memperoleh banyak pengetahuan baru. Modul ini mengajarkan pentingnya mengenali emosi sebelum bertindak, untuk menghindari dampak negatif terhadap diri sendiri dan orang lain. Selain mengenali emosi, kita juga diminta untuk mengelola emosi tersebut guna kembali ke keadaan yang lebih positif, yaitu keadaan bahagia. Di samping itu, materi modul ini meliputi kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Semua isi materi bertujuan untuk membangun hubungan yang positif dan harmonis dengan rekan kerja, murid, dan masyarakat sekitar kita. Beberapa kesimpulan dari pembelajaran modul ini termasuk dalam Pembelajaran Sosial dan Emosional yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Tujuannya adalah untuk memungkinkan anak-anak, pendidik, dan tenaga kependidikan di sekolah memperoleh serta menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif terkait dengan 5 Kompetensi Sosial dan Emosional.
Ada lima Kompetensi Sosial Emosional yang termasuk di antaranya:
Kesadaran Diri (Self Awareness),
Manajemen Diri (Self Management),
Kesadaran Sosial (Social Awareness),
Keterampilan Berinteraksi Sosial (Relationship Skills),
Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab (Responsible Decision-Making).
Oleh karena itu, tujuan inti dari Pembelajaran Sosial Emosional adalah untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman, memungkinkan seluruh individu di lingkungan sekolah meningkatkan kompetensi akademik dan kesejahteraan psikologis mereka secara optimal.
4. Future (Penerapan)
Setelah memahami materi PSE dari modul 2.2 ini, saya merencanakan untuk terlebih dahulu menerapkannya di lingkungan kelas saya di sekolah. Saya akan memulai dengan melakukan latihan Bernafas dengan kesadaran penuh sebelum memulai pembelajaran, menggunakan teknik STOP. Selanjutnya, saya akan mengintegrasikan kompetensi-kompetensi tersebut langsung dalam metode pembelajaran saya. Misalnya, saya akan menerapkan kesadaran sosial dalam perencanaan pembelajaran yang akan saya jalankan. Saya juga akan menggunakan keterampilan berelasi saat memberikan umpan balik atau saat melakukan refleksi atas hasil karya rekan-rekan sejawat maupun menjelaskan materi kepada siswa dengan menggunakan bahasa yang positif dan mudah dipahami.
Sekian yang bisa saya sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi semua guru guru hebat di seluruh Indonesia. Salam Guru Penggerak! Tergerak, Bergerak, dan Menggerakkan!
Sampai berjumpa lagi ..
0 notes
Text
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan - Modul 2.1
Pendidikan Berdiferensiasi
Assalamualaikum, Salam Guru Penggerak!! saya Nurul Septiyani Ayu Purwanti Calon Guru Penggerak Angkatan 9 Kota Bandung Jawa Barat. Pada kesempatan kali ini saya akan menulis mengenai Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.1 mengenai Pembelajaran Berdiferensiasi. Jurnal ini merupakan refleksi diri setelah menjalani kegiatan Pendidikan Calon Guru Penggerak selama dua minggu. Kegiatan Refleksi ini merupakan kegiatan rutin yang harus dilakukan oleh calon guru penggerak.
Dalam menulis Refleksi ini, saya menggunakan model 4F (Fact, Feeling, Findings, dan Future, yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P yakni : Peristiwa; Perasaan; Pembelajaran; dan Penerapan.
Fact (Peristiwa).
Pada bagian modul 2.1, saya memulai perjalanan belajar tentang Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi. Langkah awalnya adalah memfokuskan pada pembelajaran mandiri dengan tema 'Mulai Dari Diri'. Disini, saya diajak untuk merenung pada pertanyaan kunci, yakni "Bagaimana guru dapat mengelola kelas dan memenuhi kebutuhan murid yang beragam?" Saya meresponsnya dengan refleksi pribadi, mencakup pemikiran seperti menggambarkan kelas dengan keragaman murid, strategi yang telah saya terapkan untuk mendukung perbedaan kemampuan murid, serta cara membuat pembelajaran lebih mudah bagi mereka. Saya juga mencoba mempertimbangkan perlakuan yang berbeda dan dampaknya jika saya tidak mengadopsinya.
Setelah fase 'Mulai Dari Diri', perjalanan belajar saya berlanjut ke 'Eksplorasi Konsep'. Di sini, saya mempelajari tiga pokok materi utama dari modul 2.1, yaitu Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi, Miskonsepsi yang mungkin terjadi, dan Pemahaman terkait Kesiapan Belajar, Minat, serta Profil Belajar Murid.
Kemudian, saya berpartisipasi dalam kolaborasi bersama kelompok dalam sesi tatap maya yang dipimpin oleh fasilitator. Diskusi intens dilakukan dalam dua bagian ruang kolaborasi, baik saat berdiskusi dengan anggota kelompok maupun dalam menyikapi presentasi dari kelompok lain.
Setelah fase kolaborasi, saya kembali fokus pada tugas mandiri dalam 'Demonstrasi Kontekstual'. Di sini, saya berupaya untuk membuat Modul Ajar yang mengintegrasikan Pembelajaran Berdiferensiasi, lalu mengimplementasikannya dalam mata pelajaran yang saya ampu, yakni Mata Pelajaran Matematika.
Langkah berikutnya adalah 'Elaborasi Pemahaman' bersama instruktur. Saya diberi tugas untuk merumuskan pertanyaan yang dapat memperkuat pemahaman saya tentang isi modul 2.1. Sesi ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang praktik nyata pembelajaran berdiferensiasi yang seharusnya dilakukan oleh guru di kelas.
Setelah serangkaian kegiatan itu, saya melanjutkan dengan tugas 'Koneksi Antar Materi', mengaitkan konsep-konsep inti dari berbagai modul yang telah saya pelajari. Saya menjelaskan pemahaman saya tentang disiplin positif, teori kontrol, motivasi, hukuman dan penghargaan, serta keterkaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi dalam modul 2.1.
Akhirnya, pada fase 'Aksi Nyata', saya menerapkan pembelajaran berdiferensiasi sesuai dengan rencana yang saya buat dalam modul ajar. Pengalaman ini saya dokumentasikan dan bagikan pada platform pembelajaran (LMS).
2. Feeling (Perasaan)
Saya merasa sangat bersyukur atas pengetahuan baru yang sangat signifikan dalam menjalankan peran sebagai seorang guru. Modul 2.1 telah memberikan saya wawasan yang kaya tentang Pembelajaran Berdiferensiasi. Meskipun sebagian konsep telah saya terapkan sebelumnya, modul ini memberikan pemahaman yang mendalam dan memicu semangat saya untuk menerapkan seluruhnya. Diskusi dalam forum selama ruang kolaborasi serta proses elaborasi telah meningkatkan pemahaman saya mengenai implementasi pembelajaran berdiferensiasi. Saya berharap dengan pembelajaran ini, saya dapat konsisten dalam menghadirkan pendekatan yang berfokus pada kebutuhan murid.
3. Findings (Pembelajaran)
Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas agar cocok dengan kebutuhan belajar individual murid. Menurut Tomlinson (1999:14), dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, guru secara konsisten berupaya menanggapi kebutuhan belajar murid.
Untuk menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, guru perlu mempertimbangkan hal-hal yang masuk akal, seperti tujuan pembelajaran yang jelas, cara guru merespons kebutuhan belajar murid, menciptakan lingkungan belajar yang memotivasi, manajemen kelas yang efektif, dan penilaian yang terus menerus.
Ada tiga aspek yang menggambarkan kebutuhan murid: kesiapan belajar, minat, dan profil belajar. Kesiapan belajar adalah kemampuan untuk memahami materi atau keterampilan baru. Minat adalah keadaan mental yang menghasilkan reaksi positif terhadap situasi atau objek tertentu yang memberikan kepuasan. Profil Belajar mengacu pada cara kita belajar secara efektif sebagai individu.
Terdapat tiga strategi diferensiasi, yaitu diferensiasi konten, proses, dan produk. Diferensiasi konten mencakup penyajian berbagai materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan murid. Diferensiasi proses menyesuaikan jalannya pembelajaran dengan gaya belajar masing-masing murid. Sedangkan diferensiasi produk mengacu pada hasil atau karya yang mencerminkan kemampuan murid.
4. Future (Penerapan)
Setelah menyelesaikan modul ini, rencananya saya akan melakukan evaluasi awal menggunakan pertanyaan yang sederhana, menganalisis data yang sudah ada, atau bahkan melakukan wawancara untuk memahami kebutuhan individual murid di kelas saya. Saya juga berencana untuk merancang serta menerapkan strategi pembelajaran berdiferensiasi. Saya akan secara aktif berkolaborasi dengan sesama guru yang telah memiliki pengalaman dalam menerapkan pendekatan pembelajaran ini. Khususnya sebagai pengajar di SMK, saya berniat untuk lebih banyak bermitra dengan instruktur yang ahli dalam bidangnya untuk menyelaraskan materi yang diperlukan, memungkinkan kerjasama yang harmonis antara guru-guru. Tujuannya, saya ingin menyebarluaskan praktik terbaik saya sehingga orientasi pada kebutuhan murid dapat terwujud secara menyeluruh di lingkungan sekolah saya.
Sekian yang bisa saya sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi semua guru guru hebat di seluruh Indonesia. Salam Guru Penggerak! Tergerak, Bergerak, dan Menggerakkan!
Sampai berjumpa lagi ..
0 notes