#pajaknesia
Explore tagged Tumblr posts
Text
Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan Kontrak: Pajaknesia.id #1
perhitungan pph 21 karyawan kontrak
Perhitungan PPh 21 Karyawan Kontrak
Download Aplikasi izinesia untuk memudahkan cara menghitung tarif pajak
Salah satu hal yang berpengaruh terhadap kewajiban perpajakan seseorang adalah mengenai status kepegawaiannya. Di antara pegawai tetap dan pegawai tidak tetap terdapat ketentuan perpajakan yang berbeda. Dari ketentuan pajak yang berbeda, maka akan berpengaruh terhadap cara perhitungannya yang berbeda.Berdasarkan peraturan DJP Nomor PER-16/PJ/2016, menyatakan bahwa Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas adalah pegawai yang menerima penghasilan dengan besar penghasilan yang dihitung berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit pekerjaan yang dihasilkan, atau penyelesaian jenis pekerjaan dari pemberi kerja.Di dalam hukum Indonesia, karyawan kontrak biasanya disebut sebagai karyawan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Peraturan terkait kontrak kerja ini diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Sistem kerja kontrak biasanya dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi para karyawan sambil menunggu diangkat menjadi pegawai tetap. Sedangkan bagi perusahaan, produktivitas yang tinggi dan penghematan biaya merupakan sejumlah keuntungan yang bisa didapatkan dari sistem kerja kontrak tersebut. Namun dalam praktiknya, pekerja dengan kontrak kerja ini memiliki beberapa risiko. Di antaranya adalah eksploitasi waktu kerja hingga pemutusan kerja sepihak. Lalu bagaimana perhitungan PPh 21 atas Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)? Simak ulasan singkat di bawah ini…Aspek Perpajakan dan Ketentuan Khusus Atas Karyawan KontrakPKWT hanya berlaku untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu saja. Diantaranya adalah :- Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sifatnya sementara. - Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama (maksimal selama 3 tahun) - Pekerjaan yang bersifat musiman - Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam masa percobaan atau penjajakan - Upah harian, yaitu upah yang diperoleh karyawan secara harian. - Upah mingguan, yaitu upah yang diperoleh karyawan secara mingguan. - Upah satuan, yaitu upah yang diperoleh karyawan berdasarkan jumlah unit pekerjaan yang dihasilkan. - Upah borongan, yaitu upah yang diperoleh karyawan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu.
Berikut ini adalah daftar ketentuan khusus di dalam PPh 21 bagi karyawan kontrak atau karyawan tidak tetap:- Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 jika penghasilan karyawan dalam sehari belum melebihi Rp 300.000. - Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan karyawan dalam sehari sebesar atau melebihi Rp 450.000, merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. - Apabila karyawan tidak tetap memperoleh penghasilan kumulatif melebihi Rp4.500.000 dalam 1 bulan, maka jumlah tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. - Rata-rata penghasilan karyawan dalam sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan. - PTKP yang sebenarnya adalah untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya. - PTKP sehari dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya. Yaitu sebesar PTKP per tahun Rp54.000.000 dibagi 360 hari. - Apabila karyawan tidak tetap tersebut mengikuti program jaminan atau tunjangan hari tua, maka iuran yang dibayar sendiri dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. - Untuk tahun pajak 2021, masa kerja Budi hanya 4 bulan, yakni dari 1 Januari sampai dengan 30 April (batas akhir PKWT). Sehingga, pajaknya dihitung hanya 4 bulan bukan 12 bulan. - Penghasilan Netto (1 Bulan) = 20.000.000 - Biaya jabatan = 5% x 20.000.000 = 500.000 - Penghasilan Netto (1 Bulan) = 19.500.000 - Penghasilan Netto (4 Bulan) = 78.000.000 - PTKP = 54.000.000 - PKP = 24.000.000 - PPh 21 Terutang = 5% x 24.000.000 = 1.200.000 - PPh 21 dipotong 1 Bulan = 1.200.000 : 4 = 300.000 - Penghasilan Netto (4 Bulan) = 25.000.000 - Biaya jabatan = 5% x 25.000.000 = 500.000 - Penghasilan Netto (1 Bulan) = 24.500.000 - Penghasilan Netto (4 Bulan) = 98.000.000 - PTKP = 54.000.000 - PKP =44.000.000 - PPh 21 Terutang = 5% x 44.000.000 = 2.200.000 - PPh 21 dipotong 1 Bulan =2.200.000 : 4 = 550.000Penulis : Team Izinesia
perhitungan pph 21 karyawan kontrak
perhitungan pph 21 karyawan kontrak cara menghitung perhitungan pasal tarif pajak pph 21 update terkini, CARA LAPOR SPT BADAN HUKUM Perusahaan CV PT, BIMBEL CPNS,Bimbel CPNS di Jakarta Bogor Depok Tangerang Selatan Bekasi BSD Bintaro Bandung murah terbaik, bimbel masuk ptn, bimbel masuk ui, BIMBEL LES PRIVAT PERSIAPAN MASUK PTN TERBAIK, bimbel masuk ptn, bimbel masuk ui, bimbel masuk ui, CARA LAPOR SPT TAHUNAN ORANG PRIBADI Read the full article
0 notes
Text
DIY from ID
#jakarta#ramen#noodle#noodles#the ramen rater#theramenrater#food#hans lienesch#soup#instant noodles#instant#pajak#pajaknesia#perpajakan#semarang#djp
0 notes
Text
Jasa Pengurusan & Menyelesaikan SP2DK Pajak : Pajaknesia.id
Jasa Pengurusan Menyelesaikan SP2DK Pajak
JASA PENGURUSAN MENYELESAIKAN SP2DK PAJAK
Download Aplikasi izinesia untuk memudahkan cara menghitung tarif pajak
Cara Menghitung PPh 21 Secara Akurat , Cara Menghitung PPh 21 SP2DK (Jasa Konsultan pajak) Pajaknesia.id)SP2DK adalah?Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-39/PJ/2015, Surat Permintaan Penjelasan atas data dan/atau Keterangan (SP2DK) adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk meminta penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada wajib pajak apabila ditemukan dugaan bahwa wajib pajak tersebut tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam surat edaran tersebut juga dijelaskan pula pengertian data dan/atau keterangan yaitu data dan/atau informasi yang diperoleh atau dimiliki dirjen pajak dari sistem informasi DJP; SPT wajib pajak; alat keterangan; serta hasil kunjungan (visit).Pengiriman SP2DK dari kantor pajak merupakan bentuk kontrol DJP untuk memastikan bahwa Wajib Pajak telah memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Hal ini juga dilakukan untuk memastikan tercapainya fungsi budgetair dari pajak yang merupakan penyumbang penerimaan terbesar bagi negara. Dengan demikian, penerbitan SP2DK tidak selalu memiliki konotasi negatif yang mengisyaratkan bahwa Wajib Pajak memiliki kekurangan pembayaran pajak yang harus dibayar segera.Fungsi Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) adalah sebagai berikut:- Penyelidikan Perpajakan: SP2DK digunakan sebagai alat untuk melakukan penyelidikan terhadap wajib pajak yang diduga melakukan pelanggaran atau ketidakpatuhan perpajakan. Permintaan penjelasan dan keterangan dalam SP2DK membantu petugas pajak dalam memperoleh informasi yang diperlukan untuk mendukung proses penyelidikan perpajakan. - Verifikasi dan Pemeriksaan Pajak: SP2DK dapat digunakan untuk memverifikasi data yang telah dilaporkan oleh wajib pajak. Permintaan penjelasan dan keterangan dalam SP2DK membantu Direktorat Jenderal Pajak dalam memastikan kebenaran dan keakuratan data yang digunakan dalam perhitungan dan pelaporan pajak. Selain itu, SP2DK juga dapat menjadi langkah awal dalam proses pemeriksaan pajak jika ada kecurigaan atas kepatuhan perpajakan wajib pajak. - Pengumpulan Informasi Tambahan: SP2DK digunakan untuk meminta wajib pajak memberikan penjelasan atau informasi tambahan terkait data atau keterangan yang relevan dengan kewajiban perpajakan mereka. Ini dapat mencakup penjelasan tentang pendapatan, pengeluaran, aset, atau informasi lain yang diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memastikan kepatuhan perpajakan. - Dasar untuk Tindakan Penegakan Hukum: Jika wajib pajak tidak memberikan tanggapan yang memadai atau memberikan informasi yang tidak benar dalam SP2DK, hal ini dapat menjadi dasar bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk mengambil tindakan lebih lanjut, termasuk pemeriksaan pajak lanjutan atau tindakan penegakan hukum terhadap pelanggaran perpajakan yang teridentifikasi.Dengan demikian, SP2DK berfungsi sebagai alat untuk memperoleh informasi yang diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka memastikan kepatuhan perpajakan wajib pajak dan menindaklanjuti pelanggaran atau ketidakpatuhan perpajakan yang terjadi.
Berikut ini adalah contoh Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) yang umumnya digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak: Read the full article
#bandung#bekasi#bogor#caramengurussp2dk#caramenjawabsp2dk#caraMenyelesaikansp2dk#caraPengurusansp2dk#dirjenpajak#djp#jakarta#pajak#pajaknesia#perpajakan#semarang#tangerang
0 notes
Text
PPh 24 : Pajaknesia
Tarif Terbaru Pajak Konstruksi
Tarif Terbaru Pajak Konstruksi (Pajaknesia.id)
Pengertian dan Jenis-Jenis PPh Final PPh Final berarti pajak yang sudah selesai atau dikenakan langsung saat Wajib Pajak menerima penghasilan. Sehingga wjib pajak akan terbebas dari kewajiban perpajakannya setelah melunasi PPh Final Terutang. Berikut ini adalah jenis-jenis PPh Final: - Pasal 4 ayat (2) Terdapat 5 pengelompokan penghasilan yang termasuk ke dalam PPh Final sesuai Pasal 4 ayat (2), yaitu: - Penghasilan berupa Bunga Deposito dan Tabungan lainnya, Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara (SUN), dan Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. - Penghasilan dalam bentuk Hadiah Undian. - Penghasilan dari Transaksi Saham dan Sekuritas lainnya, Transaksi Derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. - Penghasilan dari Transaksi Pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan, Usaha Jasa Konstruksi, Usaha Real Estate, dan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. - Penghasilan Tertentu lainnya. - Pasal 15 Pajak Penghasilan Final berdasarkan Pasal 15 UU Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983 ini artinya PPh Final digunakan pada pengenaan pajak penghasilan netto yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus. Norma Penghitungan Khusus digunakan untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan Pasal 16. Tarif PPh Final sesuai Pasal 15 UU PPh ini diatur dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 dan PP No. 23 Tahun 2018 yakni tarif 0,5% dari omzet bruto. - Pasal 17 ayat (2c) Merujuk pada Pasal 17 ayat (2c) UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, tarif pajak penghasilan bersifat final yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri paling tinggi sebesar 10% dan bersifat final. - Pasal 19 Pajak pasal 19 merupakan pajak yang dipungut atas penilaian aset tetap yang ketika dinilai kembali terdapat selisih untung dan/atau harga beli untuk saat ini jauh lebih murah dibandingkan nilai pasarannya. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga, maka akan dikenakan PPh pasal 19 ini. Tariff untuk PPh pasal 19 ini adalah sebesar 10% dari nilai selisih asset yang direvaluasi. - Pasal 21 Pajak Penghasilan Final ini merupakan pajak yang dipotong/dipungut atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. - Tarif Pajak Penghasilan Final Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus Sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat Final. - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Pesangon adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 = 5% - Penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 = 15% - Penghasilan bruto di atas Rp 500.000 = 25% - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 = 5% - Tarif PPh Final Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima PNS atas Bebas APBN/APBD Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010, penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain yang diterima PNS atas bebas dari APBN atau APBD dikenakan Pajak Penghasilan Final. Tarif Pajak Penghasilan Final atas honorarium ini ditentukan berdasarkan golongan atau tingkat jabatannya, yaitu: - Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan POLRI, Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya adalah = 0% - Golongan III, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Pratama, dan pensiunannya adalah = 5% - Pejabat negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan pensiunannya adalah = 15% - Pasal 22 Pajak Penghasilan Final yang dikenakan sesuai Pasal 22 UU PPh ini dilakukan terhadap kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. - Pasal 26 Sedangkan PPh Final berdasarkan Pasal 26 UU PPh ini adalah pajak bersifat final yang dikenakan pada Wajib Pajak luar negeri atau Badan Usaha Tetap (BUT) atas Dividen, Bunga, Royalti, Imbalan, Hadiah, Pensiun, Premi swap, dan keuntungan karena pembebasan utang. - PPh Final UMKM Pajak Penghasilan Final PP 23/2018 ini dikenakan pada UMKM dengan omzet bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000 setahun. Tarif Pajak Penghasilan Final UMKM sesuai PP 23 Tahun 2018 yang kini diperbarui ketentuannya dalam PP Nomor 55 Tahun 2022 adalah 0,5% dari peredaran bruto. Tarif Terbaru PPh Pasal 4 ayat 2 Jasa Konstruksi ketentuan terbaru mengenai pengenaan PPh Jasa Konstruksi Pasal 4 ayat 2 diatur dalam PP 9/2022. Pengenaan tarif PPh Jasa Konstruksi sebagaimana diatur dalam beleid tersebut dapat diterapkan apabila pemenuhan persyaratan pengusaha jasa konstruksi telah mendapatkan izin usaha atau sertifikasi jasa konstruksi (Sertifikat Badan Usaha – SBU) dari lembaga berwenang (misalnya LPJK) bagi badan usaha. Sedangkan bagi usaha orang perorangan pada usaha jasa konstruksi ini harus disertai Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Namun dalam pelaksanaan PP 9 Tahun 2022 ini nantinya akan dilakukan evaluasi. Evaluasi penerapan tarif Pajak Penghasilan Jasa Konstruksi dalam beleid ini akan dievaluasi setelah 3 tahun sejak diundangkan oleh Menteri Keuangan. Dalam evaluasi PP 9/2022 nantinya tidak menutup kemungkinan penghasilan dari usaha jasa konstruksi dapat dikenakan tarif umum yakni tarif PPh Pasal 17 UU PPh. Read the full article
0 notes
Text
Jenis-Jenis Kredit Pajak : Pajaknesia.id
Jenis-Jenis Kredit Pajak
Jenis-Jenis Kredit Pajak (Pajaknesia.id)
Pengertian PPh Badan dan Wajib Pajak Badan Pajak Penghasilan Badan (PPhB) atau PPh Badan merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan suatu perusahaan. Sedangkan Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang atau kelompok yang tergabung dan bekerjasama dalam bentuk modal yang melakukan kegiatan usaha maupun tidak melakukan usaha yang diwajibkan dalam ketentuan perpajakan. Hak Wajib Pajak Badan - Hak mengajukan restitusi kelebihan pembayaran pajak - Hak mendapat perlindungan kerahasiaan data - Hak memperoleh pengembalian pendahuluan kebijakan pembayaran pajak - Hak mendapatkan fasilitas pajak Ditanggung Pemerintah (DTP) - Hak peroleh insentif perpajakan Kewajiban Wajib Pajak Badan - Kewajiban mendaftarkan diri sebagai wajib pajak sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan - Wajib membayar kewajiban pajaknya - Kewajiban melaporkan pajaknya - Kewajiban berlaku kooperatif apabila dilakukan pemeriksaan pajak Jenis-Jenis Kewajiban PPh Badan - Pajak Penghasilan Pasal 21 PPh Pasal 21 mengatur mengenai pemotongan dari hasil pekerjaan jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak atau karyawan Anda, dan harus dibayarkan setiap bulannya. Perusahaan melakukan pemotongan langsung atas penghasilan para karyawan untuk selanjutnya disetorkan ke kas negara melalui bank persepsi. - Pajak Penghasilan Pasal 22 PPh 22 adalah pajak penghasilan yang mengatur atas pemungutan pajak dari Wajib Pajak yang dibebankan pada badan usaha tertentu karena melakukan aktivitas perdagangan terkait dengan ekspor, impor, maupun re-impor. - Pajak Penghasilan Pasal 23 Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak yang mengatur atas pemotongan pajak yang dilakukan oleh pemungut pajak dari Wajib Pajak ketika terjadi transaksi yang merujuk pada: - Transaksi dividen atau pembagian keuntungan saham - Royalti, bunga, hadiah dan penghargaan - sewa, dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan aset selain tanah dan transfer bangunan atau jasa. - Pajak Penghasilan Pasal 25 Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah pajak yang mengatur atas angsuran pajak yang berasal dari jumlah pajak penghasilan terutang menurut SPT PPh dikurangi PPh yang telah dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan boleh dikreditkan. Tarif PPh 25 kemudian terbagi menjadi tiga klasifikasi berdasarkan tingkat brutonya. - Pajak Penghasilan Pasal 26 Pajak Penghasilan Pasal 26 mengatur pajak yang dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia dan diterima Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. - Pajak Penghasilan Pasal 29 Pajak Penghasilan Pasal 29 mengatur atas jumlah pajak terutang suatu perusahaan dalam satu tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit pajak yang telah dipotong oleh pihak lain, serta telah disetorkan. Maka nilai lebih pajak terutang tersebut harus dibayarkan sebelum SPT PPh Badan dilaporkan. - Pajak Penghasilan Pasal 15 PPh Pasal 15 adalah pajak yang mengatur atas laporan pajak yang berhubungan dengan Norma Perhitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, termasuk Wajib Pajak Badan yang bergerak pada: - Sektor pelayaran atau penerbangan internasional - Perusahaan asuransi luar negeri - Pengeboran minyak, gas dan geothermal - Perusahaan dagang asing - Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangunan serah guna. - Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2) Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2) mengatur pajak yang dipungut dari penghasilan yang dipotong dari: - Bunga deposito dan tabungan lainnya - Bunga obligasi dan surat utang negara - Bunga simpanan yang dibayarkan koperasi - Hadiah undian - Transaksi saham dan sekuritas lainnya - Serta transaksi lain sebagaimana diatur dalam peraturan yang ditetapkan. - Pajak Pertambahan Nilai PPN adalah merupakan pajak yang dibebankan untuk transaksi atas Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Nilai PPN biasanya ditambahkan pada harga pokok barang atau jasa yang diperjualbelikan tersebut. - Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan atas barang atau produk yang dianggap bukan sebagai barang kebutuhan pokok. Barang tersebut biasanya dikonsumsi oleh masyarakat kalangan tertentu yang pada umumnya merupakan masyarakat berpenghasilan tinggi. Dalam menyetorkan pajak terutang, wajib pajak badan dapat terlebih dahulu menghitung kredit pajak untuk dikreditkan. Apa itu kredit pajak dan bagaimana cara menghitung kredit pajak? Simak penjelasan di bawah ini… Apa Yang Dimaksud Dengan Kredit Pajak? Kredit pajak adalah jumlah pembayaran pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak, setelah ditambah dengan pajak yang dipungut oleh pihak lain dan dikurangkan dari seluruh pajak terutang, termasuk apabila ada jumlah pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri. Dalam setiap tahunnya, wajib pajak harus membayar pajak terutang yang terhitung pada periode tahun pajak. Pembayaran pajak terutang itu akan dilakukan melalui pembayaran pajak oleh Wajib Pajak atau melalui pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak berwenang. Dari pajak-pajak yang dibayarkan, Wajib Pajak dapat mengkreditkan beberapa jenis pajak yang telah dipungut untuk mengurangi jumlah pajak terutang pada akhir tahun. Jenis-Jenis Kredit Pajak Kredit pajak tidak terbatas pada satu jenis pajak saja. Tetapi ada beberapa jenis pajak yang dapat dikreditkan. Berikut adalah jenis-jenis kredit pajak: - Pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan sesuai ketentuan dalam Pasal 21. - Pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha sesuai ketentuan dalam Pasal 22. - Pemotongan pajak atas penghasilan berupa bunga, dividen, royalti, sewa, dan imbalan lain sesuai ketentuan dalam Pasal 23. - Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai ketentuan dalam Pasal 24. - Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri untuk tahun pajak terkait sesuai ketentuan dalam Pasal 25. - Pemotongan pajak atas penghasilan sesuai ketentuan dalam Pasal 26 Ayat 5. Ketentuan Pengembalian Kelebihan Pajak Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak yang dibayarkan, maka kelebihan pembayaran pajak dapat dikembalikan atau diperhitungkan dengan utang pajak lainnya. Sedangkan segala bentuk penghasilan yang sudah dikenakan pajak yang bersifat final, tidak boleh diperlakukan sebagai kredit pajak. Kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya. Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk mengadakan pemeriksaan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak. Namun, terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum dilakukan pengembalian pajak di antaranya: - Keabsahan bukti pungutan, bukti potongan, dan bukti pembayaran pajak oleh wajib pajak sendiri untuk tahun pajak yang bersangkutan. - Kebenaran materiil tentang besaran pajak penghasilan terutang. Oleh karena itu, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang berhak untuk mengadakan pemeriksaan atas laporan keuangan dan catatan lain yang berkaitan dengan penentuan besarnya pajak penghasilan terutang. Kelebihan pembayaran pajak merupakan hak wajib pajak dan harus dikembalikan kepada wajib pajak sebagai restitusi. Sedangkan kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum SPT Pajak Penghasilan disampaikan, paling lambat ketika batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan. Cara Menghitung Kredit Pajak - Pada tahun 2018 PT ABC memiliki PPh Terutang sebesar Rp 3.487.000.000. Data Kredit pajak PT ABC selama tahun 2018 adalah sebagai berikut: - Angsuran PPh pasal 25 setiap bulan Rp 100.000.000 - PPh pasal 21 atas tunjangan pajak karyawan Rp 900.000.000 - PPh pasal 22 atas impor mesin ATM Rp 1.400.000.000 - PPh pasal 23 atas sewa dan jasa sesuai bukti potong sebesar Rp 150.000.000 Berdasarkan data tersebut, berapa kredit pajak PT ABC untuk tahun 2018? Berapa PPh Kurang/Lebih Bayar dari PT ABC? Jawab : - Kredit Pajak: - PPh pasal 21 atas tunjangan pajak karyawan = Rp 900.000.000 - PPh pasal 22 atas impor mesin ATM = Rp 1.400.000.000 - PPh pasal 23 atas sewa dan jasa sesuai bukti potong sebesar = Rp 150.000.000 - Angsuran PPh pasal 25 (12 bulan) = Rp 1.200.000.000 - Total Kredit Pajak = Rp 3.650.000.000 - PPh Lebih Bayar: PPh Terutang - Total Kredit Pajak Rp 3.487.000.000 - Rp 3.650.000.000 = Rp 163.000.000 - Maka, total kredit pajak PT ABC untuk tahun 2018 adalah sebesar Rp 3.650.000.000 dan PPh lebih Bayarnya adalah sebesar Rp 163.000.000 - Pada tahun 2019 PT JKL memiliki PPh Terutang sebesar Rp 348.700.000. Data Kredit pajak PT JKL selama tahun 2019 adalah sebagai berikut: - Pemotongan PPh Pasal 21 Rp 50.000.000 - Pemotongan PPh Pasal 22 Rp 50.000.000 - Pemotongan pajak dari modal (PPh Pasal 23) Rp 100.000.000 - Kredit Pajak Luar Negeri (PPh Pasal 24) Rp 5.000.000 - Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Rp 15.000.000 Berdasarkan data tersebut, berapa kredit pajak PT JKL untuk tahun 2019? Berapa PPh Kurang/Lebih Bayar dari PT JKL? Jawab : - Kredit Pajak: - Pemotongan PPh Pasal 21= Rp 50.000.000 - Pemotongan PPh Pasal 22 = Rp 50.000.000 - Pemotongan pajak dari modal (PPh Pasal 23) = Rp 100.000.000 - Kredit Pajak Luar Negeri (PPh Pasal 24) = Rp 5.000.000 - Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak = Rp 15.000.000 - Total Kredit Pajak = Rp 220.000.000 - PPh Kurang Bayar: PPh Terutang - Total Kredit Pajak Rp 348.700.000 - Rp 220.000.000 = Rp 128.700.000 - Maka, total kredit pajak PT ABC untuk tahun 2018 adalah sebesar Rp 348.700.000 dan PPh kurang Bayarnya adalah sebesar Rp 128.700.000 Penulis : Team Izinesia Read the full article
0 notes
Text
Kredit Pajak Luar Negeri : Pajaknesia.id
Tarif Terbaru Pajak Konstruksi
Tarif Terbaru Pajak Konstruksi (Pajaknesia.id)
Pengertian dan Jenis-Jenis PPh Final PPh Final berarti pajak yang sudah selesai atau dikenakan langsung saat Wajib Pajak menerima penghasilan. Sehingga wjib pajak akan terbebas dari kewajiban perpajakannya setelah melunasi PPh Final Terutang. Berikut ini adalah jenis-jenis PPh Final: - Pasal 4 ayat (2) Terdapat 5 pengelompokan penghasilan yang termasuk ke dalam PPh Final sesuai Pasal 4 ayat (2), yaitu: - Penghasilan berupa Bunga Deposito dan Tabungan lainnya, Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara (SUN), dan Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. - Penghasilan dalam bentuk Hadiah Undian. - Penghasilan dari Transaksi Saham dan Sekuritas lainnya, Transaksi Derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. - Penghasilan dari Transaksi Pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan, Usaha Jasa Konstruksi, Usaha Real Estate, dan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. - Penghasilan Tertentu lainnya. - Pasal 15 Pajak Penghasilan Final berdasarkan Pasal 15 UU Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983 ini artinya PPh Final digunakan pada pengenaan pajak penghasilan netto yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus. Norma Penghitungan Khusus digunakan untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan Pasal 16. Tarif PPh Final sesuai Pasal 15 UU PPh ini diatur dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 dan PP No. 23 Tahun 2018 yakni tarif 0,5% dari omzet bruto. - Pasal 17 ayat (2c) Merujuk pada Pasal 17 ayat (2c) UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, tarif pajak penghasilan bersifat final yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri paling tinggi sebesar 10% dan bersifat final. - Pasal 19 Pajak pasal 19 merupakan pajak yang dipungut atas penilaian aset tetap yang ketika dinilai kembali terdapat selisih untung dan/atau harga beli untuk saat ini jauh lebih murah dibandingkan nilai pasarannya. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga, maka akan dikenakan PPh pasal 19 ini. Tariff untuk PPh pasal 19 ini adalah sebesar 10% dari nilai selisih asset yang direvaluasi. - Pasal 21 Pajak Penghasilan Final ini merupakan pajak yang dipotong/dipungut atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. - Tarif Pajak Penghasilan Final Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus Sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat Final. - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Pesangon adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 = 5% - Penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 = 15% - Penghasilan bruto di atas Rp 500.000 = 25% - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 = 5% - Tarif PPh Final Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima PNS atas Bebas APBN/APBD Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010, penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain yang diterima PNS atas bebas dari APBN atau APBD dikenakan Pajak Penghasilan Final. Tarif Pajak Penghasilan Final atas honorarium ini ditentukan berdasarkan golongan atau tingkat jabatannya, yaitu: - Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan POLRI, Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya adalah = 0% - Golongan III, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Pratama, dan pensiunannya adalah = 5% - Pejabat negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan pensiunannya adalah = 15% - Pasal 22 Pajak Penghasilan Final yang dikenakan sesuai Pasal 22 UU PPh ini dilakukan terhadap kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. - Pasal 26 Sedangkan PPh Final berdasarkan Pasal 26 UU PPh ini adalah pajak bersifat final yang dikenakan pada Wajib Pajak luar negeri atau Badan Usaha Tetap (BUT) atas Dividen, Bunga, Royalti, Imbalan, Hadiah, Pensiun, Premi swap, dan keuntungan karena pembebasan utang. - PPh Final UMKM Pajak Penghasilan Final PP 23/2018 ini dikenakan pada UMKM dengan omzet bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000 setahun. Tarif Pajak Penghasilan Final UMKM sesuai PP 23 Tahun 2018 yang kini diperbarui ketentuannya dalam PP Nomor 55 Tahun 2022 adalah 0,5% dari peredaran bruto. Tarif Terbaru PPh Pasal 4 ayat 2 Jasa Konstruksi ketentuan terbaru mengenai pengenaan PPh Jasa Konstruksi Pasal 4 ayat 2 diatur dalam PP 9/2022. Pengenaan tarif PPh Jasa Konstruksi sebagaimana diatur dalam beleid tersebut dapat diterapkan apabila pemenuhan persyaratan pengusaha jasa konstruksi telah mendapatkan izin usaha atau sertifikasi jasa konstruksi (Sertifikat Badan Usaha – SBU) dari lembaga berwenang (misalnya LPJK) bagi badan usaha. Sedangkan bagi usaha orang perorangan pada usaha jasa konstruksi ini harus disertai Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Namun dalam pelaksanaan PP 9 Tahun 2022 ini nantinya akan dilakukan evaluasi. Evaluasi penerapan tarif Pajak Penghasilan Jasa Konstruksi dalam beleid ini akan dievaluasi setelah 3 tahun sejak diundangkan oleh Menteri Keuangan. Dalam evaluasi PP 9/2022 nantinya tidak menutup kemungkinan penghasilan dari usaha jasa konstruksi dapat dikenakan tarif umum yakni tarif PPh Pasal 17 UU PPh. Read the full article
0 notes
Text
Kredit Pajak : Pajaknesia.id
Tarif Terbaru Pajak Konstruksi
Tarif Terbaru Pajak Konstruksi (Pajaknesia.id)
Pengertian dan Jenis-Jenis PPh Final PPh Final berarti pajak yang sudah selesai atau dikenakan langsung saat Wajib Pajak menerima penghasilan. Sehingga wjib pajak akan terbebas dari kewajiban perpajakannya setelah melunasi PPh Final Terutang. Berikut ini adalah jenis-jenis PPh Final: - Pasal 4 ayat (2) Terdapat 5 pengelompokan penghasilan yang termasuk ke dalam PPh Final sesuai Pasal 4 ayat (2), yaitu: - Penghasilan berupa Bunga Deposito dan Tabungan lainnya, Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara (SUN), dan Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. - Penghasilan dalam bentuk Hadiah Undian. - Penghasilan dari Transaksi Saham dan Sekuritas lainnya, Transaksi Derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. - Penghasilan dari Transaksi Pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan, Usaha Jasa Konstruksi, Usaha Real Estate, dan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. - Penghasilan Tertentu lainnya. - Pasal 15 Pajak Penghasilan Final berdasarkan Pasal 15 UU Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983 ini artinya PPh Final digunakan pada pengenaan pajak penghasilan netto yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus. Norma Penghitungan Khusus digunakan untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan Pasal 16. Tarif PPh Final sesuai Pasal 15 UU PPh ini diatur dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 dan PP No. 23 Tahun 2018 yakni tarif 0,5% dari omzet bruto. - Pasal 17 ayat (2c) Merujuk pada Pasal 17 ayat (2c) UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, tarif pajak penghasilan bersifat final yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri paling tinggi sebesar 10% dan bersifat final. - Pasal 19 Pajak pasal 19 merupakan pajak yang dipungut atas penilaian aset tetap yang ketika dinilai kembali terdapat selisih untung dan/atau harga beli untuk saat ini jauh lebih murah dibandingkan nilai pasarannya. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga, maka akan dikenakan PPh pasal 19 ini. Tariff untuk PPh pasal 19 ini adalah sebesar 10% dari nilai selisih asset yang direvaluasi. - Pasal 21 Pajak Penghasilan Final ini merupakan pajak yang dipotong/dipungut atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. - Tarif Pajak Penghasilan Final Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus Sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat Final. - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Pesangon adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 = 5% - Penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 = 15% - Penghasilan bruto di atas Rp 500.000 = 25% - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 = 5% - Tarif PPh Final Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima PNS atas Bebas APBN/APBD Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010, penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain yang diterima PNS atas bebas dari APBN atau APBD dikenakan Pajak Penghasilan Final. Tarif Pajak Penghasilan Final atas honorarium ini ditentukan berdasarkan golongan atau tingkat jabatannya, yaitu: - Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan POLRI, Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya adalah = 0% - Golongan III, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Pratama, dan pensiunannya adalah = 5% - Pejabat negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan pensiunannya adalah = 15% - Pasal 22 Pajak Penghasilan Final yang dikenakan sesuai Pasal 22 UU PPh ini dilakukan terhadap kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. - Pasal 26 Sedangkan PPh Final berdasarkan Pasal 26 UU PPh ini adalah pajak bersifat final yang dikenakan pada Wajib Pajak luar negeri atau Badan Usaha Tetap (BUT) atas Dividen, Bunga, Royalti, Imbalan, Hadiah, Pensiun, Premi swap, dan keuntungan karena pembebasan utang. - PPh Final UMKM Pajak Penghasilan Final PP 23/2018 ini dikenakan pada UMKM dengan omzet bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000 setahun. Tarif Pajak Penghasilan Final UMKM sesuai PP 23 Tahun 2018 yang kini diperbarui ketentuannya dalam PP Nomor 55 Tahun 2022 adalah 0,5% dari peredaran bruto. Tarif Terbaru PPh Pasal 4 ayat 2 Jasa Konstruksi ketentuan terbaru mengenai pengenaan PPh Jasa Konstruksi Pasal 4 ayat 2 diatur dalam PP 9/2022. Pengenaan tarif PPh Jasa Konstruksi sebagaimana diatur dalam beleid tersebut dapat diterapkan apabila pemenuhan persyaratan pengusaha jasa konstruksi telah mendapatkan izin usaha atau sertifikasi jasa konstruksi (Sertifikat Badan Usaha – SBU) dari lembaga berwenang (misalnya LPJK) bagi badan usaha. Sedangkan bagi usaha orang perorangan pada usaha jasa konstruksi ini harus disertai Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Namun dalam pelaksanaan PP 9 Tahun 2022 ini nantinya akan dilakukan evaluasi. Evaluasi penerapan tarif Pajak Penghasilan Jasa Konstruksi dalam beleid ini akan dievaluasi setelah 3 tahun sejak diundangkan oleh Menteri Keuangan. Dalam evaluasi PP 9/2022 nantinya tidak menutup kemungkinan penghasilan dari usaha jasa konstruksi dapat dikenakan tarif umum yakni tarif PPh Pasal 17 UU PPh. Read the full article
0 notes
Text
Subjek Pajak Badan : Pajaknesia.id
Tarif Terbaru Pajak Konstruksi
Tarif Terbaru Pajak Konstruksi (Pajaknesia.id)
Pengertian dan Jenis-Jenis PPh Final PPh Final berarti pajak yang sudah selesai atau dikenakan langsung saat Wajib Pajak menerima penghasilan. Sehingga wjib pajak akan terbebas dari kewajiban perpajakannya setelah melunasi PPh Final Terutang. Berikut ini adalah jenis-jenis PPh Final: - Pasal 4 ayat (2) Terdapat 5 pengelompokan penghasilan yang termasuk ke dalam PPh Final sesuai Pasal 4 ayat (2), yaitu: - Penghasilan berupa Bunga Deposito dan Tabungan lainnya, Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara (SUN), dan Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. - Penghasilan dalam bentuk Hadiah Undian. - Penghasilan dari Transaksi Saham dan Sekuritas lainnya, Transaksi Derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. - Penghasilan dari Transaksi Pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan, Usaha Jasa Konstruksi, Usaha Real Estate, dan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. - Penghasilan Tertentu lainnya. - Pasal 15 Pajak Penghasilan Final berdasarkan Pasal 15 UU Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983 ini artinya PPh Final digunakan pada pengenaan pajak penghasilan netto yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus. Norma Penghitungan Khusus digunakan untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan Pasal 16. Tarif PPh Final sesuai Pasal 15 UU PPh ini diatur dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 dan PP No. 23 Tahun 2018 yakni tarif 0,5% dari omzet bruto. - Pasal 17 ayat (2c) Merujuk pada Pasal 17 ayat (2c) UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, tarif pajak penghasilan bersifat final yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri paling tinggi sebesar 10% dan bersifat final. - Pasal 19 Pajak pasal 19 merupakan pajak yang dipungut atas penilaian aset tetap yang ketika dinilai kembali terdapat selisih untung dan/atau harga beli untuk saat ini jauh lebih murah dibandingkan nilai pasarannya. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga, maka akan dikenakan PPh pasal 19 ini. Tariff untuk PPh pasal 19 ini adalah sebesar 10% dari nilai selisih asset yang direvaluasi. - Pasal 21 Pajak Penghasilan Final ini merupakan pajak yang dipotong/dipungut atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. - Tarif Pajak Penghasilan Final Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus Sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat Final. - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Pesangon adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 = 5% - Penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 = 15% - Penghasilan bruto di atas Rp 500.000 = 25% - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 = 5% - Tarif PPh Final Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima PNS atas Bebas APBN/APBD Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010, penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain yang diterima PNS atas bebas dari APBN atau APBD dikenakan Pajak Penghasilan Final. Tarif Pajak Penghasilan Final atas honorarium ini ditentukan berdasarkan golongan atau tingkat jabatannya, yaitu: - Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan POLRI, Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya adalah = 0% - Golongan III, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Pratama, dan pensiunannya adalah = 5% - Pejabat negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan pensiunannya adalah = 15% - Pasal 22 Pajak Penghasilan Final yang dikenakan sesuai Pasal 22 UU PPh ini dilakukan terhadap kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. - Pasal 26 Sedangkan PPh Final berdasarkan Pasal 26 UU PPh ini adalah pajak bersifat final yang dikenakan pada Wajib Pajak luar negeri atau Badan Usaha Tetap (BUT) atas Dividen, Bunga, Royalti, Imbalan, Hadiah, Pensiun, Premi swap, dan keuntungan karena pembebasan utang. - PPh Final UMKM Pajak Penghasilan Final PP 23/2018 ini dikenakan pada UMKM dengan omzet bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000 setahun. Tarif Pajak Penghasilan Final UMKM sesuai PP 23 Tahun 2018 yang kini diperbarui ketentuannya dalam PP Nomor 55 Tahun 2022 adalah 0,5% dari peredaran bruto. Tarif Terbaru PPh Pasal 4 ayat 2 Jasa Konstruksi ketentuan terbaru mengenai pengenaan PPh Jasa Konstruksi Pasal 4 ayat 2 diatur dalam PP 9/2022. Pengenaan tarif PPh Jasa Konstruksi sebagaimana diatur dalam beleid tersebut dapat diterapkan apabila pemenuhan persyaratan pengusaha jasa konstruksi telah mendapatkan izin usaha atau sertifikasi jasa konstruksi (Sertifikat Badan Usaha – SBU) dari lembaga berwenang (misalnya LPJK) bagi badan usaha. Sedangkan bagi usaha orang perorangan pada usaha jasa konstruksi ini harus disertai Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Namun dalam pelaksanaan PP 9 Tahun 2022 ini nantinya akan dilakukan evaluasi. Evaluasi penerapan tarif Pajak Penghasilan Jasa Konstruksi dalam beleid ini akan dievaluasi setelah 3 tahun sejak diundangkan oleh Menteri Keuangan. Dalam evaluasi PP 9/2022 nantinya tidak menutup kemungkinan penghasilan dari usaha jasa konstruksi dapat dikenakan tarif umum yakni tarif PPh Pasal 17 UU PPh. Read the full article
0 notes
Text
Pajak Konstruksi Final : Pajaknesia.id
Pajak Konstruksi Final
Pajak Konstruksi Final (Pajaknesia.id)
Pengertian dan Jenis-Jenis PPh Final PPh Final berarti pajak yang sudah selesai atau dikenakan langsung saat Wajib Pajak menerima penghasilan. Sehingga wjib pajak akan terbebas dari kewajiban perpajakannya setelah melunasi PPh Final Terutang. Berikut ini adalah jenis-jenis PPh Final: - Pasal 4 ayat (2) Terdapat 5 pengelompokan penghasilan yang termasuk ke dalam PPh Final sesuai Pasal 4 ayat (2), yaitu: - Penghasilan berupa Bunga Deposito dan Tabungan lainnya, Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara (SUN), dan Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. - Penghasilan dalam bentuk Hadiah Undian. - Penghasilan dari Transaksi Saham dan Sekuritas lainnya, Transaksi Derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. - Penghasilan dari Transaksi Pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan, Usaha Jasa Konstruksi, Usaha Real Estate, dan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. - Penghasilan Tertentu lainnya. - Pasal 15 Pajak Penghasilan Final berdasarkan Pasal 15 UU Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983 ini artinya PPh Final digunakan pada pengenaan pajak penghasilan netto yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus. Norma Penghitungan Khusus digunakan untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan Pasal 16. Tarif PPh Final sesuai Pasal 15 UU PPh ini diatur dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 dan PP No. 23 Tahun 2018 yakni tarif 0,5% dari omzet bruto. - Pasal 17 ayat (2c) Merujuk pada Pasal 17 ayat (2c) UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, tarif pajak penghasilan bersifat final yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri paling tinggi sebesar 10% dan bersifat final. - Pasal 19 Pajak pasal 19 merupakan pajak yang dipungut atas penilaian aset tetap yang ketika dinilai kembali terdapat selisih untung dan/atau harga beli untuk saat ini jauh lebih murah dibandingkan nilai pasarannya. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga, maka akan dikenakan PPh pasal 19 ini. Tariff untuk PPh pasal 19 ini adalah sebesar 10% dari nilai selisih asset yang direvaluasi. - Pasal 21 Pajak Penghasilan Final ini merupakan pajak yang dipotong/dipungut atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. - Tarif Pajak Penghasilan Final Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus Sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat Final. - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Pesangon adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 = 5% - Penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 = 15% - Penghasilan bruto di atas Rp 500.000 = 25% - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 = 5% - Tarif PPh Final Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima PNS atas Bebas APBN/APBD Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010, penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain yang diterima PNS atas bebas dari APBN atau APBD dikenakan Pajak Penghasilan Final. Tarif Pajak Penghasilan Final atas honorarium ini ditentukan berdasarkan golongan atau tingkat jabatannya, yaitu: - Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan POLRI, Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya adalah = 0% - Golongan III, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Pratama, dan pensiunannya adalah = 5% - Pejabat negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan pensiunannya adalah = 15% - Pasal 22 Pajak Penghasilan Final yang dikenakan sesuai Pasal 22 UU PPh ini dilakukan terhadap kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. - Pasal 26 Sedangkan PPh Final berdasarkan Pasal 26 UU PPh ini adalah pajak bersifat final yang dikenakan pada Wajib Pajak luar negeri atau Badan Usaha Tetap (BUT) atas Dividen, Bunga, Royalti, Imbalan, Hadiah, Pensiun, Premi swap, dan keuntungan karena pembebasan utang. - PPh Final UMKM Pajak Penghasilan Final PP 23/2018 ini dikenakan pada UMKM dengan omzet bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000 setahun. Tarif Pajak Penghasilan Final UMKM sesuai PP 23 Tahun 2018 yang kini diperbarui ketentuannya dalam PP Nomor 55 Tahun 2022 adalah 0,5% dari peredaran bruto. Tarif Terbaru PPh Pasal 4 ayat 2 Jasa Konstruksi ketentuan terbaru mengenai pengenaan PPh Jasa Konstruksi Pasal 4 ayat 2 diatur dalam PP 9/2022. Pengenaan tarif PPh Jasa Konstruksi sebagaimana diatur dalam beleid tersebut dapat diterapkan apabila pemenuhan persyaratan pengusaha jasa konstruksi telah mendapatkan izin usaha atau sertifikasi jasa konstruksi (Sertifikat Badan Usaha – SBU) dari lembaga berwenang (misalnya LPJK) bagi badan usaha. Sedangkan bagi usaha orang perorangan pada usaha jasa konstruksi ini harus disertai Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Namun dalam pelaksanaan PP 9 Tahun 2022 ini nantinya akan dilakukan evaluasi. Evaluasi penerapan tarif Pajak Penghasilan Jasa Konstruksi dalam beleid ini akan dievaluasi setelah 3 tahun sejak diundangkan oleh Menteri Keuangan. Dalam evaluasi PP 9/2022 nantinya tidak menutup kemungkinan penghasilan dari usaha jasa konstruksi dapat dikenakan tarif umum yakni tarif PPh Pasal 17 UU PPh. Read the full article
0 notes
Text
Pajak Konstruksi : Pajaknesia.id
Cara Menghitung Pajak Konstruksi
Cara Menghitung Pajak Konstruksi (Jasa Konsultan pajak) Pajaknesia.id
Pengertian dan Jenis-Jenis PPh Final PPh Final berarti pajak yang sudah selesai atau dikenakan langsung saat Wajib Pajak menerima penghasilan. Sehingga wjib pajak akan terbebas dari kewajiban perpajakannya setelah melunasi PPh Final Terutang. Berikut ini adalah jenis-jenis PPh Final: - Pasal 4 ayat (2) Terdapat 5 pengelompokan penghasilan yang termasuk ke dalam PPh Final sesuai Pasal 4 ayat (2), yaitu: - Penghasilan berupa Bunga Deposito dan Tabungan lainnya, Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara (SUN), dan Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. - Penghasilan dalam bentuk Hadiah Undian. - Penghasilan dari Transaksi Saham dan Sekuritas lainnya, Transaksi Derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. - Penghasilan dari Transaksi Pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan, Usaha Jasa Konstruksi, Usaha Real Estate, dan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. - Penghasilan Tertentu lainnya. - Pasal 15 Pajak Penghasilan Final berdasarkan Pasal 15 UU Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983 ini artinya PPh Final digunakan pada pengenaan pajak penghasilan netto yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus. Norma Penghitungan Khusus digunakan untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan Pasal 16. Tarif PPh Final sesuai Pasal 15 UU PPh ini diatur dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 dan PP No. 23 Tahun 2018 yakni tarif 0,5% dari omzet bruto. - Pasal 17 ayat (2c) Merujuk pada Pasal 17 ayat (2c) UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, tarif pajak penghasilan bersifat final yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri paling tinggi sebesar 10% dan bersifat final. - Pasal 19 Pajak pasal 19 merupakan pajak yang dipungut atas penilaian aset tetap yang ketika dinilai kembali terdapat selisih untung dan/atau harga beli untuk saat ini jauh lebih murah dibandingkan nilai pasarannya. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga, maka akan dikenakan PPh pasal 19 ini. Tariff untuk PPh pasal 19 ini adalah sebesar 10% dari nilai selisih asset yang direvaluasi. - Pasal 21 Pajak Penghasilan Final ini merupakan pajak yang dipotong/dipungut atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. - Tarif Pajak Penghasilan Final Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus Sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat Final. - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Pesangon adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 = 5% - Penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 = 15% - Penghasilan bruto di atas Rp 500.000 = 25% - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 = 5% - Tarif PPh Final Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima PNS atas Bebas APBN/APBD Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010, penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain yang diterima PNS atas bebas dari APBN atau APBD dikenakan Pajak Penghasilan Final. Tarif Pajak Penghasilan Final atas honorarium ini ditentukan berdasarkan golongan atau tingkat jabatannya, yaitu: - Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan POLRI, Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya adalah = 0% - Golongan III, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Pratama, dan pensiunannya adalah = 5% - Pejabat negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan pensiunannya adalah = 15% - Pasal 22 Pajak Penghasilan Final yang dikenakan sesuai Pasal 22 UU PPh ini dilakukan terhadap kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. - Pasal 26 Sedangkan PPh Final berdasarkan Pasal 26 UU PPh ini adalah pajak bersifat final yang dikenakan pada Wajib Pajak luar negeri atau Badan Usaha Tetap (BUT) atas Dividen, Bunga, Royalti, Imbalan, Hadiah, Pensiun, Premi swap, dan keuntungan karena pembebasan utang. - PPh Final UMKM Pajak Penghasilan Final PP 23/2018 ini dikenakan pada UMKM dengan omzet bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000 setahun. Tarif Pajak Penghasilan Final UMKM sesuai PP 23 Tahun 2018 yang kini diperbarui ketentuannya dalam PP Nomor 55 Tahun 2022 adalah 0,5% dari peredaran bruto. Tarif Terbaru PPh Pasal 4 ayat 2 Jasa Konstruksi ketentuan terbaru mengenai pengenaan PPh Jasa Konstruksi Pasal 4 ayat 2 diatur dalam PP 9/2022. Pengenaan tarif PPh Jasa Konstruksi sebagaimana diatur dalam beleid tersebut dapat diterapkan apabila pemenuhan persyaratan pengusaha jasa konstruksi telah mendapatkan izin usaha atau sertifikasi jasa konstruksi (Sertifikat Badan Usaha – SBU) dari lembaga berwenang (misalnya LPJK) bagi badan usaha. Sedangkan bagi usaha orang perorangan pada usaha jasa konstruksi ini harus disertai Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Namun dalam pelaksanaan PP 9 Tahun 2022 ini nantinya akan dilakukan evaluasi. Evaluasi penerapan tarif Pajak Penghasilan Jasa Konstruksi dalam beleid ini akan dievaluasi setelah 3 tahun sejak diundangkan oleh Menteri Keuangan. Dalam evaluasi PP 9/2022 nantinya tidak menutup kemungkinan penghasilan dari usaha jasa konstruksi dapat dikenakan tarif umum yakni tarif PPh Pasal 17 UU PPh. Read the full article
0 notes
Text
Tarif Terbaru Pajak Konstruksi : Pajaknesia.id
Tarif Terbaru Pajak Konstruksi
Tarif Terbaru Pajak Konstruksi (Pajaknesia.id)
Pengertian dan Jenis-Jenis PPh Final PPh Final berarti pajak yang sudah selesai atau dikenakan langsung saat Wajib Pajak menerima penghasilan. Sehingga wjib pajak akan terbebas dari kewajiban perpajakannya setelah melunasi PPh Final Terutang. Berikut ini adalah jenis-jenis PPh Final: - Pasal 4 ayat (2) Terdapat 5 pengelompokan penghasilan yang termasuk ke dalam PPh Final sesuai Pasal 4 ayat (2), yaitu: - Penghasilan berupa Bunga Deposito dan Tabungan lainnya, Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara (SUN), dan Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. - Penghasilan dalam bentuk Hadiah Undian. - Penghasilan dari Transaksi Saham dan Sekuritas lainnya, Transaksi Derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. - Penghasilan dari Transaksi Pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan, Usaha Jasa Konstruksi, Usaha Real Estate, dan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. - Penghasilan Tertentu lainnya. - Pasal 15 Pajak Penghasilan Final berdasarkan Pasal 15 UU Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983 ini artinya PPh Final digunakan pada pengenaan pajak penghasilan netto yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus. Norma Penghitungan Khusus digunakan untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan Pasal 16. Tarif PPh Final sesuai Pasal 15 UU PPh ini diatur dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 dan PP No. 23 Tahun 2018 yakni tarif 0,5% dari omzet bruto. - Pasal 17 ayat (2c) Merujuk pada Pasal 17 ayat (2c) UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, tarif pajak penghasilan bersifat final yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri paling tinggi sebesar 10% dan bersifat final. - Pasal 19 Pajak pasal 19 merupakan pajak yang dipungut atas penilaian aset tetap yang ketika dinilai kembali terdapat selisih untung dan/atau harga beli untuk saat ini jauh lebih murah dibandingkan nilai pasarannya. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga, maka akan dikenakan PPh pasal 19 ini. Tariff untuk PPh pasal 19 ini adalah sebesar 10% dari nilai selisih asset yang direvaluasi. - Pasal 21 Pajak Penghasilan Final ini merupakan pajak yang dipotong/dipungut atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. - Tarif Pajak Penghasilan Final Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus Sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat Final. - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Pesangon adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 = 5% - Penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 = 15% - Penghasilan bruto di atas Rp 500.000 = 25% - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000��= 5% - Tarif PPh Final Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima PNS atas Bebas APBN/APBD Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010, penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain yang diterima PNS atas bebas dari APBN atau APBD dikenakan Pajak Penghasilan Final. Tarif Pajak Penghasilan Final atas honorarium ini ditentukan berdasarkan golongan atau tingkat jabatannya, yaitu: - Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan POLRI, Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya adalah = 0% - Golongan III, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Pratama, dan pensiunannya adalah = 5% - Pejabat negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan pensiunannya adalah = 15% - Pasal 22 Pajak Penghasilan Final yang dikenakan sesuai Pasal 22 UU PPh ini dilakukan terhadap kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. - Pasal 26 Sedangkan PPh Final berdasarkan Pasal 26 UU PPh ini adalah pajak bersifat final yang dikenakan pada Wajib Pajak luar negeri atau Badan Usaha Tetap (BUT) atas Dividen, Bunga, Royalti, Imbalan, Hadiah, Pensiun, Premi swap, dan keuntungan karena pembebasan utang. - PPh Final UMKM Pajak Penghasilan Final PP 23/2018 ini dikenakan pada UMKM dengan omzet bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000 setahun. Tarif Pajak Penghasilan Final UMKM sesuai PP 23 Tahun 2018 yang kini diperbarui ketentuannya dalam PP Nomor 55 Tahun 2022 adalah 0,5% dari peredaran bruto. Tarif Terbaru PPh Pasal 4 ayat 2 Jasa Konstruksi ketentuan terbaru mengenai pengenaan PPh Jasa Konstruksi Pasal 4 ayat 2 diatur dalam PP 9/2022. Pengenaan tarif PPh Jasa Konstruksi sebagaimana diatur dalam beleid tersebut dapat diterapkan apabila pemenuhan persyaratan pengusaha jasa konstruksi telah mendapatkan izin usaha atau sertifikasi jasa konstruksi (Sertifikat Badan Usaha – SBU) dari lembaga berwenang (misalnya LPJK) bagi badan usaha. Sedangkan bagi usaha orang perorangan pada usaha jasa konstruksi ini harus disertai Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Namun dalam pelaksanaan PP 9 Tahun 2022 ini nantinya akan dilakukan evaluasi. Evaluasi penerapan tarif Pajak Penghasilan Jasa Konstruksi dalam beleid ini akan dievaluasi setelah 3 tahun sejak diundangkan oleh Menteri Keuangan. Dalam evaluasi PP 9/2022 nantinya tidak menutup kemungkinan penghasilan dari usaha jasa konstruksi dapat dikenakan tarif umum yakni tarif PPh Pasal 17 UU PPh. Read the full article
0 notes
Text
Cara Menghitung Pajak Konstruksi : Pajaknesia.id
Cara Menghitung Pajak Konstruksi
Cara Menghitung Pajak Konstruksi (Jasa Konsultan pajak) Pajaknesia.id
Pengertian dan Jenis-Jenis PPh Final PPh Final berarti pajak yang sudah selesai atau dikenakan langsung saat Wajib Pajak menerima penghasilan. Sehingga wjib pajak akan terbebas dari kewajiban perpajakannya setelah melunasi PPh Final Terutang. Berikut ini adalah jenis-jenis PPh Final: - Pasal 4 ayat (2) Terdapat 5 pengelompokan penghasilan yang termasuk ke dalam PPh Final sesuai Pasal 4 ayat (2), yaitu: - Penghasilan berupa Bunga Deposito dan Tabungan lainnya, Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara (SUN), dan Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. - Penghasilan dalam bentuk Hadiah Undian. - Penghasilan dari Transaksi Saham dan Sekuritas lainnya, Transaksi Derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. - Penghasilan dari Transaksi Pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan, Usaha Jasa Konstruksi, Usaha Real Estate, dan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. - Penghasilan Tertentu lainnya. - Pasal 15 Pajak Penghasilan Final berdasarkan Pasal 15 UU Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983 ini artinya PPh Final digunakan pada pengenaan pajak penghasilan netto yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus. Norma Penghitungan Khusus digunakan untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan Pasal 16. Tarif PPh Final sesuai Pasal 15 UU PPh ini diatur dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 dan PP No. 23 Tahun 2018 yakni tarif 0,5% dari omzet bruto. - Pasal 17 ayat (2c) Merujuk pada Pasal 17 ayat (2c) UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, tarif pajak penghasilan bersifat final yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri paling tinggi sebesar 10% dan bersifat final. - Pasal 19 Pajak pasal 19 merupakan pajak yang dipungut atas penilaian aset tetap yang ketika dinilai kembali terdapat selisih untung dan/atau harga beli untuk saat ini jauh lebih murah dibandingkan nilai pasarannya. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga, maka akan dikenakan PPh pasal 19 ini. Tariff untuk PPh pasal 19 ini adalah sebesar 10% dari nilai selisih asset yang direvaluasi. - Pasal 21 Pajak Penghasilan Final ini merupakan pajak yang dipotong/dipungut atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri. - Tarif Pajak Penghasilan Final Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus Sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat Final. - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Pesangon adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 = 5% - Penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 = 15% - Penghasilan bruto di atas Rp 500.000 = 25% - Tarif Pajak Penghasilan Final Pasal 21 atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua adalah: - Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 = 0% - Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 = 5% - Tarif PPh Final Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima PNS atas Bebas APBN/APBD Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010, penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain yang diterima PNS atas bebas dari APBN atau APBD dikenakan Pajak Penghasilan Final. Tarif Pajak Penghasilan Final atas honorarium ini ditentukan berdasarkan golongan atau tingkat jabatannya, yaitu: - Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan POLRI, Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya adalah = 0% - Golongan III, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Pratama, dan pensiunannya adalah = 5% - Pejabat negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan pensiunannya adalah = 15% - Pasal 22 Pajak Penghasilan Final yang dikenakan sesuai Pasal 22 UU PPh ini dilakukan terhadap kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. - Pasal 26 Sedangkan PPh Final berdasarkan Pasal 26 UU PPh ini adalah pajak bersifat final yang dikenakan pada Wajib Pajak luar negeri atau Badan Usaha Tetap (BUT) atas Dividen, Bunga, Royalti, Imbalan, Hadiah, Pensiun, Premi swap, dan keuntungan karena pembebasan utang. - PPh Final UMKM Pajak Penghasilan Final PP 23/2018 ini dikenakan pada UMKM dengan omzet bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000 setahun. Tarif Pajak Penghasilan Final UMKM sesuai PP 23 Tahun 2018 yang kini diperbarui ketentuannya dalam PP Nomor 55 Tahun 2022 adalah 0,5% dari peredaran bruto. Tarif Terbaru PPh Pasal 4 ayat 2 Jasa Konstruksi ketentuan terbaru mengenai pengenaan PPh Jasa Konstruksi Pasal 4 ayat 2 diatur dalam PP 9/2022. Pengenaan tarif PPh Jasa Konstruksi sebagaimana diatur dalam beleid tersebut dapat diterapkan apabila pemenuhan persyaratan pengusaha jasa konstruksi telah mendapatkan izin usaha atau sertifikasi jasa konstruksi (Sertifikat Badan Usaha – SBU) dari lembaga berwenang (misalnya LPJK) bagi badan usaha. Sedangkan bagi usaha orang perorangan pada usaha jasa konstruksi ini harus disertai Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Namun dalam pelaksanaan PP 9 Tahun 2022 ini nantinya akan dilakukan evaluasi. Evaluasi penerapan tarif Pajak Penghasilan Jasa Konstruksi dalam beleid ini akan dievaluasi setelah 3 tahun sejak diundangkan oleh Menteri Keuangan. Dalam evaluasi PP 9/2022 nantinya tidak menutup kemungkinan penghasilan dari usaha jasa konstruksi dapat dikenakan tarif umum yakni tarif PPh Pasal 17 UU PPh. Read the full article
0 notes
Text
Tarif Pajak Karyawan : Pajaknesia.id
Sanksi Tidak Lapor SPT Tahunan
Apa sih Sanski Tidak Lapor SPT Tahunan? Yuk Simak (Jasa Konsultan pajak) Pajaknesia.id
Sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), yakni Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan keempat dari UU PPh Nomor 7 Tahun 1983, pengertian PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Penghasilan yang dimaksud bisa berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain. Dalam system pemungutaan pajaknya, Indonesia menganut self assessment system. Dimana wajib pajak harus menghitung, menyetorkan, serta melaporkan pajaknya sendiri secara mandiri. Sebagai wajib pajak yang berstatus sebagai wajib pajak aktif atau efektif, maka wajib pajak tersebut masih memiliki kewajiban untuk membayar dan melaporkan pajaknya yang terutang. Dulu, pembayaran pajak dilakukan secara manual dengan menggunakan surat setoran pajak (STP). Surat Setoran Pajak(STP) ini merupakan bukti pembayaran pajak yang dilakukan wajib pajak menggunakan formulir atau melalui tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan seperti kantor pos, bank persepsi, dan tempat pembayaran lain yang ditunjuk Menteri Keuangan. Bulan Januari-Maret adalah waktu di mana semua pekerja atau warga negara yang memiliki penghasilan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) setiap tahunnya. Tak dipungkiri, tak sedikit yang merasa malas untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajaknya, dengan berbagai alasan salah satunya ribet. Dan bagi para pekerja, tak jarang berpikiran “kenapa juga harus melaporkan SPT Pajak, kan pajaknya sudah dibayar oleh kantor?” Nah, bagaimanapun juga ketentuan yang berlaku adalah Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan itu harus dilaporkan. Jika tidak, atau terlambat menyampaikan, maka sanksi pun sudah menanti. Bahkan Anda akan berurusan dengan hukum karena dinilai telah mengabaikan untuk memenuhi pelaporan tersebut. Jenis-Jenis Formulir Pelaporan Pajak - Formulir SPT Tahunan 1770 SS Jenis formulir ini digunakan untuk wajib pajak dengan penghasilan kotor kurang dari 60 juta rupiah dan hanya bekerja untuk satu perusahaan atau lembaga selama satu tahun terakhir. - Formulir SPT Tahunan 1770 S Formulir SPT 1770 S diisi oleh wajib pajak yang bekerja sebagai karyawan dengan penghasilan kotor lebih dari 60 juta rupiah untuk dua perusahaan. Kemudian lama waktu bekerja yang sudah dijalani adalah satu tahun. - Formulir SPT Tahunan 1770 Selanjutnya adalah formulir yang ditujukan untuk peserta wajib pajak dengan penghasilan lain atau penghasilan tambahan yang kurang dari 60 juta rupiah atau lebih dari 60 juta rupiah dalam satu tahun. Biasanya diperuntukkan untuk wajib pajak non pegawai. - Formulir SPT Tahunan 1771 Formulir terakhir ini adalah formulir bagi Wajib Pajak Badan dan hanya mempunyai satu jenis formulir. Berbeda dengan laporan SPT Tahunan pribadi yang bisa mempunyai lebih dari satu jenis formulir. Badan usaha atau perusahaan yang menggunakan formulir ini diantaranya adalah: - Perseroan Terbatas (PT) - Usaha Dagang (UD) - Commanditer Venture (CV) - Organisasi - Yayasan - Perkumpulan Lalu Apa Pentingnya Melaporkan SPT Pajak? Dari pengertiannya saja, Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan. Sehingga dengan jelas berapa kewajiban pajak yang seharusnya kita bayarkan dan laporkan ke negara. Nah, sebelum masuk dalam pembahasan apa saja sanksi bila tak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan, baiknya ketahui lebih dulu macam-macam kewajiban wajib pajak terkait dengan Surat Pemberitahuan (SPT) ini, yakni: - Melaporkan masa SPT Bulanan Pajak - Melaporkan masa SPT Tahunan Pajak (terdiri dari PPh Badan, PPh Orang Pribadi, PPh Pasal 21) - Pelunasan utang pajak yang tercantum dalam surat ketetapan pajak dan surat keputusan lainnya. Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Waktu pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh ada batasnya. Untuk itu, jangan sampai Anda terlambat atau bahkan tidak melaporkan SPT hanya karena lupa, atau lebih parah lagi bila tidak tahu. Berikut ini batas waktu pembayaran dan pelaporan untuk PPh 21 (Orang Pribadi) dan PPh 22 (Badan Usaha), yaitu: - Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi paling lama 3 bulan setelah batas akhir tahun pajak, yakni hingga 31 Maret - Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak, yakni30 April. Apa Sanksi Tidak Lapor SPT Tahunan Pajak? Berdasarkan ketentuan UU No 28/2007 perubahan ketiga atas UU No 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka ditetapkan bahwa sanksi yang terlambat atau tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilannya adalah sebagai berikut: - Seorang wajib pajak yang terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunan PPh 21 akan dikenakan denda sebesar Rp 100.000 - Bila wajib pajak Badan/Perusahaan terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunan PPh 22 akan dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000 - Sanksi administrasi untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilaisebesar Rp 500.000 - Denda untuk Surat Pemberitahuan Masa Lainnya sebesar Rp 100.000. Siapa Orang yang Tidak Kena Sanksi Denda Bila Tak Lapor SPT? Dari ketentuan yang ada, ternyata pemerintah memberikan kemudahan khusus dengan tidak memberikan sanksi administrasi berupa denda bila wajib pajak terlambat atau tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh, yakni: - Orang yang sudah meninggal - Orang yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan - Orang yang berstatus warga negara asing yang tidak lagi tinggal di Indonesia - Bentuk usaha tetap yang tidak lagi melakukan kegiatannya di Indonesia - Perusahaan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tapi belum dibubarkan sesuai ketentuan berlaku - Orang yang mengalami musibah bencara, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuagan (PMK) - Orang yang dalam keadaan mengalami kerusuhan massal, kebakaran, ledakan bom atau aksi terorisme, perang antar suku, maupun kegagalan sistem computer administrasi penerimaan negara atau perpajakan Terdapat berbagai cara pelaporan yang dapat dilakukan, yaitu secara langsung melalui jasa ekspedisi atau pos dan lewat laman DJP online (e-filing). Jika secara langsung, wajib pajak dapat melakukannya di Tempat Pelayanan terpadu (TPT) yaitu TPT Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar dan TPT Kantor Pelayanan selain tempat wajib pajak terdaftar. Selain itu, pelaporan SPT Tahunan juga dapat dilakukan melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi dengan pengiriman surat ke KPP tempat wajib pajak terdaftar. Namun, wajib pajak juga dapat melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan secara online yaitu dengan mengakses melalui laman https://djponline.pajak.go.id. Hindari Sanksi dengan Tidak Mengabaikan Pelaporan SPT Tahunan Pajak Tak sulit untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh seiring dengan kemudahan dalam pelaporannya, karena bisa dilakukan secara online. Sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama hanya untuk melaporkan SPT Anda. Nah, sebagai warga negara yang baik, turut serta membangun bangsa, maka tentunya Anda akan memenuhi kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan Pajak Anda dengan benar dan hindari terkena sanksi di masa yang akan datang. Penulis : Team Izinesia Read the full article
0 notes
Text
Pajak Final UMKM : Pajaknesia.id
Sanksi Tidak Lapor SPT Tahunan
Apa sih Sanski Tidak Lapor SPT Tahunan? Yuk Simak (Jasa Konsultan pajak) Pajaknesia.id
Sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), yakni Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan keempat dari UU PPh Nomor 7 Tahun 1983, pengertian PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Penghasilan yang dimaksud bisa berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain. Dalam system pemungutaan pajaknya, Indonesia menganut self assessment system. Dimana wajib pajak harus menghitung, menyetorkan, serta melaporkan pajaknya sendiri secara mandiri. Sebagai wajib pajak yang berstatus sebagai wajib pajak aktif atau efektif, maka wajib pajak tersebut masih memiliki kewajiban untuk membayar dan melaporkan pajaknya yang terutang. Dulu, pembayaran pajak dilakukan secara manual dengan menggunakan surat setoran pajak (STP). Surat Setoran Pajak(STP) ini merupakan bukti pembayaran pajak yang dilakukan wajib pajak menggunakan formulir atau melalui tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan seperti kantor pos, bank persepsi, dan tempat pembayaran lain yang ditunjuk Menteri Keuangan. Bulan Januari-Maret adalah waktu di mana semua pekerja atau warga negara yang memiliki penghasilan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) setiap tahunnya. Tak dipungkiri, tak sedikit yang merasa malas untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajaknya, dengan berbagai alasan salah satunya ribet. Dan bagi para pekerja, tak jarang berpikiran “kenapa juga harus melaporkan SPT Pajak, kan pajaknya sudah dibayar oleh kantor?” Nah, bagaimanapun juga ketentuan yang berlaku adalah Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan itu harus dilaporkan. Jika tidak, atau terlambat menyampaikan, maka sanksi pun sudah menanti. Bahkan Anda akan berurusan dengan hukum karena dinilai telah mengabaikan untuk memenuhi pelaporan tersebut. Jenis-Jenis Formulir Pelaporan Pajak - Formulir SPT Tahunan 1770 SS Jenis formulir ini digunakan untuk wajib pajak dengan penghasilan kotor kurang dari 60 juta rupiah dan hanya bekerja untuk satu perusahaan atau lembaga selama satu tahun terakhir. - Formulir SPT Tahunan 1770 S Formulir SPT 1770 S diisi oleh wajib pajak yang bekerja sebagai karyawan dengan penghasilan kotor lebih dari 60 juta rupiah untuk dua perusahaan. Kemudian lama waktu bekerja yang sudah dijalani adalah satu tahun. - Formulir SPT Tahunan 1770 Selanjutnya adalah formulir yang ditujukan untuk peserta wajib pajak dengan penghasilan lain atau penghasilan tambahan yang kurang dari 60 juta rupiah atau lebih dari 60 juta rupiah dalam satu tahun. Biasanya diperuntukkan untuk wajib pajak non pegawai. - Formulir SPT Tahunan 1771 Formulir terakhir ini adalah formulir bagi Wajib Pajak Badan dan hanya mempunyai satu jenis formulir. Berbeda dengan laporan SPT Tahunan pribadi yang bisa mempunyai lebih dari satu jenis formulir. Badan usaha atau perusahaan yang menggunakan formulir ini diantaranya adalah: - Perseroan Terbatas (PT) - Usaha Dagang (UD) - Commanditer Venture (CV) - Organisasi - Yayasan - Perkumpulan Lalu Apa Pentingnya Melaporkan SPT Pajak? Dari pengertiannya saja, Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan. Sehingga dengan jelas berapa kewajiban pajak yang seharusnya kita bayarkan dan laporkan ke negara. Nah, sebelum masuk dalam pembahasan apa saja sanksi bila tak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan, baiknya ketahui lebih dulu macam-macam kewajiban wajib pajak terkait dengan Surat Pemberitahuan (SPT) ini, yakni: - Melaporkan masa SPT Bulanan Pajak - Melaporkan masa SPT Tahunan Pajak (terdiri dari PPh Badan, PPh Orang Pribadi, PPh Pasal 21) - Pelunasan utang pajak yang tercantum dalam surat ketetapan pajak dan surat keputusan lainnya. Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Waktu pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh ada batasnya. Untuk itu, jangan sampai Anda terlambat atau bahkan tidak melaporkan SPT hanya karena lupa, atau lebih parah lagi bila tidak tahu. Berikut ini batas waktu pembayaran dan pelaporan untuk PPh 21 (Orang Pribadi) dan PPh 22 (Badan Usaha), yaitu: - Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi paling lama 3 bulan setelah batas akhir tahun pajak, yakni hingga 31 Maret - Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak, yakni30 April. Apa Sanksi Tidak Lapor SPT Tahunan Pajak? Berdasarkan ketentuan UU No 28/2007 perubahan ketiga atas UU No 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka ditetapkan bahwa sanksi yang terlambat atau tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilannya adalah sebagai berikut: - Seorang wajib pajak yang terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunan PPh 21 akan dikenakan denda sebesar Rp 100.000 - Bila wajib pajak Badan/Perusahaan terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunan PPh 22 akan dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000 - Sanksi administrasi untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilaisebesar Rp 500.000 - Denda untuk Surat Pemberitahuan Masa Lainnya sebesar Rp 100.000. Siapa Orang yang Tidak Kena Sanksi Denda Bila Tak Lapor SPT? Dari ketentuan yang ada, ternyata pemerintah memberikan kemudahan khusus dengan tidak memberikan sanksi administrasi berupa denda bila wajib pajak terlambat atau tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh, yakni: - Orang yang sudah meninggal - Orang yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan - Orang yang berstatus warga negara asing yang tidak lagi tinggal di Indonesia - Bentuk usaha tetap yang tidak lagi melakukan kegiatannya di Indonesia - Perusahaan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tapi belum dibubarkan sesuai ketentuan berlaku - Orang yang mengalami musibah bencara, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuagan (PMK) - Orang yang dalam keadaan mengalami kerusuhan massal, kebakaran, ledakan bom atau aksi terorisme, perang antar suku, maupun kegagalan sistem computer administrasi penerimaan negara atau perpajakan Terdapat berbagai cara pelaporan yang dapat dilakukan, yaitu secara langsung melalui jasa ekspedisi atau pos dan lewat laman DJP online (e-filing). Jika secara langsung, wajib pajak dapat melakukannya di Tempat Pelayanan terpadu (TPT) yaitu TPT Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar dan TPT Kantor Pelayanan selain tempat wajib pajak terdaftar. Selain itu, pelaporan SPT Tahunan juga dapat dilakukan melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi dengan pengiriman surat ke KPP tempat wajib pajak terdaftar. Namun, wajib pajak juga dapat melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan secara online yaitu dengan mengakses melalui laman https://djponline.pajak.go.id. Hindari Sanksi dengan Tidak Mengabaikan Pelaporan SPT Tahunan Pajak Tak sulit untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh seiring dengan kemudahan dalam pelaporannya, karena bisa dilakukan secara online. Sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama hanya untuk melaporkan SPT Anda. Nah, sebagai warga negara yang baik, turut serta membangun bangsa, maka tentunya Anda akan memenuhi kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan Pajak Anda dengan benar dan hindari terkena sanksi di masa yang akan datang. Penulis : Team Izinesia Read the full article
0 notes
Text
Objek Pajak Badan : Pajaknesia.id
Sanksi Tidak Lapor SPT Tahunan
Apa sih Sanski Tidak Lapor SPT Tahunan? Yuk Simak (Jasa Konsultan pajak) Pajaknesia.id
Sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), yakni Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan keempat dari UU PPh Nomor 7 Tahun 1983, pengertian PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Penghasilan yang dimaksud bisa berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain. Dalam system pemungutaan pajaknya, Indonesia menganut self assessment system. Dimana wajib pajak harus menghitung, menyetorkan, serta melaporkan pajaknya sendiri secara mandiri. Sebagai wajib pajak yang berstatus sebagai wajib pajak aktif atau efektif, maka wajib pajak tersebut masih memiliki kewajiban untuk membayar dan melaporkan pajaknya yang terutang. Dulu, pembayaran pajak dilakukan secara manual dengan menggunakan surat setoran pajak (STP). Surat Setoran Pajak(STP) ini merupakan bukti pembayaran pajak yang dilakukan wajib pajak menggunakan formulir atau melalui tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan seperti kantor pos, bank persepsi, dan tempat pembayaran lain yang ditunjuk Menteri Keuangan. Bulan Januari-Maret adalah waktu di mana semua pekerja atau warga negara yang memiliki penghasilan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) setiap tahunnya. Tak dipungkiri, tak sedikit yang merasa malas untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajaknya, dengan berbagai alasan salah satunya ribet. Dan bagi para pekerja, tak jarang berpikiran “kenapa juga harus melaporkan SPT Pajak, kan pajaknya sudah dibayar oleh kantor?” Nah, bagaimanapun juga ketentuan yang berlaku adalah Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan itu harus dilaporkan. Jika tidak, atau terlambat menyampaikan, maka sanksi pun sudah menanti. Bahkan Anda akan berurusan dengan hukum karena dinilai telah mengabaikan untuk memenuhi pelaporan tersebut. Jenis-Jenis Formulir Pelaporan Pajak - Formulir SPT Tahunan 1770 SS Jenis formulir ini digunakan untuk wajib pajak dengan penghasilan kotor kurang dari 60 juta rupiah dan hanya bekerja untuk satu perusahaan atau lembaga selama satu tahun terakhir. - Formulir SPT Tahunan 1770 S Formulir SPT 1770 S diisi oleh wajib pajak yang bekerja sebagai karyawan dengan penghasilan kotor lebih dari 60 juta rupiah untuk dua perusahaan. Kemudian lama waktu bekerja yang sudah dijalani adalah satu tahun. - Formulir SPT Tahunan 1770 Selanjutnya adalah formulir yang ditujukan untuk peserta wajib pajak dengan penghasilan lain atau penghasilan tambahan yang kurang dari 60 juta rupiah atau lebih dari 60 juta rupiah dalam satu tahun. Biasanya diperuntukkan untuk wajib pajak non pegawai. - Formulir SPT Tahunan 1771 Formulir terakhir ini adalah formulir bagi Wajib Pajak Badan dan hanya mempunyai satu jenis formulir. Berbeda dengan laporan SPT Tahunan pribadi yang bisa mempunyai lebih dari satu jenis formulir. Badan usaha atau perusahaan yang menggunakan formulir ini diantaranya adalah: - Perseroan Terbatas (PT) - Usaha Dagang (UD) - Commanditer Venture (CV) - Organisasi - Yayasan - Perkumpulan Lalu Apa Pentingnya Melaporkan SPT Pajak? Dari pengertiannya saja, Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan. Sehingga dengan jelas berapa kewajiban pajak yang seharusnya kita bayarkan dan laporkan ke negara. Nah, sebelum masuk dalam pembahasan apa saja sanksi bila tak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan, baiknya ketahui lebih dulu macam-macam kewajiban wajib pajak terkait dengan Surat Pemberitahuan (SPT) ini, yakni: - Melaporkan masa SPT Bulanan Pajak - Melaporkan masa SPT Tahunan Pajak (terdiri dari PPh Badan, PPh Orang Pribadi, PPh Pasal 21) - Pelunasan utang pajak yang tercantum dalam surat ketetapan pajak dan surat keputusan lainnya. Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Waktu pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh ada batasnya. Untuk itu, jangan sampai Anda terlambat atau bahkan tidak melaporkan SPT hanya karena lupa, atau lebih parah lagi bila tidak tahu. Berikut ini batas waktu pembayaran dan pelaporan untuk PPh 21 (Orang Pribadi) dan PPh 22 (Badan Usaha), yaitu: - Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi paling lama 3 bulan setelah batas akhir tahun pajak, yakni hingga 31 Maret - Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak, yakni30 April. Apa Sanksi Tidak Lapor SPT Tahunan Pajak? Berdasarkan ketentuan UU No 28/2007 perubahan ketiga atas UU No 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka ditetapkan bahwa sanksi yang terlambat atau tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilannya adalah sebagai berikut: - Seorang wajib pajak yang terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunan PPh 21 akan dikenakan denda sebesar Rp 100.000 - Bila wajib pajak Badan/Perusahaan terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunan PPh 22 akan dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000 - Sanksi administrasi untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilaisebesar Rp 500.000 - Denda untuk Surat Pemberitahuan Masa Lainnya sebesar Rp 100.000. Siapa Orang yang Tidak Kena Sanksi Denda Bila Tak Lapor SPT? Dari ketentuan yang ada, ternyata pemerintah memberikan kemudahan khusus dengan tidak memberikan sanksi administrasi berupa denda bila wajib pajak terlambat atau tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh, yakni: - Orang yang sudah meninggal - Orang yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan - Orang yang berstatus warga negara asing yang tidak lagi tinggal di Indonesia - Bentuk usaha tetap yang tidak lagi melakukan kegiatannya di Indonesia - Perusahaan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tapi belum dibubarkan sesuai ketentuan berlaku - Orang yang mengalami musibah bencara, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuagan (PMK) - Orang yang dalam keadaan mengalami kerusuhan massal, kebakaran, ledakan bom atau aksi terorisme, perang antar suku, maupun kegagalan sistem computer administrasi penerimaan negara atau perpajakan Terdapat berbagai cara pelaporan yang dapat dilakukan, yaitu secara langsung melalui jasa ekspedisi atau pos dan lewat laman DJP online (e-filing). Jika secara langsung, wajib pajak dapat melakukannya di Tempat Pelayanan terpadu (TPT) yaitu TPT Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar dan TPT Kantor Pelayanan selain tempat wajib pajak terdaftar. Selain itu, pelaporan SPT Tahunan juga dapat dilakukan melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi dengan pengiriman surat ke KPP tempat wajib pajak terdaftar. Namun, wajib pajak juga dapat melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan secara online yaitu dengan mengakses melalui laman https://djponline.pajak.go.id. Hindari Sanksi dengan Tidak Mengabaikan Pelaporan SPT Tahunan Pajak Tak sulit untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh seiring dengan kemudahan dalam pelaporannya, karena bisa dilakukan secara online. Sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama hanya untuk melaporkan SPT Anda. Nah, sebagai warga negara yang baik, turut serta membangun bangsa, maka tentunya Anda akan memenuhi kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan Pajak Anda dengan benar dan hindari terkena sanksi di masa yang akan datang. Penulis : Team Izinesia Read the full article
0 notes
Text
Cara Menghitung Kredit Pajak Luar Negeri : Pajaknesia.id
Sanksi Tidak Lapor SPT Tahunan
Apa sih Sanski Tidak Lapor SPT Tahunan? Yuk Simak (Jasa Konsultan pajak) Pajaknesia.id
Sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), yakni Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan keempat dari UU PPh Nomor 7 Tahun 1983, pengertian PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Penghasilan yang dimaksud bisa berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain. Dalam system pemungutaan pajaknya, Indonesia menganut self assessment system. Dimana wajib pajak harus menghitung, menyetorkan, serta melaporkan pajaknya sendiri secara mandiri. Sebagai wajib pajak yang berstatus sebagai wajib pajak aktif atau efektif, maka wajib pajak tersebut masih memiliki kewajiban untuk membayar dan melaporkan pajaknya yang terutang. Dulu, pembayaran pajak dilakukan secara manual dengan menggunakan surat setoran pajak (STP). Surat Setoran Pajak(STP) ini merupakan bukti pembayaran pajak yang dilakukan wajib pajak menggunakan formulir atau melalui tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan seperti kantor pos, bank persepsi, dan tempat pembayaran lain yang ditunjuk Menteri Keuangan. Bulan Januari-Maret adalah waktu di mana semua pekerja atau warga negara yang memiliki penghasilan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) setiap tahunnya. Tak dipungkiri, tak sedikit yang merasa malas untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajaknya, dengan berbagai alasan salah satunya ribet. Dan bagi para pekerja, tak jarang berpikiran “kenapa juga harus melaporkan SPT Pajak, kan pajaknya sudah dibayar oleh kantor?” Nah, bagaimanapun juga ketentuan yang berlaku adalah Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan itu harus dilaporkan. Jika tidak, atau terlambat menyampaikan, maka sanksi pun sudah menanti. Bahkan Anda akan berurusan dengan hukum karena dinilai telah mengabaikan untuk memenuhi pelaporan tersebut. Jenis-Jenis Formulir Pelaporan Pajak - Formulir SPT Tahunan 1770 SS Jenis formulir ini digunakan untuk wajib pajak dengan penghasilan kotor kurang dari 60 juta rupiah dan hanya bekerja untuk satu perusahaan atau lembaga selama satu tahun terakhir. - Formulir SPT Tahunan 1770 S Formulir SPT 1770 S diisi oleh wajib pajak yang bekerja sebagai karyawan dengan penghasilan kotor lebih dari 60 juta rupiah untuk dua perusahaan. Kemudian lama waktu bekerja yang sudah dijalani adalah satu tahun. - Formulir SPT Tahunan 1770 Selanjutnya adalah formulir yang ditujukan untuk peserta wajib pajak dengan penghasilan lain atau penghasilan tambahan yang kurang dari 60 juta rupiah atau lebih dari 60 juta rupiah dalam satu tahun. Biasanya diperuntukkan untuk wajib pajak non pegawai. - Formulir SPT Tahunan 1771 Formulir terakhir ini adalah formulir bagi Wajib Pajak Badan dan hanya mempunyai satu jenis formulir. Berbeda dengan laporan SPT Tahunan pribadi yang bisa mempunyai lebih dari satu jenis formulir. Badan usaha atau perusahaan yang menggunakan formulir ini diantaranya adalah: - Perseroan Terbatas (PT) - Usaha Dagang (UD) - Commanditer Venture (CV) - Organisasi - Yayasan - Perkumpulan Lalu Apa Pentingnya Melaporkan SPT Pajak? Dari pengertiannya saja, Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan. Sehingga dengan jelas berapa kewajiban pajak yang seharusnya kita bayarkan dan laporkan ke negara. Nah, sebelum masuk dalam pembahasan apa saja sanksi bila tak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan, baiknya ketahui lebih dulu macam-macam kewajiban wajib pajak terkait dengan Surat Pemberitahuan (SPT) ini, yakni: - Melaporkan masa SPT Bulanan Pajak - Melaporkan masa SPT Tahunan Pajak (terdiri dari PPh Badan, PPh Orang Pribadi, PPh Pasal 21) - Pelunasan utang pajak yang tercantum dalam surat ketetapan pajak dan surat keputusan lainnya. Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Waktu pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh ada batasnya. Untuk itu, jangan sampai Anda terlambat atau bahkan tidak melaporkan SPT hanya karena lupa, atau lebih parah lagi bila tidak tahu. Berikut ini batas waktu pembayaran dan pelaporan untuk PPh 21 (Orang Pribadi) dan PPh 22 (Badan Usaha), yaitu: - Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi paling lama 3 bulan setelah batas akhir tahun pajak, yakni hingga 31 Maret - Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak, yakni30 April. Apa Sanksi Tidak Lapor SPT Tahunan Pajak? Berdasarkan ketentuan UU No 28/2007 perubahan ketiga atas UU No 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka ditetapkan bahwa sanksi yang terlambat atau tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilannya adalah sebagai berikut: - Seorang wajib pajak yang terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunan PPh 21 akan dikenakan denda sebesar Rp 100.000 - Bila wajib pajak Badan/Perusahaan terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunan PPh 22 akan dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000 - Sanksi administrasi untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilaisebesar Rp 500.000 - Denda untuk Surat Pemberitahuan Masa Lainnya sebesar Rp 100.000. Siapa Orang yang Tidak Kena Sanksi Denda Bila Tak Lapor SPT? Dari ketentuan yang ada, ternyata pemerintah memberikan kemudahan khusus dengan tidak memberikan sanksi administrasi berupa denda bila wajib pajak terlambat atau tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh, yakni: - Orang yang sudah meninggal - Orang yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan - Orang yang berstatus warga negara asing yang tidak lagi tinggal di Indonesia - Bentuk usaha tetap yang tidak lagi melakukan kegiatannya di Indonesia - Perusahaan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tapi belum dibubarkan sesuai ketentuan berlaku - Orang yang mengalami musibah bencara, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuagan (PMK) - Orang yang dalam keadaan mengalami kerusuhan massal, kebakaran, ledakan bom atau aksi terorisme, perang antar suku, maupun kegagalan sistem computer administrasi penerimaan negara atau perpajakan Terdapat berbagai cara pelaporan yang dapat dilakukan, yaitu secara langsung melalui jasa ekspedisi atau pos dan lewat laman DJP online (e-filing). Jika secara langsung, wajib pajak dapat melakukannya di Tempat Pelayanan terpadu (TPT) yaitu TPT Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar dan TPT Kantor Pelayanan selain tempat wajib pajak terdaftar. Selain itu, pelaporan SPT Tahunan juga dapat dilakukan melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi dengan pengiriman surat ke KPP tempat wajib pajak terdaftar. Namun, wajib pajak juga dapat melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan secara online yaitu dengan mengakses melalui laman https://djponline.pajak.go.id. Hindari Sanksi dengan Tidak Mengabaikan Pelaporan SPT Tahunan Pajak Tak sulit untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh seiring dengan kemudahan dalam pelaporannya, karena bisa dilakukan secara online. Sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama hanya untuk melaporkan SPT Anda. Nah, sebagai warga negara yang baik, turut serta membangun bangsa, maka tentunya Anda akan memenuhi kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan Pajak Anda dengan benar dan hindari terkena sanksi di masa yang akan datang. Penulis : Team Izinesia Read the full article
0 notes