Tumgik
#onemonthonebook lenteraliterasiRK
lebah-vs-tikus · 5 years
Text
Resensi Buku Islam dan Kemanusiaan
Judul                : Islam dan Urusan Kemanusiaan, konflik, perdamaian, dan filantropi
Editor               : Hilman Latief dan Zezen Zaenal Mutaqin
Penerbit           : PT Serambi Ilmu Semesta
Oleh                 : Rizki Rinaldi
Cetakan Pertama, 2015
413 hlm.
Tumblr media
Kehadiran Lembaga-lembaga kemanusiaan Muslim tidak hanya menggairahkan aksi-aksi kemanusiaan di lapangan, tetapi juga memiliki peran penting dalam menumbuhkembangkan gagasan dan prinsip-prinsip kemanusiaan dalam Islam.
Kendati demikian, di balik perna aktif lembaga kemanusiaan Muslim di ruang publik yang semakin meningkat, kajian mendalam tentang Islam dan masalah-masalah kemanusiaan, khususnya hukum humaniter, ternyata masih belum banyak dilakukan.
Konflik
           Konsep jihad dalam kosa kata masyarakat muslim saat ini memang seolah-olah identik dengan perang, khususnya perang kepada orang selain Islam. Akibatnya, konsep jihad akhirnya menjadi momok yang menakutkan di tengah masyarakat yang beragam seperti di Indonesia, tidak hanya bagi non-Muslim tetapi juga bagi muslim yang sudah merasa nyaman dengan keberagaman dalam kehidupan sehari-hari.
           Berkembangnya konsep jihad dan perang dalam Islam yang menjadi dekat dengan stereotip antiperdamaian, antikeragaman, penuh kekerasan tentu sangat dipengaruhi oleh ragam khazanah penafsiran Al-Qur’an, khususnya tema jihad dan perang, yang berkembang dinamis dalam tradisi Islam.
           Didalam buku Islam dan Urusan Kemanusiaan, konflik, perdamaian, dan filantropi ini konsep jihad mengambil langsung rujukan dari beberapa tafsir dan literatur muslim, utamanya menggunakan tafsir al-mishbah karya Quraish Shihab dalam rangka membentuk frame konsep kemanusiaan dalam Islam.
           Menurut Quraish Shihab, ayat-ayat tentang jihad dimaknai dalam beberapa hal, yakni:
1.       Jihad merupakan ujian dan cobaan. Jihad merupakan salah satu cara yang diterapkan Allah untuk menguji manusia. Sebagaimana dalam QS. Ali-Imron: 142. Dari sini jihad sangat terkait dengan kesabaran, karena jihad adalah sesuatu yang sulit sehingga memerlukan kesabaran dan ketabahan. Kesulitan ujian atau cobaan yang menuntut kesabaran itu dijelaskan rinciannya dalam Al-Quran.
2.       Jihad mengandung makna “kemampuan” yang menuntut sang mujahid mengeluarkan segala daya dan kemampuannya demi mencpaai tujuan. Karena itu jihad adalah pengorbanan dan dengan demikian sang mujahid tidak menuntut atau mengambil tetapi memberi semua yang dimilikinya. Ketika memberi, dia tidak berhenti sebelum tujuannya tercapai atau yang dimilikinya habis.
3.       Jihad merupakan aktivitas unik, menyeluruh, dan tidak dapat dipersamakan dengan aktivitas lain- sekalipun aktivitas keagamaan. Tidak ada satu amalan keagamaan yang tidak disertai dengan jihad. Paling tidak, jihad diperlukan untuk menghambat rayuan nafsu yang selalu mengajak pada kedurhakaan dan pengabaian tuntunan agama.
4.       Jihad merupakan perwujudan identitas kepribadian muslim. Karena itu seorang mukmin pastilah mujahid, dan tidak perlu menunggu izin atau meminta restu untuk melakukannya
Dari sini kemudian jihad adalah cara untuk mencapai tujuan. Jihad tidak mengenal putus asa, menyerah, kelesuan, tidak pula pamrih. Jihad selalu dilakukan dan ditegaskan dengan redaksi fi sabilillah (dijalan-Nya). Pada poin inilah tafisr al-mishbah menegaskan bahwa jihad menjadi titik tolak seluruh upaya, karenanya jihad adalah puncak segala aktivitas.
Perdamaian dan Kesinambungan
           Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Al-hujurat 49:10)
           Adanya konflik yang menyebabkan korban nyawa manusia merupakan tindakan jahat, yang sungguh menantang kemanusiaan kita. Satu korban manusia saja akibat konflik itu dapat dinilai “sudah terlalu mahal” dari kaca mata islam. Nilai manusia atau harkat dan martabatnya sungguh agung dan tiada tara harganya. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa martabat manusia itu tinggi dan sekaligus sebagai ciptaan dalam bentuk terbaik (QS At-Tin 95:4) dan dianugrahi keunggulan atas makhluk ciptaan lainnya (QS Al-Isra 16:70).
           Menyadari betapa agung dan luhurnya martabat manusia, sungguh sulit untuk diterima adanya konflik yang mengakibatkan korban sesame manusia. Islam sebagai agama yang membawa kewajiban untuk mempromosikan damai, haruslah tampil secara professional dalam menangani masalah konflik demi damai yang berkesinambungan. Dalam Al-Qur’an dinyatakan Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali-Imran 3:104) dan pada surat yang sama Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali-Imran 3:110) sebagai orang beriman, kita diperintahkan menjadi pejuang melaksanakan kebaikan dan menolak kejahatan. Dengan demikian konsekuensinya bila ada kejahatan dalam bentuk apa pun haruslah ditangani dengan professional. Kelompok yang terlobat dalam konflik sungguh bagaikan telah dibutakan oleh kehendak, keinginan dan ambisinya masing-masing. Penyelesaian konflik yang benar dan adil merupakan tindak kemanusiaan yang sungguh dibutuhkan.
           Dalam situasi konflik, intervensi kemanusiaan yang aktif tanpa kekerasan dinilai menjadi penting, karena di samping aksi kemanusiaan memang harus dilaksanakan, juga dapat ditempuh untuk mengadakan negosiasi dengan yang terlibat konflik, agar konflik dapat dihentikan dan solusi damai dapat dirintis. Dalam intervensi kemanusiaan, kita dituntut untuk tidak berpihak kepada siapapun, menguasai persoalan yang ada, menguasai medan, menguasai cara diplomasi yang berdaya guna sampai pada penemuan kemungkina untuk memulai perdamaian. Dasar yang harus dipakai adalah pendekatan yang objektif, benar, adil, bijak dan mempunyai tujuan demi kesejahteraan umum. Hal tersebutlah yang menjadi kapasitas seorang muslim untuk menghadirkan kedamaian secara professional.
Filantropi
           Rahmatan Lil ‘Alamin. Islam secara jelas menjelaskan dirinya sebagai rahmatan lil ‘alamin. Rahmat yang berarti belas kasih menuntut setiap umat islam sebagai pengikut Rasulullah ﷺ berbelas kasih, melimpahkan nikmat kepada alam semesta. Karena itulah umat islam harus bisa membuat atau mendatangkan sifat kasih sayang yang akan mampu mewujudkan kesejahteraan, kedamaian bagi umat manusia bahkan bagi alam semesta.
           Sejarah telah menunjukkan peran umat islam dalam memajukan peradaban, penemuan berbagai hal yang sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, seperti ilmu kimia, matematikan dsb. Hal tersebut tidak terlepas dari misi agama Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
           Salah satu fondasi konseptual yang melandasi gerakan salah satu ormas islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah, berangkat dari penafsiran para pendiri dan pengikutnya terhadap surat Al-Ma’un
1.       Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?
2.       Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3.       Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin
4.       Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat
5.       Yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya
6.       Orang-orang yang berbuat riya
7.       Dan enggan menolong dengan barang berguna
Tentang buku dan kepenulisannya
           Pada dasarnya buku ini merupakan kajian-kajian mendalam mengenai islam dan masalah-masalah kemanusiaan, khususnya hukum humaniter. Kepenulisannya merupakan kajian kolektif membuat buku ini menjadi amat kaya akan referensi dan tidak terjebak dalam satu sudut pandang saja didalam membahas kemanusiaan dan islam.
           Pada kepenulisan buku yang merupakan kajian kolektif atas dasar inisiasi kerja sama program pascasarjana UMY dan ICRC kerangka utama buku tersebut setidaknya dapat dibagi menjadi pemahaman perbandingan hukum humaniter internasional dan hukum islam mengenai kemanusiaan, perang yang diambil dari Al-Qur’an dan literasi islam. Kemudian kajian kasus konflik kemanusiaan yang terjadi di negara dengan penduduk mayoritas muslim dan upaya-upaya rintisan perdamaian, serta kehadiran gerakan masyarakat sipil dengan tujuan masyarakat madani atas satu konsep rahmatan lil ‘alamin.
2 notes · View notes