#oc: pria
Explore tagged Tumblr posts
catboygirling · 3 months ago
Text
Tumblr media
I can't believe I never posted breadsticks.png
art blog | ko-fi + commissions
Tumblr media
31 notes · View notes
catboygirling · 2 months ago
Text
Tumblr media Tumblr media
thank you for the tag bunni!
I was a little torn on what to do for this, since most of my ocs are... not exactly compatible with a humanoid picrew? and THEN I remembered that Pria is a kitsune, so she DOES have a human form... she just never uses it lol.
I'm too tired to tag people so just consider yourself tagged if you see this 💖
Tumblr media Tumblr media
↳ peek into this life ♡
Feel free to make yourself, your oc, blorbo, ship etc and a dessert to represent ^^
tags but no pressure: @antique-remains @umemiyan @misc-magic @jeschalynn @oopsiedaisymae
@silverrings-n-prettythings @arvandus @lonely-north-star @featheredcrowbones @taysifer
@theoxenfree @thebellearchives + anyone else :3
235 notes · View notes
gleamer · 3 months ago
Text
Tumblr media
yeah......
129 notes · View notes
warm-lullabies · 7 months ago
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
My PPG OCs. I had them very hidden when I made them when I was a kid 😊
9 notes · View notes
rowanraven08 · 1 year ago
Text
Tumblr media
4 notes · View notes
hazardlevei · 1 year ago
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
pria and lumona doodles from today
3 notes · View notes
abstractredd · 1 year ago
Text
ITS THAT TIME!!
I meant to post this yesterday oops
Here’s my TES Secret Santa Gift (that was very hard to stay quiet about in the server) for @gwilin-stay-winnin !!! their ocs, Felicitas and Morgurz, featured in one of their lovely fics !!
I am enamored with these two and I hope I did them justice! love u pria mwah
and also big thanks to @scorchedcandy for hosting the event!! :3c
Tumblr media
39 notes · View notes
glendylucast · 2 months ago
Text
Daydreams and Nightmares (IDN Version)
Tumblr media
Call of Duty WWII Robert Zussman x Clifford Wildblood (My OC), 2491 words Summary : Hidup Robert Zussman berantakan karena PTSD dan putus hubungan dengan Suzie. Mungkin dia butuh bantuan orang lain.
Bahasa Indonesia, English version Here Comic Version Here
Tumblr media
Chicago, Amerika Serikat, Februari 1947
“Musim dingin keparat…”
Robert Zussman mengedipkan mata untuk mengatur pandangannya yang buram, kepalanya terasa semakin berat akibat mabuk. Dia bahkan tidak ingat bagaimana bisa pulang dari pub Irlandia tadi malam, tapi setidaknya dia berhasil sampai di apartemennya dengan selamat.
Untung ini akhir pekan, pikirnya, jadi dia tidak perlu bekerja.
Masih berbaring di ranjang, Zussman melirik ke sisi tempat tidur—sisi kosong tempat Suzie dulu tidur di sampingnya.
Berakhirnya hubungan Zussman dengan Suzie benar-benar membuat hidupnya berantakan. Dia tidak pernah membicarakan penyebabnya—atau bahkan potongan ceritanya—tetapi sebagian besar dari apa yang terjadi berakar dari bagaimana perang telah mengubahnya, baik secara fisik maupun mental.
Secara fisik, Zussman pulang ke rumah dalam kondisi kurus kering, tubuhnya dipenuhi bekas luka dan lebam yang tak akan pernah sepenuhnya sembuh.
Secara mental, pikirannya dihantui trauma pasca perang. Bayangan medan perang terus-menerus menyerbu pikirannya di siang hari, sementara malamnya dipenuhi mimpi buruk akan siksaan yang dia alami di tangan tentara Jerman.
Mungkin Zussman membenci dirinya sendiri karena terlihat cengeng—hal yang tidak pernah dia lakukan seumur hidupnya.
Mungkin Suzie tidak sanggup lagi menerima betapa berbedanya Zussman dibandingkan dengan sosok pria yang dulu memikatnya dengan senyuman dan cerita jenakanya.
Pada akhirnya, Suzie pergi meninggalkannya, tanpa sekalipun menoleh ke belakang…
…dan meninggalkan lubang menganga dalam hidup Zussman, membuatnya terombang-ambing dalam kegelapan.
Pria itu kehilangan jangkar hidupnya.
Zussman mencoba mengisi kekosongan yang ditinggalkan Suzie dengan wanita-wanita lain, tetapi tidak ada yang bertahan lama. Mereka pergi begitu dia mulai berteriak dalam tidurnya atau saat emosinya meledak tanpa peringatan.
Dia menarik selimutnya, membungkus tubuhnya lebih erat. Dia sudah lelah merasa lemah dan lebih lelah lagi merasa kecewa. Yang dia inginkan hanya menutup mata dan melupakan semuanya.
----------
Sementara itu, di Bloomington.
Clifford Wildblood melangkah keluar ke beranda rumah keluarganya. Udara pagi menyambut wajahnya saat dia berjalan ke kotak surat merah dekat pagar. Setelah mengambil isinya, dia membawa setumpuk surat dan sebuah koran yang terlipat ke dalam rumah.
Kegiatan ini telah menjadi bagian dari rutinitas paginya sejak kembali dari perang. Setiap pagi, setelah jogging di sekitar lingkungannya, dia akan memeriksa kotak surat, memilah tagihan, brosur lokal, dan sesekali kartu pos. Duduk di meja dapur dengan secangkir kopi panas, dia membuka tumpukan surat itu dengan cermat.
“Tidak ada…” gumamnya pelan, terdengar kecewa.
Sudah berbulan-bulan sejak dia terakhir menerima surat dari Zussman.
Mereka sempat menjaga komunikasi yang rutin setelah pulang dari perang, saling berkirim surat setidaknya dua kali sebulan. Mereka menulis tentang segalanya—cerita terbaru tentang kehidupan mereka, lelucon bodoh, bahkan kisah tentang skuadron lama mereka. Zussman selalu jadi pencerita handal; dia suka berbagi cerita tentang skuadnya, apalagi karena mereka juga masih aktif bertukar kartu pos dan surat.
Wildblood sangat menghargai surat-surat itu. Dia merasa lebih dekat dengan Zussman melalui tulisannya.
Namun mendadak, surat-surat itu berhenti.
Pikirannya melayang ke surat terakhir yang dia terima berbulan-bulan lalu. Zussman menyebutkan bahwa hubungannya dengan Suzie telah berakhir. Kata-katanya terdengar biasa saja, seolah itu bukan masalah besar, tetapi Wildblood bisa membaca lebih dalam. Dia tahu Zussman telah bersama Suzie selama lebih dari setahun. Semua itu pasti terasa berat.
Surat itu diakhiri dengan Zussman meyakinkan Wildblood untuk tidak khawatir, bahwa dia akan segera pulih.
“Jangan buang waktu dan perhatianmu buatku, Brick,” tulisnya. “Aku masih tetap tampa. Cari wanita lain itu urusan mudah. Omong-omong, bagaimana denganmu?”
Namun, rasa percaya diri itu terasa hampa. Wildblood bisa merasakannya bahkan melalui tinta di atas kertas.
Akhir-akhir ini, perasaan gelisah semakin menghantuinya.
“Mungkin aku terlalu khawatir,” gumam Wildblood.
Dia menghela napas, meletakkan surat-surat itu, lalu membuka koran. Ia mencoba untuk membaca beberapa liputan, namun, kata-kata di koran itu segera menjadi kabur saat pikirannya kembali kepada Zussman. Rasa tidak tenang itu merayap di pikirannya.
Andai si bodoh itu punya telepon di kamarnya, pikir Wildblood sambil menggerutu.
Tanpa berpikir panjang, Wildblood mendorong kursinya ke belakang dan berdiri. Jika Zussman tidak akan mengirim surat, mungkin sudah saatnya untuk mengunjunginya langsung. Setelah berbicara dengan orang tuanya, Wildblood mulai mengemasi tasnya dan naik bus menuju Chicago.
Dalam perjalanan, pikirannya kembali ke saat mereka bersama di tenda medis di Prancis, ketika dia menyaksikan Zussman berjuang melawan serangan panik, bagaimana dia tiba-tiba tegang tanpa alasan yang jelas, dan betapa dalam dia membenci kesendirian. Wildblood memahami rasa sakit temannya dan tahu bahwa dia tidak boleh menghadapi semuanya sendirian.
Jika ada sesuatu yang bisa dia lakukan sebagai seorang teman yang juga pernah melalui neraka yang sama, dia akan melakukannya dengan sepenuh hati.
------------
Zussman tidak menduga ada yang mengetuk pintunya sore itu.
Saat dia membukanya, Clifford Wildblood berdiri di depan pintunya. Dia mengenakan topi baseball, syal warna tanah, dan beberapa lapis pakaian untuk meredam dingin. Untuk sesaat, Zussman hanya bisa menatap, rasa tidak percaya terpancar di wajahnya. Tidak setiap hari seseorang dari Peleton Satu datang tanpa pemberitahuan.
“Brick?” Zussman berkata, mengerjap seolah tidak percaya. “Apa yang kau lakukan di sini?”
“Aku khawatir,” jawab Wildblood lugas, nadanya stabil seperti biasa. “Kau baik-baik saja?”
Zussman tertawa terkejut, bahunya yang tegang perlahan mengendur.
“Oh Tuhan, kawan! Kau gila!” Dia melangkah maju dan memeluk Wildblood erat, genggamannya hangat dan tegas. “Aku nggak bisa bilang kalau aku nggak senang dikunjungi kawan!”
Dia mundur selangkah dan memberi isyarat kepada Wildblood untuk masuk.
“Senang bertemu lagi, tapi setidaknya beri tahu aku kalau kau mau mampir! Bloomington itu jauh, tahu!” Zussman berbicara sambil menutup pintu.
“Tidak terlalu jauh, cuma beberapa jam.” Wildblood menjawab santai sambil melirik ke sekeliling kamar Zussman. “Mungkin kalau seseorang tidak berhenti menulis surat, aku akan bilang.”
Zussman terdiam sejenak, senyumnya memudar.
“Aku… ya… maaf soal itu,” gumamnya, berusaha mencari kata-kata, sambil terus melirik ke sekeliling kamarnya.
“Tidak masalah, hidup memang seperti itu.” Wildblood mengangguk, mencoba menghibur. “Aku nggak keberatan.”
“Maaf,” Zussman mengulangi, jarinya mengusap pelipis, tatapannya kembali ke kamarnya yang berantakan. “Agak berantakan, maaf saja ya.”
“Masih lebih rapi daripada kamp kita di Hürtgen,” Wildblood menyeringai.
Zussman mengerang, tersenyum lagi. “Ya ampun, jangan dibahas.”
Tatapan Wildblood tertuju pada Zussman selama beberapa saat. Mata hijau pria itu masih berkilau seperti dulu, tetapi lingkaran hitam di bawahnya tidak bisa disembunyikan. Senyumnya masih ada, tetapi tubuhnya berkata lain—tangan yang gelisah, bahu yang tegang.
Zussman yang dia kenal selalu pandai menyembunyikan emosinya. Pria dengan wajah poker, jika Wildblood pernah mengenal seseorang.
Namun kali ini, rasanya dia bukan hanya menyembunyikan perasaannya; dia membentengi dirinya sendiri.
Untuk memecah ketegangan, Wildblood mengangkat kotak pizza di tangannya seperti tawaran perdamaian. “Aku bawa makan malam.”
“Bagus. Aku, uh…” Zussman ragu sejenak, senyumnya gugup tetapi tulus. “Aku akan ambilkan minuman.”
Mereka pun duduk bersama dan saling bertukar cerita. Wildblood tidak mengobrol lama hari itu, tetapi dia memberi tahu Zussman bahwa dia menyewa apartemen kecil hanya beberapa blok dari tempat tinggal Zussman. Dia bilang dia sedang berkunjung untuk menemui keluarga selama beberapa minggu—tentu saja, itu tidak sepenuhnya bohong. Tempat itu sederhana, dengan saluran telepon pribadi di dalam kamar, cukup dekat sehingga Zussman merasa agak curiga.
Awalnya, Zussman menanggapinya dengan ringan, bercanda tentang Wildblood yang menguntitnya. Namun jauh di dalam hatinya, dia merasakan kenyamanan yang janggal, sesuatu yang tidak dia duga. Itu bukan sesuatu yang akan dia akui, bahkan pada dirinya sendiri, tetapi kehadiran seseorang dari masa lalu meredakan kegelisahan dalam dirinya.
Kemudian mereka mulai lebih sering bertemu. Semua hanya pertemuan santai—minum bir di pub lokal, berjalan-jalan di sekitar kota, atau mendengarkan pertandingan di radio. Wildblood memiliki cara untuk selalu ada tanpa terkesan memaksa, memberikan dukungan tanpa terlalu banyak bertanya. Dia pendengar yang baik, selalu siap melakukan sesuatu, dan teman yang dapat diandalkan.
Seiring waktu, Zussman sangat menghargai hal itu, meskipun dia menyembunyikan rasa terima kasihnya di balik lelucon dan candaan.
Namun, Zussman tetap menarik garis batas, meskipun hanya dalam pikirannya. Persahabatan adalah satu-satunya yang bisa dia berikan. Lebih dari itu adalah tindakan bodoh, terlalu berbahaya dan rumit.
Dia tidak buta—dia tahu betapa Wildblood sangat peduli padanya dan ada alasan di baliknya.
Wildblood mencintainya dengan melampaui persahabatan dan persaudaraan. Itu terlihat dari caranya menatapnya, dan Zussman tidak butuh pengakuan Wildblood untuk mengetahuinya.
Zussman tidak memungkiri perasaan itu selalu ada, bahkan di hari-hari tergelap mereka di Jerman, ketika mereka saling bergantung dengan cara yang terasa lebih dari sekadar pertemanan.
Namun hari-hari itu sudah berlalu, dan Zussman tidak bisa membiarkan dirinya terikat masa lalu.
Tidak lagi. Hidup sudah memberinya cukup rasa sakit, cukup kehilangan, untuk seumur hidup.
Persahabatan, ia meyakinkan dirinya sendiri dengan tegas. Itu saja cukup.
Belum lagi kenyataan dingin dan keras dari dunia tempat mereka hidup. Dunia yang tidak ramah pada mereka yang berbeda—bahkan dirinya pun tak sanggup mengucapkan kata itu dengan lantang.
Bagaimana bisa pikiran semacam itu melintas di benaknya?
Demi Tuhan, hidupku sudah cukup sulit seperti ini. Gumamnya dalam hati.
Memikirkan tambahan diskriminasi atau ancaman hukum di atas tumpukan kesulitan yang dihadapinya membuatnya menggigil.
------------
Waktu berlalu.
Suatu malam, ingatan yang telah Zussman kubur dalam-dalam kembali menyerangnya, membanjiri pikirannya hingga ia merasa sesak. Ia terbangun sambil menjerit, merasakan seolah-olah ditelan kegelapan meski semua lampu di kamarnya sudah menyala.
Ingatan itu terasa nyata—terlalu nyata. Suara tembakan dari kejauhan, perintah keras yang diteriakkan dalam bahasa Jerman, bau tajam darah dan keringat. Semua itu terasa seolah-olah ia kembali ke tempat terkutuk itu.
Ia terengah-engah, paru-parunya seperti tak mau bekerja. Kegelapan seakan membelitnya, dan untuk sesaat, ia merasa seperti tenggelam.
Namun kemudian, perlahan-lahan, dengan susah payah, ia menarik dirinya kembali ke permukaan, napasnya pendek dan tersendat-sendat.
Dibutuhkan seluruh kekuatannya untuk menyeret tubuhnya keluar dari tempat tidur. Kakinya terasa berat saat ia tersaruk-saruk menuju telepon umum di lorong apartemennya.
--------------
Telepon berdering pada jam yang tidak lazim.
Wildblood mengangkat gagang telepon dan mendengar suara Zussman yang tak stabil di ujung sana. Tanpa ragu sedikit pun, Wildblood langsung datang.
Ketukan di pintu Zussman terdengar lebih cepat dari yang ia perkirakan. Saat ia membukanya, Wildblood sudah berdiri di sana. Ia tidak mengajukan pertanyaan, tidak menuntut penjelasan.
“Mereka kembali lagi, ya…” Wildblood bergumam, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri. Seolah-olah ia sudah tahu apa masalahnya.
Wildblood duduk di sampingnya, di sofa tua yang sudah usang, cukup dekat untuk memberi dukungan tetapi tidak terlalu dekat, membiarkan kehadirannya berbicara lebih lantang daripada kata-kata. Ia tidak mencoba menyarankan apapun, tidak memberikan janji kosong.
Ia hanya tinggal, menjadi jangkar yang tenang bagi Zussman.
----------------
Menit berlalu menjadi jam. Wildblood tetap di sana sepanjang malam, napasnya yang teratur menjadi penyeimbang di tengah keheningan. Zussman mencoba menyesuaikan ritme itu, berusaha mengontrol napasnya sendiri.
Jauh di dalam hatinya, Zussman mengutuk kelemahannya sendiri. Dinding ketangguhan yang selama ini ia bangun perlahan runtuh, menyisakan jiwa yang kosong dan putus asa. Ia nyaris tidak bisa menahan air mata yang hampir jatuh dari matanya.
Dan itu bukan pemandangan yang bagus. Ia membencinya. Ini bukan sisi dirinya yang ingin ia tunjukkan.
Jadi, begitu Zussman merasa detak jantungnya mulai stabil, ia mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya untuk berdiri.
“Aku rasa semuanya sudah selesai sekarang,” bisiknya, memaksakan senyuman.
“Kau yakin?” Wildblood tidak sepenuhnya percaya padanya.
“Aku baik-baik saja.” Suara Zussman mulai terdengar lebih normal. “Maaf, mungkin aku berlebihan. Aku hanya mengganggumu.”
“Sudah terlambat untuk itu.” Wildblood mencoba terdengar kesal, tetapi jelas ia bercanda. “Demi Tuhan, kau selalu bisa memintaku untuk membantu apapun, dan jangan pernah menyebutnya gangguan.”
“Jangan terbiasa dengan ini.” Zussman tersenyum, suaranya rendah dan serak. “Ini tidak akan terjadi lagi.”
“Bagus kalau begitu.” Wildblood bangkit berdiri. “Bagaimana kalau kau coba lanjutkan pengobatanmu? Itu benar-benar membantuku, kau bisa—”
“Brick, aku baik-baik saja, sungguh.” Zussman memotong kalimatnya. “Aku baik-baik saja. Kau bisa pergi.”
Wildblood terlihat seperti memikirkan sesuatu, tetapi akhirnya hanya bergumam, “Baiklah…”
Keduanya berjalan menuju pintu.
Sebelum mencapai pintu, Wildblood menawarkan senyum kecil yang menenangkan. “Aku akan mampir lagi nanti, jika kau butuh sesuatu bilang saja.”
Saat pria itu berjalan pergi, Zussman menyadari bahwa jauh di dalam hatinya, ia sebenarnya tidak ingin Wildblood pergi. Wildblood adalah orang yang pernah ada di saat ia berada di titik terendahnya. Mereka telah saling melihat sisi terlemah masing-masing. Mengapa ia harus merasa malu karena menunjukkan kerentanannya?
Apa lagi yang perlu aku sembunyikan darinya?
“Brick…” Kata-kata itu keluar dengan ragu, hampir seperti bisikan. “Brick, jangan pergi.”
Tangan Zussman meraih tangan Wildblood, menghentikannya. Wildblood terdiam, menatap Zussman selama beberapa saat.
Tidak ada kata terucap antara mereka, hanya keheningan.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
---------
Mainkan lagu ini untuk backsound & mood booster, kalo mau
youtube
-----------------
Tumblr media
So, it's probably nothing But it's been on my mind sometime and I can't let it go I know there's gotta be something That I could say in time, but I can't find the words Keep me, keep me on fire Keep me, keep me on fire Novo Amor - Keep Me
-----------------
Dalam keheningan itu, sesuatu berubah. Wildblood selalu tahu bahwa perasaannya terhadap Zussman jauh lebih dalam dari sekadar persahabatan, tetapi ia memilih menguburnya, yakin bahwa semuanya hanyalah harapan sepihak.
Namun kini, duduk bersama hingga cahaya lembut fajar mulai merayap melalui jendela, ada secercah harapan yang menyala di dadanya.
Mungkin, hanya mungkin, ia bisa menjadi lebih dari sekadar teman bagi Zussman, lebih dari sekedar saudara seperjuangan. Mungkin ia bisa menjadi orang yang mengisi kekosongan itu, menawarkan kehangatan dan pengertian di tempat dunia hanya memberikan sikap dingin yang tak peduli.
Mungkin ia bisa menjadi seseorang bagi Zussman, meskipun tidak serius. Seseorang yang mengisi lubang menganga itu, memberikan kehangatan dan pemahaman yang sangat dibutuhkan Zussman.
Mungkin ia bisa menjadi orang yang memeluknya melewati malam-malam sulit, seseorang yang tetap ada sampai Zussman menemukan kedamaian yang ia cari.
Atau seseorang yang lain.
Bahkan jika suatu hari Zussman harus melangkah pergi, Wildblood rela berada di sisinya hingga saat itu tiba.
-----------------
Zermatt, Swiss, Juli 1952
“Apa yang kau pikirkan?” Suara rendah Zussman menginterupsi pikirannya.
Wildblood tersentak. Ia mengerjapkan mata dan berbalik menatap pria di sampingnya. Sinar matahari yang hangat membelai wajah Zussman, menyorot garis-garis wajahnya.
“Tidak ada…” jawab Wildblood, sebuah senyum kecil muncul di sudut bibirnya.
Mulut Zussman melengkung menjadi seringai tipis. “Kau pembohong yang buruk.”
Wildblood tertawa kecil, “Hanya… kenangan indah.”
Ia melirik pemandangan luar biasa di depan mereka—puncak-puncak menjulang Pegunungan Alpen, dengan matahari yang berkilauan di antara awan.
Namun, bukan gunung-gunung itu yang benar-benar menarik perhatiannya.
Siapa yang menyangka?
Tahun itu 1952, dan di sinilah ia, di Swiss, berdiri di samping pria yang telah memegang hatinya selama bertahun-tahun: Robert Zussman.
Siapa yang menyangka bahwa apa yang dimulai sebagai upaya putus asa untuk membantu seorang teman seperjuangannya berujung seperti ini?
Hubungan pelampiasan, sebutan yang dulu Wildblood untuk dirinya sendiri, ternyata jauh lebih lama dari hubungan yang pernah mereka miliki sebelumnya, baik Zussman maupun Wildblood.
Wildblood kembali melirik Zussman.
Pria yang sekarang berdiri di sampingnya telah menemukan kembali bagian-bagian dirinya yang dulu hilang, bagian-bagian yang Wildblood takut takkan pernah kembali. Meskipun memerlukan siang dan malam yang penuh kegelisahan, tetapi kini badai itu telah berlalu.
Zussman tidak pernah mengalami serangan panik lagi.
Mimpi buruk memang masih kadang datang, tetapi itu tidak terlalu mengganggunya. Mereka ada untuk satu sama lain.
Hubungan mereka jauh dari sempurna. Mereka terus bertarung melewati gelombang keraguan dan ketakutan, bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan yang bahkan mereka sendiri tak tahu jawabannya. Mereka belajar untuk bertahan di dunia yang masih belum memahami atau menerima apa yang mereka miliki.
Namun, di tengah semua itu, mereka tetap mendukung dan mengerti satu sama lain.
Perasaan Wildblood terhadap Zussman selalu menyala dengan tenang dan mantap, seperti bara api yang bercahaya lembut di dalam gelap. Seiring waktu, perasaan Zussman sendiri mulai mengejar, tumbuh dalam kekuatan hingga menyala lebih terang daripada yang pernah mereka bayangkan.
Ini bukan hanya cinta. Ini adalah kepercayaan, kebersamaan, dan kepastian bahwa bersama orang ini, kau tak perlu lagi bersembunyi.
Wildblood jatuh cinta lebih dulu, tetapi Zussman yang jatuh lebih dalam.
“Jadi,” Zussman kembali memecah keheningan, seringainya kini berubah menjadi senyum penuh. “Siap untuk mendaki Alpen?”
---------------
Tumblr media
3 notes · View notes
entity-unknown7 · 1 year ago
Text
(I know I don't post often at all but I love my oc's a little too much) @a-pr0per-full-0n-gay-crisis
A little too different
I step through the doors, trying not to draw attention to myself. I know the other angels wouldn't notice but the gods definitely would.
I walk through a group of people, just trying to get to the other side of the clouds. I eventually make it to the other side, only to be caught.
"Sorin? I thought you were taking care of the younger angles..?"
I turn around to see none other than the God of innocence, Mijitsu-No. His white hair hangs over his face as he looks down at me. I can feel the disappointment coming from him..
"I was! I uh- I left Pria to look after them for me as I go down to earth to.. uh... look after the north shrine!"
I practically fail to get out.
Mijitsu looks down at me with confusion and I smile nervously.
"Oh.. that's fine then. Just don't get yourself into trouble. You know what happens.."
He tells me. Reminding me of what the other gods would think. Lucky for me, Mijitsu is easy to manipulate.
"Of course! How could I forget? I'd never want to disappoint my own creator!"
I say with a smile on my face.
Mijitsu smiles slightly and pats my head.
"You truly are one of Yorokobi's angels.. you run along now."
With that being said I immediately run off. Not that I don't want to talk to him or anything. I'm just going to see someone.
I jump down to see myself in a forest. It's not completely dark, but the sun is setting. I start walking to a small lit up area. There's just a few fairy lights hanging from a tree right above a small blanket.
I look up to see a figure coming up to me. Purple hair, red horns and stars in their eyes. Who else would it be?
"Late?"
"No. Just a minute."
I smile. Their my friend. My only friend actually. I appreciate their company yet it feels strange to lie about were I was going to a God like that..
"I brought one of my books. The super cool witchy one."
They say proudly.
"Really? I could never own a book like that.."
I say.
"Seriously? You can't even own books where your from?"
"Uhm- no.. I cant."
"Dang.. if I were you, I wouldn't want to be an angel."
"Well it's not like I can change that.."
"I can probably help. We can start small if you'd like."
"Small? What's small?"
"Well.. with white hair like yours, it would be easy to dye."
Dye? Like, change what I look like? I'd actually like that.. if I don't get caught...
"So? What about it, babes?"
"I- uh.. yes!"
I immediately responded. I didn't know what to say.. My friend then pulls some hair dye and scissors out of their bag. Why do they just have that on them..?
"Don't ask. I'm just prepared."
I hold my hands out as if saying that I won't ask about it.
"Okay! What ya thinking? I currently have pink.. green, blue and purple. Obviously."
"Uhm- could I pick two..?"
"Of course!"
"Can I do pink and green..?"
They nod and step behind me as I sit on the small blanket that's placed out.
"I'm just gonna cut it a bit.. okay?"
I nod. I just assumed that I should just see what happens. I just hope I don't look too bad..
A good hour later. I wash my hair out with a nearby creek. I then shake out my hair and my friend hands me a mirror. I take a look at my new, short yet still wet hair.
It's way shorter than it was. It's a bright pink with a few streaks of a neon green.
"You like it?"
"Yea. I do."
5 notes · View notes
bethrnoora · 8 months ago
Note
🐅 for hiisi and 🎇 for anfisa
yayayyy thank u pria!!
🐅 (tiger) - What makes your character angry? Are they angry often? Does it take a lot to make them upset or are they quick to anger?
for Hiisi sometimes i feel like the question should be what DOESN'T make him angry lmao. i do feel like there is a throughline of authority at large, especially when leveraged against people who have no way of pushing back on that influence. he would never characterize his rage that way as he prefers to keep himself on the unapproachable side to most, but it's part of why he is so quick to take on Aventus Aretino's request to kill Grelod - especially since he was at one point an orphan at the mercy of the people who took care of him.
tamriel and skyrim especially is full of people eager to abuse their positions of power, so Hiisi is DEFINITELY angry often and while it doesn't take a lot to make him blow his lid it hasn't always been that way; as he settles into the role of Listener and travels throughout Skyrim i think he learns to rein things in a bit so as not to end up as explosive as some of the local Nords. so he generally cultivates a general air of quietly-boiling rage - though diehard Imperial or Stormcloak sympathizers, as well as upper-class bigots who hold people under their thumb really grind his gears and make him not want to wait for the Night Mother's word (and on a few occasions sometimes he doesn't wait).
🎇 (sparkler) - If your oc had the chance to start their life over again, what would they change, if anything? How would this change them and the people around them? Would their lives be better or worse? Would they change anything in the first place?
so Anfisa is generally a "keep moving forward" type of person, which makes it kind of hard to say what she would change, if anything. I think that she would certainly not want to start over from the beginning, both because I don't think she would see the point in it and because there are some things that she sees as set in stone, things that would happen in any lifetime no matter how many times it would play out. Transitioning, for one - I think she knows the Hist would be kind to her in any lifetime and her transness would be realized and welcomed by the Hist and her community.
I think by the end of the events of Skyrim she regrets not being able to help a lot of people, not being able to achieve a perfect outcome for the actual citizens of Skyrim during the peace talks, and not being able to dissuade Hiisi away from the Dark Brotherhood in some way - though the last one especially she can't help but feel like fate took him where he needed to be (or would end up eventually). so in that sense the opportunity to go back and change these things would be tempting, but in the grand scheme of things I don't think she would find it worth the risk of altering some yet-unknown future, or potentially preventing her from meeting the people she knows and loves in Skyrim.
3 notes · View notes
catboygirling · 6 months ago
Text
Tumblr media
took a break from art fight by drawing dumb shit
35 notes · View notes
auxiliarydetective · 1 year ago
Text
The OC Halloween Challenge - Day 25
You can find the challenge here!
Today's prompt was...
Better You Die Than I (Trope: Doppleganger)
In real life, seeing your “doppleganger” is said to be an omen of misfortune or good luck. In horror movies, dopplegangers usually take a more direct approach in ruining the lives of their lookalike. Whether they’re an omen of bad things to come or trying to steal ones life, give your oc a doppleganger and explore the horrors of a stranger that shares your face.
Poor English-speaking people who don't have the ä on their keyboards... So, when it comes to a Doppelgänger, I honestly only had two options. One would have been 80s!Kit and movie!Kit causing havoc together. But there's the main thing - together. And this Octoboer, we're here for the drama. So, I opted for the other option:
Raevyn and her younger self. For those of you who aren't aware, Raevyn gets thrown back in time during Tomorrow, and Tomorrow, and Tomorrow, landing her during the events of Pria. There's no way for her to get back and, to minimize the changes to the timeline, she stays on the Orville. But something that I've never really touched on is what that means for her younger self, the one that will now never get to serve on the Orville. Well, here's arguably the worst version
-
"Captain, there's a Tehiko ship approaching from port and they're fast," Gordon reported the blinking dot on his console.
"Tehiko?" Ed echoed. "In this corner of space?"
He glanced over at Raevyn, who shrugged in confusion.
"Weapons are loaded, sir," Bortus added.
"Raven?" Kelly asked sharply. "Is that normal? Do your people just run with knives?"
"No," Raevyn immediately said. "Raise deflectors, and recalibrate them to electromagnetic pulses, just in case."
Her hunch proved to be spot-on as, only a few seconds later, the first shot burst against the deflectors, a Tehiko ship coming into view.
"Gordon, evasive maneuvers," Ed immediately ordered. "Raven, hail them. I wanna know why they're firing on a fellow Union vessel."
"Channel open, sir," Raevyn said, her voice coming out almost forced.
"Unidentified vessel, this is Captain Ed Mercer of the USS Orville, why are you firing on your allies?"
The viewscreen came alive, making every single person on the bridge gasp for breath. Staring at them with a crooked smirk was Raevyn, an exact carbon copy of her, save for one detail: She was missing her gills.
"I know who you are, Captain," she spat out. "Why do you think I opened fire on you?" Then, she turned to Raevyn, Chief of Security of the USS Orville Raevyn, hatred flowing from her eyes. "Hey there, doppelgänger. How does it feel to be in my spot? You're not supposed to be here and you know it. There can only be one and I'm here to set things right."
6 notes · View notes
patronspatronesses · 8 months ago
Text
Chapter 0: Individual Missions
Format Caption Tweet Pengumpulan: Introduction: (Gelar)(Nama Lengkap)
Pengumpulan via: gambar (bisa berupa screenshot atau editan kreatif)
Waktu pengumpulan: dimulai kapan saja.
Tenggat waktu pengumpulan : Senin, 27 Mei 2024, 19.00 WIB
TLDR: mengisi link gdrive dan membuat biodata berisi gelar, nama lengkap, umur, status, karakter, dan 2 relasi.
Tumblr media
Berhubung kalian sudah resmi menjadi seorang bangsawan di klub Briton, kami para Patron dan Patroness selaku hosts dari pesta penyambutan kali ini ingin nobbies memperkenalkan diri kalian masing-masing melalui misi individu!
Pertama-tama isi spreadsheet dulu di sini. Guides tentang gelar dan spreadsheet akan dijelaskan di akhir.
Kedua adalah membuat biodata dalam bentuk gambar (bisa berupa screenshot atau editan kreatif). Terdapat 6 point wajib yang harus ada di biodata nobbies yaitu gelar beserta nama lengkap, nama ayah (untuk yang belum menikah), umur, status, nama pasangan (untuk yang sudah menikah), sifat karakter (fiksi), dan 2 relasi. Selebihnya boleh (opsional) kalian kreasikan sendiri mau ditambahin apa aja.
Ketiga. Kumpulkan biodata di kolom yang sudah ditentukan. Format caption pengumpulan: Introduction: (gelar dan nama lengkap)
Contoh bare minimum
---
Tumblr media
KETERANGAN MENGENAI STATUS
*pria: (belum menikah/bertunangan/sudah menikah/duda)
*wanita: (belum debut/debut/bertunangan/sudah menikah/janda)
Bebas diisi sesuai imajinasi, gak harus sesuai FC kalian. Biasanya gadis muda debut di umur 18 tahun, tapi dapat berbeda tergantung kesiapannya. Nulis nama ayang halu juga boleh banget euy.
Buat yang gay, di era ini gak bisa bertunangan atau menikah ya. Pacarannya diem-diem aja waktu orang-orang gak lihat, bisa ditulis di biodata sebagai "abstinent" alias gak tertarik sama pernikahan.
KETERANGAN MENGENAI KARAKTER
Sebutkan minimal 5 karakter dan sifat OC kalian. Boleh pendek berupa kata-kata maupun panjang berupa kalimat.
KETERANGAN MENGENAI RELASI
Wajib mencari 2 relasi, yaitu 1 orang anggota tim dan 1 orang di luar tim. Kedua pihak harus sama-sama menulis relasinya di biodata. Boleh lebih, tapi tidak boleh kurang, ya!
*Cari relasinya boleh secara pribadi atau melalui tweet, bebas. Yang pasti dilarang spam di GDM, ok?
Ide tambahan (opsional)
Buat yang pengen pengen aja, biodatanya boleh ditambahin beberapa hal sebagai berikut: foto, ketertarikan (interest), hobi, pendidikan, profesi atau pekerjaan, fakta menarik (tentang karakter), hewan peliharaan, klub yang diikuti, pesta favorit, warna favorit. Bisa kalian kembangkan sendiri aja ya!
Keterangan Mengenai Spread Sheet dan Gelar
• Satu gelar peers yang sama hanya bisa diklaim maksimal oleh dua nobbyovolents dengan syarat harus udah janjian dan gak tabrakan posisi. Selebihnya cuma bisa diklaim 1 orang saja. Siapa cepat dia dapat. (Misalkan Duke of Manchester sudah diklaim oleh Aldrich dan Cecil, maka Helena dan Dietrich harus mengklaim gelar lain seperti Earl of Liverpool)
• Jika kamu memilih menjadi peers (anak pertama/satu-satunya yang ayahnya sudah tiada), silakan langsung memilih dan menandai salah satu gelar yang sudah ada.
• Jika kamu memilih menjadi first sons, silakan memilih salah satu gelar yang ada sebagai gelar dari ayahmu. Untuk gelar kehormatan yang akan kamu dapatkan bisa disearch di wikipedia.
Misalkan kamu menandai The Earl of Kingston sebagai gelar ayahmu, maka kamu otomatis mendapatkan subsidiary title Viscount Kingsborough (tanpa THE). Lalu, jika yang kamu tandai tidak ada di list tersebut, berarti ayahmu tidak mempunya subsidiary title, sehingga kamu mendapatkan title sama seperti milik younger sons.
Tumblr media
• Jika kamu memilih menjadi younger sons/daughters, maka silakan langsung memilih gelar ayah dan menyesuaikan gelar kalian sesuai dengan panduan di sheet sebelah kanan.
Notes: Kasta sosialnya gak berlaku beneran di @BritonSociety, jadi gak perlu selalu mencari title tinggi-tinggi. Sesuaiin aja sama cerita dan kreativitas kalian, ok?
- BritonSociety, 1815 -
1 note · View note
ivyespeonfriends · 1 year ago
Text
Tumblr media
Last drawing before 2024
Tangled and Billie Bust Up Oc crossover
A girl band called, “Rainbow Streak Girls.”
Rennie: Red: Scarlet Bird Ghost
Kylynn: Orange: Giant Lizard
Izaskun: Yellow: Small Tail Chipmunk
Myrtice: Green: Hedgehog with Quills
Pria: Blue: Tabby
Dzsesszika: Indigo: Wooden Puppet
Elvira: Purple aka Violet: Silver Wolf
Hope you guys like this and see you all in 2024.
5 notes · View notes
chibimomiji · 2 years ago
Text
erste Hoffnung
Bleach characters x oc
Semua karakter Bleach adalah milik Tite Kubo sensei, saya hanya meminjam.
Tumblr media
"Fuyuki-san…!"
Seseorang melambaikan tangannya kepadaku dari seberang jalan. Begitu lampu penyeberangan menyala hijau, gadis berhelai coklat itu berlari kecil menghampiriku dengan senyum lebar seperti biasa menghiasi wajahnya.
"Maaf membuat Fuyuki-san menunggu lama.." Gadis itu Inoue Orihime, mengatupkan tangan di depan wajahnya, meminta maaf padaku.
Aku menggeleng dan menjawab singkat, "Tidak apa."
"Kalau begitu, ayo kita berangkat sekarang." Ia menarik tanganku. Tapi, langkah Orihime tiba-tiba saja terhenti. "Eh, tunggu sebentar.." Kedua iris coklat Orihime mengamati pakaian yang aku kenakan dari atas sampai bawah dengan seksama. "Apakah Fuyuki-san akan pergi ke festival dengan pakaian ini?"
Aku berkedip bingung, kemudian menatap penampilanku sendiri di kaca sebuah konbini yang tak jauh dari tempat kami berdiri. "Ada yang salah dengan ini?"
"Ah, tidak. Tidak ada yang salah, kok. Aku hanya merasa kalau Fuyuki-san pasti akan lebih cantik jika memakai yukata juga."
Aku berkedip untuk kedua kalinya. Yukata, ya?
Setelah mendengar Orihime berkata begitu, aku baru menyadari bahwa dia memang memakai yukata untuk ke festival. Yukata yang ia kenakan berwarna merah muda, sewarna bunga sakura di musim semi. Rambut panjangnya diikat dan diberi hiasan rambut dengan warna senada.
Terlihat sangat cantik..
"Tapi … aku tidak punya yukata."
Orihime tampak sedikit terkejut mendengar jawabanku. Dia terdiam untuk beberapa saat. Sampai akhirnya berseru bahwa dia tahu dimana aku bisa mendapatkan yukata dengan cepat saat ini juga.
Dia pun mengajakku pergi ke suatu tempat yang cukup aku ketahui.
Benar, itu adalah toko Urahara.
Pria dengan topi dan kipas yang biasa dipanggil Urahara itu tersenyum lebar begitu melihat kedatanganku dan Orihime. Orihime langsung menjelaskan tujuan dari kunjungan kami kali ini. Dan dengan senang hati pria itu memberikan sebuah yukata kepadaku.
"Cocok sekali! Fuyuki-san benar-benar cantik seperti dugaanku!" Orihime berbinar begitu melihat yukata berwarna ungu yang aku kenakan. Dia lalu membantuku menata rambut, bahkan memberikan hiasan rambut juga.
"Nah, sudah selesai! Sekarang ayo kita pergi!"
••••
Sejak tinggal di kota Karakura, aku tidak pernah membayangkan akan pergi ke festival dengan seseorang. Apalagi seseorang yang bisa aku sebut sebagai teman. Karena dulu aku tahu betul bahwa tujuanku datang kemari bukanlah untuk itu.
Tapi sejak bertemu Orihime, aku sering menemukan hal baru yang membuatku berdebar. Dia mengajariku banyak hal. Mengajariku begitu banyak emosi. Bahkan darinya, aku bisa tahu tentang apa itu kasih sayang.
Dia adalah gadis yang sangat baik hati dan lembut, dengan senyum yang bersinar, dan perhatiannya yang tulus. Jujur saja, itu membuatku merasa sangat nyaman saat ada di sekelilingnya. Mungkin karena itulah, sulit bagiku untuk melepaskan pandangan darinya.
Apakah … ini yang disebut mengagumi seseorang?
Di festival ini, kami tidak datang berdua saja. Ada Tatsuki-san, Kurosaki-kun, Ishida-kun, dan Sado-kun juga. Oh, di belakang Kurosaki-kun ternyata ada Karin-chan dan Yuzu-chan.
Kami semua kemudian berkeliling, membeli beberapa makanan ringan, sampai mencoba banyak permainan juga.
Yang paling menyenangkan adalah saat aku dan Kurosaki-kun beradu menembak, siapa yang bisa menjatuhkan kaleng lebih banyak.
Ah, apa aku bilang tadi menyenangkan? Sejujurnya aku masih kurang mengerti dengan kata itu. Hanya saja … aku merasakan jantungku berdebar lagi saat melakukannya.
Sebelum pulang, Orihime mengajakku dan yang lain untuk menggantung tanzaku. Dia memintaku menuliskan sesuatu di kertas persegi panjang itu, kemudian menggantungkannya di bambu.
Aku menatap kertas di tanganku dalam diam. Apa yang harus aku tulis?
Begitu perang besar berlalu setahun yang lalu, aku akui aku memang hidup dengan sedikit lebih baik sekarang. Padahal saat itu aku sudah menyerahkan akhir hidupku pada para shinigami.
Tapi Orihime dan Kurosaki menyelamatkanku. Mereka mengajakku untuk kembali ke kota Karakura dan mengatakan bahwa aku punya rumah di sini. Mereka juga memberikanku harapan serta alasan lain mengapa aku harus bertahan hidup.
Aku sungguh berhutang banyak pada mereka. Meski begitu, sampai saat ini aku tidak tahu bagaimana cara untuk membalas semua kebaikan hati mereka. Yang bisa aku lakukan sekarang hanyalah berharap agar mereka hidup bahagia.
Ah, itu dia.
Akhirnya aku sadar, bahwa harapan yang harus aku tulis di tanzaku ini bukanlah untuk diriku, melainkan untuk mereka yang telah melakukan banyak hal untukku.
Selesai menuliskan sesuatu di kertas dan menggantungkannya di bambu, aku berbalik. Aku melihat Orihime dan yang lainnya tengah menungguku. Dan kalian tahu? Mereka semua tersenyum padaku.
Ah, perasaan apa ini? Jantungku berdebar lebih cepat dari sebelumnya. Sepertinya aku benar-benar sangat menyukai berada diantara mereka. Ini tidak masalah, bukan?
3 notes · View notes
fandomgingerfox · 2 years ago
Text
Tumblr media Tumblr media
lol say hi to my ocs
(pria on the left and Vito on the right)
(art by the website picrew)
2 notes · View notes