#nyinyirs
Explore tagged Tumblr posts
aprilliouz · 2 years ago
Text
Belajar menyadari pentingnya menghargai dan menjaga hati.
Karena bisa saja pencapaiannya yang baru kamu nyinyiri adalah kesempatan yang baru saja dirasakannya setelah jatuh berkali kali dalam perjuangannya.
Lalu kamu patahkan.
Kamu, yang hidupnya penuh hal baik tapi tak disyukuri
1 note · View note
sarasastra · 2 months ago
Text
Opiniku Soal: Posting Foto Buku
Lagi banyak yang speak up soal "gapapa posting foto buku (yang sedang dibaca)"—dalam rangka ajakan untuk menggerakkan literasi orang². Memantik minat baca.
Khususnya disosial media yang kita tahu sendiri, Indonesia punya banyak pengguna aktif.
Tapi ternyata ada orang² yang justru merespon negatif, memandang aneh dan nyinyir dengan posting foto buku itu.
Padahal, sebetulnya mereka yang nyinyir kayak gitu tuh karena justru mereka ngga baca buku. Ngga tau seberapa powerfulnya kegiatan membaca.
Belum ngerasain nikmatnya konsumsi buku yang sesuai, yang bagus dan yang mantap!
Belum tau mereka betapa dahsyatnya isi buku yang bagus itu mempengaruhi kehidupan mereka.
Andai mereka mau berpikir; menormalisasi posting foto (misal) lagi makan di resto, punya kendaraan apa, tren yang macam², lagi liburan kemana itu ngga keren. Ngga ngasih dampak apa² selain risiko memunculkan iri dengki, komparasi hidup, dlsb.
Tapi kalau soal posting buku bacaan/lagi baca buku, itu bisa bikin pengaruh baik!
Seenggaknya bikin orang penasaran sama bukunya, kenapa kita mau baca buku ini, isinya apa. Kalau belum mampu beli, masih bisa pinjam. Ngga beli bajakan.
"Oh ternyata seru yaa, oh bagus juga ya isinya.."
Seketika, orang bisa jadi tergerak untuk membaca juga. Dan itu bagus untuk kehidupan orang tersebut.
Mari tetap sebarkan influence yang baik meski masih ada sebagian orang yang belum tercerahkan.
Mari dakwahkan; membaca buku itu asyik! 📖✨️
Tangerang, 14 Desember 2024 | 00.58 WIB
93 notes · View notes
kurniawangunadi · 1 year ago
Text
Cermin Kehidupan
Pernah kepikiran tidak? Kalau bagaimana kejadian-kejadian di dunia sekitar kita, adalah cerminan apa yang ada di dalam diri kita sendiri. Bagaimana orang lain merespon kita, barangkali ada cerminan kita di waktu yang lain merespon orang lain. Mungkin tidak di saat sekarang, tapi beberapa tahun yang lalu.
Saat kita melihat betapa buruknya hari-hari berlalu. Apa jangan-jangan itu adalah cerminan pikiran kita yang memang memandang buruk banyak hal, julid sana-sini, suka nyinyir di dalam hati, dan beragam bentuk emosi yang terpendam. Tercermin dari bagaimana dunia berjalan dalam hidup kita.
Keadaan yang naik turun, hilangnya orang-orang yang tadinya kita kenal, dan banyak hal yang silih berganti terjadi di usia ini. Adalah cerminan bagaimana kita berpikir dan sudut pandang kita. Sesuatu yang selama ini kita anggap paling benar - karena kita merasa paling paham sama diri sendiri. Nggak ada orang lain yang bisa memahami kita, karena mereka tidak menjalani hidup yang kita jalani.
Tanpa sadar, kita membangun benteng yang tinggi sampai-sampai kita tidak menyadari bahwa diri ini tercermin sedemikian rupa. Dari tutur bicara, dari pengambilan keputusan, dan respon masalah, dan banyak hal lain yang secara tidak langsung menunjukkan jati diri kita.
Kita mungkin merasa baik-baik saja. Tapi, kenyataan yang kita hadapi menekan kita dari banyak sisi. Kita membangun bentang semakin tinggi, sampai-sampai tak ada lagi nasihat yang bisa kita resapi, tak lagi kita mau mendengarkan orang lain tentang diri sendiri.
Merasa diri paling tersakiti dan menjadi korban. Tidak menyadari, bahwa akar masalah dan pelaku dari rentetan kejadian itu adalah diri sendiri. Diri yang tidak bisa bercermin dengan bijak pada kehidupan. kurniawangunadi
262 notes · View notes
nonaabuabu · 11 months ago
Text
Aku Kehabisan Energi
Apa iya, bukan karena nggak punya kemampuan mengolah energi?
Tumblr media
Kehabisan energi adalah keluhanku belakangan ini, apalagi sepertinya media sosial bahkan lingkungan sekitar memberikan pengakuan bahwa di usia yang semakin dewasa energi kita mudah terkuras. Tapi sebenarnya energi apa yang terkuras?
Memang rasanya mudah sekali lelah, hingga cenderung menghindari hal-hal yang membutuhkan upaya berpikir juga bergerak. Daripada melakukan kegiatan yang membutuhkan tenaga mending scrooling media sosial, tertawa senang dengan tingkah orang untuk akhirnya iri dengan kehidupan mereka.
Ah, payah memang kita. Atau hanya aku?
Padahal tahu, banyak hal yang bisa dilakukan. Berolahraga dengan rutin saja sulitnya minta ampun. Masih mengaku hemat energi? Ketemu orang lain, malasnya bukan main. Pakai skenario di dalam kepala lagi, nanti mereka banyak tanya, mengkomentari hidupmu, julid dan nyinyir. Waduh, separah itu ternyata aku menilai kehidupan ini.
Bahkan kini memasuki tahap, daripada berdebat dengan keluarga, yasudah tak usah hubungi mereka. Ini benaran lagi set boundries atau nggak berani untuk meningkatkan kemampuan diri? Kok kau kedengaran jadi penakut, sampai menghindari banyak hal untuk hal-hal yang belum tentu terjadi. Kapan bisa menyelesaikan masalah yang kompleks di diri kau dan sampai kapan bawaannya selalu pengen menghindar dan lari?
Kau yakin energimu terkuras, atau sebenarnya nggak bisa mengolah energi dalam dirimu aja?
Ayolah, banyak hal yang bisa kau lakukan untuk terus berkembang baik secara emosional maupun skill bertahan hidup lainnya. Belajar menulis misalnya, bukannya kau suka, kenapa harus dikategorikan menguras energi yang entah kau gunakan untuk apa?
Sudahlah, dewasamu bukan tanda kau kehabisan energi untuk melakukan banyak hal. Selama kau masih punya waktu untuk scrooling laman media sosial, berkomentar di postingan orang, berkhayal tentang hidup yang menyenangkan dan overthinking setiap malam, artinya kau saja yang tak bisa menempatkan energi itu dengan baik.
Toh semua itu butuh energi, masa kau akan terus menerus menggunakannya untuk sesuatu yang akhirnya nggak ngasih kau dampak apa-apa, kecuali pertanyaan-pertanyaan dan rasa lelah berikutnya?
Bangun Yul, energimu bukan terkuras, kamu salah menggunakan aja.
Sedang Belajar, 02 Ramadan 1445
32 notes · View notes
maitsafatharani · 1 year ago
Text
My INFJ
Untukku yang masih banyak malu kalau mau post yang arah-arahnya merah jambu di kanal sosial media lainnya, tumblr jadi salah satu tempat pelampiasan yang tepat. Hehe, terimakasih telah menjadi ruang amanku, tumblr :)
Malam-malam sembari nyicil berkas akreditasi klinik, tetiba pengen mencurahkan banyak hal dari lubuk hati.
Barusan, suami ngechat.
"Yang, nanti sabtu aku visite ya.."
"Oiya gpp, nanti dania aku bawa rapat."
"Dania nanti aku titipin mba bentar aja ya.."
"Ooh kamu berangkat visitenya mau abis subuh ya soalnya.."
"Soalnya jumat malam kan kamu dines ya"
"Iyaa"
"Plan B nya gpp dibawa rapat. Soalnya kamu abis malem, yang."
"Iyasih XD"
Nggak sekali ini aja, suami lebih holistik dalam merencanakan daripada aku. Aku malah seringkali lupa, kalau mau melaksanakan agenda berat berturut-turut. Atau lupa sama kebutuhan sendiri. Suami yang inget.
Inget banget momen-momen mau lahiran.
"Aku tuh pengennya ya Yang, kalo bisa seminggu pertama abis lahiran tuh udah nggak usah ada tamu." Kata Paksu.
"Yaa gpp sih ada tamu. Yang penting kan kitanya udah sefrekuensi."
"Tapii kadang mulut orang ngga bisa dikontrol. Ada aja komentarnya. Belum tentu lahiran nanti kondisinya ideal kan. Nggak tau lahirannya bisa pervaginam atau engga. ASI nya lancar atau engga."
"Iyasih..."
"Melahirkan udah berat buat ibu, Yang. Apalagi kalo harus dengerin macem-macem."
Pada akhirnya sih kami tetap terima tamu ya, wkwk. Qadarullah segalanya lancar dan hampir nggak ada omongan nyinyir. Cuman yaa banyak saran-saran aja gitu buat ibu dan bayinya wkwk. Tapi kalau inget suami pernah ngomong gitu berasa, makasih ya :")
Dan sekarang adalah momen menjelang Dania MPASI. Kira-kira begini isi percakapan kami.
"MPASI tuh.. berat ya. Aku pernah lihat di tiktok anaknya ngelepeh makanan sejak hari pertama." Paksu said.
"Iya, apalagi sampai umur 2 tahun. Ada aja cobaannya pasti." Aku menimpali.
"Aku lihat tuh ya.. ibu-ibu tuh fokusnya ke, apa masakanku kurang enak ya.. bukan fokus ke apakah cara masaknya udah bener, teksturnya sesuai." Paksu said lagi.
"Iya.. banyak overthinkingnya ibu-ibu tuh. Makanya aku banyak cari referensi, tentang feeding rules juga. Supaya lebih banyak tau jadi lebih..."
"Lebih strict?"
"Engga. Justru aku berharapnya lebih banyak tau tuh jadi lebih fleksibel. Kalo anaknya gamau A, oh solusinya boleh B. Gamau C, oke solusinya D. Selama ga menentang prinsip utama."
"Iya Yang, kita perlu banyak belajar. Pasti sedih kan, kamu yang masak. Kalo Dania sampai gamau pasti kamu juga kepikiran."
Kira-kira dari percakapan-percakapan kami bisa kebaca kan ya, siapa yang lebih overthinking? Wkwkwk.
Sejak kami serius untuk menikah, kami sering membicarakan hal-hal terkait kepribadian kami. Suami memang mengakui, dirinya sangat bisa overthinking dalam banyak hal. Juga selalu ingin perfeksionis dalam hal apa pun. Dulu, kupikir aku harus sangat menyesuaikan diri dengan semua ini. Di saat apa pun kubawa santai :") Tapi rupanya, perfeksionisme yang suami anut, tidak irritable menurutku. Justru sangat mempermudah segalanya.
Aku, si INFP bersuamikan INFJ. Sangaaat helpful dan fit me completely.
Kalau sebelum menikah, mungkin mendengarkan apa yang dibicarakan Paksu akan terdengar so sweeet. Tapi sekarang, mendengarnya tuh serasa ada embun menetes di hati.
Adem.
Sampai kadang aku cireumbay sendiri haha.
Kadang bingung, kebaikan apa yang pernah kuperbuat sampai Allah karuniai suami sebaik ini? Meski aku dan dia teman SMA, aku nggak pernah menyangka dia se-pengertian itu.
Makasih yaa, sudah menjadi sekeping puzzle yang melengkapi cerita hidupku. Aku nggak tau ke depannya akan bagaimana. Tapi, semoga Allah selalu memberkahi keluarga kecil kita.
Dan semoga kebersamaan kita bermuara di surga-Nya.
133 notes · View notes
dewisptyn · 9 months ago
Text
Berisik di Kepala
Semakin bertambah usia, aku rasa kekhawatiranku yang dulu sering aku bayangkan, sekarang udah mulai berkurang. Berkurang karena aku dah gak mikirin lagi terlalu sering. Toh beberapa dari mereka banyak yang gak terjadi.
Beberapa ambisi duniawi pun beberapa ikut luntur, kayak dulu aku ngebet banget pengen punya mobil. Ternyata setelah pengamatan beberapa tahun, gak punya mobil tuh gakpapa dan lebih banyak untungnya untuk di kondisi yang sekarang. Banyak hidden costs yang jumlahnya lumayan bikin dompet kembang kempis dan menurutku lebih baik digunakan buat hal lain uangnya, jalan-jalan misal wkwk. Aku juga ga ambis punya rumah, apalagi maintenance rumah itu biayanya tinggi dan harga rumah itu sendiri juga diluar nurul.
Andai nanti usia kepala tiga aku masih belum punya apa-apa, aku rasa juga aku tetap santai. Paling orang lain yang nyinyir.
Andai nanti usia kepala tiga aku masih melajang, aku juga biasa aja. Paling orang kampung yang rewel.
Gak mau ngoyo harus ini itu. Capek sendiri dan ga akan ada habisnya. Ga perlu iri sama rejeki orang lain juga.
Santai aja, hidup udah diatur sama Allah. Kita cuma jalani dan usahakan sebaik mungkin. Siapa tau ternyata Allah udah ngatur kita berjodoh sama laki-laki mapan tampan rupawan solih single? xixixi.
13 notes · View notes
ikantomi · 2 months ago
Text
seperti mendapat hidayah orang yang bisa stright dengan keputusannya untuk hidup sehat.
dimana itu membutuhkan effort yang sangat luar biasa di tengah gempuran fastfood yang semakin kompetitif ragamnya.
semua orang pasti menginginkan sehat TAPI tidak dengan prosesnya yang mana itu sangat menguras tenaga fikiran dan mengontrol nafsu makan tentunya.
aku yang saat ini dalam proses menuju itu yaitu sehat, sangat respect sekali sama usaha abang yang ada di artikel di atas.
dimana dia sudah strong banget bisa sampai di pencapaiannya sekarang.
aku hanya bisa berdoa semoga diijinkan Allah agar bisa megekor dia, syukur2 bisa lebih dari dia Aamiin yra.
Bukan Saat Obesitas, Ravi Dapat Nyinyiran ketika Berhasil Diet dan Jadi Personal Trainer
SUKSES ADALAH IMPIAN SEMUA ORANG
TAPI HANYA SEGELINTIR SAJA YANG BISA MEWUJUDKANNYA
YAITU MEREKA YANG BERTEKAD KUAT DAN KONSISTEN
DAN KESUKSESAN ADALAH BAHAN NYINYIR
bukan saat obes nyinyiran itu menyapa tapi bagaimana dia bisa jatuh lagi setelah sukses diet
tapi yakinlah proses itu yang mengubah semuanya
proseslah yang mengajarkan betapa pentingan suatu pengalaman itu
darinya kita bisa belajar dan membandingkan rasanya menjadi sehat itu adalah sebuah kenikmatan tertinnggi
ijin comot ya yg punya artikel ini
km sangat menginspirasi
2 notes · View notes
putrikaguya · 3 months ago
Text
Dijawab Allah meski waktu yang lama.
Dulu di saat aku lagi di titik ditanyain mulu kapan nikah, aku sempet kepikiran sama satu laki2 teman sekolah yang ga pernah satu kelas tapi setelah aku pindah rumah kita jadi sekomplek. Dengar dari cerita temen, dia kuliah di salah satu universitas negeri yang masuk dalam impian aku kalau punya suami. Saat itu aku coba cari cara gimana bisa kenal dia, eh tiba-tiba dapet kabar dia nikah.
Dulu ya kecewa, baru mau cari cara biar bisa kenal kok dia udah nikah aja wkwkk. Singkat cerita, kemarin baru ada moment yang ga sengaja dia jadi pasien aku. Pas datang berobat awalnya datang sendiri, ga lama datang anak istrinya. Sebenarnya aku udah lumayan biasa kalau anak istri ikut masuk ruangan, biasa ya kalau suaminya diperiksa istri ikut nanya, belum lagi anaknya megang / injek ini itu mah udah biasa, nah yang bikin kaget ga lama bapaknya ikutan dateng.
Moment paling shock pas bapaknya baru sampe langsung nanya "Kenal sama si X (senior aku) ga? Itu dia belom punya anak." Busestttt... Terkedjoet!!
After treatment, bapaknya nanya lagi kenapa aku ga lanjutin sekolah lagi kayak senior aku itu biar jadi spesialis? Aku jawab gapapa pak pingin jadi kayak sekarang aja. Lah kok dia jadi banding-bandingin?!.. Dalam hatiku "Bapak mau bayarin sekolah saya?" Kan ga enak ya. Eeh terus nanya lagi anak gue sekarang berapa? Jiaaaaa..
Setelah mereka pulang, aku mikir "Ya Allah makasih ya aku jadi tau jawabannya. " Sumpah ya kalau punya mertua begitu kayaknya aku ga kuat, mungkin kalau mertua cewe mulutnya nyinyir masih bisa maklumi, tapi ini bapak2 nyinyir jarang ku temui. Kebayang ga punya mertua begitu terus belom punya anak sampai sekarang, mungkin eke bisa goodbye
3 notes · View notes
masmess · 4 months ago
Text
11#
Semestinya ada yang lebih bijaksana dari sebuah perpisahan yang pelik. Semacam kesepakatan dengan masa lalu agar tak lagi datang diam-diam. Sebenarnya bukan perpisahan itu yang menyebalkan, tapi perihal ingatan-ingatan yang kerap datang seperti maling. Juga berbagai khusyuk perjuangan melupakan saat kesendirian datang. Hidup sering menjadi sebuah usaha melawan kenangan dan kita kerap dipaksa menyerah kalah sebelum memulai.
Aku belajar untuk menerima kekalahan, juga menerima fakta bahwa mengingat adalah laku batin yang pedih. Kita tak bisa benar-benar membagi perasaan kepada orang lain. Perasaan adalah sebuah medium yang unik. Ia tak bisa kembar karena masing-masing manusia memiliki kondisi tersendiri dalam mengalami sebuah perasaan. Adakalanya orang menangis tanpa sebab kala hujan tiba, juga sebuah senyuman tulus ketika melihat sebuah senja yang keemasan. Perasaan adalah anugerah yang tak pernah bisa dimengerti.
Kenangan, seperti juga perasaan, bekerja dengan cara yang ajaib. Kita tak bisa mengendalikan bagaimana sebuah perasaan datang. Tak pernah ada perasaan utuh, seperti juga kenangan lengkap. Ketika kenangan datang kita tak pernah benar-benar seutuhnya memutar ulang kejadian yang telah lampau. Kita mesti hidup dengan cara yang demikian sebagai sebuah proses tanpa akhir.
Banyak hal yang tak bisa kita sepakati dalam hidup. Seolah-olah kita adalah sebuah sekrup yang bekerja mekanis dan sistematis. Robot yang harus tunduk pada perintah-perintah yang bahkan kita sendiri tak bisa mengerti. Seperti tiba-tiba merindu lantas haru. Atau bertemu lantas terluka. Kejadian-kejadian yang menuntut kita untuk dewasa pada perasaan. Sayangnya, tak pernah ada manusia yang dengan bijak menyapa masa lalu yang perih seperti seorang karib.
Aku belajar untuk melupakan lesung pipit sebagai sebuah masa lalu. Juga dahi lebar dengan hidung mungil yang kerap berubah indah ketika sebuah senyuman hadir tiba-tiba. Bukankah siksa paling keji adalah merasakan rasa sakit tanpa sebab? Kukira ada yang lebih bijak dari sekedar mengumpat, walau itu pada kenangan paling perih sekalipun. Atau pada sebuah keadaan yang sama sekali tak bisa dikembalikan. Atau pada sebuah perasaan yang tak bisa dihilangkan.
Kukira jatuh cinta padamu adalah sebuah keniscayaan. Sebuah perasaan yang tidak mungkin tidak hadir. Ia adalah nasib, atau juga kutukan, yang dengan sukarela aku terima. Bukankah kita semua pernah kecewa, meratap lantas dilupakan? Tapi mencintaimu bukanlah pilihan. Ia adalah kondisi apa boleh buat yang aku yakin semua orang akan setuju. Jika tidak kami akan bertemu lantas baku hantam untuk memaksakan perasaanku.
Ada beberapa kisah cinta yang memang berakhir tragis untuk melahirkan kisah lain yang lebih manis. Juga beberapa pengorbanan yang sia-sia karena tak pernah ada pelajaran gratis. Hidup adalah perkara berdamai dengan kekalahan lantas mengais sisa harapan. Semua yang sisa adalah daya hidup paling pejal, paling laten dan paling pegas. Ia bisa diinjak, bisa ditekan dan bisa dihimpit. Namun sekeras itu pula mereka akan melawan. Kukira perasaanku padamu juga demikian.
Pada suatu malam aku menulis puisi setelah membaca puisi. Kau akan begitu terkejut bagaimana sederhananya (sekaligus rumitnya) pikiran kita bekerja. Aku memagut diksi begitu banyak juga menafsir kata begitu banyak. Sebagian besar malah melahirkan proyeksi bentuk wajahmu yang merupa dalam begitu banyak ekspresi. Tentu sebagian besar adalah senyuman, meskipun ada beberapa mimik nyinyir dan genit. Tapi semua menjadi samar, karena kini saat aku mengingatnya semua rupa tadi hilang.
Aku mencintai puisi seperti kau mencintai segala obsesimu. Puisi adalah segala yang bernama semangat. Kau akan begitu tergagap memahami bagaimana kata-kata yang dijalin bisa memberikan kendali atas perasaanmu. Seperti sepotong sajak Goenawan Mohamad “Akulah Don Quixote de La Mancha, Majnenun yang mencintaimu.” Ada yang mencoba lepas dari sajak itu. Sebuah perasaan yang melompat ketika kau kasmaran.
Dalam puisi aku bebas memahat pesan dan menempatkanya dalam sebuah kado dengan pita merah jambu. Lantas menaruhnya diam-diam di sebuah lini pasa jejaring sosial maya. Kita tak pernah akan menduga siapa saja yang terjerat lantas urun haru. Atau siapa saja yang tercekat lantas merutuk amuk. Puisi menghadirkan itu semua. Aku tak mengharap kau paham tapi aku berdoa kau bisa merasakan apa yang ada dalam setiap sajak yang kubikin.
Dalam puisi aku bisa berkisah tentang perjalanan semalam dengan deru bus yang merambat pelan, seusai menikmati pagelaran musik dengan rupa malam begitu kudus. Atau sebuah perjalanan sepanjang siang hingga petang pada sebuah atap perpustakaan. Atau juga ribuan pesan pendek dengan basa basi konyol. Juga sebuah senyum dengan abu merapi yang menetas dalam gelas jeruk panas. Di sana ada angkringan, beberapa tikar dan sebuah tembok yang kelak akan runtuh. Seperti juga sebuah rezim yang berdiri terlalu lama.
Dalam puisi aku juga bisa berteriak kesakitan. Menggarami luka lantas menyayat perih sebuah borok. Atau mengemas kebencian dengan ragam warna cerah. Seolah olah dunia baik-baik saja namun membusuk dari dalam. 
Melalui puisi aku bisa menjadi orang munafik yang tak pernah belajar merelakan. Seperti batu yang menghimpit lantas menekan keras. Harapan, kukira, adalah perkakas paling sadis dalam menyakiti. Kau tak akan pernah tau seberapa sakit rindu yang koyak.
4 notes · View notes
fael02 · 4 months ago
Text
Cermin Hidup
Saat kita melihat betapa buruknya hari-hari berlalu. Apa jangan-jangan itu adalah cerminan pikiran kita yang memang memandang buruk banyak hal, julid sana-sini, suka nyinyir di dalam hati, dan beragam bentuk emosi yang terpendam. Tercermin dari bagaimana dunia berjalan dalam hidup kita.
Keadaan yang naik turun, hilangnya orang-orang yang tadinya kita kenal, dan banyak hal yang silih berganti terjadi di usia ini. Adalah cerminan bagaimana kita berpikir dan sudut pandang kita. Sesuatu yang selama ini kita anggap paling benar - karena kita merasa paling paham sama diri sendiri. Nggak ada orang lain yang bisa memahami kita, karena mereka tidak menjalani hidup yang kita jalani.
Tanpa sadar, kita membangun benteng yang tinggi sampai-sampai kita tidak menyadari bahwa diri ini tercermin sedemikian rupa. Dari tutur bicara, dari pengambilan keputusan, dan respon masalah, dan banyak hal lain yang secara tidak langsung menunjukkan jati diri kita. Kita mungkin merasa baik-baik saja. Tapi, kenyataan yang kita hadapi menekan kita dari banyak sisi.
Kita membangun bentang semakin tinggi, sampai-sampai tak ada lagi nasihat yang bisa kita resapi, tak lagi kita mau mendengarkan orang lain tentang diri sendiri.
Merasa diri paling tersakiti dan menjadi korban. Tidak menyadari, bahwa akar masalah dan pelaku dari rentetan kejadian itu adalah diri sendiri. Diri yang tidak bisa bercermin dengan bijak pada kehidupan.
2 notes · View notes
parasitlajang · 2 years ago
Text
Dari mana asal muasal Misogini?
Belakangan ini, berita pelecehan dan kekerasan seksual selalu menjadi headline, di beranda temlen akun twitter saya. Ada saja berita pemerkosaan yang menimpa perempuan dan anak-anak. Membuat miris, sekaligus menyulut emosi. Bapak kandung melecehkan anak kandungnya sendiri, laki-laki dewasa yang memperkosa anak balita, penyandang disabilitas yang diperkosa laki-laki biadab yang kebetulan melihat korban sedang sendirian di dalam rumah, dan baru-baru ini,seorang remaja perempuan berusia belasan tahun,diperkosa oleh tiga orang tetangganya sendiri ketika hendak pergi tarawih. Benar-benar biadab!
Betapa menyedihkan menjadi perempuan. Hampir tidak ada ruang aman di sudut manapun di dunia ini untuk kami. Setiap hari, perempuan terus dibayang-bayangi ketakutan. Berita pelecehan dan kekerasan seksual, seolah jadi makanan rutin yang dikomsumsi tiap hari. Dan tentu saja, dengan budaya victim blaming dan rape culture yang dianut oleh masyarakat patriarkal ini; " Jika kamu diperkosa, itu bukan salah laki-laki. Tapi kamu sebagai perempuan, yang tak bisa menjaga diri. "
Bukan hal baru, jika dalam kasus kekerasan seksual, korbanlah yang selalu disalahkan alih-alih mendukung korban dan mengutuk pelakunya. Coba, berapa banyak orang yang peduli pada mental dan trauma korban kekerasan seksual? Nggak banyak. Barangkali hanya tiga puluh persen, dan sisanya adalah orang-orang yang hanya sibuk mencari tahu, pakaian apa yang dikenakan korban ketika terjadi pemerkosaan. Jika kebetulan korban berpakaian minim, dan sedang di luar rumah, di diskotik, sedang mabuk, atau sedang di pinggir jalan pun, masyarakat kita yg patriarkis ini akan berkomentar seksis sambil nyinyir, " Ya pantas lah, diperkosa. Lah pakaiannya aja begitu, mana sedang mabuk. Duh, perempuan nggak bener ternyata. Lah, udah tahu sendirian,kok ya mau diajak minum sama banyak laki-laki. " Atau jika kebetulan yang melakukan pelecehan adalah partnernya, mereka juga bakal nyelutuk kira-kira begini, " Sama pacar sendiri, mau sama mau kok ya ngaku diperkosa. Aneh bener, kemarin-kemarin emang pas ngewe emang ngerasain apa? dasar lonte! " Dan tentu saja komentar-komentar bodoh bernada misoginis begini sering saya temui di kolom komentar sosial media. Ini hanya salah satu contoh sikap/tindakan yang menormalisasi kekerasan seksual. Nah, pemakluman kekerasan seksual inilah yang disebut rape culture atau budaya pemerkosaan. Banyak hal yang menjadi penyebab kenapa masyarakat lebih suka menghakimi korban daripada menuntut pelaku untuk mengakui atau membuktikan kalau dirinya tak bersalah. Pertama, ketimpangan relasi alias laki-laki yang dianggap subjek dan perempuan itu objek. Secara sederhana, berangkat dari ketimpangan relasi inilah yang menempatkan perempuan sebagai kelas dua; dari objektifikasi tubuh perempuan beserta stigmasisasi dan pelabelan terhadap nilai nilai ketubuhan dan seksualitas perempuan itu sendiri. Pemikiran bahwa perempuan itu objek akhirnya menciptakan ideologi relasi kuasa. Sebuah kultur yang melanggengkan stigmasisasi bahwa perempuan itu makhluk lemah dan harus di bawah kuasa laki-laki. Kultur ini masuk sebagai kesadaran baru konstruksi sosial yang menempatkan laki-laki dengan citra maskulin, dan perempuan dengan citra feminin. Laki-laki diberi hak sebagai pengambil keputusan dan memimpin. Sementara perempuan diposisikan dan ditempatkan di ranah domestik; mengasuh anak, mengurus rumah tangga, dan melayani suami. Ketimpangan relasi yang memposisikan perempuan sebagai kelas dua ini, tak lain tak bukan adalah buah tangan dari ideologi patriarki.
Patriarki ini pula yang menciptakan mitos-mitos tentang tubuh perempuan. Sudah seberapa sering kita mendengar analogi tubuh perempuan yang disamakan dengan permen, ikan asin, jambret, rampok, bahkan duit 1M. :D
Analogi-analogi tentang tubuh perempuan ini tentu saja menunjukkan pola pikir masyarakat, bahwa perempuan itu adalah objek. Karena tubuh perempuan hanya dilihat sebagai objek dan seksualitas semata, maka itulah rape culture/pemakluman kekerasan seksual, susah dihilangkan dari pikiran masyarakat. Lalu kenapa budaya rape culture terus dilanggengkan dan dianggap hal yang normal dan wajar? Kenapa masyarakat selalu mengentengkan pelecehan seksual? Kenapa candaan seksis tentang kasus kekerasan seksual seolah jadi budaya dan bahkan perempuan juga tak jarang kerap menyalahkan korban, dengan ikut-ikutan melontarkan komentar-komentar seksis?
Mengutip dari Magdalene. Co, istilah rape culture sendiri lahir pada era 70 an, ketika gelombang feminisme kedua di AS sedang terjadi. Lalu terbitlah buku yang memakai istilah ini pertama kali, dengan judul " Rape: The First Sourcebook for Women; Noreen Connel.
Dalam kasus kekerasan seksual, percaya atau tidak Media juga punya andil besar kenapa budaya pemakluman terhadap kekerasan seksual ini, sulit sekali dihilangkan. Lihat saja, bagaimana cara Media memberitakan kasus pelecehan dan pemerkosaan dengan hanya fokus menyoroti korban. Belum lagi headline yang cenderung merendahkan korban dengan judul-judul yang berbau-bau seksis dan terkesan misoginis. Padahal Media yang seharusnya wadah besar dan peran ganda dalam memberikan informasi dan ikut membantu mengedukasi masyarakat, malah ikut-ikutan mengafirmasi budaya rape culture ini. Itu sebabnya dari cara Media memberitakan kasus kekerasan seksual, dan apa yang ditangkap oleh masyarakat akhirnya menciptakan sudut pandang bahwa pelecehan seksual adalah sesuatu yang lumrah.
Lalu, bagaimana cara melawan Rape Culture? Pertama, berhenti menyalahkan korban. Apapun pakaian yang ia kenakan, seberapa banyak alkohol yang ia minum, atau di manakah korban ketika pelecehan sedang berlangsung, itu sama sekali bukan bentuk persetujuan untuk dilecehkan. Kedua, jangan melontarkan candaan seksis dan menertawai kasus kekerasan seksual. Ini hanya akan menambah trauma korban dan korban semakin kesulitan dan enggan berbicara tentang pemerkosaan yang sedang dialami. Ketiga, fokus mengedukasi diri sendiri. Semakin kita memahami dan mengenal budaya pemerkosaan, kita akan jauh lebih peka dan punya empati terhadap korban. Dengan mengedukasi diri, kita akan punya pengetahuan yang cukup untuk dibagi ke masyarakat awam tentang bagaimana menentang budaya pemakluman kekerasan seksual agar tidak berlanjut ke generasi berikutnya.
Akhir tulisan ini, mari sama-sama kita renungkan. Apakah dalam diri kita, ada bibit-bibit misogini?
20 notes · View notes
azurazie · 2 years ago
Text
Allah Maha Tahu, kita mah sebagai manusia gampang bosanan. Makanya, doa dan shalawat banyak versinya. Jadi seharusnya tidak ada alasan satu hari tidak berdoa dan bershalawat. Tinggal pilih mana yang lagi ingin dibaca.
Nah, kelemahan manusia itu gampang terdistraksi dengan sesuatu. Alias gampang kehilangan fokus. Maka, dari itu perlu yang namanya 'alat' buat semacam pengingat. Bersyukur rasanya Allah ilhami seseorang yang jenius yang membuat aplikasi digital tasbih ini. Cocok untuk yang punya target harian. Cocok buat zaman sekarang yang kemana-mana nggak bisa lepas dari hp. Makanya, jangan nyinyir dulu kalau lihat ada orang yang hpnya dipegangin terus. Siapa tahu dia punya target harian yang belum selesai dibaca. Dimulai dari #1000 #2000 s/d #10.000 bisa dicoba lama-lama bisa ketagihan kalau sudah jadi kebiasaan.
Kalau untuk amalan lain sebaiknya disembunyikan dari orang lain. Karena tipis sekali dengan riya yang bisa menghanguskan pahalanya. Beda dengan shalawat. Shalawat boleh dipamerin, karena akan selalu sampai. Sungguh akan selalu sampai. Karena kita tahu orang bershalawat bukan karena RIYA tapi didasari karena CINTA. Maka teruslah bershalawat kapanpun, dimanapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Sampai rasanya sedih hati itu hilang. Sampai rasanya bahagia itu datang. Sampai rasanya hati jadi jauh lebih lapang. Dan setelahnya hanya kemudahan-kemudahan yang Allah berikan. Kalau sudah sampai seperti itu jangan lupa bayangkan wajah-wajah orang-orang yang kita sayangi dan doakan mereka. Karena salah satu doa yang mudah Allah kabulkan di saat hati sedang gembira.
Anggap aja apa yang sedang kamu rasakan curhatin sama Rasulullah. Ceritakan semuanya. Sampai terasa lebih lega. So, shalawat yang mana yang jadi favoritmu? Dan sudah berapa hari ini?
@azurazie
17 notes · View notes
al-ayubisyam · 1 year ago
Text
8) Things You Can Control (dalam Tiga Puluh Hari Bercerita)
"Bagaimana jika dia menertawai model rambut saya? Bagaimana jika dia mengejek pakaian saya? Bagaimana jika dia tidak senang ketika saya berbuat A? Bagaimana kalau dia sedih apabila saya melakukan B?
Dalam prinsip Stoic dikenal "Things you can control and not". Ada hal yang bisa kita dikendalikan dan ada yang tidak. Dalam ajarannya, Pikiran dan Tindakan adalah dua hal yang berada dalam kuasa kita.
Falsafah Stoikisme banyak terkait dengan pengendalian emosi, sehingga memahami bentuk pengendalian "pikiran" harus dijauhkan dari ikatan hawa nafsu. Menghakimi suatu kejadian yang menimpa kita, sepenuhnya berada dalam kendali kita yang kemudian hadir dalam bentuk respon. Ketika mengesampingkan hawa nafsu, maka saat itulah kita sepenuhnya menguasai pikiran dan dapat menghasilkan respon yang tepat. Dari Pikiran menjadi Tindakan.
Pramoedya Ananta Toer pernah berkata, "Seorang terpelajar mesti adil sejak dalam pikiran apalagi perbuatan". Kedua hal tersebut lagi-lagi adalah apa yang dapat kita kendalikan sesuai prinsip Stoic. Pikiran dan Tindakan. Sehingga secara garis besar, respon kita terhadap sesuatu sepenuhnya menjadi hak bagi diri kita.
Ketika seseorang tidak suka, memaki-maki, dan nyinyir kepada kita, itu adalah tindakan yang berada dalam kendali dan kuasa mereka. Namun, kita merespon dengan hal sama atau tidak itulah yang berada dalam kendali kita. Sebab sekali lagi kita tidak dapat mengendalikan semua hal, maka kendalikan hanya dua dalam diri kita; Pikiran dan Tindakan.
Memahami pendapat orang lain memang perlu, tetapi terlalu memikirkan pendapat orang lain adalah hal yang tidak tepat apalagi sampai memberi respon secara tidak logis.
– al ayubi
#30hbc2408 #30haribercerita @30haribercerita
3 notes · View notes
kalapedar · 2 years ago
Text
Rasanya malu kalo belum berikhtiar mati-matian tapi mengeluhnya sampai berbusa.
Rasanya malu kalo belum pandai bersyukur tapi sudah nyinyir dengan kesenangan orang lain dan sok menghakimi dengan masalahnya.
11 notes · View notes
lamyaasfaraini · 11 months ago
Text
Tumblr media
Ngga akan di dengerrrrrrr lanjut ajaaa habiskaaaan anggaran negara kita yg banyak itu ngga ada apa2nya dibanding bansos kemarin ko yaaa.. Kitamah kaya rayaaa. Makan tuh pajak yg kita hasilkan dari keringet dan kerja keras kita makaaann sana koruuppp ambilllllll!! Menagnya aja problematik, masih mau didengerin menag modelan begitu. Dihhhh
Tumblr media
Monmaap yang suka nyinyir sebelom nyinyir coba cari tau dulu yah~
Have some respect please dengan ngga ngatain, "selamat lebaran buat yang ikut pemerintah" pikir 2x kata2 diskriminasi kek gt. Pemerintah kacrut di negara carut marut!
Apalagi dibandingin sama ormas lain "oh iya ini kan NU jadi ngga ada tahlil" dengan memperjelas kalimat itu yg semua org juga udah tau tuh maksudnya apa yah? Jatohnya mendiskreditkan salah satunya dong..
Tolong, cari tau dulu sebelum merendahkan ormas lain.. Atau sampe nyinyir gitu
3 notes · View notes
ikaaika · 11 months ago
Text
Orangtua Juga Manusia
Pernah gak merasa aneh dengan sekumpulan ibu-ibu yang sedang liburan dan menggunakan pakaian senada? Belum lagi dengan hebohnya khas ibu-ibu. Ada aja tingkah para ibu and the gank yang buat mengernyitkan dahi seakan-akan apa yang mereka lakukan sangat tidak cocok di usianya yang semakin senja. Itu masih ibu-ibu, belum para bapak-bapak. Haha.
"Apaan sih orangtua ini? Norak banget." "Aduh ibu-ibu! Urusin keluarga aja deh. Gak pantes!" Ada banyak sekali komentar miring ke mereka seakan-akan mereka tidak boleh menghibur diri sendiri.
Baiklah. Akan kuceritakan sesuatu.
---------------------------------------------------------------------------
Aku mendapat cerita dari adik sepupu kalau mamak bapaknya alias om dan tanteku touring ke suatu daerah menggunakan motor, berdua saja dengan misi mencari temannya yang sudah puluhan tahun tidak berjumpa.
Mungkin bagi sebagian orang akan bilang, "Ngapain sih, uda tua juga. Rumahnya juga gak tau. Habis-habisin waktu."
Kenapa kita gak membiasakan diri untuk senang dengan segala kegiatan yang dilakukan orang lain alih-alih nyinyir? Mungkin, itu adalah salah satu cara mereka untuk menyenangkan diri dengan menikmati momen berdua? Ya dengan kemungkinan besar gak akan ketemu dengan temannya.
Ayo ubah mindsetnya. Bukankah orangtua juga manusia? Gak boleh kah mereka capek? Gak boleh kah mereka menyenangkan diri sendiri?
Aku turut bahagia mendengar cerita itu. Sudah saatnya para orangtua menikmati masa tuanya. Apalagi anak-anak om dan tante bisa dibilang sudah memiliki hidupnya masing-masing yang Insya Allah berkah. Mau kapan lagi?
"Aku sih mentingin anak." Tau gak? Orangtua yang bahagia berpengaruh juga loh dengan tumbuh kembang anak.
Dear, orang tua kami! Jangan lupa membahagiakan diri sendiri ya! Healing dulu lah healing! Haha
----------------------------------------------------------------------------
Ah, tapi mamakku belum sempat menikmati masa tuanya. Hehe.
Yogyakarta, 28 Februari 2024 | Ika Pratiwi
4 notes · View notes