#nama perempuan kembar tiga kata
Explore tagged Tumblr posts
blahdom · 1 year ago
Text
bon suwung
Gunawan Maryanto
Aku pingin bercerita. Panjang. Tapi apakah kamu sanggup? Aku sanggup?
Eka adalah satu adalah bumi tempat mahluk hidup dan dihidupi. Dwi adalah dua adalah sawah tempat tumbuhan tumbuh. Tri adalah tiga adalah air rumah para ikan. Catur adalah empat adalah angkasa rumah bangsa burung. Panca adalah lima adalah gunung yang mengukuhkan semesta. Sad adalah enam adalah manusia penata dunia. Sapta adalah tujuh adalah raja manusia nabi di bumi. Hasta adalah delapan adalah pendeta yang tekun bertapa. Nawa adalah sembilan adalah dewa yang dipuja manusia. Dasa adalah sepuluh adalah penanda kesempurnaan.
Bencana di musim ketiga. Bumi kehilangan seluruh dirinya, tak ada hujan, kalau pun ada ia jatuh di musim yang salah, membuat tumbuh-tumbuhan sekarat. Tanah kering rekah selebar-sedalam jurang berisi hewan melata yang berbisa. Para binatang meraung di jalan-jalan. Panas yang mengerikan tanpa tempat berteduh, mencipta kematian di mana-mana. Banyak tumbuhan tak bisa tumbuh, mati oleh sepinya air, menjerit dimangsa hewan-hewan lapar. Langkanya tumbuh-tumbuhan membuat langka makanan. Manusia-manusia menderita. Kejahatan menjadi-jadi, saling berebut kehidupan menghalalkan segala cara. Hewan-hewan air, bangsa ikan menderita di mana-mana, panas tak mendapat kesejukan. Yang kecil mati jadi mangsa yang besar, ibarat makan kawan sendiri pun bisa terjadi. Bangsa burung merintih mencari pengungsian, saling makan, hingga banyak yang mati jatuh ke tanah, berserak di mana-mana. Gunung penyangga semesta terjungkal, hingga bumi hilang keseimbangnya, kejatuhan yang mencipta sengsara. Gempa bumi terjadi, katakanlah, duapuluhsatu kali sehari, merusak keindahan dunia. Orang kebanyakan menderita, kematian menjadi-jadi, yang kuat makan yang lemah, hilanglah tatanan semesta.
Raja tak kuasa menghentikan bencana, karena hanya manusia biasa yang tak luput dari bahaya. Pendeta tekun memanjatkan doa, meminta anugrah dewa memohon lenyapnya sang bencana. Mereka berlari ke puncak-puncak gunung, menghujankan bunga-bunga, tapi bencana tak kunjung reda. Akhirnya pasrah pada dewata, hati sumarah pada Yang Kuasa, jika hendak melebur dunia. Dewa bisa sakit tapi tak bisa mati, menderita tak terkira. Sempurna sudah bencana, di langit, gelap pekat, kilat dan petir bertubi-tubi, berkelebatan, ekor Hyang Anantaboga berpusing seperti kitiran, tanduk lembu Andini, kawah Candradimuka menggelegak, meluap lahar hingga ke bumi, makin menambah kesengsaraan.
Lega hati Yang Kuasa, telah memberi ujian pada dunia, sebagai peringatan untuk manusia pada Sang Pencipta.
Tetapi ada mahluk serupa bocah kembar. Yang satu membawa cambuk, ingin menggiring angin, yang satu membawa tempurung, maksud hati menguras samudera. Keduanya berpapasan di sebuah perempatan, salah kata salah ucap berubah menjadi perkara, bergumul berebut unggul, demikianlah asal muasal bencana.
Tersebutlah, selepas bencana. Di langit timur tampak segurat garis cahaya setajam lidi jantan. Selepas cahaya tersilak pelataran luas tanpa nama tanpa pohonan. Bon Suwung. Ada bocah lanang memetik bunga. Lalu dibuang. Memetik lagi. Dibuang lagi. Lalu ada bocah perempuan mendekat. Berkaca-kaca melihat sampah bunga-bunga. Lalu jongkok memungutinya satu persatu. Ditata di atas sebuah pagar bata.
Sekarang keduanya sudah tumbuh dewasa. Sudah menemukan jalannya sendiri-sendiri. Hingga suatu hari Si Lelaki teringat pernah membuang bunga. Teringat pernah berlari ke timur.
Geragapan Si Lelaki mengetuk pintu berupa alang-alang. “Bu, aku pulang.”
“E, masuk sini. Bocah nakal.” Suara ibunya sedikit pun tak berubah. Masih seperti duapuluh tahun yang lalu.
“Aku kangen ibu. Ibu kangen aku tidak?”
“Tidak. Rambutmu berdebu. Sampai di mana saja kamu?”
Si Lelaki tertunduk. Seperti bocah kecil yang ketakutan karena pulang bermain terlalu sore.
“Pasti bermain di bendungan lagi. Bocah kok, nggak bisa dibilangin. Anak siapa sih, kamu? Apa mau jadi tumbal bendungan kayak Sugeng?”
“Bapak tidak pulang, Bu?”
“Dimakan anjing, kali.”
Keduanya menangis. Ibu dan anaknya. Perempuan dan tanggung jawabnya.
Leng-leng gatining kang. Awan saba-saba. Nikeng Ngastina. Samantara tekeng. Tegal milu ring karya. Krena lakunira. Parasu Rama. Kanwa Janaka. Dulur Narada. Kapanggih ing ika. Jumurung ing karsa. Saparti tala. Sang bupati.
“Aku sudah tak berani berharap kamu pulang, seperti bapakmu. Biar. Biar malam sepi-sepi saja. Tak perlu ada harap, bulan dan bintang. Tidak perlu ada apa-apa. Dan sekarang kamu pulang. Rambutmu berdebu. Ada apa? Tidak ada apa-apa, kan? Tidak perlu ada apa-apa.”
“Aku tidak berniat pulang. Tidak sekalipun. E, ternyata malah pulang. Tiba-tiba ketemu pintu tembusan belakang rumah. Perasaan aku sudah berlari begitu jauh. Tak menengok belakang sama sekali. Ternyata…”
“Pintu sudah kaututup belum? Nanti anjing-anjing hutan masuk.”
“Aku kangen ibu. Ibu kangen aku tidak?”
“Tidak.”
Si Ibu membelai rambut anaknya. Mencari kutu, ketombe dan cerita yang terselip di sesela rambut kaku itu. Tak satu pun ketemu. Termasuk air matanya duapuluh tahun yang lalu. Lalu masuk ke belakang. Pura-pura bikin kopi.
“Katanya kamu mau pulang. Mana? Katanya: aku mau pulang. Lewat jalan yang lalu. Tunggu aku di Bon Suwung. Aku pulang naik naga Taksaka. Tadi sore Parikesit baru saja mati. Mayatnya dihanyutkan di Bengawan Silugangga. Tanpa doa. Tanpa upacara. Biar saja. Yang terang aku mau pulang. Tunggu aku!”
“Kopinya sudah jadi. Diminum. Nanti keburu dingin.”
“Bapak belum pulang, Bu?”
“Nggak tahu. Tadi aku seperti mendengar suaranya. Nggak tahulah. Dimakan anjing, kali. Sudahlah. Kamu menunggu siapa?”
“Pacar.”
“Yang mana? Siapa? Yang dulu pernah kaubawa ke rumah itu? Yang rambutnya panjang? Yang kaupanggil-panggil tiap malam? Yang mana? Ibu kok lupa.”
“Yang baru.”
“Siapa namanya?”
“Nggak tahu.”
Dalam tubuh naga Taksaka. Seorang perempuan jatuh tertidur. “Tolong, bawa lari aku. Sejauh kau bisa!��� Begitu rintihnya sebelumnya. Pada siapa?
Lelaki muda di sampingnya membuat puisi. Tentang seorang perempuan yang jatuh tertidur. Dibaca sekali, teringat Marquez, kertas itu disobek-sobeknya, disebar sepanjang rel. Melihat puisi beterbangan, mbak pramugari segera datang membawa secangkir kopi. Cangkir kecil berwarna hijau. Plastik.
Lelaki muda membangunkan Si Perempuan.
“Kopinya sudah jadi. Diminum. Nanti keburu dingin.”
“Sudah sampai mana, Mas? Sudah sampai Bon Suwung belum?”
“Dik, kereta ini menuju Jogja. Aku nggak tahu bon suwung-mu itu terletak di mana?”
“Aku juga nggak tahu. Dulu aku pernah menanam airmataku di sana. Kupupuk dengan tahi babi seminggu sekali. Lalu tumbuh subur. Daunnya lebat, hijau, beterbangan setiap sore. Aku suka duduk-duduk di bawahnya, menggembala angin. Lalu datang masa sekolah. Anak-anak tak pernah lagi pulang ke rumah. Antar aku ke tempat itu, Mas.”
Buta Pandawa tata gati wisaya. Indriyaksa sara maruta. Pawana bana margana samirana.
“Sudah, diamlah, Dik. Adikku, lihat bulan bulat seperti kepala raksasa yang menakutkan.”
Sebenarnya aku ingin bercerita. Panjang. Tapi apa kau sanggup? Aku sanggup?
Suatu sore aku melihatmu. Berlarian di pelataran luas. Tidak mengejar kupu-kupu. Lalu berhenti. Termangu. Berdiri di depan sampah bunga-bunga matahari. Lalu kamu bernyanyi, entah lagu apa, aku tak pernah mendengarnya. Kira-kira di bait ke lima tanganmu mulai mengambil bunga-bunga yang berserakan itu. Lalu kamutata di atas sebuah pagar bata. Begitulah. Berulang kali.
Kamu tak menangis.
Malamnya arwah-arwah bunga itu mengganggu tidurmu. Kamu mengigau. Menyebut-nyebut sebuah nama. Entah nama siapa aku tak mengenalnya. Dan nama yang kamupanggil-panggil itu tak kunjung datang. Begitulah sampai malam terbangun.
Paginya aku membawa cahaya sore yang kubungkus kertas koran. Kamu tak suka. Sayang. Kamu cuma diam. Memeluk lutut. Menunduk.
Kamu tak menangis.
Aku pingin bercerita. Panjang. Tapi buat siapa?
Musim hujan. Kau tergila-gila pada hujan. Tak sembuh-sembuh. Tak juga beranjak dari kursi taman dan melayat ke rumahku, bangsat. Tak berziarah ke kuburanku. Apa lagi berdoa bagi cerita-cerita lama. Gawat. Aku terlanjur mati. Dan kau tak juga segera paham.
“Aku minta maaf, Mas. Aku tak bisa apa-apa selain minta maaf. Dan terakhir, tolong antar aku sampai di Bon Suwung.”
Stasiun Tugu. Si Lelaki berjalan ke timur. Pegangan pada bintang sendirian memanggil pagi hari. Aku ingin mencari embun yang serupa dengan airmatamu, begitu pamitnya pada Si Perempuan. Si Perempuan berteriak, tapi sudah kehilangan lacak. Si Lelaki sudah hilang di perempatan.
Jogjakarta, 2002
1 note · View note
anakperempuannet · 3 years ago
Text
Nama Bayi Kembar Perempuan 3 Kata Islami Dan Modern
Nama Bayi Kembar Perempuan 3 Kata Islami Dan Modern
Nama Bayi Kembar Perempuan 3 Kata – namaanakperempuan.net. Dalam waktu dekat Ayah/Bunda akan dikaruniai anak kembar yang cantik? Jika benar, Anda perlu lho mempersiapkan pilihan nama yang paling bagus. Contohnya nama bayi kembar perempuan 3 kata dan artinya. Nama-nama ini diambil dari bahasa islami dan modern. Yang mana namanya sangat bagus, cantik dan penuh makna. Bahkan, untuk nama-namanya…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
hendrovanbinsutarko · 7 years ago
Photo
Tumblr media
                                                 BerDua
                       teruntuk Binti Soekardi dan Ibnu Sakir
berasal dari dua tempat yang berbeda bertemu di sekitaran ibu kota lajang dan perawan terpaut masa gagah tegap dan indah bermanis senyum bersatu jadi tiga bergabung jadi lima para lelaki muncul dengan tanggal dan bulan yang sama hanya terpaut dua belas caturwulan disamakan fisik; dari topi, baju, celana, hingga sepatu terkesan kembar katanya selang tujuh, perempuan dinanti hadir tak sengaja katanya bonus untuk melengkapi lengkap, berinisial alfabet katanya punya kata dari setiap nama punya makna dari setiap kata punya harapan dari setiap makna sekarang mereka sudah senja tak mau ada pening di kepala mereka walau berbalas, senyum dan rasa bangga yang berusaha diwujudkan dari wajah mereka BerDua
1 note · View note
adiwisaksonoadi · 4 years ago
Text
Tumblr media
Bung Karno (nama populis presiden pertama Republik Indonesia) dikenal sangat mencintai seni lukis dan dunia pewayangan. Tidak aneh, jika suatu hari di tahun 1950-an, dia pernah meminta Basoeki Abdullah (satu dari sekian pelukis kesayangannya) untuk membuatkan suatu karya lukisan bertemakan pewayangan.
“Mengapa tidak melukis legenda keluarga Bima, prajurit besar dari keluarga Pandawa?” ujarnya kepada Basoeki Abdullah, seperti dikutip Agus Dermawan T. dalam Bukit-Bukit Perhatian: Dari Seniman Politik, Lukisan Palsu Sampai Kosmologi Seni Bung Karno.
“Itu gampang, kapan-kapan,” demikian jawaban Basoeki.
“Mengapa tidak melukis Gatotkaca dengan dua isteri kembarnya, Pergiwa dan Pergiwati?” kata Bung Karno lagi.
Paham maksud Si Bung, Basoeki pun menggoreskan kuasnya di atas selembar kanvas yang ukurannya tidak biasa: 150x100 cm. Lukisan itu selesai dalam waktu beberapa hari. Setelah rampung, Basoeki lantas memberi lukisan bergaya realis-naturalisnya itu dengan tajuk “Gatutkaca dan Anak-Anak Arjuna Pergiwa-Pergiwati.”
Menurut Mikke Susanto, lukisan tersebut menggambarkan Gatotkaca (salah satu ksatria sebangsa Werkudara putra dari Bima) tengah terbang layaknya Superman. Mata sang ksatria menatap tajam penuh asmara, sementara si kembar cantik Pergiwa-Pergiwati yang digambarkan cukup molek, saling berbeda pandang terhadap keberadaan Gatotkaca.
“Basoeki Abdullah melukiskannya di atas kanvas dengan ukuran yang aneh. Sepertinya memang permintaan khusus untuk ditempatkan di satu bidang dinding yang kosong di Istana Merdeka. Dia pesan tiga. Dua lukisan tentang Jaka Tarub, satu lagi lukisan yang Gatotkaca itu,” ujar kurator pameran lukisan koleksi Istana Kepresidenan di Galeri Nasional tersebut.
Mengapa Gatotkaca? Itu karena karakter pewayangan yang disukai Si Bung ketika menonton pertunjukan wayang adalah Gatotkaca, sosok ksatria gagah perkasa yang dianggap mirip dirinya sendiri.
“Gatotkaca kan ksatria Pringgondani yang sakti. Dari segi visualnya sudah nampak personifikasi. Pembawaannya yang gagah, punya tatapan tajam dan berwibawa. Nah, Gatotkaca dianggap presentasi dari Bung Karno sendiri,” kata Mikke kepada Historia.
Sebagaimana lukisan Basoeki Abdullah yang menggambarkan Nyai Roro Kidul, lukisan si kembar cantik Pergiwa-Pergiwati pun butuh model. Sayangnya, sampai sekarang, Mikke belum bisa menemukan siapa perempuan cantik yang menjadi model dalam lukisan itu.
“Lukisan-lukisan Basoeki Abdullah kebanyakan butuh model untuk mengukur atau memperkirakan posisi wajah. Untuk lukisan Gatotkaca tersebut, memang belum diketahui siapa modelnya. Kemungkinan besar model itu satu orang, namun dibuat berbeda angle,” ujar Mikke.
0 notes
la-panrita-blog · 8 years ago
Text
Cerita Ruang Putih
Solo 1915 –
“Apa tidak ada cara lain? Kami sudah kehabisan uang, sawah kamipun tidak kunjung panen, cuaca tidak mendukung beberapa tahun ini” “Tidak adakah diberi waktu beberapa bulan lagi, kami usahakan akan melunasinya” Jerit dua orang tua dengan tangisan yang meledak serta rasa cemas yang hebat.
Mereka adalah orang tua Sri Mahadewi, seorang wanita Jawa yang hidup serba pas-pasan bahkan kekurangan tak jarang datang. Dan sekarang sekelompok lintah darat utusan Belanda itu datang berbondong-bondong lengkap dengan senjata, mereka menagis pajak atas sawah dan kebun yang disewakan kepada rakyat di kampung.
Dan kejadian ini pasti – tidak bisa dielakkan begitu saja. Entah rumah keluarga siapa selanjutnya, namun sekarang keluarga kecil Sri lah yang jadi korban.
“Mana hutangmu cepat!!” bentak pria berperawakkan gempal berkulit hitam, dia datang dari tanah timur Maluku, semua orang di kampung mengenalnya dengan nama John, entah itu nama asli atau sekedar julukkan. Namun dia-lah yang selalu mejadi penyebab jeritan terdengar, suara tangis dan jerit-pun tidak bisa ditebak kapan datangnya, kadang pagi buta bahkan dini hari yang sunyi.
John memang terkenal kejam, sampai tidak jarang banyak cerita bahwa ia tidak segan membunuh warga yang berani melawan dan berlagak angkuh di depannya. Salah satu contoh Sumarsono, ia meninggalkan dua anak dan satu orang istri dalam rumah kayunya yang remang-remang. Kala itu dia menantang John bertarung di tanah lapang, karena geram dan terlampau kesal melihat tingkah laku John. Semua warga-pun geram.
Namun naas, pria kejam tetaplah pria kejam. Sumarsono ditemukkan tergeletak bersimbah darah di atas salah satu sawah milik warga, tidak seorang-pun tahu kalau dia berani melawan si utusan Belanda tengik itu. Kecuali anak bungsunya yang berumur 7 tahun, bernama Wisnu. Dia menitipkan salam kepada ibunya dan kakanya, berpesan bahwa Sumarsono akan pergi kerja lebih awal.
Dan tibalah Sri dan keluarganya diancam, mereka memohon-mohon sambil menangis pasrah berharap diberi keringanan yang pantas bagi keluarga kecil ini. Di belakang John yang sedang menagih hutang, ada seorang pria berkulit putih, berambut pirang, namun dilihat dari wajah dia bukan orang Belanda – orang itu sedari tadi menatap pada Sri yang sedang mengintip dari dalam rumah.
Tiba-tiba dia berbicara dengan John, gerak-geriknya seperti menyuruh untuk membawa Sri kepadanya.
Benar saja, tidak diindahkannya kedua orang tua Sri yang bersujud lemas di hadapan mereka. John melangkah menuju ke dalam rumah tua nan reyot itu, panik tiba-tiba, Sri-pun mencoba melarikan diri tapi sayang, tangan John yang sepanjang tiang itu berhasil meraih tubuh seorang wanita yang tidak tahu apa-apa. Lalu dibawanya Sri ke hadapan pria pirang tadi dan kedua orang tuanya.
Terdengar suara pria putih tadi berbicara dengan lantang “Mon nom Barrie”
Kemudian dia berbisik kepada John untuk memberitahukan sesuatu kepada kedua orang tua Sri suatu hal “John, viens ici” – dari aksen dan gaya berbicaranya menegaskan dia memang bukan orang Belanda, dia orang Perancis. Tapi bagaimana bisa dia datang ke tanah Jawa.
Setelah percakapan mereka yang begitu pelan itu berlalu, John memberi tahu sesuatu; pesan dari seorang pria yang terdengar tadi seperti memperkenalkan diri.
“Kalian berdua, kami akan memberikan kesempatan untuk melunasi hutang-hutang kalian. Asalkan, kalian menyerahkan putri kalian kepada tuan Barrie. Bila kesempatan ini-pun kalian tolak, kami tidak segan-segan membunuh di antara kalian bertiga, orang tua atau putrinya.” Sambil tertawa John menyelesaikan kalimatnya barusan.
Tiba-tiba terjadi tatapan yang ketiganya, seperti melihat sesuatu yang tidak bisa dipercaya – harus memilih yang mana dan mengorbankan yang mana. Ketika orang tua Sri ingin menjawab “bunu...” tiba-tiba Sri memotong perkataan mereka, “biar Sri dibawa mereka. Sebab Sri tahu apa yang akan diperbuat mereka. Tak usah risau, Sri pasti kembali ke Solo”
“Je vais l'épouser” kata pria yang diketahui bernama Barrie itu
“tuan Barrie akan menikahi anak kalian” sambung John
Dalam hati Sri-pun juga berkata – pembohong. Nada geramnya terlihat jelas lewat genggaman tangannya yang erat pada urat-uratnya yang lembut.
Sri memang seorang wanita yang cantik, bahkan dialah kembang desa di sana. Tapi memang itulah nasib kembang desa, bila sekali dilirik oleh para manusia-manusia biadab itu, dihak milik-lah semuanya; jiwa dan raga.
Maluku, 1945
“Dimana radio, aku tidak sabar ingin mendengarnya” didapati radio dari atas meja.
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l, diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 atas nama bangsa Indonesia Soekarna/Hatta
Terdengar sayup-sayup ribuan orang berteriak medeka..!! merdeka..!! dengan lantang selantang-lantangnya. Adapun seorang yang mencari radio tadi adalah Sri, kini umurnya sudah 49 tahun telah memiliki tiga buah hati, anak pertama lahir setelah Sri dibawa paksa dengan ancaman pada umur 19 tahun, dua tahun kemudian lahir-lah dua bayi kembar.
Dia bangkit dari sofa kemudian memandang ke arah jendela bergorden putih. Kini ia tinggal di Maluku, setelah dibawa kabur oleh suaminya Barrie – pria Perancis itu sudah berlari kesana-kemari menghindari tentara Belanda, sebab ia memiliki banyak hutang, hasil judi dan pesta dengan wanita.
Sampai pada akhirnya dia bangkrut hanya menyisakan sedikit uang untuk Sri dan ketiga anaknya kabur dari kejaran Belanda – dan Barrie mati karena diburu. Beritanya sampai ke telinga Sri, namun raut wajah Sri malah tersenyum.
“Selamat Barrie atas kematianmu. Telah banyak tempat yang sudah disinggahi, jendela tua jaman Belanda yang sebentar lagi akan kuganti telah jadi saksi bisu. Kini tepat 30 tahun kamu mengurungku di ruang putih ini, rumah hasil pinjamanmu kepada rekan bisnis yang berasal dari Jawa, untungnya dia berasal dari Jawa – dan untungnya pula dia orang Indonesia. Mengetahui nasibku seperti ini, tentu dengan senang hati memberikan rumah ini kepadaku, asal kamu tahu – diapun membencimu, sama sepertiku.
Bila kamu pernah bertanya kenapa aku tidak pernah bilang sayang kepadamu, tentu jawabannya jelas; aku tidak pernah mencintaimu. Aku tahu, aku cuma jadi pelacur dari desa yang dipaksa dengan ancaman kepada kedua orang tuaku, sehingga kamu bisa memuaskan hasrat bengis itu kepada kembang desa sepertiku yang lugu waktu itu. Nasibku tidak jauh beda dengan para perempuan yang kamu hinakan, persis.
Namun aku beruntung bisa berada di ruang putih ini, sekarang kamu lihat darisana kan? Dari tempat entah yang pantas apa untukmu namanya. Negaraku telah merdeka, Nusantaraku, Indonesiaku, tanah airku. Dulu kamu renggut semua harapan dari warga desa, keluarga-keluarga kecil bahkan keluargaku yang paling kucintai. Betapa hebatnya kekuasaanmu dulu, tukang judi! Tukang mabuk!
Aku tidak berani melawanmu semasa hidup, sebab yang masih kupikirkan adalah kedua orang tuaku. Selamatkah mereka, bagaimana keadaannya, aku cemas bukan main. Tapi semenjak kutahu bahwa kamu mulai bangkrut, senyumku yang telah direnggut kini mulai tumbuh kembali seperti bunga di awal musim semi katamu. Gombalan najis saat aku sedih – sedih yang kupikir akan berlangsung seumur hidupku.”
Bercerita Sri pada gorden putih di hadapannya, kepada dirinya sendiri, bahkan kepada sekedar angin lewat. Dan ialah tetap Sri Mahadewi yang tidak berubah, sopan dan santun, sabar dan penyayang, kuat dan tegar - meski
Februari, 2017
- Panrita
2 notes · View notes
kemungkinan-blog · 7 years ago
Text
'Thank you for the past 8 years, saya tidak tahu benda begini boleh berlaku pada kita'
Sebelum kahwin, saya sudah kenal bekas suami saya lebih kurang tiga tahun. Hubungan kami sampai ke jinjang pelamin. Ex saya ini sangat baik, tak gemar menggunakan kata-kata kasar, sopan santun, lembut bila berbicara, hormat orang tua, rajin dan yang baik-baik itu semualah dia. Dalam perkahwinan ini, kami dikurniakan tiga orang anak. Dua anak perempuan (kembar) dan seorang anak lelaki. Rumahtangga kami bahagia, tak pernah bergaduh besar. 
Satu hari, suami balik dengan muka yang ketat. Saya pun bertanyalah kenapa dan apa masalahnya. Dia hanya mendiamkan diri sahaja sambil memeluk dan mencium dahi saya sebelum terus pergi ke bilik mandi. Keesokan harinya juga sama, balik dengan muka yang sama. Saya jenis yang ingin tahu, berhabis-habisan saya mendesak dia memberitahu saya kenapa dia begitu. Akhirnya dia beritahu yang keadaan kewangan kami semakin gawat. 
Bab-bab kewangan ini, memang saya serahkan 100% kepada suami. Setiap bulan dia akan memberi nafkah kepada saya sebanyak RM300 dan itupun saya sudah sangat bersyukur. Suami kerja tidaklah seberapa, gaji pun RM2,000 sahaja. 
Satu bulan sudah berlalu, suami menyatakan hasratnya untuk bekerja di Australia. Dengan pendapatan barunya kelak akan digunakan untuk membayar segala hutangnya, selain menyara kehidupan keluarga kami serta mengumpul modal untuk berniaga.
Saya tidak banyak berbicara, cuma menangis memeluk dia. Rasa terharu sampai begitu sekali pengorbanannya. Saya sekadar mengangguk tanda setuju. 
Tiba hari dia berangkat ke Australia. Perasaan saya bercampur baur, nak menangis pun ada. 
"Jangan sedih sayang. Abang pergi sementara saja," katanya. 
Jadi berpelukkanlah kami di airport dan ucapkan selamat tinggal buat sementara. Masa itu, saya berumur 22 tahun, suami 26 tahun. Jodoh sampai awal. Hahaha! 
Setibanya suami di Australia, dia terus videocall saya dan berkata dia sudah mula merindui kami semua. Saya sebagai isteri beri sokongan untuk dia supaya dia tidak terlalu tertekan di sana. Macam-macam kerja dia buat di sana. Dari petik buah, kerja kilang, sampailah dapat kerja di bandar Melbourne sebagai waiter di sebuah bar yang saya sudah lupa namanya. Kalau boleh, setiap hari dia nak menghubungi saya dan tanya khabar kami anak beranak di sini, sihat ke, okay ke. 
Selepas setahun, dia pulang selama sebulan untuk luangkan masa bersama kami serta raikan hari Krismas bersama-sama. Punyalah gembira saya dan anak-anak. Bermacam-macam hadiah yang suami belikan untuk kami. Masa itu kewangan kami sangat stabil. Segala hutang piutang juga sudah dilangsaikan. 
Selama suami berada di sini, saya peluk dan cium tangan dia sebagai tanda berterima kasih. Dia masih berkerja di Australia, cuma balik sekejap untuk berjumpa dengan kami sahaja. Semua hutang telah selesai dibayar, sekarang tinggal fokus nak kumpul modal untuk buat bisnes. Simpanan kami pada masa itu ada RM60,000 lebih, tetapi suami kata alang-alang genapkan sehingga RM100,000. Saya setuju saja dan dia kembali semula ke Australia. 
Dunia saya terasa sunyi semula, tetapi saya cekalkan hati untuk bertahan. Rutin harian pun berjalan seperti biasa. Hantar anak pergi sekolah, masak, makan, tidur, berhubung dengan suami setiap malam. 
Masuk tahun ketiga suami berada di Australia, simpanan kami mencecah RM160,000. Sejak kebelakangan ini suami saya sibuk bekerja dan overtime. Kadang-kadang seminggu sekali sahaja dia menghubungi saya. Adakalanya saya kecil hati tetapi saya positifkan diri. Jadi saya biarkan sajalah. 
Tetapi semakin lama, semakin 'sibuk' pula dia sebab masuk enam bulan sudah dia berkelakuang seperti ini. Pernah dia tidak menghubungi saya sampai sebulan, sehingga saya terpaksa bertanya pada kawan serumahnya di sana. Kata kawannya yang sudah berumahtangga ini tetapi ada perempuan simpanan, suami saya banyak buat overtime. Saya risau betul kalau suami saya terpengaruh dengan sikap rakannya itu. 
Satu hari saya beritahu suami yang saya mahu melawatnya di Australia. Nada suara dia tiba-tiba berubah.
"Oh, bila sayang mau datang? Sebab takut saya tak ada masa untuk sayang bah. Saya terlampau busy ni sayang," katanya. 
Saya pun merajuklah. Saya cakaplah yang dia tidak merindui saya lagi bagai. Macam-macam saya cakap. Tahu sajalah kan kalau perempuan sudah merajuk. 
"Okaylah. Bulan depan sayang datanglah," akhirnya suami bersetuju. 
Saya gembira sangat. Selama sebulan itu, setiap hari dia menghubungi saya dan tanya berapa haribulan saya tiba di sana nanti. Setiap hari dia tanya untuk mendapatkan kepastian. Saya pun ketawa geli hati. Rindu betul dia pada saya agaknya sampai sanggup menghubungi saya setiap hari. Tetapi dalam masa yang sama saya hairan juga. Enam bulan sebelum ini dia menghilangkan diri. Tetapi saya tidak pernah bersangka buruk sebab saya kenal dia macam mana orangnya. 
Saya tempah tiket penerbangan pada 25 haribulan tetapi saya beritahu suami yang saya tiba di sana pada 28 haribulan. Konon-kononnya nak buat kejutan. 
Tiba 25 haribulan, saya pun bertolak seawal jam 10 pagi. Anak-anak saya ditinggalkan bersama nenek mereka seketika sementara saya nak pergi berbulan madu sekali lagi dengan suami. 
Tiba di airport, saya terus ambil teksi dan meminta dihantar ke alamat rumah suami. Alamat yang saya memang ketahui sebab suami pernah beritahu sebelum ini. Dua jam lebih juga saya dalam teksi, teruja nak buat kejutan untuk suami. Saya datang 25 haribulan itu sebab hari itu hari dia cuti rehat. 
Sakai-sakailah saya ini sambil tengok bangunan-bangunan di sana. Sambil rakam gambar-gambar pemandangan menggunakan kamera digital mini. Sampai di satu pangsapuri, teksi itu berhenti dan memaklumkan saya sudah tiba di destinasi. Saya keluar dari teksi dan terus naik ke tingkat 3 pangsapuri tersebut. 
Sampai di depan pintu, saya teruja mengetuk pintu berkali-kali. Kemudian dibuka oleh kawan suami saya. Muka dia seperti ditampar malaikat, terkejut sangat melihat kehadiran saya di situ. 
"Kenapa kau ni? Nampak hantu ka?" soal saya. 
"Eh tidaklah. Masuklah," katanya sambil tersenyum masam dan nampak reaksi di wajahnya rasa kurang selesa dengan kehadiran saya. 
Saya nampak ada seorang wanita di dapur seperti warga Filipina yang sedang memasak. Saya tahu itu adalah perempuan simpanannya. Saya buat-buat tak tahu dan terus tanya di mana suami saya, Kevin (bukan nama sebenar). Bob (bukan nama sebenar) terus tergaga-gagap menjawab pertanyaan saya. Saya mula rasa curiga dan tanya mana bilik suami saya, lalu ditunjukkan ke arah biliknya. 
Apabila saya buka pintu bilik, kosong. Saya binggung seketika. Bob pula mula garu kepala dan berpeluh-peluh. Dari situ saya rasa ada sesuatu yang tidak kena. Terus saya bawa Bob keluar dan bercakap dengannya. 
"Bob, kau bagitau aku betul-betul, di mana si Kevin tinggal sekarang? Jangan bagi banyak alasan, dia langsung tidak maklumkan kepada saya yang dia telah berpindah dan dia kata masih tinggal bersama kau," kata saya pada Bob. 
Bob dah terpinga-pinga. Saya malas nak buang masa, lalu keluarkan kamera dan rakam gambar wanita Filipina itu. 
"Kalau kau tak mahu gambar ini sampai sama bini kau, tunjuk pada saya dimana rumah Kevin sekarang juga. Jangan kau cuba kontek dia sebelum kita sampai ke sana," kata saya. 
"Aduiiii, janganlah kamu libatkan saya dalam hal rumahtangga kamu," rayu Bob. 
Masa itu saya tak kisah sangat. "Aku bagi kau 2 minit, pergi pakai baju dan ambil kunci kereta kau. Kalau tidak, kau tahulah apa yang akan terjadi. 
Bob segera bersiap. Sementara itu wanita simpanannya kelihat puca dan langsung enggan perhatikan wajah saya. 
Kami naik kereta pergi ke tempat tinggal suami saya. Dia tinggal di satu rumah bata beampai British Style punya yang ada mini balkoni di depan rumah. Tiba-tiba si bob berhenti, "Nah, saya kasi turun kau di sini saja. Rumah dia ada 4 blok dari sini.
Tanpa berlengah, saya turun dari kereta. Hati mula berdebar-debar, saya suruh Bob tunggu di sana. Jalan punya jalan, nampak sebuah rumah berwarna putih kelabu. Nampak ada kelibat orang di luar rumah, saya segera menyorok di sebalik pokok di depan rumah itu yang jauhnya dalam 15 meter. 
Hancur remuk hati saya bila nampak suami duduk di bangku sambil ada perempuan pakai seluar pendek dan singlet tanpa baju dalam duduk di pangkuannya. Mereka bermanja-manja dan bercumbuan. Masa itu saya keluarkan kamera dan rakam semua perbuatan terkutuk mereka. 
15 minit kemudian, mereka masuk ke dalam rumah sambil suami dukung perempuan itu. Terduduk dan menangis saya di sebalik pokok itu. Saya tengok perempuan itu bukan orang tempatan. Patulah dia selama ini jarang menghubungi saya. 
Barulah saya faham mengapa dia beri banyak alasan sebelum ini. Alasan sibulah, apalah. Hancur hati saya lelaki yang nampak muka seperti tidak bersalah ini, yang saya percaya selama ini sanggup buat saya begini. Mentang-mentanglah saya gemuk dan hodoh selepas bersalin anak-anak dia, suami boleh pula cari perempuan lain. 
Saya terus pergi ke kereta Bob pun macam menafik nafas panjang sudah. Saya terus minta dia hantarkan saya ke airport. Sepanjang perjalanan itu saya bertanya pada Bob berapa lama sudah Kevin buat kerja khianat itu. Saya minta dia bersikap jujur sepenuhnya. 
Menurut Bob, suami saya mengenali perempuan warga Filipana itu yang merupakan rakan kerja Kelvin. Saya tanya lagi, kalau perempuan itu sedia maklum bahawa Kevin sudah berkahwin sebelum mereka berkahwin. Menurut Bob, wanita itu tahu, Alangkah sakitnya hati saya pada ketika itu seperti mahu saja terjun dari kereta tetapi saya ingat Tuhan saja. 
Tiba di airport, saya maklumkan kepada Bob agar dia tidak membuka mulut bahawa saya pernh datang ke sini. 
"Jangan kau beritahu apa-apa sama Kevin. Kalau dia tahu, kau tahulah apa nasib kau," katanya 
"Iyalah, iyalah. Sumpah saya tak buka mulut," kata Bob. 
Sebelum turun, saya tanya jika perempuan itu ada Facebook atau yang sewaktu dengannya. Namun Bob kata ada tetapi dia terlupa. 
Sampai di Sabah, dengan hampa dan sia-sianya semua duit tambang saya. Ibu saya pun hairan kenapa saya balik awal. Lalu saya ceritakan kesemuanya apa yang saya nampak sambil mengalir air mata. Saya hanya meluahkan saja tetapi ibu pula kata, 
"Pandai-pandailah kamu. Ibu tak tahu kalau dah jadi begini," kata ibu. 
Saya bawalah anak-anak saya balik ke rumah kami di Kota Kinabalu. Malam itu, saya cuba periksa Facebook perempuan itu dan bar tempat mereka bekerja. Tuhan menyebelahi saya, buka saja terus nampak post perempuan itu. Saya tengok semua gambar dia dalam keadaan sakit hati. Tidak dinafikan perempuan itu seksi, cantik, putih melepak. Terlampau sakit hati, saya tengok diri saya sendiri di cermin. Yang dulu putih glowing, kini pucat masam. Dulu badan saya seperti Miss Universe, sekarang dah seperti nangka bungkus. 
Tiba-tiba telefon berbunyi. Suami menghubungi saya dan rasa seperti mahu menjerit saja. Tetapi saya tenangkan diri dan bercakap seperti tiada apa-apa yang berlaku. 
Tibalah hari yang sepatutnya saya bertolak jam 10 pagi kononnya. Selepas 4 jam dari jam 10 pagi tadi, saya menghubungi suami dan maklumkan saya terlepas flight. 
"Tak apalah, lagipun kau mau balik juga nanti, bulan Januari, nanti kan? Which is lima bulan dari sekarang," kata saya. 
Suami seperti tiada nada atau reaksi kecewa dan hanya sekadar membalas, "Okay sayang" membuatkan saya bertambah sakit hati. Bayangkanlah bagaimana perasaan saya pada ketika itu. 
Sebulan berlalu, barulah saya dapat mengawal stress saya. Suami masih lagi menghantar duit seperti biasa. Masa itu duit simpanan bank saya ada RM200,000 lebih. Tiba-tiba saya terfikir, daripada saya bodoh-bodoh di sini, lebih baik saya buat sesuatu. Bermula dari hari itu, saya cari pembantu rumah yang mana orangnya adalah adik sepupu saya sendiri. Saya daftar pergi fitness, setiap minggu buat facial, makan supplement vitamin untuk kembalikan semula badan saya yang hilang dulu.
Empat bulan, perubahan drastik berlaku pada diri saya. Rambut panjang diwarnakan kepada warna perang, dressing pun cun habis. Sepupu saya tahu kes saya dengan suami. Sekali dia buat perbandingan saya dengan perempuan itu bahawa saya lebih lawa. Bukan nak cakap apa, jauh beza cantik saya dari dia. Patutlah dulu saya digelar budak hot di sekolah. Yang paling banyak peminat. Perasan kejap. Hahaha! 
Badan dari saiz badak sumbu dapat dikembalikan semula ke saiz badan sebelum kahwin, kulit ��dari hitam pucat lesu berubah menjadi putih melepak sehingga nampak urat hijau. Muka yang kucam menjadi pinkish glowing. Bila berjalan, nampak seperti model sebab ketinggian saya 170 cm. Saya tak tahulah tapi masa itu ramai lelaki yang cuba mengurat saya tetapi malas nak layan sebab status masih isteri orang. Semua perbelanjaan saya untuk melawakan diri ini adalah duit yang dikirimkan suami. Lebih kurang RM40,000 juga habis digunakan untuk capai tahap lawa begini. Sebelum ini saya sayang nak gunakan duit itu, biarpun RM100. Bila tahu saya diperlakukan seperti orang bodoh, sorry to saylah. 
Sebulan sebelum suami pulang, dia menghubungi saya dan memaklumkan tidak dapat pulang ke Malaysia. Terus dia berpura-pura berkata yagn dia rindukan saya dan minta dihantarkan gambar saya sekarang. Saya okay saja bila dia tak dapat balik sebab ada plan yang lebih bebat nanti. Habis call, saya hantar gambar lama saya kepada suami, gambar yang hitam, gemuk dan hodoh betul saya berikan. 
Baki wang simpanan saya gunakan untuk membuka butik. Kesemua ini saya lakukan tanpa pengetahuan suami. Dalam masa setahun, suami hanya menghubungi saya melalui telefon bimbit sahaja. Kalau dia nak video call, saya akan cuba mengelak sedaya upaya. Tetapi dia juga tidak mendesak sangat. 
Dalam masa setahun itu saya perancangan perniagaan saya berjalan dengan baik dan syukur kepada tuhan saya kini memiliki 4 cawangan di Sabah. Setahun lebih juga saya berusaha untuk menjadi cantik, luaskan empayar perniagaan. Bila semua sudah maintain, barulah perancangan saya berjalan. 
3 Jun 2012, saya menaiki penerbangan ke Melbourne. Suami langsung tidak tahu yang saya pergi ke Australia. Saya datang berbekalkan perancangan yang sudah diatur dengan cantik, yang juga disokong beberapa saudara saya yang lain. Kami buat perancangan sambil ketawa dengan idea yang tidak masuk akal pun ada sehingga kami sendiri pecah perut ketawa. Terima kasih kepada kamu semua yang banyak membantu saya menjalankan plan ini dengan jayanya. I love you guys so much!
Tiba di Melbourne pada jam 3.30 petang, saya terus ambil teksi pergi ke hotel yang sudah ditempah seminggu lebih awal. Hari itu hari Ahad kalau tidak silap saya. Perasaan bercampur baur, sejak saya tahu suami curang, rasa cinta kepadanya semakin hari semakin kurang. Ketika berada di Melbourne, saya rasa tinggal 5% lagi perasaan saya pada dia. 
Di hari pertama, saya hanya berehat di hotel. Keesokan paginya jam 10 pagi, saya menghubungi suami menggunakan simkad yang dibeli dari airport. 
"Hello B! Saya di Melbourne!" 
Terus suara dia menjadi panik. "Ha?! Err.. bila sayang sampai? Sayang di mana? Masih di airport?" 
"Tidaklah, saya menginap di hotel sekarang. Kiranya mau buat kejutan tetapi macam kurang sihat pula, tak dapat jalan pergi tempat B. B offday kan hari ini? Kita jumpa di Bar ***** jam 7 okay?" 
"Ohh okay sayang". 
Dia langsung tidak bertanya tentang keadaan saya, langsung tidak risaukan saya berjalan seorang diri di kota besar tetapi saya hairan, masa itu mungkin dia sibuk memindahkan barang-barang di ke tempat Bob. Saya pun malas nak ambil tahu. Yang saya tahu, malam ini ada perkara besar yang bakal berlaku. 
Jam 8, suami menghubungi saya dan bertanya saya berada di mana. 
"Okay B, kejap a, saya bersiap sebab saya terlajak tidur bah," 
"Mmmm okay," katanya. 
Saya sengaja membuat dia menunggu lama. Jam 9.30 malam, baru saya datang. Masa itu saya pakai dress warna merah paras lutut belahan dress sehingga ke paha. Pemilik butik mestilah mahu bergaya ketika membalas dendam. Hahaha! Siap pakai heels, rambut curly blonde paras pinggan, make up simple tetapi cantik habis tak terkata. Overall, penampilan saya pada hari itu memang fantastic. 
Saya berjalan ke lobi hotel sambil diperhatikan oleh kakitangan hotel (perasaan kejap, hahaha). Sampai sana, terus nampak jantan tak guna itu berdiri di bar sambil minum membelakangi saya. Dengan yakin saya berjalan ke tempat dia. Saya peluk dia dari belakang sambil kata, "Hai B!" 
"Ehh??" katanya sambil terpusing-pusing melihat saya. Sekali saya lepaskan pelukan dan dia terbulat, terkaku, terkaras melihat saya dari atas sampai bawah. Saya senyum sambil tanya "kenapa B? Kau tidak kenal saya sudah?". 
Hampir 15 saat juga dia terkaras tanpa berkata apa-apa. 
"Sayang...."
"Kenapa B?" 
"Kau ka ini?" 
Terus saya ketawa sambil terduduk. Saya suruh dia duduk, mata dia langsung tak lari dari melihat saya. 
"Sayang, cantik oo kau sayang. Bini saya ka ini?"
Dalam hati saya pada masa itu, "Cis, baru sekarang kau mau berbini-bini? Selama ini mana pergi perkataan bini dalam hidup kau?". Tetapi saya senyum saja. Dia mau pegang tangan saya, pura-pura saya ambil minuman untuk elak dari dipegangnya. 
GAME START
Masa itu dia sudah kelihatan gila bayang. Bercakap bulan dan bintang dah, rindulah, cintalah, sayanglah. Hei, meremang pula setelah sekian lama tidak mendengar perkataan itu dari mulut dia. Masa itu tengok dia pun rasa macam sampah dah. Tetapi demi mahu membalas dendam, saya gagahkan diri. 
"Kenapa sayang lambat? Saya tertunggu-tunggu sudah mau berjumpa dengan saya di sini," katanya. 
"Oh tidak terlawan penantian itu seperti saya menunggu kau di Sabah," balas saya membuatkan dia terus terdiam. 
"Sayang marah ka ni? Janganlah bah sayang macam ni. Saya terlampau busy bah mau cari duit. Itulah kadang-kadang saya jarang contact kamu sana," jelasnya. 
Saya mendiamkan diri sambil melayan minuman. Suami asyik memerhatikan saya. Cara dia bercakap dengan saya seperti dia baru jatuh cinta. 
"Sayang, saya risau kalau kau lawa-lawa begini. Takut kau di kacau lelaki lain," katanya. 
"Apa mau risau? Saya bukan jenis sundal mau menggatal sana sini. Sekarang baru kau mau risau ka?" jelingan tajam ke wajahnya membuatkan riak mukanya terus berubah. 
"B, marilah kita jalan-jalan," 
"Aik? Pergi mana?" soalnya. 
"Ada satu tempat istimewa yang saya mau bawa kau. Dari tahun-tahun lalu lagi saya mau pergi sana sama kamu tetapi tiada kesempatan saja bah."
Terus saya suruh dia tunggu di sana sekejap. Saya pergi luar, deal sama teksi dan minta dihantar pergi ke alamat rumah di mana suami saya tinggal bersama perempuan simpanannya. Terus saya panggil suami keluar dan masuk ke dalam teksi. Dia pun ikut sajalah. Sepanjang perjalanan itu, mata dia tidak lari dari memandang saya. Makin lama, dia semakin mengenali jalan yang kami lalui. Bertambah tidak senang dia nak duduk bila semakin hampir dengan rumah itu. Teksi berhenti di depan pokok di mana tempat saya menangis dulu. Sedih betul saya masa itu, bercampur benci dan marah. 
Selepas itu saya turun tetapi suami tak nak turun. 
"Marilah turun. Macam kau tak biasa. Ini tempat kau, tidak mau turun," kata saya membuatkan dia rasa tidak senang dan suruh saya masuk ke dalam teksi semula. 
Akhirnya saya berjalan sendiri menuju ke rumah itu. Barulah suami saya berlari dan mengejar saya sambil menarik tangan saya. 
"Jangan, jangan begini," katanya. 
Saya tarik tangan saya, terus saya tampar mukanya membuatkan dia terkedu sekejap. 
"Sampai bila kau mau lari? Sampai kau mati sama itu pelacur?"
"Sayang please, I messed up real bad," katanya. 
"Tidak payahlah kau mau messed up messed up sekarang bah. Saya sudah lama tahu apa yang kau buat," kata saya. 
Dia terkejut dan merayu-rayu agar saya tidak menganggu perempuan simpanannya itu. Mendengar rayuannya itu membuatkan saya bertambah marah, lalu saya menarik tangannya di bawak depan pintu. Saya ketuk pintu pada jam 12.30 malam. Suami sekadar diam dan pusing di balkoni itu. Bila pintu dibuka, perempuan itu sudah mengandung! 
"Woaahhhhh!" terpacul dari mulut saya. 
Saya terus masuk ke rumah itu. Gambar suami saya bersama perempuan itu bergantung di dinding, siap dengan photoshoot. Perempuan itu tak berani tengok muka saya. Barangkali dia terkejut melihat muka saya yang sebenar berbanding dalam gambar. Kami bertiga di dalam rumah, saya tengok perut perempuan itu, terus saya tengok muka suami saya lama-lama yang tunduk menahan malu. 
"Sayang, macam mana pun saya masih sayang kamu. Itu bukan saya punya, please sayang," rayu suami. 
"Bukan anak kau? Jadi kau sekarang mau cakap itu anak orang lain? Kau volunteer la ni jadi bapa kepada anak itu? Kenapa kau tidak kahwin tapuk saja di sini?" kata saya.
"Sayang, sebenarnya saya kasihan bah dia dianiaya. That's not my child. Mia tell her!" jelas Kevin. 
"Arghh! Saya tidak mahu tau itu semua. Kalau pun bukan anak kau, kau fikir saya nak maafkan kau begitu saja ka?" 
Terus perempuan itu menangis, "Atem I'm sorry," katanya. 
Terus saya memandangnya. "Who the hell is you ate, you piece of sh*t?"
"You know he's married. You know everything. You mus be born to be bitc* a**hole!" 
"Sayang jangan begini. Dia pregnant baa itu. Tidak bagus cakap begitu," kata suami. 
"Kau Kevin! Berapa tahun saya tunggu kau macam bodoh di Sabah? Saya percaya kau bulat-bulat, kau tidak kasihankah pada kami yang setiap hari rindukan kau di Sabah? Kau tidak fikirkah macam mana kami menahan rindu sama kau? Anak-anak kau di sana pun kau tak peduli. Selama kau di sini, satu kali saja kau balik melihat mereka. Lepas itu macam-macam lagi alasan kau kan?
"Enough Sherry! Enough!," tiba-tiba perempuan itu bersuara.
Itu bukan nama saya yang sebenar. Saya terus melangkah ke tempatnya berdiri. 
"What did you say? Sherry?" terus saya bagi penampar. 
"You have no right to call my name! You disgust me to death! You have no right! Never in a milion year! Paluii kau!" kata saya sambil dipujuk suami. 
Saya tenangkan diri seketika, duduk di sofa siap silang kaki lagi. 
"Oi couple of the yar, sini kita duduk sama-sama," kata saya.
Perempuan itu dah menangis-nangis. Ikutkan hati, mahu saya saya belasah dia, mujur dia mengandung. Kami duduklah di sofa, saya pula seperti menguasai rumah itu. 
"Hei bitc*h, bring me water," pinta saya. 
Perlahan-lahan dia bangun dan suami kata, "sayang jangan begini baa. Bukan kau suda ni," katanya.
Perempuan itu nak pergi ke dapur sudah, terus saya panggil untuk duduk semula. 
"Siapa sayang kau? Dari hari pertama kau buat benda terkutuk ini, saya bukan bini kau lagi. Apa kau cakap tu? Saya bukan diri saya suda? Kau hah, masih diri kau yang dulu ka kau rasa?" soal saya padanya. 
Terus saya tengok perempuan itu atas bawah, "Pathetic! Right after you give birth to that child, then this jerk will leave you and do the same thing like what he did to me. 
Sekarang saya mau kau pilih, saya ka, ini perempuan??"
Suami terdiam, pegang kepala sudah dia berdiri mundar mandir sampai menumbuk-numbuk dinding. Saya tengok saja gaya bodoh dia itu. Tetapi perempuan itu kata, "Baby don't, baby!" 
Babylah sangat. Senyum sinis saja saya tengok. Bulih berbaby-baby lagi di depan saya. Terus saya cakap, "Uii baby, jangan begini ba baby. Risau saya nampak baby macam ini," dengan nada mengejek. Terus mereka berdua diam. 
Jam menunjukkan pukul tiga pagi. Sebenarnya panjang lagi perbualan kami tetapi saya ringkaskan isi penting saja. 
"Oi Kevin, kau pilih sekarang. Me or her?!" saya desak suami hampir dua jam, saya tekan dia siap dengan ugutan lagi. Akhirnya dia tidak tahan. 
"Okay! Saya pilih kau! I choose you!" 
Terus saya ketawa sinis sambil berdiri di depan suami dan peluk dia. "Saya tahu kau pilih saya juga," saya sengaja usap rambut suami di depan-depan perempuan itu. Suami saya tiada kekuatan untuk respon pada pelukan saya di depan perempuan itu. 
"See? You are nothing to him," kata saya pada perempuan itu. 
Saya keluar sekejap dan terus menghubungi Bob minta ambil di rumah itu yang ketika itu jam hampir menunjukkan pukul 6 pagi. Saya duduk di balkoni luar menunggu kedatangan Bob dalam cuaca yang sejuk. Sampai saja Bob, terus Kevin cepat-cepat keluar.
"Sayang kau mau jalan?? Kau mau pergi mana? Saya ikut!" katanya. 
Terus saya tarik nafas panjang, saya pegang tangan dia dalam keadaan sebak. 
"Thank you for the past 8 years. Saya tidak tahu benda begini boleh berlaku pada kita. Walaupun kau ada salah tetapi saya nak cakap juga pada kau. Terima kasih sebab jaga kami selama kau masih di Sabah. Terima kasih sebab jadi bapa yang baik untuk anak-anak kita selama kau di sana. 
"Terima kasih untuk kenangan yang terindah dari saat kita mula kenal sehingga sekarang. Terima kasih sebab prihatin mengirimkan kami duit belanja setiap bulan  semasa kau berada di sini. Saya sudah terguna separu daripada duit itu tetapi saya janji akan bayar balik perlahan-lahan," terus saya tunduk cium tangan dia buat kali terakhir saya bergelar isteri dia dan air mata saya jatuh ketika itu. 
"Saya minta cerai," kata saya.  
"Sayang! Tolong sayang, jangan! Saya menyesal," sampai dia melutut memeluk kaki saya kuat-kuat. Masa itu saya tidak dapat menahan sebak, saya menangis semahu-mahunya. 
"Sayang, saya janji sayang, bagi saya peluang kedua. Sayang tolonglah jangan begini. Saya janji, saya sumpah sayang sayang. Tolong sayang, kau tarik balik itu cakap kau. Please sayang, anak-anak kita sayang. Tolonglah," terus dia berdiri memeluk saya dan menangis-nangis mencium pipi saya. 
Tiada upaya saya masa itu sebab saya betul-betul menangis melepaskan segala kesedihan yang saya simpan selama ini. Masa itu saya terimbas kembali waktu kami mula kena, macam mana baiknya dia, suka buat lawak, macam mana kami jatuh cinta. Menangis dan menangis dan menangis. 
Habis saja drama menangis-nangis itu, saya terus masuk ke kereta dan meminta Bob hantar saya kembali ke hotel. Sampai di hotel jam 8.30 pagi sambung menangis dan terus tertidur dalam tangisan. Sekali terbangun jam 4 ptang. Masa itu bagi saya semuanya telah selesai. Saya pulang ke Sabah berjumpa dengan anak-anak, peluk mereka sambil menangis-nangis.
Bekas suami pun balik ke Sabah dengan niat mahu memujuk. Dia bawa banyak hadiah untuk anak-anak. Bawa semua barang dia dari sana. Dia pulang ke rumah kami tinggal dulu tepat pada masanya kami sedang berkemas nak keluar dari rumah itu. Dia terduduk dan menangis. 
Anak-anak pada masa itu belum faham apa yang berlaku. Berlarian memeluk bapa mereka. Saya tidak tahan sebak, cepat-cepat saya masuk dalm bilik mandi cuci muka sambil menangis. Masa itu dia memujuk say, tetapi saya tiada hati langsung pada dia walaupun saya sebak melihat anak-anak saya gembira. 
Saya ringkaskan. Nak uruskan perceraian pun banyak halangan. Macam-macam yang dia buat untuk memujuk saya. Tetapi kalau orang sudah move on, memang benda-benda begitu tiada maknanya lagi. Akhirnya selesai juga kes cerai kami. 
Dia tidak pernah menuntut apa-apa dari saya selepas bercerai. Yang saya tahu dia tinggal dan bekerja di Sabah. Setiap minggu dia datang berjumpa dengan anak-anak, dia belikan makanan untuk anak-anak. Kami masih tinggal di rumah dia dan dia menyewa di rumah lain sebab saya tidak mahu tinggal bersama dia. Sampai sekarang dia masih panggil saya sayang, saya pula masih trauma dan belum ada hati untuk bercinta buat masa ini.
Peluang kedua untuk dia? Itu semua rancangan tuhan. Kalaulah boleh putar balik masa, saya memang tidak mahu dia pergi ke Australia. Perempuan itu pula saya dengar dia sudah pulang ke Filipina sebab tiada yang menanggungnya di sana, mungkin. Siapa tahu. What goes around come around. 
Itu sahaja kisah daripada saya. Harap you guys enjoy. Sorry kalau tak berapa syiok. 
from The Reporter http://ift.tt/2s0ThuY via IFTTT from Cerita Terkini Sensasi Dan Tepat http://ift.tt/2s1hTnv via IFTTT
0 notes
nadhernedievca · 8 years ago
Photo
Tumblr media
Holaaa Temen-temen seperjuangan di Aliyah dan dua guru tampan kesayangan murid-muridnya, bagaimana kabar semuanya yang ada di dalam frame ? Terkecuali yang mukanya di pakein sticker bunga, karena merusak pemandangan tapi Alhamdulillah dia sehat wal'afiat *plaaak* Semoga kalian sehat juga, ya. :)
Kalian tahu, apa yang akan gue tuliskan kali ini ? Ya. Tentu saja tentang kalian, yang sedang gue rindukan keberadaannya *Ciiih, pembohongan bgt*. Tulisan ini buat kalian, temen-temen yang pernah mengisi kehidupan gue selama dua tahun di sekolah kita tercinta yang sekarang berubah nama menjadi MAN 3 BOGOR. Temen-temen gue sebenarnya gak hanya kalian, masa temen-temen gue banyakan laki-laki sih -_- temen-temen gue juga banyak yang perempuan, tetapi pada saat acara wisuda angkatan kita gue gak sempat berfoto dengan mereka, bahkan dengan temen-temen satu kelas pun gue gak punya, dan itu yang gue sesalkan saat ini gak ada kenang-kenangan bersama mereka :“(
Tapi tidak apa, doa gue akan selalu menyertai kalian semua. Temen-temen yang bahkan tidak satu kelas dengan gue pun akan selalu ada dalam barisan doa gue. ^^ di dalam frame pun itu tidak semuanya teman-teman yang satu kelas, kalian pasti tahu. Tapi dengan rasa sosial kita yang tinggi *ahzeg* kita mampu berbaur satu sama lain. Iya kan ?
Disini gue akan ceritakan fakta masing-masing yang ada dalam frame dengan kaca mata gue sendiri. Boleh kan ? Boleh dongggg.
Mulai dari sebelah kanan, yang gayanya sok cool begete. Namanya Krisandi Sujana, kita satu kelas ya San ? Tapi lo mah belagu kalo lagi gimana gituuu. Pinter ngomong banget nih San ? Ilmu pengetahuan umumnya luas banget, sering gue panggil Afgan ya San ? Mirip dikit *pegang idungnya takut terbang* :p sering di ledekin suka sama Tia dan Sarah, sering di bully si Joko, sering banget di ceramahin apalagi sama gue pas dia cerita dia pacaran sama perempuan yang beda agama *astagfirullah :(
Terus, sampingnya Krisandi ada si Suryadi, diamah anak IPS satu, kata si Ardan dia suka sama gue, ya emang sih keliatan kalau dia lagi lewat kelas gue sering berlagak caper getoooh tapi gue malah bodo amat hahaha maap ya Yadi :p
Sebelahnya si Yadi ada si Adi, *waduh adik kakak neh ? Haaa* Eh ngga deng* itutuh yang posenya lagi mau nengkurep :( Adi Kurniawan, kita satu kelas bahkan satu geng wkwk gak deh, kita sering ngobrol ngobrol bareng berlima, ya, gue si Mega, Sandi,Joko dan Adi. Diamah mantannya banyaaaaaaaaaak tak terhingga. Anaknya gak mau diem pisan, apa lagi kalau lagi pelajaran olahraga sering naik-naik ke keranjang basket sama gawang bola, badannya lentur banget curiga doyan makan karet nasi uduk nih anak :(
Terus, atasnya si Adi yang lagi gaya gaya anak rock and roll pake kaos putih, itu Abah guru penjaskes di kelas dua belas♡ namanya Pak Firman tapi pinginnya di panggil Abah mulu padahal masih muda, belum keliatan abah abah -_- Abah itu kalau kata gue guru berwibawa setelah Mr Dedy♡ , karena postur tubuhnya yang gagah, dan kadang galak kalau sama anak yang bandel, tegas, dan berani. Sering ngehukum anak-anak yang telat di deket pintu gerbang sekolah. Hukum aja bah, biar pada kapoook huuu. Sehat-sehat dan panjang umur ya, Bah. Hihihi.
Next, di bawah Abah ada si Ardan. Dia tuh yang sering bilangin kalau si Yadi suka sama gue, dia satu kelas sama si Yadi, IPS satu, tapi dia juga orangnya rajin, kalau ada tugas ngisi LKS sering minjem punya dia :D makasih ya Daaaan.
Terus, sampingnya Ardan ada si Agus, dia satu kelas sama gue di IPS dua, orangnya sering cengengesan mulu padahal mah gak ada yang lucu, pendiem juga kayak si Adi Lutfi temen sebangkunya. Hahaha.
Belakangnya si Agus ada si Bayu *sumpah lho gue nginget nama dia doang lama banget saking lupa dan gak akrab* Bayu, dia kelas IPA satu deh kalau gak salah ya, lah kenapa anak IPA nongol disitu ya, itu semua anak IPS lho wkwk. Gapapa deh, ajakin ajaaa. Bayu, itu setau gue dan temen-temen sekelas gue orangnya pendieeeeem banget, jarang ngomong, keliatan dari mukanya kalem, auk amat dah aslinya gimana -__- gak tau banyak tentang dia, karena emang gak deket, kenal ae kagak. Hiks. Tapi dia pernah di taksir sama si Fita temen sekelas gue katanya dia alim akwkwk.
Next, belakangnya Bayu ada si Danu kelas IPS satu, pacarnya satu kelas sama dia namanya si Ayu, anak pesantrenan, jago ngaji, alim, tapi gak pendiem kaya si Bayu, pinter juga, dia itu sering di jadiin tumbal sama pak Asep guru Al qur'an Hadist katanya si Danu mah kalo hafalan cepet banget, orang-orang baru beberapa ayat dia udah mau selesai, padahal mah pas di tanya, boro-boro dia juga masih banyak. Ya mungkin pak Asep mau bikin anak-anak yang lain semangat ngejar hafalannya hihihi.
Nah, itu yang pake peci, gagah, dan tampan adalah Bapak kita seduniaaa, hahaha. Pak Pe'i, guru Fikih, baiiik banget, saking baiknya tidur pas pelajarannya juga gak di omelin kalo gak ketauan hehehe. Maaf ya pak, tapi Bapak itu sosok ke-Bapak-annya ada banget, guru terlama di MAN 3 Bogor, udah sepuh, tapi semangat mendidiknya beuh mantappp tidak diragukan lagi. Sehat dan panjang umur Bapak♡.
Terus, yang di belakang Abah itu si Cesar, namanya udah kayak artis ae. Suka cengar-cengir kalo ketemu gue, auk dah kenapa wkwk. Dulu pacarnya Irna satu kelas sama dia di IPS tiga.
Depannya si Cesar ada si Rifki, sok ganteng ah kata gue mah. Wkwkwk. Gatau tentang dia. *skip* dia anak IPS satu btw, satu kelas sama si Yadi dan Ardan.
Terakhir, di belakang si Yadi ada si Irgi, yang posenya lagi nyengir wkwkwk. Vokalis marawis, anak marawis, kalo di kelas berisiiik banget, gendang-gendang meja mulu, tangannya gak mau diem sama kayak si Ace *gak ada di frame*. Anak pesantren juga sama kayak si Danu, suaranya juga cakep.
Eeeh. Hampir lupa, perempuan di samping gue yang cantik jelita bagaikan boneka india wkwk. Namanya Mega dari kelas sebelas gue duduk sebangku sama dia, kemana-mana sama dia mulu, ke kamar mandi, ke kantin, kantor guru, perpustakaan, bahkan sampe banyak yang bilang kalau kita udah kayak upin dan ipin inilah dia kembar seiras itu biasa… lah nyanyi. Dia yang lebih sering curhat ke gue masalah percintaannya, bahkan sampe sekarang pun masih. Gue sih bersedia aja dengerin semua cerita dia, selagi dia percaya untuk menumpahkannya sama gue. Segera untuk menemukan dan di temukan egooot.♡
Sekian ya, capek lho ngetiknya :( kalau ada yang baca, maaf-maaf ya jika ada yang kurang berkenan di hati pemirsa. Sampai jumpa. ✋
0 notes
anakperempuannet · 5 years ago
Text
Kumpulan Nama Anak Kembar Perempuan Menurut Islam 3 Kata
Kumpulan Nama Anak Kembar Perempuan Menurut Islam 3 Kata
Tumblr media
Nama Anak Kembar Perempuan Menurut Islam 3 Kata– namaanakperempuan.net. Kehadiran anak tentulah akan disambut dengan penuh suka cita oleh setiap orangtua. Apalagi jika dikaruniai bayi perempuan yang kembar sudah pasti meraskan kebahagiaan yang sangat luar biasa. Apalagi memiliki bayi kembar tak bisa dirasakan oleh semua orang, hanya orang yang terpilih sajalah yang bisa diberikan karunia bayi…
View On WordPress
0 notes