#mudik karena corona diaryDirumah
Explore tagged Tumblr posts
Text
Mudik Karena Corona
#part3 #rumah bersama ceritanya
#catatan 2April 2020 Kembali… Masalah itu kembali... Mengusik! Membuka cerita lama... Membuat memori kejadian lalu itu terputar ulang diingatan… Di pagi itu… *** Pagi itu, pagi yang indah. Semburat cahaya mentari memancarkan sinarnya. Menyentuh dinding-dinding rumah, pepohonan dan benda-benda lainnya. Langit sudah mulai menampakkan warna birunya. Awan awan seperti gumpalan kapas yang melayang membentuk pormasi yang indah di cakrawala pagi. Sesekali suara ciutan burung terdengar berlagu. Menggema. Dan jalanan pagi itu masih legang.
Aku menungggu datangnya waktu. Hari itu adalah saat-saat yang menegangkan karena hasil UMPTKIN akan segera diumumkan. UMPTKIN adalah jalur seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri keIslaman yang diselenggarakan serentak di seluruh Indonesia. Ujian seleksi ini terjadwal 1 kali dalam setahun. Tahun (2019) adalah kali pertamanya aku mengikuti UMPTKIN, meskipun sebenarnya aku sudah lulus SMA di tahun 2017. Sembari menunggu, aku mengisi pagi dengan berbagai aktivitas. Mengawali pagi dengan merapihkan tempat tidur, membersihkan rumah, dan juga membantu mamah di dapur.
Waktu pengumuman pun semakin dekat. Ku sampaikan kepada mamah kalau pengumaman UMPTKIN sebentar lagi. Dan seketika raut wajah mamah menunjukkan sikap tegang walau sebenarnya ia mencoba tampak biasa-biasa saja. Dan aku pura-pura mengabikan hal itu.
Sesekali aku melihat jam dan juga memantau daringku. Ada rasa gelisah dan cemas yang mengganggu. Tapi aku pun mencoba biasa biasa saja. “Toh, ini Cuma tentang takdir. Kita udah berdoa dan berusaha. Tinggal tawakkalnya aja. Kalau ini rezeki, In Syaa Allah nggak akan kemana” aku berusaha berdialog pada diri sendiri sambil diiringi doa dalam hati. Mecoba menenangkan diri dan tidak ingin terlihat cemas dihadapan mamah. “Aku siap menerima semua kenyataan yang akan terjadi.”
Notifikasi pesan masuk dari ponselku. Aku memeriksanya. “Dari siapa?” Ternyata dari teman-teman seperjuangan UMPTKIN.
“Ci, udah lihat pengumumannya?” tulisan yang tertera pada pesan itu. Terlihat nama kontaknya –Nuripah.
“Belum, Pole! Pasti banyak orang yang lagi buka.” balasku. Lekas kutekan tombol send.
Tidak lama kemudian, datang pesan lainnya.
“Ci, gimana hasil UMPTKIN-nya?” Pesan dari Teh Susi. Ketika pesan tersebut akan kubalas, tiba-tiba muncul lagi pesan lainnya.
Semua tema pesan itu hampir sama. Sama sama menanyakan bagaimana pengumuman UMPTKIN. Dan dengan perlahan, pertanyaan-pertanyaan itu memunculkan kecemasan yang baru saja aku usir. Aku mulai membalas pesan Teh Susi “Belum dilihat teh :’) ”
Jari-jariku gemetaran menyentuh layar daring. Kecemasan itu semakin menjadi-jadi. Tapi aku harus bisa mengendalikan diri.
***
Teh Susi : “Ci, coba dibuka aja laman pengumumannya!” Balasan pesan dari Teh Susi
Setelah membaca pesan itu, aku pun mencoba membuka laman pengumuman. Dengan hati yang penuh harap (sembari berdoa) dan badan yang gemetaran disertai keringat dingin, aku memberanikan diri.
Kutekan link laman pengumuman. Satu persatu tampilan mulai berubah. Setelah laman untuk melihat pengumuman muncul, aku masukkan nomor peserta beserta data lainnya.
Lalu…
“Mah, Aku diterima di UIN Jakarta.” ujarku. Lemas. Mamah yang sedang sibuk memasak di dapur, seketika menghentikan pekerjaannya. Wajahnya menghadap kearahku lalu berkata dengan suara parau, “Alhamdulillah, Nak. Tapi keterimanya nggak bisa di Bandung?”
Aku terdiam.
Nampaknya mamah tidak begitu senang mendapati anaknya dapat lulus di Perguruan Tinggi pilihan pertamanya.
“ Nggak, Mah. UIN Jakarta ini pilihan pertama Uci dan Bandung menjadi pilihan ke-3.” ujarku. Pelan.
Aku tidak tega menjelaskan hal ini kepadanya. Aku tahu kenapa respon mamah seperti itu, dia tidak mau jauh (lagi) dari anaknya. Jakarta itu jauh! Keras! Ditambah lagi dengan biaya hidup yang mahal. Siapa yang mau pergi kesana? Dan siapa yang mau ditinggal jauh (lagi)?
Mamah pun kembali melanjutkan pekerjaannya. Aku bingung harus melakukan apa saat itu. Disatu sisi aku senang, disisi lain aku tidak bisa mengabaikan perasaan mamahku yang sedih menerimanya.
Tidak lama kemudian, terdengar suara motor. Pasti itu suara motor bapak. Hari itu adalah jadwal bapak pulang kerja. Dan benar saja, aku melihat sosoknya turun dari motor sembari membawa ransel hitam besar dipundaknya.
“Assalamu’alaikum” Sahut Bapak sembari melepaskan tas dari pundaknya.
“Wa’alaikumussalam” Jawab semua orang yang ada di rumah. Mamah lekas meraih tangannya lalu menciumnya kemudian disusul oleh aku.
“Pak, anakmu diterima di UIN Jakarta.” Lapor mamah.
Bapak langsung melihat ke arahku. “Teh, keterima di UIN Jakarta?” tanya bapak, memastikan. Aku mengangguk. Aku sungkan untuk menunjukkan kebahagiaanku karena kenyataannya bapak dan mamah tidak begitu menyambut hangat kenyataan ini.
“Alhamdulillah kalau Teteh diterima di UIN Jakarta. Kamu harus mulai belajar memanage keuangan! Biaya hidup di sana itu tinggi” tutur bapak. Wejangan pagi untuk anak gadisnya yang akan merantui.
Aku diam mendengar perkataan bapak tadi. “Ya, pak.” Kataku pelan.
Pikiran dan perasaanku saat itu benar-benar bercampur aduk. Entah harus tersenyumkah, menangis atau berteriak. Perasaan yang sedang dirasa membuatku serba salah.
“Emm.. Tapi, nggak papa kalau uci kuliah disana? Kalau mamah sama bapak merasa keberatan, yaa udah uci nggak akan maksa. Uci nggak akan ambil hasil UMPTKIN ini.” Tuturku, pelan.
Rasanya ada perasaan gemuruh riuh yang menyesakkan dada. Aku benar-benar dirudung kebingungan dan kesedihan. Mungkin, pilihan yang aku putuskan tidak diinginkan mereka, tapi ada satu alasan besar kenapa aku ingin berada jauh dari tempat tinggalku saat ini.
----- Diary Usangku
Dibuat di Bandung, 1 Juli 2019 lalu Aku ingin pergi, jauh. Untuk dapat melupakan. Tempat ini, mengubur harapan yang tak sampai. Tempat ini, saksi bisu si luka dan si pilu. Tempat ini, ingin aku tinggalkan. Aku hanya ingin pulih.
Bersambung…
14 notes
·
View notes