#masterpreparation
Explore tagged Tumblr posts
mfaizs · 7 years ago
Text
#ScholarshipJourney #6 : Listing Aneka Scholarship & Universitas.
Tumblr media
Menapaktilasi perjuangan yang hingga hari ini belum selesai. Perjalanan yang dimulai tahun 2016 yang lalu pasca menuntaskan amanah akademik kampus. Hingga hari ini, betapa banyak pelajaran yang dapat dipetik. Bahwa hanyalah Allah sebaik-baik perencana. Hanya Allah yang mengetahui tetnang apa, kapan, di mana, dan bagaimana waktu yang terbaik untuk hamba-hambaNya. Ketika Dia merasa bahwa hambaNya telah pantas dan kuat menerima segala ketetapan dariNya, niscaya Allah tak akan segan-segan mengabulkan doa kita, bahkan memberikannya dengan cara yang jauh tak pernah kita sangka.
Melanjutkan tulisan saya yang terhenti setahun silam. Pada akhirnya saya berpikir untuk melanjutkannya agar senantiasa menjadi pengingat bahwa pada setiap impian akan selalu ada perjalanan panjang dan pengorbanan. Semoga bermanfaat.
Selepas tes IELTS di IALF Malang, saya tak banyak membuang waktu. Saya segera listing aneka macam beasiswa yang bisa saya apply serta menawarkan beasiswa-beasiswa yang ada. Pada tulisan ini, saya hanya akan membagikan beberapa jenis beasiswa saja yang pernah coba saya apply. Selain beasiswa, saya juga melakukan listing beberapa universitas se-detail-detailnya termasuk bagaimana silabusnya. Oh ya, beasiswa yang saya list di sini tentu saja beasiswa yang fully funded, karena memang tentu tidak mungkin bagi saya untuk apply beasiswa yang partially funded alias tidak semua aspek mendapatkan pendanaan. Tambahan lagi, beasiswa yang akan saya share di sini juga beasiswa yang terdapat untuk course yang saya tuju ya hehe (Industrial Engineering / Logistics & Supply Chain Management). Jadi jangan kaget kalau semisal nanti tidak ada course teman-teman. Karena sebenarnya opsi beasiswa itu bisa di cari di google dan sangat banyak sekali, tergantung seberapa gigih teman-teman mencari smpai ke halaman-halaman belakang. Hehe.
Mengenai website, ada dua web yang saya rekomendasikan dan menurut saya cukup lengkap memuat info aneka macam beasiswa. Yaitu:
1. www.scholars4dev.com . Website ini berisikan aneka macam beasiswa untuk negara-negara berkembang. Termasuk tentunya negara kita, Indonesia. Selain infonya update, di website ini sistem pengkategoriannya juga baik. Terdapat beberapa category by level of study, by field of study, by country destination of study, termasuk juga by target group (negara yang eligible untuk apply beasiswa tersebut). Menurut saya juga web ini cukup update dan informasinya cukup lengkap.
2. www.beasiswapascasarjana.com. Nah, kalau website ini sesuai dengan namanya yang bahasa Indonesia, maka beasiswa ini khusus untuk orang-orang Indonesia saja. Websitenya juga cukup lengkap dan update. Pengkategorisasiannya juga lumayan, mulai dari Beasiswa Diploma, Sarjana, Master, Doktor, Dalam Negeri, Luar Negeri, serta ada kanal khusus LPDP.
Selepas membrowsing website-website tersebut, tentu saja saya buat semacam timeline besar yang berisikan deadline pendaftaran dari beasiswa tersebut. Seperti ini nih :
Tumblr media
Untuk yang berminat memiliki file-nya bisa download di sini yah :) Nah, berikut ini pada waktu itu setelah browsing, ada 13 jenis beasiswa yang saya putuskan untuk mendaftar. (Yang sesuai requirements saya, dan tentunya ada prodi saya untuk S-2): 
1. Swedish Institute Study Scholarship. Beasiswa ini bisa saya katakan nominalnya 11-12 dengan LPDP. Pun juga dengan jenis tunjangannya. Hanya saja, sesuai namanya beasiswa ini khusus untuk universitas tujuan di Swedia. Tidak ada kontrak kerja di sana, dan kita bisa kembali ke negara asal selepas studi. Beasiswa ini buka setiap akhir tahun hingga deadline nya di awal tahun. Biasanya antara Oktober – Februari. Nah, untuk beasiswa ini persaingannya cukup ketat, karena untuk negara-negara berkembang di seluruh dunia. Pada beasiswa ini, kita harus mendaftar universitasnya dahulu, baru nanti mendaftar beasiswanya. Istimewanya untuk swedia, seluruh universitasnya pendaftarannya terpusat di satu portal. Sehingga sekali bayar application fee, kita bisa memilih 4 universitas langsung.
2. King Abdul Aziz University – Saudi Arabia. Beasiswa ini juga fully funded. Beasiswa yang diberikan penuh oleh King Abdul Aziz University. Kebetulan di sana terdapat prodi Industrial Engineering.
3. King Saud University – Saudi Arabia. Beasiswa ini diberikan oleh universitas King Saud juga. Oh ya, baik nomor 2 maupun nomor 3, keduanya kebetulan kuliahnya menggunakan bahasa inggris, bukan bahasa Arab.
4. Beasiswa MOST Taiwan. Beasiswa ini berasal dari Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Taiwan. Terdapat daftar-daftar prodi tertentu yang dibiayai oleh beasiswa ini.
5. Beasiswa MOE Taiwan. Hampir 11-12 dengan MOST, namun untuk beasiswa ini dibiayai oleh Kementerian Pendidikan. Secara kuota penerima juga lebih banyak, jadi untuk beasiswa MOST itu lebih ketat seleksinya karena kuotanya lebih sedikit.  Beasiswa ini menyajikan untuk S1, S2, juga S3. Uang sakunya juga lumayan, dapat meng-cover biaya hidup.
6. NTUST Scholarship. Untuk beasiswa ini disediakan oleh universitas. Besarnya tidak sebesar MOE dan MOST, namun bisa dikatakan cukup untuk biaya hidup. Beasiswa ini ditawarkan saat kamu mendaftar ke NTUST (National Taiwan University of Science and Technology)
7. ICDF Scholarship. Beasiswa juga dari pemerintah Taiwan. Namun di sini kita harus jeli, karena tidak semua prodi yang ditawarkan menggunakan bahasa inggris. Kebanyakan menggunakan bahasa mandarin.
8. AIT (Asian Institute of Technology) Thailand. Universitas ini saat ini bisa dibilang sedang berkembang pesat. Semacam ITB dan ITS lah kalau di Indonesia. Saya pada waktu itu sempat diterima di beasiswa ini, namun ternyata diterima yang partially funded. Sehingga saya memutuskan tidak mengambil.
9. Fullbright Scholarship. Untuk beasiswa ini tujuan ke Amerika Serikat. Ya, teman-teman sudah tahu lah dan infonya cukup banyak di Internet. Bisa dibilang beasiswa yang prestis, dan yang diterima adalah orang-orang yang outstanding.
10. Australian Award Scholarship (AAS). Sepengetahuan saya beasiswa ini merupakan beasiswa dengan nominal terbesar untuk living cost-nya. Seleksinya cukup ketat, dan juga saya gagal di yang ini. AAS sendiri cukup bonafit mengingat ketika kita diterima, maka kita mendapat pelatihan bahasa gratis selama 9 bulan (kalau tidak salah), juga di tes-kan IELTS secara gratis.  
11. Endeavour Scholarship. Hampir sama dengan AAS, namun bedanya beasiswa ini mensyaratkan kita harus sudah mendapat IELTS. Tujuan universitasnya juga untuk di Australia saja.
12. ASEAN Scholarship – Chulalongkorn University. Beasiswa ini dengan tujuan ke Chulalongkorn, Thailand. Nominalnya bisa dikatakan cukup. Apalagi sebagaimana yang kita tahu, Chulalongkorn termasuk salah satu universitas terbaik di ASEAN.
13. Beasiswa LPDP. Nah, ini sekaligus menjadi beasiswa terakhir yang saya apply dan saya diterima akhirnya :’) .
Berikutnya hal lain yang tak kalah penting adalah terkait me-list universitas-universitas yang akan dituju. Tentu saja dibuat se-detail mungkin. Ini saya belajar dari senior saya, Mas Hanif Azhar (Awardee BPI LPDP), untuk dibuat se-detail-detailnya. Pertama saya buat timeline seperti di bawah ini : 
Tumblr media
Kedua, saya melakukan riset mendalam seperti dibawah ini : 
Tumblr media
Di situ terdapat tab Universitas, Course Details (berisikan course yang ditawarkan dan sudah saya rangkum menjadi satu), bahkan termasuk Profil dosen tiap mata kuliahnya, untuk mengetahui latar belakang research-nya. Hal ini penting, khsusunya untuk teman-teman yang mengambil Master of Research, karena linearitas dan kesesuaian topik riset nantinya juga menentukan teman-teman di sana. Contoh file-nya bisa di download di sini. 
Oh ya, yang perlu diketahui, saya melakukan listing se-detail itu bukan berarti teman-teman harus melakukan ya. Karena saya orangnya termasuk tipe yagn tersistematis, makannya saya lakukan hal di atas. Dan itu saya lakukan semenjak awal di Pare, sekitar Bulan Agustus 2017. So, bukan pasca tes IELTS baru melakukan listing se-detail itu ya. 
Penantian baru saja dimulai. Penantian akan hasil IELTS. Jika gagal, maka timeline yang sudah disusun sedemikan rupa bisa saja berubah. Yups, sebab IELTS yang saya gunakan tes tersebut akan langsung disubmit ke beasiswa SISS pada akhir bulan Januari 2017. 
Dan cerita perjuangan, masih akan terus berlanjut.... 
158 notes · View notes
mfaizs · 7 years ago
Text
#ScholarshipJourney #5 : IELTS Real Test
Menapaktilasi perjuangan yang hingga hari ini belum selesai. Perjalanan yang dimulai tahun 2016 yang lalu pasca menuntaskan amanah akademik kampus. Hingga hari ini, betapa banyak pelajaran yang dapat dipetik. Bahwa hanyalah Allah sebaik-baik perencana. Hanya Allah yang mengetahui tetnang apa, kapan, di mana, dan bagaimana waktu yang terbaik untuk hamba-hambaNya. Ketika Dia merasa bahwa hambaNya telah pantas dan kuat menerima segala ketetapan dariNya, niscaya Allah tak akan segan-segan mengabulkan doa kita, bahkan memberikannya dengan cara yang jauh tak pernah kita sangka.
Melanjutkan tulisan saya yang terhenti tepat setahun silam. Pada akhirnya saya berpikir untuk melanjutkannya agar senantiasa menjadi pengingat bahwa pada setiap impian akan selalu ada perjalanan panjang dan pengorbanan. Semoga bermanfaat.
5 Januari 2017
Hari itu barangkali menjadi hari yang tak pernah terlupa dalam catatan kehidupan. Ya, tepat hari itu, saya bersama teman-teman menyeleseikan program Master Class. Rasanya lega sejenak terbebas dari tekanan tugas, tidur malam, speaking sendirian di Tongkis Pare sampe kayak orang Gila ==”, dan aktivitas pembelajaran bahasa inggris yang lainnya. Namun tentu saja akan banyak kenangan-kenangan yang barangkali akhirnya begitu dirindukan. Mulai dari kuliner yang super murah meriah (Dapur Jawa, Nasi Goreng 6000, Nasi pecel belakang TEST English School, Nasi Pecel 3000, Susu Mbok Darmi, Ketan Susu, Lalapan Warung Kita, Tahu Bulat sore hari, Masakan Jepang (lupa namanya) di Tongkis, dan lainnya), suasana pembelajaran yang begitu kondusif, mengingat kala semangat turun sedikit saja, lingkungan sekitar yang melihatkan bagaimana setiap orang berusaha melafalkan bahasa inggris, tanpa sadar menjadi pelecut yang luar biasa.
Sore itu kami berfoto bersama, lantas malamnya lanjut makan bareng. Menulis impian kami dan setiap orang menuliskan pesan keliling di sebuah kertas sebagai kenangan sederhana. Eh ada juga yang menangis terharu, ada yang senang, hingga kami berempatbelas diberi kesempatan bicara satu per satu tentang kesan dan pesan kebersamaan selama 3 bulan terakhir. Diantara kami semua ada yang memutuskan kembali, ada yang masih memutuskan menambah intensif lagi di Kampung Inggris. Saya sendiri memutuskan kembali ke Malang sembari menenangkan diri. Karena di antara teman-teman satu kelas, baru saya yang memberanikan diri untuk mem-booking real test IELTS tepat tanggal 14 Januari 2017.  Pikiranku pada waktu itu simple, mumpung masih “hangat-hangat tahi ayam” hehe.
Rumah
“Dulu, seminggu sebelum real test IELTS, waktu itu aku kan nggambil di Surabaya Iz. Jadi pas itu aku tinggal di rumah saudaraku, terus di dekatnya rumahnya kebetulan ada musholla. Waktu itu aku sudah nggak belajar lagi. Fokus ibadah, minta ke Allah SWT. Tiap hari bersihin musholla, ngaji di situ, dll. Karena waktu itu seandainya aku gagal di situ, maka pupus sudah impianku buat daftar LPDP yang batch II tahun 2016.”
- Hanif Azhar, S.T., M.Sc. , senior inspiratif dulu di kampus
Agaknya mungkin waktu itu aku masih belajar, barangkali belum percaya diri. Sambil tetap mendekatkan diri kepadaNya, memperbanyak ibadah di rumah. Writing entah tetap menjadi momok bagi saya, hingga pada waktu itu saya mencoba mencari soal-soal real test writing terbaru dan ter-update di internet. Untungnya waktu itu, Mr. Eddy, guru saya di English Studio bersedia mengkoreksi hasil writing saya secara jarak jauh. Di h-sekian hari real test IELTS kami masih saling mengontak via telepon untuk berdiskusi. Tetap saja masih ada problem di writing saya. Selain itu, sesuai tips dari Mister Muflih, mendekati hari H perbanyak kembali baca kosakata-kosakata yang telah di hafal beserta sambil mengingat-ingat collocation-nya.
H-3 tes pada akhirnya kucukupkan untuk menyentuh segala buku. Fokus ibadah. Tilawah, shalat malam, dan amalan-amalan baiknya. Sembari tetap refreshing lihat bola, dan lainnya agar tidak jenuh dan tegang saat hari tes.
D-Day : IELTS TEST
Oh ya, mengenai lokasi tes, pada waktu itu saya sengaja mengambil di IALF Malang, Balai Bahasa Universitas Negeri Malang. Pertimbangannya cuman karena dekat dengan rumah, dan juga alangkah nikmatnya kalau sebelum berangkat tes bisa mencium tangan orang tua hehe. Selain itu juga lokasi tes di Malang tentu saja tidak seramai dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya seperti Surabaya bahkan Jakarta. Ternyata benarlah. Sesampai di sana, jumlah peserta tes hanya 40 orang dan dibagi ke dua ruangan. Tempat tes ada di lantai 3 kalau tidak salah ingat. Di sana saya tiba satu jam sebelum tes, sembari menyempatkan Shalat Dhuha terlebih dahulu.
Kemudian seluruh tas dan alat-alat tulis termasuk alat elektronik harus diletakkan diluar ruang kelas. Kami hanya diperkenankan membawa kartu identitas. Pada waktu sebelum masuk kelas, kami mengisi presensi sembari panitia penyelenggara mengambil foto kami satu per satu untuk nantinya di taruh di sertifikat hasil tes IELTS.
Dan… tibalah saat itu. Hasil perjuangan selama 5 bulan terakhir pada akhirnya hari itu juga ditentukan. Waktu itu kami masuk kelas dan tempat duduk juga sudah disesuaikan dengan nomor registrasi pendaftaran. Sesi pertama dimulai dari Listening , Reading, dan terakhir baru Writing. Overall, Alhamdulillah tidak ada kesulitan yang berarti semasa saya mengerjakan Listening dan Reading. Pun demikian dengan writing, topiknya ternyata tidak terlalu susah, baik task 1 maupun task 2 nya. Hanya saja pada waktu itu saya tidak sempat menghitung jumlah kata yang saya tulis, juga sepertinya ada unbalance antara body 1 dan body 2 yang saya tulis.
Selepas menyeleseikan kesemuanya, tibalah untuk tes speaking. Nah, di sinilah kami harus mengantri. Untungnya saya waktu itu kalau tidak salah kebagian antrian ketiga. Sehingga tidak perlu menunggu lama. Nah di sinilah saya sempat membuat kesalahan dengan membuang waktu pada saat taking notes di sesi speaking section 2 hanya karena miss understanding dengan examinernya. Examiner untungnya saya mendapat yang baik, walaupun ketika speaking saya mencoba melucu namun dia tidak tertawa *entah saya yang garing atau emang dia jaim. Akhirnya untuk part 2 saya sedikit kurang terstruktur dalam menceritakan case yang diminta, karena hanya membuat notes sedikit.
Overall, hari itu lancar dan berjalan sesuai yang diekspektasikan, walaupun agak tersendat sedikit di speaking. Yah, duit 2.85 juta sekali tes hanya demi sertifikat hitam putih hari itu aku pertanggungjawabkan. Masih 13 hari lagi seharusnya pengumuman, jika tidak ada penundaan, seharusnya pada tanggal 27 Januari 2017 sudah keluar via website. Sembari menunggu, aku kembali mempersiapkan berkas-berkas beasiswa yang lainnya. Menyusun kembali timeline pendaftaran, sembari membuat backup plan seandainya ada kemungkinan-kemungkinan yang gagal.
“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Maka cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hambaNya” QS – Al-Furqan (25) : 58
4 (+1) bulan perjuangan bahasa inggris pada akhirnya hari itu tertuntaskan melalui serangkaian IELTS Real Test. Terlepas apapun hasilnya, pada akhirnya kita sebagai manusia hanya bisa bertawakkal. Seperti yang telah saya tuliskan di atas, bahwa Allah mengetahui akan segala hasil yang terbaik yang telah kita ikhtiarkan. Tugas kita hanya menerima segala keputusanNya, sembari menyiapkan rencana-rencana yang lainnya.
82 notes · View notes
mfaizs · 8 years ago
Text
Almost 5 Months Master Preparation: Sempurna yang (Nyaris) Tak Mungkin, Sempurna yang Tetap Diperjuangkan
It is a common desire for all people in the world to become perfect in everything. Unfortunately, it seems to be almost impossible, because perfect is solely owned by our Creator, Allah SWT. Even though that, it doesn’t to be a barrier for us to fight as strong as we can. Because the most important things is all about the process itself, not the result. The more you struggle, the nearer you will be with the perfect result. – Anonymous, 2016
Tanpa terasa udah sebulan lebih saya tidak menulis di sini. Sembari membersihkan debu dan mengerjakan tugas malam ini, tanpa terasa sudah hampir lima bulan lebih saya menjadi ‘pengangguran terdidik’. Memasuki bulan terakhir, saya kembali merenung akan perjalanan 4 bulan terakhir ini. Sudahkah saya melakukan hal yang terbaik? Sudahkah saya benar-benar tak membuang-buang waktu? Benarkah 24 jam dalam sehari telah teroptimalkan tuk kegiatan yang bermanfaat? Rasanya saya masih jauh dari hal itu.
Rasanya kesia-siaan itu juga makin terasa di bulan terakhir ini. Masih kesulitan untuk mempersedikit jam tidur, terkadang malah ketika libur menghabiskan waktu untuk hal-hal yang kurang produktif. Hingga tanpa terasa, minggu kemarin saya putuskan mendaftar real TEST IELTS bulan depan? Lalu? Benarlah kata teman saya, bahwa sensasinya akan terasa ketika kau menekan tombol submit. Dan sekarang? Saya merasakannya =)). Tentu saja dengan biaya yang cukup mahal untuk sebuah tes, dan untuk inilah entah mengapa saya tak tahu harus bagaimana lagi membalas jasa kedua orang tua  saya yang begitu mendukung segala langkah dan keputusan-keputusan yang saya ambil.
Setelah bulan-bulan sebelumnya saya menghabiskan banyak waktu dengan writing, berkutat di depan laptop, upload ke essayforum.com,  bahkan pernah mencapai 9 tugas writing dalam sehari, bulan ini saya bersama teman-teman master class diajarkan tentang materi-materi pendalaman. Sebut saja IELTS Advanced. Tentunya dengan listenting, reading, dan tingkat writing yang jauh lebih susah daripada sebelumnya, grammar yang jarang dipakai, bahkan beberapa kosakata aneh yang diperkenalkan membuat tekanan semakin terasa. Sekalipun tentor saya selalu berkata bahwa soal-soal real test IELTS takkan setinggi itu tingkat kesusahannya, namun tentu saja kekhawatiran itu akan tetap ada bukan?
When you are feeling down….
Entah mengapa, pada akhirnya yang dikatakan tentor saya di bulan pertama memulai master class dulu pada akhirnya menimpa saya juga. Sekalipun berusaha menguatkan diri, berusaha untuk berprasangka baik, percaya bahwa segala kekuatan bersumber dariNya, pada akhirnya saya merasakannya. Ya, memang sudah ada beberapa teman saya yang sakit, stress, ada yang menangis juga ketika melihat hasil simulasi test yang ada, bahkan sekitar 2 minggu yang lalu ada yang sampai kesurupan, setelah mungkin kelelahan semalaman menghafalkan script untuk speaking yang ditugaskan pada hari itu.
Saya barangkali tak pernah merasa puas dengan hasil pencapaian saya bulan – bulan sebelumnya. Selalu saja merasa kurang, dan lagi-lagi dengan kesalahan yang sama, entah misspelling, grammar, dan ya itu-itu saja. Ya, salah satu aspek yang lemah dalam diri saya adalah masalah ketelitian. Sejak kecil dahulu hingga sekarang. Selalu terlambat menyadari, bahkan tentor pun selalu berkata, “Faiz, please make a new mistake!”.
Hingga pada akhirnya, saya down juga. Saya menangis kala melihat hasil yang diperjuangkan tak sesuai ekspektasi. Kadang saya berpikir apakah ekspektasi saya terlalu tinggi? Mungkin ada benarnya. Untuk skor pun saya menargetkan tentunya semaksimal mungkin. Karena saya percaya setidaknya jika langit menjadi targetmu, maka jika kau gagal, kau masih jatuh di antara bintang-bintang. Namun yang terjadi kadangkala justru aku merasa terbebani.  Bahkan salah seorang teman akrab saya bertanya, “Faiz, Are you OK? I don’t see your happier face in your appearance just like last month.” . Dan saya hanya menjawab “Yha, it’s OK. No Problem!“.
Beberapa bulan terakhir, dari 4 indikator di Writing dan Speaking, problem saya tetaplah sama : Grammatical Range and Accuracy. Seakan ini menjadi hukuman dariNya karena sejak awal belajar bahasa inggris ketika MI dulu saya termasuk paling malas akan hal ini. Bagi saya yang terpenting bisa berbicara, mengerti akan makna bacaan, dan bisa mendengar dengan baik, sekalipun dengan tata bahasa yang salah. Namun hal inilah yang seringkali justru membuat saya jatuh di dua bulan terakhir ini. Ketika bagian yang lain setidaknya telah memenuhi, dan teman-teman lain sudah move on ke step yang lebih tinggi, entah mengapa diri ini masih berkutat di kesalahan yang sama. Hingga saya pada akhirnya belajar bahwa karena abai terhadap kesalahan – kesalahan kecil-lah yang membuat masalahmu menjadi semakin besar. Setidaknya itu insight yang saya dapatkan setelah merenungi akan kegagalan berulang saya beberapa bulan ini.
When you feel like “A Wasting Time”
Ketika perjuangan telah dilakukan, ketika doa – doa telah dipanjatkan dalam tiap sujud di sepertiga malam, ketika kantuk telah tertahan berjuta kali tak karuan, lalu jika hasilnya tak sesuai harapan, akankah kita menganggap waktu yang telah tergunakan serasa berujung kesia-siaan?
Seringkali hal ini muncul dalam futurnya jiwa dalam perjuangan. Pun demikian dengan saya. Bahkan sempat seorang kawan saya meledek, “Iz, mau kejar skor 9? Yang penting kan memenuhi.” Well, saya tahu niat dia pasti bercanda, namun percaya atau tidak sempat membuat saya berpikir ada benarnya juga. Universitas mensyaratkan requirements yang mungkin bisa saya raih seandainya oktober lalu saya mengambil real test.  Agustus 2016 lalu, seperti yang telah saya ceritakan di sini. Hanya saja karena selama sebulan tersebut writing saya selalu jatuh, saya tak memiliki keberanian sedikit pun untuk melakukannya. Sekalipun teman-teman saya menyemangati saya, menyatakan bahwa 2 minggu study group sudah cukup untuk meraih hasil yang diinginkan, namun, tetap saja saya menyatakan tak mungkin, sebab ternyata writing IELTS tak semudah menulis puisi untuknya *eaaa*. Akhirnya ? Saya putuskan untuk ikut program lagi. Tidak tanggung-tanggung ! 3 Bulan ! Dan reaksi teman-teman satu kursus saya hanya geleng-geleng kepala.
Namun semua itu berubah, ketika seorang alumni bimbel saya mem-post di grup facebook, kira-kira begini isinya :
Tumblr media
Lebih baik berdarah-darah untuk belajar di pare, sebelum dicaci maki dosen di UK – Anonymous, 2016
Lagi-lagi postingan tersebut seakan Allah titipkan jawaban akan kegelisahan yang menyerang saya. Saya pribadi tentu sangat-sangat setuju dengan hal tersebut. Ada benarnya juga bahwa ketika kita nantinya telah berangkat untuk mereguk ilmu-ilmuNya di penjuru dunia, sudah bukan waktunya lagi kita tersibukkan dengan kemampuan berbahasa kita, sebab waktu yang tersedia juga terbatas, sementara penguasaan akan kompetensi itu sendiri jauh lebih penting.
Tumblr media
Bahasa hanyalah tiket, maka cukup membayar seperlunya saja, kau akan bisa mendapatkannya. Itu jika kita mengejar skornya. Namun sebagaimana tiket pada umumnya, ia memiliki kelas. Ada ekonomi, bisnis, eksekutif, dan first-class. Kau akan sama-sama sampai di tempat tujuan. Hanya saja dengan perasaan dan kenyamanan yang berbeda. Tentu juga dengan effort dan biaya yang berbeda untuk mendpatkannya. Maka kejarlah skill-nya. Bukan pada skornya. Karena nilai hanyalah bonus semata dariNya ketika Allah telah meridhai segala daya, upaya, dan doa yang telah kita perjuangkan.
Dan kali ini saya cukup tertampar. Terima kasih telah menyadarkan akan makna sebenarnya dalam segala pembelajaran mas :’)
Maka Izinkan Aku Mengejar Kesempurnaan….
Seperti mustahil dan bahkan memang nyaris benar-benar mustahil kita meraihnya. Sempurna, dalam hal ini saya mengartikan tak ada cacat, kesalahan, bahkan kegagalan sedikit pun. Sempurna bukan hanya tentang hasil, tapi tentang proses. Sempurna juga bukan hanya tentang keduanya, tapi juga tentang doa. Tentunya takkan habis jika saya menyebutkan satu per satu tentang kesempurnaan.
Manusia disebut tak pernah disebut sebagai makhluk yang sempurna. Allah hanya menyebutkan bahwa kita diciptakan dengan sebaik-baik bentuk, bukan dengan segala kesempurnaan.
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. – QS. At-Tin: 4
Tentu saja sebaik-baik bentuk akan selalu ada kekurangan. Bukan berarti kita mengabaikan akan kuasa Allah, tapi memang begitulah Allah takdirkan kita menjadi manusia. Sekuat apapun usaha kita, nyaris takkan pernah berujung kesempurnaan karena itu memang sudah takdirNya, kecuali jika Allah berkehendak untuk sebuah kejadian tertentu, dan itupun hanya sedikit jumlahnya. Bahkan para Nabi pun diciptakan dengan segala kekurangannya, pun apalagi kita sebagai manusia biasa.
Dan inilah yang menjadi renungan saya selama beberapa terakhir. Bukan tentang kesempurnaan yang menjadi tujuan, tapi tentang usaha untuk meraihnya. Bukan tentang bagaimana hasil akhir yang nantinya ditakdirkan, tapi tentang bagaimana kita memperjuangkan. Walaupun ada perih yang dirasa, ada jenuh yang mendera, bahkan tak jarang bertabur air mata, tapi inilah realita yang harus dihadapi menuju sempurna.
Saya akhirnya paham, bahwa sempurna bukan tentang hasil akhir. Sempurna adalah tentang penerimaan. Bagaimana kelak kita akan menerima akan apapun hasil yang kita peroleh setelah perjuangan panjang. Tapi sempurna bisa juga tentang ketidak puasan. Kita tidak menerima, bukan berarti kita tidak menysukuri, tapi menjadi motivasi untuk berjuang jauh lebih sakit lagi, jauh lebih keras lagi.
IELTS hanyalah awal perjuangan panjang. Masih banyak hal-hal yang harus dipersiapkan. Jika di sini saja saya sudah menyerah, lalu adakah hujjah yang nantinya kan dapat dipertanggungjawabkan di hadapanNya?
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. – QS. Al-Baqarah: 214
Sempurna hanyalah sebuah frasa yang mudah terucap namun abstrak tuk diwujudkan. Ia nyaris tak bisa diraih, sebab kala kita meraihnya, akan selalu ada langit di atasnya. Sebab itulah, di sinilah pentingnya penerimaan. Jika kita menerima, maka segalanya akan terlihat sempurna. Jika kita telah berjuang maksimal. Jika kita mengikhlaskannya, ada surga yang kesempurnaannya tak lagi perlu ditanya, siap menjadi rumah terakhir kita. Kita tak perlu mencari hasil yang sempurna, cukuplah dengan perjuangan yang sempurna, kita akan bahagia.
H-16 Semoga Allah akan selalu kuatkan Kampung Inggris
1 note · View note
mfaizs · 8 years ago
Text
3 Months Master Preparation: Antara Berakselerasi atau Menikmati
“There is No Shortcut to be Success. Every people has their own way that is already “scripted” by Allah, but don’t make it as an excuse to be lazy for trying everything hard. Just make it enjoy, keep work hardly, and always pray to Him”
Holaaa… Tanpa terasa sudah 3 bulan saya berada dalam ‘pertapaan’ ini yang rasanya entah nano-nano atau cenderung flat. Sudah lama juga saya nggak curhat di sini terkait progress perkembangan saya di sini *padahal tulisan yang kemarin isinya curhatan doang hihihihi*. Mencoba merenungi ternyata Whattt??? Sudah 3 bulan?? Udah dapat apa aja aku? Entah merasa tak maksimal, mudah lelah dan terlelap, atau kesulitan-kesulitan lainnya yang tak pernah henti untuk menyapa. Sudah seyogianya nggak usah kaget dong dengan kondisi yang ada, ketika segala kesulitan hadir, berarti normal. Berarti kita sedang berproses. Seekor ulat saja butuh berpuasa panjang dari makan bahkan dari dunia luar, di dalam kepompong yang gelap lagi sempit untuk menjadi seekor kupu-kupu. Nah bagaimana dengan saya? T.T
Sedikit flashback, pasca sidang dan menyeleseikan segala urusan Tugas Akhir di akhir Juli 2016 lalu, saya memutuskan pergi mengembara  ke Kampung Inggris, Pare. Saya mengambil program sebulan IELTS Camp *alhamdulillah ini lolos placement test* di TEST English School. Sistem pembelajaran yang drill dari jam 05.30 pagi hingga jam 21.00 dan hampir setiap hari (beberapa hari cuman sampai jam 17.00), ditambah scoring setiap pagi alhamdulillah tidak membuat saya kaget karena kondisi pasca mengerjakan tugas akhir *keseringan begadang* . Namun, karena dengan sistem seperti itu, yang tidak lagi diajari benar-benar dari 0, membuat aspek writing dan speaking saya tidak terlalu berkembang. *Hiks emang saya nggak pintar bahasa inggris*. Hasilnya selama sebulan tersebut, dengan sistem scoring setiap hari, nilai saya nggak bagus-bagus amat. Listening masih berkisar 5.5 – 6 . Reading di angka 6 – 7, Writing 5 [STUCK DI SINI T_T] , Speaking 6 – 6.5. Sementara universitas yang ditargetkan meminta overall 7 dengan each band-nya tidak boleh dibawah 6.5 *Hiks tinggi banget T_T
September 2016 saya memutuskan rehat sejenak pasca program selesai. Sebenarnya bukan rehat juga sih, karena september bertepatan dengan momentum wisuda saya, ditambah terdapat urusan administrasi kampus yang harus diseleseikan, persiapan-persiapan wisuda, gladi bersih, dan tentunya menghabiskan hari-hari terakhir bersama rekan-rekan seperjuangan saya :’) *ciyeee malah baper*.
Saya pun memutuskan belajar sendiri otodidak. Saya print buku CAMBRIDGE IELTS GRAMMAR yang saya peroleh dari download gratisan *hihihi*, dan saya belajar grammar pure dari 0. Ditambah buku Basic Grammar karya Betty yang dulu pernah dijadikan rujukan guru saya di MTs dalam mengajarkan grammar. Ya, ini kelemahan utama saya di penulisan, yang membuat band writing saya masih di angka 5. Sebulan penuh saya berusaha menghabiskan buku itu walaupun pada akhirnya hanya setengah yang baru terpelajari. Sembari menunggu Oktober saat saya kembali ke Pare di English Studio, lembaga lain, dengan harapan saya bisa lebih intens di situ. Saya mengambil Master Class 3 bulan dengan target Band Score 7.
Tanpa terasa sekarang telah sebulan berlalu, dan Alhamdulillah saya merasakan berkembang di writing. Semenjak belajar otodidak ditambah dengan kelas master class akhirnya writing saya sekarang stabil di Band 6 berdasarkan beberapa kali simulasi *yeay*. Walaupun di sini saya merasakan beratnya. Jam belajar tak terlalu padat seperti di TEST dahulu, tapi tugas-tugasnya jauh lebih banyak -_____-“. Pun demikian suasana kelas yang tak terlalu banyak (hanya 14 anak) membuat saya lebih fokus dan well improved di sektor writing karena sistem di sini adalah setiap anak harus memberikan setidaknya dua komentar sebelum meng upload tugas writingnya. Jadi, saya di sini menjadi “sok-sok bisa ngasih komentar” ke tulisan teman-teman sekelas, terkait grammar, coherence, idea, padahal sebenarnya tulisan saya komentarnya berlembar-lembar =)). Jadilah kemampuan saya dilatih dua kali. Bagaimana memberikan feedback ke orang serta bagaimana menerima feedback dari teman-teman untuk perbaikan tulisan saya. Well, cukup efektif ternyata untuk membuat kemampuan writing saya improve dalam sebulan ini.
Menikmati dalam Akselerasi
“Aku telah membaca kitab arRisalah (karya asy-Syafi’i) sejak 50 tahun lalu dan setiap kali aku baca aku menemukan faidah yang tidak ditemukan sebelumnya” – Al-Muzanni
3 bulan terakhir ini saya juga entah mengapa banyak merenung. Yah, saya sempat tuliskan sebelumnya di tumblr saya di sini kemudian pasca website saya kembali normal saya repost lagi di sini, bahwa kesabaran, keistiqomahan, dan ketabahan lah yang menjadi kunci seseorang dalam suksesnya menuntut ilmu. Pun demikian ketika kembali merenungi, saya tuliskan di posting saya sebelumnya, ada pula nilai ketawadhuan yang harus dijaga dan dimiliki oleh para penuntut ilmu, semata-mata agar ada barakah dariNya dalam setiap ilmu yang dipelajari.
Pun demikian ketika saya tuliskan curhatan saya di sini, ketika menginginkan segala sesuatunya mudah dan akan cepat dipelajari, ternyata itu memang salah. Kita tetap bisa berakselerasi. Belajar jauh lebih keras lagi, namun tetap saja kita harus menikmati segala proses yang ada. Sebagaimana yang saya tuliskan di atas, Imam Al-Muzani, ulama’ asal Mesir yang merupakan salah satu murid Imam Syafi’i bahwa akan ada hal-hal yang baru yang akan selalu kita temukan ketika kita mendalami semua ilmu-ilmuNya. Tentu saja sambil diimbangi dengan mengharap keridhaan kepadaNya dan jangan lupa tuk selalu memohon doa kepada orang tua.
Hingga kini, tepatnya esok hari, saya akan mulai memasuki bulan keempat. Masih ada dua bulan lagi jika sesuai rencana saya akan mengambil IELTS Real Test di Bulan Januari nanti *mohon doanya teman-teman, dagdigdug nih*.  2 bulan ini sistem pembelajaran menurut lembaga yang saya ikuti akan banyak dilakukan review dan review kembali terhadap apa yang telah kami pelajari selama sebulan terakhir. Sembari tetap memperbanyak practice untuk writing dan speaking yang akan jauh lebih intens daripada listening dan reading.
Mungkin seringkali kita, termasuk saya merasa bahwa untuk apa mengulang-ngulang kembali yang telah dipelajari. Kadang saya pun sendiri merasa begitu, padahal sudah jelas hasil yang saya peroleh belum optimal. Ada kejenuhan yang menyerang, ada kelelahan yang mendera, walau seringkali malah masih melakukan kesalahan yang sama entah di writing atau pun speaking. Dan itu jelaslah salah ketika kita menyebutnya sebagai kesia-siaan. 100% salah ketika kita tak mau mengulang-ngulang kembali. Ilmu bukan seperti buku jika kita baca berkali-kali akan semakin lusuh, namun sebaliknya ia akan semakin kuat tertancap dalam otak. Sebagaimana Imam Al Muzani yang bahkan hampir selalu menemukan hal baru ketika karya Imam Asy-Syafii.
Yang terpenting pula  saya yakin bahwa sesungguhnya dalam setiap proses menuntut ilmu, manusia telah berakselerasi, namun ketidakpuasan-lah yang membuatnya merasa tak berkembang. Apakah itu salah? Tentu tidak, selama ketidakpuasan itulah yang membuatnya terus bekerja keras. Ketidakpuasan itulah yang mampu mengalahkan lelah dan bosannya dalam menuntut ilmu. Bahkan ketidakpuasan itu pulalah yang bahkan terkadang membuatnya rendah hati sebab senantiasa merasa ilmu yang dikuasai tak sebanding dengan apa yang teman-temannya miliki.
Kita seringkali mengharapkan sesuatu yang cepat sembari melupakan proses. Padahal sesungguhnya kita sedang berakselerasi walau tak secepat yang kita ingini. Sebab kita telah terbutakan oleh rasa ketidakpuasan. Ingatlah, bahwa Allah mempersiapkan Rasulullah selama hampir 40 tahun sebelum diangkat menjadi Nabi, setelah diuji dari keyatimannya, menggembala domba, hingga berdagang antar negara. Dibandingkan dengan beliau kita tak ada apa apanya. Maka nikmatilah akselerasi yang kau jalani, yakinlah jika masanya tiba, kau akan menikmati buih perjuangan yang telah kau ingini.
Menyelesikan tulisan di atas travel di hp, setelah tadi menunggu travel yang tak kunjung datang Pare, aku kembali Surabaya, 09 11 2016
0 notes
mfaizs · 8 years ago
Text
1 Week Master Preparation: “Sudah” Seminggu atau “Masih” Seminggu?
“Every choice has a consequences. It means you must prepared well or you will be defeated  by your decision” – Anonymous
Walaupun meniatkan diri untuk “berpuasa” dari aktivitas tulis menulis selama di Pare ini pada akhirnya saya menyerah juga *peace*. Ya, setidaknya masih bisa menahan dari kebiasaan dan aktivitas tak produktif lainnya *nonton anime, main PES, dst*. Entah mengapa bagi saya menulis merupakan sarana me-refresh otak setelah berbagai pressure yang mendera *fix yang ini lebay*.
Kehidupan pasca kampus memang seringkali memunculkan pertanyaan, mau ke mana setelah lulus? Sebab ruas jalan begitu banyak macamnya seolah terbentang di depan. Dan tentu saja pilihan itu kembali ke pribadi masing-masing. Sekali lagi dan setiap pilihan mengandung konsekuensi masing-masing.
Merujuk ke lifeplan yang telah dituliskan, pada akhirnya saya memutuskan kembali tholabul ilmi. Setelah merasakan lelahnya mengerjakan tugas akhir, euforia kelulusan sejenak pasca sidang, “riwuh”nya mengurus yudisium, pada akhirnya kaki ini membawaku ke sebuah tempat yang sebenarnya berkali-kali aku ingin mengunjunginya untuk belajar di sana, namun belum kesampaian. Kampung Inggris, Pare.
Sempat pasca sidang, diri ini langsung bergerak cepat untuk apply berbagai pekerjaan. Ya, pasca sidang bulan Juli yang lalu, lowongan pekerjaan mengalir begitu derasnya. Dan saya barangkali bersyukur ditakdirkan olehNya berada di jurusan Teknik Industri, yang katanya sih biasanya banyak tenaga yang dibutuhkan, dan hampir berbagai perusahaan memiliki posisi untuk lulusan bidang ini.
Hingga akhirnya, barangkali Allah menjawab doa-doa yang senantiasa dipanjatkan, dan tak sedikit dari lamaran yang telah dikirimkan berbuah jawaban panggilan untuk tes. Bahkan ada yang telah sampai tahap wawancara. Keinginan dalam hati untuk segera mandiri sepenuhnya dari kedua orang tua seakan Allah hadirkan melalui jawaban dari berbagai lamaran pekerjaan.
Namun dalam setiap kenikmatan pasti selalu ada ujian yang datang. Ya, entah mengapa Allah takdirkan di semua jawaban selalu bersamaan dengan momentum intensif IELTS di Kampung Inggris. Sempat muncul kegalauan, akankah peluang yang sudah jelas di depan mata akan disia-siakan. Namun entah mengapa saya bersyukur memiliki kedua orang tua yang selalu mengingatkan tentang impian besar yang telah tertulis di lifeplan. Bahwa dalam setiap perjalanan menuju impian besar akan ada godaan-godaan kecil yang melenakan. Begitulah ayahku berpesan. Hingga akhirnya bismillah, kuputuskan menolak semua panggilan wawancara ataupun tes dari berbagai perusahaan yang tentu sempat memunculkan kekecewaan.  Namun lagi-lagi kedua orang tua selalu membesarkan bahwa akan ada hikmah di setiap keputusan.
Ternyata pada akhirnya saya merasa tak salah mengambil keputusan. Tepat 8 Agustus yang lalu saya berangkat ke Pare demi merajut impian melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Suasana pare yang cukup tenang, di tambah dengan atmosfer belajar sekitar saya pada akhirnya membuat spirit belajar yang barangkali cukup lama tertidur kembali bangkit kembali. Walaupun ternyata memang tidak mudah untuk membiasakan diri, namun semoga perjuangan ini tercatat dalam tinta emas catatan amal kelak yang akan dipertanggungjawabkan di hadapanNya.
Dan tanpa terasa sudah seminggu berlalu. Hampir setiap hari dihajar oleh soal-soal IELTS namun entah mengapa hasilnya hanya stuck begitu-begitu saja. Di angka 5 atau 5.5. Masih jauh dari target yang diimpikan, padahal 7 hari telah berlalu. Itu artinya hanya tersisa sekitar 2 minggu lagi di sini.
Hingga akhirnya saya sempat merasa jenuh. Apalagi saat melihat notifikasi hp dari grup angkatan, grup kuliah, hampir semua sedang berjuang mendapatkan pekerjaan. Di saat semua teman-teman saya memilih jalan untuk agar segera berlepas diri dari beban orang tua, saya justru malah masih kembali “merepotkan” keduanya dengan kembali belajar dan tentu dengan biaya yag tidak sedikit.
Seminggu terakhir entah mengapa saya berusaha mengubah pola hidup saya. Tidur selepas isya, atau semaksimal mungkin jam 10 malam, dan bangun tengah malam, belajar sendiri di tengah dengkuran manusia hingga pagi, lalu meniatkan diri untuk shalat malam, dilanjut tidur sebentar hingga subuh seperti kebiasaan Rasulullah, dan terus berusaha meningkatkan amalan yaumi lainnya, sebab saya percaya bahwa kekuatan doa adalah kekuatan tanpa batas.
Pun demikian saat meniatkan diri untuk belajar di tengah malam, sebab entah saya merasa terinspirasi dari kisah Fahri di Ayat-Ayat Cinta 2, bahwa seorang muslim sudah seyogianya berjuang lebih dari umat yang lainnya, yang seringkali tidur jam 2 malam hanya untuk belajar dan bangun sebelum subuh agar sempat bermunajat kepadaNya, walaupun seminggu terakhir justru seringkali saya ketiduran di tengah belajar di tengah malam. Tentu saja sembari berharap semoga lelahnya pembiasaan ini demi mengharap ridhoNya, agar Allah tuliskan manisnya kisah kelak setelah semua proses berdarah-darah ini usai.
Dan entah mengapa di sepertiga malam terakhir selalu termenung. Sudah seminggu atau masih seminggu? Saya kembali teringat akan nasihat sahabat saya, Fajrin yang sekarang sedang menuntut ilmu di Universitas Madinah, dan ia menempuh 2 tahun pertamanya dengan belajar bahasa Arab. Bayangkan, 2 tahun untuk sebuah bahasa. Ia pun sempat bermabisi menyeleseikannya lebih cepat, entah hanya enam bulan atau setahun. Namun sekali lagi, bahwa orientasi menuntut ilmu dalam islam bukan pada hasil, tapi pada proses. Bahwasanya lamanya waktu menuntut ilmu-lah yang harus dinikmati, yang harus berusaha dicintai. Sama hal nya dengan para penghafal Al-Quran bahwa mengapa mereka menjadikan Al-Quran selain dihafalkan juga diamalkan setiap hari, diserapi maknanya, dan ia cintai prosesnya.  Begitulah kata seorang Syekh-nya di Madinah. Maka ia pupuskan niatan tersebut, dan menikmati setiap proses belajarnya.
Dan kini kembali dihadapkan pertanyaan “Sudah Seminggu” atau “Masih Seminggu” ? Keduanya tidak salah, namun bagaimana kita memposisikan dalam diri kita.
“Sudah seminggu”, semoga dengan kata-kata ini kita selalu terpacu bahwa waktu itu singkat, waktu itu sempit. Hanya 24 jam, maka selama seminggu terakhir, sudah dapat apa kita? Apa yang sudah kita lakukan? Sudahkah segala aktivitas kita ini produktif ? Tentu saja semoga tak muncul mindset bahwa dengan kata-kata “Sudah Seminggu” itu berarti hanya tinggal 2 minggu lagi untuk mencapai target. Tentu itu salah besar, dan inilah rahasia kata “Masih Seminggu”. Ya, masih sedikit waktu kita untuk menuntut ilmu, sebab ilmu hakikatnya adalah proses. Tak ada sesuatu yang instan yang dapat dicapai hanya dalam waktu singkat. Sebab ilmu pada hakikatnya adalah pembelajaran seumur hidup. Minal mahdi ilallahdi, dari ayunan ibu hingga ke liang lahat. Begitulah Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah melukiskan dalam syairnya.
Dan barangkali inilah perihnya perjuangan yang harus dirasakan. Inilah perihnya pilihan di saat teman-temanmu berjuang untuk mencari pekerjaan agar segera mandiri dari orang tuanya, barangkali saya masih jauh dari tahapan itu. Namun saya percaya bahwa justru jalan inilah yang jauh lebih didukung oleh kedua orang tua saya, jalan yang terlihat pahit bagi saya namun sungguh manis bagi mereka berdua. Dan bukankah lebih baik berpahit diri selama ayah dan ibumu merasakan manis ? *Pasca Scoring, dan lagi-lagi hasilnya hanya 5.5. Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan dan kemudahan. 09.15
0 notes