Text
Merasa Lebih
Terkadang saya senyum-senyum sendiri melihat postingan netijen & netijat di beberapa belahan medsos, terutamanya Instagram. Entah itu di feed, story, atau reel, gak sedikit dari mereka yang cukup aktif posting hal-hal yang (sebenarnya) bukan kapasitasnya. Merasa sudah menebar manfaat, merasa sudah mengedukasi, dsb. Mungkin saya pun juga pernah begitu, hanya saja saya gak merasa atau gak ada yang berani berkomentar/menegur saya.
Misalnya aja, skor IELTS Speaking kita 8 (atau 8.5 deh, biar makin keren wqwqwq). Lalu gegara itu, kita sering menulis di story/di caption menggunakan Bahasa Inggris dan kita sudah merasa keren, ‘cool’, atau PD karena banyak orang yang meng-glorifikasi skor IELTS Speaking kita yang 8 itu tadi. Ternyata ada banyak kesalahan gramatikal dalam tulisan-tulisan tersebut yang gak kita ketahui karena kita memang gak punya ilmu tentangnya (tapi merasa sudah jago). Coba bayangkan kalo tulisan itu dibaca oleh follower(s) kita atau orang lain yang memang jago English. Coba bayangkan kalo kita ditegur langsung oleh follower(s) kita atau orang lain yang memang jago English. Akan kah kita merasa malu atau bahkan insecure? Akan kah kita menerima bahwa skor IELTS bukanlah satu-satunya tolok ukur proficiency English seseorang?
Gak sedikit juga orang-orang yang pura-pura bodoh/polos dengan menanyakan banyak hal pada kita. Padahal sebenarnya mereka cuma pengen nge-tes pengetahuan/wawasan kita, atau cuma pengen tahu sudut pandang kita, atau cuma pengen tahu value kita, atau cuma pengen tahu kapasitas keilmuan kita. Lalu kita menjawabnya dengan ‘belagu’ dan ‘sok tahu’. Dan merasa sudah mengedukasi (sese)orang lewat jawaban-jawaban kita. Dan parahnya lagi kalo kita sampai merasa lebih baik karena ada (sese)orang yang ternyata gak lebih tahu dari kita.
Seringkali kita merasa ‘lebih’—entah itu lebih baik, lebih bisa, lebih jago, lebih pandai, lebih berpengetahuan, lebih sholih(ah), lebih berilmu, lebih menebar manfaat, dll. sebelum kita:
dipertemukan atau menemukan orang-orang yang lebih dari kita
diperlihatkan atau melihat orang-orang yang lebih dari kita
Kita hanya belum tahu atau bahkan gak tahu aja kalo di luar sana masih banyak orang-orang yang lebih dari kita.
Jember, 26 September 2022
2 notes
·
View notes
Text
Jangan sekali-kali mencuri!
Selasa lalu saya sempat tidak mengikuti muhadhoroh (Read:Talaqqi) ulumul quran yang biasanya di adakan selepas ashar di salah satu tempat talaqqi favorit masisir (mahasiswa indonesia di mesir).
Namun, karena ketersambungan sebuah ilmu maupun sanad menurut saya itu sangat penting, memulai untuk memupuknya agar tidak malas dalam mengejar ketertinggalan melalui media apapun(yang penting halal), itu harus tetap dilakukan selam kita mampu. walapun menggunakan streaming ulang dari unggahan sosial media majelis tersebut akan berbeda dengan tatap muka langsung atau biasa disebut dengan mulazamah dengan beberapa guru kami (Read: Syaikh).
Hal tersebut saya dapati ketika saya belajar tentang ilmu hadis ketika memasuki bagian pen-tadlis-an seorang rawi kepada rawi lainnya.
Mengapa pentingnya demikian? karena ketika kita menukil perkataan seseorang yang kita tau mendapatkan dari siapa dan ia mendpatkan dari guru yang sama dengan kita, lalu kita langsung mengakatan," saya mendapatkan perkataan tersebut dari guru kami bernama fulan." kalo dilihat-lihat orang ini seperti "mencuri" perkataan dari temannya bukan? itulah kurang lebih contoh analogi tentang tadlis.
Bisa dibayangkan ketika alat vitalnya umat Muslim (Al-Qur'an dan Hadis)tidak disampaikan atau sampai pada kita sekarang banyak tambahan cerita-cerita israiliyat yang seharusnya tidak dimasukkan dalam syariat akan jadi apa kelimuan kita sampai saat ini? Maka dari itu para ulama muhadditsin, dan ulama-ulama bidang ilmu lainnya "sangat getol" dalam menjaga ketersambungan sanad keilmuan seseorang yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Karena dalam syarat-syarat diterima periwayatan hadis seseorang yang ia dengarkan atau dapatkan dari beberapa guru itu tidak boleh terjadi pen-tadlis-an terhadap rawi atau isnad sebelumnya atau semasa dengan rawi tesebut. hal tersebut nantinya akan memberikan dampak kepada orang yang melakukan tadlis isnad (rawi)seperti perbuatan orang yang "kadzzab" pembohong besar ,"su'ul amr" perbuatan yang tercela, lbh dzalim dari yang kita kira,
Kembali pada keterangan sebelumnya yang sudah saya gambarkan sedikit di atas. begitupun nanti akan ada penilaian terhadap rawi tersebut dari para kritikus ulung ulama "jarh wa ta'dil" derajat sanadnya bisa jatuh ataupun dengan derajat matan hadisnya bisa turun atau tidk mempengaruhi pada ke -shohih-an matan tersebut.
Sudah jelas, bukan? begitu sangat pentingnya ketersambungan sanad ataupun sebuah ilmu. Yang mana sesuai dengan perkataan Abdullah bin Mubarak - Rahimahullah Ta’ala- seorang ulama kibar hadis (W. 181 H) " لو لا الإسناد ؛ لقال من شاء ما شاء" "jikalau tidak ada isnad (sanad) akan ada banyak orang yang mengatakan terserah apa yang dia dapatkan" tanpa ia cantumkan ia mendpati atau mendengarkan dari siapa.
Alhamdulillahi bini'mati azhar wa tatimus sholihat, yang sangat menjaga bertatap mukanya (mulazamah)para murid dengan para gurunya agar ketersambungan ilmu maupun sanad yang didapatkan tidak ada tadlis atau menjatuhkan seorang qarin atau teman yang dalam satu masa kita membersamai dalam majelis tersebut tidak disamarkan.
CAIRO, 17 Desember 2020 dalam 23:48 CLT
3 notes
·
View notes
Quote
Belajar dari tanah, yang rendah tapi tinggi akan hikmah. Yang diinjak, namun tanpanya bumi tak berpijak. Menjadi awal komposisi, dan akhir segala hibernasi
Syamna U. Fillah @lily_khsyamna
6 notes
·
View notes
Text
Lakukan apa yang kamu mau...
Dan biarkan saja apa yang kamu tidak suka...
1 note
·
View note
Text
Sesering apapun ku katakan "aku mencintaimu"
Sekeras apapun aku berusaha membuktikan bahwa aku mencintaimu
Tetap saja aku takkan pernah bisa membuatmu tinggal
sebab memang tak pernah ada niatmu untuk menetap padaku
indahmiraldy
Tebing Tinggi, 2020 03 11
#poet#menulisindah#writing#puisirindu#masihbelajar#tentang rindu#sajaksesak#sajak#patah hati#sajak patah#you broke my heart#i'm broke#leave me lonely#leave me here to cry
8 notes
·
View notes
Text
Hai,
Biarkan aku mengatakan ini.
Aku akan selalu mendukungmu tidak peduli apapun yang terjadi,
Aku akan tetap berada disisimu meski dunia menjauhimu.
Aku akan menjadi pendengar yang baik untukmu,
Aku akan menyiapkan bahuku sebagai tempatmu untuk bersandar saat kau lelah,
Aku kepada aku🌼
3 notes
·
View notes
Text
Aku dan Apa yang Membelengguku
Sekilas, potongan pesan diatas hanya sebuah gabungan kata yang terkesan biasa bukan?
Namun nyatanya, potongan percakapan tersebut mampu membuat pertahananku runtuh. Feel so deep for me. Aku sendiri juga tak tahu, posisi kata yang menusuk ada di bagian mananya hingga tega membuat mataku berlinang, dan ingin memeluk sang pengirim pesan. Padahal jika saling bertemu pasti suasana yang tercipta adalah 'Ngegas Mode On', jarang ada lembutnya. Dan maybe itu efek dari sudah lamanya kami tak berkomunikasi, sekali berbincang terasa mendalam. But, thats the reality. And i'm sure thats true, dalam sehari mampu merubah pola pikir yang ntah sudah berapa lama terasa salah ini.
Pesan itu dari salah satu teman SMAku dulu, seorang yang cukup dekat. Dia cheerfull dan pembawaannya mampu membuat semua orang di dekatnya happy. Sedikit cuek sok gak peka gitu orangnya. Sebut saja namanya Copid. Hanya saja yang membuatku tercengang, ternyata dia memperhatikan sisi dalamku jg ya. Dan dari isi pesan itu juga aku menangkap, bahwa dia seolah tau aku tidak bahagia saat itu, dia juga tau sosok yang aku tampilkan bukan seutuhnya aku.
***
Dua bulan terakhir ini memang fikiranku sedang semrawut, tak tentu arah. Berbagai kontemplasi tentang seutuhnya diri ini, telah kuselami hingga berlarut. Jawaban? Tak kunjung bertemu jua! Yang ada hanya pergulatan fikiran yang semakin rumit dan bercabang. Problem yang satu dengan yang lain semakin tak terselesaikan. Dicoba berapa kali memilah dan mengelompokkannyapun diri ini tak mampu. Arrrghhh pusing.... aku tidak sedang baik-baik saja. Sakit fisik tidak, tapi badan serasa sakit dan remuk semua. Dibuat berfikirpun tidak bisa, langsung drop. Ditanya sakit apa? Aku hanya menjawab, pusing aja kok. Namun sekali lagi, aku tidak sedang baik-baik saja. Disitu aku sudah mulai menyadari, sakit ku ini karna pengaruh dari fikiranku. Aku tau itu, tapi aku tak tahu lagi aku harus bagaimana? Melakukan apapun aku tak bisa fokus!
Menghadapi suasana hati dan fikiran yg tak menentu, membuat rutinitasku cukup berantakan. Setelah subuh sering tidur lagi, melakukan aktivitas ogah-ogahan dan tak bersemangat, menuntaskan pekerjaanpun tak se-perfect biasanya. Cenderung malas dan menghamburkan waktu untuk bermain gadget. Ibadah, alhamdulillahnya masih kepegang karna kebetulan pas di rumah, jadi serasa dipantau orang tua juga gitu. Aku semakin menjadi pribadi yang tak jelas, aku menerka sejenak 'Apakah aku sedang stress? Apakah aku depresi?'
Cukup lama menjalani rutinitas amburadul itu, lama-lama aku tersadar 'INI GAK BENER, INI SALAH!'. Semua cara aku susuri untuk mencari solusi dari berbagai problematika hidup yang aku alami. Mulai dari mencari link psikiater dengan harga terjangkau, mencari kontak ustadz untuk konsultasi online, mengalihkan pada hobi yang menghasilkan, curhat dan minta pendapat pada teman yg kupercaya (dari yg faham betul sisi agama hingga yg lbh general sudut pandangnya), semua sudah aku lakukan. Tapi tetap saja, aku belum menemukan solusinya. Berdoa pada Sang Penentu Takdir, so pasti. Aku faham betul soal itu, tempat dimana kita mengadu dan memasrahkan diri. Tapi aku merasa aku belum sepenuhnya pasrah memintanya, dan kembali memikirkan tentang bagaimana cara agar aku bisa memasrahkan masalahku seutuhnya? Nyatanya, aku terlalu mendalami peran dan terlalu berkutat untuk mencari caranya, sampai lupa apa itu arti pasrah. Terlalu lelah. Diatas sajadah, dalam tangkupan tanganku aku bermunajat 'Ya Allah, aku nggak tau lagi aku harus bagaimana. Pikiranku terlalu runyam sampai-sampai aku tak tahu bagaimana aku bisa menjabarkannya padaMu. Engkau pasti tahu apa saja kegundahanku kan, ya Rabb? Hamba mohon, tolong beri hamba jalan keluar untuk semua ini. Amiin'. Itu saja yang mampu terucap.
Hari-hari berikutnya, setiap aku melihat timeline instagram, yang muncul adalah postingan yang bertopik 'Be Your Self'. Membaca postingan-postingan itu membuatku sadar, bahwa aku memang belum menjadi diriku sendiri. Tapi dalam rantai perjalananku, aku merasa ada waktu dimana aku pernah merasa sangat nyaman sebagai aku. Aku mulai tenggelam dalam masa lalu, mengulik masa dimana aku merasa bahagia, sampai masa-masa yang membuatku merasa teramat sedih dan takut pun juga menggerayangi pikiran. Disisi lain, lingkungan seakan tak mau kalah ikut menekanku. Mulai dari aku yang harus seperti ini, aku yang harus bersikap itu, aku yang harus berpenampilan yang begini, dan masih banyak lagi. Aku merasa semakin ditekan untuk tidak menjadi diriku sendiri. Bertanya-tanya pada diri 'Apakah menikah adalah jalan keluar dari semua ini?', statement ngawur untuk lari dari masalah ini sampai nyasar diotak dengan santuynya. Kenapa bisa? Simple, yang aku fikirkan saat itu dengan adanya pasangan aku punya tempat berbagi yang kupercaya, aku punya teman untuk memikirkan solusi dan jalan keluar, aku bisa mendapatkan kasih sayang dan mencurahkannya, aku punya pendukung setia, aku bisa mewujudkan cita-cita yang tak bisa aku gapai karna berbagai kekangan yang seolah tak mau tau apa yang kumau. Thats all. Tapi muncul lagi permasalahannya, aku tidak punya pasangan dan tak tahu siapa yang bisa aku jadikan pasangan. So, that's idea sound impossible, right now.
Suatu waktu, status teman-teman di media sosial penuh unggahan postingan berbagai webinar via zoom, gmeet, dan webex. Ditengah pandemi corona dengan kondisi yang semakin tertekan pula, aku memutuskan untuk mencari- cari berbagai webinar dengan topik 'Love Your Self' maupun berdiskusi dengan teman yang sekiranya pernah memiliki problem yg sama denganku. Dan hasilnya tetap nihil. Alih-alih mendapat solusi, temankupun juga sama bingungnya. Disitu aku hanya bisa bertekad melupakan masalah dan memulai apa yang harus dimulai, mengerjakan pekerjaan yang sudah cukup lama terbengkalai. Dan lagi-lagi baru saja ku melangkah, aku sudah kembali dibuat down. Bahkan sampai setengah jalanpun belum, dan tekadku sudah harus kembali luntur? Ha..ha..haa... hanya mampu tertawa patah, itu yang aku rasa.
Kembali bergulat dengan pikiran, seolah memaksaku bergerak dan berusaha untuk menyelesaikan problem-problemku kembali. Di kondisi yang semakin menjadi ini, rasanya seolah ingin menyalahkan dan menjadikan faktor lingkungan sebagai tersangka utama atas segala permasalahanku. Ya, karena ialah aku tidak bisa menjadi diriku seutuhnya dan memunculkan aku yang dengan setianya memakai topeng yang kini bertengger. Terlalu berlarut dalam keadaan buatku lupa, bahwa yang membuat kita belum menjadi diri sendiri bukan hanya tekanan lingkungan.
Hingga, suatu pagi layar pipihku memunculkan pop up berisi pesan seperti yang sudah kusampaikan di posisi paling atas postingan ini. Aku terdiam dan mataku berkaca-kaca. Sejenak aku merenung, mengapa aku sampai seterlarut itu saat membacanya? Lama ku mulai berfikir, tertujulah aku pada statement 'Apalagi jawabannya?! Memang benar adanya bukan?! Circle-mu banyak, kamu bahagia. Hanya saja kamu terlalu berpura-pura dan menutup diri'. Aaarrgh... yang benar saja. Berusaha aku menampiknya, nihil. Semuanya benar. Mengapa aku baru menyadarinya? Ya, aku bahagia. Circle-ku banyak dan beragam. Hanya saja, segelintir orang yang membuatku mendalami arti kecewa telah mampu menutup rasa bahagiaku. Berujung pada aku yang berdiri dengan banyaknya kepalsuan diri, menjadi aku yang sangat bukan aku. Sedikit tertutup dan terbuka disatu waktu, juga terus merasa gelisah. Bahkan sampai terjebak dalam beberapa pertemanan 'fake'. Parah ya, hanya karena luka, aku sampai tak sadar masih ada banyak orang yang mrmbuatku bahagia. Ya Allah, sudah berapa lama ini? Setelah kufikir-fikir, aku sudah tak menjadi diriku sejak kelas 6 SD hingga sekarang usiaku menginjak 23 tahun. Namun, ada suatu masa setelahnya dimana aku juga pernah merasakan seutuhnya aku, walau hanya sesaat. Oke, aku ingat masa itu.
Kembali mengenang masa itu, seakan mengingatkanku akan circle-circle ataupun orang-orang yang mengelilingiku. Membuatku mencari mereka yang telah memberikan perannya. Kebanyakan dari mereka yang menciptakan bahagia, juga mengingatkanku pada banyaknya kebaikan yang perlu dilakukan. Ada pula yang sempat menaruh luka, membuat sedih juga takut akan masa lalu, atau yang membuat kecewa hingga enggan menciptakan temu. Sebelumnya seorang teman sempat mengingatkanku, 'Heiii, penyakit hati bisa bikin sakit badan lho!'. Disitu, Pikiranku kembali tercerahkan. Aku tak mau terus-terusan dibelenggu oleh penyakit hati yang sudah menahun ini. Beban ini harus segera kulepaskan. Oke, aku memutuskan akan mencoba menghubungi kembali circle-circle dan beberapa orang dimasa itu. Karena aku juga punya andil dalam menciptakan jeda dengan beberapa bagian dari mereka, hingga hilang komunikasi, bahkan sekedar bertanya kabarpun enggan. Mungkin faktor kesibukan kami yang kian bertambah, tujuan masa mendatang yang menampakkan beda, atau karakter di ujung zona labil kami.
Mumpung momennya pas lebaran, sekalian saja mengucapkan maaf dengan ketulusan, pikirku. Beberapa coba aku hubungi via chat, dm, voice call hingga video call. Targetku saat itu, meminta maaf dan menjalin komunikasi kembali. Dibalas tidaknya, urusan belakangan. Aku tak peduli, yang penting niatku sudah baik. Nyatanya, dari sekian banyak yang aku hubungi masih ada saja yang tak membalas. Aku tak terlalu memasukkan hati, toh hanya beberapa saja. Aku udah bertekad dan tak boleh merasa kecewa lagi karena tak mendapati pesanku tak berbalas. Tapi, sekedar untuk menghindari trauma masa lalu, aku me-mute story beberapa teman di Instagram yang sekiranya bisa memicu traumaku kembali, agar aku tak melihatnya. Aku memaafkan, aku melakukan ini sekedar untuk menjaga kesehatan mentalku.
Tahukah apa yang terjadi padaku selanjutnya?
Aku sungguh merasa beban berat yang selama ini membelengguku telah terlepas secara perlahan. Rutinitasku juga sudah mulai normal beberapa hari terakhir ini. Pekerjaan mulai berjalan semestinya. Permasalahan lainnya mulai teratasi satu-persatu. Otakpun bisa kembali berfikir jernih. Dan tentunya, aku mendapat kebahagiaanku kembali. Sesenang itu merajut ulang tali kasih dengan orang-orang yang kini kembali mengelilingi dan menguatkan kita.
Ternyata untuk mendapatkan kebahagiaan kita perlu menjadi diri sendiri, menjadi seutuhnya kita. Dan kunci untuk terlepas dari belenggu penghalangnya adalah dengan memaafkan. Baik memaafkan diri sendiri, orang lain ataupun masa lalu. Terkadang faktor utama penghambatnya adalah diri kita sendiri, terutama hati kita.
Jika ditanya, 'semudah itukah memaafkan?'. Jelas, jawabannya tidak. Butuh niat dan rasa ikhlas yg setulus mungkin. Rasa benci dan kecewa harus segera dilepas secepat mungkin, agar tak membelenggu kita dalam peliknya penyakit hati. Jika merasa kecewa, segera utarakan sebabnya, sampaikan. Kebanyakan orang tak sadar bahwa sikap atau perbuatannya mampu membuat orang lain merasa sakit dan kecewa. Lantas, bagaimana caranya mereka bisa tau kesalahannya, jika kita tak memberi tahu? Ketidaktahuan tak akan mampu menggapai sebuah penerkaan. Dan takkan pernah ada kata 'menerka' tanpa ada 'merasa'. Mereka tak akan menerka jika tak tahu dan tak merasa. Itulah mengapa kita harus mengkomunikasikannya. Jika enggan menyampaikan atau merasa sungkan... Yasudah, mau tak mau caranya dengan mengikhlaskan apa yang sudah terjadi. Maafkan dan berdamailah dengan hati. Dalam prosesnya nanti, pasti kamu akan menemukan bumbu pelengkapnya sendiri. Sesuai apa yang kamu butuhkan. Percayalah
Jadi, kamu harus segera menjadi seutuhnya kamu. Gapai bahagiamu dan jangan menunda terlalu lama. Nanti badan ikutan sakit lhoo...
#beyourself#makesure#self love#who you are#find your identity#you are not alone#how to be an awesome you#circle#study hard#masihbelajar
2 notes
·
View notes
Text
Pernah punya hal yang kamu gasuka? Apapun? Misal kecoa, cicak, atau diapain gitu?😅 Kalau punya atau pernah, selamat, kamu manusia normal. Kalau gapunya, alhamdulillah, doain aku bisa gitu juga ya huhu.
Jadi, ini ibuku. Beliaulah orang yang masih bisa mentolerir kalau anaknya unmood, karena masih dalam batas wajar asal balik lagi katanya. Kebetulan, dalam hal ini yang bisa diajak ngobrol tentang hal di atas cuma beliau😂
Makin dewasa, memang makin banyak yang bisa dipelajari. Pas masih kecil, gaakan mungkin kita bisa tau atau terlibat di hal-hal yang cuma orang dewasa yang boleh tau. Pun sebenarnya, ada baiknya hal-hal yang kurang baik yang terjadi pas kita kecil disimpan dan hanya dibuka sebagai contoh pengalaman.
Tapi apadaya, kalau anak udah besar dan tetap ada yang terjadi, terlebih sedikit banyak mereka terlibat atau terkena dampak atasnya, anak juga butuh diberi pemahaman. Dan mungkin, yang juga aku pribadi setujui : memberi toleransi respon yang mungkin kurang baik oleh anak selama ada penekanan-penekanan dan batas tertentu di dalamnya. Anak juga manusia, ibunya juga kan hihi.
Karena manusia, tetap manusia. Seeeemua punya lebih dan kurang. Ga sulit kok buat fokus sama kelebihan orang lain. Walau mungkin sulitnya ketika kurang yang jadi fokus masalahnya terulang seetiap saat, tp yakin, Allah izinin hal-hal yang gakita suka terjadi dalam hidup kita karena Allah sayang sama kita. Allah mau kita belajar buat kontrol hati kita supaya ga hitamhitam terus. Sulit memang. Tapi ya itu, tazkiyatun nafs memang jadi kunci.
Bahkan, materi liqo ba'da shubuh ini dari kak Nita menyebutkan bahea 95% Asy-syifa (penyembuh) penyakit jin dalam tubuh kita adalah tazkiyatun nafs. 5% sisanya yang justru dari ruqyah.
Subhaanallah wabihamdih.
Ayoayo aku bisa berhati bersih! Ayo bersihbersih titaaaa. bismillaahi tawakkaltu 'alallah!
1 note
·
View note
Photo
Heran dengannya. Ketika dia berada diposisi pesakit. Dia bilang “Allah itu Maha Melihat, Allah Tidak Tidur. Allah Maha Tahu....Allah akan balas perbuatan kamu” . . Kemudian, ketika orang lain tersakiti olehnya. Seketika ia menjadi lupa dengan ke-Maha-an Allah yg telah hapal di lisan dan pikirannya. . . . Ia lupa, jika perbuatannya kepada orang lain juga di lihat oleh Allah. . . Lucu ya...??? Kenapa saat kita berada di posisi terendah (tersakiti), dengan lantang dan yakin mendeklarasikan kehebatan Tuhan. Kita berdoa agar orang yang menyakiti kita, dibalas dengan setimpal. . . Namun, saat kita sudah di atas, dan tanpa sadar kita sebagai pelaku kejahatan (menyakiti orang, melanggar aturan Allah, dan lain sebagainya), seakan Tuhan menghilang dari lisan, hati dan pikiran kita. . . . Seolah Tuhan tidak melihat perbuatan kita. . . Seakan Tuhan tidak mencatat dosa kita. . . Situ sehat kah??? . Jawablah sendiri ya..! . . Beneran saya pernah jumpa orang demikian.🙏🏻 #selfreminder #masihbelajar #mengingatkan #salingmenasehati . . . Saya Reem versi Indonesia... sebelahnya Reem versi novel😂 . Pembebas Masjidil Aqsho...!!! . Mirip kan????☺️☺️ . #pencitraan #santaiaja #jangantegangkali #terusberdoa #palestinamerdeka #gaknyambung (di Rumahku Istanaku) https://www.instagram.com/p/B08foHSgmI2/?igshid=kx9p7s33i0mb
#selfreminder#masihbelajar#mengingatkan#salingmenasehati#pencitraan#santaiaja#jangantegangkali#terusberdoa#palestinamerdeka#gaknyambung
1 note
·
View note
Text
jadi kangen
Seseorang mengajarkan diam-diam, bahwa pengalaman bukan hanya untuk dikenang. Ilmu bukan hanya untuk diujikan. Beliau juga mengajarkan untuk betul-betul memberikan kepercayaan dan amanah kepada ahlinya.
Diam-diam aku juga belajar. Bahwa aspirasi harus diiringi berani. Berani bertanggung jawab mencari solusi. Memiliki kemampuan harus siap dimintai bantuan dan diberi kepercayaan.
Hei, jadi kangen masa-masa sibuk organisasi. Rapat yang hampir setiap hari, sampai malam hari. Persoalannya sama, belum nemu solusi yang bisa diterima semua pihak. Gimana caranya menyamakan persepsi dan pemikiran. Gimana men-sinkronkan semua ide dan gagasan. Rapat buntu, rapat malah bahas ini itu. Gagal fokus, gagal serius, dan beribu hal lain yang mengharuskan rapat terputus.
Itu dulu, sekarang pun masih seperti itu. Belajar lagi dan lagi dari Beliau-beliau itu. Untuk berpikir lebih luas dan jernih. Untuk memberi kontribusi lebih. Untuk lebih berani bertanggung jawab. Untuk lebih bisa menjaga sesuatu.
...
Iya kan? Dimanapun, seseorang selalu bisa mengajarkan sesuatu.
Juga mendatangkan sejuta kangen dan rindu. *eh
2 notes
·
View notes
Photo
Sejatinya, saya bukanlah seseorang yang suka berbicara dengan orang banyak apalagi jika harus berdebat tak berkesudahan. . Saya hanyalah seseorang yang masih belajar memperbaiki diri agar mampu memberikan kebermanfaatan ke banyak orang. . Jilbab saya merupakan identitas saya sebagai seorang muslimah dan saya bangga dengan itu. Jika kalian menemukan keburukan dalam sikap dan kata-kata saya, semua itu karena kekurangan saya sebagai sebagai manusia yang tidak pernah lepas dari khilaf. . Mari kita sama-sama belajar menjadi teladan dalam tindakan. #masihbelajar #belajarjadibaik #muhasabahdiri Pict by @act_elgharantaly https://www.instagram.com/p/BunCLGEFmOz/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=13eubftlx7od2
3 notes
·
View notes
Photo
Berastagi trip.. Day 2.. #drawing #sketch #watercolor #urbansketch #urbansketchmedan #learning #sunday #illust #illustration #urbansketchersmedan #uskmedan #sketchbook #masihbelajar #sketchwalker #urbansketchers #brastagi #berastagi #bukitkubu (at Bukit Kubu) https://www.instagram.com/p/BvsSOLQAN9q/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=g6gfc923svil
#drawing#sketch#watercolor#urbansketch#urbansketchmedan#learning#sunday#illust#illustration#urbansketchersmedan#uskmedan#sketchbook#masihbelajar#sketchwalker#urbansketchers#brastagi#berastagi#bukitkubu
1 note
·
View note
Text
Teruslah semangat... Teruslah bertumbuh...🌱
Ridho dan surga Allah tak mudah didapat tanpa sebuah kesungguhan. Mari mendedikasikan diri,.. sekuat mungkin mengusahakan yang terbaik untukNya.
Jangan nyerah🙂...jangan mau kalah sama setan yang terus semangat mengajak kepada keburukan... manusia seringnya salah, tapi Allah selalu membuka lebar pintu ampunan untuk hamba-hambaNya.
“Bila kita merasa letih karena berbuat kebaikan, maka sesungguhnya keletihan itu akan hilang dan kebaikan akan kekal. Bila kita bersenang-senang dengan dosa, kesenangan itu akan hilang dan dosa yang akan kekal.” (Umar bin Khattab ra.)
-Po, 17 Feb 2019-
1 note
·
View note
Text
Kata orang : kalau terlalu lama, bukan logika lagi yang bermain tapi perasaanmu.
Hem, saya percaya setiap orang punya kapasitas dan paham betul batasan dirinya. Hingga lama dan tidak lamanya hanya diri mereka yang tahu.
Bagi saya ini tidak lama, saya sedang mencoba terus mecari tahu kemungkinan kemungkinan tanpa berharap apa pun.
Semoga saya tidak tinggi hati atas apa yang saya sampaikan dan Allah terus menuntun jawabannya.
——
Ini mungkin tulisan pertama saya, dimana tidak lagi menggunakan standar kebanyakan orang atas keputusan yang akan diambil.
1 note
·
View note
Text
Apakah masih bisa di sebut rumah jika yang ditawarkan bukanlah kenyamanan melainkan keresahan
Tebing Tinggi, 2020.02.14
Indah
1 note
·
View note
Text
Bukunya udah dibeli cukup lama...
Kayaknya buku ini dibeli dalam upaya untuk nyelesaikan masalah (khususnya hati dan pikiran wkwk) ketika dulu mulai merasakan banyak konflik (alay si keknya wkwk). Kalo ga salah si waktu itu sering miskom ke partner kerja (cowo tepatnya) atau kadang temen sendiri juga (cewe).
Meskipun ga bisa disamaratain juga si kalo semua laki² tu pasti begitu, atau semua perempuan itu pasti begini. Mungkin bisa lebih dibilang "kebanyakan" kali ya...
Tapi menurut hani yg terpenting adalah kita tahu bahwa kita diciptakan dengan sikap, sifat dan keistimewaannya masing-masing. Setiap orang punya respon thdp suatu hal yang berbeda² dan punya bentuk kasih sayangnya masing².
Misalnya ada yang memang bentuk kasih sayangnya dengan memberi perhatian langsung pun ada juga yg bentuk kasih sayangnya dengan cara diam dan cuek. Dalam sikap cueknya diam-diam dia peduli, dalam sikap cueknya diam-diam memikirkan yg terbaik tanpa ada yg mengetahuinya (asik wkwk, tapi beneran ada).
Next
Pun mungkin sama seperti adanya banyak bentuk kepribadian dan mesin kecerdasan seperti MBTI dan stifin selain berguna untuk lebih mengenal diri sendiri, salah satunya adalah untuk mengenal orang lain. Memahami bahwa manusia diciptakan dengan keistimewaannya masing².
Memahami bukanlah hal yang mudah. Apalagi mencoba untuk memahami setiap orang yang ditemui, karena yang ditemui bukan hanya 1 2 orang tapi ribuan bahkan jutaan orang yang akan kita temui selama hidup kita. Ya capeklah wkwk (mungkin ya mungkin, mungkin ada yang bisa memahami hampir setiap orang yg ia temui, tapi ternyata saya kesulitan)
Seseorang pernah berkata "daripada berusaha untuk memahaminya, lebih baik menerimanya". Menerima bahwa dia memang seperti itu. Daripada bertanya "kenapa dia begitu?" "Kok dia jadi gitu ya?" "Kenapa dia begini?" dll...
Lebih baik berkata pada diri sendiri "Ya memang dia begitu orangnya", "Ya itulah dia", "Lah emang orangnya gitu", dll...
Ets... Tapi bukannya kalo orangnya salah harus diingetin yaa???
Iya kalo orangnya yang salah ya diingetin, atau mungkin malah ada sikap kita yg salah juga ke dia(?).
Dan lagi diingetin bukan berarti kita bisa merubahnya. Siapa kitaa???? Wkwk. Hanya Allah SWT yang bisa membolak balikkan hati manusia. Jangan berharap kita bisa merubah seseorang wkwk. Yang terpenting dari semuanya adalah mendoakan.
Saling menerima, saling mendoa
0 notes