#marta fana
Explore tagged Tumblr posts
kisahpedia · 2 years ago
Text
Kalender Liturgi 26 Mar 2023
Minggu Prapaskah V
Warna Liturgi: Ungu
Bacaan I: Yeh 37:12-14
Mazmur Tanggapan: Mzm 130:1-2.3-4b.4c-6.7-8
Bacaan II: Rom 8:8-11
Bait Pengantar Injil: Yoh 11:25a.26
Bacaan Injil: Yoh 11:1-45
Bacaan I
Yeh 37:12-14
Aku akan memberikan Roh-Ku kepadamu,
sehingga kamu hidup.
Pembacaan dari Nubuat Yehezkiel:
Beginilah firman Tuhan Allah,
"Sungguh, Aku akan membuka kubur-kuburmu
dan membangkitkan kamu dari dalamnya, hai umat-Ku.
Dan Aku akan membawa kamu ke tanah Israel.
Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah Tuhan,
pada saat Aku membuka kubur-kuburmu
dan membangkitkan kamu, dari dalamnya.
Aku akan memberikan Roh-Ku ke dalam dirimu,
sehingga kamu hidup kembali,
dan Aku akan menempatkan kamu di tanahmu.
Dan kamu akan mengetahui bahwa Aku, Tuhan,
yang mengatakannya dan membuatnya."
Demikianlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
Mzm 130:1-2.3-4b.4c-6.7-8
R:7
Pada Tuhan ada kasih setia,
Ia banyak sekali mengadakan pembebasan.
*Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya Tuhan!
Tuhan, dengarkanlah suaraku!
Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian
kepada suara permohonanku.
*Jika Engkau mengingat-ingat kesalahan, ya Tuhan,
siapakah yang dapat tahan?
Tetapi pada-Mu ada pengampunan,
maka orang-orang takwa kepada-Mu.
*Aku menanti-nantikan Tuhan, jiwaku menanti-nanti,
dan aku mengharapkan firman-Nya.
Jiwaku mengharapkan Tuhan
lebih daripada pengawal mengharapkan pagi.
*Lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi,
berharaplah kepada Tuhan, hai Israel,
sebab pada Tuhan ada kasih setia,
dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan.
Dialah yang akan membebaskan Israel
dari segala kesalahannya.
Bacaan II
Rom 8:8-11
Roh Allah yang membangkitkan Yesus dari antara orang mati
diam di dalam dirimu.
Pembacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma:
Saudara-saudara,
mereka yang hidup dalam daging,
tidak mungkin berkenan kepada Allah.
Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh,
kalau Roh Allah memang tinggal di dalam kamu.
Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus,
maka ia bukanlah milik Kristus.
Tetapi jika Kristus ada dalam kamu,
maka tubuhmu memang mati karena dosa,
tetapi rohmu hidup karena kebenaran.
Dan jika Roh Allah,
yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati,
diam di dalam dirimu,
maka Ia yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati,
akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana
oleh Roh-Nya yang diam dalam dirimu.
Demikianlah sabda Tuhan.
Bait Pengantar Injil
Yoh 11:25a.26
Akulah kebangkitan dan hidup, sabda Tuhan.
Setiap orang yang percaya kepada-Ku
tidak akan mati selama-lamanya.
Bacaan Injil
Yoh 11:1-45
Akulah kebangkitan dan hidup.
Inilah Injil Suci menurut Yohanes:
Ada seorang yang sedang sakit, namanya Lazarus.
Ia tinggal di Betania, kampung Maria dan adiknya Marta.
Maria adalah
perempuan yang pernah meminyaki kaki Tuhan dengan minyak mur
dan menyekanya dengan rambutnya.
Dan Lazarus yang sakit itu adalah saudaranya.
Kedua perempuan itu mengirim kabar kepada Yesus,
"Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit."
Mendengar kabar itu Yesus berkata,
"Penyakit itu tidak akan membawa kematian,
tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah,
sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan."
Yesus memang mengasihi Marta dan kakaknya serta Lazarus.
Namun, setelah didengar-Nya bahwa Lazarus sakit,
Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat di mana Ia berada;
tetapi sesudah itu Ia berkata kepada murid-murid-Nya,
"Mari kita kembali lagi ke Yudea."
Murid-murid itu berkata kepada-Nya,
"Rabi, baru-baru ini orang-orang Yahudi mencoba melempari Engkau,
masihkah Engkau mau kembali ke sana?"
Jawab Yesus,
"Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari?
Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk,
karena ia melihat terang dunia ini.
Tetapi jikalau seorang berjalan pada malam hari, kakinya terantuk,
karena terang tidak ada di dalam dirinya."
Demikianlah perkataan-Nya,
dan sesudah itu Yesus berkata kepada mereka,
"Lazarus, saudara kita, telah tertidur,
tetapi Aku pergi ke sana
untuk membangunkan dia dari tidurnya."
Maka kata murid-murid itu kepada-Nya,
"Tuhan, jikalau ia tertidur, ia akan sembuh."
Tetapi maksud Yesus ialah tertidur dalam arti mati,
sedangkan sangka mereka
Yesus berkata tentang tertidur dalam arti biasa.
Karena itu Yesus berkata dengan terus terang,
"Lazarus sudah mati.
Tetapi syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu,
sebab demikian lebih baik bagimu,
supaya kamu dapat belajar percaya.
Marilah kita pergi sekarang kepadanya!"
Lalu Tomas, yang disebut Didimus,
berkata kepada teman-temannya, yaitu murid-murid yang lain,
"Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia."
Ketika Yesus tiba di Betania,
didapati-Nya Lazarus telah empat hari terbaring di dalam kubur.
Betania itu tidak jauh dari Yerusalem,
kira-kira dua mil jauhnya.
Di situ banyak orang Yahudi telah datang
untuk menghibur Marta dan Maria
berhubung dengan kematian saudaranya.
Ketika Marta mendengar bahwa Yesus datang,
ia pergi mendapatkan-Nya.
Tetapi Maria tinggal di rumah.
Maka kata Marta kepada Yesus,
"Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini,
saudaraku pasti tidak mati.
Tetapi sekarang pun aku tahu,
bahwa Allah akan memberikan kepada-Mu
segala sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya."
Kata Yesus kepada Marta,
"Saudaramu akan bangkit."
Kata Marta kepada-Nya,
"Aku tahu bahwa ia akan bangkit
pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman."
Jawab Yesus, "Akulah kebangkitan dan hidup.
Barangsiapa percaya kepada-Ku,
ia akan hidup walaupun sudah mati;
dan setiap orang yang hidup serta percaya kepada-Ku,
tidak akan mati selama-lamanya.
Percayakah engkau akan hal ini?"
Jawab Marta,
"Ya Tuhan, aku percaya bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah,
Dia yang akan datang ke dalam dunia."
Sesudah berkata demikian,
Marta pergi memanggil saudaranya Maria,
dan berbisik kepadanya,
"Guru ada di sana, dan Ia memanggil engkau."
Mendengar itu, Maria segera bangkit,
lalu pergi mendapatkan Yesus.
Tetapi waktu itu Yesus belum sampai ke dalam kampung.
Ia masih berada di tempat Marta menjumpai-Nya.
Ketika orang-orang Yahudi
yang bersama-sama Maria di rumah itu untuk menghiburnya
melihat Maria tiba-tiba bangkit dan pergi ke luar,
mereka mengikutinya,
karena mereka menyangka bahwa ia pergi ke kubur
untuk meratap di situ.
Setibanya Maria di tempat Yesus berada dan melihat Dia,
tersungkurlah ia di depan kaki Yesus
dan berkata kepada-Nya,
"Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati."
Ketika Yesus melihat Maria menangis,
dan juga orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dia,
maka masygullah hati-Nya.
Ia sangat terharu dan berkata,
"Di manakah dia kamu baringkan?"
Jawab mereka, "Tuhan, marilah dan lihatlah!"
Maka menangislah Yesus.
Kata orang-orang Yahudi,
"Lihatlah, betapa besar kasih-Nya kepadanya!"
Tetapi beberapa orang di antaranya berkata,
"Ia yang memelekkan mata orang buta,
tidak mampukah Ia bertindak sehingga orang ini tidak mati?"
Maka masygullah pula hati Yesus,
lalu Ia pergi ke kubur itu.
Kubur itu adalah sebuah gua yang ditutup dengan batu.
Kata Yesus, "Angkat batu itu!"
Marta, saudara orang yang meninggal itu, berkata kepada Yesus,
"Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah empat hari ia mati."
Jawab Yesus, "Bukankah sudah Kukatakan kepadamu:
Jikalau engkau percaya, engkau akan melihat kemuliaan Allah?"
Maka mereka mengangkat batu itu.
Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata,
"Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu,
karena Engkau telah mendengarkan Aku.
Aku tahu bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku.
Tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri mengelilingi Aku ini,
Aku mengatakannya,
supaya mereka percaya,
bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."
Sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras,
"Lazarus, marilah ke luar!"
Orang yang telah mati itu datang ke luar,
kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kafan,
dan mukanya tertutup dengan kain peluh.
Kata Yesus kepada mereka,
"Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi."
Banyak di antara orang-orang Yahudi
yang datang melawat Maria
dan yang menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus,
percaya kepada-Nya.
Demikianlah sabda Tuhan.
ATAU BACAAN SINGKAT
Yoh 11:3-7.17.20-27.33b-45
Inilah Injil Suci menurut Yohanes:
Ketika Lazarus jatuh sakit,
kedua saudaranya, Maria dan Marta, mengirim kabar kepada Yesus,
"Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit."
Nendengar kabar itu Yesus berkata,
"Penyakit itu tidak akan membawa kematian,
tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah,
sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan."
Yesus memang mengasihi Marta dan kakaknya serta Lazarus.
Namun, setelah didengar-Nya bahwa Lazarus sakit,
Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat di mana Ia berada;
tetapi sesudah itu Ia berkata kepada murid-murid-Nya,
"Mari kita kembali lagi ke Yudea."
Ketika Yesus tiba di Betania,
didapati-Nya Lazarus telah empat hari terbaring di dalam kubur.
Ketika Marta mendengar bahwa Yesus datang,
ia pergi mendapatkan-Nya.
Tetapi Maria tinggal di rumah.
Maka kata Marta kepada Yesus,
"Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini,
saudaraku pasti tidak mati.
Tetapi sekarang pun aku tahu,
bahwa Allah akan memberikan kepada-Mu
segala sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya."
Kata Yesus kepada Marta, "Saudaramu akan bangkit."
Kata Marta kepada-Nya,
"Aku tahu bahwa ia akan bangkit
pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman."
Jawab Yesus, "Akulah kebangkitan dan hidup.
Barangsiapa percaya kepada-Ku,
ia akan hidup walaupun sudah mati;
dan setiap orang yang hidup serta percaya kepada-Ku,
tidak akan mati selama-lamanya.
Percayakah engkau akan hal ini?"
Jawab Marta,
"Ya Tuhan, aku percaya bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah,
Dia yang akan datang ke dalam dunia."
Kemudian, ketika melihat Maria menangis,
Yesus terharu dan berkata,
"Di manakah dia kamu baringkan?"
Jawab mereka, "Tuhan, marilah dan lihatlah!"
Maka menangislah Yesus.
Kata orang-orang Yahudi,
"Lihatlah, betapa besar kasih-Nya kepadanya!"
Tetapi beberapa orang di antaranya berkata,
"Ia yang memelekkan mata orang buta,
tidak mampukah Ia bertindak sehingga orang ini tidak mati?"
Maka masygullah pula hati Yesus,
lalu Ia pergi ke kubur itu.
Kubur itu adalah sebuah gua yang ditutup dengan batu.
Kata Yesus, "Angkat batu itu!"
Marta, saudara orang yang meninggal itu, berkata kepada Yesus,
"Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah empat hari ia mati."
Jawab Yesus, "Bukankah sudah Kukatakan kepadamu:
Jikalau engkau percaya, engkau akan melihat kemuliaan Allah?"
Maka mereka mengangkat batu itu.
Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata,
"Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu,
karena Engkau telah mendengarkan Aku.
Aku tahu bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku.
Tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri mengelilingi Aku ini,
Aku mengatakannya,
supaya mereka percaya,
bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."
Sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras,
"Lazarus, marilah ke luar!"
Orang yang telah mati itu datang ke luar,
kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kafan,
dan mukanya tertutup dengan kain peluh.
Kata Yesus kepada mereka,
"Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi."
Banyak di antara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria
dan yang menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus,
percaya kepada-Nya.
Demikianlah sabda Tuhan.
Tumblr media
0 notes
giuliocavalli · 7 years ago
Text
Farinetti e la “signorina” Marta Fana: così si spegne lo storytelling del padrone
Farinetti e la “signorina” Marta Fana: così si spegne lo storytelling del padrone Da una parte c’è Oscar Farinetti, il mago dello storytelling di un capitalismo che traveste i poveri da “fortunati frequentatori” di supermercati ammantati di ottimismo e dall’altra c’è Marta Fana, una ricercatrice che come tanti se n’è andata dall’Italia per cercare un Paese all’altezza delle proprie aspirazioni. Farinetti, al solito, ci mette la sua melassa narrativa per raccontare di un’Italia che deve ripartire grazie alla “fiducia”, come se con la fiducia, l’ottimismo e un po’ di letteratura funzionale alla promozione della frutta e della verdura i giovani possano costruirsi una vita dignitosa. Farinetti è uno di quegli imprenditori che sognano di essere ringraziati ogni ora tutto il giorno dai concittadini e dai dipendenti per l’opportunità di averlo conosciuto. Farinetti è il mago del senso del lavoro talmente bistrattato che alla fine diventa un privilegio: è perfettamente funzionale a questa epoca di schiavismo edulcorato. In trasmissione però non trova i soliti vassalli pronti a bersi la sua narrazione. C’è una persona vera, di quelle che tutti i giorni frequentano una generazione tradita. E Marta Fana, tranquilla, sciorina tutte le contraddizioni di chi impoverisce i diritti e intanto raddoppia i prezzi dei legumi. E come reagisce lui? Promette querela. Al solito. Non risponde. Al solito. Ma soprattutto si rivolge a Marta Fana chiamandola “signorina”. Signorina. Come un padre di famiglia con una giovinastra che è troppo discola. Signorina come si usa per sminuire infilandola in una categoria non all’altezza, senza nemmeno meritarsi un nome e un cognome. E in quel “signorina” lì c’è tutto lo sprezzo dei padroni che sembrano tornati padronali come potevano permettersi solo cinquant’anni fa. Buon venerdì. (continua su Left)
Cinque minuti di televisione che sono il manifesto di un’era. Cosa è successo lo vedete qui: Da una parte c’è Oscar Farinetti, il mago dello storytelling di un capitalismo che traveste i poveri da “fortunati frequentatori” di supermercati ammantati di ottimismo e dall’altra c’è Marta Fana, una ricercatrice che come tanti se n’è andata dall’Italia per cercare un Paese all’altezza delle proprie…
View On WordPress
4 notes · View notes
ilfascinodelvago · 3 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Il lavoro debilita l’uomo.  
Marta Fana
30 notes · View notes
soldan56 · 3 years ago
Video
tumblr
"Dati ufficiali ci dicono che il 70% delle imprese di ristorazione e turismo sono irregolari. Abbiamo contratti da 4,80 euro l'ora, il 14,3% dei lavoratori dipendenti è povero. Vanno a lavorare solo perché non hanno alcuna altra sicurezza." @martafana #agorarai
qui il thread, con Marta Fana sempre tagliente e precisa (il tizio che sbuffa è un imprenditore turistico della Versilia, senatore di Forza Italia, tale @MassimoMallegni):             https://twitter.com/martafana/status/1404710081745362946
50 notes · View notes
cutulisci · 3 years ago
Text
2 notes · View notes
corallorosso · 5 years ago
Photo
Tumblr media
“Le parole del Presidente di Confindustria sono un insulto ai lavoratori Di Marta Fana Caro Presidente Bonomi, le sue parole riportate nell’intervista del 4 maggio al Corriere della Sera sono un insulto ai lavoratori che in questi due mesi hanno garantito a noi cittadini di sopravvivere, nonostante tutto. Non sono le prime e sappiamo che non saranno neppure le ultime. Dalla pretesa di non bloccare alcuna attività perché la produzione prima di tutto, al tacciare di irresponsabilità i lavoratori che hanno scelto di scioperare quando erano costretti a lavorare senza protezioni, fino a chiedere che si deroghi ai contratti collettivi così da darvi mandato di spremerci un po’ di più. Le sue parole sono un insulto ai tanti che sono rimasti a casa senza un lavoro perché assunti con contratti a termine e oggi non rinnovati, milioni di lavoratori che avete usato uno dopo l’altro, con rinnovi trimestrali finché vi son serviti, così come i collaboratori assunti con forme contrattuali per le quali non dovevate neppure versare i contributi sociali. Perché per voi i lavoratori sono questo: oggetti ad uso e consumo della vostra accumulazione. Io non l’ho sentita fare appelli affinché le aziende non usassero gli appalti e le esternalizzazioni per pagare meno il lavoro e aumentare lo sfruttamento. Non ho letto nessuna levata di scudi contro il caporalato diffuso in tutti i settori. Nel frattempo abbiamo visto la povertà lavorativa aumentare di pari passo ai vostri profitti. E allora no, non può parlare per tutti. Le sue parole appaiono quanto mai irresponsabili se rivolte a chi in questi due mesi ha continuato a lavorare con turni massacranti dieci, dodici ore al giorno, come nei magazzini, o nei campi, negli ospedali, nei supermercati, ma anche a casa, sopportando tutti i costi di una riorganizzazione profonda dei modi e tempi di lavoro. Eppure lei si permette di dire che sta iniziando la «stagione dei doveri e sacrifici per tutti», sapendo benissimo che qui i sacrifici li abbiamo sempre fatti noi. Perché quando per voi le cose non si mettono bene, avete a disposizione la cassa integrazione che è pagata dai lavoratori e dallo Stato, su cui si scarica anche il vostro rischio di impresa. E allora a che servite? Non è una domanda banale: il vostro mercato non funziona, avete e avrete sempre bisogno dei nostri soldi e dello Stato, non vi assumete neppure il rischio della vostra attività, continuate a pretendere la socializzazione delle perdite e la privatizzazione dei profitti. Io provo imbarazzo per lei leggendo parole come «Quando sento chiedere aumenti contrattuali, per esempio nell’alimentare, significa che a molti la situazione non è chiara». Noi sappiamo che in agricoltura le condizioni di lavoro rasentano la schiavitù in troppe province, dove lavoratori a cui non è riconosciuto alcun diritto perché mantenuti nell’irregolarità guadagnano addirittura 4,7 euro lordi l’ora, oppure 7,5 come nel foggiano. Lungo la filiera c’è di tutto, dal settore delle trasformazioni balzato alla cronaca per le grandi mobilitazioni di chi si opponeva al vostro sfruttamento a chi ancora oggi nei magazzini e nelle fabbriche lavora ad oltranza. Più della metà di questi lavoratori hanno un salario lordo orario di appena 12 euro, il 10% più povero non arriva agli 8 all’ora. Secondo il contratto nazionale un operaio di quarto livello, quindi specializzato, guadagna appena 11,23 euro lordi l’ora, uno non specializzato arriva appena a 9,35. Lordi. Questa è la realtà a cui bisogna aggiungere il 19,1% dei lavoratori del trasporto e del magazzinaggio che non guadagnano neppure 9 euro lordi l’ora. E non contiamo gli straordinari non pagati, i part-time involontari, facciamo per un secondo finta che sia tutto in regola. Ma sappiamo non lo è. Mentre i fatturati di questi settori aumentano, non ho sentito nessuno di voi dire che bisognava aumentare questi salari che sono da fame, come forma innanzitutto di rispetto per i lavoratori. Al contrario ho sentito dire che bisogna far lavorare chi percepisce gli ammortizzatori sociali o il reddito di cittadinanza. Abbiamo sentito dire che bisognerebbe reintrodurre i voucher, uno strumento che non garantisce neppure la copertura sanitaria. Come mai non abbiamo letto al vostra contrarietà a queste proposte incivili? La via è tracciata, tornerete a ricattarci a chiederci di scegliere tra occupazione e salari e diritti, quella formula che ha funzionato non per generare crescita, ma per destrutturare ulteriormente la nostra struttura produttiva e aumentare la quota di lavoratori poveri e ricattabili. Ma non pago, persevera: «Quello che mi preoccupa e mi indigna è che si giochi ancora a dare la responsabilità alle imprese di un eventuale aumento dei contagi. Il Codice civile mette in capo all’impresa la salute e sicurezza dei lavoratori». Vorrei ricordarle che siamo un paese dove in tempi normali, senza pandemia, muoiono sui luoghi di lavoro circa 3 persone al giorno, una strage. Eppure non vi ho visti chiedere ai vostri colleghi di fare di più e meglio per proteggere la vita dei lavoratori. Quante delle 192 mila imprese che durante al fase 1 sono rimaste aperte con l’autocertificazione sono state controllate? Viene il dubbio sul vostro senso di responsabilità leggendo dei suoi colleghi attaccare chi chiede di aumentare il numero di ispettori del lavoro in modo da verificare e garantire migliori condizioni per tutti. Se site in regola, non c’è motivo di scagliarvi contro le ispezioni. O forse no. Non a caso, quello che la preoccupa è che i lavoratori possano denunciarvi in caso di malattia e contagio. Come ci si sente a dover dimostrare di non essere colpevole? Perché noi lavoratori lo sappiamo bene cosa significa dover lottare per vedersi riconoscere i diritti minimi, non i vostri privilegi. Se i sacrifici sono per tutti, date il buon esempio: restituite tutti i profitti sottratti allo Stato e portati nei paradisi fiscali, chiedete che venga ristabilita l’aliquota del 27% sull’Ires e che sia progressiva così un piccolo imprenditore non è chiamato a contribuire quanto uno grande. Riducetevi i compensi in maniera strutturale a voi stessi a ai vostri manager. Non in modo caritatevole e a chi ha più buon cuore, in modo strutturale. Imponete che nessun manager possa guadagnare più di 3 volte l’operaio meno pagato. Sappiamo che non lo farete, perché la realtà è un’altra da quella che raccontate. Lei rappresenta un pezzo di tessuto imprenditoriale, gioca la sua partita, quella del profitto, quella di chi per rimanere a galla ha bisogno di sfruttare i lavoratori. Non si scomodi a parlare per tutti perché lei rappresenta una parte della società, di sicuro non i lavoratori e le loro famiglie. (FANPAGE)
25 notes · View notes
curiositasmundi · 5 years ago
Link
[...]
Le sue parole appaiono quanto mai irresponsabili se rivolte a chi in questi due mesi ha continuato a lavorare con turni massacranti dieci, dodici ore al giorno, come nei magazzini, o nei campi, negli ospedali, nei supermercati, ma anche a casa, sopportando tutti i costi di una riorganizzazione profonda dei modi e tempi di lavoro. Eppure lei si permette di dire che sta iniziando la «stagione dei doveri e sacrifici per tutti», sapendo benissimo che qui i sacrifici li abbiamo sempre fatti noi. Perché quando per voi le cose non si mettono bene, avete a disposizione la cassa integrazione che è pagata dai lavoratori e dallo Stato, su cui si scarica anche il vostro rischio di impresa. E allora a che servite? Non è una domanda banale: il vostro mercato non funziona, avete e avrete sempre bisogno dei nostri soldi e dello Stato, non vi assumete neppure il rischio della vostra attività, continuate a pretendere la socializzazione delle perdite e la privatizzazione dei profitti.
[...]
La via è tracciata, tornerete a ricattarci a chiederci di scegliere tra occupazione e salari e diritti, quella formula che ha funzionato non per generare crescita, ma per destrutturare ulteriormente la nostra struttura produttiva e aumentare la quota di lavoratori poveri e ricattabili.
Ma non pago, persevera: «Quello che mi preoccupa e mi indigna è che si giochi ancora a dare la responsabilità alle imprese di un eventuale aumento dei contagi. Il Codice civile mette in capo all’impresa la salute e sicurezza dei lavoratori».
Vorrei ricordarle che siamo un paese dove in tempi normali, senza pandemia, muoiono sui luoghi di lavoro circa 3 persone al giorno, una strage. Eppure non vi ho visti chiedere ai vostri colleghi di fare di più e meglio per proteggere la vita dei lavoratori. Quante delle 192 mila imprese che durante al fase 1 sono rimaste aperte con l’autocertificazione sono state controllate? Viene il dubbio sul vostro senso di responsabilità leggendo dei suoi colleghi attaccare chi chiede di aumentare il numero di ispettori del lavoro in modo da verificare e garantire migliori condizioni per tutti. Se site in regola, non c’è motivo di scagliarvi contro le ispezioni. O forse no. Non a caso, quello che la preoccupa è che i lavoratori possano denunciarvi in caso di malattia e contagio. Come ci si sente a dover dimostrare di non essere colpevole? Perché noi lavoratori lo sappiamo bene cosa significa dover lottare per vedersi riconoscere i diritti minimi, non i vostri privilegi.
Se i sacrifici sono per tutti, date il buon esempio: restituite tutti i profitti sottratti allo Stato e portati nei paradisi fiscali, chiedete che venga ristabilita l’aliquota del 27% sull’Ires e che sia progressiva così un piccolo imprenditore non è chiamato a contribuire quanto uno grande. Riducetevi i compensi in maniera strutturale a voi stessi a ai vostri manager. Non in modo caritatevole e a chi ha più buon cuore, in modo strutturale. Imponete che nessun manager possa guadagnare più di 3 volte l’operaio meno pagato.
Sappiamo che non lo farete, perché la realtà è un’altra da quella che raccontate. Lei rappresenta un pezzo di tessuto imprenditoriale, gioca la sua partita, quella del profitto, quella di chi per rimanere a galla ha bisogno di sfruttare i lavoratori. Non si scomodi a parlare per tutti perché lei rappresenta una parte della società, di sicuro non i lavoratori e le loro famiglie.
18 notes · View notes
antikorg · 7 years ago
Text
A l'encontre » Débat. Le travail en mutation, l’exploitation en augmentation
A l’encontre » Débat. Le travail en mutation, l’exploitation en augmentation
[ad_1]Alencontre/ 2017-11-02 Entretien avec Marta Fana conduit par Ascania Bernardeschi Les technologies et l’organisation du travail sont en mutation mais, au grand dam de ceux qui préconisent la fin du travail, l’exploitation augmente en intensité et la classe des travailleurs, malgré son atomisation, reste le sujet principal du changement social. Marta Fana est chercheuse auprès de l’Institut…
View On WordPress
0 notes
marcommarco · 7 years ago
Link
Farinetti + Porro, il padrone e il suo cane da guardia, dire che mi stan sul cazzo è poco. E adesso querelate anche me. Marta Fana for President!
0 notes
toscanoirriverente · 6 years ago
Text
INPS per la famiglia
Di quando i 300 di Leonida si reincarnano, e lavorano per lo stato. A-HU!
Stamattina mi alzo, prendo la S-Bahn e mi trovo ad aprire Twitter. E cosa ci trovo? Ci trovo la saga dei 300 soldati di Sparta che si sono reincarnati e si trovano su Facebook a gestire uno stretto passaggio , una pagina istituzionale che deve fermare un’orda di persiani  farlocchi desiderosi di depredare lo stato.
Quello che sta succedendo era altamente prevedibile, per la semplice ragione che e’ sempre successo. Se vi foste mai fermati un giorno ad uno sportello dell’ INPS, diciamo a mettere a posto qualche terminale TN3270 (ho la mia eta’, abbiate pazienza) , avreste visto chiaramente che cosa si presenta agli sportelli. E avreste visto questi impiegati/e, che ogni giorno devono reggere il massimo della fancazzaggine, dell’ignoranza, dell’approssimazione dialettale, dell’evasione fiscale manifesta, del lavoro nero praticamente confessato di fronte allo sportello, con la stessa eroica posa di un oplita alle Termopili. Mai fare un passo indietro.
Tumblr media
Ma la cosa assurda sono le discussioni che poi nascono da questa cosa. Innanzitutto, c’e’ una strana concezione della sinistra come surrogato laico della Caritas. In passato e’ esistito qualcuno, cioe’ la frangia piu’ radicale della sinistra, che per trovare appoggio in un paese cattolico ha spacciato per “sinistra” qualsiasi cosa si sforzi di costruire un welfare per aiutare i poveri. Se consideriamo che il welfare moderno fu inventato da Federico di Prussia, personalmente dubito che tale definizione possa essere corretta , a meno che non si voglia inserire il Re Soldato di Potsdam tra le icone della sinistra.
In ogni caso, sembra che qualcuno abbia raccontato alle masse ignoranti piu’ cattoliche una storia, secondo la quale “la sinistra” sarebbe una versione della Caritas, cioe’ un istituto di carita’, ma molto piu’ finanziato, in quanto pesca direttamente dalle casse dello stato.  Questo ha chiaramente attratto tutta una serie di persone che erano insoddisfatte del trattamento Caritas, ma ha creato un’ala della “sinistra” che era del tutto “non di sinistra”, e che oggi (fortunatamente) e’ confluita nel Movimento Cinque Stelle.
L’equivoco consiste nel fatto che la sinistra non si e’ MAI proposta di fare l’elemosina ai poveri per aiutarli: la sinistra ha sempre parlato di “emancipazione”, cioe’ di offrire ai poveri gli strumenti che servivano loro per prendere il cosiddetto “ascensore sociale”.
Nel partito di sinistra del periodo, il PCI/PDS/whatever , quindi, sono esistite DUE anime:
Quella progressista: diffusa principalmente nelle citta’ e tra gli operai che mandavano a studiare i figli a costo di schiattare di lavoro , questa sinistra spiegava chiaramente cosa si intendesse per “emancipazione”: non si trattava di dare pesce alle persone, ma di insegnare loro a pescare.
Quella populista: in provincia, per strappare le masse alla Chiesa, si era deciso di vendere l’idea di “aiutare le masse lavoratrici” come fosse un sostituto impersonale (cioe’ statale e burocratico) della Caritas. Un posto dove, anziche’ darti la mensa dei poveri, ti davano dei soldi.Insomma, non ti davano la canna da pesca: ti spiegavano che un pesce al giorno fosse un diritto acquisito.
La cosa interessante e’ che la sinistra piu’ radicale non si e’ ambientata molto nell’ala progressista, ma in quella populista. Il sinistrato radicale deve spacciare alle persone delle bufale evidenti e surreali, quindi preferisce avere a che fare con la classe di ignoranti, che credono di essere ignoranti in quanto proletari e non proletari in quanto ignoranti, una classe che si beve qualsiasi cazzata pur di ottenere soldi dallo stato. Se bisogna dire che in Russia si Sta Meglio si dice, basta che dai una pensione di invalidita’ a mia zia.
Il risultato e’ che oggi “Candy Candy Forza Napoli” viene spacciata per una proletaria oppressa dal Capitale, quando e’ una persona che:
E’ cosi’ pigra che non va a registrarsi sul sito di INPS. Ma e’ piuttosto attiva su Facebook.
Si e’ sforzata di resistere ad almeno 10 anni di istruzione gratuita ed obbligatoria, uscendone indenne.
Tumblr media
Tuttavia, arrivera’ qualcuno che si ritiene “di sinistra” a difendere queste persone , classificandole tra i “lavoratori”. In che modo persone che NON sono lavoratori siano “lavoratori” o “la classe lavoratrice” mi e’ del tutto incomprensibile. Ma questo e’ il risultato di un equivoco populista che ha visto la sinistra estrema arruolare nella “classe lavoratrice” (e quindi meritevole di carita’-sussidio) CHIUNQUE avesse militato nella loro fazione.
Perche’ “Marta Fana” (come tanti simili a lei)  considera “classe lavoratrice” una classe di persone che spesso ammettono con chiarezza di compiere evasione fiscale?
Tumblr media
Il figlio di questa persona, tecnicamente e legalmente, non solo NON e’ un “lavoratore”, ma di fatto sta rubando soldi ai lavoratori che pagano le tasse. Eppure la sinistra radicale annovera queste persone tra la “classe lavoratrice”. La ragione e’ semplice: per molto tempo nel PCI si andava a tessere, e le tessere nelle zone piu’ devastate del paese andavano procurate ad ogni costo. Anche a costo, cioe’, di tesserare evasori fiscali, lavoratori in nero e parassiti conclamati. Oggi questa “sinistra” e’ confluita in massa in M5S perche’ M5S ha saputo fare la stessa cosa ma meglio, dal momento che la sinistra progressista continuava ad offrire emancipazione dove loro si aspettavano carita’ a fiumi, e senza dover dire grazie.
La sola differenza tra la carita’ e il welfare, per la sinistra radicale, e’ che il welfare e’ un diritto, mentre con la carita’ devi almeno dire grazie a chi te la versa.
Qui c’e’ il punto cruciale: occorre stabilire definitivamente se la “sinistra” intenda emancipare le persone o far loro la carita’ . La scelta e’ tra dare alle persone una canna da pesca o un pesce.
Ad onore del vero non possiamo nemmeno accusare i marxisti o i leninisti di questo: loro hanno sempre parlato di collettivizzare i mezzi di produzione, non la produzione. Questo significa che nell’esempio del pescatore, la proposta non e’ mai stata quella di dare a chiunque il pesce, ma quella di dare a chiunque la canna da pesca.
Nella costruzione dello stato sovietico qualcosa ando’ storto (Stalin) e quindi le cose andarono diversamente, nel senso che una volta statalizzati i mezzi di produzione allora anche il plusvalore fu statalizzato, per cui ti consentivano di usare una canna da pesca, ma poi NON ti consentivano di emanciparti perche’ ti toglievano TUTTO il pesce che pescavi, per darlo ad altri.
A questa deviazione storica si ispira la sinistra populista, che non a caso mostra sempre grandi simpatie verso Stalin. Una visione come quella cinese, ove lo stato possiede i mezzi di produzione (e’ socio al 51% di qualsiasi azienda) ma solo chi lavora molto diventa ricco , e’ ancora abbastanza estranea alle loro menti.
Ma il problema non e’ storico nel senso di “storia del comunismo”, e’ storico nel senso di “storia del PCI”. La verita’ e’ che nel dopoguerra al PCI servivano voti. Poiche’ il PCI si proponeva di arruolare “la classe lavoratrice”, chi sosteneva il PCi doveva essere in qualche modo considerato “classe lavoratrice”. Ma nel momento in cui, per fame di voti, vogliamo arruolare anche lavoratori in nero, evasori fiscali e palesi fancazzisti, occorre dar loro la patente di classe lavoratrice. Ed e’ quel che fu fatto.
Potete chiedervi che senso avesse per il PCI promettere carita’-come-diritto a gente che non la meritava, e a carico degli altri lavoratori: una volta arrivati al governo si sarebbero trovati in enormi difficolta’ nel conciliare le due cose. (cosa che sta succedendo puntualmente ad M5S, peraltro). Ma qui arriva il giochino magico: nell’Italia della guerra fredda, con le elezioni che si svolgevano avendo la sesta flotta americana al largo di Roma, non esisteva la piu’ pallida chance che il PCI andasse al potere. Al PCI serviva solo riempire le piazze, e per questo andava bene chiunque.  Non avevano il problema di mantenere le promesse una volta al governo.
Questo corto circuito tra le due “sinistre”, quella progressista che voleva emancipare queste persone e quella populista (o radicale che dir si voglia) cui bastava imbarcarle  e’ esploso alle scorse elezioni, ed e’ esploso in quasi tutti i paesi occidentali proprio con l’arrivo di partiti dichiaratamente populisti. Una volta caduto il taboo verso il populismo, infatti, non serve piu’ la foglia di fico della “classe lavoratrice” per pretendere un reddito di cittadinanza. Nessuno ha piu’ bisogno di scendere in piazza coi sindacati mescolandosi al lavoratori, quando puo’ semplicemente sfanculare a destra e sinistra usando Facebook.
E nessuno si vergogna piu’ di dichiarare di praticare lavoro nero: se un tempo avevano la decenza di farsi chiamare “lavoratori sfruttati in nero”, pretendendo che la condizione irregolare fosse una decisione del padrone infame che risparmiava, oggi vanno direttamente di fronte all’impiegato dell’ INPS a dichiarare che il figlio lavora in nero. Non serve piu’ la foglia di fico del “lavoratore sfruttato”: M5S, infatti, ha tutti i vantaggi della sinistra radicale, ma senza richiedere alle persone di fingersi lavoratori. Basta loro dire di essere “uno che vale uno”.
E questo ha risvolti politici enormi: il PD e’ letteralmente divorato da due anime. Una, quella progressista, tutto sommato vive con un senso di sollievo che M5S e Lega abbiano strappato loro l’ala populista. Sono di meno, dicono, ma almeno tutti hanno capito cosa sia la sinistra progressista.
L’altra ala, quella che vuole allearsi coi populisti, e’ quella che sino a qualche tempo fa aveva imbarcato i loro elettori, e che si illude di riaverli indietro. Ma perche’ una persona cui basta dire “vaffanculo” dovrebbe riprendere una tuta blu da manifestazione, fingere che gli importi della Palestina, tenere in casa “Il Maestro e Margherita” fingendo di averlo letto? A queste persone oggi basta dire vaffanculo, stare sui social e insultare chiunque: molto piu’ semplice ed economico, anche perche’ per fingere di aver letto Il Maestro e Margherita bisognava almeno parlare in italiano, (se si leggeva il libro tradotto e non l’originale) , mentre per essere seguaci di M5S un idioma pata-dialettale basta e avanza. E la Palestina poi: diciamolo chiaramente, ma a chi cazzo e’ mai fregato davvero  qualcosa di quel posto? Grillo ti offre la stessa cosa, senza dover leggere romanzi russi, conoscere le vicende di popoli improbabili, fingere di lavorare.
Ovviamente, la sinistra italiana ha fatto (con Zingaretti) una scelta suicida: quella di provare a riprendersi la parte “populista” che M5S gli ha strappato. Per fare questo deve riprendere parte del dizionario del vecchio populismo di sinistra, parte del ciarpame ideologico (prevedo il ritorno degli scritti di Giulietto Chiesa) e ovviamente deve scontentare l’ala progressista che, diciamolo, di quel ciarpame umano e ideologico aveva le palle piene sin dal secolo scorso. E spiegare al grillino medio, daccapo, dove cazzo si trovi la “Palestina”.
Il merito della vicenda dell’ “INPS per le famiglie” e’ proprio quello di aver scoperchiato un calderone che altrimenti sarebbe rimasto inosservato dentro gli stanzoni maleodoranti ove si fanno le code agli sportelli INPS.
E l’unica classe lavoratrice in gioco, cioe’ la trincea di impiegati che devono trattare con rispetto chi confessa di rubare loro la pensione lavorando in nero, sarebbe rimasta sepolta in un eroismo stoico altrimenti inosservato.
Bene ha fatto INPS a rendere pubblico cio’ che accade nei suoi sportelli quotidianamente, e cio’ cui devono assistere (e , come lavoratori regolari e contribuenti, subire) i suoi impiegati.Cioe’ lavoratori.
O meglio: EROI.
4 notes · View notes
pollicinor · 7 years ago
Quote
La democrazia non è una semplice procedura elettorale, è un modo di tenere insieme una società. Perché funzioni, non basta stampare le schede elettorali e assicurarsi che ognuno ne infili una nell’urna. Servono basi materiali e culturali che permettano ai cittadini di partecipare. E a una parte degli italiani è stata sottratta la possibilità di partecipare attivamente alla vita sociale e politica del Paese. Per chi intende la politica come atto di trasformazione della società verso una reale giustizia sociale e una democratizzazione dei processi economici, politici e sociali, questo è un problema strutturale. La politica italiana, anche a sinistra, si è invece spesso persa nell’inseguimento forsennato dell’elettore mediano, il centrista moderato appartenente al ceto medio, da conquistare per avere la maggioranza.
Dall’articolo "Perché la sinistra in questi anni ha sbagliato tutto (e non ha visto il mondo cambiare)" di Marta Fana e Lorenzo Zamponi
30 notes · View notes
importantartmagazine · 3 years ago
Text
Forward Tarot - konceptualna wystawa w formie kart tarota
Forward Tarot, wydawnictwo artystyczne w formie talii kart tarota wyprodukowane przez Galerię FWD: już dostępne! Jest to limitowana edycja jedynie 200 sztuk! Prawdziwa gratka dla miłośników sztuki współczesnej, karty projektowali znakomici twórcy.
Autorzy poszczególnych kart:
Piotr Bosacki, kolektyw DIS, Maciej Chorąży, Dominika Olszowy, Paweł Susid, Kasia Balicka, Kasia Przezwańska, Zbiok Czajkowski, Ewa Mrozikiewicz, Tymek Borowski, Gosia Bartosik, SIKSA, Aleksandra Liput, Jakub Paprocki, Adam Niklewicz, Jakub Woynarowski, Gregor Różański, Marta Węglińska, Mikołaj Sobczak, Przemek Matecki, Izabella Gustowska, Olaf Brzeski, Oleg&Kaśka, Inside Job
Tumblr media
“Tradycyjna” działalność wystawiennicza jest wciąż bardzo ograniczona ze względu na pandemię, dlatego proponujemy ekspozycję adekwatną do obecnych czasów, która jednocześnie ma przynieść przepowiednię lepszej przyszłości. W naszym odczuciu wiara w artystyczne przesłanie może odmienić los i pełnić niezwykle ważną dziś funkcję terapeutyczną. W związku z tym wraz z najlepszymi twórcami sztuki współczesnej przygotowujemy gratkę dla każdego fana sztuki - artystyczną talię kart tarota.
Tumblr media
Karty jako wydawnictwo użytkowe mają podkreślić ważną rolę artystów w społeczeństwie i profetyczny charakter ich działań. Ten komentarz jest niezwykle istotny w obecnej sytuacji politycznej naszego kraju, gdzie sztuka i dedykowane jej instytucje wykorzystywane są jako pola nadużyć i manipulacji. Dodatkową wartością jest fakt, że stworzona wspólnie z artystami talia będzie w sobie nosić nieskończony potencjał mini wystaw rozkładanych na stołach złaknionych ezoterycznych wrażeń odbiorców-kuratorów.
Tumblr media
Karta X. Koło Fortuny, kolektyw DIS i Harry Griffin
Projekt będzie niskonakładowym artystycznym wydawnictwem w formie talii kart z opisem poszczególnych symboli. Do jego stworzenia przyłączyło się 24 artystów i kolektywów artystycznych, a także profesjonalna tarocistka Laurana. Dystrybucja kart odbywać będzie się za pośrednictwem strony internetowej galerii FWD:
Link do wsparcia projektu tutaj.
Tumblr media
Karta VII. Rydwan, Mikołaj Sobczak
0 notes
livornopress · 3 years ago
Text
Grande partecipazione al dibattito sul lavoro di Potere al Popolo
Livorno 18 settembre 2021 Potere al Popolo Livorno ha organizzato un dibattito in programma da tempo sul tema del lavoro in Piazza xx settembre. Erano ospiti Marta Fana, Matteo Moretti – Rsu fiom della GKN di Firenze – e Lorenzo Alba che come Potere al Popolo Firenze ha seguito da vicino la vertenza dei lavoratori di Campi Bisenzio. La partecipazione è stata molto elevata con più di 100 persone…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
soldan56 · 6 years ago
Link
Riprenderci la nostra storia e sottrarla all'oblio e alle narrazioni pacificate. La storia dell'antimafia in Sicilia è la storia della lotta di classe. Un articolo di Marta Fana per @JacobinItalia
1 note · View note
lorenzodonatibologna · 3 years ago
Text
Un futuro possibile per chi cresce e studia
È necessario rafforzare il patto fra cultura, educazione e formazione non soltanto per allargare l’accesso all’offerta, nel segno del welfare culturale, ma anche per permetterci di parlare senza imbarazzo di futuro con chi sta crescendo e si sta formando. Di fatto tantissimi da Bologna arrivano, studiano e se ne vanno, non possiamo accontentarci della percezione di una città che offre tantissimo a giovani e studenti senza chiederci cosa accade al termine del percorso di studi. Dobbiamo domandarci attraverso quali percorsi a Bologna sia possibile restare e vivere e lavorare, incrociando i dati della popolazione universitaria con quelli dell'inserimento lavorativo, in ogni campo, anche in quei settori tradizionalmente meno stabili come le professioni legate alle arti e allo spettacolo. Cosa accade a chi ha 24/27 anni, dopo la laurea?
 Un dialogo virtuoso fra università e mondo del lavoro dovrebbe portare alla graduale diminuzione delle diverse forme di precarietà lavorativa che attendono i neolaureati, pensando al campo della cultura e non solo: stage infiniti, selva di prestazioni occasionali, scorciatoie di lavori "autonomi" dove si scarica sui singoli tutto il peso sociale del costruzione di uno stipendio...  università, imprese e amministrazione devono prendere tale questione nazionale e farne un problema "politico" cittadino, affrontandolo insieme. 
 Bologna potrebbe divenire il paradigma di una città che offre occasioni e concreti spazi di inserimento lavorativo, un modello di "trasparenza" e democratizzazione nell'accesso alle professioni, anche nella pubblica amministrazione. Una città dove chi ha 25 anni possa competere "alla pari" in un concorso pubblico, perché non ci sono sbarramenti di ritorno legati all'esperienza pregressa (questione cruciale e legata alla selva delle burocrazie italiane, alle nuove povertà, alla disoccupazione ma nei prossimi 10 anni è necessario occuparsene).
Bisogna scardinare la "congiura" contro i giovani in atto nel nostro paese: da un lato diamo loro scarsa considerazione e quasi nessuna responsabilità, in attesa che acquisiscano una "patente" per il mondo adulto (come se tutto quello che viene prima non avesse alcuna rilevanza sociale); dall'altro diamo loro possibilità scarse per accedere al mondo del lavoro dunque per crescere.
Ci proviamo, a Bologna?
*Suggerimenti di lettura*
Stefano Laffi, "La congiura contro i giovani: Crisi degli adulti e riscatto delle nuove generazioni", Feltrinelli, 2014 Marta e Simone Fana, "Basta salari da fame!" Laterza, 2019 
il 3 e 4 ottobre #scrividonati barrando il simbolo della lista civica Matteo Lepore Sindaco
Scrivetemi e cercatemi qui: [email protected]
0 notes
antifainternational · 7 years ago
Photo
Tumblr media
25 avril - existences et résistances au travail à l'époque de la sharing economy // “25 aprile - (R)esistenze al lavoro ai tempi della sharing economy
ITALIANO SOTTO Ce 25 avril 2018, la communauté des antifascistes italien.ne.s en Belgique vous invite à participer au débat « 25 avril - existences et résistances au travai à l'époque de la sharing economyl ». Le débat abordera la thématique du travail 2.0, les divisions qu’il produit et les résistances qui en découlent. On discutera de tout cela avec: - Le Collectif des coursier-e-s / KoeriersKollectief - Marta Fana auteure du livre “Non è lavoro, è sfruttamento" - Marco Rocca, assistant postdoc en droit du travail à l’Université d’Hasselt - Sandrino Graceffa, Administrateur délégué de SMart Info pratiques : *** Réservez (pour 8€) 1boisson + 1 plat de pâtes (option amatriciana ou veg) en écrivant à [email protected] Tous les bénéfices de la soirée seront reversés à "Caisse mutuelle des syndiqué-es de l’ Union syndicale étudiante " et à " Rugby I Briganti ASD Onlus - Librino " Où ? Au Garcia Lorca, rue des Foulons 47/49, BruxellesQuand ? Mercredi 25 avril à partir de 18h30Entrée libreLangue employée : français, possibilité chuchotage vers l’italien----------------------IT--------------------------Questo 25 aprile 2018, la comunità degli antifascisti italiani in Belgio vi invita partecipare al dibattito “25 aprile - (R)esistenze al lavoro ai tempi della sharing economy”. Si parlerà del lavoro 2.0, delle divisioni che produce e, soprattutto, delle forme di resistenza che ne derivano.Ne discuteremo con:- Il Collettivo dei fattorini di Bxl - Marta Fana, autrice del libro “Non è lavoro, è sfruttamento”- Marco Rocca, assistente post-doc in diritto del lavoro presso l’Université d’Hasselt- Sandrino Graceffa, amministratore delegato di SMartInformazioni pratiche:***Prenotate (per 8 €) 1 bevanda + un piatto di pasta (opzione amatriciana o vegetariana) scrivendo a [email protected] I proventi della serata saranno destinati alla “Cassa di solidarietà dell’Unione sindacale studente (USE)” e a "Rugby I Briganti ASD Onlus - Librino"Dove? Al Garcia Lorca, rue des Foulons 47/49, BruxellesQuando? Mercoledì 25 aprile alle 18.30Ingresso gratuitoPossibilità di mangiare sul posto a prezzi popolari (maggiori dettagli in seguito)La lingua impiegata sarà il francese, con possibilità di interpretariato verso l’italiano.
11 notes · View notes