Tumgik
#kerja kerajaan
nurschafieeza · 1 year
Text
7 Rahsia Melepasi Kerajaan Temuduga Yang Jarang Dikongsi
Temui cara-cara tersembunyi untuk berjaya dalam temuduga kerajaan. Pelajari rahsia-rahsia yang jarang diketahui untuk melepasi ujian dengan jayanya.
Temu bual kerajaan berbeza daripada temu duga sektor swasta dalam banyak cara. Mereka sering melibatkan prosedur yang lebih formal, kriteria yang lebih ketat dan proses yang lebih panjang. Walau bagaimanapun, mereka juga menawarkan peluang yang bermanfaat untuk mereka yang berminat dengan perkhidmatan awam dan ingin membuat perubahan dalam komuniti mereka. Jika anda sedang bersedia untuk temu…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
kapkunkap12 · 2 years
Text
Kerja Kosong Jabatan Alam Sekitar 2023
Kerja Kosong Jabatan Alam Sekitar 2023 | Permohonan adalah terbuka kepada seluruh warganegara malaysia yang berkelayakan dan berminat untuk mengisi kekosongan jawatan terkini yang ditawarkan di Jabatan Alam Sekitar Malaysia berikut adalah maklumat jawatan yang ditawarkan. Kerja Kosong Jabatan Alam Sekitar 2023 Pegawai Alam Sekitar Gred C41Gaji ditawarkan : RM2,317.00 RM9,620.00 Syarat asas…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
terbakordotcom · 2 years
Photo
Tumblr media
Jawatan kosong Pegawai Penyelidik Gred Q41 di Agensi Nuklear Malaysia. Hanya 2 kekosongan dan 10 simpanan ditawarkan kali ini. Dibuka untuk lelaki sahaja. Hantar permohonan anda sekarang!
Lawati: https://www.ptdexam.com/pegawai-penyelidik-gred-q41-di-agensi-nuklear-malaysia-2022-lelaki-sahaja/
0 notes
hiburanmy · 1 year
Link
0 notes
suara-rakyat-blog · 1 year
Text
Muhyiddin Tawarkan KJ Jawatan Ahli Majlis Kerja Tertinggi Bersatu
Dialog antara Netizen bersama dengan Dato’ Lokman Adam. Saya melihat, Datuk, bahawa terdapat perpecahan dalam blok Perikatan Nasional. Ini disebabkan oleh peristiwa majlis Hari Raya yang baru-baru ini, di mana Muhyiddin Yassin, pada masa itu, tidak dihadiri oleh orang-orang dari PAS dan pemimpin PAS. Sekarang, dia sedang melakukan lobi kepada Khairy Jamaluddin (KJ) untuk bergabung dengan Perikatan Nasional.
Dia menawarkan jawatan tertinggi kepada KJ. Apa pendapat Datuk tentang ini? Menurut saya, ada dua kemungkinan untuk KJ. Jika KJ bijak, dia akan bersabar dan menunggu agar suatu hari nanti dia dapat kembali kepada UMNO. Saya rasa KJ bukanlah orang bodoh yang tidak mampu berfikir. Mungkin kadang-kadang dia agak tergesa-gesa?
Tumblr media
Namun, dia masih mampu berfikir dengan jelas, hanya kadang-kadang terlihat tidak stabil. Mungkin ada pengaruh faktor lain yang memainkan peranan. Dia agak bingung sejenak. Tetapi dia tahu bahawa UMNO masih menjadi pilihan utamanya. Saya yakin dia tidak bodoh, tetapi satu masalah dengan KJ adalah dia terkadang terlalu gelojoh.
Dia tergesa-gesa dan kurang sabar. Dia ingin naik pangkat dengan cepat. Jadi, jika dia tidak sabar dengan kedudukannya hanya sebagai DJ Hot FM, ada kemungkinan besar dia akan menerima tawaran tersebut dari Tan Sri Muhyiddin.
Namun, sebenarnya, sejak KJ dipecat, saya ingat sekitar empat atau lima bulan yang lalu, Tan Sri Muhyiddin sudah menawarkan kepada KJ untuk bergabung dengan Perikatan Nasional. Tetapi sampai hari ini, KJ belum menerimanya. Jadi, kelihatan otaknya masih berfungsi dengan baik.
0 notes
hellopersimmonpie · 9 months
Text
Selamat Tahun Baru!
Tahun baru ini gue punya satu resolusi yaitu belajar hidup sederhana dan mengenal makna cukup. Karena dengan menyederhanakan hidup, gue bisa belajar lebih banyak hal.
Apa yang gue dapet dari tahun lalu? Tahun lalu, gue mulai serius di Narrative Design di game. Gue seneng banget belajar tentang narrative design karena narrative design tuh salah satunya mendesain dunia dalam game. Dari situ, kita akan belajar banyak hal tentang perilaku manusia berkaitan dengan dunianya.
Ada empat topik naratif yang sudah gue cicil risetnya dalam dari awal tahun 2022 - akhir 2023 tahun ini. Yang pertama tentang kehidupan di sebuah kota dengan segala macam culture khasnya. Proses risetnya mengharuskan gue travelling ke kota-kota kecil dan mengamati kehidupan di sana.
Dari proses riset ini, gue jadi tau banget karakter orang-orang dari beberapa kota yang menjadi target. Bagaimana persepsi mereka tentang jarak (1 jam buat orang Semarang bisa 50 km. Sementara buat orang Jakarta bisa cuma 20 km), bagaimana mereka menghabiskan waktu di akhir pekan, dimana mereka jalan-jalan bareng pasangan dan keluarga serta bagaimana pandangan mereka tentang kehidupan yang nyaman? Ini kalau dikulik menarik banget. Nggak akan bisa gue tulis semuanya sih. Tapi gue paham bahwa semua manusia pada dasarnya berhak hidup nyaman di lingkungan yang membuat mereka aman. Dan untuk itu, nggak melulu harus kaya. Tentunya gue nggak bakal bilang:
"Nggak apa-apa miskin asalkan bersyukur"
No. Ini tentang awareness gue terhadap ruang hidup. Setelah berjalan-jalan di kota kecil dengan keramahan pasarnya, gue jadi ngerasa di kota-kota besar, nggak banyak "ruang hidup" yang "breathable". Semua serba sesak. Rumah sesak. Jalan sesak. Tempat kerja juga sesak. Kebutuhan tentang ruang hidup yang aman dan nyaman itu esensial bagi semua orang. Tapi arah politik kita nggak banyak yang enforce ke sini. Akhirnya banyak orang yang berpersepsi bahwa ruang hidup yang aman dan nyaman itu hanya bisa dibeli pakai uang dan diperebutkan dengan sistem "meritokrasi". Padahal nggak begitu juga.
Topik kedua adalah tentang spektrum emosi. Gue belajar puluhan spektrum emosi. Inipun sebenarnya belum mampu menampung semua emosi yang ada dalam pikiran manusia.
Yang gue dapat diri sini adalah, betapapun dewasanya kita, kita nggak selalu mampu mengendalikan reaksi kita atas emosi yang tidak nyaman. Kita mungkin mampu mengendalikan reaksi kita untuk beberapa emosi yang familiar. Tapi rentang emosi itu amat sangat luas, jadi semakin luas lingkungan yang kita tempati, semakin diverse juga spektrum emois yang kita rasakan. Dari situ, kita bisa tumbuh jadi manusia yang hidupnya beberapa kali terluka tapi hati kita juga bertambah luas.
Dari sini gue juga belajar banget untuk nggak buru-buru melabeli orang dengan kata emosional. Karena nyatanya, orang seringkali tidak bisa mengendalikan emosi ya karena belum pernah belajar. Entah karena emosinya nggak familiar, entah karena trauma jadi nggak mampu belajar, atau pure karena pola asuh yang nggak ngasih ruang bagi seseorang untuk memahami emosinya sendiri.
Topik ketiga adalah tentang sejarah yang akhirnya ngebawa gue pada sejarah kerajaan berbasis agama mulai dari Islam, Hindu, Buddha dan Kristen. Nah, apa yang gue dapatkan dari semuanya? Gue memahami proses seseorang dalam mendalami agama dan kepercayaan adalah sesuatu yang personal. Tapi di sisi lain bisa juga jadi sesuatu yang cultural dan politis. Culture itu akan saling memakan. Entah dengan cara yang halus ataupun keras.
Sebagai muslim, tentunya gue bakal seneng kalau punya lingkungan yang memudahkan gue buat beribadah. Gue bakal happy banget kalo bisa WFH di mall atau mobile pake kendaraan umum tanpa mikir ribet sholat karena tempat sholat dan wudu accessible. Di agama lain, pasti ada juga orang yang kayak gue.
Kalau kita nggak maksain banyak hal, keinginan semacam ini akan jadi keinginan yang baik. Tapi kalau kita mulai maksain, kita bakal berujung memaksakan budaya kita ke orang lain dan pasti akan ada orang yang ruang nyamannya tergusur. Dalam kerajaan berbasis agama apapun, pasti akan ada pihak yang dikucilkan.
Dari sini, apakah sekular selalu terbaik dibandingkan teokrasi? Belum tentu juga. Sekularis dan teokrasi itu masih dalam tataran konsep. Yang berpengaruh di tataran praktis ya kualitas manusianya.
Gue pernah mikir bahwa pemerintahan berbasis Islam pasti bagus karena Alquran nggak akan pernah mengajarkan hal yang salah. Tapi kenyataannya tidak semudah itu. Alquran itu tatarannya masih di pedoman yang harus diturunkan lagi ke sesuatu yang lebih konkrit. Cara menurunkan pedoman ke tataran praktis ini yang butuh ekspertise dan kebaikan hati manusia.
Maka mengkondisikan lingkungan biar menghasilkan orang-orang yang berilmu dan penuh welas asih tuh jauh lebih penting. Pola pikir kita tentang peradaban nggak bisa biner. Mengusahakan yang terbaik dalam kondisi yang serba tidak sempurna adalah ikhtiar yang bisa kita lakukan sebagai manusia tanpa banyak modal di akhir zaman ini ~XD Dulu tuh pola pikir gue tentang memperbaiki lingkungan di bidang politik ya dengan memilih caleg atau presiden yang baik. Tapi ternyata enggak. Di kerajaan berbasis agama, akan selalu ada resi, ulama, ataupun brahmana yang berseberangan dengan pemerintah. Mereka ini adalah ilmuwan yang tekun banget di bidangnya sehingga mereka tetap mampu berpikir jernih meskipun yang lain tidak. Salah satu cara memperbaiki lingkungan adalah dengan menjadi cerdas. Tahu kebutuhan kita sebagai manusia sehingga kita bisa mengusahakannya baik di ranah personal ataupun ruang publik.
Contohnya?
Gue sebagai perempuan amat sadar tentang kebutuhan tempat kerja yang ramah perempuan. Maka gue bakal mengusahakan itu di tempat kerja gue. Setidaknya kalo gue nggak bisa bikin semua perempuan nyaman, gue bisa mengusahakan agar para perempuan di sekitar gue bekerja dengan baik. Akan lebih baik lagi kalau kita bisa menyuarakan ini ke tempat yang lebih luas sehingga dampaknya juga lebih luas juga.
Selama gue belajar tentang politik Islam, topik yang gue dapet lebih banyak Qiyadah wal Jundiyah, dakwah Tabligh dan Tamkin. Gue belum menemukan forum umum yang mengkaji kebijakan dan menghasilkan naskah akademik yang komprehesif. Well, ini mungkin memang bukan bahasan awam dan jadinya akademisi banget. Tapi menurut gue yaa, orang berilmu itu nggak selalu di ranah legislatif. Kadang-kadang kita perlu berdiri tegak di bidang kita dan mengkaji hal-hal yang memang bermanfaat ~XD whoaa gue ngomongnya kejauhan. Begitulah.
Topik terakhir tentang ekologi. Ini yang paling lucu. Topik ini seperti merangkum semua topik yang gue pelajari sebelumnya. Di ekologi, gue awalnya belajar tentang konsep ekosistem. Setelah itu gue belajar tentang psikologi manusia tentang lingkungan. Setelah itu? Gue belajar tentang sejarah interaksi antara manusia dan ekosistem dari zaman mesopotamia sampai sekarang. Gue berasa amaze banget sama topik world building ini. Betapa Allah memampukan manusia untuk menemukan dan menyimpan konsep sebanyak itu :")
Dalam sejarahnya, ada manusia-manusia yang menganggap alam sebagai saudara sehingga mereka menghormati alam dengan baik. Kemudian datanglah para kolonial yang materialistik. Mereka menganggap bodoh manusia yang memberi ruang hidup bagi selain manusia. Di mata para kolonial ini, semua di depan mereka adalah aset produktif. Termasuk manusia yang modalnya lebih rendah dari mereka pun demikian. Akhirnya kita jauh dari alam dan semua jadi berantakan :)
Di titik ini gue belajar menjadi manusia yang ramah lingkungan. Tentunya gue tidak akan ekstrim mengubah gaya hidup sampai membuat sabun sendiri. Melainkan belajar mengurangi keinginan yang tidak esensial. Mungkin hikmah dari Allah memperkenalkan konsep hisab adalah agar kita nggak terlalu banyak mengotori lingkungan karena keserakahan kita :")
Manusia selalu merasa jadi aktor yang bisa menolong lingkungan. Padahal sebelum kita hidup, ekosistem sudah berjalan dan banyak berubah. Kita cuma makhluk yang kebetulan bertamu. Tetaplah rendah hati :")
44 notes · View notes
budakbukit · 1 year
Text
Aku rasa kalau ex scandle aku ni korg try, mesti korg dpt..kerja kerajaan kt putrajaya…handal di katil…aktif berlari…stamina terbaik kt katil…
7 notes · View notes
nushax · 1 year
Text
-Secerah Semalam #10-
3:45pm Setelah beberapa bulan berlalu, nushax pun mula memegang tinta mula mengarang segala apa yang terbuku di hati nushax. nushax semakin senang dengan apa yang berlaku di sekeliling nushax. Bukanlah nak cakap yang hidup nushax makin senang ke apa, sebab semuanya sama saja susah senang dia. Tetapi ada jugalah beberapa bahagian yang semakin sesak dan sukar untuk diuruskan. Nak dijadikan cerita, sepanjang sebulan Encik Coe. (Ketua StarLight PolaRis) berhenti daripada semua aktiviti dia, macam-macam yang berlaku dekat nushax. Itupun macam biasalah kan? Takkan semua benda nak diluahkan dekat sini. Kita kena ada privasi juga! Baru-baru ni nushax terasa macam ‘betul ke nushax nak ambil bidang seni bina ni?’ Betul ke apa yang nushax buat ni? Setiap kali nampak pelajar-pelajar animasi tunjuk hasil kerja diorang nushax mesti rasa sedikit cemburu. Kenapa nushax tak boleh buat benda macam tu? Haih, macam biasa juga. Tak habis-habis mempersoalkan segala kemungkinan yang ada dalam hidup ni. Satu lagi impian nushax, kalau dah habis degree, nushax nak sambung master dekat luar negara. Terutamanya negara Jepun. Sengaja nak merasa hidup sebatang kera di negara orang. Tetapi itulah rezeki kita pun masih tak tahu hendak ke mana. Sengaja nak ‘recap’ apa yang berlaku sepanjang nushax menghilangkan diri.
-Muet band biasa-biasa -JLPT n5 masih tak keluar result Sebenarnya, nushax rasa nushax ni banyak saja pencapaiannya. Tetapi ntah kenapa yang kelemahan tu juga yang nushax nak fokus. Contohnya, nushax sangat-sangat rasa tak berguna sebab tak mampu memandu kereta. Itupun nushax fikirkan banyak kali sebenarnya betul ke salah nushax? Tidakkah itu salah kerajaan tu sendiri sebab tidak sediakan kemudahan pergerakan untuk semua. Kenapa yang mampu berkenderaan sahaja yang boleh bergerak ke sana ke sini? Kenapa ya? nushax masih tak puas hati.  Kalau ikutkan diri nushax yang lama, nushax selalu rasa macam nushax tak layak ada kawan yang ramai ataupun ada kawan yang sejati. Rasa macam orang macam nushax ni tak baik. Teruk. Jahat. Eloklah dibiarkan berseorangan. Jadi, kalau ada orang nak berkawan dengan nushax pun, nushax rasa persahabatan tu takkan lama. Ia wujud dan berlalu. Cukup sekadar sekejap. nushax boleh bayang ada orang kata yang nushax ni saja terlebih beremosi. Tetapi itulah apa yang nushax rasa dari dulu sampailah sekarang. Tiada bezapun. 
2 notes · View notes
prhndini · 1 year
Text
Matahari Terbit di Ujung Timur Jawa
Tumblr media
Bagian 1: Terik
Desa Caluring, Kerajaan Blambangan, 1771
Tuk.. Duk.. Tuk.. Duk.. Suara derap ketukan lesung tertangkap indra pendengaranku. Aku sedang mengawasi para buruh tani untuk  mengolah  padi hasil sawah milik keluargaku menjadi beras. Setelah memastikan semuanya beres, aku memberikan upah kepada tiga petani yang menggarap sawah kami di Caluring.
“Terimakasih, mas Seno Darmo” ucap para buruh tani.
“Sama-sama, pak. Oh ya, kira-kira, satu minggu lagi sawah di Ulupampang akan panen. Satu orang petani yang biasa bertugas disana kebetulan tidak bisa menggarapnya, Sepertinya akan kekurangan orang karena sawah disana lebih luas. Pak Joko apakah bisa?” Seno bertanya kepada Pak Joko, salah seorang buruh tani yang paling muda diantara lainnya.
Aku sudah mengetahui track record mereka, sehingga lebih nyaman bagiku untuk bekerja dengan mereka, walau harus mengeluarkan biaya yang lebih besar.
 Sebelum menerima jawaban, aku segera menambahkan, “Aku tau Ulupampang cukup jauh. Akan kuberi kau upah dua kali lipat dari disini. Bagaimana?”
“Baik, mas Seno. Saya bersedia”
“Baiklah kalau begitu. Ini kalian bagi untuk bertiga ya” Aku memberikan sekarung beras kepada mereka. Biarlah keuntunganku jadi tak seberapa. Kupikir masa-masa sekarang ekonomi semakin sulit karena VOC bertindak semena-mena dan menindas kami.
Mengingat kebengisan penjajah itu, dadaku bergemuruh. Aku geram! Disini kami para rakyat bersusah payah bekerja. Lalu seenaknya saja mereka mengambil hasil keringat kami. Belum lagi pungutan pajak yang kian hari kian melambung. Dasar kompeni biadab berdarah benalu!
Para buruh tani mengucap beribu terimakasih kepadaku sebelum mereka pulang. Aku duduk bersandar pada karung-karung beras, menunggu Pak Sumaji. Ia adalah pedagang yang biasa membeli beras hasil panen. Kami berjanji akan bertemu saat sore.
Aku tak sengaja akan tertidur. Karung-karung beras yang hangat ini benar-benar nyaman. Belum sempat aku terlelap, Pak Sumaji akhirnya datang. Setelah transaksi selesai dilakukan, aku pulang sambil memanggul dua karung beras untuk persediaan di rumah.
Kulihat Apak di kejauhan juga memanggul dua keranjang besar yang dikaitkan dengan tongkat di pundak. Itu pasti berisi jagung yang juga baru dipanen. Sepertinya besok aku harus pergi berjualan ke pasar. Untuk jagung, kami memang menjualnya sendiri karena hasilnya tidak begitu banyak dan jumlahnya juga sedikit.
“Pak! Apak!” Aku berteriak memanggil ayahku.
Apak pun menoleh, “Le! Sudah selesai? Ayo pulang sama-sama”
Aku segera menyusul Apak. Kami berjalan bersama menuju rumah kami.
Syukurlah, hasil panen kami cukup melimpah. Sebagian uang ini bisa dipakai untuk membawa emak ke tabib. Semoga emak lekas sehat dan tidak sakit-sakitan lagi.
***
Desa Bayu, Kerajaan Blambangan, 1771
Terik matahari bersinar di atas Desa Bayu. Awan yang membawa air di musim penghujan sedang tidak tampak. Panasnya udara menyengat tubuh para rakyat Blambangan yang datang.
Mereka membawa berbagai kebutuhan pokok, senjata, dan harta benda yang mereka miliki. Kebanyakan datang dari desa lain untuk mencari perlindungan diri dan menghindari kerja paksa. Apalagi semenjak berdirinya Benteng Bayu, desa Bayu menjadi basis perkumpulan rakyat Blambangan. Kian hari kian bertambah penduduk Blambangan yang mengungsi ke desa Bayu yang terletak di lereng gunung Raung.
Kesengsaraan rakyat ini diprakarsai oleh pergantian pemimpin VOC, Komandan Colmond. Kekejamannya menyebabkan penderitaan bagi rakyat Blambangan. Mereka hidup dalam tekanan sosial dan ekonomi. Bagaimana tidak? Orang-orang diperintahkan untuk kerja paksa membuka jalan dan membangun benteng Belanda di Ulupampang tanpa menerima upah dan makanan. Akibatnya, banyak sekali rakyat yang sakit dan mati kelaparan.
Tidak cukup itu saja, untuk memenuhi kebutuhan Belanda, pasukan VOC menyita simpanan beras dan hasil panen penduduk Blambangan. Jika tidak diberikan maka akan dibakar dan dimusnahkan. Sungguh tiada berperikemanusiaan! 
“Sembah nuwun, Pangeran” Seorang pria tua yang baru saja datang bersama istri dan tiga anaknya berterimakasih kepada Pangeran Rampeg Jagapati. Anaknya yang paling kecil sepertinya kelelahan hingga karung yang ia bawa terjatuh. Pangeran dengan ringan tangan membantu membawa barang mereka.
Pangeran Jagapati adalah pemimpin yang dipilih sendiri oleh rakyat Blambangan, mengabaikan Belanda yang dengan lancangnya menunjuk orang dari luar Blambangan untuk mengisi kursi kepemimpinan Kerajaan. Pangeran tinggal di Benteng Bayu dan memimpin daerah ini.
Bagi Pangeran Jagapati, gelar Pangeran hasil bai'at rakyat adalah sebuah amanah. Hanya ongkang-ongkang kaki jelas bukan tabiatnya. Di kehidupan masa mudanya, ia tidak tinggal di istana karena ia adalah anak dari seorang selir raja. Itulah sebabnya dirinya terbiasa berbaur dengan rakyat, sangat rendah hati, dan mengayomi. Darah biru keturunan Prabu Tawangalun II mengalir di nadinya, menurunkan sifat kepemimpinan yang luhur.
“Pangeran, saya persembahkan bedhil Jawa untuk rakyat Blambangan” Lembu Giri—seorang bekel dari desa Tomogoro membawa sepuluh buah senjata api laras panjang. 
Dukungan tidak hanya datang dari kaum rakyat kawula alit, tetapi juga dari para bekel,--lurah, para bekel agung--pembantu bupati, kaum bangsawan, hingga pedagang dari luar Kerajaan Blambangan. Sebut saja komunitas kaum Tionghoa, Bugis, Melayu, Sumbawa. Dukungan yang mereka berikan  berupa senjata, kebutuhan pokok, transportasi, serta informan.
Suatu hari, seorang tangan kanan Pangeran mengungkapkan keresahan hatinya pada Pangeran, “Pangeran, hamba masih khawatir dengan keamanan Benteng Bayu. Senjata kami masih terbatas, dan tidak secanggih milik Belanda. Bagaimanapun Belanda memiliki senjata yang jauh lebih canggih dengan jumlah yang banyak”
Sebagai manusia biasa, hal itu juga sempat terbesit di dalam pikiran Pangeran Jagapati, namun ia memilh untuk menenangkan keresahan tangan kanannya,“Tenang saja, Tuhan akan menganugerahkan Meriam kepada kita”.
Begitulah cara Pangeran Jagapati untuk membesarkan hati para pejuang Bayu.
Pejuang Bayu tidak menyadari, bahwa sekitar enam belas kilometer dari Benteng Bayu, di Ulupampang, para pejabat Belanda kebakaran jenggot dengan kemajuan Desa Bayu. Kompeni takut seluruh rakyat Blambangan akan membela Pangeran Jagapati dan kekuasaannya jatuh sepenuhnya pada rakyat Bumi Blambangan.
“Aku sendiri yang akan memimpin penyerangan ini” Ujar Cornelis van Biesheuvel, kepala residen Blambangan.
Ia melanjutkan, “Schophoff, kau kutunjuk untuk memimpin pasukan menuju desa-desa lainnya. Tugasmu mempengaruhi rakyat agar tidak berpihak kepada Jagapati” Biesheuvel memerintahkan wakilnya.
“Siap, komandan!”    
***
Pada suatu hari yang mencekam. Kala itu adalah tanggal 5 Agustus 1771. Persiapan penyerangan oleh pihak Belanda telah final. Kompeni meng-eksekusi rencananya untuk menlumpuhkan Benteng Bayu. Bunyi tambur, kendang, dan gong bertalu-talu menggema di Desa Bayu. Tanda perang dimulai.
Pasukan VOC menyerang benteng Bayu dengan membentuk formasi segi empat. Pasukan tersebut tidak hanya dari kaum Belanda, namun juga dari pribumi.
Bunyi bedhil dan meriam memekakkan telinga. Pandangan mata menjadi kabur karena gelapnya asap senjata api.  Ayunan parang membelah udara dan menjadi senjata.
Pribumi yang bergabung dengan pasukan VOC membelot. Berbalik membela pasukan Bayu. Sebuah keuntungan bagi pasukan Jagapati.
Korban-korban perang mulai berjatuhan. Pihak Belanda optimis akan menang. Benteng bayu sangat kuat. Pejuang Bayu menguasai medan peperangan dengan baik. Lambat laun keadaan berbalik. Belanda kehilangan ketangguhannya.
Seperti karang bergeming dihempaskan ombak samudra. Kekuatan Benteng Bayu tak terelakkan. Kompeni lari tunggang-langgang. Pejuang Bayu bersuka cita menyambut kemenangan.
“Aku akan kembali dengan kekuatan yang lebih dahsyat!” Biesheuvel berjanji kepada dirinya sendiri. Ia dan pasukannya yang selamat segera memacu kudanya kembali ke Ulupampang.
Bersambung
5 notes · View notes
kapkunkap12 · 2 years
Text
Jawatan Lembaga Lebuh Raya 2023
Jawatan Lembaga Lebuh Raya 2023 | Permohonan adalah terbuka kepada seluruh rakyat malaysia yang berkelayakan dan berminat untuk mengisi kekosongan jawatan-jawatan yang ditawarkan seperti berikut. Jawatan Lembaga Lebuh Raya 2023 Pembantu Operasi Gred N11Gaji ditawarkan : RM1,216 – RM2,983 Syarat asas permohonan Terbuka kepada warganegara malaysia berusia tidak kurang daripada 18 tahun pada…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
terbakordotcom · 2 years
Photo
Tumblr media
Jadual Ujian Psikometrik November tahun 2022. Jadual akan dikemaskini dari semasa ke semasa. Semak panggilan anda di link semakan di bawah. Lawati: https://www.ptdexam.com/jadual-ujian-psikometrik-november-2022-dikemaskini/
0 notes
ramengir · 2 years
Text
gegara sakit hati seorang ibu tewas dihantam tabung gas oleh karyawannya yang baru bekerja 5 hari
gegara waris seorang anak melukai orang tuanya
gegara kesenggol pengemudi Fortuner mengeluarkan air soft gun dan pedang untuk merusak mobil brio
ketika kesabaran manusia kini setipis tisu
ya Allah aku juga tinggal se atap ama paman suami yang kadang kerja kadang ngga, kerajaan ya tidur melulu dan kadang terganggu saat anak anak ribut over.
sometimes I badmouthing him
pernah belio mara juga banting ember dan pintu gegara belio sakit covid dan anak anak kularang dekat dekat. caraku salah reaksi ku berlebihan. belau punya anak tapi ga di anggap bapak karena tidak menafkahi.
ya Allah boleh ya pindah dari sini ....rumah ini kejual atuh lah.
pengen hidup di rumah sendiri kalo pun ada orang lainnya ya jangan se atap.
belum dikabul doa yang ini ...mengsad
moga ga bikn mood jelek hari ini
3 notes · View notes
suara-rakyat-blog · 1 year
Video
youtube
Noh Omar jangan cerita banyak. Dia dipecat sebab dia sendiri minta minta dipecat. Patutnya di hanya digantung saja kerana sabotaj parti sendiri (UMNO). 
Kamu juga buat pelanggaran disiplin yang kamu dah buat. Kalau dia tak buat pelanggaran disiplin. Kalau dia berjiwa besar. Patutnya dia bantu calon baru yang mengantikan tempat dia. 
Tak mungkin kerusi Tanjung Karang tu boleh kalah. Tapi bila dia sabotaj calon yang yang menentang dia. Sekarang dia gelar Kak Bibah tu sebagai pengkhianat. 
Ehh lepas ni orang makan rasuah, kalau ada orang report. Boleh ke kita panggil oarang yang report tu pengkhianat. Apa yang Kak Bibah buat tu betul. Kak Bibah melaporkan salah laku Noh Omar yang terang-terang Sabotaj parti.
0 notes
bebacotan-blog · 2 years
Text
Catatan Seorang Migrant: Kenapa saya meninggalkan Desoner.
Sekitar 7 tahun yg lalu, saya datang ke Bali bukan untuk membuat benteng, membangun kerajaan, atau menyusun dinasti yang akan mengangkat saya menjadi seorang 'tokoh'. 
 Kalau boleh jujur, saya tidak tahu apa tujuan saya pertama kali saya datang ke Bali. Yang jelas, saya sudah merasa bahwa kota yang saya tinggali sebelumnya (Jakarta), maupun kota kelahiran saya (Bandung) bukanlah tempat yang cocok bagi saya untuk mengembangkan potensi yang saya punya.
 Dua tahun pertama saya di Bali (2016-2017), selepas luntang lantung jobless, saya kemudian mendapatkan kesempatan untuk bekerja di media: tahun pertama di The Beat magazine, dan tahun kedua di Bali Secret Life.
 Ketika saya bekerja di kedua media tersebut, saya membaca semacam pemetaan skena hiburan malam yang tidak sehat; bagaimana talenta lokal dibuang ke venue2 macam akasaka & bosche, dengan bentuk hiburan yang begitu-begitu saja. Diluar itu, semua talent di venue2 ternama lainnya terdiri dari  90% nama-nama expat. Ada semangat yg sama dengan venue-venue di Jakarta pada saat itu, kota yang saya tinggalkan; yang penting bule, kualitas nomer dua. Bahkan saya tahu beberapa venue yang secara tegas hanya menyewa talent expat.
 Sejalan dengan waktu, saya juga memperhatikan migrasi besar-besaran dari anak-anak muda yang bergerak di bidang kreatif dari kota-kota besar di Indonesia. Terhitung kurang lebih dari 2011 (atau mungkin dari sebelumnya) sampai sekarang, berbondong-bondong berpindahan lah anak-anak muda tersebut; memulai start-up, merintis karir di berbagai bidang kreatif, ada yang jadi DJ, VJ, Lighting Engineer, Sound Engineer, Event Organizer, visual artists, kurator, produsen merchandise, tattoo artist, memulai media elektronik sendiri seperti radio online, dan bahkan membangun venue-venue kreatif serta lain sebagainya.
 Para pendatang ini kemudian secara perlahan mulai bekerja sama dengan talent-talent lokal, bisnis-bisnis lokal, komunitas-komunitas lokal, dan memperkaya khasanah dunia hiburan dan seni kontemporer di Bali, walaupun terjadi sedikit penolakan terhadap kami:  dianggap mengambil jatah kerja warga lokal lah, dianggap sombong dan tidak mau bergaul dengan warga lokal lah, sok eksklusif, dan lain sebagainya. 
 Padahal, perjuangan yang kami lakukan untuk secara perlahan menginfiltrasi venue-venue hiburan di Bali tidaklah mudah. Dari menggotong-gotong alat DJ pinjaman dan hanya dibayar 800 ribu untuk 3 hour set, naik turun scaffolding untuk membuat instalasi visual dan kemudian mengooperasikannya sepanjang malam sampai pagi dengan bayaran yang tidak sesuai, mengerjakan konten2 video dan foto untuk dokumentasi event hanya untuk exposure, dan lain sebagainya.
 Terlebih lagi, ada pihak-pihak yang memanfaatkan issue soal pendatang ini untuk mengangkat nama mereka sebagai 'pembela hak-hak skena lokal' yang kalau kamu tanya saya, ini hanya omong kosong belaka. Terbukti dengan tidak adanya usaha dari mereka untuk mengangkat skena lokal yang dulu mendukung naiknya mereka, bahkan ketika mereka sampai ke kancah international. Festival-festival 'lokal' yang mereka buat pun akhirnya cuma menjadi ajang angkat ego, pembuktian eksistensi, dan usaha mereka dalam membangun aliansi-aliansi dengan misi mendiskreditkan 'musuh' mereka, yang kemudian terbukti bersifat divisive dan non konstruktif. Yang lucu adalah, dikemudian hari, apa yang mereka cela-cela di masa lalu, kemudian mereka lakukan sendiri: mencela venue A, tapi karyanya di display berbulan-bulan disana. Anti sama venue B, tapi toh kemudian showcase juga perform disana. 
Cuih!
 Namun diluar itu, harus diakui bahwa memang banyak kolektif-kolektif, baik pendatang maupun expat, yang sifatnya cenderung eksklusif dan elitist (dan mungkin juga ini terjadi tanpa mereka sadari). Dan harus diakui image ini juga dieksploitasi oleh beberapa venue di Bali; pekerja kreatif adalah anak-anak "jaksel" (as a stereotype, karena stereotype ini berlaku juga bahkan untuk anak muda dari kota-kota lain, bahkan Bali sendiri) yang bicaranya was-wes-wos dan selera musiknya mesti begini, gaulnya mesti begitu, dan kalau mau dianggap kamu mesti ikut gerbong si ini dan si itu. Ironis bahwa di kemudian hari venue-venue ini malah lebih fokus membawa talent luar negeri terus menerus. 
 Beruntung di kemudian hari, semakin banyak yang menyadari bahwa kuda-kuda seperti ini hanya mengkerdilkan perkembangan kolektif mereka secara khusus, dan skena keseluruhan secara general. Ini juga tidak terlepas dari usaha-usaha individu dan kolektif-kolektif yang mencoba mencairkan gunung es diantara kelompok-kelompok yang ada di Pulau Bali yang kita cintai ini.
Atas dasar pengalaman yang saya tuliskan diatas, adalah sebuah antithesis apabila kemudian saya harus turut mendukung kolektif yang secara terang-terangan mementingkan revenue dan ego kelompok dengan cara menginjak-injak usaha yang telah secara susah payah dibangun oleh pihak-pihak lain, dengan semangat kompetitif yang tidak sehat. Apalagi mengingat track records manajemen yang berantakan dan tendensi mereka untuk memandang talent lokal secara sebelah mata. Bila kolaborasi yang dibangun dengan pihak eksternal menjadi lebih penting dibanding dengan usaha untuk memajukan talenta-talenta yang ada di lingkar mereka sendiri, maupun talenta lokal yang berlimpah di sekitar mereka, tentunya wajar bila saya mempertanyakan kemana tujuan kolektif tersebut bergerak.
Akhir kata, apa yang saya pribadi perjuangankan kedepan adalah bekerja sama dengan SEMUA talenta yang ada di Bali secara khusus, dan Indonesia secara luas, baik warga lokal Bali, pendatang dari pulau-pulau lain, maupun pendatang internasional yang tinggal di Bali, maupun diundang secara khusus, demi perkembangan skena yang sehat, berkarakter, dan berkesinambungan. 
 Bali adalah Bali, bukan Berlin, bukan Ibiza, bukan Tulum, bukan London, bukan LA dan stereotype pusat-pusat party dan kultur anak muda dunia lainnya. Saya juga ingin mengangkat musik elektronik, club culture, serta semua elemen yang terlibat didalamnya, menjadi lebih dari sekedar hiburan. What would happen beyond the dancefloor? Itu pertanyaan yang saya ingin jawab, dan dengan hati yang bersih dan tangan terbuka, saya mengundang semua kawan yang tertarik untuk bersama-sama menjelajah this new frontier. Seperti yang kawan baik saya Doctoryez ucapkan, "udah waktunya cang, kita bersihin lagi skena nya dari segala drama-drama yang gak penting". And I couldn't agree more. 
Here's to a better future, together 🍻
5 notes · View notes
budakbukit · 1 year
Text
Sorg bini org tu kerja kerajaan..sorg lagi swasta..kebetulan kenal kt ig..dm2..sekali dpt..nikmat
5 notes · View notes
johnygrim-blog · 2 years
Text
Catatan Seorang Migrant: Kenapa saya meninggalkan Desoner:
Sekitar 7 tahun yg lalu, saya datang ke Bali bukan untuk membuat benteng, membangun kerajaan, atau menyusun dinasti yang akan mengangkat saya menjadi seorang 'tokoh'. 
 Kalau boleh jujur, saya tidak tahu apa tujuan saya pertama kali saya datang ke Bali. Yang jelas, saya sudah merasa bahwa kota yang saya tinggali sebelumnya (Jakarta), maupun kota kelahiran saya (Bandung) bukanlah tempat yang cocok bagi saya untuk mengembangkan potensi yang saya punya.
 Dua tahun pertama saya di Bali (2016-2017), selepas luntang lantung jobless, saya kemudian mendapatkan kesempatan untuk bekerja di media: tahun pertama di The Beat magazine, dan tahun kedua di Bali Secret Life.
 Ketika saya bekerja di kedua media tersebut, saya membaca semacam pemetaan skena hiburan malam yang tidak sehat; bagaimana talenta lokal dibuang ke venue2 macam akasaka & bosche, dengan bentuk hiburan yang begitu-begitu saja. Diluar itu, semua talent di venue2 ternama lainnya terdiri dari  90% nama-nama expat. Ada semangat yg sama dengan venue-venue di Jakarta pada saat itu, kota yang saya tinggalkan; yang penting bule, kualitas nomer dua. Bahkan saya tahu beberapa venue yang secara tegas hanya menyewa talent expat.
 Sejalan dengan waktu, saya juga memperhatikan migrasi besar-besaran dari anak-anak muda yang bergerak di bidang kreatif dari kota-kota besar di Indonesia. Terhitung kurang lebih dari 2011 (atau mungkin dari sebelumnya) sampai sekarang, berbondong-bondong berpindahan lah anak-anak muda tersebut; memulai start-up, merintis karir di berbagai bidang kreatif, ada yang jadi DJ, VJ, Lighting Engineer, Sound Engineer, Event Organizer, visual artists, kurator, produsen merchandise, tattoo artist, memulai media elektronik sendiri seperti radio online, dan bahkan membangun venue-venue kreatif serta lain sebagainya.
 Para pendatang ini kemudian secara perlahan mulai bekerja sama dengan talent-talent lokal, bisnis-bisnis lokal, komunitas-komunitas lokal, dan memperkaya khasanah dunia hiburan dan seni kontemporer di Bali, walaupun terjadi sedikit penolakan terhadap kami:  dianggap mengambil jatah kerja warga lokal lah, dianggap sombong dan tidak mau bergaul dengan warga lokal lah, sok eksklusif, dan lain sebagainya. 
 Padahal, perjuangan yang kami lakukan untuk secara perlahan menginfiltrasi venue-venue hiburan di Bali tidaklah mudah. Dari menggotong-gotong alat DJ pinjaman dan hanya dibayar 800 ribu untuk 3 hour set, naik turun scaffolding untuk membuat instalasi visual dan kemudian mengooperasikannya sepanjang malam sampai pagi dengan bayaran yang tidak sesuai, mengerjakan konten2 video dan foto untuk dokumentasi event hanya untuk exposure, dan lain sebagainya.
 Terlebih lagi, ada pihak-pihak yang memanfaatkan issue soal pendatang ini untuk mengangkat nama mereka sebagai 'pembela hak-hak skena lokal' yang kalau kamu tanya saya, ini hanya omong kosong belaka. Terbukti dengan tidak adanya usaha dari mereka untuk mengangkat skena lokal yang dulu mendukung naiknya mereka, bahkan ketika mereka sampai ke kancah international. Festival-festival 'lokal' yang mereka buat pun akhirnya cuma menjadi ajang angkat ego, pembuktian eksistensi, dan usaha mereka dalam membangun aliansi-aliansi dengan misi mendiskreditkan 'musuh' mereka, yang kemudian terbukti bersifat divisive dan non konstruktif. Yang lucu adalah, dikemudian hari, apa yang mereka cela-cela di masa lalu, kemudian mereka lakukan sendiri: mencela venue A, tapi karyanya di display berbulan-bulan disana. Anti sama venue B, tapi toh kemudian showcase juga perform disana. 
Cuih!
 Namun diluar itu, harus diakui bahwa memang banyak kolektif-kolektif, baik pendatang maupun expat, yang sifatnya cenderung eksklusif dan elitist (dan mungkin juga ini terjadi tanpa mereka sadari). Dan harus diakui image ini juga dieksploitasi oleh beberapa venue di Bali; pekerja kreatif adalah anak-anak "jaksel" (as a stereotype, karena stereotype ini berlaku juga bahkan untuk anak muda dari kota-kota lain, bahkan Bali sendiri) yang bicaranya was-wes-wos dan selera musiknya mesti begini, gaulnya mesti begitu, dan kalau mau dianggap kamu mesti ikut gerbong si ini dan si itu. Ironis bahwa di kemudian hari venue-venue ini malah lebih fokus membawa talent luar negeri terus menerus. 
 Beruntung di kemudian hari, semakin banyak yang menyadari bahwa kuda-kuda seperti ini hanya mengkerdilkan perkembangan kolektif mereka secara khusus, dan skena keseluruhan secara general. Ini juga tidak terlepas dari usaha-usaha individu dan kolektif-kolektif yang mencoba mencairkan gunung es diantara kelompok-kelompok yang ada di Pulau Bali yang kita cintai ini.
Atas dasar pengalaman yang saya tuliskan diatas, adalah sebuah antithesis apabila kemudian saya harus turut mendukung kolektif yang secara terang-terangan mementingkan revenue dan ego kelompok dengan cara menginjak-injak usaha yang telah secara susah payah dibangun oleh pihak-pihak lain, dengan semangat kompetitif yang tidak sehat. Apalagi mengingat track records manajemen yang berantakan dan tendensi mereka untuk memandang talent lokal secara sebelah mata. Bila kolaborasi yang dibangun dengan pihak eksternal menjadi lebih penting dibanding dengan usaha untuk memajukan talenta-talenta yang ada di lingkar mereka sendiri, maupun talenta lokal yang berlimpah di sekitar mereka, tentunya wajar bila saya mempertanyakan kemana tujuan kolektif tersebut bergerak.
Akhir kata, apa yang saya pribadi perjuangankan kedepan adalah bekerja sama dengan SEMUA talenta yang ada di Bali secara khusus, dan Indonesia secara luas, baik warga lokal Bali, pendatang dari pulau-pulau lain, maupun pendatang internasional yang tinggal di Bali, maupun diundang secara khusus, demi perkembangan skena yang sehat, berkarakter, dan berkesinambungan. 
 Bali adalah Bali, bukan Berlin, bukan Ibiza, bukan Tulum, bukan London, bukan LA dan stereotype pusat-pusat party dan kultur anak muda dunia lainnya. Saya juga ingin mengangkat musik elektronik, club culture, serta semua elemen yang terlibat didalamnya, menjadi lebih dari sekedar hiburan. What would happen beyond the dancefloor? Itu pertanyaan yang saya ingin jawab, dan dengan hati yang bersih dan tangan terbuka, saya mengundang semua kawan yang tertarik untuk bersama-sama menjelajah this new frontier. Seperti yang kawan baik saya Doctoryez ucapkan, "udah waktunya cang, kita bersihin lagi skena nya dari segala drama-drama yang gak penting". And I couldn't agree more. 
Here's to a better future, together 🍻
6 notes · View notes