#kehati
Explore tagged Tumblr posts
Text
Kebajikan Kehati-hatian dalam Tindakan Manusia
Kebajikan merupakan fondasi dari kehidupan yang bermakna. Di antara sekian banyak kebajikan yang dikenal, salah satunya adalah kehati-hatian. Merupakan sebuah nilai yang menandakan kemampuan seseorang dalam merenungkan, membedakan yang baik dari yang buruk, dan bertindak secara moderat dalam berbagai situasi kehidupan. Memahami Esensi Kehati-hatian Kehati-hatian adalah panggilan untuk…
View On WordPress
0 notes
Text
Kehati Foundation Job Vacancy: Communication Officer, Jakarta
KEHATI FOUNDATION JOB VACANCIES 2024 COMMUNICATION OFFICER Develop a work plan and budget plan to implement Ananta Fund’s Communication Strategy. Prepare regular and annual reports. Develop content and communication materials, such as newsletters, infographics, presentations, press releases, videos, social media, website, etc. Develop social media platforms, including websites, Facebook,…
View On WordPress
0 notes
Text
Untirta Gelar Sarasehan Mangrove Selat Sunda
SERANG – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) menggelar sarasehan mangrove Selat Sunda di aula Fakultas Perikanan dan Pertanian Untirta Sindangsari, Kabupaten Serang, Kamis (12/10/2023). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan sinergitas para pemegang kebijakan dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Selat Sunda. Selain Untirta, kegiatan ini juga bekerja sama dengan PT Asahimas…
View On WordPress
#Fakultas Perikanan dan Pertanian Untirta#Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Eli Susiyanti#PT Asahimas Chemical#sarasehan mangrove Selat Sunda#Wakil Dekan II Fakultas Perikanan dan Pertanian Untirta Yudi Salampessy#Yayasan Kehati
0 notes
Link
OJK mencabung izin usaha PT BPR Bagong Inti Mega di Banyuwangi, Jawa Timur karena dijalankan tanpa prinsip hati-hatian dan membahayakan.
0 notes
Text
Diambil dari kisah Imam Ahmad rahimahullah, beliau ketika keluar, menutupi wajahnya dengan sorban yang dikenakannya, sebab tidak ingin diketahui, lalu ketika melewati kerumunan orang, terdengar olehnya semua orang membicarakan dan memuji-muji dirinya.
Kenapa? Sebab amal beliau telah mencerminkan ilmunya. Maa syaa Allah. Lalu bagaimana beliau menyikapinya? Apakah beliau bangga setelah mendengar hal itu?
Tidak. Beliau justru sedih dan mengatakan, "Aduh celaka aku. Jangan-jangan ini istidraj."
Istidraj adalah tipu daya dari Allah ﷻ untuk makhluk-Nya yang bersifat keuntungan. Dia merasa itu sebagai pemuliaan Allah ﷻ terhadap dirinya, padahal keuntungan itu justru akan menjerumuskannya pada azab.
Inilah contoh nyata seorang hamba yang Allah ﷻ sifati di QS. Fathir: 28, "Sesungguhnya yang takut kepada Allah ﷻ di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama."
Mereka yang berilmu (ulama) tahu bahwa hal itu bisa menjadi fitnah baginya. Pujian bisa menjadi fitnah yang mendatangkan ujub, riya atau takabur sehingga mereka tidak bangga dengan hal itu, melainkan waspada dan sangat berhati-hati.
Sebagaimana Imam Ahmad rahimahullah, yang justru menganggap pujian yang beliau dapatkan sebagai istidraj.
Inilah bentuk kehati-hatian beliau yang perlu dicontoh yaitu jauhi pujian, jikalau qadarullah dipuji, jangan lantas senang atau bangga.
Berhati-hatilah, selain boleh jadi itu istidraj, hal itu juga bisa menimbulkan ujub, riya atau takabur yang merupakan kesyirikan. Dan dikagumi juga bisa menimbulkan penyakit 'ain, maka hiasilah dirimu dengan tawadhu'.
57 notes
·
View notes
Text
Baruch Dayan HaEmet
This was 20 year old Sgt. Gur Kehati, of the Golani Brigade's 13th Battalion, from Nir Banim who was killed in action in Lebanon
May his memory be for a blessing.
33 notes
·
View notes
Text
Hai Mas!
Aku tidak tahu sebenarnya ingin mengabarkan apa, kita sudah lama asing seperti tak pernah saling ingin. Hanya saja hari ini aku menyadari sesuatu yang cukup menyenangkan, bahwa tanpa kamu duniaku tetap luar biasa.
Jika kuingat, ternyata selama masa itu, aku tak benar-benar menjadi aku sebelum kau, yang bebas dan merdeka. Seolah pertemuan kita membawa semua batas yang membuat aku begitu hati-hati bertindak. Kehati-hatian yang berlebihan, hingga tanpa sadar aku jadi berhenti banyak bicara.
Aku jadi mempertanyakan kembali, siapa yang kau lihat hari itu, hingga kau berani mengetuk hatiku? Saat kusadari, aku yang berwarna sedang mengubah warnanya di hadapanmu.
91 notes
·
View notes
Text
Perbedaan antara zuhud dan wara' adalah sebagai berikut:
1. Zuhud: Zuhud adalah sikap hati yang tidak berlebihan dalam hal-hal yang mubah (halal) dan tidak terikat pada dunia. Seorang yang zuhud tidak mengutamakan urusan duniawi, meskipun hal itu diperbolehkan. Ia lebih memilih kesederhanaan dan berfokus pada urusan akhirat, walaupun ia memiliki kemampuan atau harta dunia. Zuhud lebih mengarah pada sikap meninggalkan kecintaan yang berlebihan terhadap dunia dan segala sesuatu yang bersifat sementara.
2. Wara': Wara' adalah sikap berhati-hati dalam menjauhi perkara-perkara yang syubhat (meragukan) atau bahkan hal-hal yang bisa membawa kepada yang haram. Seseorang yang memiliki sifat wara' akan menghindari hal-hal yang tidak jelas kehalalannya, meskipun secara lahiriah tampak mubah. Sikap wara' lebih menekankan pada kehati-hatian dalam menjalankan syariat agar terhindar dari dosa atau perbuatan yang dilarang.
Singkatnya, zuhud lebih terkait dengan sikap meninggalkan ketergantungan pada hal-hal duniawi yang halal, sedangkan wara' lebih berfokus pada kehati-hatian dalam menghindari yang syubhat dan mendekati yang haram.
— Ustadz DR. Ali Musri Semjan Putra, MA
37 notes
·
View notes
Text
117.
Aku terpukau dengan cara berpikirmu. Di sana, aku diizinkan untuk menenggelamkan diri dengan leluasa. Di sana, semua kusut dalam kepalaku mampu teurai.
Yang bengkok, kamu luruskan. Yang rumit kamu coba sederhanakan dan yang salah kamu benarkan dengan penuh kehati-hatian dan kelembutan.
Aku takjub pada tetiap tutur katamu. Di sana tidak ku temukan lisan yang menyakiti pun kalimat kasar yang terucap. Kamu bijak memilah dan memilih supaya yang keluar dari mulutmu adalah sesuatu yang menenangkan pendengar.
Aku kagum pada caramu menasihati. Kamu tidak pernah menggurui dan merasa paling benar sendiri. Hatimu lapang dalam menerima perbedaan pendapat. Kamu menghargai apapun yang berselisih paham denganmu.
Untukku, kamu serupa rumah yang penuh kehangatan dengan pohon rindang yang tumbuh pada halamannya. Di sana, perasaan nyaman selalu ku dapatkan—teduh lagi meneduhkan.
Hujan, 10.43 | 02 Februari 2023.
527 notes
·
View notes
Text
Mengutip kalimat seseorang, bahwa "apa yang kita terima hari ini adalah bentuk dari keputusan-keputusan yang kita ambil". Andai saja aku tau akhirnya seperih ini, sesakit ini, keputusan itu tidak akan pernah aku ambil. Tapi, takdir berkata lain.
Sebagaimana keputusan itu, Allah juga selalu memberikan kita pilihan-pilihan takdir, tapi tetap, kendali memilih ada pada diri kita. Maka, untuk menyalahkan sesuatu yang telah terjadi pun rasanya hanya menjadi sebuah penyesalan biasa saja.
Hikmah yang perlu diambil, pelajaran yang perlu dipelajari, dan kehati-hatian dalam memutuskan. Allah Maha Baik. Tanpa adanya ujian, maka tidak akan pernah aku merasakan ibadah senikmat itu, sujud setenang itu hingga merasa sedang dipeluk oleh-Nya. Tanpa adanya ujian itu, maka tidak pernah ada cerita yang dibagikan pada orang tua yang sudah senja, tidak ada kekuatan yang mereka berikan padaku.
Keputusan, takdir Allah dan kendali diri. Dunia dan seisinya hanyalah sebuah ujian. Maka, hanya kepada-Nya lah sebaik-baiknya kita kembali.
Cirebon, 25 Desember 2024.
15 notes
·
View notes
Text
perlu dicatat, menjadi pendiam bukan tanda kelemahan atau rendahnya value seseorang. bahkan dalam banyak hal, banyak bicara yang tak perlu menunjukkan kedangkalan dan tinggi nya ego.
ada begitu banyak hal yang bisa kita pelajari ketika diam. kita ingat pada sosok Bung Hatta. Ia memilih menjadi pendiam namun ketika diberi kesempatan, Ia bicara gagasan penting bagi bangsa dan ditakuti oleh lawan politiknya.
dalam konteks tertentu diam menunjukkan apatis, penolakan, atau cara untuk menghindari tanggungjawab. namun dalam hal lain, diam dibutuhkan sebagai bentuk kehati-hatian dan kesopanan. Bicaralah jika harus bicara. Diamlah jika harus diam.
orang yang tak banyak bicara biasanya punya self control yang baik. disegani. mempunyai arti yang lebih ketika bicara. maka tak jarang pemimpin memegang prinsip "silentium est aureum". silence is golden.
Pak Harto, "The Smiling General", contohnya. Sifat diamnya menjadi hal yang disegani. mukanya yang selalu tersenyum memiliki sejuta arti komando dibalik keheningannya.
sometime speaking is good. but when you know yourself and the situation, saying nothing would be better. telebih di era media sosial, semua orang dapat berkomentar terhadap banyak hal. maka menjadi pendiam terhadap hal yang tak dipahami, lebih mengantarkan pada keselamatan. baik bagi kita maupun orang lain.
sesorang yang memilih menjadi diam butuh self control yang kuat. kemudian akan tumbuh menjadi pribadi yang hati-hati, tidak mudah judge, berpikir luas, dan tak mudah terbawa arus. menjadi diam itu pilihan dan butuh kedewasaan.
"Falyaqul khoiron, au liyashmut", berkatalah yang baik atau diam.
28 notes
·
View notes
Text
5 Keajaiban Sastra dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an bukan hanya kaya secara spiritual, tetapi juga merupakan mahakarya dalam keindahan bahasanya. Setiap kata dipilih dengan penuh kebijaksanaan, membuka lapisan demi lapisan pemahaman yang mendalam. Keindahan tersembunyi ini sering kali membuat kita terpesona, menyadarkan kita bahwa keagungan Al-Qur'an melampaui segala yang bisa kita bayangkan. Berikut adalah 5 kejaiban sastra Qur’an.
1. Makna Beragam dari “Ayah” Kata “Ayah” memiliki makna yang jauh melampaui terjemahan sederhana sebagai “ayat” melainkan mencakup berbagai dimensi makna.
Dalam Al-Qur’an, sebuah kalimat tidak hanya merujuk pada rangkaian kata, tetapi juga mencakup tanda-tanda Allah yang tersebar di seluruh alam semesta baik dalam bentuk peristiwa, manusia, dan fenomena alam.
Secara linguistik, “Ayah” mengandung makna nilai, rasa ingin tahu, petunjuk, keheranan, perhatian, keyakinan, makna, niat, dan tanda. Hal ini mencerminkan sifatnya yang kaya dan beragam.
Oleh karena itu, memahami makna sejati dari “Ayah” tidak hanya mempererat hubungan kita dengan Al-Qur’an, tetapi juga mengubah cara kita melihat dan memahami dunia di sekitar kita.
2. Bentuk Jamak yang Agung Dalam Al-Qur'an, Allah sering menggunakan bentuk jamak yang agung, seperti "Kami," untuk menunjukkan otoritas-Nya yang tunggal dan mutlak. Namun, bentuk jamak ini sama sekali tidak mengacu pada jumlah; Al-Qur'an dengan tegas menyatakan bahwa Allah itu Esa.
Ini adalah cara untuk menegaskan kebesaran dan keagungan-Nya, sebuah gaya bahasa yang juga sering ditemukan dalam tradisi kerajaan untuk menekankan kedaulatan.
Yang menarik, Al-Qur'an beralih antara kata ganti jamak, tunggal, dan bahkan orang ketiga dalam penyampaiannya. Pergantian ini dilakukan dengan penuh perhitungan untuk menciptakan efek retoris yang kuat dan mendalam.
Keindahan linguistik ini menggambarkan keajaiban ucapan ilahi Allah, mengundang kita untuk merenungkan ketepatan dan kedalaman setiap kata yang dipilih-Nya.
3. Signifikansi Linguistik Bentuk Kata Kerja vs. Kata Benda Dalam Al-Qur’an, pilihan antara bentuk kata kerja dan kata benda bukan sekedar nuansa linguistik namun merupakan cerminan mendalam dari kedalaman dan ketepatan teks.
Perhatikan ayat berikut: “Dan ketika mereka bertemu dengan orang-orang beriman, mereka berkata, 'Kami telah beriman.' Namun ketika mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka berkata, 'Sesungguhnya kami bersamamu, kami hanya berolok-olok.'” [2:14]
Allah menggambarkan sekelompok orang yang berpura-pura beriman di hadapan orang-orang mukmin, tetapi sebenarnya tetap dalam kekafiran. Ketika bersama kaum beriman, mereka berkata, "Kami beriman," namun bentuk kata kerja dalam Al-Qur'an menunjukkan bahwa keimanan mereka bersifat sementara. Saat kembali ke kelompok mereka sendiri, jati diri mereka terungkap, dan mereka berkata, "Kami hanya berolok-olok."
Dalam bahasa Arab, perpindahan dari kata kerja ke kata benda bukan sekadar perubahan tata bahasa; hal ini mencerminkan sesuatu yang bersifat permanen.
Dengan menggunakan kata benda untuk "berolok-olok" dalam ayat ini, Al-Qur'an menyiratkan bahwa sikap mengejek dan tidak percaya ini bukanlah sesuatu yang sesaat, melainkan telah menjadi bagian dari karakter mereka.
4. Perbedaan Kata Unik dalam Al Quran Salah satu keajaiban linguistik Al-Qur'an terletak pada penggunaan kata-kata yang tampak sinonim dalam bahasa Arab Klasik, namun dibedakan dengan sangat tepat dalam Al-Qur'an. Contohnya adalah penggunaan kata "mata" dan "mata air."
Kata 'ayn, yang berarti "mata" atau "mata air" dalam bahasa Arab Klasik, memiliki bentuk jamak a’yun dan ‘uyun, yang keduanya bisa merujuk pada "mata" atau "mata air." Namun, Al-Qur'an dengan tegas membedakan keduanya: A’yun digunakan untuk merujuk pada "mata" dan muncul 21 kali dalam Al-Qur'an. ‘Uyun dipilih khusus untuk "mata air" dan muncul 10 kali.
Perbedaan ini, yang konsisten sepanjang Al-Qur'an, menonjolkan kedalaman dan kehati-hatian dalam penggunaan bahasa. Selama 23 tahun wahyu diturunkan dalam berbagai konteks, koherensi Al-Qur'an membuktikan asal-usulnya yang luar biasa.
5. Urutan sifat ilahiah: Pemaaf dan Penyayang Salah satu mukjizat linguistik Al-Qur’an terletak pada urutan sifat-sifat Ilahiah yang digunakan. Dalam percakapan sehari-hari, kita sering membuat daftar kualitas tanpa terlalu memikirkan urutannya. Misalnya, seorang guru bisa menggambarkan siswanya sebagai “cerdas, ingin tahu, dan pekerja keras,” dan jika urutannya dibalik menjadi “pekerja keras, cerdas, dan ingin tahu,” kita mungkin tidak merasa ada perbedaan yang signifikan. Namun, dalam Al-Qur’an, urutan kata sangat tepat dan penuh makna.
Sebagai contoh: Kata “Pengampun” (Ghafur) hampir selalu mendahului kata “Yang Maha Penyayang” (Rahim), sesuai dengan prinsip bahwa “mencegah keburukan lebih penting sebelum mendapatkan kemaslahatan.” Namun, ada pengecualian dalam Surah Saba [34:2], yang menyatakan: "Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang keluar darinya, apa yang turun dari langit, dan apa yang naik ke dalamnya. Dan Dialah Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun." Di sini, kita melihat belas kasih datang sebelum pengampunan, dan ini bukan kebetulan. Konsep ini sangat sesuai dengan konteks ayat yang menggambarkan siklus alam—hujan, tumbuh-tumbuhan, kehidupan, dan kematian. Ketika menghadapi kematian, seseorang merindukan rahmat Allah, dan saat dibangkitkan, mereka membutuhkan pengampunan. Urutan belas kasihan sebelum pengampunan mencerminkan kefasihan dan keakuratan Al-Qur'an, dengan setiap pilihan kata yang penuh makna.
Referensi: Bayyinah. (2024, September 13). 5 Literary Miracles in the Quran. Bayyinah. https://bayyinah.com/5-miracles/
15 notes
·
View notes
Text
Tidak dalam "Kerugian"
Aku memilih sakit yang lebih dalam untuk sembuh yang lebih cepat dan harapan yang lekas musnah. Pilihan itu tidak sedikitpun bermaksud untuk memperkaya kebencian apalagi memupuk rasa dendam. Meskipun Beberapa orang melakukan hal demikian.
Aku memilih sakit yang lebih dalam dengan menerima segala yang Ia tunjukkan, bukan untuk menilai betapa buruknya manusia itu. Tapi untuk mengambil banyak pelajaran, bahwa keinginan-keinginan yang kita rasa memiliki dampak yang baik, bisa berarti sebaliknya.
Aku memilih sakit yang lebih dalam untuk mendapatkan pelajaran yang lebih bermakna. Untuk jera yang akan menumbuhkan kehati-hatian. Untuk cara pandang yang lebih luas, diri yang lebih kuat, dan pikir yang lebih dewasa. Setidaknya pada bagian ini, aku tidak berada dalam "kerugian" karena hanya berfokus pada rasa sakitnya.
8 notes
·
View notes
Text
Seni Menahan Diri
Hai, aku boleh cerita sedikit? Jadi akhir-akhir ini, aku suka merasa,,, "kok orang-orang cantik sekali ya?" "Kok pada pinter make up dan bajunya lucu-lucu ya?" "Kayaknya kalo aku make up cantik deh"
Jujur banget, fitrahnya perempuan itu ingin tampil menarik, pengen centil. Bukan karena pengen dilihat, tapi karena lagi mood dan bagus aja make up sama bajunya.
Tapi, aku lagi belajar menahan diri. Hehe :") Susah ya ternyata, buat gak centil dan berpenampilan sederhana di sosial media. Jujur aku gak bisa make up, tapi kadang ngeliat orang lain cantik pake make up, aku juga pengen. Cuma, lagi-lagi aku berusaha menahan diri. "Allah ridho gak ya?" "Berlebihan gak ya?" "Kayaknya videoku tadi terlalu centil deh" "Ibu marah gak ya anaknya dandan" Dan overthinking lainnya yang buat aku sadar, menahan diri untuk melakukan kehati-hatian itu gak gampang :")
Bukan, bukannya aku merasa lebih baik dari mereka. Tapi aku ngerasa punya prinsip yang berbeda aja, dan aku akuin susah banget haha :")
Belajar buat hidup dengan takaran "Allah ridho atau engga". Dikatakan atau tidak, perempuan akan tetap cantik dengan keimanan dan harga dirinya. Semangat berbenah, walaupun gak mudah :")
11 notes
·
View notes
Text
–taman kehati, blitar
#jepretan janet#phone photography#garden#rth blitar#around us#park#shot with android#mobile phone#janet jalan jalan#explore blitar#mine
5 notes
·
View notes
Text
Aku pernah diterpa hujan yang kebetulan. Hujan yang Tuhan datangkan saat aku remuk redam berantakan. Hujan yang rintiknya tak memekakan, namun magisnya kurasakan. Hujan yang menghapuskan kesakitan. Hujan yang menyembuhkan si pesakitan.
Hampir bersamaan, aku pun pernah disapa angin. Angin yang Tuhan tiupkan saat aku mulai tersembuhkan oleh rinai hujan yang mulai menghiasi keseharian. Angin yang memiliki pergerakan tanpa keragu-raguan. Angin yang tak mengenal akan kehati-hatian.
Sebenarnya aku tahu di antaranya mana yang lebih kuutamakan. Tapi ketamakan membuatku memberikan keduanya kesempatan. Bahwa yang menyatakan akan diprioritaskan. Bahwa yang memperjuangkan akan mendapatkan.
Tapi, akhirnya keputusan itu kupertanyakan. Mengapa hujan tak segera menurunkan butiran-butiran perasaan? Mengapa justru angin menampakkan buaian melalui hembusan perhatian? Mengapa justru angin yang menyapa, dan bukan hujan?
Pada akhirnya, aku menampik setiap hembusan karena harapkan deraian. Pada akhirnya, aku meredakan tatapan tanpa membenci hujan. Pada akhirnya, aku mengosongkan pilihan dan belajar memupuskan kuncup yang tak jadi bermekaran.
10 notes
·
View notes