#kehati
Explore tagged Tumblr posts
Text
Kebajikan Kehati-hatian dalam Tindakan Manusia
Kebajikan merupakan fondasi dari kehidupan yang bermakna. Di antara sekian banyak kebajikan yang dikenal, salah satunya adalah kehati-hatian. Merupakan sebuah nilai yang menandakan kemampuan seseorang dalam merenungkan, membedakan yang baik dari yang buruk, dan bertindak secara moderat dalam berbagai situasi kehidupan. Memahami Esensi Kehati-hatian Kehati-hatian adalah panggilan untuk…
View On WordPress
0 notes
Text
Kehati Foundation Job Vacancy: Communication Officer, Jakarta
KEHATI FOUNDATION JOB VACANCIES 2024 COMMUNICATION OFFICER Develop a work plan and budget plan to implement Ananta Fund’s Communication Strategy. Prepare regular and annual reports. Develop content and communication materials, such as newsletters, infographics, presentations, press releases, videos, social media, website, etc. Develop social media platforms, including websites, Facebook,…
View On WordPress
0 notes
Text
Untirta Gelar Sarasehan Mangrove Selat Sunda
SERANG – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) menggelar sarasehan mangrove Selat Sunda di aula Fakultas Perikanan dan Pertanian Untirta Sindangsari, Kabupaten Serang, Kamis (12/10/2023). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan sinergitas para pemegang kebijakan dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Selat Sunda. Selain Untirta, kegiatan ini juga bekerja sama dengan PT Asahimas…
View On WordPress
#Fakultas Perikanan dan Pertanian Untirta#Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Eli Susiyanti#PT Asahimas Chemical#sarasehan mangrove Selat Sunda#Wakil Dekan II Fakultas Perikanan dan Pertanian Untirta Yudi Salampessy#Yayasan Kehati
0 notes
Link
OJK mencabung izin usaha PT BPR Bagong Inti Mega di Banyuwangi, Jawa Timur karena dijalankan tanpa prinsip hati-hatian dan membahayakan.
0 notes
Text
Diambil dari kisah Imam Ahmad rahimahullah, beliau ketika keluar, menutupi wajahnya dengan sorban yang dikenakannya, sebab tidak ingin diketahui, lalu ketika melewati kerumunan orang, terdengar olehnya semua orang membicarakan dan memuji-muji dirinya.
Kenapa? Sebab amal beliau telah mencerminkan ilmunya. Maa syaa Allah. Lalu bagaimana beliau menyikapinya? Apakah beliau bangga setelah mendengar hal itu?
Tidak. Beliau justru sedih dan mengatakan, "Aduh celaka aku. Jangan-jangan ini istidraj."
Istidraj adalah tipu daya dari Allah ﷻ untuk makhluk-Nya yang bersifat keuntungan. Dia merasa itu sebagai pemuliaan Allah ﷻ terhadap dirinya, padahal keuntungan itu justru akan menjerumuskannya pada azab.
Inilah contoh nyata seorang hamba yang Allah ﷻ sifati di QS. Fathir: 28, "Sesungguhnya yang takut kepada Allah ﷻ di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama."
Mereka yang berilmu (ulama) tahu bahwa hal itu bisa menjadi fitnah baginya. Pujian bisa menjadi fitnah yang mendatangkan ujub, riya atau takabur sehingga mereka tidak bangga dengan hal itu, melainkan waspada dan sangat berhati-hati.
Sebagaimana Imam Ahmad rahimahullah, yang justru menganggap pujian yang beliau dapatkan sebagai istidraj.
Inilah bentuk kehati-hatian beliau yang perlu dicontoh yaitu jauhi pujian, jikalau qadarullah dipuji, jangan lantas senang atau bangga.
Berhati-hatilah, selain boleh jadi itu istidraj, hal itu juga bisa menimbulkan ujub, riya atau takabur yang merupakan kesyirikan. Dan dikagumi juga bisa menimbulkan penyakit 'ain, maka hiasilah dirimu dengan tawadhu'.
55 notes
·
View notes
Text
Hai Mas!
Aku tidak tahu sebenarnya ingin mengabarkan apa, kita sudah lama asing seperti tak pernah saling ingin. Hanya saja hari ini aku menyadari sesuatu yang cukup menyenangkan, bahwa tanpa kamu duniaku tetap luar biasa.
Jika kuingat, ternyata selama masa itu, aku tak benar-benar menjadi aku sebelum kau, yang bebas dan merdeka. Seolah pertemuan kita membawa semua batas yang membuat aku begitu hati-hati bertindak. Kehati-hatian yang berlebihan, hingga tanpa sadar aku jadi berhenti banyak bicara.
Aku jadi mempertanyakan kembali, siapa yang kau lihat hari itu, hingga kau berani mengetuk hatiku? Saat kusadari, aku yang berwarna sedang mengubah warnanya di hadapanmu.
91 notes
·
View notes
Text
Perbedaan antara zuhud dan wara' adalah sebagai berikut:
1. Zuhud: Zuhud adalah sikap hati yang tidak berlebihan dalam hal-hal yang mubah (halal) dan tidak terikat pada dunia. Seorang yang zuhud tidak mengutamakan urusan duniawi, meskipun hal itu diperbolehkan. Ia lebih memilih kesederhanaan dan berfokus pada urusan akhirat, walaupun ia memiliki kemampuan atau harta dunia. Zuhud lebih mengarah pada sikap meninggalkan kecintaan yang berlebihan terhadap dunia dan segala sesuatu yang bersifat sementara.
2. Wara': Wara' adalah sikap berhati-hati dalam menjauhi perkara-perkara yang syubhat (meragukan) atau bahkan hal-hal yang bisa membawa kepada yang haram. Seseorang yang memiliki sifat wara' akan menghindari hal-hal yang tidak jelas kehalalannya, meskipun secara lahiriah tampak mubah. Sikap wara' lebih menekankan pada kehati-hatian dalam menjalankan syariat agar terhindar dari dosa atau perbuatan yang dilarang.
Singkatnya, zuhud lebih terkait dengan sikap meninggalkan ketergantungan pada hal-hal duniawi yang halal, sedangkan wara' lebih berfokus pada kehati-hatian dalam menghindari yang syubhat dan mendekati yang haram.
— Ustadz DR. Ali Musri Semjan Putra, MA
37 notes
·
View notes
Text
117.
Aku terpukau dengan cara berpikirmu. Di sana, aku diizinkan untuk menenggelamkan diri dengan leluasa. Di sana, semua kusut dalam kepalaku mampu teurai.
Yang bengkok, kamu luruskan. Yang rumit kamu coba sederhanakan dan yang salah kamu benarkan dengan penuh kehati-hatian dan kelembutan.
Aku takjub pada tetiap tutur katamu. Di sana tidak ku temukan lisan yang menyakiti pun kalimat kasar yang terucap. Kamu bijak memilah dan memilih supaya yang keluar dari mulutmu adalah sesuatu yang menenangkan pendengar.
Aku kagum pada caramu menasihati. Kamu tidak pernah menggurui dan merasa paling benar sendiri. Hatimu lapang dalam menerima perbedaan pendapat. Kamu menghargai apapun yang berselisih paham denganmu.
Untukku, kamu serupa rumah yang penuh kehangatan dengan pohon rindang yang tumbuh pada halamannya. Di sana, perasaan nyaman selalu ku dapatkan—teduh lagi meneduhkan.
Hujan, 10.43 | 02 Februari 2023.
524 notes
·
View notes
Text
perlu dicatat, menjadi pendiam bukan tanda kelemahan atau rendahnya value seseorang. bahkan dalam banyak hal, banyak bicara yang tak perlu menunjukkan kedangkalan dan tinggi nya ego.
ada begitu banyak hal yang bisa kita pelajari ketika diam. kita ingat pada sosok Bung Hatta. Ia memilih menjadi pendiam namun ketika diberi kesempatan, Ia bicara gagasan penting bagi bangsa dan ditakuti oleh lawan politiknya.
dalam konteks tertentu diam menunjukkan apatis, penolakan, atau cara untuk menghindari tanggungjawab. namun dalam hal lain, diam dibutuhkan sebagai bentuk kehati-hatian dan kesopanan. Bicaralah jika harus bicara. Diamlah jika harus diam.
orang yang tak banyak bicara biasanya punya self control yang baik. disegani. mempunyai arti yang lebih ketika bicara. maka tak jarang pemimpin memegang prinsip "silentium est aureum". silence is golden.
Pak Harto, "The Smiling General", contohnya. Sifat diamnya menjadi hal yang disegani. mukanya yang selalu tersenyum memiliki sejuta arti komando dibalik keheningannya.
sometime speaking is good. but when you know yourself and the situation, saying nothing would be better. telebih di era media sosial, semua orang dapat berkomentar terhadap banyak hal. maka menjadi pendiam terhadap hal yang tak dipahami, lebih mengantarkan pada keselamatan. baik bagi kita maupun orang lain.
sesorang yang memilih menjadi diam butuh self control yang kuat. kemudian akan tumbuh menjadi pribadi yang hati-hati, tidak mudah judge, berpikir luas, dan tak mudah terbawa arus. menjadi diam itu pilihan dan butuh kedewasaan.
"Falyaqul khoiron, au liyashmut", berkatalah yang baik atau diam.
27 notes
·
View notes
Text
Mungkin ada masa dalam harimu,
saat kamu tetap saja dianggap kurang, tak peduli seberapa cakap dirimu pada banyak hal. Hanya karena kamu tak memiliki bentuk kepingan puzzle yang sama dengan hidup mereka.
Mereka bilang, kamu bolong di sana sini. Padahal jemari mereka sedang tak menunjuk ruang kosong, di sana justru tempat kamu menyimpan keikhlasan, kepasrahan, pemahaman hidup yang tak pernah bisa mereka mengerti.
Mungkin ada masa dalam harimu,
kamu berusaha menahan banyak hal, bukan karena kamu lemah, atau kurang tangguh seperti kata mereka. Melainkan tanganmu sedang mengenggam sesuatu yang mungil. Sesuatu yang butuh kehati hatianmu untuk kau jaga. Kadang kala saat mendengar ocehan mereka, ingin rasanya kamu memberontak, berlari secepat mungkin untuk membuktikan kekuatan langkahmu, menanjak setinggi mungkin dan membungkam mulut mulut usil itu. Tapi sayangku, sekali lagi kamu harus menahan. Yang mereka tak tahu, menahan diri itu sungguh lebih butuh kekuatan daripada menampilkan kemampuan penuh arogansi.
Mungkin ada masa dalam harimu,
kamu menyadari musuh utamamu adalah dirimu sendiri. Ia yang terus menudingmu dan bilang kamu tak pernah cukup baik. Kamu tak lebih hebat dari si fulan. Tak lebih kaya, tak lebih berprestasi, bahkan sekedar mampu menjadi orang menyenangkan saja kamu tak mampu. Suram, kamu orang yang suram. Begitu katanya.
Padahal, rupawan itu beragam bentuknya. Kalau manusia harus unggul di sisi yang sama mengapa pintu surga ada banyak macamnya. Tapi sayangku, ingin hebat disegala sisi pun tak lebih dari perwujudan orang yang hanya suka berangan angan tanpa memutuskan kemana ia harus melangkah. Ia akan tetap di situ, sebagai penonton. Lalu waktunya akan berakhir penuh penyesalan.
Untuk semua masa itu, hanya ada satu kata yang mampu menyimpulkan segala keindahan makna, ia kan jadi teman setia menemanimu melewati rasa sakit, kecewa, dan segala amarah yang ingin rasanya kamu tumpahkan.. Ia adalah kesabaran...
Sabar ketika dianggap kurang, sabar untuk mampu menahan, sabar bahwa tak semua hal dari dunia harus kamu peluk, karena tak semua yang kamu lihat, berharga untuk kamu bawa :)
206 notes
·
View notes
Text
Seni Menahan Diri
Hai, aku boleh cerita sedikit? Jadi akhir-akhir ini, aku suka merasa,,, "kok orang-orang cantik sekali ya?" "Kok pada pinter make up dan bajunya lucu-lucu ya?" "Kayaknya kalo aku make up cantik deh"
Jujur banget, fitrahnya perempuan itu ingin tampil menarik, pengen centil. Bukan karena pengen dilihat, tapi karena lagi mood dan bagus aja make up sama bajunya.
Tapi, aku lagi belajar menahan diri. Hehe :") Susah ya ternyata, buat gak centil dan berpenampilan sederhana di sosial media. Jujur aku gak bisa make up, tapi kadang ngeliat orang lain cantik pake make up, aku juga pengen. Cuma, lagi-lagi aku berusaha menahan diri. "Allah ridho gak ya?" "Berlebihan gak ya?" "Kayaknya videoku tadi terlalu centil deh" "Ibu marah gak ya anaknya dandan" Dan overthinking lainnya yang buat aku sadar, menahan diri untuk melakukan kehati-hatian itu gak gampang :")
Bukan, bukannya aku merasa lebih baik dari mereka. Tapi aku ngerasa punya prinsip yang berbeda aja, dan aku akuin susah banget haha :")
Belajar buat hidup dengan takaran "Allah ridho atau engga". Dikatakan atau tidak, perempuan akan tetap cantik dengan keimanan dan harga dirinya. Semangat berbenah, walaupun gak mudah :")
9 notes
·
View notes
Text
Aku pernah diterpa hujan yang kebetulan. Hujan yang Tuhan datangkan saat aku remuk redam berantakan. Hujan yang rintiknya tak memekakan, namun magisnya kurasakan. Hujan yang menghapuskan kesakitan. Hujan yang menyembuhkan si pesakitan.
Hampir bersamaan, aku pun pernah disapa angin. Angin yang Tuhan tiupkan saat aku mulai tersembuhkan oleh rinai hujan yang mulai menghiasi keseharian. Angin yang memiliki pergerakan tanpa keragu-raguan. Angin yang tak mengenal akan kehati-hatian.
Sebenarnya aku tahu di antaranya mana yang lebih kuutamakan. Tapi ketamakan membuatku memberikan keduanya kesempatan. Bahwa yang menyatakan akan diprioritaskan. Bahwa yang memperjuangkan akan mendapatkan.
Tapi, akhirnya keputusan itu kupertanyakan. Mengapa hujan tak segera menurunkan butiran-butiran perasaan? Mengapa justru angin menampakkan buaian melalui hembusan perhatian? Mengapa justru angin yang menyapa, dan bukan hujan?
Pada akhirnya, aku menampik setiap hembusan karena harapkan deraian. Pada akhirnya, aku meredakan tatapan tanpa membenci hujan. Pada akhirnya, aku mengosongkan pilihan dan belajar memupuskan kuncup yang tak jadi bermekaran.
9 notes
·
View notes
Text
87
Semoga Allah berikan kita kemampuan untuk melihat yang benar itu benar, dan yang salah itu salah.
Semoga Allah selalu jaga kita dalam kehati-hatian, menjaga keyakinan kita bahwa yang haram tetaplah haram meski semua orang melakukannya.
"Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing itu”
HR. Muslim
@ffahraa
#bercerita#berkarya#bermanfaat#berpengaruh#tulisan#tumblog#writing#catatan#books & libraries#quotes#reminder
44 notes
·
View notes
Text
Bukan tentang siapa, tapi apa dan kenapa?
Kemaren sewaktu cuti lebaran, terus lagi ngobrol deep talk sama ortu perihal alasan atas setiap pilihan hidup yang gue pilih dan rencana-rencana ke depan. Tiba-tiba mamah tu nanya "Kaka, kamu punya pacar ga si? Kamu pernah suka sama orang ga si? Mamah tu takut kamu takut nikah! Hahaha".
Wajar si rasanya ketika nyokap nanyain hal tersebut, bahkan ini bukan yg pertama, waktu wisuda pun ga ditanyain abis ini mau kerja kemana, tapi nanyanya "Kaka kamu punya pacar ga si?" 🤣 soalnya gue tu tipe org yg selalu punya rencana hidup buat diri gue sendiri, tapi gue ga pernah cerita ke nyokap soal urusan cinta-cintaan atau mau nikah umur berapa haha. Jadi ya jelas dia nanya sesuatu hal yg ga pernah gue omongin 😂
Setelah banyak nya hal yang gue alami dalam hidup, pelajaran-pelajaran yg bisa gue ambil, pemikiran-pemikiran yang gue yakini, serta prinsip-prinsip hidup yang selalu gue pegang teguh. Wajar aja nyokap mempertanyakan hal tersebut, karena ya di keluarga besar gue (yg ga agamis2 amat) pacaran itu sesuatu hal yang diwajarkan, dan sejujurnya gue juga prinsip awal gamau pacaran bukan karena takut dosa, tapi ya karena logika gue aja yg mikir ngapain buang-buang waktu sama orang yg ga jelas, orang yang ga punya tujuan sama kita arahnya mau kemana. Kalaupun dia punya tujuan jelas sama kita (I mean pernikahan) ya gausah lama-lama. Maybe just a year aja cukup. Dan ranahnya udah bukan lagi pacaran anak ABG perihal ngasih bunga tiap waktu, temen menghilangkan sepi, atau hal-hal remeh temeh lainnya.
Hal yang gue pikirkan dari menjalin hubungan di kala dewasa adalah tentang menemukan orang yang bisa menjadikan kita versi yang lebih baik dari diri kita sebelumnya. Tentang menemukan orang yang visi misi dirinya ataupun visi misi pernikahan yang dia ingin tuju, sejalan dengan visi misi hidup dan pernikahan yang gue punya. Juga tentang menemukan seseorang yang bisa jadi teman dalam kondisi terendah ataupun tertinggi, sembari terus menerus memperbaiki diri. Juga tentang menemukan seseorang yang kekurangannya paling bisa kita Terima. Serta yang bersamanya membuat kita semakin mendekat ke Allah dan menjauhi setiap larangannya.
Temen gue pernah bilang ke gue, katanya "Ketika kamu menikahi seorang, menikahlah dengan orang yang kekurangannya paling bisa kamu Terima. Sehingga yang harus kamu kenal pertama kali adalah diri kamu sendiri, u should know what is your bounderies and yourself first".
Most of people ketika suka sama orang yang pertama kali dilihat adalah kelebihannya, bayangan hidup ideal menua bersamanya, percintaan yang romantis, hidup yang haha hihi. Dan romantisme lainnya yang muncul dalam benak.
Padahal ketika kita memutuskan untuk menikah, hidup bukan hanya tentang senang-senang semata, akan banyak badai suka dan duka yang dilewati berdua. Akan banyak hal tidak ideal yang ga pernah kita alami sebelumnya tapi Allah kasih ujiannya.
Makannya mengapa memilih labuhan yang tepat menjadi sesuatu hal yang membutuhkan kehati-hatian dan kesabaran. Makannya kenapa penting untuk mengenal diri kita sendiri dan pasangan kita luar dan dalam. Makannya mengapa menguatkan fondasi mengapa kita perlu menikah dan mengapa harus bersamanya juga menjadi hal yang perlu kita jawab.
Temenku pernah cerita ketika dia sedang berproses taaruf dengan seseorang, ketika dia dihadapkan pada dua pilihan orang, yang satu dari keluarga yang berada, terpandang, dan kaya raya. Yang satu dari keluarga yang biasa-biasa aja. Tapi karena dia udah tahu dia butuh sosok yang seperti apa, dia jadi bisa lebih wise dalam memutuskan, dia bilang "Aku kalau membandingkan si A dan si B secara material dan duniawi memang si A lebih baik dan terjamin, tapi aku mikir apa dia mau punya pasangan yang membiarkan anaknya main sama anak-anak di jalanan? Apa dia mau bikin program yang interaksi sama pemulung? Apa dia mau membersamai cita-cita dan mimpi-mimpi yang aku punya? Apa visi misi hidupnya sejalan dengan visi misi hidup yang aku punya? Jadi ya aku pada akhirnya yakin untuk lebih memilih B dibandingkan A karena nilai-nilai hidup yang sama dan visi misi yang sejalan". Dan ada salah satu kalimat yang menurut ku deep bgt dari nasehat temen ku ini, dia bilang "Gapapa kalau dunia ku diambil, aku gabisa se luwes dan se bebas dulu, yang penting akherat ku jangan :')"
Dari obrolan bersama beberapa orang yang ku kenal, aku jadi sadar bahwa penting untuk tahu visi hidup yang kita punya. Penting untuk tahu nilai-nilai hidup apa yang kita pertahankan. Penting untuk tahu batas kekurangan apa yang paling bisa kita Terima. Sehingga sebab itulah kita tahu pasangan seperti apa yang paling kita butuhkan dan layak untuk kita perjuangan.
Karena hubungan pernikahan orang dewasa, bukan hanya tentang romantisme semata. Tapi sebuah ikatan dan janji kita kepada Allah yang melaluinya kita mampu menjadi hamba yang lebih baik. Yang bersamanya, kita mampu mengoptimalkan potensi diri kita dengan maksimal. Yang bersamanya, kita mampu bersama-sama masuk ke dalam surga. Sungguh rasanya terlalu remeh temeh ketika sebuah ikatan suci yang kita sampaikan kepada ilahi rabbi, hanya untuk memuaskan hasrat duniawi semata. :')
Semoga, aku mampu untuk tetap teguh pendirian dalam mempertahankan prinsip dan mengutamakan Allah diatas segalanya. Semoga aku mampu dibersamakan dengan seseorang, yang bersamanya surga semakin mendekat, yang bersamanya ketenangan dan kebaikan hidup selalu lekat. Semoga Allah jaga diri aku dan dirinya dalam sebaik-baiknya penjagaan yang Allah Ridho di dalamnya.
#life lessons#meaning of life#personal development#30dwc#marriage#pernikahan#islam#SoundCloud#Spotify
6 notes
·
View notes
Text
Ucapan yang Perlu Dihindari.
Sering mendengar atau bahkan diri sendiri pernah khilaf melakukannya ketika mendapat sebuah kenikmatan dengan mengatakan, “Rezeki anak saleh.”
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah.” (QS. An-Nisa’: 79)
Nikmat dan karunia itu datang dari Allah Subhanahu Wata’ala. Dialah yang menentukan apa pun dan kepada siapa pun yang dikehendaki oleh-Nya. Parameternya pun bukan mutlak berdasarkan kesalehan atau amalan seseorang.
“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm: 32)
Penyucian diri itu perlu dihindari sebab ia lebih dekat kepada sombong dan membangga-banggakan diri serta boleh jadi inilah bentuk talbis iblis.
Berkacalah dari kisah Qarun yang berkata, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.”
Jika benar demikian, Allah Subhanahu Wata’ala memberikan harta hanya disebabkan oleh kepintaran, kesalehan atau amalan yang telah dilakukan seseorang sehingga Dia meridainya maka Dia tidak akan membinasakan orang-orang terdahulu yang melebihi Qarun. Tidak mungkin Allah Subhanahu Wata’ala membinasakan hamba yang diridai-Nya.
Dan yang semestinya dikatakan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam, “Ini termasuk karunia Tuhanku.” Inilah bentuk keimanan dan sikap kehati-hatian beliau. Beliau meyakini bahwa itu adalah karunia dari-Nya bukan sebab usahanya dan lain-lainnya.
Maka ketika kamu menerima nikmat, seyogianya katakan, “Alhamdulillah, hadza min fadli Rabbi (Segala puji bagi Allah, inilah karunia dari Tuhanku) atau alhamdulillah, Ar-Rizqu minallah (Segala puji bagi Allah, rezeki datang dari Allah).”
Sehingga kamu tidak terjerumus ke dalam perbuatan syirik kecil, seperti sombong dan membangga-banggakan diri akibat dari perkataanmu.
Lalu sering pula menemukan komentar, “Amalan apa yang X lakukan selama ini? Kok bisa beruntung memiliki suami yang perhatian.”
Jika direnungi, hal demikian bisa terwujud melainkan sungguh atas kehendak Allah Subhanahu Wata’ala, bukan tersebab si X melakukan amalan ini lalu mendapat suami yang seperti ini, dsb.
Jika demikian parameternya, bagaimana dengan amalan-amalan Asiyah binti Muzahim radhiyallahu ‘anha sehingga mendapat suami seperti itu?
Sesuatu tidak akan menjadi baik kecuali dengan kebaikan Allah Subhanahu Wata’ala. Semua yang baik (selain Allah Subhanahu Wata’ala) menjadi baik disebabkan oleh pengaruh kebaikan-Nya sehingga penghormatan atas sebuah kebaikan sama sekali tidak layak dipanjatkan kecuali kepada-Nya (Ensiklopedia Asma’ul Husna).
Sehingga keputusan untuk menetapkan sesuatu (rezekinya si A, jodohnya si B, misalnya) hanyalah hak Allah Subhanahu Wata’ala dan tidak dipengaruhi oleh ketakwaan si A, amalan si B, dsb.
“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian." (QS. Al-Muddassir: 11)
33 notes
·
View notes
Text
Ternyata untuk menyampaikan apaa yang kita rasa selama ini dengan menggunakan bahasa paling sederhana dan dengan kehati-hatian menurut kita belum tentu orang tersebut dengan lapang perlahan menerima. Butuh waktu dan proses betul-betul.
Setelah semalam berbicara menyempatkan dengan orangtua, terkhusus ibu (semoga senantiasa Allah jaga dan mampukan ibu dalam kebaikan dan terus sama sama belajar ya buu🤍) entah dorongan apa tiba-tiba perbincangan kami semakin mengobrak abrik batin masing².
Maaf ibu, kalau mba harus jujur mengungkapkannya, karena jujur anak tengah ibu ini nampak makin lama makin sakit jika terlalu lama dipendam dan menumpuk. Yap, sakit, mulai pupus, menyerah dgn faktanya yg seperti itu. Kita sama sama saling olahrasa ya buk, lapanghati dan lapang pikiran sebelum nantinya anak tengah ibu ini dipinang seseorang (entah kapan wkwkw)
Jujur saya orang yang paling susah untuk menata kata-kata sederhana terhadap orang terdekat atau siapapun, karena itu bukan kebiasaan dan lingkungan semasa kanak-kanak tidak pernah mengajarkannya. Hanya bayang-bayang tuntutan, tekanan, dan ekspektasi.
Semakin jauh dan lama saya tinggal di perantauan membuat saya banyak belajar, bagaimana memahami karakteristik orang, memecahkan masalah, baik pribadi, keuangan , belajar, organisasi, dll ternyata ini pelajaran hidup yang tidak ada teorinya, namun berangkat dari pengalaman, nasehat-nasehat guru, kawan sahabat, dan berdiskusi dengan sejawat.
Selama bapak - ibu masih ada, sebisa mungkin kita ga menunda-nunda untuk bercengkrama, barang sebentar untuk sama sama melegakan antara kita. Karena kita tak pernah tau takdir akan membawanya kemana.
Refleksi –
Cairo, 29 Maret 2029
19 Ramadan 1445 H
9 notes
·
View notes