#kata-kata bijak pergaulan Islam
Explore tagged Tumblr posts
Text
50 Tips Seni Bergaul Ala Islam dari Lathifah Binti Pahenna
50 Tips Seni Bergaul Ala Islam dari Lathifah Binti Pahenna
Selfie Rame-rame sambil traveling ke Museum Bank Indonesia di Surabaya
Saat ada orang bertanya kepada Anda, kawan seperti apa yang Anda senangi untuk diajak bergaul? Mungkin Anda akan menjawab untuk bergaul bersama orang yang baik cara bergaulnyadengan orang lain, murah senyum, bisa tampil menyenangkan bagi kawannya, dan tidak membuat susah siapa saja yang berkenalan dengannya. Bersama blog The…
View On WordPress
#cara mendapatkan teman yang baik#cara sukses berteman menurut ajaran Islam#kata-kata bijak pergaulan Islam#kata-kata mutiara pergaulan islam#kiat sukses bergaul menurut agama Islam#nasehat bijak pergaulan islam#review buku pengembangan diri#review buku pergaulan islami#tips seni bergaul menurut agama Islam
0 notes
Text
Lingkaran Cinta
![Tumblr media](https://64.media.tumblr.com/b6a82a2c18e9c26acf623366deaf2a31/tumblr_inline_p2qyuqGfXS1v0evet_250sq.jpg)
Oleh : Eni Ristiani
Dalam buku karyanya, “Teman ke Surga”
Sumber : https://www.wattpad.com/story/116269591-teman-ke-surga
- Cuplikan Novel ini Telah Mendapatkan Izin Posting dari Author (Kak Eni Ristiani) melalui Akun Wattpad -
Hari ini adalah jadwal Faisal dan teman-temannya liqo, itulah mengapa Sefira (kakak perempuan Faisal) sengaja membeli banyak makanan.
Sefira mengetuk pintu dan mengucapkan salam begitu ia memasuki kamar rawat Faisal.
“Assalamu’alaikum,” serunya.
“Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,” jawab Haidar, kemudian disusul oleh kelima teman-teman Faisal.
Sefira tersenyum malu. Ia menundukkan kepala begitu kedua bola matanya bertemu dengan kedua bola mata milik Haidar. Ia agak salah tingkah saat menyadari kalau Haidar tersenyum sangat lebar kepadanya.
“Habis dari mana?” tanya Haidar.
“Eh? Hmm... dari minimarket depan,” jawab Sefira sembari tangan kanannya menyentuh lehernya dengan gugup.
Haidar mengangguk.
“Habis beli makanan ya, Mbak?” tukas Ali.
“Wih, plastiknya besar banget! Pasti buat kita kaaan?!” mata Ramli berbinar begitu melihat tangan kiri Sefira yang membawa sekantung plastik besar bertuliskan nama minimarket.
“Dasar gembul, kalau makanan aja langsung peka.” Hasan mencubit Ramli.
“Ya lo juga mau, kan?”
Hasan terkekeh. Ramli melemparinya dengan tisu. “Huuu... dasar!”
“Iya, makanan ini semua buat kalian,” kata Sefira. “Tadi Mbak juga beli cilok kuah. Masih hangat. Sebentar ya Mbak siapkan dulu.”
“Wah, cilok kan makanan kesukaan Akh Haidar,” celetuk Fadli.
Tangan Sefira yang sedang cekatan membuka bungkus cilok kuah tiba-tiba berhenti.
“Iya, betul! Jangan-jangan Mbak Sefira sengaja ya beli khusus buat Akh Haidar? Hayooo!” Ali menggoda Sefira sambil terkekeh. Merasa lucu melihat pipi Sefira yang memerah.
“Hussst, jangan godain Mbak Sefira terus. Nggak boleh.” Haidar yang merasa suasana dalam kamar itu canggung untuk Sefira, segera bertindak. Ia tak mau menteenya jadi kebiasaan bercanda berlebihan. Apalagi posisi Sefira adalah perempuan asing baginya. Ia tak mau menimbulkan kesalahpahaman.
“Hehe... iya, Akh. Afwan, bercanda.” kata Ali sambil menelungkupkan kedua telapak tangannya.
Sefira kembali menundukkan kepalanya. Melihat Haidar menegur Ali membuat dia teringat akan kejadian dua minggu lalu, saat dia dengan paniknya meminta laki-laki itu mengantarnya (ke rumah sakit) dengan motor karena Faisal kecelakaan. Jujur, ia sempat marah dan merasa tertolak. Namun setelah berpikir, dia lah yang merasa salah dan malu sendiri.
Sebagai aktivis dakwah kampus, ia mengakui bahwa ia belum lah sepenuhnya menetapkan syariat Allah. Ia masih memiliki kekurangan banyak. Terkadang, ia memang bisa menahan diri dari sesuatu yang tidak sesuai syariat, namun pada keadaan tertentu, seringkali ia membenarkan dirinya sendiri untuk melawan syariat. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung terkadang membuatnya berdalih. Padahal itu lah letak ujian imannya yang sesungguhnya.
Ia menghela napas, beristighfar beberapa kali dalam hati. Ia mulai menyadari, bahwa harusnya ia lebih menetapkan hati. Bagaimana pun, aturan Allah tentu baik.
Ia kembali menatap ketujuh orang yang tengah duduk di sofa. Di sana, adiknya, Faisal sedang tertawa lebar dan tampak bahagia. Rambutnya yang sudah melewati batas telinga sedikit berantakan karena terhalang perban baru yang tadi pagi dipasang oleh suster. Kacamata yang bertengger di hidungnya ia benahi beberapa kali. Kakinya yang memakai gips sengaja ia luruskan ke bawah, ia takut tidak sopan jika menaruhnya terlalu tinggi. Meskipun ia tahu kalau Haidar dan teman-temannya akan memakluminya.
Sefira bersyukur, di tengah peradaban dunia yang mulai jatuh dari adab-adab Islam, ia dan adiknya dipertemukan oleh orang-orang yang baik hati dan agamanya. Ia tak tahu apa jadinya jika Allah tidak berbaik hati untuk memberinya kesempatan untuk memperbaiki diri. Tentu ia tak akan seperti sekarang. Ia mungkin saja akan terbawa arus dan jauh dari adab-adab Islami yang saat ini sedang ia coba terapkan secara kaffaah (menyeluruh) dalam hidupnya. Jika ia melihat kehidupannya ke belakang, ia seringkali menangis. Maka hari ini ia ingin bersyukur sebanyak-banyaknya. Memuji Allah Yang Maha Pengasih dan Maha membukakan pintu hidayah kepadanya.
“Akh, bicara tentang kondisi pemuda jaman sekarang, aku jadi ada pertanyaan nih,” tukas Hamzah membuat Sefira kembali tersadar dari lamunannya. Ia kembali menatap ketujuh laki-laki yang duduk di sofa itu. Ia tak sadar kalau sejak tadi diskusi mereka sedang berlangsung kembali saat ia membagikan mangkuk berisi cilok kuah.
Ia lantas menarik kursi di dekatnya. Ia ingin sedikit mendengarkan ketujuh laki-laki itu berdiskusi.
“Boleh boleh, silakan,” jawab Haidar.
“Nah, gini, Akh. Kita kan tahu ya seberapa besar kerusakan remaja yang disebabkan oleh masalah cinta. Padahal cinta itu fitrah manusia, di mana memang Allah itu memberikan perasaan saling suka antar lawan jenis sebagai bagian dari kebesaran-Nya. Tapi, justru karena perasaan itulah kini terjadi berbagai kerusakan baik secara materil maupun non materil. Baik secara moral maupun sosial,” jelasnya.
“Implementasi realnya adalah pacaran. Kita sendiri tahu, seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan olehnya. Padahal jelas-jelas Allah melarangnya dalam surat Al-Isra ayat 32. Namun kenapa masih banyak orang yang mengaku Islam, namun tetap melanggar aturan Allah? Padahal mereka masih melakukan sholat, puasa, dan juga sedekah. Sebagai seorang aktivis dakwah kampus terkadang aku gregetan ingin melakukan sesuatu. Namun porsi mereka yang melanggar syariat seperti pacaran jauh lebih banyak, Akh. Seperti tidak sanggup.”
Haidar tersenyum. Ada perasaan bangga yang selalu muncul tiap kali mendengar menteenya mengemukakan pendapatnya. Lebih-lebih tentang kepekaan mereka kepada masalah-masalah sosial.
“Baik,” kata Haidar. “Sekarang aku mau tanya sama kalian. Menurut kalian, pacaran itu masalah akhlak atau aqidah?”
Mereka berenam tampak berpikir.
“Akhlak?” jawab Ali tak yakin.
“Aqidah deh ya,” kata Hamzah.
“Bagaimana? Masalah akhlak atau aqidah?” tanya Haidar kepada enam menteenya yang masih tampak berpikir keras.
“Hmm... sepertinya kalau pacaran masalah akhlak, tentu orang-orang berpendidikan dan beradab tidak ada yang mau pacaran. Tapi kalau masalah aqidah... itu bisa jadi. Karena yang benar-benar mengimani Allah pasti meyakini dan melaksanakan seluruh perintah-Nya,” jawab Faisal sembari membenahi letak kacamatanya.
Haidar mengangguk. Ia tersenyum. Lantas menaruh buku Sirah Nabawiyah yang tadi dibacakannya sebelum sesi diskusi di meja.
“Betul apa kata Faisal. Pacaran itu masalah aqidah.” Hamzah, Ali, Ramli, Hasan, Fadli, dan Faisal mengangguk-angguk seolah baru tahu.
“Sebagai seorang yang mempelajari ilmu agama secara mendalam, kita tentu sepakat bahwa surat Al-Isra ayat 32 adalah indikasi bahwa kita memiliki batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Perintahnya jelas. Bahwa hal-hal yang mendekati zina saja tidak boleh, apalagi melakukannya.
Memang, pacaran tidak melulu berujung zina. Namun tidak lah bijak ketika kita membenarkan segala asumsi kita hanya demi menghalalkan apa yang diharamkan Allah. Itu artinya kita sedang menggadaikan aqidah kita, keimanan kita. Dikatakan masalah aqidah karena dalam perspektif ini jelas kita telah mengkhianati Allah dan Rasulullah, dan secara langsung menafikkan kebenaran yang disampaikan Al-Quran.”
Hamzah mengangguk takzim. Begitu juga seluruh orang yang berada di ruangan itu.
Sementara Sefira yang mendengarkan penjelasan Haidar merasa takjub. Dalam hati ia memuji apa yang baru saja disampaikan Haidar.
“Nah sebagai seorang yang lebih paham, apalagi antum semua adalah bagian dari barisan dakwah kampus. Kita juga tidak boleh menyerah, apalagi merasa marah dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar kita. Lantas merasa malas untuk berdakwah; menyeru kepada kebaikan. Hakikat dakwah adalah kesabaran. Maka dalam menyampaikan kebenaran kita harus sabar. Masih ingat kan tentang kisah Nabi Nuh Alaihis Salaam?”
Mereka semua mengangguk.
“Beliau berdakwah selama ratusan tahun, namun pengikutnya hanya puluhan,” tukasnya. “Sementara kita? Baru berapa hari? Baru berapa bulan? Tapi sudah mengeluh.”
Mereka berenam menunduk. Merasa bersalah.
“Mengajak kepada kebaikan memang berat. Tapi tak lantas membuat kita mengeluh dan merasa itu adalah beban. Justru itu lah ladang pahala kita. Kalau saja tidak ada orang-orang yang bermaksiat, lantas kita tidak menasehatinya, darimana kita dapat pahala bersabar dan berdakwah?”
“Aku setuju, Akh.” Ucap Faisal. “Terkadang aku juga merasa beban ini terlalu berat. Menjadi aktivis dakwah kampus tidak mudah. Kita melakukan pertanggungjawaban dua arah. Kepada Allah dan manusia.”
“Betul, maka jangan lelah untuk mengajak orang untuk berbuat baik. Kalaupun susah ya... memang susah. Mereka tidak sempurna. Begitu pun kita. Tapi, bukan berarti kita tidak bisa mengajak mereka untuk menjauhi perkara yang diharamkan Allah. Tugas kita kepada saudara-saudara muslim kita yang belum bisa meninggalkan perkara haram adalah menasehati dengan kelembutan hati. Sebab apa yang disampaikan oleh hati akan sampai ke hati. Lagipula keuntungan lain ketika kita mau mengajak kepada kebaikan, kita pasti lebih rajin memperbaiki diri. Misal kita mau mengajak orang lain sholat subuh di masjid. Paling tidak, kita lebih dulu rajin sholat subuh di masjid. Betul kan?”
Mereka semua mengangguk.
“Wahhh, mantap! Siap-siap. Jadi makin semangat.” Hamzah tampak semangat. Ia lantas bertanya, “tapi kan perasaan itu susah dihindarin, Akh.”
“Ah, bahasa lo, Ham.” Ali meninju lengan Hamzah, yang kemudian dibalas dengan tinjuan pula. Meskipun Ali mengelak.
Faisal tertawa melihat kedua sahabatnya yang suka berantem.
“Jatuh cinta itu boleh, kok. Dan memang tidak masalah kalau kita tidak bisa menghindari perasaan itu. Bagaimana pun, itu anugerah Allah. Dosa akan dihitung saat kita tidak mampu mengekspresikan perasaan kita dengan cara yang benar.
Sebab jodoh kita sudah tertulis di Lauhul Mahfudz sejak pertama kali Allah ciptakan kita. Kalau kita keburu mengekspresikan cinta kita lewat pacaran, lantas pantaskah kita mengharap bahwa Allah meridhai kehidupan kita?”
Jadi jatuh cinta itu boleh ya, Akh?” tanya Hamzah.
“Wah, jangan-jangan ada udang di balik batu, nih.” Ali melirik Hamzah dengan alis yang dinaik-turunkan.
“Maksudnya apaan?”
“Maksud Ali... lo jangan-jangan lagi jatuh cinta yaaa? Tumben-tumbenan ngomongin perasaan. Biasanya juga ngajak ngomongin politik.”
“Cieee siapa, Ham?”
“Anak Pertanian, ya?”
“Apaan sih. Gaje ah.”
“Ngomong cinta sama orangnya juga boleh,” kata Haidar sambil tersenyum geli.
“Hah? Masa, Akh? Tapi katanya nggak boleh mengekspresikan cinta sembarangan?”
“Iya. Tapi nikah dulu maksudnya,” jawab Ramli, yang membuat semuanya tertawa.
Hamzah yang merasa dikerjai mengerucutkan bibirnya sebal.
“Udah-udah. Kita kembali sama diskusi kita hari ini.” Haidar melerai mereka yang mulai ribut saling melempar benda.
Intinya adalah bagaimana pun kondisi lingkungan kita, saat kita merasa ada yang tidak beres, maka curigalah kepada diri kita sendiri. Jangan-jangan kita lah orang pilihan Allah yang diamanahi untuk menjadi penyeru kebenaran. Maka jangan menyerah. Sebab ada surga yang menanti bagi ia yang senantiasa menebarkan kebaikan.”
Seluruh mentee Haidar tersenyum senang. Mereka bertepuk tangan. Merasa bersemangat. Ghirah (semangat) aktivis dakwah mereka bangkit.
Haidar lalu menutup halaqoh itu. Sebelum benar-benar salam, Faisal mengangkat tangan kanannya hendak bertanya.
“Terakhir nih. Janji,” katanya sembari membentuk huruf v dengan jarinya.
Haidar mengangguk dan mempersilakan Faisal berbicara.
“Kalau ada seorang perempuan yang diam-diam mengagumi laki-laki, bahkan selalu memperhatikan laki-laki itu saat bicara, gimana ya hukumnya dalam Islam?”
Faisal tersenyum penuh arti. Matanya melirik ke arah kanan, di mana kakaknya sedang bertopang dagu dan fokus menatap salah satu laki-laki di kerumunan itu.
Merasa bahwa adiknya sedang menyindir, Sefira langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia beristighfar. Lantas merutuki adiknya dalam hati.
“Faisal rese!” katanya dalam hati.
*******
Sefira melipat kedua tangannya ke dada begitu keenam laki-laki yang beberapa menit lalu menemani Faisal pamit untuk pulang.
Bibirnya mengerucut, pipinya mengembung karena sebal dengan adiknya; Faisal.
“Kalau perempuan yang melakukan hal itu mungkin dia sedang jatuh cinta.”
Haidar menjawab pertanyaan Faisal dengan sedikit bercanda. Membuat Sefira yang sedang dirundung kecemasan sebab dibuat sebal oleh Faisal semakin tak karuan rasanya. Entak kenapa, jantungnya selalu tidak baik-baik saja ketika orang lain membicarakan tentangnya.
Jelas-jelas, saat itu Faisal sedang menjahili kakaknya. Mbak semata wayangnya itu kalau sedang jatuh cinta memang mudah ditebak.
“Tapi kalau antum tanya tentang hukumnya dalam agama, sepertinya kita harus menimbang beberapa hal tentang sikapnya. Bisa jadi dia sedang memikirkan sesuatu. Bukan berarti dia sedang berpikir yang tidak-tidak kan tentang seseorang yang dipandangnya itu?” Haidar tersenyum.
“Hanya saja ia perlu disadarkan lagi, jangan sampai izzah dan iffahnya sebagai perempuan tergadaikan demi memenuhi perasaannya. Bagaimana pun, perempuan tetap diwajibkan untuk menundukkan pandangan, sebagaimana hal itu diperintahkan kepada laki-laki.”
Ia menggeleng beberapa kali. Mencoba mengusir kelabatan percakapan menyebalkan Faisal dengan Haidar. Ia bisa saja mengakui bahwa ia mengagumi Haidar. Laki-laki itu sudah mencuri perhatiannya. Namun untuk dikatakan jatuh cinta, apa perasaannya sejauh itu?
“Apa benar aku mulai menyukai dan jatuh hati dengan laki-laki itu?” tanyanya dalam hati.
Ia menggeleng lagi. Menyangkal perasaannya.
“Mbak Fira kenapa sih? Dari tadi kayak orang kesurupan. Tingkahnya aneh. Ngelamun lagi. Istighfar Mbak. Nanti ada setan lewat, lho.”
“Hush! Kamu kalau ngomong sembarangan.”
“Ya habis Mbak Fira tingkahnya aneh. Buat Faisal ga fokus murojaahnya.”
Sefira mengerucutkan bibirnya. “Lho, emang ada pengaruhnya?”
“Ada Mbak! Orang daritadi Mbak Fira geleng-geleng, kadang muter-muter nggak jelas di depan Faisal,” kata Faisal terkekeh.
“Ya udah, Mbak Fira keluar aja.”
“Lho, Mbak Fira kok jadi seperti sebal begitu sih sama Faisal.”
Sefira beranjak, ia mengambil tas tangannya dengan wajah cemberut.
“Memang Mbak Fira sedang sebal sama kamu, kok.”
Faisal mengernyitkan kening, ia menggaruk rambutnya yang tidak gatal. “Salah Faisal apa coba?”
Sefira melipat kedua lengannya ke dada. “Tadi apa coba! Malu-maluin Mbak Fira di depan orang banyak.”
Faisal mengerti. “Oh, jadi gara-gara pertanyaan iseng Faisal?” katanya terkekeh. “Ah Mbak Fira selalu sensitif. Faisal kan cuma bercanda!”
“Bercandanya nggak lucu. Buktinya, Akh Haidar sampai jawab serius gitu.”
Faisal tertawa. “Iya... iya! Maaf. Habis Mbak Sefira kalau ada Akh Haidar tingkahnya jadi aneh.”
Sefira menghembuskan napas sebal, sementara Faisal tertawa hingga kedua bahunya berguncang. Laki-laki berperawakan kurus itu puas menjahili kakak semata wayangnya. “Tenang, Mbak. Akh Haidar nggak akan tahu kok perasaan Mbak Sefira. Kalau pun tahu, Mbak Sefira terlambat. Soalnya dia udah ada calon.”
Sefira terkejut. “Calon? Dia mau menikah?”
Faisal mengangguk.
“Eh, astaghfirullah, ini kan amniyah.” Faisal buru-buru membekap mulutnya. Ia keceplosan berbicara. Padahal informasi itu adalah informasi amniyah (rahasia) antara ia dengan Haidar. Kalau saja ia tak meminta Haidar untuk mengajak Mbak Sefira ta’aruf, ia mungkin tak akan tahu kabar ini. Namun Haidar bilang bahwa ini amniyah. Maka itu adalah amanah yang harus ia jaga.
Kamus Kecil:
Izzah : sebuah harga diri yang mulia dan agung
Iffah : menahan. Adapun secara istilah; menahan diri sepenuhnya dari perkara-perkara yang Allah haramkan
#liqo#love#cinta#izzah#iffah#nasihat#islam#islamic#teen#pacaran#semangat#ghirah#pemuda#masa kini#perasaan#akhlak#aqidah#alquran#kebaikan#advice#remaja#passion#dakwah#feeling#attitude#iman#good#motivasi#motivation
1 note
·
View note
Text
Mencetak Generasi Emas Islam; Khayalan atau Realita?
"Kita dihadapkan pada pertanyaan, bagaimana mencetak pemuda - pemuda dengan tingkat kematangan tinggi pada usia relatif muda?"
Sebuah pertanyaan mudah dengan jawaban yang pelik. Terlebih karena pertanyaan tersebut dilontarkan kepada saya, generasi muda saat ini, yang rasanya belum cukup pantas menjawab pertanyaan tersebut karena tingkat kematangan diri yang juga masih sangat kurang. Tapi ijinkan saya memberikan pendapat dari apa yang saya ketahui dan saya percaya selama ini.
Dalam ilmu psikologi komunikasi, perilaku (baik tutur atau kata) seseorang bergantung pada frame of reference (FOR) dan field of experience (FOE) masing - masing orang. FOR ini didapat dari ilmu - ilmu yang dipelajari baik dari lingkungan keluarga, pendidikan formal, maupun pergaulan. FOR juga bisa didapat dari buku - buku yang dibaca, seminar - seminar yang diikuti, hingga petuah - petuah dari orang - orang sekitar. Berbeda dengan FOR yang didapat melalui 'orang lain', perilaku seseorang juga dipengaruhi oleh FOE yang bersumber dari diri sendiri. FOE bersumber dari pengalaman hidup yang telah dialaminya hingga akhirnya ia dapat mempelajari dan mengambil hikmah dari pengalaman tersebut.
Beberapa contoh generasi emas islam pada jamannya antara lain Muhammad Al Fatih, Aisyah RA, Fatimah binti Muhammad, dan Ali bin Abu Thalib. Kalau kita menelusuri kehidupan beliau - beliau lebih lanjut, kita akan menemukan bahwa semasa hidup beliau, beliau mendapatkan FOR dan FOE yang baik. Misalnya saja Muhammad Al Fatih, bisa menaklukan konstantinopel pada usianya yang tergolong muda, yang ternyata telah mendapatkan pendidikan terbaik pada jamannya yang diberikan sejak dini baik dari Ayahandanya yang juga seorang raja, atau dari alim ulama dan ahli ilmu dan bahasa pada jamannya. Beliau terpapar dengan FOR terbaik yang disesuaikan dengan 'tantangan' yang akan beliau hadapi di masa depan. Meski susah untuk mendapatkan referensi yang mendalam, saya pun yakin selama hidup beliau, beliau juga memiliki FOE yang tak kalah baiknya. Pengalaman menjadi putra raja yang diberi tanggung jawab besar, pengalaman mengikuti rapat strategi peperangan, pengalaman menyelesaikan permasalahan, dan sebagainya dan sebagainya yang kemudian membentuk karakter dan pribadi beliau sehebat yang kita tahu sekarang.
Contoh lainnya adalah Aisyah RA, salah satu istri Nabi Muhammad SAW, yang namanya tersohor sebagai penghapal hadist Nabi terbanyak kelima yang pernah ada. Menurut saya, Aisyah RA memiliki FOE dan FOR terbaik sepanjang jaman, karena beliau diberikan kesempatan hidup bersama dan mendampingi Rasulullah dalam waktu yang paling lama. Beliau belajar menulis dan membaca Al Quran langsung dari Penerima Wahyu. Beliau memiliki kesempatan mendengar majelis ilmu yang diajarkan di Masjid Nabawi kala itu, setiap hari, karena rumah beliau yang dindingnya berhimpit dengan dinding masjid. Beliau bisa belajar siang dan malam pada Rasulullah, bertanya apa saja yang tidak dimengerti tanpa sedikitpun pernah dimarahi Rasulullah; memperlajari dan memperjelas hukum - hukum Islam yang pada waktu itu masih terlalu sulit untuk diterjemahkan dan diterapkan dalam keseharian. Dari FOR dan FOE yang beliau terima, beliau sekaligus dihadapkan dengan 'tantangan' masa depan apabila Rasulullah telah tiada. Beliau secara giat melanjutkan dakwah saat Rasulullah telah tiada. Beliau mau turun dan menyelesaikan permasalahan antar umat yang pelik. Beliau mampu dengan bijak menilai duduk masalah dan mengambil sikap yang sesuai dengan Islam pada jaman tersebut.
Sekali lagi, semua karena FOE dan FOR yang sesuai dengan 'amanah' yang akan beliau emban di kemudian hari. Begitu juga dengan kisah Ali atau Fatimah yang mungkin untuk saat ini tak bisa saya bahas di sini karena keterbatasan kata. Tapi sungguh, cobalah untuk mencari kisah hidup generasi emas islam pada jamannya dan pelajari bagaimana mereka juga dipapar dengan FOR dan FOE terbaik sesuai dengan tuntutan jaman masing - masing.
Dari cerita tersebut, saya menarik kesimpulan bahwa untuk mencetak generasi emas Islam yang memiliki tingkat kematangan yang tinggi pada usia relatif muda, kita perlu memberikan, sedini mungkin, paparan FOR dan FOR terbaik sesuai dengan 'tantangan' yang mungkin akan mereka hadapi di masa mendatang. Hal ini juga pernah diungkapkan Ali bin Abi Thalib, "didiklah anakmu sesuai dengan jamannya, karena mereka akan hidup pada jaman yang berbeda dengan jamanmu." Dalam hal tersebut, saya percaya bahwa nilai - nilai keislaman adalah pondasi dalam proses pemaparan FOR dan FOE. Seperti Albert Einstein yang mengatakan "science without religion is lame, religion without science is blind."
Nilai - nilai keislaman seharusnya diajarkan sejak dini, dicontohkan sejah seorang anak masih kecil melalui peran keluarga, sambil sedikit demi sedikit diasah ilmu pengetahuannya. Bila kemudian anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, kita pun harus mau belajar lebih untuk mampu menjawabnya dengan baik. Bukan malah memarahi dan mematahkan semangat mereka untuk ingin tahu lebih, karena inilah awal mula seorang anak tidak lagi memiliki sikap proaktif, tidak lagi memiliki rasa ingin tahu yang lebih, tidak lagi terbiasa untuk mengembangkan diri lebih dan lebih lagi.
Ilmu pengetahuan diberikan sebaik mungkin, selengkap mungkin, disesuaikan dengan minat bakat masing - masing anak, sambil tetap dikaitkan dengan nilai - nilai keislaman dan pergembangan jaman. Misalnya, jika anak suka bermain gadget, tak apa, tapi tugas untuk memantau, mengarahkan pada permainan seperti apa yang mendidik. Buktinya ada saja anak Indonesia yang sudah mampu membuat aplikasi android diusianya yang masih belia (sekitar 10 tahun) yang akhirnya mendapatkan undangan khusus dari Google untuk hadir pada pertemuan tahunan mereka membahas tentang kemajuan teknologi saat ini.
Contoh lain, bila memang seorang anak suka dengan bisnis, biarkan, jangan dibatasi, kita harus memberikan dukungan penuh dengan memberikan FOR FOE yang sesuai dengan nilai - nilai Islam. Kita tidak akan pernah tahu jika ternyata nantinya dialah yang mampu membangkitkan sistem bisnis syariah di Indonesia yang semakin hari semakin tergerus oleh bisnis - bisnis konvensional lainnya.
Dengan membiasakan memaparkan FOR dan FOE yang terbaik, belandaskan Islam, dan disesuaikan dengan jamannya, anak akan perlahan tumbuh dan memiliki karakter mereka sendiri. InsyaAllah dengan menggandengkan ilmu agama dengan ilmu pengetahuan, seorang anak akan mampu mengaikatkan apa saja yang ia pelajari dengan nilai keislamannya. InsyaAllah generasi - generasi inilah yang nantinya akan tetap terpacu untuk memberikan yang terbaik dari dirinya sambil tetap memegang teguh keislaman; Generasi Emas Islam selanjutnya.
Ah, mungkin saya terlalu teoritikal, berhubung saya masih minim pengalaman dalam mendidik anak. Tetapi satu hal yang pasti, saya ingin menyiapkan diri saya agar mampu memberikan FOR dan FOR terbaik untuk adik - adik kecil saya saat ini, juga untuk anak - anak saya kelak, atau generasi muda masa mendatang melalui karya saya.
Satu hal yang tidak boleh terlupa untuk saya dan generasi muda saat ini, yang mungkin tidak mendapatkan FOR dan FOE terbaik dulunya, tidak perlu kita menyesali apa yang sudah terjadi. Lebih baik jika saat ini kita berusahan memaparkan diri kita dengan FOR dan FOE terbaik sambil menerka 'tantangan' seperti apa yang akan kita hadapi di masa mendatang. Terus mengasah diri baik dalam ilmu agama maupun ilmu pengetahuan. Terus berusaha mengusahakan dan memberikan yang terbaik yang kita bisa.
InsyaAllah semoga kita termasuk generasi islam pada jamannya; generasi yang memiliki tingkat kematangan tinggi pada usia yang relatif muda. Selamat berproses :)
Surabaya, 16 September 2017
stella maris
2 notes
·
View notes
Text
Jagalah Anak Gadismu dari Perbuatan Zina yang Terselubung (pacaran)
“Wahai para orang tua, mengizinkan anak gadismu pacaran dan membiarkannya terjerumus dalam praktik zina. Bersiaplah, engkau baru saja memberikan tiket kepada anakmu masuk ke dalam neraka.” -M. Ilham Nur-
Perkembangan era globalisasi dewasa ini menyebabkan remaja Islam di Indonesia terpengaruh dengan budaya barat yaitu memiliki kekasih yang belum sah (pacar). Benarkah cinta yang terbangun di atas kalimat ‘aku sayang kamu’ atau hanya nafsu yang dibalut dengan kata cinta? Di sini orang tua memiliki peran aktif dalam mengarahkan anaknya agar tidak terjerumus pada penyakit sosial ini. Siapakah yang kemudian menjadi korban pacaran? Tentu pihak perempuan. Agama Islam sejak 15 abad silam menegur dan memperingatkan semua manusia agar tidak mendekati penyakit sosial yang bernama pacaran.
Bahkan awal mula kasus kenakalan remaja yang terjadi di Indonesia ini bermula dari pacaran. Kondisi ini menggambarkan buramnya potret remaja Indonesia akibat dilumuri kasus-kasus beraroma pornografi dari mulai seks bebas, aborsi, sampai terpapar virus HIV/AIDS. Data ini bersumber dari survei yang dilakukan oleh Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Kementrian Kesehatan (Kemenkes) pada Oktober 2013. bahwa sekitar 62,7% remaja di Indonesia telah melakukan hubungan seks di luar nikah. 20% dari 94.270 perempuan yang mengalami hamil di luar nikah juga berasal dari kelompok usia remaja dan 21% diantaranya pernah melakukan aborsi. Lalu pada kasus terinfeksi HIV dalam rentang 3 bulan sebanyak 10.203 kasus, 30% penderitanya berusia remaja. Fenomena itu sebenarnya merupakan lanjutan dari begitu banyak kemudahan yang diterima anak-anak, bahkan yang berasal dari para orangtua mereka sendiri, untuk mengakses konten-konten porno di media sosial via gadget yang diperoleh pada usia terlalu dini tanpa dibekali aturan yang tepat dalam penggunaannya. Maka orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mengawasi kegiatan anaknya, terkhusus kepada anak perempuan karena yang paling dirugikan adalah perempuan.
Masih menganggap pacaran adalah masalah sepele? Ini penyakit sosial yang berbahaya, kalau kita lalai sedikit saja tidak menutup kemungkinan anak/keluarga kita menjadi salah satu korbannya. Data tersebut di atas diambil pada akhir 2013 silam, lalu bagaimana perkembangannya saat ini tahun 2017? Tentu lebih mengerikan mengingat upaya dari kaum kafir tidak akan berhenti sehingga kita umat Islam menjadi pengikut mereka, tanpa kita sadari. Astagfirullah.
Wahai para orang tua…
Ingatlah bahwa Allah SWT memerintahkan agar menjaga dirimu dan keluargamu dari api neraka. Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ ٦
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At. Tahrim: 6)
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa kalimat قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا yang artinya “peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” adalah agar kaum mukminin menjaga diri mereka dan keluarga mereka dari api neraka. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Ali bin Abu Thalib RA bahwa makna yang dimaksud ialah didiklah mereka dan ajarilah mereka. Ali ibnu Abu Thalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas berkata bahwa makna firman-Nya di atas yakni amalkanlah ketaatan kepada Allah dan hindarilah perbuatan-perbuatan durhaka kepada Allah, serta perintahkanlah kepada keluargamu untuk berdzikir, niscaya Allah akan menyelamatkanmu dari api neraka.
Ayat di atas sangat jelas bahwa dalam kehidupan rumah tangga telah dimulai menanamkan iman dan memupuk Islam. Penulis berpandangan bahwa yang menjadi penekanan dalam menghadapi masalah pacaran ini bisa dilihat pada beberapa point berikut:
1. Pendidikan pertama: Orang Tua
Membesarkan dan mendidik anak perempuan tentu berbeda dengan anak laki-laki. Keluarga adalah tempat pertama yang menjadi ladang pendidikan bagi sang anak. Menjadi anak ataupun tidak bergantung dari bagaimana Orang Tua memberi pendidikan kepada anak. Dalam hal ini yang paling berperan penting terhadap tumbuh kembang anak perempuan adalah seorang Ibu. Walaupun ayah juga memiliki tanggung jawab dalam mendidik anak, namun dominasi Ibu yang paling besar karena Ayah yang harus mencari nafkah untuk keluarga.
Ajarkan kepada anak perempuan ilmu tauhid, ajarkan mereka unlajar beribadah kepada Allah sedini mungkin. Ajarkan mereka membaca Al-Qur’an. Ajarkan mereka menggunakan jilbab dikala usia anak-anak. Ajarkan mereka ilmu fiqh dasar mengenai batasan-batasan antara laki-laki dan perempuan. Sampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami. Hingga anak gadis memasuki usia remaja, tanamkan dalam-dalam kepadanya agar menjaga kehormatan dirinya di manapun berada, menjaga pandangan dan menjaga pergaulan dengan lawan jenis. Bergaul boleh, tapi jangan sampai memiliki ikatan pacaran. Ajarkan bagaimana mengelola cinta yang tumbuh dengan benar, agar anak tidak salah kaprah dalam mengelola rasa cinta tersebut.
2. Pola asuh keluarga
Pola asuh keluarga juga merupakan faktor penting dalam menangkal virus pacaran. Generasi milenial saat ini tidak dapat dipungkiri bahwa tatap muka dan tegur sapa antar anggota keluarga sepertinya volume semakin berkurang. Ditambah dengan pekerjaan Orang Tua yang super sibuk dan jadwal sekolah/kuliah sang anak yang padat menyebabkan terjadinya kesenjangan komunikasi antar kedua belah pihak. Maka menjadi sangat penting mengetahui ilmu tentang pola asuh keluarga dengan benar. Biasa disebut dengan ilmu parenting.
Akan menjadi seperti apa dan karakter anak ke depannya bergantung dari pola asuh keluarga. Belajarlah dari keluarga yang sudah terbukti sukses mengantarkan anaknya menjadi anak yang shaleh, seperti keluarga Nabi Muhammad SAW, keluarga sahabat Umar bin Khattab dan sebagainya. Kalau melihat keluarga terkini kita bisa melihat pola asuh keluarga La Ode Hanafi yang berhasil mendidik dan menemukan pola asuh yang tepat bagi anaknya, sehingga sang anak menjadi hafiz 30 juz. Masyaallah.
3. Pendidikan kedua: Pesantren
Selanjutnya adalah dengan memasukkan anak gadis tersebut ke dalam lembaga pendidikan Pesantren. Mengapa? Karena pesantren merupakan tempat yang sangat tepat menghalau virus-virus pacaran dari anak gadis tersebut. Disamping anak kita memperoleh ilmu agama yang banyak, juga membantu tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang mandiri, tangguh dan tanggung jawab di masa depannya. Pesantren menjadi pilihan tepat menitipkan anak gadis kita. Alangkah lebih baik jika keinginan masuk ke Pesantren adalah keinginan pribadi anak gadis, beri dukungan dan doa kepadanya semoga ilmu yang dituntut mendapat barokah dan manfaat di dunia dan akhirat.
4. Lingkungan
Faktor lingkungan yang paling menentukan di antara faktor yang lainnya. Pendidikan Orang Tua sudah bagus kita berikan, pola asuh juga sudah tepat bagi sang anak, kita juga memasukkannya ke dalam pesantren. Namun bila lingkungan tidak mendukung kebaikan dan perkembangan anak gadis. Sepertinya akan sangat berat melindungi anak kita dari pengaruh pacaran. Ingat, lingkungan sangat menentukan karakter sang anak. Baik itu lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah/kampus, maupun pergaulan teman-temannya.
Sebagai Orang tua yang bijak dan pernah melewati masa muda dahulu, munculkan kesadaran pribadi sang anak dalam mengatasi pengaruh pacaran. Seberapapun kita berusaha maksimal agar anak kita tidak terjerumus pada pengaruh negatif pacaran, namun sang anak sendiri tidak memiliki kesadaran yang kuat akan pentingnya menjaga diri dari pacaran. Sungguh semua usaha yang kita lakukan akan sia-sia. Ikhtiar maksimal, berdoa kepada Allah agar menjaga anak gadis kita dari pengaruh negatif budaya pacaran dan selanjutnya kita pasrahkan urusan anak kita kepada Allah. Bagaimana pun tugas kita sebagai Orang Tua adalah berusaha dan berdoa, selebihnya Allah-lah yang menetapkan taqdir yang terbaik untuk anak gadis kita.
Semoga anak-anak gadis kita terjaga dari pengaruh negatif budaya pacaran dan menjadi anak yang berbakti kepada Orang tua serta menjadi anak yang shalehah yang menjadi tabungan Orang Tua di akhirat kelak. Aamiin.
Wallahu a’alam bisshowab.
1 note
·
View note
Link
(Misi di Balik Risalah untuk Para Raja)
Oleh: Hepi Andi Bastoni, MA
Di antara poin terpenting dari Perjanjian Hudaibiyah adalah gencatan senjata selama 10 tahun dan siapa pun berhak memilih bergabung dengan kaum Muslimin atau kafir Quraisy. Kesempatan ini dimanfaatkan benar-benar oleh Nabi saw. Maka, delapan pucuk surat pun dikirim. Tidak tanggung-tanggung. Sasarannya adalah para penguasa dunia kala itu. Mereka adalah Raja Habasyah, Raja Mesir Muqauqis, Kisra Persia, Heraklius Romawi, Pemimpin Bahrain, Pemimpin Yamamah, Pemimpin Damaskus dan Raja Omman.
Paling tidak, ada dua harapan besar di balik pengiriman surat-surat itu. Yakni, promosi Islam ke segenap penjuru dunia dan seruan kepada segala pihak supaya bergabung dengan Nabi saw sesuai isyarat dari Perjanjian Hudaibiyah. Dengan dikirimkannya surat-surat tersebut, berarti Rasulullah saw benar-benar telah menyampaikan dakwahnya kepada sebagian besar raja-raja dunia. Di antara mereka ada yang beriman dan ada pula yang tetap kafir. Walau bagaimanapun surat-surat itu telah ‘menyibukkan’ pikiran raja-raja kafir dan telah memperkenalkan kepada mereka siapa Muhammad dan apa agamanya.
Surat-surat tersebut sudah cukup jelas dan tidak perlu dikomentari lagi. Gerakan yang bersifat internasional itu telah mengalihkan Islam dari lingkup lokal le lingkup global, bahkan telah menggetarkan singgasana raja-raja. Sebagian surat itu mempu membimbing beberapa orang raja masuk Islam, di samping menantang beberapa raja lainnya untuk berperang.
Semua itu tidak mungkin terjadi sebelum perdamaian Hudaibiyah, tapi terjadi sesudahnya, yakni setelah negara Islam diakui secara formal oleh ‘penjajah’ mereka selama ini, yakni kafir Quraisy. Negara Madinah telah merdeka, menjadi negara sendiri. Kini ia sedang menarik perhatian dunia untuk mendapatkan pengakuan secara internasional. Pengiriman surat itu dilakukan Rasulullah saw sebagai maklumat untuk sepenuhnya melakukan dakwah dan menyebarkannya ke seluruh umat manusia. Ya, surat-surat Nabi saw itu bukan semata minta pengakuan dari seluruh dunia tapi mengajak mereka untuk bergabung dalam satu gerbong dengan umat Islam.
Surat-surat Nabi saw itu benar-benar telah mengguncang dan menyedot perhatian seluruh dunia, khususnya surat yang dikirimkan kepada Kisra Persia dan Kaisar Romawi. Opini yang dimaksud berkenaan dengan apa yang terjadi di perbatasan Syam dan sikap yang ditunjukkan Kisra di Persia, yang dengan angkuhnya merobek-robek surat Rasulullah saw, bahkan menyuruh orang supaya menangkap dan membawa beliau ke hadapannya hidup atau mati. Kini, mampukah Madinah melawan negara-negara adikuasa itu?
Dalam kaitan ini, menyampaikan dakwah secara tepat waktu adalah wahyu ilahi dan Allah menjamin terpeliharanya agama-Nya. Buktinya, saat Madinah tidak mampu berhadapan dengan negara Persia yang besar itu, Allah telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk memelihara Nabi-Nya dan dakwah yang diserukannya, dengan menimbulkan pergolakan terhadap Kisra yang memiliki pengaruh internasional. Yakni, dengan terbunuhnya tirani yang sombong itu dan disusul kemudian dengan sikap putranya yang menarik kembali ancaman ayahnya terhadap Nabi Muhammad saw.
Demikianlah sebagaimana dinyatakan dalam suratnya yang dikirim kepada gubernurnya di Yaman, “Perhatikanlah orang yang pernah dibicarakan oleh ayahku dalam suratnya kepadamu. Kamu jangan sembarangan terhadapnya sampai datang perintahku kepadamu.” Di pihak lain, hal itu merupakan kemenangan baru bagi Islam dengan masuk Islamnya Badzan, Gubernur Persia di Yaman beserta seluruh rakyatnya.
Kalau ancaman dari Persia sudah bisa ditaklukkan dengan runtuhnya kerajaan itu dan masuk Islamnya Badzan, maka berbeda dengan cara Nabi saw mengatasi ancaman dari Romawi.
Sebagaimana diketahui, ketika menerima surat Nabi saw, Harits bin Abu Syamar- al-Ghassani mengancam akan menyerang Madinah. Namun rencananya itu sempat dicegah oleh Heraklius. Saat itu, kekuasaan Harits berada di bawah kendali Romawi. Namun Rasulullah saw tetap melakukan persiapan-persiapan militer di samping gerakan politik. Selanjutnya terjadilah pengiriman pasukan ke Mu’tah dan serbuan terhadap bala tentara Romawi. Bagaimanapun pengiriman pasukan itu pasti memikul tugas-tugas kerasulannya. Meskipun pada mulanya bergeraknya pasukan ke Mu’tah itu menuntut balas atas terbunuhnya Harits bin Umair delegasi Rasulullah saw yang tewas di tangan Syurahbil bin Amr al-Ghassani dan dipenggal kepalanya di hadapan Kaisar.
Sementara itu Kaisar Romawi sendiri dan Raja Mesir Muqauqis ikut andil pula memperbesar ancaman terhadap negara Islam yang baru muncul itu, dengan cara lain: melakukan bujukan dan rayuan terhadap Rasulullah saw dengan mengirimkan hadiah. Meski sebenarnya kedua penguasa itu mengakui kebenaran Islam, tapi mereka tidak juga mau menyatakan masuk Islam. Mereka takut terlepas kekuasaannya dan khawatir rakyatnya memberontak.
Barangkali apa yang disampaikan oleh Abu Sufyan mengenai pertemuannya dengan Kaisar Romawoi itu dapat memberi gambaran jelas dan benar bahwa Kaisar sebenarnya telah mengakui kebenaran Rasulullah saw, tapi kemudian mendapat tekanan, ancaman dan perlawanan dari para pendeta seandainya dia masuk Islam. Hal ini tergambar dari suratnya kepada Nabi saw, “Sesungguhnya saya ini memeluk Islam, tapi saya masih dikalahkan.”
Lain halnya dengan Najasyi dari Habasyah, penguasa Bahrain dan raja Amman. Mereka terang-terangan menyatakan masuk Islam.
Sementara itu, pemimpin Yamamah juga membujuk Rasulullah saw dan ingin bersekutu dengan beliau dalam soal harta rampasan perang dan kerasulan tapi tak lama kemudian dia dibinasakan oleh Allah.
Fakta sejarah yang sangat penting diperhatikan di sini ialah ungkapan Abu Sufyan bin Harb kala dia bersama rombongannya meninggalkan negerinya menuju Syam. Takdir Allah menggiringnya ke istana Kaisar karena penguasa Romawi itu ingin mendengar pandangannya mengenai Muhammad saw. Tetapi di sana, telinganya malah digetarkan oleh pernyataan Kaisar, “Kalau semua yang kamu katakan tadi benar, dia pasti akan menguasai tempat berpijaknya kedua telapak kakiku ini.”
Abu Sufyan tahu betul bahwa Kaisar mengatakan yang sebenarnya, tak mungkin dia berbasa-basi. Padahal, Abu Sufyan semula menyangka penghinaannya terhadap Muhammad dan para pengikutnya akan mendorong Kaisar untuk menganggap remeh seterunya itu. Namun, ternyata penghinannya itu justru menambah keyakinan Kaisar bahwa Muhammad itu adalah nabi.
Adapun ungkapan kedengkian Abu Sufyan yang dimaksud justru merupakan pengakuannya terhadap kenabian Muhammad, karena ungkapan itu bunyinya, “Hebat benar urusan anak si Abu Kabsyah ini. Dia benar-benar ditakuti raja-raja Bani Ashfar. (Eropa).”
“Sejak itu, saya selalu yakin,” kata Abu Sufyan pula mengakui, “bahwa urusan (agama) Rasulullah saw. Ini akan menang, hingga akhirnya Allah menyadarkan aku untuk masuk Islam.”
Sesungguhnya, yang pertama menjadi sasaran gerakan politik yang dilakukan oleh gerakan Islam dewasa ini adalah menyampaikan seruan Allah kepada para penguasa dan para pemimpin negara, sekalipun seruan seperti itu akan membuat gerakan Islam harus mengalami susah payah dan banyak kesulitan. Suatu pengkhianatan terhadap dakwah dan syariat Allah jika gerakan Islam merestui sistem-sistem pemerintahan kafir atau menginspirasikan kepada mereka bahwa syariat Allah merestui kezaliman, kedurjanaan dan hukuman mereka yang tidak sesuai dengan apa yang telah diturunkan Allah.
Surat-surat Rasulullah saw mengajarkan kepada kita tentang cara menyeru manusia kepada Allah secara bijak dan dengan memberi nasihat yang baik, bukan dengan mengecam dan memberi ancaman. Patut kita tegaskan garis pemisah antara kedua hal tersebut. Di satu pihak, kita bisa melihat bahasa pergaulan yang digunakan oleh Rasulullah saw terhadap para pemimpin negara, pemilihan kata yang tepat, dan bagaimana cara menggetarkan tali-tali senar kejiwaan mereka, dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi.
Di pihak lain, kita melihat bagaimana sebagian para pemimpin negara itu mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan bagaimana mereka membujuk dan mengajak Rasulullah saw berdamai untuk tetap pada kekafiran, agar kezaliman mereka direstui, bahkan agar semboyan-semboyan Islam terhapus. Para pemimpin itu juga bermanis muka kepada beliau, dengan tujuan hendak menjadikan Islam dan syariat Allah sebagai alat melegalisasi kezaliman mereka.
Ketidakmampuan kita membedakan kedua hal itu akan memecah belah dan memporakporandakan kesatuan barisan umat Islam. Kita lihat surat-surat Rasulullah saw tersebut menyebut raja-raja itu dengan gelar mereka masing-masing. Walaupun demikian, sama sekali tidak mencantumkan nama mereka di depan nama Rasulullah saw. Perkara yang tampaknya sepele inilah yang telah menimbulkan amarah Kisra Persia sampai dia mengatakan, “Seorang budak hina dari kalangan rakyatku beraninya mencantumkan namanya sebelum namaku.”
Namun demikian, kita juga melihat pada teks surat itu tercantum gelar-gelar kebesaran seperti Azhimi Faris (Pembesar Persia), Azhimil Qibthi (Pembesar Qibthi), Malikil Habasyah (Raja Habasyah), atau Azhimir Rum (Pembesar Romawi).
Kita lihat pula, dalam berdakwah ajaran tentang keesaan Allah dan kerasulan Muhammad harus tegas dan jelas, tidak boleh remang-remang atau sulit dipahami. Itu harus dilakukan sampai sejelas-jelasnya secara definitif sehingga makna-maknanya tidak kabur. Harus ada kejelasan yang tegas dalam mencegah penyembahan segala macam berhala, yang ditujukan kepada siapapun yang menyembahnya.
Walaupun demikian, pernyataan tegas dua kalimat syahadat tersebut harus senantiasa dibarengi dengan pembicaraan mengenai prinsip-prinsip akhlak Islam, seperti kejujuran, menjaga diri dari dosa, silaturahim dan hal lainnya yang pasti disepakati semua orang.
Lain dari itu, kita lihat pula Rasulullah saw menggetarkan tali-tali senar kejiwaan yang diikuti oleh semua pemimpin negara. Namun sesudah itu, para delegasi beliau segera menentramkan hati mereka, untuk tidak perlu mengkhawatirkan terlepaskan kekuasan mereka. Para delegasi itu menegaskan bahwa Rasulullah saw akan tetap memberikan kekuasaan itu kepada mereka apabila masuk Islam.
Jaminan itu bahkan tetap akan diberikan kepada mereka yang sebelumnya memusuhi dan memerangi Islam sekalipun. Tak ada rasa jengkel atau dendam yang patut dicurigai atau dikhawatirkan akan mengubah siasat ini. Bahkan, penghormatanlah yang akan mereka terima setelah masuk Islam.
Surat-surat yang dikirimkan Rasulullah saw itu merupakan perubahan besar dan penting dalam sejarah Islam. Ia merupakan peristiwa penting di antara sekian kejadian lainnya. Sebab, surat-surat itu telah menghubungkan kaum Muslimin dengan masyarakat dunia seluruhnya. Ada yang menghasilkan dukungan atau janji setia, ada pula tantangan perang. Itulah buah terbesar di antara hikmah Perjanjian Hudabiyah sebagaimana diceritakan Allah.
Ia merupakan peralihan dari perang lokal yang banyak memakan korban kepada tanggapan potisitif atau negatif dari raja-raja dunia terhadap Islam. Yakni, tanggapan yang sebenarnya merupakan pemindahan dakwah ke arena yang lebih luas dan jauh sasarannya serta luar biasa besar wawasannya. Perubahan ini datang secara tepat waktu yakni setelah kaum Quraisy menyatakan gencatan senjata selama sepuluh tahun. Yang kemudian dimanfaatkan oleh negara-negara Islam untuk mencapai tujuan-tujuannya dan menanamkan akar-akarnya di muka bumi, sebagai kalimat yang baik, yang akar-akarnya teguh dan cabang-cabangnya menjulang ke langit.
Pentingnya Dakwah Lewat Tulisan
Surat-surat Nabi saw kepada para raja merupakan bagian penting dari jenis dakwah. Metode dakwah ini merupakan bentuk kecerdasan Nabi saw memanfaatkan peluang. Di antara poin terpenting dalam Perjanjian Hudaibiyah adalah gencatan senjata selama 10 tahun. Selama itu pihak manapun boleh bergabung dengan Nabi saw atau kafir Quraisy. Untuk itu, Nabi saw segera memanfaatkan kesempatan itu dengan cara mengirim surat kepada para raja. Mengapa surat dan mengapa yang dibidik adalah para raja?
Surat adalah cara yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan. Di zaman serba canggih seperti sekarang, surat justru masih diperlukan. Dalam banyak kondisi, penyampaian pesan lewat lisan sering mengalami kendala, seperti bahasa, metode dialog, atau teknik komunikasi. Semua itu bisa membuat pesan tidak sampai ke sasaran. Berbeda dengan bahasa tulisan. Ia akan langsung bisa masuk ke sasaran pesannya pun akan sangat jelas.
Nabi saw sengaja membidik para raja. Beliau tahu, kondisi masyarakat sering ditentukan oleh rajanya. Bagaimana kata raja, begitulah kondisi rakyat. Dengan kekuatan dan kekuasaannya, seorang raja bisa ‘memaksa’ rakyatnya untuk mengikuti kehendaknya. Nabi saw betul-betul memahami, jika seorang raja, misalnya berhasil diajak masuk Islam, maka insya Allah, sebagian besar rakyatnya pun akan mengikuti.
Dalam konteks sekarang, berdakwah lewat tulisan menjadi hal yang tak kalah penting. Maraknya media cetak dan internet seharusnya dimanfaatkan oleh umat Islam untuk menyebarkan dakwah. Jika dakwah lewat lisan sering dibatasi oleh tempat dan waktu, maka tidak dengan dakwah tulisan. Ia bisa lintas tempat, melewati masa dan generasi. Tulisan para ulama dulu yang sudah berlalu lebih dari 1000 tahun, tetap bisa kita nikmati hingga hari ini. Bahkan, beberapa surat Nabi saw yang beliau kirimkan ke para raja itu hingga kini masih tersimpan rapi.
Sampaikan Meski Satu Ayat
Pengiriman surat kepada para raja merupakan bentuk dakwah yang sangat efektif. Meski tak semua para raja itu menerima Islam, tapi paling tidak, surat-surat itu mampu mengguncang dunia. Pengiriman surat ini juga merupakan salah satu penunaian tugas dakwah. Jika kita renungkan, apa yang dilakukan Nabi ini merupakan keberanian luar biasa yang bisa membuat marah para raja itu. Tapi inilah dakwah! Ia harus disampaikan. Dan, tugas kita adalah menyampaikan. Masalah nanti objek dakwah akan menerima atau menolak, bukan urusan kita.
Pada saat serah terima Masjidil Aqsha ke tangan umat Islam, Umar bin Khaththab bertemu dengan seorang wanita tua. Nenek-nenek yang betul-betul sudah lanjut usia. Tubuhnya keriput, pendengaran dan pandangannya sudah tidak berfungsi dengan baik.
Saking keriputnya kulit sang nenek, hingga ketika Umar menyapanya, ia harus membuka kulit kelopak matanya yang menutupi pandangannya. Umar menceritakan tentang Islam, mengajak sang nenek memeluk agama ini dan bertaubat di akhir hayatnya.
Dengan heran nenek tersebut bertanya, “Hai Umar, apa untungnya engkau mengajakku masuk Islam? Saya ini sudah tua.”
Umar menjawab, “Allahummasy had! Laqad balaghtu. Ya Allah saksikanlah. Sungguh aku telah menyampaikan Islam!”
Jadi, Umar hanya ingin menyampaikan Islam. Sebab, itulah tugas kita sebagai Muslim. Hanya menyampaikan Islam ke semua orang. Apakah nanti akan diterima atau tidak, itu urusan Allah.
Seseorang tidak bisa memaksa orang lain lain untuk mendapatkan hidayah. Hidayah hak prerogratif Allah. Bahkan, Nabi saw sendiri tidak bisa memaksa pamannya Abu Thalib untuk memeluk Islam. Padahal, Abu Thalib adalah paman beliau yang sejak lama mengasuhnya. Allah berfirman, “Sesungguhnya engkau tidak akan bisa memberikan hidayah kepada orang yang engkau cintai tapi Allahlah yang memberi hidayah,” (QS al-Qashash: 56).
Jadi, tugas kita menyampaikan kebenaran ini kepada sebanyak mungkin orang. Dari mereka yang bercokol di istana mewah—seperti para raja yang mendapatkan surat dari Rasulullah saw—hingga pengemis jalanan seperti dilaksanakan Umar bin Khaththab.
Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2018/01/25/mendakwahkan-islam-ke-luar-arab/
0 notes
Text
Laporan Wawancara Character Building : Agama
Nama Dosen : Frederikus Fios, S.FIL., M.TH,
Kode Dosen : D3093
Kelas : LB33
Anggota Kelompok :
1. Raihan Maurizky Rauf 2001558422
2. Anastasia Monica Christina 2001554456
3. Katherine Elliani Suhendra 2001545640
4. Maria 2001550086
5. Vania Calista 2001551990
6. Wisnu Sasmitaning Panggalih 2001562413
Lokasi yang dikunjungi :
1. Gereja Maria Bunda Karmel
Jalan Karmel Raya No. 2, Kebon Jeruk, RT.2/RW.4, Jakarta Barat, RT.2/RW.4, Kb. Jeruk, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11530, Indonesia.
2. Vihara Metta – Palmerah
Jl. Palmerah Utara IV No.26C - Jakarta Barat
3. Masjid Mujahidin
JL. Palapa V, Rt.04/01, RT.4/RW.1, Kedoya Sel., Kb. Jeruk, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11820
I. Agama Katolik : Gereja Maria Bunda Karmel
Hari/Tanggal : Selasa, 17 Oktober 2017
Jam : 17.30 – 19.00 WIB
Narasumber :
Romo Willibaldus Gebo, O.Carm.
Tempat :
Gereja Maria Bunda Karmel.
Jl. Karmel Raya No.2, RT.2/RW.4, Kb. Jeruk, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11530
Hari Selasa (17/10), kelompok kami berkunjung ke Gereja Maria Bunda Karmel di Jl. Karmel Raya No.2, bertujuan mewawancarai salah satu Agama Katolik yaitu Romo Willibaldus Gebo, O.Carm.
Pembicara mulai menjawab pertanyaan yang diajukan oleh kami :
1. Menurut anda agama itu seperti apa?
Menurut agama kekristenan agama memiliki fungsi yang berupa sistem yang mengatur tata keimanan agar terciptanya hubungan timbal balik antar sesama manusia yang berdasarkan kebijaksanaan manusia maupun berdasarkan wahyu Allah sehingga setiap umat dapat mengetahui lebih mendalam tentang siapakah Allah, oleh karena itu setiap orang harus dapat menjadi contoh teladan untuk dapat menjadi saksi pembawa kabar sukacita Allah.
2. Bagaimana anda menaggapi beragam macam agama di Indonesia ?
Keberagaman agama merupakan bentuk dari penggambaran bahwa Indonesia merupakan negara yang majemuk sehingga setiap warga negara Indonesia memiliki kewajiban untuk dapat mengembagkan sikap yang berlandaskan kepada kebhinekaan Pancasila. Yang menggambarkan bahwa didalam perbedaan tersebut dapat memberikan kekuatan berupa pondasi berdirinya negara Indonesia, Sehigga setiap warga negara Indonesia diharapkan dapat menerima setiap perbedaan agama tujuannya adalah agar setiap warga negara Indonesia dapat mengembagkan sikap toleransi yang berfungsi untuk membangun bangsa Indonesia agar menjadi negara yeng maju.
3. Menurut anda mengap banyak konflik yang terjadi di Indonesia yang bersangkutan dengan agama ?
Banyaknya konflik yang terjadi di Indonesia karena disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat mengenai nilai-nilai dalam Pancasila, oleh karena itu setiap masyarak dianjurkan agar tidak terpengaruh dengan media masa yang tidak sesuai dengan kebenarannya sehingga setiap masyarakat harus dapat berfikir secara bijak dengan cara mencari dahulu kebenaran atau fakta didalam didalam berita tersebut.
4. Bagaimana memupuk rasa toleransi beragama dalam multicultural di Indonesia mengingat banyak orang yang masih memegang rasa keakuan dalam agam masing-masing?
Dengan cara saling memahami karena realitas dunia sosial dapat menjadikan sebagai mewartakan sehingga manusia saling menghakimi diakibatkan terlalu cepat menafsir atau merumuskan. Kesimpulannya adalah manusia sulit untuk memahami sesama. Jadi, sebagai warga negara indonesia kita harus dapat berpikir kritis didalam menghadapi berbagai macam informasi dengan cara mencari terlebih dahulu fakta atau kebenaran didalam informasi tersebut, yang bertujuan agar tidak terjadi konflik yang mengakibatkan perpecahan antar umat beragama.
5. Cara apa yang dapat digunakan untuk mengajarkan kepada masyarakat bahwa terdapat perbedaan agama dalam kehidupan ?
Dengan cara mengembangkan nilai-nilai Pancasila didalam kehidupan masyarakat bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk pengembangan nilai-nilai Pancasila dapat dilakukan seperti hidup saling tolong menolong antara sesama umat manusia sehingga setiap umat harus dapat menjadi garam dan terang dunia.
6. Bagaimana sikap kita sebagai warga negara Indonesia warga beragama dalam menghadapi konflik SARA ?
Sikap kita sebagai warga negara Indonesia dalam menghadapi konflik sara adalah dengan cara setiap warga negara Indonesia dapat memaknai arti dari Pancasila didalam hidupnya, memaknai nilai-nilai Pancasila dapat diterapkan mulai sejak dini melalului lingkukngan keluarga-sekolah maupun lingkungan pergaulan. Dalam hal ini juga setiap individu harus dapat berfikir secara kritis dalam menghadapi berbagai macam sumber media masa dengan mencari terlebih dahulu fakta sumber tersebut sehingga setiap masyarakat tidak dapat terbawa oleh arus yang menjadi permasalahan atau konflik yang dapat memudarkan nilai-nilai Pancasila.
II. Agama Buddha : Vihara Metta
Hari/Tanggal : Minggu, 29 Oktober 2017
Jam : 11:30 – 14:30 WIB
Narasumber :
Ida Mulyadi
Hari Minggu (29/10), kelompok kami berkunjung ke Vihara Metta di Palmerah,bertujuan untuk mewawancarai salah satu tokoh agama dari pihak Kementerian Agama Buddha yaitu Ida Mulyadi. Sebelum wawancara dimulai,kami mengikuti kebaktian yang biasanya diselenggarakan hari Minggu. Kemudian, kelompok kami disuruh untuk menunggu pembicara.
Pembicara mulai menjawab pertanyaan yang diajukan oleh kami :
1. Menurut anda,agama itu seperti apa?
Ibu Ida : Agama berasal dari kata a dan gama._a _artinya tidak,dan gama artinya kacau.Jadi,agama adalah suatu peraturan agar dunia tidak kacau.Agama diciptakan supaya manusia tidak hidup dalam kekacauan.
2. Bagaiman anda menanggapi beragam macam agama di Indonesia?
Ibu Ida : Caranya adalah dengan hidup rukun dengan mereka yang berbeda agama. Karena dalam agama Buddha diajarkan untuk hidup rukun kepada sesama makhluk, yang disebut dengan Tri Kerukunan. Kerukunan adalah sikap yang diajarkan sang Buddha.Terbukti lewat percakapan sang Buddha dengan Bikhu Ananda di Hutan.Melalui percakapan itu,Buddha mengajarkan kerukunan dan kebenaran.
Serta sebagai manusia juga jangan ikut campur dengan agama orang lain.Kita harus menjaga sikap dan tahu batasan antar agama lain. Jangan memicu pertengkaran.
3. Menurut anda,mengapa banyak konflik yang terjadi di Indonesia yang bersangkutan dengan agama?
Ibu Ida : Karena banyak kelompok tertentu seperti tokoh politik yang mencampuradukkan urusan politik dengan urusan agama.Mereka menggunakan agama sebagai alat politik untuk mendukung kepentingan mereka.
4. Bagaimana memupuk rasa toleransi beragama dalam multikultural di Indonesia?Mengingat banyak orang yang masih memegang rasa keakuan dalam agama masing-masing.
Ibu Ida : Kita harus menyadari bahwa kita hidup dalam perbedaan.Kita tinggal di tempat dimana semua makhluk hidup tinggal bersama dalam satu tanah.Selain itu,kita sebagai umat beragama ada baiknya tidak menghina agama lain dan merasa diri kita benar.Kita juga jangan menghina agama lain,sebab itu sama saja dengan mengali liang kubur agama sendiri.
5. Cara apa yang dapat digunakan untuk mengajarkan kepada masyarakat bahwa terdapat perbedaan agama dalam kehidupan?
Ibu Ida : Sebenarnya,tidak perlu ada cara khusus sebab memang ada perbedaan dalam setiap agama.Karena pasti kita sadar pasti terdapat perbedaan secara jelas.
6. Bagaimana sikap kita sebagai warga negara Indonesia dan warga beragama dalam menghadapi konflik SARA?
Ibu Ida : Cara kita sebagai umat beragama yang melaksanakan aturan agama dengan benar, pasti tahu bahwa semua agama,meski berbeda memiliki tujuan kebaikan.Untuk itu,kita juga sadar,sebaiknya kita tidak mencampuri urusan agama orang lain terlalu dalam. Dengan demikian,kita tidak membuat masalah yang membawa-bawa agama lain.Dengan begitu,kita dapat menjaga kerukunan antar warga Negara meski berbeda.Serta kita harus memegang teguh kebenaran,sebab kebenaran tetap akan benar meski banyak konflik menghadang.
**III. Agama Islam :
Masjid Mujahidin
**
Hair/ Tanggal : Minggu, 29 Oktober 2017
Jam : 15.00 – 17.00 WIB
Narasumber : Ust. Mujamil
Tempat : Masjid Mujahidin. Jln Palapa V, Rt04/01,RT.4/RW.1, Kedoya Sel., Kb. Jeruk, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11820
1. Menurut anda, agama itu seperti apa?
Peraturan agar hidup manusia teratur. Agama sendiri diambil dari Bahasa Sansekerta (Bahasa Jawa Kuno).
“A” artinya tidak. “Gama” artinya kacau, rusak. Jika digabungkan, agama berarti tidak rusak. Agama diciptakan agar manusia tidak hidup rusak atau berantakan.
Fitrah** **(insting/naluri) agama dimiliki semua orang yang mempercayai adanya sesuatu yang berkuasa.
Syarat agama :
1. Ada Tuhan yang disembah.
2. Memiliki kitab.
3. Adanya Rasul adalah utusan yang menyampaikan ajaran Tuhan.
Tipe agama juga dibagi dua, yaitu :
1. Agama Samawi adalah agama yang diciptakan Allah SWT.
2. Agama Bumi adalah agama yang diciptakan oleh manusia.
Bagaimana anda menanggapi beragam macam agama di Indonesia?
Menurut agama Islam, isitilah _Lakum Diinukum wa Liya Diin _yang artinya “bagiku agamaku, bagimu agamamu” dipakai sebagai induk toleransi dalam menjalankan agama masing-masing dengan sebaik-baiknya sehingga orang muslim tidak bisa memaksa orang lain yang berbeda agama untuk memasuki agamanya.
3. Menurut anda,mengapa banyak konflik yang terjadi di Indonesia yang bersangkutan dengan agama?
Assalamu’alaikum adalah memberikan doa berupa keselamatan bagi sesama yang artinya semoga keslamatan dari Allah tetap pada kalian
Tujuannya yaitu :
- Memberikan kedamain
- Keslamatan
- Kebaikan
- Rahmat
Sehingga agama Islam memiliki arti damai. Kerukunan terpecah belah karena adanya adu domba yang mengakibatkan Indonesia tidak bersatu. Islam ingin mengajak sesama umat beragama untuk hidup damai.
4. Bagaimana memupuknya rasa toleransi beragama dalam multikultural di Indonesia? Mengingat banyak orang yang masih memegang rasa keakuan dalam agama masing-masing ?
“Bagiku agamaku bagimu agamamu”. Artinya beribadah sesuai agama masing-masing yang bertujuan untuk tidak mencampuri dengan agama orang lain yang dapat menimbulkan konflik.
5. Cara apa yang dapat digunakan untuk mengajarkan kepada masyarakat bahwa terdapat perbedaan agama dalam kehidupan?
Saya tidak bisa menjawab pertanyaan ini.
6. Bagaimana sikap kita sebagai warga negara Indonesia warga beragama dalam menghadapi konflik SARA?
Sikap kita dalam menghadapi konflik ras dapat disimpulkan bahwa ras adalah sama sehingga konflik ras timbul akibat adanya pengaruh politik. Oleh karena itu, agama Islam tidak memandang ras karena setiap manusia memiliki hak untuk menjalankan hidupnya.
0 notes
Text
Story II#25
# *OneDayOneSiroh* السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه Alhamdulillah, Allah masih memberi nikmat sehat, iman dan Islam pada kita semua. Semoga kita semua selalu dipersatukan Allah hingga jannah-Nya nanti. Aamiin... Masih semangat kan baca sirohnya?😊 Yuk kita lanjutkan kisah tentang Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, dan Bunda Khadijah. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد 🌹 *Sifat Muhammad *🌹 Sahabat fillahku, Muhammad telah mendapat karunia Allah dengan pernikahan ini. Dari seorang pemuda miskin, Allah telah mengangkatnya menjadi laki-laki berkedudukan tinggi dengan harta yang mencukupi. Seluruh penduduk Mekah memandang pernikahan ini dengan gembira dan penuh rasa hormat. Semua undangan yang hadir berharap bahwa dari pasangan yang sangat ideal ini kelak lahir keturunan yang akan mengharumkan nama Quraisy. Para sesepuh dari kedua keluarga tahu bahwa Khadijah akan mendukung suaminya dengan kasih sayang dan harta berlimpah. Sebaliknya, mereka juga berharap bahwa Muhammad yang bijak dan cerdas akan membimbing istrinya menuju kebahagiaan hidup. Kehidupan berlanjut dan keikutsertaan suami istri itu dalam pergaulan yang baik dengan masyarakat membuat orang semakin menghormati mereka. Walau telah mendapat kehormatan demikian itu, Muhammad tetaplah seorang yang rendah hati. Itu adalah sifatnya yang menonjol. Jika ada yang mengajaknya berbicara, tidak peduli siapa pun itu, ia akan mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa menoleh kepada orang lain. Tidak saja mendengarkan dengan hati hati, Muhammad bahkan memutar badannya untuk menghadap orang yang mengajaknya berbicara. Semua orang tahu bahwa bicara Muhammad sedikit. Ia justru lebih banyak mendengarkan pembicaraan orang lain. Selain bicara, Muhammad bukanlah orang yang tidak bisa diajak bergurau. Ia sering juga membuat humor dan mengajak orang lain tertawa, tetapi apa yang ia katakan dalam bergurau sekalipun adalah sesuatu yang benar. Orang yang menyukai Muhammad yang apabila tertawa, tidak pernah sampai terlihat gerahamnya. Apabila marah, tidak pernah sampai tampak kemarahannya. Orang tahu ia marah hanya dari keringat yang tiba tiba muncul di keningnya. Muhammad selalu menahan marah dan tidak menampakkannya keluar. Orang orang menyayangi Muhammad karena ia lapang dada, berkemauan baik, dan menghargai orang lain. Ia bijaksana, murah hati, dan sangat mudah bergaul dengan siapa saja. Namun, dibalik semua kelembutan itu, ia mempunyai tujuan yang pasti, berkemauan keras, tegas, dan tidak pernah ragu ragu dalam tujuannya. Sifat sifat demikian berpadu dalam dirinya sehingga menimbulkan rasa hormat yang dalam bagi orang orang yang bergaul dengan Muhammad. Peristiwa apa saja yang terjadi setelah pernikahan Rasulullah ini? Nantikan besok ya kelanjutannya.... In syaa Allah 😊 📝Catatan tambahan 📝 *Mahar Pernikahan * "_Saksikanlah para hadirin," kata Waraqah bin Naufal dengan suara agak keras. "Saksikanlah bahwa aku menikahkan Khadijah dengan Muhammad, dengan mas kawin senilai 12 ekor unta_." ✅ kisah diambil dari buku Muhammad Teladanku jilid 2➡25 ✅ Muhammad salallahu 'alaihi wasallam teladanku ✅ ODOS ✅ Siroh Nabawiyyah ✅ MariBerkisah ✅ Sahabat Sirah Nabawiyah
0 notes
Text
'Kalau nak sangat, kau ambil saja suami aku'
Dari Kisah Rumah Tangga
Assalamualaikum. Terima kasih admin kalau disiarkan.
Begini, saya pegang password Facebook suami saya. Jarang saya nak buka dan baru-baru ini tergerak hati nak buka. Saya tengok ada notification, ada orang tag nama suami di komen, kawan perempuan. Tapi saya tak kisah pun. Katanya nak ajak buat reunion. Masalahnya, tiba-tiba ada komen lebih kurang, nanti terimbas kenangan lama. Saya faham maksudnya, yang seolah-olah mereka ada kisah cinta barangkali.
Saya tak kenal perempuan ini, tetapi saya pernah jumpa gambar pasport dia di dalam album gambar lama suami saya. Bila tanya, suami kata perempuan itu yang bagi. Pada saya, mungkin itu kisah cinta monyet mereka agaknya semasa zaman tingkatan 1 hingga tingkatan 3. Tingkatan 4, dia dah pindah ke sekolah yang semuanya lelaki. Gambar perempuan itu pun macam zaman budak hingusan lagi. Gambar itu saya biarkan sampai sekarang. Kalau saya jenis cemburu buta, sudah lama saya buang gambar itu ke dalam tong sampah.
Isunya sekarang, di saat dah ada kehidupan masing-masing, perlu ke nak komen dan ungkit kisah-kisah lama? Ya, saya dan suami sudah tak sebumbung sebab itu saya abaikan saja walaupun saya boleh buat teguran. Kalau perkara ini terjadi pada orang lain yang rumah tangganya sedang bahagia, apa yang akan terjadi? Kemudian nak buat reunion bagai. Sebab itulah orang kata masalah rumah tangga ada yang berpunca dari reunion. Ini bunga-bunga la ni, belum apa-apa dah komen tentang kisah lama.
Pada saya tak perlu nak buat reunion bagai. Cukup tiba waktu raya, kenduri kendara datang berziarah dan tanya khabar. Bawa anak isteri atau suami kenal dengan kawan-kawan. Berani kerat kukulah kalau waktu reunion ini mesti berharap kekasih lama datang. Kemudian mulalah nak berhias cantik-cantik. Untunglah kalau kekasih lama terpandang terus tertawan kali kedua.
Awak janda ke, tak kahwin lagi ke, saya tak kisah. Tetapi selagi mana awak itu wanita, tolong faham perasaan wanita lain. Kalau diikutkan, ini bukan kali pertama kawan-kawan perempuan suami saya menggeletis. Isteri-isteri orang hantar mesej tanya khabar. Kenapa ya? Tak perlu nak pertikai isu kawan-kawan sekolah lama. Dalam Islam sendiri melarang perkara-perkara seperti ini antara lelaki dan perempuan. Suami saya pun sama naik miangnya, jenis melayan. Sebab itu sampai sekarang tak ingat anak dan isteri di rumah.
Itu belum masa saya dalam wad nak melahirkan anak sulung, terbaca mesej mesra suami dengan kawan perempuan zaman sekolahnya di Facebook yang membahasakan diri mereka makwe pakwe.
"Pakwe sihat?"
"Makwe dah makan?"
Dah kenapa mereka ini? Fitrah perempuan ini malu lebih dari lelaki. Malu itu sebahagian dari lebih 60 cabang iman. Jadi tolong beriman sikit wahai perempuan. Dah tahu lelaki ini ada jenis gatal walaupun luar nampak pendiam, awak jangan terikut menggatal sekali. Malu tahu tak kalau orang gelar kita ini perempuan gatal, perempuan miang, perempuan terdesak. Ramai-ramai lelaki bujang, lelaki duda, suami orang juga awak nak tunjuk miang atau nak tunjuk hint bagai. Awak dah kenapa?
Nasib baik saya masih rasional lagi tak terus komen sebab nak jaga aib. Kalau saya tegur, mahunya awak malu sebab kawan-kawan awak semua baca. Jadinya, saya cuma confess di sini sahaja. Kalau awak terbacak confession ini, satu saja saya nak pesan, jadi perempuan kena jaga maruah diri.
Ini termasuk isteri orang yang bernama Siti, yang tergila-gilakan suami saya. Lelaki perempuan sama miang. Tepuk sebelah tangan, ada bunyi ke? Unless kau tepuk di meja.
Kalau kau nak sangat, kau boleh ambil saja suami aku. Dah macam-macam cara aku buat dan cuba pertahankan rumah tangga kami sehinggalah aku dah redha. 10 tahun aku hidup dengan suami aku, aku tahu kekurangan dia di mana yang sekarang ini bila aku cakap, dia tuduh aku hina dia. Beritahu kekurangan pun terasa dihina ke?
Bertahun-tahun aku pendam kekurangan dia, tak pernah pun aku terfikir nak curang sebab aku berkahwin untuk membina keluarga bahagia. Apa-apa kekurangannya aku terima asalkan jangan menyakiti hati aku. Tetapi yang aku pelik sampai sekarang, kenapa tak nak lepaskan aku? Dah kenapa? Kalau lepaskan aku, banyak kemudahan aku akan dapat. BR1M aku dapat, rumah mesra rakyat aku boleh mohon sebab gaji aku cuma RM3,000 lebih sahaja. Masih memenuhi syarat nak memohon BR1M dan mohon rumah mesra rakyat. Dengan status ibu tunggal, aku boleh dapat kemudahan itu.
Kenapa tak nak lepaskan aku? Nak tunggu aku tuntut fasakh supaya orang nampak aku yang nak bercerai, sebenarnya kan? Bijak kau wahai suamiku. Kau biar aku nampak salah supaya dapat tutup bukti kecurangan kau.
Dan Siti, selepas ini kalau aku bercerai, mesti kau kahwin dengan dia. Kemudian korang bercerai, memang aku tergelak di belakang berguling-guling sebab aku tahu di mana kekurangan suami aku dan kekurangan suami aku ini kalau isteri tak berlapang dada, memang makan hati. Silap-silap kau curang di belakang dia macam mana kau curang dengan suami kau sekarang ini. Jadi masa itu agaknya kifarah buat suami aku agaknya sebab pernah curang dengan aku.
Kalau suami aku tertarik dengan kau, nak kata kau ada rupa, biasa-biasa sahaja sebab kau kurang, pandai bergaya. Kau tak pernah beranak walaupun dah bertahun kau berkahwin dengan suami kau. Aku tak nak kata aku cantik ke apa, nanti riak. aku cuma gemuk sebab dua kali melahirkan anak secara pembedahan. Nak kurus macam zaman tak ada anak, aku perlu usaha lebih. Bukan tak nak bergaya, tetapi baju yang bergaya macam kau pakai itu semuanya nampak susuk badan. Aku lebih memilih bergaya cara aku. Pakai tudung bawal tutup dada, pakai baju longgar.
Suami aku nak cari yang suara lemah lembut? Aku dulu masa tak ada anak pun lemah lembut tetapi sejak ada anak memang aku terjerit-jerit sebab letih urus anak-anak. Suami nak cari yang berakhlak? Aku tak tahulah aku berakhlak ke tidak, tetapi mak ayah aku didik aku sebaiknya supaya sentiasa jaga batas pergaulan dan memang aku jaga sehingga kini walaupun suami tak pedulikan aku.
Kau curang dengan suami kau, keluar dengan lelaki lain saat bergelar isteri orang, masih nak kira wanita berakhlak ke? Tanyalah diri sendiri, bagaimana mudah aku redha. Sebab aku yakin Allah ada dan yakin balasan Allah Taala.
Allah uji aku sebab Allah lebih thau apa yang terbaik untuk aku. Korang berdua memang pasangan serasi. Kau isteri yang curang, suami aku suami yang curang. Pastikan bila korang dah kahwin nanti, korang bahagia sampai akhir hayat. Kalau korang bercerai, memang aku gelak jahat di belakang sebab apa yang korang buat pada aku, Allah dah balas 'cash' di dunia.
from The Reporter http://ift.tt/2oH7886 via IFTTT from Cerita Terkini Sensasi Dan Tepat http://ift.tt/2pbYDTO via IFTTT
0 notes
Photo
Mendakwahkan Islam ke Luar Arab
(Misi di Balik Risalah untuk Para Raja)
Oleh: Hepi Andi Bastoni, MA
Di antara poin terpenting dari Perjanjian Hudaibiyah adalah gencatan senjata selama 10 tahun dan siapa pun berhak memilih bergabung dengan kaum Muslimin atau kafir Quraisy. Kesempatan ini dimanfaatkan benar-benar oleh Nabi saw. Maka, delapan pucuk surat pun dikirim. Tidak tanggung-tanggung. Sasarannya adalah para penguasa dunia kala itu. Mereka adalah Raja Habasyah, Raja Mesir Muqauqis, Kisra Persia, Heraklius Romawi, Pemimpin Bahrain, Pemimpin Yamamah, Pemimpin Damaskus dan Raja Omman.
Paling tidak, ada dua harapan besar di balik pengiriman surat-surat itu. Yakni, promosi Islam ke segenap penjuru dunia dan seruan kepada segala pihak supaya bergabung dengan Nabi saw sesuai isyarat dari Perjanjian Hudaibiyah. Dengan dikirimkannya surat-surat tersebut, berarti Rasulullah saw benar-benar telah menyampaikan dakwahnya kepada sebagian besar raja-raja dunia. Di antara mereka ada yang beriman dan ada pula yang tetap kafir. Walau bagaimanapun surat-surat itu telah ‘menyibukkan’ pikiran raja-raja kafir dan telah memperkenalkan kepada mereka siapa Muhammad dan apa agamanya.
Surat-surat tersebut sudah cukup jelas dan tidak perlu dikomentari lagi. Gerakan yang bersifat internasional itu telah mengalihkan Islam dari lingkup lokal le lingkup global, bahkan telah menggetarkan singgasana raja-raja. Sebagian surat itu mempu membimbing beberapa orang raja masuk Islam, di samping menantang beberapa raja lainnya untuk berperang.
Semua itu tidak mungkin terjadi sebelum perdamaian Hudaibiyah, tapi terjadi sesudahnya, yakni setelah negara Islam diakui secara formal oleh ‘penjajah’ mereka selama ini, yakni kafir Quraisy. Negara Madinah telah merdeka, menjadi negara sendiri. Kini ia sedang menarik perhatian dunia untuk mendapatkan pengakuan secara internasional. Pengiriman surat itu dilakukan Rasulullah saw sebagai maklumat untuk sepenuhnya melakukan dakwah dan menyebarkannya ke seluruh umat manusia. Ya, surat-surat Nabi saw itu bukan semata minta pengakuan dari seluruh dunia tapi mengajak mereka untuk bergabung dalam satu gerbong dengan umat Islam.
Surat-surat Nabi saw itu benar-benar telah mengguncang dan menyedot perhatian seluruh dunia, khususnya surat yang dikirimkan kepada Kisra Persia dan Kaisar Romawi. Opini yang dimaksud berkenaan dengan apa yang terjadi di perbatasan Syam dan sikap yang ditunjukkan Kisra di Persia, yang dengan angkuhnya merobek-robek surat Rasulullah saw, bahkan menyuruh orang supaya menangkap dan membawa beliau ke hadapannya hidup atau mati. Kini, mampukah Madinah melawan negara-negara adikuasa itu?
Dalam kaitan ini, menyampaikan dakwah secara tepat waktu adalah wahyu ilahi dan Allah menjamin terpeliharanya agama-Nya. Buktinya, saat Madinah tidak mampu berhadapan dengan negara Persia yang besar itu, Allah telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk memelihara Nabi-Nya dan dakwah yang diserukannya, dengan menimbulkan pergolakan terhadap Kisra yang memiliki pengaruh internasional. Yakni, dengan terbunuhnya tirani yang sombong itu dan disusul kemudian dengan sikap putranya yang menarik kembali ancaman ayahnya terhadap Nabi Muhammad saw.
Demikianlah sebagaimana dinyatakan dalam suratnya yang dikirim kepada gubernurnya di Yaman, “Perhatikanlah orang yang pernah dibicarakan oleh ayahku dalam suratnya kepadamu. Kamu jangan sembarangan terhadapnya sampai datang perintahku kepadamu.” Di pihak lain, hal itu merupakan kemenangan baru bagi Islam dengan masuk Islamnya Badzan, Gubernur Persia di Yaman beserta seluruh rakyatnya.
Kalau ancaman dari Persia sudah bisa ditaklukkan dengan runtuhnya kerajaan itu dan masuk Islamnya Badzan, maka berbeda dengan cara Nabi saw mengatasi ancaman dari Romawi.
Sebagaimana diketahui, ketika menerima surat Nabi saw, Harits bin Abu Syamar- al-Ghassani mengancam akan menyerang Madinah. Namun rencananya itu sempat dicegah oleh Heraklius. Saat itu, kekuasaan Harits berada di bawah kendali Romawi. Namun Rasulullah saw tetap melakukan persiapan-persiapan militer di samping gerakan politik. Selanjutnya terjadilah pengiriman pasukan ke Mu’tah dan serbuan terhadap bala tentara Romawi. Bagaimanapun pengiriman pasukan itu pasti memikul tugas-tugas kerasulannya. Meskipun pada mulanya bergeraknya pasukan ke Mu’tah itu menuntut balas atas terbunuhnya Harits bin Umair delegasi Rasulullah saw yang tewas di tangan Syurahbil bin Amr al-Ghassani dan dipenggal kepalanya di hadapan Kaisar.
Sementara itu Kaisar Romawi sendiri dan Raja Mesir Muqauqis ikut andil pula memperbesar ancaman terhadap negara Islam yang baru muncul itu, dengan cara lain: melakukan bujukan dan rayuan terhadap Rasulullah saw dengan mengirimkan hadiah. Meski sebenarnya kedua penguasa itu mengakui kebenaran Islam, tapi mereka tidak juga mau menyatakan masuk Islam. Mereka takut terlepas kekuasaannya dan khawatir rakyatnya memberontak.
Barangkali apa yang disampaikan oleh Abu Sufyan mengenai pertemuannya dengan Kaisar Romawoi itu dapat memberi gambaran jelas dan benar bahwa Kaisar sebenarnya telah mengakui kebenaran Rasulullah saw, tapi kemudian mendapat tekanan, ancaman dan perlawanan dari para pendeta seandainya dia masuk Islam. Hal ini tergambar dari suratnya kepada Nabi saw, “Sesungguhnya saya ini memeluk Islam, tapi saya masih dikalahkan.”
Lain halnya dengan Najasyi dari Habasyah, penguasa Bahrain dan raja Amman. Mereka terang-terangan menyatakan masuk Islam.
Sementara itu, pemimpin Yamamah juga membujuk Rasulullah saw dan ingin bersekutu dengan beliau dalam soal harta rampasan perang dan kerasulan tapi tak lama kemudian dia dibinasakan oleh Allah.
Fakta sejarah yang sangat penting diperhatikan di sini ialah ungkapan Abu Sufyan bin Harb kala dia bersama rombongannya meninggalkan negerinya menuju Syam. Takdir Allah menggiringnya ke istana Kaisar karena penguasa Romawi itu ingin mendengar pandangannya mengenai Muhammad saw. Tetapi di sana, telinganya malah digetarkan oleh pernyataan Kaisar, “Kalau semua yang kamu katakan tadi benar, dia pasti akan menguasai tempat berpijaknya kedua telapak kakiku ini.”
Abu Sufyan tahu betul bahwa Kaisar mengatakan yang sebenarnya, tak mungkin dia berbasa-basi. Padahal, Abu Sufyan semula menyangka penghinaannya terhadap Muhammad dan para pengikutnya akan mendorong Kaisar untuk menganggap remeh seterunya itu. Namun, ternyata penghinannya itu justru menambah keyakinan Kaisar bahwa Muhammad itu adalah nabi.
Adapun ungkapan kedengkian Abu Sufyan yang dimaksud justru merupakan pengakuannya terhadap kenabian Muhammad, karena ungkapan itu bunyinya, “Hebat benar urusan anak si Abu Kabsyah ini. Dia benar-benar ditakuti raja-raja Bani Ashfar. (Eropa).”
“Sejak itu, saya selalu yakin,” kata Abu Sufyan pula mengakui, “bahwa urusan (agama) Rasulullah saw. Ini akan menang, hingga akhirnya Allah menyadarkan aku untuk masuk Islam.”
Sesungguhnya, yang pertama menjadi sasaran gerakan politik yang dilakukan oleh gerakan Islam dewasa ini adalah menyampaikan seruan Allah kepada para penguasa dan para pemimpin negara, sekalipun seruan seperti itu akan membuat gerakan Islam harus mengalami susah payah dan banyak kesulitan. Suatu pengkhianatan terhadap dakwah dan syariat Allah jika gerakan Islam merestui sistem-sistem pemerintahan kafir atau menginspirasikan kepada mereka bahwa syariat Allah merestui kezaliman, kedurjanaan dan hukuman mereka yang tidak sesuai dengan apa yang telah diturunkan Allah.
Surat-surat Rasulullah saw mengajarkan kepada kita tentang cara menyeru manusia kepada Allah secara bijak dan dengan memberi nasihat yang baik, bukan dengan mengecam dan memberi ancaman. Patut kita tegaskan garis pemisah antara kedua hal tersebut. Di satu pihak, kita bisa melihat bahasa pergaulan yang digunakan oleh Rasulullah saw terhadap para pemimpin negara, pemilihan kata yang tepat, dan bagaimana cara menggetarkan tali-tali senar kejiwaan mereka, dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi.
Di pihak lain, kita melihat bagaimana sebagian para pemimpin negara itu mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan bagaimana mereka membujuk dan mengajak Rasulullah saw berdamai untuk tetap pada kekafiran, agar kezaliman mereka direstui, bahkan agar semboyan-semboyan Islam terhapus. Para pemimpin itu juga bermanis muka kepada beliau, dengan tujuan hendak menjadikan Islam dan syariat Allah sebagai alat melegalisasi kezaliman mereka.
Ketidakmampuan kita membedakan kedua hal itu akan memecah belah dan memporakporandakan kesatuan barisan umat Islam. Kita lihat surat-surat Rasulullah saw tersebut menyebut raja-raja itu dengan gelar mereka masing-masing. Walaupun demikian, sama sekali tidak mencantumkan nama mereka di depan nama Rasulullah saw. Perkara yang tampaknya sepele inilah yang telah menimbulkan amarah Kisra Persia sampai dia mengatakan, “Seorang budak hina dari kalangan rakyatku beraninya mencantumkan namanya sebelum namaku.”
Namun demikian, kita juga melihat pada teks surat itu tercantum gelar-gelar kebesaran seperti Azhimi Faris (Pembesar Persia), Azhimil Qibthi (Pembesar Qibthi), Malikil Habasyah (Raja Habasyah), atau Azhimir Rum (Pembesar Romawi).
Kita lihat pula, dalam berdakwah ajaran tentang keesaan Allah dan kerasulan Muhammad harus tegas dan jelas, tidak boleh remang-remang atau sulit dipahami. Itu harus dilakukan sampai sejelas-jelasnya secara definitif sehingga makna-maknanya tidak kabur. Harus ada kejelasan yang tegas dalam mencegah penyembahan segala macam berhala, yang ditujukan kepada siapapun yang menyembahnya.
Walaupun demikian, pernyataan tegas dua kalimat syahadat tersebut harus senantiasa dibarengi dengan pembicaraan mengenai prinsip-prinsip akhlak Islam, seperti kejujuran, menjaga diri dari dosa, silaturahim dan hal lainnya yang pasti disepakati semua orang.
Lain dari itu, kita lihat pula Rasulullah saw menggetarkan tali-tali senar kejiwaan yang diikuti oleh semua pemimpin negara. Namun sesudah itu, para delegasi beliau segera menentramkan hati mereka, untuk tidak perlu mengkhawatirkan terlepaskan kekuasan mereka. Para delegasi itu menegaskan bahwa Rasulullah saw akan tetap memberikan kekuasaan itu kepada mereka apabila masuk Islam.
Jaminan itu bahkan tetap akan diberikan kepada mereka yang sebelumnya memusuhi dan memerangi Islam sekalipun. Tak ada rasa jengkel atau dendam yang patut dicurigai atau dikhawatirkan akan mengubah siasat ini. Bahkan, penghormatanlah yang akan mereka terima setelah masuk Islam.
Surat-surat yang dikirimkan Rasulullah saw itu merupakan perubahan besar dan penting dalam sejarah Islam. Ia merupakan peristiwa penting di antara sekian kejadian lainnya. Sebab, surat-surat itu telah menghubungkan kaum Muslimin dengan masyarakat dunia seluruhnya. Ada yang menghasilkan dukungan atau janji setia, ada pula tantangan perang. Itulah buah terbesar di antara hikmah Perjanjian Hudabiyah sebagaimana diceritakan Allah.
Ia merupakan peralihan dari perang lokal yang banyak memakan korban kepada tanggapan potisitif atau negatif dari raja-raja dunia terhadap Islam. Yakni, tanggapan yang sebenarnya merupakan pemindahan dakwah ke arena yang lebih luas dan jauh sasarannya serta luar biasa besar wawasannya. Perubahan ini datang secara tepat waktu yakni setelah kaum Quraisy menyatakan gencatan senjata selama sepuluh tahun. Yang kemudian dimanfaatkan oleh negara-negara Islam untuk mencapai tujuan-tujuannya dan menanamkan akar-akarnya di muka bumi, sebagai kalimat yang baik, yang akar-akarnya teguh dan cabang-cabangnya menjulang ke langit.
Pentingnya Dakwah Lewat Tulisan
Surat-surat Nabi saw kepada para raja merupakan bagian penting dari jenis dakwah. Metode dakwah ini merupakan bentuk kecerdasan Nabi saw memanfaatkan peluang. Di antara poin terpenting dalam Perjanjian Hudaibiyah adalah gencatan senjata selama 10 tahun. Selama itu pihak manapun boleh bergabung dengan Nabi saw atau kafir Quraisy. Untuk itu, Nabi saw segera memanfaatkan kesempatan itu dengan cara mengirim surat kepada para raja. Mengapa surat dan mengapa yang dibidik adalah para raja?
Surat adalah cara yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan. Di zaman serba canggih seperti sekarang, surat justru masih diperlukan. Dalam banyak kondisi, penyampaian pesan lewat lisan sering mengalami kendala, seperti bahasa, metode dialog, atau teknik komunikasi. Semua itu bisa membuat pesan tidak sampai ke sasaran. Berbeda dengan bahasa tulisan. Ia akan langsung bisa masuk ke sasaran pesannya pun akan sangat jelas.
Nabi saw sengaja membidik para raja. Beliau tahu, kondisi masyarakat sering ditentukan oleh rajanya. Bagaimana kata raja, begitulah kondisi rakyat. Dengan kekuatan dan kekuasaannya, seorang raja bisa ‘memaksa’ rakyatnya untuk mengikuti kehendaknya. Nabi saw betul-betul memahami, jika seorang raja, misalnya berhasil diajak masuk Islam, maka insya Allah, sebagian besar rakyatnya pun akan mengikuti.
Dalam konteks sekarang, berdakwah lewat tulisan menjadi hal yang tak kalah penting. Maraknya media cetak dan internet seharusnya dimanfaatkan oleh umat Islam untuk menyebarkan dakwah. Jika dakwah lewat lisan sering dibatasi oleh tempat dan waktu, maka tidak dengan dakwah tulisan. Ia bisa lintas tempat, melewati masa dan generasi. Tulisan para ulama dulu yang sudah berlalu lebih dari 1000 tahun, tetap bisa kita nikmati hingga hari ini. Bahkan, beberapa surat Nabi saw yang beliau kirimkan ke para raja itu hingga kini masih tersimpan rapi.
Sampaikan Meski Satu Ayat
Pengiriman surat kepada para raja merupakan bentuk dakwah yang sangat efektif. Meski tak semua para raja itu menerima Islam, tapi paling tidak, surat-surat itu mampu mengguncang dunia. Pengiriman surat ini juga merupakan salah satu penunaian tugas dakwah. Jika kita renungkan, apa yang dilakukan Nabi ini merupakan keberanian luar biasa yang bisa membuat marah para raja itu. Tapi inilah dakwah! Ia harus disampaikan. Dan, tugas kita adalah menyampaikan. Masalah nanti objek dakwah akan menerima atau menolak, bukan urusan kita.
Pada saat serah terima Masjidil Aqsha ke tangan umat Islam, Umar bin Khaththab bertemu dengan seorang wanita tua. Nenek-nenek yang betul-betul sudah lanjut usia. Tubuhnya keriput, pendengaran dan pandangannya sudah tidak berfungsi dengan baik.
Saking keriputnya kulit sang nenek, hingga ketika Umar menyapanya, ia harus membuka kulit kelopak matanya yang menutupi pandangannya. Umar menceritakan tentang Islam, mengajak sang nenek memeluk agama ini dan bertaubat di akhir hayatnya.
Dengan heran nenek tersebut bertanya, “Hai Umar, apa untungnya engkau mengajakku masuk Islam? Saya ini sudah tua.”
Umar menjawab, “Allahummasy had! Laqad balaghtu. Ya Allah saksikanlah. Sungguh aku telah menyampaikan Islam!”
Jadi, Umar hanya ingin menyampaikan Islam. Sebab, itulah tugas kita sebagai Muslim. Hanya menyampaikan Islam ke semua orang. Apakah nanti akan diterima atau tidak, itu urusan Allah.
Seseorang tidak bisa memaksa orang lain lain untuk mendapatkan hidayah. Hidayah hak prerogratif Allah. Bahkan, Nabi saw sendiri tidak bisa memaksa pamannya Abu Thalib untuk memeluk Islam. Padahal, Abu Thalib adalah paman beliau yang sejak lama mengasuhnya. Allah berfirman, “Sesungguhnya engkau tidak akan bisa memberikan hidayah kepada orang yang engkau cintai tapi Allahlah yang memberi hidayah,” (QS al-Qashash: 56).
Jadi, tugas kita menyampaikan kebenaran ini kepada sebanyak mungkin orang. Dari mereka yang bercokol di istana mewah—seperti para raja yang mendapatkan surat dari Rasulullah saw—hingga pengemis jalanan seperti dilaksanakan Umar bin Khaththab.
Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2018/01/25/mendakwahkan-islam-ke-luar-arab/
0 notes
Link
(Misi di Balik Risalah untuk Para Raja)
Oleh: Hepi Andi Bastoni, MA
Di antara poin terpenting dari Perjanjian Hudaibiyah adalah gencatan senjata selama 10 tahun dan siapa pun berhak memilih bergabung dengan kaum Muslimin atau kafir Quraisy. Kesempatan ini dimanfaatkan benar-benar oleh Nabi saw. Maka, delapan pucuk surat pun dikirim. Tidak tanggung-tanggung. Sasarannya adalah para penguasa dunia kala itu. Mereka adalah Raja Habasyah, Raja Mesir Muqauqis, Kisra Persia, Heraklius Romawi, Pemimpin Bahrain, Pemimpin Yamamah, Pemimpin Damaskus dan Raja Omman.
Paling tidak, ada dua harapan besar di balik pengiriman surat-surat itu. Yakni, promosi Islam ke segenap penjuru dunia dan seruan kepada segala pihak supaya bergabung dengan Nabi saw sesuai isyarat dari Perjanjian Hudaibiyah. Dengan dikirimkannya surat-surat tersebut, berarti Rasulullah saw benar-benar telah menyampaikan dakwahnya kepada sebagian besar raja-raja dunia. Di antara mereka ada yang beriman dan ada pula yang tetap kafir. Walau bagaimanapun surat-surat itu telah ‘menyibukkan’ pikiran raja-raja kafir dan telah memperkenalkan kepada mereka siapa Muhammad dan apa agamanya.
Surat-surat tersebut sudah cukup jelas dan tidak perlu dikomentari lagi. Gerakan yang bersifat internasional itu telah mengalihkan Islam dari lingkup lokal le lingkup global, bahkan telah menggetarkan singgasana raja-raja. Sebagian surat itu mempu membimbing beberapa orang raja masuk Islam, di samping menantang beberapa raja lainnya untuk berperang.
Semua itu tidak mungkin terjadi sebelum perdamaian Hudaibiyah, tapi terjadi sesudahnya, yakni setelah negara Islam diakui secara formal oleh ‘penjajah’ mereka selama ini, yakni kafir Quraisy. Negara Madinah telah merdeka, menjadi negara sendiri. Kini ia sedang menarik perhatian dunia untuk mendapatkan pengakuan secara internasional. Pengiriman surat itu dilakukan Rasulullah saw sebagai maklumat untuk sepenuhnya melakukan dakwah dan menyebarkannya ke seluruh umat manusia. Ya, surat-surat Nabi saw itu bukan semata minta pengakuan dari seluruh dunia tapi mengajak mereka untuk bergabung dalam satu gerbong dengan umat Islam.
Surat-surat Nabi saw itu benar-benar telah mengguncang dan menyedot perhatian seluruh dunia, khususnya surat yang dikirimkan kepada Kisra Persia dan Kaisar Romawi. Opini yang dimaksud berkenaan dengan apa yang terjadi di perbatasan Syam dan sikap yang ditunjukkan Kisra di Persia, yang dengan angkuhnya merobek-robek surat Rasulullah saw, bahkan menyuruh orang supaya menangkap dan membawa beliau ke hadapannya hidup atau mati. Kini, mampukah Madinah melawan negara-negara adikuasa itu?
Dalam kaitan ini, menyampaikan dakwah secara tepat waktu adalah wahyu ilahi dan Allah menjamin terpeliharanya agama-Nya. Buktinya, saat Madinah tidak mampu berhadapan dengan negara Persia yang besar itu, Allah telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk memelihara Nabi-Nya dan dakwah yang diserukannya, dengan menimbulkan pergolakan terhadap Kisra yang memiliki pengaruh internasional. Yakni, dengan terbunuhnya tirani yang sombong itu dan disusul kemudian dengan sikap putranya yang menarik kembali ancaman ayahnya terhadap Nabi Muhammad saw.
Demikianlah sebagaimana dinyatakan dalam suratnya yang dikirim kepada gubernurnya di Yaman, “Perhatikanlah orang yang pernah dibicarakan oleh ayahku dalam suratnya kepadamu. Kamu jangan sembarangan terhadapnya sampai datang perintahku kepadamu.” Di pihak lain, hal itu merupakan kemenangan baru bagi Islam dengan masuk Islamnya Badzan, Gubernur Persia di Yaman beserta seluruh rakyatnya.
Kalau ancaman dari Persia sudah bisa ditaklukkan dengan runtuhnya kerajaan itu dan masuk Islamnya Badzan, maka berbeda dengan cara Nabi saw mengatasi ancaman dari Romawi.
Sebagaimana diketahui, ketika menerima surat Nabi saw, Harits bin Abu Syamar- al-Ghassani mengancam akan menyerang Madinah. Namun rencananya itu sempat dicegah oleh Heraklius. Saat itu, kekuasaan Harits berada di bawah kendali Romawi. Namun Rasulullah saw tetap melakukan persiapan-persiapan militer di samping gerakan politik. Selanjutnya terjadilah pengiriman pasukan ke Mu’tah dan serbuan terhadap bala tentara Romawi. Bagaimanapun pengiriman pasukan itu pasti memikul tugas-tugas kerasulannya. Meskipun pada mulanya bergeraknya pasukan ke Mu’tah itu menuntut balas atas terbunuhnya Harits bin Umair delegasi Rasulullah saw yang tewas di tangan Syurahbil bin Amr al-Ghassani dan dipenggal kepalanya di hadapan Kaisar.
Sementara itu Kaisar Romawi sendiri dan Raja Mesir Muqauqis ikut andil pula memperbesar ancaman terhadap negara Islam yang baru muncul itu, dengan cara lain: melakukan bujukan dan rayuan terhadap Rasulullah saw dengan mengirimkan hadiah. Meski sebenarnya kedua penguasa itu mengakui kebenaran Islam, tapi mereka tidak juga mau menyatakan masuk Islam. Mereka takut terlepas kekuasaannya dan khawatir rakyatnya memberontak.
Barangkali apa yang disampaikan oleh Abu Sufyan mengenai pertemuannya dengan Kaisar Romawoi itu dapat memberi gambaran jelas dan benar bahwa Kaisar sebenarnya telah mengakui kebenaran Rasulullah saw, tapi kemudian mendapat tekanan, ancaman dan perlawanan dari para pendeta seandainya dia masuk Islam. Hal ini tergambar dari suratnya kepada Nabi saw, “Sesungguhnya saya ini memeluk Islam, tapi saya masih dikalahkan.”
Lain halnya dengan Najasyi dari Habasyah, penguasa Bahrain dan raja Amman. Mereka terang-terangan menyatakan masuk Islam.
Sementara itu, pemimpin Yamamah juga membujuk Rasulullah saw dan ingin bersekutu dengan beliau dalam soal harta rampasan perang dan kerasulan tapi tak lama kemudian dia dibinasakan oleh Allah.
Fakta sejarah yang sangat penting diperhatikan di sini ialah ungkapan Abu Sufyan bin Harb kala dia bersama rombongannya meninggalkan negerinya menuju Syam. Takdir Allah menggiringnya ke istana Kaisar karena penguasa Romawi itu ingin mendengar pandangannya mengenai Muhammad saw. Tetapi di sana, telinganya malah digetarkan oleh pernyataan Kaisar, “Kalau semua yang kamu katakan tadi benar, dia pasti akan menguasai tempat berpijaknya kedua telapak kakiku ini.”
Abu Sufyan tahu betul bahwa Kaisar mengatakan yang sebenarnya, tak mungkin dia berbasa-basi. Padahal, Abu Sufyan semula menyangka penghinaannya terhadap Muhammad dan para pengikutnya akan mendorong Kaisar untuk menganggap remeh seterunya itu. Namun, ternyata penghinannya itu justru menambah keyakinan Kaisar bahwa Muhammad itu adalah nabi.
Adapun ungkapan kedengkian Abu Sufyan yang dimaksud justru merupakan pengakuannya terhadap kenabian Muhammad, karena ungkapan itu bunyinya, “Hebat benar urusan anak si Abu Kabsyah ini. Dia benar-benar ditakuti raja-raja Bani Ashfar. (Eropa).”
“Sejak itu, saya selalu yakin,” kata Abu Sufyan pula mengakui, “bahwa urusan (agama) Rasulullah saw. Ini akan menang, hingga akhirnya Allah menyadarkan aku untuk masuk Islam.”
Sesungguhnya, yang pertama menjadi sasaran gerakan politik yang dilakukan oleh gerakan Islam dewasa ini adalah menyampaikan seruan Allah kepada para penguasa dan para pemimpin negara, sekalipun seruan seperti itu akan membuat gerakan Islam harus mengalami susah payah dan banyak kesulitan. Suatu pengkhianatan terhadap dakwah dan syariat Allah jika gerakan Islam merestui sistem-sistem pemerintahan kafir atau menginspirasikan kepada mereka bahwa syariat Allah merestui kezaliman, kedurjanaan dan hukuman mereka yang tidak sesuai dengan apa yang telah diturunkan Allah.
Surat-surat Rasulullah saw mengajarkan kepada kita tentang cara menyeru manusia kepada Allah secara bijak dan dengan memberi nasihat yang baik, bukan dengan mengecam dan memberi ancaman. Patut kita tegaskan garis pemisah antara kedua hal tersebut. Di satu pihak, kita bisa melihat bahasa pergaulan yang digunakan oleh Rasulullah saw terhadap para pemimpin negara, pemilihan kata yang tepat, dan bagaimana cara menggetarkan tali-tali senar kejiwaan mereka, dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi.
Di pihak lain, kita melihat bagaimana sebagian para pemimpin negara itu mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan bagaimana mereka membujuk dan mengajak Rasulullah saw berdamai untuk tetap pada kekafiran, agar kezaliman mereka direstui, bahkan agar semboyan-semboyan Islam terhapus. Para pemimpin itu juga bermanis muka kepada beliau, dengan tujuan hendak menjadikan Islam dan syariat Allah sebagai alat melegalisasi kezaliman mereka.
Ketidakmampuan kita membedakan kedua hal itu akan memecah belah dan memporakporandakan kesatuan barisan umat Islam. Kita lihat surat-surat Rasulullah saw tersebut menyebut raja-raja itu dengan gelar mereka masing-masing. Walaupun demikian, sama sekali tidak mencantumkan nama mereka di depan nama Rasulullah saw. Perkara yang tampaknya sepele inilah yang telah menimbulkan amarah Kisra Persia sampai dia mengatakan, “Seorang budak hina dari kalangan rakyatku beraninya mencantumkan namanya sebelum namaku.”
Namun demikian, kita juga melihat pada teks surat itu tercantum gelar-gelar kebesaran seperti Azhimi Faris (Pembesar Persia), Azhimil Qibthi (Pembesar Qibthi), Malikil Habasyah (Raja Habasyah), atau Azhimir Rum (Pembesar Romawi).
Kita lihat pula, dalam berdakwah ajaran tentang keesaan Allah dan kerasulan Muhammad harus tegas dan jelas, tidak boleh remang-remang atau sulit dipahami. Itu harus dilakukan sampai sejelas-jelasnya secara definitif sehingga makna-maknanya tidak kabur. Harus ada kejelasan yang tegas dalam mencegah penyembahan segala macam berhala, yang ditujukan kepada siapapun yang menyembahnya.
Walaupun demikian, pernyataan tegas dua kalimat syahadat tersebut harus senantiasa dibarengi dengan pembicaraan mengenai prinsip-prinsip akhlak Islam, seperti kejujuran, menjaga diri dari dosa, silaturahim dan hal lainnya yang pasti disepakati semua orang.
Lain dari itu, kita lihat pula Rasulullah saw menggetarkan tali-tali senar kejiwaan yang diikuti oleh semua pemimpin negara. Namun sesudah itu, para delegasi beliau segera menentramkan hati mereka, untuk tidak perlu mengkhawatirkan terlepaskan kekuasan mereka. Para delegasi itu menegaskan bahwa Rasulullah saw akan tetap memberikan kekuasaan itu kepada mereka apabila masuk Islam.
Jaminan itu bahkan tetap akan diberikan kepada mereka yang sebelumnya memusuhi dan memerangi Islam sekalipun. Tak ada rasa jengkel atau dendam yang patut dicurigai atau dikhawatirkan akan mengubah siasat ini. Bahkan, penghormatanlah yang akan mereka terima setelah masuk Islam.
Surat-surat yang dikirimkan Rasulullah saw itu merupakan perubahan besar dan penting dalam sejarah Islam. Ia merupakan peristiwa penting di antara sekian kejadian lainnya. Sebab, surat-surat itu telah menghubungkan kaum Muslimin dengan masyarakat dunia seluruhnya. Ada yang menghasilkan dukungan atau janji setia, ada pula tantangan perang. Itulah buah terbesar di antara hikmah Perjanjian Hudabiyah sebagaimana diceritakan Allah.
Ia merupakan peralihan dari perang lokal yang banyak memakan korban kepada tanggapan potisitif atau negatif dari raja-raja dunia terhadap Islam. Yakni, tanggapan yang sebenarnya merupakan pemindahan dakwah ke arena yang lebih luas dan jauh sasarannya serta luar biasa besar wawasannya. Perubahan ini datang secara tepat waktu yakni setelah kaum Quraisy menyatakan gencatan senjata selama sepuluh tahun. Yang kemudian dimanfaatkan oleh negara-negara Islam untuk mencapai tujuan-tujuannya dan menanamkan akar-akarnya di muka bumi, sebagai kalimat yang baik, yang akar-akarnya teguh dan cabang-cabangnya menjulang ke langit.
Pentingnya Dakwah Lewat Tulisan
Surat-surat Nabi saw kepada para raja merupakan bagian penting dari jenis dakwah. Metode dakwah ini merupakan bentuk kecerdasan Nabi saw memanfaatkan peluang. Di antara poin terpenting dalam Perjanjian Hudaibiyah adalah gencatan senjata selama 10 tahun. Selama itu pihak manapun boleh bergabung dengan Nabi saw atau kafir Quraisy. Untuk itu, Nabi saw segera memanfaatkan kesempatan itu dengan cara mengirim surat kepada para raja. Mengapa surat dan mengapa yang dibidik adalah para raja?
Surat adalah cara yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan. Di zaman serba canggih seperti sekarang, surat justru masih diperlukan. Dalam banyak kondisi, penyampaian pesan lewat lisan sering mengalami kendala, seperti bahasa, metode dialog, atau teknik komunikasi. Semua itu bisa membuat pesan tidak sampai ke sasaran. Berbeda dengan bahasa tulisan. Ia akan langsung bisa masuk ke sasaran pesannya pun akan sangat jelas.
Nabi saw sengaja membidik para raja. Beliau tahu, kondisi masyarakat sering ditentukan oleh rajanya. Bagaimana kata raja, begitulah kondisi rakyat. Dengan kekuatan dan kekuasaannya, seorang raja bisa ‘memaksa’ rakyatnya untuk mengikuti kehendaknya. Nabi saw betul-betul memahami, jika seorang raja, misalnya berhasil diajak masuk Islam, maka insya Allah, sebagian besar rakyatnya pun akan mengikuti.
Dalam konteks sekarang, berdakwah lewat tulisan menjadi hal yang tak kalah penting. Maraknya media cetak dan internet seharusnya dimanfaatkan oleh umat Islam untuk menyebarkan dakwah. Jika dakwah lewat lisan sering dibatasi oleh tempat dan waktu, maka tidak dengan dakwah tulisan. Ia bisa lintas tempat, melewati masa dan generasi. Tulisan para ulama dulu yang sudah berlalu lebih dari 1000 tahun, tetap bisa kita nikmati hingga hari ini. Bahkan, beberapa surat Nabi saw yang beliau kirimkan ke para raja itu hingga kini masih tersimpan rapi.
Sampaikan Meski Satu Ayat
Pengiriman surat kepada para raja merupakan bentuk dakwah yang sangat efektif. Meski tak semua para raja itu menerima Islam, tapi paling tidak, surat-surat itu mampu mengguncang dunia. Pengiriman surat ini juga merupakan salah satu penunaian tugas dakwah. Jika kita renungkan, apa yang dilakukan Nabi ini merupakan keberanian luar biasa yang bisa membuat marah para raja itu. Tapi inilah dakwah! Ia harus disampaikan. Dan, tugas kita adalah menyampaikan. Masalah nanti objek dakwah akan menerima atau menolak, bukan urusan kita.
Pada saat serah terima Masjidil Aqsha ke tangan umat Islam, Umar bin Khaththab bertemu dengan seorang wanita tua. Nenek-nenek yang betul-betul sudah lanjut usia. Tubuhnya keriput, pendengaran dan pandangannya sudah tidak berfungsi dengan baik.
Saking keriputnya kulit sang nenek, hingga ketika Umar menyapanya, ia harus membuka kulit kelopak matanya yang menutupi pandangannya. Umar menceritakan tentang Islam, mengajak sang nenek memeluk agama ini dan bertaubat di akhir hayatnya.
Dengan heran nenek tersebut bertanya, “Hai Umar, apa untungnya engkau mengajakku masuk Islam? Saya ini sudah tua.”
Umar menjawab, “Allahummasy had! Laqad balaghtu. Ya Allah saksikanlah. Sungguh aku telah menyampaikan Islam!”
Jadi, Umar hanya ingin menyampaikan Islam. Sebab, itulah tugas kita sebagai Muslim. Hanya menyampaikan Islam ke semua orang. Apakah nanti akan diterima atau tidak, itu urusan Allah.
Seseorang tidak bisa memaksa orang lain lain untuk mendapatkan hidayah. Hidayah hak prerogratif Allah. Bahkan, Nabi saw sendiri tidak bisa memaksa pamannya Abu Thalib untuk memeluk Islam. Padahal, Abu Thalib adalah paman beliau yang sejak lama mengasuhnya. Allah berfirman, “Sesungguhnya engkau tidak akan bisa memberikan hidayah kepada orang yang engkau cintai tapi Allahlah yang memberi hidayah,” (QS al-Qashash: 56).
Jadi, tugas kita menyampaikan kebenaran ini kepada sebanyak mungkin orang. Dari mereka yang bercokol di istana mewah—seperti para raja yang mendapatkan surat dari Rasulullah saw—hingga pengemis jalanan seperti dilaksanakan Umar bin Khaththab.
Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2018/01/25/mendakwahkan-islam-ke-luar-arab/
0 notes
Text
Story II#25
# *OneDayOneSiroh* ��لسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه Alhamdulillah, Allah masih memberi nikmat sehat, iman dan Islam pada kita semua. Semoga kita semua selalu dipersatukan Allah hingga jannah-Nya nanti. Aamiin... Masih semangat kan baca sirohnya?😊 Yuk kita lanjutkan kisah tentang Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, dan Bunda Khadijah. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد 🌹 *Sifat Muhammad *🌹 Sahabat fillahku, Muhammad telah mendapat karunia Allah dengan pernikahan ini. Dari seorang pemuda miskin, Allah telah mengangkatnya menjadi laki-laki berkedudukan tinggi dengan harta yang mencukupi. Seluruh penduduk Mekah memandang pernikahan ini dengan gembira dan penuh rasa hormat. Semua undangan yang hadir berharap bahwa dari pasangan yang sangat ideal ini kelak lahir keturunan yang akan mengharumkan nama Quraisy. Para sesepuh dari kedua keluarga tahu bahwa Khadijah akan mendukung suaminya dengan kasih sayang dan harta berlimpah. Sebaliknya, mereka juga berharap bahwa Muhammad yang bijak dan cerdas akan membimbing istrinya menuju kebahagiaan hidup. Kehidupan berlanjut dan keikutsertaan suami istri itu dalam pergaulan yang baik dengan masyarakat membuat orang semakin menghormati mereka. Walau telah mendapat kehormatan demikian itu, Muhammad tetaplah seorang yang rendah hati. Itu adalah sifatnya yang menonjol. Jika ada yang mengajaknya berbicara, tidak peduli siapa pun itu, ia akan mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa menoleh kepada orang lain. Tidak saja mendengarkan dengan hati hati, Muhammad bahkan memutar badannya untuk menghadap orang yang mengajaknya berbicara. Semua orang tahu bahwa bicara Muhammad sedikit. Ia justru lebih banyak mendengarkan pembicaraan orang lain. Selain bicara, Muhammad bukanlah orang yang tidak bisa diajak bergurau. Ia sering juga membuat humor dan mengajak orang lain tertawa, tetapi apa yang ia katakan dalam bergurau sekalipun adalah sesuatu yang benar. Orang yang menyukai Muhammad yang apabila tertawa, tidak pernah sampai terlihat gerahamnya. Apabila marah, tidak pernah sampai tampak kemarahannya. Orang tahu ia marah hanya dari keringat yang tiba tiba muncul di keningnya. Muhammad selalu menahan marah dan tidak menampakkannya keluar. Orang orang menyayangi Muhammad karena ia lapang dada, berkemauan baik, dan menghargai orang lain. Ia bijaksana, murah hati, dan sangat mudah bergaul dengan siapa saja. Namun, dibalik semua kelembutan itu, ia mempunyai tujuan yang pasti, berkemauan keras, tegas, dan tidak pernah ragu ragu dalam tujuannya. Sifat sifat demikian berpadu dalam dirinya sehingga menimbulkan rasa hormat yang dalam bagi orang orang yang bergaul dengan Muhammad. Peristiwa apa saja yang terjadi setelah pernikahan Rasulullah ini? Nantikan besok ya kelanjutannya.... In syaa Allah 😊 📝Catatan tambahan 📝 *Mahar Pernikahan * "_Saksikanlah para hadirin," kata Waraqah bin Naufal dengan suara agak keras. "Saksikanlah bahwa aku menikahkan Khadijah dengan Muhammad, dengan mas kawin senilai 12 ekor unta_." ✅ kisah diambil dari buku Muhammad Teladanku jilid 2➡25 ✅ Muhammad salallahu 'alaihi wasallam teladanku ✅ ODOS ✅ Siroh Nabawiyyah ✅ MariBerkisah ✅ Sahabat Sirah Nabawiyah
0 notes