#ibuku
Explore tagged Tumblr posts
Photo
Nayara Bocas del Toro, Frangipani Island, Bocas del Toro, Panama,
Measuring 50 feet tall, the treehouses are made from locally harvested bamboo, in addition to nearly 20 varieties of reclaimed, 500-year-old hardwoods. The latter was sourced from the forests that were flooded during the construction of the Panama Canal.
Designed by Ibuku
#art#design#architecture#interiors#boutique hotel#hotels#luxury hotels#luxuryhotels#designhotel#treehouse#reclaimed#sustainability#nayara boca del toro#panama#island#resort#ibuku#elora hardy#frangipani island#bamboo#hardwood
212 notes
·
View notes
Text
Buku kita
Sedikit prolog dalam cerita, dapat aku buka dengan buku yang ku punya tidak baru wujudnya, sedikit usang dan rapuh di dalamnya, bila dipahami mungkin akan sedikit sulit sebab tulisannya yang kian hari kian memudar, Bu, aku punya buku namun sudah lusuh, buku yg tiap hari menemani langkah kaki ku, buku itu berisi kisah cinta berupa doa.
Ku beri judul buku kita, sebab balutannya berada pada kesederhanaan dalam naungan jiwa.
halaman hingga halaman, bab hingga bab, dari prolog hingga menemukan epilog.
'Ibu, kau bermuara dalam dasar saujana kasmara, bersinergi hingga ke hati. ibu dalam cerita ini menjadi penyempurna sekaligus menjadi pelengkap bahagian bakti yang ku cari'
dipikir aku tak punya apa-apa,
ditelaah yg ku bisa sampai dimana,
direnungi yg ku beri apa,
dimengerti ternyata benar kasih sayang mu sepanjang masa selalu dalam asa. mencoba tuk mengganti sakit dan sepi nyatanya aku masih belum kuasa.
Sekuat itu ibu,
Sesabar itu ibu,
Setangguh itu ibu,
Sesederhana itu ibu mendidik ku.
Tidak terasa tulisan ini sudah lewat dua tahun silam🤍
Ibu, pelabuhan cinta ku yang paling sejati
7 notes
·
View notes
Text
Mamaku Punya Caranya Sendiri Mengungkapkan Sayang
Melihat reaksi Bapak/Ibu di kantorku yang cemas tapi bersemangat menunggu hasil tes masuk perguruan tinggi anak mereka, membuatku teringat pada peristiwa yang kualami sekitar sepuluh tahun lalu. Sebelum pengumuman seleksi masuk perguruan tinggi, aku tidak merasa terlalu takut dan masih menikmati membaca novel dari perpustakaan. Namun, rasa takut dan cemas muncul setelah membaca pengumuman tersebut.
Aku diterima di Psikologi Unpad, dan saat melihat logo kampusnya, aku merasa ragu untuk berkuliah di sana. Perasaan asing muncul, campuran antara kesal karena tidak diterima di kampus impian, cemas harus hidup sendiri, jauh dari Ranah Minang dan takut tidak bisa bertahan.
Semangat untuk melanjutkan kuliah di Psikologi Unpad meningkat ketika banyak teman SMA yang juga diterima di Unpad, sehingga aku merasa ada teman berjuang. Apalagi, salah satu teman berkata, "Selamat ya Ndah, kamu diterima di kampus dan jurusan impianku."
Aku menjadi bersemangat saat memperlihatkan pengumuman itu kepada Mama. Namun, reaksi Mama yang tidak suka membuatku kaget. Aku bertanya kenapa Mama tidak senang, karena bagiku, respon normal adalah Mamaku juga senang.
"Mama tidak suka kamu kuliah di sana, sudah cari kampus lain saja yang ada di Sumbar!" ucap Mama.
Aku langsung menangis dan marah. "Lalu kenapa Mama menyetujui saat aku menanyakan pendapat Mama saat memilih kampus dulu?"
"Mama pikir kamu tidak akan lulus," jawab Mama.
Hatiku patah, dipatahkan oleh mama.
Kemarin, saat mendengar cerita tentang seorang Bapak yang senang anaknya diterima di kampus impian, seorang Ayah yang meyakini dengan membayar uang kosan untuk anaknya di sekitar kampus impian akan membuat kemungkinan anaknya lulus, dan seorang Ibu yang izin tidak masuk bekerja demi bisa mendampingi anaknya menghadapi rasa kecewa karena tidak lulus di kampus impian, aku merasa iri!
Meskipun aku iri, aku mulai bisa memahami bahwa Mama punya caranya sendiri untuk menyayangi anaknya. Meskipun awalnya aku tidak diizinkan kuliah di Unpad, banyak alasan yang disampaikan Mama, ditambah lagi pandangan Mama soal Kota Bandung yang buruk. Berkat bantuan dari banyak orang yang meyakinkannya, akhirnya Mama luluh dan menemaniku selama 1 minggu untuk proses registrasi & persiapan kuliah di kampus.
0 notes
Text
Five Copper Petals Dramatically Enclose a Bamboo Yoga Studio in a Lush Bali Village
A yoga and meditation studio in Bali welcomes visitors to relax and stretch under an airy bamboo canopy. A recent project of the local architecture firm IBUKU, “Lumi Shala” is a copper-coated structure with scalloped roofing that layers like five overlapping petals. The metallic covering is met with interlaced bamboo infrastructure inside, as those same botanical-like forms sweep upward in massive arches and “reflect warm golden light onto the bellies of the blonde bamboo ceilings inside, inspiring feelings of lightness and freedom,” the designers said. Earthen walls also support the roof with gaps that allow seamless movement between interior and exterior and sunlight to stream into the space.
All images © Lumi Shala
#ibuku#lumi shala#yoga studio#meditation studio#architecture#bali#copper-coated structure#overlapping petals#bamboo infrastructure
1 note
·
View note
Text
Maaf ibu bolehkah anakmu ini mengeluh sekali ini saja. karena saya Lelah bu dengan semua yang ada di dalam Pikiran ini. Seakan-akan nampak terlihat baik baik saja tenang dan tak ada beban apapun, Namun ibu didalam kepala ini pikiranku selalu berperang dengan smua logika dan keinginan yang tak sesuai dengan harapan. maafkan anakmu ini sekali lagi yah bu, rasanya ingin sekali aku menangis dipelukan ibu. Tapi saya malu bu, saya malu belum bisa menjadi apa-apa untuk membahgaikan ibu. Bu KERAS NYA DUNIA YANG teramat KAJAM INI SUNGGUH SANGAT INGIN KU TINJU KECONGKAKKAN NYA, KARENA SEMPAT SAYA BERPIKIR INGIN SEKALI MENGAKHRI SEMUANYA INI BU. AKU LELAH IBU. LELAH DENGAN SEGALA HAL, Entah itu tentang Pekerjaan, TENTANG Masa depan, TENTANG keluarga DAN TENTANG SEMUA YANG MEMBUAT JIWAKU INI MEREDUP TERTEKAN SEOLAH-OLAH INGIN MENYERAH. TAPI Bu SAYA ingat saya TIDAK AKAN MENYERAH sampai DISINI. SALAH SATUNYA YAITU, (SAYA MASIH BISA MELIHAT SENYUMAN IBU YANG MEMBUAT HATI YANG BEKU INI KEMBALI DISINARI OLEH MATAHARI SENYUMAN MU IBU, BAGI SAYA ITU SUDAH MELEBIHI DARI KEBAHAGIAN APAPUN YANG ADA DI DUNIA INI)
DAN 1 HAL LAGI BU YANG MASIH ADA YANG HARUS SAYA BAYAR DAN BUKTIKAN YAITU DENGAN MEMBELI OMONGAN-OMONGAN MEREKA YANG TELAH MERENDAHKAN DAN MERMEHKAN SAYA!
TERIMAKASIH IBU ATAS KASIH SAYANG YANG BEGITU TULUS YANG TELAH IBU BERIKAN. AKU SAYANG IBU SAMPAI KAPANPUN BAGAIMANA PUN KEADAAN NYA APAPUN ITU RESIKO MESKI TARUHAN NYA NYAWA SAYA SEKALIPUN. BU JANJI YAH JANGAN SEDIH LAGI, EMAS BAKAL SELALU JADI YANG TERDEPAN BUAT IBU.
EMAS SAYANG MAMA 🌻
0 notes
Text
bamboo-house-ted-talk-sharma-springs-elora-hardy-ibuku-bali-4
Step into the extraordinary world of bamboo houses with Elora Hardy's inspiring TED Talk. Get ready to be amazed by the stunning designs created by Ibuku in Bali.
0 notes
Text
Ibu Umroh
Hari ini, hari kedua ibu berada di Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah umroh. Ibu berangkat sendiri dan tergabung dengan rombongan sebanyak 52 orang. Alhamdulillah sekarang ibu sudah mendapat teman perjalanan, yang ternyata sama-sama orang Cimahi.
Semenjak ibu tiba di Mekah, rasanya ingin menangis. Terharu, terasa mimpi melihat ibu bisa menginjakkan kakinya di tanah yang dirindukan itu. Ada beberapa foto yang dikirimkan oleh pembimbing, di sana ibu terlihat bersemangat.
Ibu hebat, ibu yang awalnya ragu untuk berangkat umroh sendiri, ternyata telah memberanikan diri. Dari sebelum keberangkatan ibu mempersiapkan semuanya dengan baik, dari perlengkapan hingga kesehatannya. Ibu mulai rutin berjalan pagi lagi untuk menjaga stamina. Di hari H, ibu terlihat berseri-seri. Berkumpul pukul 00.30 di travel dan naik bis bersama menuju Bandara Soekarno Hatta, tapi tidak ada kantuk sama sekali di wajahnya, yang ada justru cerah dan segar.
Masya Allaah. Allah yang memberikan kekuatan dan keberanian itu.
Mudah-mudahan ibu sehat, bugar, khusyu dalam menjalankan ibadah di sana, dan selalu dilindungi Allah. Mudah-mudahan Allah ijabah semua doa yang ibu panjatkan di sana, termasuk doa-doa yang kami titipkan pada ibu.
Semoga Allah mengundang kami sekeluarga untuk beribadah umroh dan haji di sana. Aamiin yaa Rabb.
Jakarta, 10 Agustus 2023
1 note
·
View note
Note
You're Indo???
YEARGGHH
#padi ask#indonesia tanah airku tanah tumpah darahku di sanalah aku berdiri jadi pandu ibuku 🦅 🦅 🇮🇩 🦅 🦅#merah darahku putih tulangku 🔥🔥🇮🇩🔥🔥
5 notes
·
View notes
Note
You can just come up to someone and make a friend right then and there?? I didn't know one could do that
Combo sok akrab + tampang orang bingung + muka bikin kasihan pasti ada yang mau adopsi
#aku suka ngomong sendiri kayak orgil jadi kadang kadang orang pikir aku ngomong ke mereka#aku mah iyain aja WKWKWKWK#tapi dulu kata ibuku tukang konstruksi tetangga pun aku ajak ngomong. keknya emang udah bawaan HADUH#bener akh tuh gampang diculik#airyuu#jasa pos telkomsel
4 notes
·
View notes
Text
So now we have Aikos Twin Brother Ibuku Midoriya in a formal outfit 😊💚🔥
7 notes
·
View notes
Text
jisakv asked:
" i'm sure ya can attest that i ain't like many, now can ya, my adorable tomura? " their other hand would mimic on his other cheek, dusty pink half-lidded as they gazed at him, " do i want somethin', hm? can that somethin' be yer undyin' love and adoration? " ibuki cooed warmly, brushing their fingers through his hair, allowing it to fall between the digits.
"Stop that! You know I can't give you anything like that... I am incapable of love or any such feelings! It's not for me..."
@jisakv
#ask shigaraki#((No matter what my mind says#Ibuki's hands don't look right to me#it feels like they should be facing the other way#but that's cuz they're Ibuku's hands and not Shig's#it's driving me nuts but I just fek it and just did it
2 notes
·
View notes
Text
keknya otot otot aku beneran kelilit, nyeri banget sumpah
#rev rambles#sumpah sakit banget jir#ibuku nanti manggil org muat pijet tapi AGGHH takut kali aku#the lasst time i got massaged. it hurt like hell#ga siap#aduh remaja jompo momen
0 notes
Text
Adik
Keluargaku memanggilku dengan panggilan adik, aku berumur 17 tahun dan aku adalah anak bongsu daripada 2 beradik. Kakakku berumur 20 tahun, baru tiga bulan berkahwin dan masih tinggal bersama kerana suaminya seorang kapten sebuah kapal pelayaran. Suaminya akan pulang tiga bulan sekali dan kini sudah hampir dua bulan suaminya belayar. Ibuku pula berumur 39 tahun, semenjak ayahku berkahwin lagi ibu mula menjadi pendiam dan selalu menanggis. Aku merasa sangat marah pada ayah tetapi aku tidak dapat berbuat apa-apa walaupun aku merasa sedih dan kasihan melihat ibu yang kesepian kerana ayah sekarang jarang pulang ke rumah.
Pengalamanku ini bermula ketika aku sedang menunggu keputasan peperiksaan SPM.
Pada suatu hari, makcik ku yang berumur 43 tahun itu meminta aku menemaninya kerana pakcik ku tiada di rumah. Makcik ku ini masih cantik walaupun sudah berumur kerana makcik pandai menjaga tubuh badannya. Tubuh makcik gempal sedikit tetapi tidaklah gemuk sangat, buah dadanya memang besar dan punggungnya juga besar seiring dengan potongan badan nya. Makcik ku bekerja sebagai pembantu pengurus di sebuah bank. Makcik suka memakai baju kebaya yang agak ketat membuatkan buah dada serta punggung besarnya jelas kelihatan walaupun perutnya sedikit buncit. Pakcikku pulang ke kampung selama tiga hari. Makcik yang takut tinggal kesorangan mengajakku tidur di rumahnya. Petang itu aku ke rumah makcik setelah memberitahu dan meminta izin dari ibu.
Pada malamnya selepas makan bersama makcik, aku menonton tv dan nenek yang baru selesai mengemas di dapur datang duduk di sebelahku. Aku dan makcik berbual-bual sambil menonton tv, ketika berbual itu aku sempat melihat muka makcik yang tiada sedikit kedutan itu kelihatan sangat cantik dan kelihatan lebih muda dari umur sebenarnya.
“Adik… akcik masuk tidur dahulu la, ngantuk pula rasanya.” Kata makcik setelah agak lama berbual denganku.
“Ye la cik…” Jawabku sambil memandang punggung besar nya yang bergegar-gegar di sebalik kain batik yang dipakainya ketika makcik masuk ke dalam biliknya. Memang dari dahulu lagi aku tertarik pada punggung dan buah dada makcik yang besar itu.
“Adik… tolong acik jap boleh….” Makcik ku memangilku setelah hampir setengah jam aku menonton tv. Aku terus bangun lalu mamatikan suis tv dan aku terus masuk ke dalam bilik makcik yang tidak berkunci itu.
“Tolong apa acik…?” Tanyaku pada makcik yang sedang terbaring di atas katilnya.
“Tolong picitkan badan makcik ni jap, lenguh pula rasanya… tak boleh nak tidur…” Minta makcik ku sambil berpusing dan meniarap.
Aku naik ke atas katil dan duduk disebelah makcik sambil melihat punggung nya yang besar itu. Punggung makcik yang kelihatan masih pejal dan masih lentik itu membukit tinggi. Tubuh makcik kelihatan menarik, mungkin kerana makcik hanya ada seorang anak saja.
Aku mula selakkan baju t-shirt makcik ke atas lalu aku lumurkan minyak yang diberinya ke belakang tubuh makcik yang tidak memakai coli itu. Aku terus menggosok belakang makcik dengan lembut dan nenek memalingkan mukanya ke arahku dengan mata yang separuh terpejam. Aku mula merasa ghairah dan sedikit terangsang apabila melihat nenek dalam keadaan begitu. Aku mula teringat dan mula terbayangkan kembali cerita lucah yang menunjukkan lelaki dan perempuan sedang mengadakan hubungan seks.
Aku selalu menonton cerita lucah apabila bersorangan di rumah, aku merasa ghairah sekali dan mula terfikir untuk cuba merangsang nafsu makcik ku. Aku terus menggosok belakang badan makcik sambil memikirkan cara untuk merangsang nafsu makcik. Perlahan-lahan aku menyelak kain batik makcik hingga terserlah pehanya yang berisi dan gebu itu di depan mataku. Aku sapukan minyak pada peha makcik lalu aku lurutkan hingga ke hujung jari kakinya berulang kali.
“Sedapnya adik… gosok macam tu la…” Tiba-tiba makcik ku bersuara. Aku bertambah semangat, aku mengurut dari kaki hingga ke peha makcik dengan agak kuat dan aku melihat makcik menggerak-gerakkan punggungnya.
“Perlahan sikit adik… jangan kuat sangat…” Minta makcik dengan matanya terpejam rapat. Aku memperlahankan urutanku dan mula menggosok perlahan kaki serta pehanya. Aku memberanikan diri mengambil kesempatan dengan menggerakkan tanganku menggosok lembut hingga ke pangkal peha makcik lalu turun kembali ke kakinya.
“Mmmmm…. ohhhh…” makcik mengeluh perlahan, keluhannya seolah-olah satu keluhan kenikmatan yang menambahkan lagi keberanianku.
Aku mula mengusap lembut peha makcik, semaki lama semakin ke atas dan perlahan-lahan aku mula menyentuh sedikit ke celah kelengkangnya. Aku memberanikan lagi diriku dengan menyelak kain batik makcik ke atas lagi dan terus mengusap lembut peha di celah kangkangnya. Aku dapat melihat sedikit belahan punggungnya yang putih dan gebu itu kerana makcik tidak berseluar dalam. makcik membuka sedikit kangkangnya apabila tanganku sampai ke celah kangkangnya. Aku teruskan usapankan sehingga jari-jariku menyentuh sedikt punggung gebu makcik ku, makcik membiarkannya dan jari-jariku kini tersentuh sedikit bawah cipapnya. Pada mulanya makcik terus menggerakkan punggungnya tetapi kemudiannya makcik berhenti menggerakkan punggungnya apabila jari-jariku mula menyentuh bibir cipapnya.
“Adik… jangan sampai kat situ…. jangan…jangan gosok kat situ…” makcik ku bersuara dengan nada merintih tetapi makcik tidak pula menepis tanganku supaya aku berhenti dari menyentuh bibir cipapnya.
Aku semakin berani dan bertambah terangsang, aku teruskan usapan lembutku di cipap makcik sehingga cipapnya mula terasa basah dan semakin lama semakin banyak mengeluarkan lendirnya. Aku tahu makcik sudah terangsang dengan usapanku di cipapnya, aku memainkan jariku di kelentitnya yang sudah membesar dan mengeras itu. makcik menggerakkan semula punggungnya mengikut rentak gentelan jariku di kelentitnya.
“Uuuh… uhhh…ahhh…ermmm…” makcik mengerang perlahan ketika aku melajukan lagi gentelan jariku di kelentitnya.
“Adik… jangan… jangan dik, uhhh… uhhh…ahhh…” Aku tidak dapat bertahan lagi, aku lepaskan jariku di kelentitnya dan menyentuh bahu makcik untuk menelentangkannya.
Aku cuma menyentuh lembut untuk memalingkannya tetapi makcik terus berpusing terlentang dengan matanya terpejam rapat dan tangannya menutupi kedua-dua buah dadanya yang besar itu kerana baju nenek sudah terselak ke atas. Walapun buah dadanya di tutup dengan tapak tanganya, tetapi aku masih dapat melihat separuh buah dadanya kerana buah dada makcik ku yg sungguh besar. makcik tidak bersuara dan membiarkan sahaja aku mengalihkan tangannya dari menutupi buah dadanya. Aku mula meramas-ramas buah dada makcik yang besar itu, buah dada nenek terasa sungguh lembut walaupun sudah tidak pejal lagi. makcik memalingkan mukanya ke tepi, tidak memandangku mungkin kerana merasa malu. Aku meletakkan jariku di alur bibir cipap makcik lalu memainkan jariku di cipapnya.
“Arrrgghhhh…ermm..” makcik ku merintih kenikmatan membuatkan aku sudah tidak dapat mengawal nafsuku lagi dan aku tahu dalam keadaan begini makcik akan merelakan aku untuk menyetubuhinya. Muka makcik masih lagi berpaling, tidak memandangku dan ini memberikan aku peluang untuk menanggalkan pakaianku. Dengan cepat aku menanggalkan seluruh pakaianku dan setelah berbogel, aku terus menindihi tubuh makcik. Sebelah tanganku memaut tubuh makcik ku, kakiku berusaha mengangkangkan kakinya dan sebelah tanganku lagi memegan batangku lalu di halakan ke cipapnya. Batangku kini menyentuh bibir cipapnya dan nenek cuba meronta tetapi rontaannya amat lemah.
“Adik… adik tak bolehhh…jangannn..” Tiba-tiba makcik bersuara tetapi suaranya terhenti apabila kepala batangku mula menguak masuk ke dalam cipapnya.
Oleh kerana cipap makcik sudah basah dan berlendir, batangku dengan mudah menerobos masuk ke dalam lubang cipapnya. Aku menekan batangku masuk hingga rapat ke pangkal batangku, makcik berhenti meronta dan terus terdiam. Aku mula menggerakkan punggungku turun dan naik membuatkan batangku keluar masu ke dalam cipap makcik ku. Tubuh makcik hanya kaku, membiarkan aku menikmati cipapnya dan makcik tidak menunjukkan sebarang tindak balas dari tujahan batangku di dalam cipapnya. Tanganku pula meramas-ramas buah dada makcik yg semakin keras dan mengentel-gentel puting buah dadanya. makcik tetap mendiamkan diri dan aku melihat air mata nenek meleleh keluar dan mengalir laju di pipinya.
Aku yang baru pertama kali merasa kenikmatan dari cipap perempuan walaupun cipap itu adalah cipap makcik ku sendiri bertambah ghairah dan henjutanku semakin laju. makcik menutup mukanya dengan kedua-dua tangannya, aku tetap meneruskan henjutanku dan aku mula merasa air maniku hendak terpancut keluar.
“Arrrgghhh… acikk… sedapnya…. adik nak pancut niiii….” Aku mengerang apabila merasa air maniku hendak terpancut keluar. makcik cuba menolak aku tetapi aku memeluk kuat tubuhnya dan menekan batangku semakin dalam. Air maniku memancut laju keluar dengan banyaknya ke dalam cipap makcik ku sehingga meleleh keluar membasahi pehanya.
“Adik…apa adik dah buat kat acik ni… adik jahat…” makcik menolak tubuhku dari terus menindihi tubuhnya.
Aku merebahkan tubuhku di sebelah makcik dan terus memeluk tubuhnya dengan perasaan yang sungguh puas. makcik ku masih menangis tanpa bersuara dan hanya terbaring kaku, aku yang mula merasa takut dimarahi makcik terus keluar dari biliknya. Malam itu baru aku tahu kenikmatan sebenar apabila dapat bersetubuh dengan perempuan. Selama ini aku hanya melihat dari cerita lucah dan sekarang aku dapat merasainya. Aku berbaring di atas sofa sambil mengenangkan apa yang telah aku lakukan sebentar tadi pada makcik.
Apabila aku bayangkan kembali tubuh makcik yang gempal dan gebu itu, batangku kembali mengeras. Kalau di ikutkan nafsu hatiku, aku mahu menyetubuhi lagi makcik malam itu tetapi aku merasa takut di marahinya. Aku juga takut jika makcik melaporkan pada polis atau memberitahu pakcik ku atau memberitahu ibu, tentu malu besar aku nanti. Aku mula merasa sedikit menyesal kerana menyetubuhi makcik, namun aku tidak dapat melarikan diri lagi kerana perkara itu sudah berlaku. Malam itu aku tertidur di atas sofa dan tidak tidur di dalam bilik yang sudah di sediakan makcik untukku.
“Adik… bangun… kenapa tidur di sini…?” Aku terjaga apabila makcik mengejutkan aku, pagi itu aku bangun tidur agak lewat kerana persetubuhanku dengan makcik malam tadi membuatkan aku merasa sangat letih. Aku tergamam apabila melihat makcik ku berada di sebelahku, aku tidak tahu bagaimana untuk berhadapan dengan makcik pagi ini. Aku malu untuk bertentang mata dengan makcik kerana aku takut makcik akan memarahi aku.
“Letih sangat ke hingga tak sedar hari dah siang…? Dah… bangun, pergi mandi, lepas tu sarapan… acik tunggu kat dapur…” Kata makcik sambil tersenyum membuatkan aku merasa lega kerana makcik tidak memarahiku.
Aku hanya diam sahaja sambil melihat lenggokkan punggung besar makcik yang berjalan ke dapur, makcik ku bersikap seperti biasa seolah-olah tiada apa yang berlaku. Aku bangun lalu ke bilik air dan terus mandi, selesai bersiap aku terus menuju ke meja makan. Aku mencuri pandang ke arah makcik dan makcik kelihatan seperti biasa namun jantungku tetap berdebar-debar.
“Tak sedar anak sedara acik sudah dewasa dan jahat pulak tu…” Tiba-tiba makcik berkata membuatkan jantungku semakin kuat debarannya.
“Maafkan adik cik… malam tadi adik tak sengaja… adik tak…….”
“Dah la… benda dah terjadi… lupakan saja…” Kata makcik ringkas memotong kata-kataku lalu terus berlalu dan baring di atas sofa sambil menonton tv. Aku duduk bersarapan seorang dan setelah selesai, aku bangun lalu menuju ke bilikku.
“Adik…tolong picitkan kepala acik jap, makcik pening kepala la…” Panggil makcik ku. Aku terus menuju ke sofa lalu merapati makcik, aku memicit-micitkan dahinya dan makcik memejamkan matanya. Aku merasa sungguh lega kerana makcik tidak memarahiku dan ini membuatkan aku merasa bernafsu kembali terhadap makcik. Ketika memicit kepala makcik, aku memandang tubuh makcik ku yang sedang terbaring di atas sofa.
Batang aku mula mengeras apabila aku bayangkan kembali kejadian malam tadi, aku ingin mengulanginya lagi kerana makcik tidak memarahiku. Aku rasa makcik tidak marah kerana makcik juga merasa kenikmatnya dengan batang muda aku ni atau mungkin sudah lama tidak di belai pakcik ku. Aku tersenyum sendirian dan bertekad akan mengulanginya lagi sebentar nanti. Aku akan cuba merangsang makcik lagi agar makcik sanggup bersetubuh denganku.
“Adik… apa perasaan adik setelah apa yang adik buat pada makcik malam tadi..?”
Aku terkejut dengan soalan itu tetapi aku cuba menenangkan diriku.
“Adik…err… adik sayang acik…” Jawab ku.
“Itu saja ke…?” Tanya nenek dengan tenang.
“Acik cantik… adik tak tahan tengok acik, rasa nak peluk dan rasa nak……”
“Rasa nak apa…? Acik ni kan sudah tua… carila yg muda sama mcm adik.. sanggup adik buat macam tu kat acik.” jawab makcik memotong penjelasan aku.
“Ermmm..Takpe la… malam ni adik boleh tidur dengan acik lg, tapi… jangan beritahu kat sesiapa tau…” sambung makcik ku.
Aku hanya mengganguk-anggukkan kepalaku. Tiba-tiba makcik memusingkan tubuhnya menghadap aku yang sedang duduk di atas lantai sebelahnya lalu memaut leherku dan terus mencium pipiku.
“Jom kita masuk dalam bilik… adik buat acik macam malam tadi…” tiba tiba makcik bersuara
Aku terkejut bercampur gembira mendengar kata-kata makcik, tanpa segan silu makcik mengajakku ke biliknya.
“Adik… adik tolong puaskan acik, dah lama acik tak merasa kenikmatan seperti malam tadi…pakcik kau dah tak kuat macam dulu…” Kata makcik setelah berada di dalam biliknya. baru aku teringat pakcik suami kedua makcik selepas suami pertama meninggal. Pakcik yang sekarang jauh beza umur dengan makcik umur 56 tahun.
makcik mula membuka baju t-shirtnya lalu menanggalkan colinya sendiri sehingga memdedahkan buah dadanya yang besar itu. Dengan jelas aku dapat melihat buah dadanya yang besar dan ranum itu. Walaupun buah dada makcik agak ke bawah sikit, tetapi kebesaran buah dadanya membuatkan aku terangsang kuat. Batangku bertambah mengeras ketika makcik memusingkan tubuhnya lalu melurutkan kainnya menampakkan punggungnya yang berbalut seluar dalam putihnya.
makcik menanggalkan seluar dalamnya perlahan-lahan membuatkan punggung lebarnya yang besar dan gebu itu terpampang di depan mataku. makcik terus menuju ke katil lalu baring terkangkang, cipapnya sungguh tembam dihiasi bulu nipis yang di jaga rapi.
“Bukalah seluar dan baju adik tu… cepat puaskan acik meh… nanti acik hadiahkan lubang ketat acik…�� Kata makcik dengan suara yang manja dan mengoda. Aku tidak bebrapa faham sebenarnya apa yang di katakan makcik dengan lubang ketat itu, namun kerana nafsuku sudah terangsang kuat, aku tidak perdulikan semua itu.
Aku terus menanggalkan pakaianku lalu berbaring disebelah makcik, aku mula memeluk tubuh makcik dan terasa batangku mencucuk pada tepi tubuhnya. Aku meraba-raba buah dada makcik lalu meramas-ramas serta mengentel puting buah dadanya dengan penuh bernafsu. makcik mula mengerang kenikmatan dan aku membawa kepalaku ke celah kangkangnya lalu menjilat cipapnya.
“Ohhhh… emmmmm…. se…sedapnya dikkkk… ahhhh…” Beberapa minit kemudian, makcik mengerang kuat dan tubuhnya mula mengejang. makcik sampai kemuncak klimaksnya dengan mengepit kepalaku dengan pehanya berserta cairan dari dalam cipapnya mula meleleh keluar.
“Adik…masukkan batang adik dalam lobang cipap acik sekarang…” rayu makcik ku. aku merangkak naik menindihi tubuh makcik lalu menekan batangku masuk ke dalam cipapnya.
“Arrrgggghhh…” Kepala makcik terdonggak ke atas apabila aku menekan masuk sampai habis terbenam batangku ke dalam cipapnya. Aku terus mengerakkan batangku menujah cipapnya dan makcik memaut leherku sambil punggungnya digerakkan mengikut rentak tujahan batangku.
Kali ini aku dapat bertahan lebih lama, setelah agak lama aku menujah cipapnya sehingga tubuhnya terhenjut-henjut, tiba-tiba makcik mengerang kuat dan serentak dengan itu tubuhnya mengejang. Aku merasa batangku yang terbenam di dalam cipap makcik basah dan di kemutnya kuat. makcik telah sampai ke puncak klimaksnya lagi, tubuh makcik tersentak-sentak dan aku menbiarkan makcik puas dengan puncak klimaksnya.
“Acik dah puas… sekarang adik baring…” pinta makcik ku. Aku terus baring dan makcik mula naik ke atas tubuhku dalam keadaan mencangkung di perutku.
Nenek memegang batangku mengarahkan ke celah kangkangnya lalu makcik ku duduk perlahan-lahan. Aku merasa batangku agak susah hendak masuk kerana aku merasa cipap makcik sungguh ketat. makcik menekan lagi tubuhnya ke bawah dan akhirnya batangku perlahan-lahan terbenam di dalam cipapnya. Punggung makcik kini rapat di pehaku dan aku melihar muka nenek berkeriut seolah-ola sedang menahan kesakitan. Buat seketika makcik tidak bergerak tetapi aku merasa batangku di cengkam kemas di sertai kemutan-kemuatan di batangku.
“Sedap tak lubang ketat acik syg…?” Tanya makcik ku membuatkan aku merasa hairan kerana cipap makcik sebelum ini tidak seketat ini.
“Sedapnya cikkk… ketatnya, tetapi kenapa rasa lain sikit cik…?” Tanyaku pula kerana aku merasa sedikit kelainan ketika aku memeasukkan batangku ke dalam cipapnya tadi. makcik hanya tersenyum lalu mula mengerakkan tubuhnya turun naik perlahan-lahan sambil tanganya memainkan kelentitnya sendiri.
Aku merasa sungguh sedap dengan kemutan lubang cipap makcik yang ketat ini, aku melihat tangan makcik bergerak laju di kelentitnya dan pergerakkan tubuhnya turun naik juga bertambah laju.
Tiba-tiba aku terpandang cipap makcik yang sedikit terbuka itu tidak dimasuki batangku. Aku memerhatikan betul-betul dimanakah batangku kini berada, aku terkejut apabila melihat batangku yang keluar masuk itu berada di dalam lubang dubur makcik. Baru aku faham kata-kata makcik, inilah lubang ketat yang dimaksudkannya.
“Cik..itukan lubang dubur acik… ohhhh….cikk…ahhh” Aku bertanya sambil mengerang kerana kenikmatan lubang dubur makcik mula membuatkan air maniku mula terasa hendak terpancut.
“Iya… inilah lubang ketat yang acik nak hadiahkan buat adik sebab dah puaskan acik… sekarang acik akan puaskan adik pulak…” Jawab makcik sambil melajukan lagi pergerakakannya sehingga punggungnya bergegar-gegar.
Aku sudah tidak dapat betahan lagi, aku menarik kuat pinggang makcik rapat ke celah kangkangku membuatkan batangku terbenah lebih dalam ke dalam lubang dubur nenek. Serentak itu, terpancutlah air maniku ke dalam dubur makcik ku dan makcik rebah di atas tubuhku. Aku memeluk kuat tubuh gempal makcik sehingga buah dadanya terpenyek di dadaku. Aku memancukkan air maniku sambil menekan-nekan kuat batangku ke dalam dubur nenek sehingga habis.
“Sedap tak dik…?” Tanya makcik setelah aku melongarkan pelukkanku.
“Sedap cik…puas sungguh adik rasa hari ni….” Jawabku lemah. Selama tiga hari aku berada di rumah makcik ku, aku selalu bersetubuh dengan makcik dan lubang dubur makcik ku pasti menjadi tempat untuk aku memancutkan air maniku. makcik juga banyak mengajarku bagaimana cara-caranya untuk memuaskan nafsu perempuan.
Setelah pakcikku pulang, pagi itu aku pulang ke rumah dengan penuh kepuasan kerana subuh tadi aku sempat menyetubuhi makcik sebelum pakcikku sampai ke rumah.
…………………………………..//………………………………………..
Sampai di rumah, aku melihat kereta kakakku tiada dan rumah pun sepi. Aku berfikir ibu dan kakak keluar jadi aku terus masuk ke dalam dan ke ruang tamu untuk berehat. Kepenatan bersetubuh dengan makcik masih terasa lagi, aku merebahkan tubuhku di atas sofa sambil mengingati kembali persetubuhanku dengan makcik. Tiba-tiba aku melihat ibu muncul dari bilik mandi di dapur. Pada mulanya aku ingin menegur ibu tetapi niatku tertanguh apabila melihat tubuh ibu yang keluar dari bilik mandi itu hanya berbalut kain tuala yang tidak begitu lebar.
Buah dada ibu yang membusung besar itu seakan-akan mahu terkeluar dari lilitan kain tuala kecilnya. Kain tuala itu hanya menutupi separuh dada ibu sehingga ke pangkal pehanya sahaja. Tidak pernah aku melihat ibu dalam keadaan begitu kerana selama ini ibu selalunya berkemban dengan kain batik. Mungkin disangkakannya tiada orang di rumah, jadi ibu berani berkemban dengan tuala kecilnya sahaja. Aku mendiamkan diri dan cuba sembunyikan sedikit tubuhku kerana aku mula merasa ingin melihat tubuh ibu. Jantungku bergerak laju apabila melihat ibu membungkukkan tubuhnya menonggeng betul-betul mengadapku untuk mengambil seluar dalamnya yang terjatuh ke lantai. Dengan jelas aku dapat melihat separuh punggung ibu dan aku juga dapat melihat sedikit cipapnya dari belakang. Ibu bangun lalu melangkah masuk ke dalam biliknya, aku melihat lengokkan punggung ibu yang besar itu begoyang-goyang. Walaupun punggung ibu tidak selebar punggung makcik ku iaitu adik ibu tetapi punggung ibu kelihatan lebih lentik kerana punggung ibu tonggek sedikit.
Sebelum masuk ke dalam biliknya, ibu melepas kain tuala diri tubuhnya lalu menyidai di pintu biliknya dalam keadaan telanjang bulat. Batangku terus mengeras kerana nafsuku terangsang kuat apabila melihat tubuh ibu yang cantik serta gebu itu dari belakang. Ibu mengiring sedikit ketika menyidai kain tualanya dan aku dapat melihat buah dada kirinya dengan jelas. Kulit tubuh ibu begitu bersih, bentuk tubuhnya masih cantik walaupun tubuhnya agak berisi namun pinggangnya yang ramping itu membuatkan punggungnya yang tonggek itu kelihatan lebar dan pejal. Ibu melangkah masuk ke dalam biliknya lalu menutup pintu biliknya.
Aku mula bayangkan betapa nikmatnya jika aku dapat menyetubuhi ibu, aku mengusap batangku yang sudah terpacak keras di dalam seluarku perlahan-lahan sambil menbayangi tubuh ibu. Tak berapa lama kemudian, aku terdengar suara ibu mengerang dari dalam biliknya dan aku terus bangun lalu menuju ke bilik ibu. Aku mengendap dari celah lubang kunci pintu bilik ibu dan aku dapat melihat ibu sedang terbaring di atas katil dengan kakinya terkangkang luas. Aku terperanjat apabila melihat ibu memainkan jarinya di celah kangkangnya sendiri.
Walaupun tidak berapa jelas tetapi aku dapat melihat ibu mengusap cipap serta kelentitnya dengan penuh ghairah dan kepalanya terdongak keatas. Aku tahu ibu terangsang kerana ayah jarang pulang ke rumah untuk memuaskan nafsunya. Jika ayah pulang pun, aku tidak tahu sama ada ayah puaskan ibu atau tidak kerana mereka selalu bertengkar akibat ayah berkahwin lagi. Mungkin kerana nafsu ibu tidak terpuaskan, ibu selalu termenung dan suka menyendiri berkurung di dalam biliknya. Jarang sekali ibu duduk berborak bersama aku atau kakak, ibu juga jarang tersenyum sekarang ini. Aku berlalu dari pintu bilik ibu perlahan-lahan lalu ke pintu depan rumahku dan berpura-pura baru pulang.
“Ibu… ibu… adik pulang ni…” Laungku kuat.
“Ib…ibu dalam bilik ni…” Terdengar suara ibu dari dalam biliknya. Kemudian kelihatan ibu keluar dari bilik dengan wajah yang kemerahan, ibu hanya berkemban dengan kain batik yang disimpulkan di dadanya.
“Akak mana…?” Tanyaku.
“Kak Lia pergi keluar dengan kawannya… apa tu…?” Aku memberikan bungkusan yang di beri makcik kepada ibu.
“Dah lama ke akak keluar… akak kemana…?” Tanyaku lagi.
“Kak Lia pergi berbincang di rumah kawanya kerana mahu pergi rombongan ke Langkawi petang nanti…” Jawab ibu sambil membuka bungkusan yang di beri nenek.
“Petang nanti… berapa hari akak ke sana…” Aku memandang tubuh ibu yang berkemban itu dan mengamati setiap lekuk tubuh ibu, batangku masih mengeras kerana melihat tubuh bogel ibu tadi.
“Empat hari tiga malam katanya… nasib baik adik dah pulang, kalau tak malam ni ibu tidur sorang la… dah la, adik bawakan barang ni ke dapur ya…” Ibu berkata lalu bangun menuju ke dalam biliknya kembali. Aku membawa bungkusan itu ke dapur lalu terus masuk ke dalam bilikku dan hari itu aku tertidur beberapa jam dengan bayangan persetubuhanku dengan nenek serta dengan bayangan tubuh bogel ibu.
Petang tadi kakak pergi ke langkawi meninggalkan aku dan ibu di rumah dan pada malam itu, aku merasa begitu susah hendak tidur kerana bayangan tubuh bogel ibu bersilih ganti dengan bayangan persetubuhanku dengan makcik bermain-main di kepalaku. Aku mula memegang batangku yang dari tadi sudah mengeras itu dan terus mengusap-usapnya perlahan-lahan. Fikiran tertumpu pada bayangan tubuh bogel ibu yang aku nampak pagi tadi, buah dada serta punggung besar ibu dan cipapnya yang terselindung di sebalik tangannya pagi tadi membuatkan nafsuku membuak-buak ghairahnya. Sedang aku berkhayal sambil mengusap laju batangku, tiba-tiba pintu bilikku di buka dari luar.
“Adik… bangun, tolong temankan ibu ke dapur… ibu nak nyalakan lilin ni…” Aku mendengar suara ibu dari muka pintu bilikku.
“Kenapa ibu…” Tanyaku.
“Api takde ni…” Jawab ibu. Baru aku tahu rupa-rupanya bekalan elektrik terputus, patut la gelap semacam je malam ni. Aku tidak menyedarinya sebab aku tidak memasang lampu di dalam bilikku kerana aku lebih suka tidur di dalam gelap. Dengan batangku yang masih separuh keras di dalam kain pelikatku, aku bangun lalu mengikuti ibu ke dapur.
“Ibu takutlah gelap-gelap ni… adik temankan ibu tidur di bilik ye..” Aku merasa sedikit terkejut dengan permintaan ibu namun perasaan gembira turut di rasaiku kerana sebentar lagi aku dapat tidur bersama ibu.
“Apa nak di takutkan… ibu ni…” Jawabku sambil mengekori ibu berjalan menuju ke biliknya setelah lilin di nyalakan.
Setelah tiba di dalam biliknya, ibu meletakkan lilin itu di atas meja soleknya lalu merebahkan tubuhnya terlentang di atas katil.
“Mana adik nak tidur ni…” Tanyaku kerana aku ingin tahu tempat untuk aku tidur, aku sebenarnya ingin sangat tidur bersama ibu di atas katilnya.
“Eh… mana lagi, sini la… kenapa, malu nak tidur dengan ibu..?” Ibu berkata sambil menepuk tilam di sebelahnya.
“Tak la… segan je…” Jawabku lalu baring di sebelah ibu dan aku merasa sungguh gembira kerana dapat tidur di sebelah ibu.
Ibu hanya tersenyum lalu mengiring membelakangiku, aku juga turut mengiring mengadap ibu yang berkain batik dan berbaju t-shirt itu. Di sebalik kesamaran cahaya dari lilin itu, jelas kelihatan punggung besar ibu kelihatan lebih tinggi dari bahunya kerana pinggangnya yang ramping itu. Punggung ibu yang lebar dan besar itu memang tonggek, apabila berjalan pasti punggungnya akan bergegar di balik kain batik yang membaluti pungungnya.
Aku berfikir bagaimana cara hendak menyetubuhi ibu sambil memandang tubuh ibu yang sedang tidur mengiring membelakangi aku itu. Setelah hampir satu jam, akhirnya aku mendapat satu akal dan aku pun sedikit demi sedikit mengesot ke arah ibu dengan harapan agar batangku yang sudah mengeras ini dapat menyentuh punggung ibu. Kehangatan tubuh ibu dapat dirasai apabila tubuhku semakin hampir dengan tubuhnya. Aku terus merapatkan lagi tubuh ke arah ibu sehingga batang kerasku berjaya menyentuh punggung ibu.
Aku membiarkan seketika kepala batangku menempel di punggung ibu lalu perlahan-lahan aku menekan-nekan batangku ke punggung ibu. Aku melihat ibu hanya mendiamkan dirinya, tidak bergerak, mungkin ibu sudah tidur. Aku semakin bernafsu dan bertambah berani, perlahan-lahan aku menarik kain batik ibu ke atas. Apabila kain batik ibu sampai ke punggungnya, aku dapat melihat keputihan dan kegebuan punggungnya kerana ibu tidak memakai seluar dalam.
Aku bertambah semangat, walaupun agak susah akhirnya aku berjaya menarik naik kain batik ibu sehingga ke paras pinggangnya.
Punggung ibu yang tonggek dan lebar itu terpampang di depan mataku, aku melihat muka ibu, matanya masih terpejam menandakan ibu masih tidur. Aku menyelak kain pelikatku ke atas dan mula mendorong batangku ke celah kangkang ibu. Kaki ibu yang sedikit terkangkang itu membuatkan batangku berjaya ke celah kangkangnya. Terasa kehangatan cipap ibu menyentuh kepala batangku, tiba-tiba punggung ibu bergerak-gerak. Aku mendiamkan diri kerana takut ibu terjaga dari tidurnya dan aku juga mula merasa takut.
Aku takut dimarahi ibu dengan perbuatanku tetapi rasa takutku mula hilang apabila melihat ibu menggerakkan punggungnya ke depan dan kebelakang perlahan-lahan. Aku merasa sungguh nikmat dengan pergerakan punggung ibu itu, batang kerasku bergeser di celah punggung ibu dan kepala batangku tersentuh sedikit cipapnya. Ibu tetap mengerakkan punggungnya itu dengan mata terpejam, aku dapat rasakan cipap ibu mula basah di kepala batangku. Aku sudah tidak dapar menahan lagi dari rangsangan nafsuku, perlahan-lahan aku mengarahkan kepala batangku ke mulut cipap ibu lalu menekan masuk sedilit ke dalam lubang cipapnya.
Sedikit demi sedikit batangku masuk ke dalam cipap ibu, aku merasa cipap ibu lebih ketat dari cipap nenek dan akhirnya batangku terbenam rapat hingga ke pangkal memenuhi rongga cipap ibu.
“Mmmmmm…” Ibu mengerang perlahan dengan tubuhnya sedikit tersentak dan punggungnya tidak bergerak lagi.
Aku mendiamkan diriku kerana aku takut ibu terjaga dari tidurnya, setelah melihat tiada pergerakkan dari tubuh ibu, aku mengerakkan batangku keluar masuk perlahan-lahan di dalam cipapnya. Aku merasa cipap ibu mengemut-ngemut batangku, aku yang merasa sungguh nikmat tetap menghayunkan punggungku perlahan-lahan ke depan dan belakang membuatkan batangku keluar masuk ke dalam cipapnya.
Aku benar-benar kenikmatan walaupun aku tahu cipap itu adalah cipap ibu kandungku sendiri, tetapi nafsu syaitan ku sudah menguasai diriku. Kerana nafsuku itu, aku tidak peduli lagi jika ibu terjaga dari tidurnya dan tujahan batangku keluar masuk ke dalam cipap ibu semakin laju. Aku memeluk tubuh ibu dan terus meramas-ramas buah dada ibu yang masih berbalut baju t-shirtnya dan tidak bercoli itu.
“Ahhh… adik… apa adik buat ni…. uhhh… aahhhh…” Kata ibu perlahan sambil mengerang setelah terjaga dari tidurnya.
Aku tidak menjawab malah aku teruskan tujahan batangku di dalam cipap ibu semakin laju dan semakin kuat sambil meramas-ramas buah dadanya. Ibu tidak pula meronta atau melarangku dari terus menyetubuhinya, ibu hanya mendesah kenikmatan sambil menekankan punggungnya lebih rapat ke arahku membuatkan batangku masuk lebih dalam. Tiba-tiba ibu menarik tubuhnya ke hadapan membuatkan batangku terkeluar dari cipapnya, aku merasa takut kerana menyangka ibu akan memarahahiku.
“Adik… masukkan sekarang nak… puaskan ibu sekarang…cepatt sygg…” Kata ibu sambil menonggeng dalam berkeadaan seperti bersujud dan aku merasa gembira dengan permintaan ibu itu.
Punggung tonggek ibu yang melentik membuatkan aku bertambah terangsang melihat ibu dalam keadaan begitu. Aku terus bangun lalu memasukkan batangku ke dalam cipap ibu yang sedang menonggeng itu dari belakang. (Doggie style) Dalam keadaan begini, batangku masuk lebih dalam sehingga terbenam rapat ke pangkal rahim ibu.
“Ooohhhhhhhh…” Ibu merintih kenikmatan
“Sedapnya ibu…” Kataku sambil meramas kuat punggung itu yang terlentik itu
“Adik… hayun cepat sayanggg… ibu dah tak tahannnn niiii….” Rayu ibu dan aku terus menghayun batangku keluar masuk menujah cipap ibu yang sungguh nikmat itu.
“Adikkkk… uuhhhh… sedapnya batang adikkkk… laju lagiii… ibu nak sampai niii…” Minta ibu.
Aku melajukan tujahanku, tanganku tidak henti-henti meramas-ramas punggung ibu yang besar dan lebar itu. Aku memegang pinggang ibu lalu menariknya supaya punggung ibu lebih rapat agar batangku masuk lebih dalam ke dalam cipapnya. Tiba-tiba akui merasakan batangku di kemut kuat oleh cipap ibu dan serentak dengan itu, tubuh ibua menggiggil lalu mengejang.
“Aarrrhhhh…. ohhhh…. mmmmm…” Ibu mengerang kepuasan dan punggungnya semakin dilentikkan membuatkan batangku terbenam rapat ke pangkal rahimnya. Aku dapat merasakan rongga cipap ibu semakin licin dan ada cairan yang meleleh keluar ketika aku menarik batangku.
Aku menujah kembali cipap ibu dan tujahan batangku bertambah laju kerana cipap ibu semakin licin. Aku mula tidak dapat bertahan lagi kerana merasa sungguh nikmat dengan keadaan ibu yang semakin melentikkan punggung tonggeknya yang besar itu.
“Ibuuu… adik nak pancut niii….” Rintihku apabila merasa kepala batangku semakin berkembang di dalam cipap ibu menandakan air maniku hendak terpancut keluar.
“Adikkk… jangan pancut kat dalam… nanti ibu mengandung, adik pancut kat luar…” pinta ibu,
Aku sebenarnya ingin memancutkan air maniku ke dalam cipap ibu tetapi aku juga tidak sanggup melihat ibu mengandung kerana perbuatanku dan aku juga tidak mahu menanggung risiko. Aku melajukan gerakkan batangku serta menekan batangku sedalam-dalamnya di dalam cipap ibu dan apabila aku merasa air maniku hendak keluar, dengan cepat aku menarik keluar batangku lalu di geselkan pada punggung ibu. Ibu memusingkan tubuhnya mengadapku lalu mengenggam batang dan terus melancapkan batangku dengan laju.
“Ooooohhhh… ibuuu…. sedappnyaaa….” Air maniku terus terpancut laju di muka serta di dadanya, ibu meyapu air maniku di sekeliling buah dadanya sambil tersenyum.
Aku terus rebah terlentang sebelah ibu yang masih menyapu air maniku di buah dadanya sambil mengelap muka dengan tanganya kerana muka ibu dipenuhi dengan air maniku. Kemudian ibu berbaring di sebelahku dan terus memeluk tubuhku, kepalanya diletakkan di dadaku. Aku yang keletihan memandang muka ibu yang berada di atas dadaku. Aku melihat mata ibu berair, ibu menanggis, mungkin ibu merasa menyesal namun aku membiarkan sahaja kerana aku merasa benar-benar gembira. Aku merasa gembira kerana dapat memuaskan nafsuku dengan menyetubuhi ibu dan malam itu aku tertidur dengan penuh kepuasan dalam pelukkan ibu.
Pagi itu apabila terjaga dari tidurku, aku mendapati ibu sudah tiada di sisiku, aku terus bangun lalu keluar dari biliknya. Aku melihat ibu sedang sibuk menyiapkan sarapan di dapur, ibu kelihatan ceria pagi itu dan tersenyum manis apabila melihatku menghampirinya.
“Sarapan dulu dik…” Kata ibu sambil menghidangkan sarapan untukku, aku duduk di meja makan dan ibu pula duduk di sebelahku. Aku minum perlahan-lahan sambil memandang ibu, ibu tersenyum memandangku dan aku membalas senyumannya.
“Ibu rasa menyesal ke pasal kejadian malam tadi…?” Aku memberanikan diri bertanya ibu kerana aku melihat tiada tanda ibu akan memarahiku setelah aku menyetubuhinya malam tadi. Ibu diam seketika sambil merenung mukaku membuatkan aku merasa serba salah.
“Mula-mulanya ibu menyesal juga… tetapi……ermmmm…” Ibu tidak meneruskan kata-katanya, suaranya perlahan dan ibu tetap memandangku membuatkan aku merasa malu.
“Maafkan adik ibu… sebenarnya adik tak dapat menahan nafsu adik malam tadi…” Kataku sambil menunduk mukaku kebawah.
“Tak pe… ibu maafkan… ibu sayangkan adik, adik jangan tinggalkan ibu macam ayah…” Kata ibu sambil meletakkan tangannya di pangkal pehaku.
Mendengar kata-kata ibu, hatiku merasa sebak tetapi berubah menjadi gembira apabila merasa tangan ibunya menyentuh batangku, serta-merta batangku mencanak naik di dalam kain pelikatku dan ibu mula mengusap batangku yang mula mengeras itu.
“Ibu berterima kasih pada adik kerana menghilangkan kerinduan ibu pada ayah, walaupun apa yang adik buat malam tadi salah… tetapi ibu merasa puas kerana ibu sudah lama tidak merasa kenikmatan sebegini…” Kata ibu berterus terang.
“Baguslah kalau ibu merasa puas… adik sebenarnya kasihan melihat ibu yang kesepian ini, adik tahu ibu inginkan kepuasan kerana adik pernah nampak ibu memuaskan nafsu ibu sendiri…” Kataku sambil mencium pipi ibu.
“Adik pernah nampak ke…? malunya ibu…” Kata ibu sambil tersenyum malu, ibu mencium pipiku sambil menyelak ke atas kain pelikat yang aku pakai lalu mengenggam lembut batangku yang keras terpacak itu.
Ibu menyandarkan kepalanya di bahuku sambil melihat batangku yang berada dalam genggamannya lalu diusap perlahan batangku itu. Aku memaut bahu ibu dan mengusap-usap bahunya lalu meramas-ramas buah dada ibu yang besar membusung di dalam bajunya.
“Batang adik ni besar… besar macam ayah punya tetapi batang adik ni panjang sikit…” Kata ibu dengan suara yang manja dan sedikit mengoda. Aku merasa bangga apabila mendengar kata-kata ibu, ibu mula melancapkan batangku perlahan-lahan.
“Adik pun suka tengok tubuh ibu yang cantik ni…” Pujiku membuatkan ibu tersenyum lagi, sungguh ayu muka ibu ketika itu dan aku merasa sungguh nikmat dengan lancapan tangan lembut ibu di batangku.
“Apa yang adik suka tengok…?” Tanya ibu manja.
“Buah dada ibu yang besar ni… punggung ibu juga besar… lebar dan tonggek pulak tu… bila ibu berjalan mesti bergega-gegar punggung dan buah dada ibu… adik tak tahan bila tengok… rasa nak ramas-ramas je…” Kataku memuji kecantikkan tubuh ibu sambil meramas-ramas punggung dan buah dada ibu, aku melihat ibu tersenyum bangga.
“Hmmm.. inikan dah dapat ramas… ” Kata ibu sambil melajukan lancapannya di batangku.
“Uuuhhhh… ohhhhh… sedapnya ibu… adik sayang ibu…” Aku mengerang kerana kenikmatan dilancap ibu.
“Ibu pun sayang adik… ibu sanggup serahkan seluruh tubuh ibu pada adik… ibu rela… tetapi adik kena berjanji… janji simpan rahsia ini, jangan cerita pada sesiapa pun…” Kata ibu sambil memandangku dan tangannya masih tetap melancap batangku.
“Oohhh… ibuuu… adik janjiii…” Jawabku kenikmatan, ibu menundukkan kepalanya ke arah batangku lalu menjilat kepala batangku.
Aku menggeliat apabila jilatan ibu turun ke batangku hingga ke pangkal lalu ibu terus memasukkan batangku ke dalam mulutnya. Ibu mula menghisap dan mengulum batangku keluar masuk ke dalam mulutnya. Aku mengusap-ngusap kepala ibu yang sedang turun naik menghisap batangku, sebelah lagi tanganku meraba dan meramas punggung ibu yang dibaluti kain batik yang ketat di punggungnya.
Aku tidak tahan lagi dengan hisapan mulut ibu, air maniku terasa hendak terpancut keluar. Pehaku mula mengejang dan serentak dengan itu, air maniku terpancut bertubi-tubi di dalam mulut ibu. Aku sedikit terkejut melihat ibu yang sedang menyedut batangku dan di telannya air maniku itu sehingga habis. Aku merasa kepala batangku ngilu ketika ibu memainkan lidahnya di situ. Menggigil tubuhku menahan kenikmatan dari mulut dan lidah ibu dan ibu mula menarik kepalanya mengeluarkan batangku dari mulutnya.
“Ibu… adik sayang sangat kat ibu…” Kataku sambil memeluk tubuh ibu.
“Ibu juga sayangkan adik…” Ibu juga memeluk tubuhku, aku merasa sungguh sayang pada ibu dan pelukkanku bertambah erat di tubuhnya.
Selama empat hari aku bersama itu, aku selalu menyetubuhi ibu dan ibu juga pernah meminta aku menyetubuhiya. Semasa ketiadaan kakak, setiap malam aku tidur bersama ibu dan setiap malam juga aku bersetubuh dengan ibu. Ibu juga membenarkan aku menujahkan batangku ke dalam lubang duburnya walaupun ibu merasa sakit kerana aku mengatakan tidak merasa benar-benar puas jika aku memancutkan air maniku di luar.
Pada mulanya ibu tidak membenarkan aku memasukkan batangku ke dalam duburnya, namun setelah aku memujuk dan mengugutnya hendak memancutkan air maniku ke dalam cipapnya, akhirnya ibu membenarkan juga. Boleh dikatakan setiap hari aku bersetubuh dengan ibu dan setiap kali persetubuhan itu, pasti lubang dubur ibu akan menjadi tempat untuk aku memancutkan air maniku. Setelah kakak ada di rumah, aku dan ibu selalu mencari masa yang sesuai untuk bersetubuh.
Apabila kakak keluar atau ketika kakak sedang tidur, aku dan ibu pasti tidak melepaskan peluang untuk bersetubuh. Aku juga selalu ke bilik ibu apabila hari sudah larut malam, ibu juga setiap malam menanti kedatanganku ke dalam biliknya. Ketika itu kakak pasti sudah dibuai mimpinya,sekarang ibu tidak lagi kesedihan dan ibu sekarang sudah selalu tersenyum serta ketawa dengan penuh ceria. Ibu juga sekarang bertambah manja denganku, ibu selalu memujiku di depan kakak.
Aku sekarang sudah jarang ke rumah makcik ku kerana aku sudah ada ibu sebagai pemuas nafsuku. Hanya beberapa kali sahaja aku ke rumah makcik ku, itu pun kerana makcik merayu-rayu memintaku datang ke rumahnya. Setiap kali aku ke rumah makcik, makcik pasti meminta aku bersetubh denganya. Untuk menjaga hati makcik sebagai orang pertama mengajar aku sex ini, aku tetap menyetubuhinya walaupun persetubuhanku dengan makcik tidak senikmat bersetubuh dengan ibu. Ini kerana makcik perempuan pertama yang aku setubuhi.
……………………………………………..//…………………………………
Sejak aku mengenal erti kenikmatan bersetubuh, aku mula merangcang untuk menyetubuhi kakak pula. Aku tahu kakak seperti mengesaki sesuatu dari perhubunganku dengan ibu kerana ibu begitu memanjakan aku. Aku mula merasa ingin bersetubuh dengan kakak kerana aku mula berafsu setiap kali melihatnya. Aku selalu mengintainya ketika kakak sedang mandi namun aku tidak pernah dapat melihat tubuh badannya yang solid itu dalam keadaan berbogel. Buah dadanya yang sederhana besar itu kelihatan sungguh pejal serta tegang, punggungnya yang lentik dengan sedikit tonggek itu sentiasa merangsang nafsuku walaupun punggung dan buah dadanya tidak sebesar milik ibu.
Aku selalu mengambil kesempatan mencuri pandang tubuhnya ketika bergurau mesra dengannya. Pasti ibu akan menjadi mangsa nafsuku untuk melepaskan geram dan aku juga selalu bayangkan ibu yang sedang aku setubuhi itu adalah kakak. Sejak akhir-akhir ini juga, ketika berbual atau ketika bergurau denganya kakak seolah-olah cuba mengodaku. Kakak selalu menepuk serta mencubit pehaku ketiaka bergurau dan tepukkan atau cubitannya begitu hampir dengan batangku. Sehinggalah pada suatu pagi, ketika itu ibu ke pasar bersama jiran di sebelah rumahku.
Ketika aku melintasi biliknya, kakak memanggilku dan aku terus masuk ke dalam biliknya yang tidak tertutup rapat itu. Setelah aku masuk ke dalam biliknya, aku tergamam apabila melihat kakak yang sedang berkemban dengan tualanya yang pendek. Tuala itu hanya menutup pangkal buah dadanya hingga kepangkal pehanya sahaja, seperti ibu dahulu. Kakak yang baru selesai mandi itu sedang bersolek di meja soleknya, pangkal serta alur buah dadanya dapat dilihatku dan peha putihnya kelihatan sungguh gebu.
“Ada apa akak panggil adik…” Tanyaku sambil menelan air liurku apabilabila melihat keadaannya ketika itu.
“Akak ada hal sikit nak tanya… eh, kenapa adik pandang akak macam tu…?” Kakak bertanya apabila melihat aku memandangnya tanpa berkelip.
“Tak… takde apa… cuma adik geram bila tengok akak macam ni…” Aku beranikan diri menjawab walaupun tergagap-gagap sambil duduk di barai katilnya.
“Tak puas lagi ke buat dengan ibu…?” Kakak berkata sambil merenungku.
“Apa akak cakap ni… apa maksud akak…?” Tanyaku sedikit cemas kerana aku merasa kakak sudah mengetahui persetubuhanku dengan ibu.
“Ala… tak payah nak sorok lagi… akak dah tahu…” Kata kakak sambil menyikat rambunya di hadapan cermin meja soleknya.
“Apa yang akak tahu… akak ni merepek la…” Tanyaku lagi, walaupun merasa sedikit cemas namun aku tidak melepaskan peluang menatap tubuh seksi kakak.
“Akak dah nampak dan akak tahu… setiap malam adik ke bilik ibu… apa adik buat kalau bukan main dengan ibu…” Kakak berkata tanpa selindung lagi. Aku tidak dapat berdalih lagi kerana rahsiaku bersama ibu sudah diketahui kakak.
“Adik sebenarnya hanya menolong ibu yang kesepian, adik kasihankan ibu dan tidak sanggup melihat ibu sedih… sekarang ibu sudah seperti biasa… ceria dan bersemangat untuk menerusakan hidup…” Jawabku panjang lebar untuk menjelaskan kenapa aku bersetubuh dengan ibu.
“Ibu seorang je ke kesepian… akak pun kesepian juga…” Kata kakak selamba dan kata-katanya yang seperti mengodaku itu mengejutkan aku.
“Kenapa… akak nak adik tolong ke… akak nak adik buat dengan akak…?” Tanyaku berani kerana keadaan kakak sekarang begitu merangsang nafsuku lagi pun sudah lama aku idamkan tubuhnya.
“Gatal… eeee… adik akak sekarang ni dah miang nak berbini, sampai ibu pun sanggup di bedalnya… sekarang akak pun adik mahu…” Jawab kakak dengan nada bergurau seperti selalu.
“Apa salahnya… hari ini adik benar-benar geram tengok akak begini… kakak tengok la adik punya ni…” Kataku sambil menunjuk kearah batangku yangg sedang menonjol di dalam seluar pendekku kerana aku tidak memakai seluar dalam.
Aku cuba merangsang nafsu kakak kerana aku tahu kakak sudah lama tidak bersetubuh dengan suaminya. Sudah dua bulan suaminya di laut dan sebulan lagi baru suaminya pulang, aku tahu kakak rindukan suaminya dan rindukan batang suaminya kerana kakak baru berkahwin.
“Habis… apa akak boleh buat dengan benda adik tu… tunggulah ibu balik…?” Kakak berkata sambil tersenyum apabila melihat bonjolan batangku di dalam seluar pendekku.
“Ibu lambat lagi balik… adik dah tak tahan ni… akak punyakan ada…” Dengan berani aku berkata dan aku melihat kakak tergamam dan muka putihnya berubah menjadi kemerah-merahan apabila mendengar kata-kataku itu. Melihat keadaan kakak seperti sudah tarangsang itu, aku memberanikan diri merapatkan tubuhku ke tubuhnya yang sedan duduk di atas kerusi meja solehnya dan terus sahaja aku mencium bibirnya.
“Eermm… emmm… adik… jangan macam ni…” Kakak menolak tubuhku tetapi aku aku terus memeluk tubuhnya dengan erat dan ketika bibirnya terbuka, aku terus memasukan lidahku lalu aku mainkan lidahku itu di dalam rongga mulutnya. Kakak cuba meronta namun aku tetap mencium bibirnya dan lidahku semakin lincah bermain di dalam mulutnya. Akhirnya rontaan kakak berhenti, tubuhnya kaku dengan matanya terpejam rapat. Tak berapa lama kemudian aku mula merasa mulutnya bergerak-gerak menbalas ciummanku dan lidahku mula disedut-sedutnya. Aku dapat rasakan dada kakak yang berada dalam pelukkanku berombak kencang.
Sambil mencium mulutnya, perlahan-lahan aku menbangunkan tubuh kakak yang duduk di atas kerusi meja soleknya lalu aku bawa ke katilnya. Aku membaringkan kakak di atas tilamnya dan kakak hanya mengikut sahaja tanpa melawan. Aku tahu hajatku untuk menikmati tubuh serta cipap kakak akan tercapai sebentar nanti. Kakak kini sudah pasrah, mungkin juga kakak mahu merasakan batangku kerana sudah sekian lama tidak dapat merasakannya dari suaminya.
“Eermmm… boleh adik rasa akak punya ni…?” Mintaku dengan penuh berani apabila aku melihat tiada lagi rontaan dari kakak sambil mengusap cipapnya yang berbukit tembam itu disebalik tualanya setelah kakak terbaring telentang.
“Kalau adik berani… cubalah…” Kata kakak dengan perlahan mencabarku.
“Betul ke ni kak…? jangan cabar adik…” Aku sengaja bertanya untuk menguji nafsunya.
“Cubalah kalau dapat…” Kakak tersenyum malu lalu memandang ke tepi, aku terus baring disebelah kakak lalu merapati tubuhnya.
Aku membuka simpulan tuala kakak lalu menyelak ke sisi tubuhnya, maka terdedahlah apa yang tersembunyi selama ini. Apa yang selalu aku idamkan terpampang di depan mataku, buah dada kakak yang pejal itu membusut tinggi, cipapnya sungguh tembam sama seperti cipap ibu tetapi bibir cipapnya tertutup rapat, tidak seperti cipap ibu yang sudah terbuka sedikit itu. Sungguh cantik tubuh kakak, walaupun buah dada serta punggungnya tidak sebesar milik ibu tetapi pinggangnya yang lebih ramping itu membuatkan punggung lentiknya menyerlah. Buah dada serta punggung kakak lebih halus kegebuannya dari milik ibu dan perutnya rata tidak seperti perut ibu yang sudah membuncit sedikit itu.
Sambil memandang tubuh indah kakak, dengan pantas aku membuka seluar pendek dan bajuku, tiada apa yang tinggal. Kakak ku menjeling batang aku. Aku terus meraba tubuh bogel kakak, aku meramas-ramas buah dada pejalnya serta mengentel puting buah dadanya yang mula mengeras itu. Kakak mengeliat sambil memaut serta mengusap belakangku dengan manja dan aku terus menghisap puting buah dadanya silih berganti. Tangan kananku mula mengusap cipap tembamnya beberapa kali lalu jariku terus mengentel kelentitnya membuatkan cipap kakak mula berair dan basah.
“Arggghhhh… adikl….. sedapnya….” Kakak mengerang kenikmatan dan dengan perlahan aku membawa tangannya ke batang aku.
“Adik… besarnya batang adik…!!!” Bisik kakak. Kakak mengenggam kemas lalu mengusap batangku, aku merasa sungguh nikmat dengan usapan tangan kakak di batangku. Batangku terpacak keras di dalam genggamannya, kakak mengusap lembut sambil melihat batangku itu.
“Kakak nak rasa tak batang besar adik ni…?” Aku sengaja mengusiknya, kakak memandangku senyum sambil mengigit bibirnya dan mengangguk perlahan. Aku bangun lalu membawa kepalaku ke celah kangkang kakak dan terus menjilat cipapnya.
“Ohhhh… arrgggghhh… adik… sedapnyaaaa….ahhhhhh….” Kakak mengerang lagi ketika lidahku bermain di kelentitnya yang sudah beberapa bulan tidak diusik itu.
“Kak… cipap akak sungguh cantik dan sungguh tembam…” Pujiku sambil melajukan lagi jilatan lidahku di kelentit dan di dalam ruang lubang cipapnya yang rapat itu. Kakak mula mengeliat, tiba-tiba badannya mengejang dan aku dapat rasakan ada air yang keluar dari dalam cipapnya. Kakak klimaks dengan kepalanya terdongak ke atas sambil menekan rapat mukaku di cipapnya.
“Adik… kakak tak tahan lagi ni… masukkan batang adik cepattttt…!!!! ” Kakak berkata sambil memegang keras batangku lalu di tarik perlahan ke arah cipapnya dan aku tidak membuang masa lagi kerana aku juga sudah tidak sabar lagi untuk menikmati cipap tembamnya.
Aku merangkak naik ke tubuh kakak mengikut tarikkan tangannya di batangku dan aku terus memasukan batangku itu ke dalam cipap kakak. Kepala batang aku mula menyodol lobang cipap kakak. tapi aku merasa susah sedikit untuk memasukkan batangku ke dalam cipapnya, kakak yang tahu kesusahanku itu membantu dengan memegang kembali batangku lalu mengeselkan batang ku di cipapnya. kakak menikmati geselan batang ku di cipapnya. sehinggalah cipap dan batang aku basah dek kerana air cipap kakak. lalu kakak memandu batangku itu ke lubang cipapnya.
“Oohhhhh… sedapnya kakkk… sempitnyaaaa…” Aku mengeluh apabila batangku mula masuk ke dalam cipap kakak dan aku menekan masuk hingga ke dasar cipapnya.
“Ahhhhhhh…adikkkkk….besar nyee batang adikkkk…”jerit kakak ketika aku tekan masuk rapat ke dalam lobang nikmat cipap kakak ku.
Aku diamkan batangku seketika di dasar cipap kakak, aku terasa batangku di himpit kemas dan ada kemutan halus dari dalam cipapnya.
“Aarghhhhhh…. emmmm… sedapnya dik….” Kakak juga mengeluh kesedapan bersama eranganku, aku mula mengerakkan batangku keluar masuk di dalam cipap kakak perlahan-lahan dan semakin lama semakin laju kerana merasa sungguh nikmat.
“Ohhh… arghhh….. dikkkk sedapnyaaa… laju lagi dik… lajuuuuu… akak dah nak sampaii niiiii..” Sekali lagi tubuh kakak mengejang, batangku dikemut kuat sehingga tujahanku terhenti.
Tak sampai 3 minit kakak sudah klimaks. tubuh kakak mula terkulai layu, aku menarik keluar batangku dari cipapnya lalu aku pusingkan tubuh kakak menonggeng. gaya doggie style. Aku berlutut di belakang punggungnya yang lentik itu lalu memasukkan kebali batangku ke dalam cipapnya dari belakang. Ketika aku menujah cipap kakak, aku dapat melihat lubang duburnya terkemut-kemut bagaikan meminta batangku untuk masuk di situ.
Aku merasa sungguh geram melihat lubang dubur kakak itu lalu aku sapukan air dari cipapnya ke lubang duburnya untuk di jadikan pelicin. Aku menarik keluar batngku dari dalam cipapnya lalu di geselkan kepala batngku ke bibir lubang dubur kakak. Aku menekan perlahan batangku sehingga kepala batangku berjaya masuk ke dalam lubang dubur kakak walaupun sedikit susah.
“Uhhhhh… adik… apa ni… jangan kat situ… sakitttt…” Kakak mengoyang-goyangkan punggungnya kerana merasa sakit tetapi aku tetap menekan lagi batangku masuk ke dalam lubang duburnya dengan memegang kemas punggungya itu.
“Akak… tahan sikit… akak akan rasa sedap nanti…” Pujukku sambil terus menekan masuk sehingga separuh batangku sudah terbenam di dalam lubang duburnya.
“Sakit dik… perlahan sikit….!!!! Aku menarik keluar sedikit batangku lalu menyapu air liurku di bibir dubur kakak dan terus menekan kembali perlahan-lahan.
“Akak… tahan… dah masuk ni…” Kataku sambil terus menekan batangku itu dan kali ini mudah sedikit kerana lubang dudur kakak mula dapat menerima kemasukkan batangku.
“Uuhhhh… perlahan dik… arrggghh….” Kakak mengerang apabila batangku masuk sehingga terbenam keseluruhan batangku.
Batangku berjaya masuk ke dalam lubang dubur kakak hingga ke pangkal batangku dan aku mula mengerakkan batangku keluar masuk ke dalam lubang duburnya. Walaupun kakak masih merasa sakit tetapi kakak merela kan aku menujah lubang duburnya yang sempit itu. Aku tidak dapat bertahan lagi, air maniku terasa hendak terpancut dan aku terus melajukan lagi tujahan batangku di dalam dubur kakak sehingga tergoncang-goncang tubuhnya.
“Adik… perlahan… jangan kuat sangat, sakittt….” Kakak cuba meronta tetapi aku terus merebahkan tubuhku ke atas belakang tubuhnya lalu memeluk kemas tubuhnya itu. Tubuh kakak rebah tertiarap di atas tilamnya apabila aku menujah dengan satu tujahan yang kuat sehingga batangku terbenam lebih dalam di dalam duburnya dan serentak dengan itu air maniku terus terpancut keluar.
“Aarrggghhhh… ohhhhh…” Aku memancutkan air maniku di dalam lubang dubur kakak dan ketika itu aku dapat rasakan ada kemutan kuat dari lubang duburnya.
“UUrrrhhhhgggg……arghhhhhhh…” Kakak melentikkan punggung tonggeknya sambil mengerang kuat lalu mencengkam cadar tilamnya dan kepala kakak terdondak tinggi ke atas.
Aku biarkan batangku di dalam dubur kakak dengan tubuhku terkulai lemah kepuasan di atas belakangnya. Aku menarik keluar batangku dari lubang dubur kakak lalu rebah di sisinya yang terbaring tertonggeng itu.
“Adik jahat… teruk akak di kerjakan adik… sakit tau…!” Kata kakak manja.
“Sedappp… sedap sungguh cipap dan dubur akak… akak puaskan…?” Aku berkata sambil bertanya.
“Emmmm… memang la puas… tapi sakit sikit bila adik buat kat sini…” Jawab kakak sambil mengusap lubang duburnya yang di penuhi dengan air maniku.
“Adik sengaja pancut kat dalam dubur akak… kalau adik pancut dalam cipap akak, bahaya nanti kalau akak mengandung…” Terangku.
“Baik jugak adik akak yang jahat ni… tapi sakit la lubang dubur akak…” Kata kakak sambil memelukku dan meletakkan kepalanya di dadaku.
“Mula-mula sakit sikit… lama-lama nanti akak akan rasa sedap pulak…” Jawabku sambil mengusap punggung gebu kakak.
“Ye ke dik… mana adik tahu…? patut la akak rasa sedap juga tadi walaupun sakit…” Kakak memelukku lebih erat, aku merasa kelembutan dari buah dada pejalnya yang melekap di dadaku.
“Ibu cakap… akak nak lagi…?” Tanyaku lalu memandang mukanya.
“Dengan ibu pun adik buat kat situ… hari ni cukuplah… lain kali bila akak nak, akak cakap… itu pun kalau ibu tak ada kat rumah…” Jelas kakak.
Sejak hari itu bermulalah kehidupan baruku, setiap malam aku masih ke bilik ibu dan pernah juga beberapa kali setelah ibu tertidur kepuasan, aku akan ke bilik kakak. Namun dengan kakak aku tidak dapat besetubuh selalu denganya kerana aku takut ibu mengetahui persetubuhanku itu. Hanya beberapa kali sahaja aku dapat bersetubuh dengan kakak, jika ibu tiada di rumah, aku dan kakak tidak akan melepaskan peluang untuk bersetubuh sepuas-puasnya. Begitu juga apabila ayah pulang, aku akan ke bilik kakak dan bersetubuh sepas-puasnya kerana aku tidak dapat ke bilik ibu.
Pernah di suatu hari, di sebelah pagi aku terpaksa melayani makcik ku, setelah pulang ketika ibu tiada di rumah aku terpaksa melayani kakak dan di sebelah malam pula aku terpaksa melayani ibu pula. Hari itu aku merasa sungguh letih dan lemah sehingga aku hampir demam, namun aku merasa puas kerana dapat memuaskan makcik , kakak dan ibu pada hari yang sama.
Begitulah pengalamanku bersama makcik ku, ibu ku serta kakak ku dan kejadian ini masih berterusan sehingga kini.
Sekarang kakak sedang mengandung tujuh bulan, anak yang kakak kandung adalan anak dari suaminya kerana aku tidak pernah memancutkan air maniku ke dalam cipapnya sebelum kakak di sahkan mengandung. Ketika kakak sedang mengandung, barulah aku berani memancutkan air maniku ke dalam cipapnya. Aku tidak mahu kakak dan ibu mengandung anak hasil dari persetubuhanku kerana aku tidak sanggup melihatnya.
Dengan makcik aku selalu memancutkan air maniku ke dalam cipapnya kerana aku tahu makcik pandai menjaga cipapnya. Walaupun aku merasa puas bersetubuh dengan makcik, ibu dan kakak, aku kini sedang merangcang untuk menikmati tubuh isteri muda ayah pula. Ibu tiriku yang lebih muda dari ibu itu adalah berbangsa cina, aku ingin merasa cipap dan lubang dubur cina pula. Itu kisah lain akan aku cerita kan.
572 notes
·
View notes
Text
PELACUR ITU MAMAKU PT2
"Hey, Hey bangun! bangun!"ibuku mengejutku dengan nada kasar. Bau asap rokok agak kuat ketika aku bangun.
"Pergi rumah Aunti Ling, dia nak guna kamu untuk 2 jam," kata ibuku sambil menghembus asap rokok ke muka ku. Aku disuruh menukar pakaian ku dan disemburkan pewangi oleh ibuku. Aku terus dihalau keluar ke rumah Aunti Ling.
Rumah Aunti Ling tak jauh dari rumah ku, tak sampai 10 minit aku berjalan dan aku telah sampai di depan pintu rumahnya. Aku mengetuk dan menunggu, jantungku bagaikan hendak tercabut dari dada ku.
"Selamat datang!" Aunti Ling menjemputku dengan nada nyanyian yang ceria. Aunti Ling membuka pintu rumahnya dan menjemputku masuk, sambil tersenyum. Kami berdua duduk di sofa ruang tamu Aunti Ling. Ternganga aku melihat Aunti Ling berpakaian seluar satin pendek dan singlet putih yang mendedahkan pusat, dan keseluruhan tangannya
"Aunti dengar u ni dah pandai guna lidah u," kata Aunti Ling sambil meraba-raba belakang ku. Aku hanya diamkan diri kerana malu untuk menjawab.
"U dah pernah cium?" tanya Aunti Ling sambil meraba-raba pahaku. Aku menggelengkan kepala ku.
"Kesiannya u, masih teruna lagi. Nak Aunti ajar?" tanya Aunti sambil tersenyum. Aku terdiam, tidak tahu untuk menjawab apa.
"U relaks, Aunti ajarkan ya," jawab Aunti sambil merapatkan mukanya ke muka ku. Tangannya dengan perlahan meraba rambutku ke belakangku. Aku dapat melihat bibir Aunti Ling yang merah jambu makin rapat ke muka ku. Nafas hangatnya terhembus di hidung dan mulutku.
Dengan perlahan bibir Aunti Ling menemui bibir ku. Kehangatan nafasnya terasa sehingga ke tekak ku. Lidah Aunti Ling meneroka mulut ku dan bermain-main dengan lidah ku. Aku dapat merasakan air liur Aunti Ling dengan perlahan membanjiri mulutku.
"Sedap tak?" tanya Aunti Ling sambil menjilat bibirnya. Aku terbatuk-batuk kerana sesak nafas ketika dicium Aunti Ling.
"Lain kali jaga nafas u ok?" tegur Aunti Ling sambil mendekati ku sekali lagi. Kali ni Aunti Ling menciumku dengan lebih bernafsu, aku pulak bernafas laju supaya tidak terbatuk-batuk lagi. Tanpa aku sedari tangan Aunti Ling menyelinap masuk ke seluarku dan mula melancapku.
"Lebih bagus," kata Aunti Ling sambil tersenyum. Seluarku dilondehkan ketika aku dicium dan tanpa aku sedari, aku berada di posisi terbaring dan Aunti Ling berada di atas ku.
"Mama u kata u pandai jilat," kata Aunti Ling sambil menanggalkan seluar pendeknya.
"Jilat betul-betul ya, kalau tak Aunti tak bayar," kata Aunti tertawa sambil menekap muka ku dengan cipapnya. Dengan segera aku menjilat cipap Aunti Ling, seperti yang diajar oleh mamaku. Di sebalik tekapan, aku dapat mendengar rengekan Aunti Ling.
Pada waktu yang sama, aku juga merengek keseronokan kerana batangku dilancap Aunti Ling. Aku dapat merasa tangan Aunti Ling amat lembut dan bergerak dari atas ke bawah berulang kali. Aku berasa lebih bernafsu dan menjolok lidahku ke dalam cipap Aunti Ling.
Jus cipap Aunti Ling mula mengalir sedikit demi sedikit ke mulut ku. Walaupun sedikit masin dari jus ibuku, aku tetap menelan jus Aunti Ling. Batangku pula mula berdenyut-denyut dengan setiap belaian Aunti Ling.
Aku merengek kuat apabila aku tidak dapat menahan dan terpancut. Batangku digenggam dan diperah seperti lembu diperah susunya. Aku dapat merasakan air mani ku terpancut dan ada yang membasahi paha ku. Aku merengek begitu kuat sehinggakan aku menjolok masuk lidahku sedalam yang boleh ke cipap Aunti Ling.
Aunti Ling tiba-tiba melepaskan genggamannya dari batangku dan terus duduk sepenuhnya ke muka ku. Tangannya kini mengenggam rambutku dan cipapnya menekap sepenuhnya mulut dan hidungku. Dengan jeritan kesedapan, jus cipap Aunti Ling mengalir deras, ada yang aku sempat telan tapi kebanyakannya membasahi muka ku.
"S..sedap," kata Aunti Ling sambil bangun dari muka ku. Mukanya merah padam, mulutnya ternganga, nafasnya tercungap-cungap selepas klimaks.....
#hot malay#lucah melayu#malay hijab#malaysia#malaygirl#melayu sedap#melayuboleh#melayucantik#melayugersang#melayumantap#malaysg#melayu hot#melayu lancap#melayu tudung#melayunakal#melayusundal#minah melayu#modal melayu#cerita lucah#lucah#video lucah#tudung lucah#tudung melayu#tudung hot#gadis tudung#tudung lancap#melayusangap#tudung mantap#gadis mantap#punggung mantap
440 notes
·
View notes
Text
Bahan Pameran Ep 1
Aku merupakan satu-satunya anak lelaki dalam lima orang adik beradik. aku anak yang keempat. ibuku meninggal masa melahirkan adik perempuan ku dan ayah tak pernah berkahwin semula. kak ku, (nama dia sue) telah menjaga aku dari aku kecil. oleh sebab dah biasa jadi aku tak kisah kalau dia nampak aku dalam keadaan tanpa pakaian. kisah ni terjadi masa aku berumur 15 tahun dan kakak berumur 20 tahun. masa tu ayah takde kat rumah.
Kawan sue datang rumah kami. kawan dia ni nama reen. reen ni anak tunggal.kami tengah tengok tv entah camna dia orang cerita tentang boyfriend..aku buat dak aje. reen kata dia tak pernah tengok lelaki punya secara live..pendek cerita kakak aku offer nak tunjukkan aku punya..dia pun panggil aku suruh aku tanggalkan seluar.
Sebelum ni kakak-kakak aku yang bertiga tu dah biasa main ramas-ramas dan urut-urut batang aku. aku masa tu terkejut juga sebab selama ni cuma kami adik beradik saja. mula-mula aku tak nak tapi lepas kakak-kakak aku pujuk aku pun ikut aje kehendak mereka. akun tanggalkan seluar aku. aku disuruh duduk kat kerusi. lepas tu dia oranmg berempat keliling aku. mula-mula kakak aku sue, yang pegang batang aku. lepas tu kawan dia pulak.. lepas tu kakak aku ajar reen camna nak lancapkan batang... dia orang buat sampai aku terpancut..
Lepas dari peristiwa itu.. kakak-kakak aku yang lain pun mula bawa balik member-member rapat dia orang untuk tengok dan main dengan batang aku. aku jadi macam barang pameran untuk kawan dia orang ..tapi aku stim selalu dia orang buat bagi aku terpancut. nanti kalau ada masa aku cerita lagi..aku ni tak pandai mengarang sangat.
463 notes
·
View notes
Text
Aku dirogol tukang kebunku yang power walaupun berumur 50an
Pagi itu ibuku marah-marah lagi. Hasratku untuk berkahwin dengan Azman kawan sekuliahku ditentang habis-habisan. Bapa dan ibu meminta agar aku menangguh hasratku sehingga tamat belajar dan bekerja. Ini bermakna dua tahun lagi aku terpaksa menunggu. Azman hanya menurut kehendakku. Bagi dia bila-bila masa pun tidak menjadi halangan. Fikiranku rungsing. Aku menelefon Azman supaya segera datang ke rumahku. Tergesa-gesa Azman datang memenuhi hasratku. Sesampainya di rumah aku mengajak Azman ke Brinchang, Cameron Highlands. Di sana ada rumah rehat kepunyaan bapaku. Azman memandu Honda City kepunyaanku mengikut jalan baru dari Ipoh terus ke Cameron Highlands. Pak Salim yang ditugaskan menjaga rumah rehat tersebut menyambut kedatangan kami. Lelaki berusia 50-an itu sudah lama bertugas di tempat tersebut. Pak Salim tinggal berdua dengan isterinya Mak Mah tinggal di bilik belakang rumah rehat bapaku yang mempunyai enam bilik.
Malam itu aku dan Azman tidak ke mana-mana. Selepas makan di sebuah restoran di pekan Brinchang kami pulang ke rumah rehat. Selepas menonton tv, kira-kira pukul 11.30 malam kami masuk tidur. Seperti selalu kami tidur sebilik dan seperti selalu juga peristiwa sepatutnya berlaku bila dua manusia berlainan jenis bersama terjadi juga malam itu. Setelah penat bertarung kami tidur nyenyak. Pagi-pagi selepas subuh Azman pulang ke KL. Katanya dia tidak mahu terlepas kuliah penting pagi itu. Aku tinggal saja di Brinchang kerana tiada mood untuk ke kuliah. Azman berjanji akan mengambil aku dua hari lagi. Malam itu aku tinggal seorang diri. Ada bunyi ketukan di pintu. Dengan malas aku membuka bila ketukan makin kuat. Begitu pintu terbuka aku melihat sesosok tubuh berada beberapa meter di hadapan. Pak Salim tersenyum ke arahku. “Apa hal Pak Salim,” tanyaku kepada Pak Salim. “Ini Cik Linda, isteri saya sudah sebulan pulang kampung.” “Kalau isteri Pak Salim pulang kampung, kenapa?” tanyaku. “Saya kesunyian. Boleh saya tidur dengan Cik Linda.”
Tersengih Pak Salim. “Pak Salim jangan kurang ajar. Pak Salim boleh dipecat kalau bapa saya tahu.” “Tapi malam tadi Cik Linda tidur dengan Azman. Kalau bapa Cik Linda tahu pasti Cik Linda menghadapi masalah.” katanya dengan mata menatapi tubuhku yang terbungkus baju tidur warna pink. Aku terkejut. Rupanya Pak Salim mengintip kejadian di bilik tidurku. Aku malas meneruskan perbualanku. Aku bergerak ke bilikku, namun sebelum pintu tertutup dia menahannya dengan kaki, lalu menyelinap masuk ke bilikku dan menguncinya. “Tenang saja Cik Linda, anggap saja saya ini Azman,” katanya menyeringai menampakkan giginya yang berkarat. “Pak Salim hanya bekerja di sini, lebih baik Pak Salim keluar,” herdikku dengan telunjuk mengarah ke pintu. Bukannya menuruti perintahku dia malah melangkah mendekatiku, tatapan matanya tajam seolah menelanjangiku. Badannya yang sasa dan berotot-otot itu membuatku gerun. Tapi aku cuba menyembunyi ketakutanku. “Melayan Cik Linda pun sebahagian kerja saya.”
“Tapi tugas Pak Salim menjaga rumah dan sebagai tukang kebun.” “Tugas tukang kebun mencuci halaman rumah. Sekarang saya nak mencuci lubang Cik Linda pula.” “Pak Salim jangan berkurang ajar, cepat Pak Salim keluar,” bentakku lagi. Namun hatiku kecut juga. Pak Salim bukan keluar malah makin menghampiriku. Aku terus mundur selangkah demi selangkah menghindarinya, jantungku semakin berdebar-debar takut diperkosa. Akhirnya kakiku tersandung tepi katilku hingga aku jatuh terduduk di sana. Kesempatan ini tidak disia-siakan Pak Salim, dia langsung menerkam dan menindih tubuhku. Aku menjerit tertahan dan meronta-ronta dalam himpitannya. Namun tindakanku yang meronta-ronta itu malah membuatnya semakin bernafsu, dia tertawa-tawa sambil memeluk tubuhku. Aku menggeleng kepalaku kiri kanan ketika dia hendak menciumku. Aku cuba menjerit tapi dengan cepat Pak Salim memekup mulutku dengan telapak tangannya yang besar dan kasar. “Cik Linda boleh menjerit sekuat-kuatnya, tak ada siapa yang mendengar.”
Tangannya yang kekar itu telah berhasil memegang kedua lenganku dan direntangkannya ke atas kepalaku. Aku seperti terkunci, tak boleh berbuat apa-apa lagi. Aku cuba mengelak dengan memalingkan mukaku. Itu pun sia-sia saja. Kudrat Pak Salim tak mampu aku menandinginya. Bibirnya yang tebal dan hitam legam itu sekarang menempel di bibirku, aku dapat merasakan misai pendek yang kasar menyapu sekitar bibirku. Aku menjadi lemah kerana kehabisan tenaga meronta melawan kegagahan Pak Salim. Akhirnya mau tidak mau aku harus mengikuti nafsunya. Orang lama yang penuh pengalaman, Pak Salim merangsangku dengan mengulum bibirku. Terpaksa aku menyesuaikan diriku dengan mulutnya yang berbau itu. Mataku terpejam cuba menikmati cumbuannya, lidahnya terus mendorong-dorong memaksa ingin masuk ke mulutku. Mulutku pun pelan-pelan mulai terbuka membiarkan lidahnya masuk dan bermain di dalamnya, lidahku secara refleks beradu dengan lidah tua penjaga rumah rehatku. Tak guna aku melawan. Menghadapi manusia yang sudah kerasukan iblis dan nafsu syahwat, aku tetap tewas. Melawan aku kena, menurut pun aku kena. Lebih baik aku menikmatinya.
Aku tak membantah bila bajuku dilucutkan dari badanku. Aku sekarang telanjang bulat di hadapan Pak Salim yang sebaya dengan ayahku. Mataku yang terpejam terbuka ketika kurasakan tangan kasarnya membelai paha mulusku, dan terus mengusap menuju pangkal paha. Jarinya menekan-nekan liang kemaluanku dan mengusap-ngusap belahan bibirnya dari luar. Dalam usia awal dua puluhan, nafsuku pantang terusik. Gghairahku mudah meledak jika tubuhku dibelai. Ghairahku naik dengan cepatnya, terpancar dari nafasku yang makin tak teratur dan kemaluanku yang mulai banjir. Tangannya menepuk-nepuk tundunku dan jari-jarinya mengusap-usap permukaannya dan meraba kelentitku, benda seperti kacang itu dipicit-picit dengan jarinya membuatku mengeliat menahan geli bercampur nikmat, apatah lagi bila jari-jarinya menyelinap dan menyentuh dinding-dinding dalam liang kemaluanku. “Cik Linda bertambah cantik dalam keadaan terangsang seperti ini,” celoteh Pak Salim sambil menatap wajahku yang merona merah dengan mataku yang kuyu kerana sudah amat terangsang. Sempat pula orang tua ini bermain kata-kata. Tangannya masih bermain-main di rongga kemaluanku. “Cepat sungguh Cik Linda banjir,” katanya sambil memperlihatkan jarinya yang basah berlendir di depan mukaku yang kemudian dijilat-jilatnya.
“Sedap dan berlemak,” tambahnya lagi sambil mengerling ke arahku dan tersengih. Menyedari aku tidak lagi melawan, matanya merenung tajam ke arah payudaraku yang berukuran 34B, dengan puting kemerahan serta kulitku yang putih gebu. Gunung kembarku diramas-ramas dan dipicit-picit lembut. Puas meramas, Pak Salim mula menjilat, mengisap, dan menggigit pelan putingku. Sesekali aku meremang keenakan bila misai pendeknya menyentuh putting tetekku yang sensitif. Tangannya yang satu lagi beroperasi pada payudaraku yang sebelah lagi dengan melakukan ramasan atau memainkan putingnya sehingga kedua tetekku semakin mengeras. Aku hanya mampu merengek bila orang tua ini menyusu tetekku seperti bayi kecil. Puas menyusu bagaikan bayi, mulutnya perlahan-lahan turun mencium dan menjilat perutku yang rata dan berlanjut makin ke bawah dan berhenti di tundunku yang membusut. Dicium dan dihidu dengan ganasnya bulu-bulu halus di tundunku. Tanpa membuang masa dia menggomol kemaluanku dengan rakusnya, lidahnya berlegar seluruh pelosok kemaluanku dari bibirnya, kelentitnya, hingga ke dinding bahagian dalam. Malah lubang duburku pun dijilatnya. Lidahnya disondol-sondol pada kelentitku memberikan perasaan sensasi yang luar biasa pada daerah itu.
Aku benar-benar tak terkawal jadinya, mataku pejam-celik dan berkunang-kunang, syaraf-syaraf kemaluanku mengirimkan rangsangan ini ke seluruh tubuh yang membuatkan seluruh romaku meremang dan tubuhku serasa menggigil. “Ah…aahh…sedap Pak Salim.” Aku meracau, lupa pada diriku. Tiada lagi perlawanan dan bantahan, malah aku mau Pak Salim meneruskan lagi permainannya yang enak dan nikmat itu. Pak Salim terus menyedut cairan yang keluar dari rongga keramatku dengan lahapnya. Tubuhku jadi bergetar terasa seperti mau meledak. Kedua belah pahaku semakin erat mengapit kepalanya. Terasa tak sabar untuk menunggu tindakan berikutnya daripada tukang kebunku. Aku menanti tamanku dibajak dan disirami Pak Salim. Setelah puas menyantap hidangan pembuka selera berupa cairan cintaku, Pak Salim bertindak untuk fasa berikutnya. Pakaian yang melekat di tubuhnya dilepaskan satu persatu. Tubuh kekar berotot-otot itu berdiri tegak di hadapanku. Zakarnya yang besar panjang berurat-urat itu terpacak menghala ke arahku. Batang berkepala bulat hitam legam nampak berdenyut-denyut. Aku ngeri melihat batang hitam tersebut kulitnya menggerutu. Terlihat seperti ada bintil-bintil kecil seperti ruam bertaburan bermula dari pangkal yang berbulu kerinting hingga ke bahagian takoknya. Aku mula berfikir, pasti sakit lubang buritku dikerjakan oleh batang menggerutu tersebut. Tukang kebun tua mula memegang kedua pahaku dan menguak lebar kangkangku. Pak Salim berlutut di antara kedua pahaku.
Bibir buritku terbuka memancarkan warna merah merekah diantara bulu-bulu hitam, siap sedia menyambut tongkat sakti yang akan memasukinya. Namun Pak Salim tidak terus membenamkannya, terlebih dulu dia mengelus-elus butuhnya yang besar itu pada bibir kemaluanku untuk memancing ghairahku agar naik lagi. Kerana sudah tidak sabar ingin segera digerudi aku menarik badan Pak Salim agar rapat ke badanku. “Aauuuhhh….!” aku menjerit kuat dengan tubuh terlonjak kerana hentakan kuat hingga batang pelir hitam itu separuh terbenam pada lubang cipapku. Dengan gerakan perlahan dia menarik pelirnya lalu ditekan ke dalam lagi seakan ingin menikmati dulu geselan-geselan pada himpitan lorong sempit yang bergerigi itu. Aku ikut menggoyangkan pinggul dan memainkan otot-otot kemaluanku mengimbangi tikamannya. Tindakanku membuatnya semakin mengganas, butuhnya semakin lama semakin laju gerudinya, hingga kedua gunungku ikut tergoncang-goncang dengan kencang. Batang pelir yang tadinya kelihatan ngeri dengan batangnya yang menggerutu rupanya memberikan rasa yang sungguh nikmat. Batang berduri itu menggaru-garu dinding kemaluanku dan terasa sungguh sedap.
Patutlah kucing betina menjerit-jerit bila dikerjakan kucing jantan, rupanya kemaluan kucing yang berduri itu memberi kenikmatan berganda. Sekarang aku sendiri menikmati batang kasar dan menggerutu kepunyaan Pak Salim memberi rasa sedap dan nikmat yang sukar aku menuturkannya. Kuperhatikan selama mendayung otot-otot tubuhnya mengeras, tubuhnya yang hitam kekar bercucuran keringat, sungguh macho sekali, jantan sejati yang memberiku kenikmatan sebenar. Suara rengekanku bercampur baur dengan erangan jantannya dan bunyi katil yang berkeriut. Butir-butir keringat membasahi sejukur tubuhku seperti embun, walaupun Brinchang hawanya sejuk tapi aku merasa panas sekali. “Uugghh…Cik Linda, sudahlah cantik lubangnya juga sungguh sempit dan sedap,” Pak Salim bersuara sambil meneruskan dayungannya. Dia kemudian merapatkan tubuhnya hingga menindihku, kusambut dengan pelukan erat, kedua kakiku kulingkarkan di pinggangnya. Dia mendekatkan mulutnya ke leher jenjangku dan mencium bernafsu. Sementara di bawah sana balaknya makin laju melanyak farajku, diselang seli dengan gerakan berputar yang membuat perasaanku seperti berada di langit ketujuh.
Tubuh kami sudah berlumuran keringat yang saling bercampur, akupun semakin erat memeluknya. Aku merintih makin tak keruan menyambut klimaks yang sudah menghampiri bagaikan ombak besar yang akan menghantam pesisir pantai. Tindakan Pak Salim makin ganas. Hentakannya makin laju. Aku menggoyangkan badanku, mengayak kiri kanan. Dia meringis keenakan dengan perlakuanku, mulutnya sibuk melumat payudaraku kiri dan kanan secara bergantian membuat kedua benda itu penuh bekas gigitan dan air liur. Tangannya terus menjelajah lekuk-lekuk tubuhku, punggung, pinggang dan paha. Aku semakin mendekati orgasme. Aku mempercepat goyanganku dan mempererat pelukanku. Hingga akhirnya mencapai suatu saat dimana tubuhku mengejang, detak jantung mengencang, dan pandangan agak kabur lalu disusul erangan panjang serta melelehnya cairan hangat dari rongga buritku.
Pada masa sama Pak Salim menggigit putingku dengan cukup keras sehingga aku meronta-ronta kenikmatan. Rontaan tubuhku membuat Pak Salim makin berghairah dan dayungannya menjadi makin laju dan zakar berduri tersebut keluar masuk dengan cepat menghentak bibir kemaluanku. Rongga kemaluanku makin digaru-garu dan akhir sekali dengan satu hentakan kuat dan suara erangan kasar dia melepaskan benih-benihnya ke dalam rahimku. Terasa sungguh banyak spermanya yang panas membanjiri dan menerpa ke pangkal rahimku yang telah terbuka menunggu pancutan tersebut. Selepas menembak beberapa das Pak Salim terkulai lemah menindih diriku yang tidak bermaya. Aku terlena keletihan. Aku tak sedar apa yang berlaku selepas itu. Bila kuterjaga keesokannya matahari telah meninggi dan aku berada dibawah selimut panas telanjang bulat. Pahaku terasa melekit dan kemaluanku terasa ngilu. Aku tersenyum mengingati peristiwa semalam. Ternyata Pak Salim yang telah berumur itu teramat hebat. Azman kekasihku tak setanding dan segagah Pak Salim.
529 notes
·
View notes