Tumgik
#fitur baru Traveloka Eats
bungeko · 5 years
Text
SETIAP kali saya main ke Jakarta, adik perempuan yang tinggal di kawasan Palmerah selalu mengajak ke Central Park. Lebih-lebih ketika saya datang bersama keluarga. “Anak-anak pasti seneng diajak ke sana. Lihat ikan lucu-lucu, ada taman bagus juga, terus air mancur. Nanti kita foto-foto di jembatan instagramable,” katanya dengan mata berbinar-binar.
“Ah, apa ayiknya sih foto-foto di jembatan?” Jawab saya suatu ketika. Bukan apa-apa, saya paling malas pergi ke mal. Apalagi mal di Jakarta yang luasnya seolah tak terhingga. Wong masuk Mal Ciputra di Simpang Lima Semarang saja saya bisa tersasar, apalagi Central Park.
Baca juga: Mie Kopyok Pak Dhuwur, kuliner legendaris Semarang nan menggoda
Alasan lain, saya ke Jakarta hanya transit. Ketika itu saya dan keluarga baru saja balik dari Jambi usai berlebaran bersama orang tua. Adik saya itu juga mudik dan kami semua berlebaran bersama di kampung. Tapi ia balik lebih dulu ke Jakarta karena harus segera masuk kantor.
Karena perjalanan balik estafet–dari Jambi naik pesawat ke Jakarta lalu disambung kereta api ke Pemalang, jadilah saya dan keluarga singgah terlebih dahulu di Jakarta. Biasanya sekalian berwisata di sekitaran ibu kota mumpung masih liburan sekolah, menginap barang 1-2 malam.
Nah, Desember 2018 saya dan keluarga kembali ke Jakarta. Kali ini tujuannya memang hendak ke Jakarta. Bukan lagi transit, tapi memang untuk menghabiskan libur akhir tahun. Ceritanya menjenguk keponakan yang lahir beberapa bulan sebelumnya.
youtube
Ibu saya juga tengah berada di Jakarta saat itu, menunggui keponakan tersebut. Kemudian adik laki-laki yang kuliah di Bogor turut bergabung. Jadilah reuni keluarga yang nyaris komplit, minus Bapak yang tak bisa ikut dan satu adik lagi yang baru saja dipindah-tugas ke Pagar Alam.
“Makan di mana kita malam ini?” Adik perempuan saya bertanya selepas kami mengunjungi Ancol dan Monas. Saat membanding-bandingkan satu restoran dengan restoran lain yang pernah dikunjungi, adik saya tiba-tiba ingat Central Park.
“Kita ke Central Park aja yuk! Kan Kakak belum pernah ke sana,” serunya. Lalu keluarlah kalimat-kalimat “rayuan” andalan yang biasa ia keluarkan setiap kali mengajak ke tempat tersebut. “Anak-anak pasti seneng diajak ke sana. Lihat ikan lucu-lucu, ada taman bagus juga, terus air mancur. Nanti kita foto-foto di jembatan instagramable.”
Sesuai dugaan, sepasang mata kedua anak saya langsung berbinar mendengar ucapan tantenya. Apa boleh buat. Kali ini saya tak bisa mengelak lagi. Kami pun meluncur menuju kawasan Central Park.
Batal Makan di Central Park
Jembatan instagramable yang dimaksud adik saya adalah Eco Skywalk @ Central Park Mall. Ada pula yang menyebutnya sebagai Jembatan Neo Soho, karena bentangan besi sepanjang 250 meter ini menghubungkan Mal Neo Soho dengan Mal Central Park.
Waktu terbaik untuk berkunjung kemari adalah pada malam hari, karena jembatan akan tampak indah oleh lampu-lampu cantik yang berpendar menghiasi badan jembatan. Selain foto-foto dengan latar belakang gedung-gedung apartemen menjulang ataupun bangunan mal–tergantung angle foto, sekedar ngadem di area terbuka jembatan juga sangat menyenangkan.
Sayang, hari itu angin Desember nan kencang terus-menerus berhembus di Jakarta. Rombongan kami yang membawa dua bayi pada akhirnya hanya melihat-lihat ikan koi di kolam depan Pizza e Birra, kemudian sebentar memutari Tribeca Park. Di sela-sela itu sesekali mengambil swafoto.
Kami lantas masuk ke dalam mal, menghindari hembusan angin. Bayi-bayi juga kompak minta susu.
Putera sulung tampak lahap menyantap chicken wings pilihannya di Pizza Hut Kemanggisan.
Si kecil Airy saat makan bersama di Pizza Hut Kemanggisan bersama Eyang, Om, dan Tante.
Berkumpul dan makan bersama adik-adik seperti ini adalah momen langka semenjak kami semua berkeluarga.
Makan bersama orang tua dan adik-adik seperti ini semakin jadi momen langka semenjak saya berkeluarga dan menetap di Jawa.
Hari menjelang magrib, perut saya mulai mengeluarkan suara berkeruyuk. Seharusnya kami sudah duduk manis di salah satu dari tiga restoran incaran yang ada di sana. Namun, dua anggota rombongan yang diutus untuk mencari dan memesan tempat pulang dengan tangan hampa.
“Tempatnya penuh semua. Kalau mau nunggu ada meja kosong nggak apa-apa sih, tapi nggak tahu berapa lama,” kata adik saya. “Semua” di sini maksudnya tiga restoran yang kami rencanakan saat berangkat.
Saya langsung mengingat tanggal. Ini malam tahun baru! Lalu kami semua teringat ketika pertama tiba harus menghabiskan nyaris satu jam hanya untuk naik-turun lantai mencari lokasi parkir. Penuh semua!
Kami juga sebelumnya tidak dapat masuk Monas karena seluruh area parkir mobil penuh. Seperti dapat dilihat dokumentasinya pada video di kanal YouTube anak saya di bawah, kawasan Monas sesak oleh mobil dan manusia. Lalu lintas di keempat ruas Jl. Medan Merdeka tampak padat merayap.
Kami lantas berunding singkat. Hari semakin gelap, anak-anak terlihat mulai kelelahan bercampur mengantuk. Ditambah lagi rasa lapar yang kian bertambah-tambah.
Mempertimbangkan kemungkinan macet jelang perayaan malam tahun baru, adik saya mengusulkan untuk makan di sekitaran Palmerah saja. Dengan demikian kami dapat sekalian jalan pulang ke rumah. Kami yang tidak terlalu paham Jakarta mengangguk setuju.
Begitulah. Meski batal makan bersama di Central Park, setidaknya adik saya akhirnya berhasil mengajak saya “lihat ikan lucu-lucu, ada taman bagus juga, terus air mancur.” Anak-anak pun terlihat sangat senang.
youtube
Momen Penuh Kehangatan
Angka di layar smartphone saya menunjukkan pukul sembilan lewat ketika kami sampai di Pizza Hut Kemanggisan, tempat yang dipilih dalam perjalanan. Restoran yang dikelola PT Sarimelati Kencana, Tbk. tersebut tak terlalu ramai pengunjung malam itu. Masih tersisa beberapa meja kosong yang oleh staf restoran segera digabung menjadi satu meja panjang.
Saya tak ingat memesan apa saja malam itu. Namun yang jelas saya keluar dari Pizza Hut dalam keadaan sangat kenyang. Maklum saja, anak-anak yang kalap memesan ini-itu karena terlalu lapar–juga tergiur foto makanan dan minuman di buku menu, ujung-ujungnya hanya makan sedikit-sedikit.
Dari sekian menu pilihannya, hanya seporsi New Orleans Chicken Wings yang disantap habis sendirian oleh putera sulung saya. Sedangkan adiknya lebih suka makan es krim Banana Split dan salad buah. Jadilah saya dan istri, juga tante dan om-omnya, yang menghabiskan makanan lain. Sisa yang tak termakan kami minta bungkus untuk dibawa pulang.
Acara makan malam bersama di Pizza Hut Kemanggisan jelang pergantian tahun 2018 ke 2019 itu berjalan hangat dan menyenangkan. Kami kembali ke tempat tinggal adik dengan hati riang. Keesokan paginya, tepat di hari pertama tahun 2019, saya dan keluarga kembali ke Pemalang.
Baca juga: Wisata hemat di Jakarta berkat saudara dan car rental Traveloka
“Nanti ke sini lagi ya, kita makan-makan lagi,” ujar adik saya kepada keponakan-keponakannya sewaktu kami berpamitan.
Tentu saja itu ajakan yang bakal saya penuhi suatu saat nanti. Kami adik-beradik sejak kecil memang sangat doyan makan. Di keluarga hanya Bapak yang nafsu makannya tidak sebesar kami. Karenanya momen kumpul-kumpul selalu dilengkapi dengan makan bersama. Entah itu di restoran, maupun sekedar di rumah.
Sembari makan bersama, kami bercerita tentang apa saja yang menarik dijadikan bahan obrolan. Suasana akrab nan hangat yang selalu saya rindukan semenjak tinggal jauh dari orang tua dan terpencar dari adik-adik.
Tumblr media
Daftar menu Steak 21 Buffet di Central Park. Gambar: Screenshot laman steak21.id.
Masih Penasaran Central Park
Kalau nanti ke Jakarta lagi, agaknya saya yang bakal gantian mengajak adik saya ke Central Park. Bukan apa-apa, saya masih penasaran betul ingin makan di Central Park. Lebih tepatnya lagi, saya ingin menjajal satu restoran steak berkonsep all you can eat yang ada di sana, yakni Steak 21 Buffet.
Saya pertama kali tahu restoran tersebut dari video di kanal Tanboy Kun. Melihat bagaimana lahapnya food vlogger tersebut menghabiskan tiap iris daging yang tersedia, air liur saya meleleh. Hanya saja Tanboy Kun mencoba Steak 21 yang berada di Mal Kelapa Gading dan itu a la carte, bukan all you can eat. Satu-satunya cabang Steak 21 yang berkonsep all you can eat adalah yang di Central Park.
Seperti sebutannya, restoran all-you-can-eat alias AYCE di mana kita boleh makan sepuasnya hanya dengan sekali bayar, sepertinya cocok buat saya dan adik-adik yang memang hobi makan. Makan enak. Sepuasnya.
Ke sana membawa anak-anak sepertinya bakal jadi makan bersama yang seru. Sebab kita sendiri yang akan memanggang daging yang ingin dimakan menggunakan pemanggang batu bara di masing-masing meja. Barbeqeu. Ini bakal jadi pengalaman pertama bagi anak-anak saya yang lebih sering saya ajak makan penyetan khas jawa.
Di Pemalang memang sudah ada sih restoran yang menawarkan menu steak. Umumnya restoran-restoran hotel. Tapi yang all you can eat, apalagi barbeque begini, masih belum ada. Paling banter restoran buffet, atau lidah lokal menyebutnya sebagai prasmanan.
Tambahan lagi, di Steak 21 tersedia desert yang merupakan favorit anak-anak saya: puding dan es krim. Cocok sudah. Kesempatan berikutnya ke Jakarta, bulat sudah saya akan ajak mereka ke Steak 21 Buffet di Central Park.
Tumblr media
Special Treats by Traveloka Eats
“Tapi, makan di resto all you can eat kan harganya lumayan, Kak. Apalagi di Central Park gitu.” Adik saya setengah protes ketika saya utarakan keinginan tersebut via WhatsApp.
“Nah, ini! Belum tahu dia,” batin saya, kemudian mengirim emoticon senyum sebagai balasan.
Adik saya rupanya belum tahu kalau Traveloka punya berbagai tawaran spesial. Di mana kita dapat makan enak sepuasnya di restoran pilihan, tanpa bikin kantong bolong. Termasuk untuk “pesta” barbekyu makan aneka steak bersama keluarga besar di Steak 21 Buffet Central Park.
Yap, itulah dia Treats by Traveloka Eats. Fitur terbaru dari Traveloka ini memuat berbagai penawaran spesial di restoran-restoran maupun kafe pilihan di Jakarta. Ada yang menawarkan menu desert gratis, minuman gratis, buy 2 get 1 free, hingga tawaran diskon harga yang bervariasi besarnya.
Steak 21 Buffet sendiri menawarkan diskon 10% untuk semua transaksi menggunakan Treats. Ini potongan harga yang sangat lumayan bagi rombongan kami: lima dewasa, dua anak, plus dua batita.
Andaikata kami memesan paket termurah, yakni Paket A (Regular) seharga Rp188.000++ per orang dewasa dan Rp158.000++ per anak. Maka totalnya adalah (5 x Rp188.000) + (2 x Rp158.000) = Rp1.256.000++. Jadi, diskonnya senilai setidaknya Rp125.000.
Terhitung lumayan karena itu sama saja kita terbebas dari service charge, atau bea Pajak Bangunan 1 (PB1), yang tarif maksimalnya 10% dari harga.
Tumblr media
Cara menggunakan fitur Treats di menu Traveloka Eats sangat mudah sekali. Dari halaman muka aplikasi Traveloka, tap menu Traveloka Eats. Kemudian di halaman selanjutnya pilih fitur Treats. Selanjutnya tinggal scroll down untuk melihat-lihat serta memilih restoran dengan penawaran masing-masing.
Kalau sudah menemukan restoran dan penawaran yang sesuai, jangan lupa untuk menyimpan restoran tersebut. Sebab penawaran Treats by Traveloka Eats hanya berlaku jika restoran yang dipilih telah kita simpan.
Caranya? Cukup dengan menekan ikon di sudut kanan atas layar pada halaman restoran tersebut pada aplikasi. Jika ikon tersebut berubah warna dari monokrom menjadi merah muda bercampur oranye, itu artinya sudah tersimpan.
Selanjutnya, tunjukkan halaman Treats tersebut pada staf restoran ketika melakukan reservasi. Kita misalkan restorannya adalah Steak 21 Buffet sesuai pilihan saya, maka nominal tagihan akan secara otomatis dikurangi 10%.
Penghematan yang lumayan, bukan?
Pilihan Praktis nan Ekonomis
Menggunakan fitur Treats by Traveloka Eats untuk memilih restoran atau kafe favorit jadi semakin menarik karena, selain aneka promo dan diskon, juga menghadirkan manfaat lain. Saya meringkasnya dengan satu kalimat ringkas: Pilihan praktis nan ekonomis.
1) Praktis, karena seleksi restoran cukup dalam genggaman
Ketika hendak makan di Central Park seperti diceritakan di atas, kami harus mengutus adik bungsu untuk survei lokasi terlebih dahulu. Maksudnya agar tidak berjalan-jalan tanpa arah pasti. Sementara adik saya tersebut mencari lokasi restoran incaran, anggota rombongan lain duduk menunggu di lobi mal.
Lalu sebelum memutuskan makan malam di Pizza Hut Kemanggisan, kami googling restoran terdekat lewat smartphone. Sepanjang perjalanan Central Park-Palmerah kami habiskan saling mengusulkan nama restoran tertentu berdasarkan temuan masing-masing.
Pizza Hut dipilih karena hanya tempat itu yang pernah didatangi. Kami khawatir kena jebakan betmen jika memilih restoran lain. Terlebih saat itu malam tahun baru.
Tumblr media
Sama-sama lewat smartphone, Traveloka Eats menyajikan informasi jauh lebih lengkap. Mulai dari foto menu, kisaran harga, peta lokasi yang terkoneksi dengan aplikasi penunjuk jalan, serta yang terpenting adalah rating dan ulasan dari pengguna Traveloka yang pernah makan di sana.
Untuk memudahkan kita memilih, tersedia opsi pengurutan hasil pencarian berdasarkan rentang harga (dari mahal ke murah), rating dari pengguna, kadar popularitas restoran/kafe, ataupun jarak dengan posisi kita. Praktis dan lengkap!
2) Ekonomis, karena terdapat banyak tawaran promo dan diskon
Menggunakan Traveloka Eats, wa bil khusus fitur Treats, kita dapat menemukan berbagai penawaran menarik yang sungguh sayang untuk diabaikan. Kita jadi tahu ada promo apa di satu restoran tanpa harus datang ke sana terlebih dahulu.
Kalau diskon 10% di Steak 21 Buffet Central Park tadi kurang menarik, coba lihat tawaran yang diberikan Djakarta’s Steak. Restoran steak yang juga berlokasi di Tanjung Duren ini menawarkan dua treats:
Empat set menu (terdiri atas 4 main course, 4 minuman, 2 desert, dan 1 appetizer) seharga Rp117.000 dari harga normal Rp205.000; atau
Dua set menu (terdiri atas 2 main course, 2 minuman, 2 desert, dan 1 appetizer) seharga Rp62.000 dari harga normal Rp115.000.
Bingung kan? Dijamin deh ini bakal jadi #PengalamanMengenyangkan yang menyenangkan karena bersahabat dengan kantong kita.
3) Bisa pakai berbagai macam metode pembayaran
Treats yang ditawarkan Traveloka Eats hanya berlaku jika transaksi dilakukan melalui aplikasi Traveloka. Karenanya kita jadi punya banyak opsi metode pembayaran, sama seperti saat memesan tiket pesawat maupun hotel. Tidak harus bayar tunai.
Menariknya, rata-rata merchant yang tercantum dalam daftar fitur Treats menerima pembayaran nontunai (cashless). Jadi, tidak bawa uang tunaipun tidak masalah kok. Kecuali uang receh untuk membayar parkir mungkin ya.
Pilihannya adalah pembayaran dengan kartu kredit, transfer bank, Uangku, bahkan juga Traveloka Paylater. Opsi terakhir ini sepertinya bakal jadi favorit, sebab membuat kita dapat makan enak sepuasnya sekalipun kantong tengah kempes karena tanggal tua.
Dengan sederet penawaran menggiurkan serta manfaat yang memudahkan begini, yakin masih tidak mau menggunakan fitur Treats by Traveloka Eats?
youtube
Posting ini diikutsertakan dalam kontes blog Menemukan Hidden Gems dengan Treats by Traveloka Eats yang diadakan oleh Traveloka x C2Live.com.
Dengan fitur Treats by Traveloka Eats, kita bisa makan enak sepuasnya di restoran pilihan tanpa khawatir kantong bolong. Benar-benar sebuah #PengalamanMengenyangkan nan menyenangkan :) SETIAP kali saya main ke Jakarta, adik perempuan yang tinggal di kawasan Palmerah selalu mengajak ke Central Park.
0 notes
uberstip · 6 years
Text
Lebih enak mana, traveling jaman dulu atau sekarang? Karena saya termasuk generasi Milenial (manusia yang lahir di tahun 1980-1997), tentu saja saya merasa jauh lebih enak sekarang. Kok bisa? Teknologi dan internet mempermudah segalanya. Berikut opini dari mata seorang om-om Milenial.
Sulit membayangkan jalan-jalan tanpa iPhone dan GPS. Dulu, nyasar dikit tanya orang. Sekarang, nyasar dikit liat Google Maps. Ada fitur offline maps nya lagi. Ga perlu buka maps kertas segede gaban.
Dulu traveling hanya untuk orang kaya, now everyone can fly. Dulu susah banget dapet tiket murah karena flight masih terbatas. Sekarang tiket murah berhamburan. Tinggal nunggu promo maskapai penerbangan atau Online Travel Fair. Pas lagi ga ada promo, tinggal search di Skyscanner untuk mencari opsi yang termurah berdasarkan waktu dan tanggal keberangkatan.
Dulu, belum ada pemesanan tiket pesawat, kereta, dan hotel secara online. Sekarang, Traveloka, Go Euro, Booking dan kawan-kawan siap memanjakanmu. Cukup dengan goyang jempol, kita bisa jadi travel agent untuk diri sendiri!
Dulu, sulit mencari informasi destinasi wisata. Mentok, liat brosur di travel agent atau beli buku panduan kaya Lonely Planet yang harganya ga murah. Sekarang, tinggal klik sambil tiduran, Google membanjirimu dengan informasi gratis dari web, blog, dan Youtube.
Dulu karena minim informasi, orang takut bepergian sendirian. Akhirnya mereka memakai tur wisata. Sekarang, orang mulai berani bepergian sendirian karena info destinasi beserta tips-tipsnya didapat dengan mudah di Internet. You are able to overcome your fear, and do what you dream.
Dulu traveling masih naik unta, sekarang udah naik private jet *kalo kamu sekaya Syahrini.
Dulu belum ada Internet, biaya telepon interlokal mahal. Sekarang bisa chat, video call, bahkan live streaming ditonton khalayak ramai. Gratis lagi! tinggal nyari Free Wifi. Papa mama tenang, fans senang, haters meriang.
Dulu kita masi meraba-raba seperti apa tempat tujuan yang akan didatangi. Sekarang, sebelum sampai kesana kita sudah tau apa yang mau dicobain. Must eat, must see, things to do, things to kiss. Itinerary pun bisa dipersiapkan secara detail.
Dulu kita gampang tertipu saat traveling. Sekarang, Kita lebih tahu mana tourist trap yang harus dihindari dan mana transportasi publik yang bisa diandalkan. Copet, tipu-tipu, fake taxi, harga dimahalin, pura-pura minta donasi, pelayan pura-pura lupa kasi kembalian. Kita belajar dari pengalaman yang dibagikan orang lain. Kita pun lebih pede dan mawas diri saat bepergian.
Dulu belum ada Instagram, Facebook dan kawan-kawan. Traveling benar-benar hanya untuk diri sendiri. Sekarang, kamu bisa berbagi apa yang ada didepanmu dengan semua orang.
Dulu, kamera masi pake rol film dan kualitas gambarnya masi kaya film Dono Kasino Indro. Sekarang, kualitas foto dari iPhone aja udah lebih keren dari kamera jadul. Apalagi dengan Mirrorless Camera atau DSLR yang kualitasnya super sharp dengan bokeh effect super smooth. Kamu pun berasa jadi foto model.
Dulu, HP Nokia cuma bisa buat mainan game uler kejedot. Sekarang, iPhone bisa menyimpan ribuan game, buku dan lagu. Jadi ga bosen pas lagi nganggur di kereta atau pesawat.
Dulu, semua serba cash. Bawa duit cash terlalu banyak resikonya gede. Sekarang, tinggal gesek Credit Card. Kalo sekaya Hotman Paris si bebas. Kalo sobat kismin, boro-boro bawa cash kebanyakan, makan di angkringan aja masih nyicil.
Tambahkan versimu sendiri.
Berbahagialah kita yang traveling di era milenial!
Namun, traveling jaman dulu punya romantisisme tersendiri. Bisa kirim-kiriman surat atau kartu pos, bisa nangis-nangisan di Airport karena bakal rindu beneran dan ga bisa berkabar dalam waktu yang lama. Zaman dimana belum ada Whatsapp buat keep in touch.
Dulu traveling benar-benar waktu menikmati kesendirian, kita tidak terganggu oleh keinginan mengupload foto di Instagram dan membalas comment di Facebook. Traveling murni karena ketertarikan ingin berpetualang ke tempat baru, menikmati pengalaman baru, dan menjadi diri yang baru.
Lalu apakah traveling jaman dulu lebih berkelas dibanding sekarang? Tidak juga. Dengan segala kemudahan dan flesibilitasnya, bukan berarti traveling kita jadi cemen.
“To travel is the experience of ceasing to be the person you are trying to be, and becoming the person you really are.” ― Paulo Coelho, Warrior of the Light
Traveling tidak selalu indah dan nyaman. Traveler era Milenial juga memiliki tantangannya sendiri. Pesawat yang delay, bule yang jutek, pemandangan yang tidak seindah foto, dikasih uang kembalian palsu, berantem sama temen, mencret akibat kebanyakan makan kari, likes Instagram yang sedikit, di blok gebetan karena cemburu, dan lain-lain.
Pengalaman tak terduga menjadi kenangan unik tersendiri. Kisah sebuah perjalanan ga melulu harus yang indah bukan? ‘It’s not always about the destination, sometimes the journey has its own rainbow’
Dulu dan sekarang, inti traveling tetaplah sama. Melakukan sesuatu yang belum pernah kita lakukan sebelumnya. Menikmati penyegaran jiwa di tempat baru untuk pertama kalinya.
You can’t skip chapters, that’s not how life works. You have to read every line, meet every character. You won’t enjoy all of it. Hell, some chapters will make you cry for weeks. You will read the things you don’t want to read. But…
You will have moments when you don’t want the pages to end. But you have to keep going. Stories keep the world revolving. (Not like Insta stories that you can skip everytime)
– Pillow Thoughts II
Tumblr media
Posing like Becks in front of the 5th largest palace in the world.  Fun Fact: It’s bigger than Buckingham Palace!
Barcelona, akhir musim gugur 2018. Di pagi yang cerah, angin terasa lebih menusuk dari biasanya. Saya menaikkan retsletting jaket, memasukkan satu tangan ke dalam saku dan menutupi kepala dengan hoodie. Adidas ZNE Hoodie yang baru saya beli sehari sebelumnya. Saat mengenakannya, saya merasa cool seperti David Beckham dalam iklannya.
Tumblr media
Picture courtesy by adidas.com
Benar, OOTD baru ga cuma meningkatkan kepercayaan diri, tapi juga bikin kamu songong. Walaupun sebenarnya kamu hanyalah korban iklan yang bahagia. Sambil menggeret koper, saya melangkahkan kaki menuju Universidad Metro Station.
Tumblr media
Barcelona to Madrid by Train
Keliling Eropa paling nyaman, gampang, dan relatif murah ya naik kereta. Saya berangkat dari stasiun kereta Barcelona Sants pada pukul 9 pagi, dan tiba di Madrid Atocha pukul 11.45. Dengan tiket renfe yang sudah saya beli melalui Go Euro app, saya tinggal scan barcode di gate keberangkatan dan menunjukkan mobile ticket via iPhone ke conductor. Ga perlu repot nge-print lagi.
Tips
Menemukan gerbong atau gate keberangkatan kereta tinggal baca di layar digital yang bertuliskan kota tujuan, jam berangkat, dan di jalur rel nomor berapa.
Sistem Kereta Eropa tepat waktu sampai ke menit-menitnya. Jadi kalau di jadwal akan tiba di Madrid pukul 11.45 maka tepat jam 11.45 akan sampai. Pasang ALARM! Jangan ketiduran sampe kebablasan! Jangan lupa ngambil bagasi koper!
Pemandangan selama perjalanan di kereta sungguh menyegarkan mata. Hamparan sawah ladang, hutan hijau, rumah-rumah berwarna-warni lebih indah jika dilihat langsung.
Tumblr media
Madrid Atocha Station
How to get around city?
Sesampainya di Madrid, saya membeli kartu transportasi umum di mesin yang tersedia. Fungsi kartu ini kaya Ez Link card di Singapore, cuma disini namanya ‘Abono’. Dengan kartu ini, kamu bisa naik semua transportasi umum seperti metro, tram, dan bus.
Tumblr media
The cheapest and most convenient way is to get your transportation card which gives you full access to all Madrid public transportation (metro, tram, bus). Order your transportation card called ‘Abono’ in the machine or counter. And then Top it up! It works just like an Ez Link Card in Singapore
Harga kartunya €2.50, belum ada isi creditnya. Kamu bisa membeli dengan koin, cash ataupun Kartu Kredit. Di mesinnya juga ada pilihan bahasa Inggris. Kalo bingung, kamu bisa beli di counter station yang ada penjaganya. Kamu juga bisa langsung top up atau menambah kredit jumlah uang di kartu. Ada berbagai macam pilihan top up, sesuaikan pilihan dengan itinerary-mu.
Top up untuk sekali perjalanan, seharga Single ticket 1,50€-2,00€ (tergantung jarak atau jumlah perhentian metro yang dilewati). Kalo dari pusat kota ke Airport, kena extra charge 5,00€
Top up sekali banyak, seharga 10-journey ticket 12,20€
Tourist travel card 1-day 8,40€ – Pas buat kamu yang cuma punya waktu sehari di Madrid. Cukup top up sekali 8,40 Euro, puas-puasin naik metro kemana aja
Tumblr media
Madrid has one of the best underground systems in the world. It can get you almost everywhere in the city. Picture courtesy by planometromadrid.org Download Madrid Metro Map in PDF right here 
Sebenarnya, kartu ini jarang saya pakai di Madrid. Saya memakai Abono cuma saat hendak pergi dari Atocha stasiun ke pusat kota, dari hostel ke Santiago Barnebeu, dan terakhir saat menuju ke Bandara. Selebihnya saya jalan kaki karena tempat-tempat wisatanya saling berdekatan dan begitu sentral di pusat kota.
Dari semua kota di Eropa yang saya kunjungi, saya merasa sistem kereta bawah tanah di Madrid yang paling nyaman dan efisien. Rutenya jelas menjangkau hampir tiap sudut kota. Ga berjubelan kaya di Roma, dan jauh lebih bersih dibandingkan Paris. Dari Atocha, saya menuju ke Sol stasiun. Kemudian tinggal jalan kaki ke TOC, hostel tempat saya menginap.
Where do i stay in Madrid?
‘Hola!’ sesampainya di Hostel, resepsionis menyambut saya dengan ramah. Saya pun diperbolehkan langung menempati kamar, walaupun sebenarnya belum waktunya check in. Inilah nikmatnya stay di kota yang level touristy nya ga over crowded.
Dengan lift, saya naik ke kamar saya yang berada di lantai tiga. Begitu masuk, saya merasa begitu bebas. Karena di kamar ga ada orang lain, dan kasur masi tertata rapi. Yihaaa… satu kamar buat sendiri. Jadi hostel rasa hotel, saya pun selonjoran bebas tanpa memakai celana. I feel free! Syahrono berkumandang.
Lantai kamarnya berbahan kayu, lightingnya homy, kamar mandi dalem plus hot shower dan wastafel buat ngaca narsis. Kasurnya bersih dan empuk lengkap dengan gantungan buat naruh hape dan lubang colokan listrik. Kaca jendela bisa dibuka, liat pemandangan pertokoan di sekitar Puerta del Sol.
The best thing about it is the magnificent views from the window balcony
Big mirror with sink. Bathroom with a hot shower inside the room
comfortable, cozy and minimalist
TOC Hostel Madrid
In a traditional downtown apartment building. Bright, artsy mixed-sex and female-only dorms come with free Wi-Fi, shared bathrooms, bunk beds and lockers
Address: Plaza de Celenque, 3, 28013 Madrid
Price for one night in 8-Bed Mixed Dormitory Room 19 Euro | Rp. 315,000
Direction: 3-minute walk from Puerta del Sol metro station and 4 minutes from stately Plaza Mayor square TOC Hostel Google Maps Location
Lounge area nya keren abis. Dekorasi interior nya spanyol banget *iya lah lo lagi spanyol. Ada bar, meja billyard, dan sofa yang nyaman buat duduk sambil browsing. One of the best hostel that I’ve stayed in Europe.
Yang paling sempurna adalah lokasinya. Tepat berada di pusat kota. Area sekitar hostel dikelilingi pusat perbelanjaan. Keluar Hostel langsung liat Starbucks. Dari hostel, cukup jalan kaki sekitar 8 menit untuk sampai ke Royal Palace.
What to do in Madrid?
Tumblr media
The historic cafe that has deep fried Churros and chunky Hot Chocolate as their main course. The terrace is open, lively and cheerful. Must try in Madrid!
1. Ngemut Churros di Chocolatería San Ginés
Setelah menaruh koper dan bersantai sejenak di kamar, saya yang langsung menuju Chocolateria San Gines, cafe yang letaknya gak jauh dari Hostel. Tak lain dan tak bukan buat nyobain Churros! adonan roti goreng yang berbentuk stik. Kalo kita sarapannya bubur, orang Spanyol paling suka sarapan Churros.
Cafe bersejarah ini sudah buka sejak tahun 1894. Klasik abis! Pengalaman mereka menyempurnakan cita rasa Churros dan Hot Chocolate sudah ga diragukan lagi.
There is always a queue in front of this tile-covered counter, but it moves fast
Ambient of the room like from school canteen. It has two floors and white marble tables
Chocolateria San Gines
Traditional Churros with Chocolate since 1894. A bar reminiscent of the cafes in the late nineteenth century
How to order: Step 1, order at the cashier. Step 2, give your order receipt to a waiter and be seated
Best seller menu: Hot Chocolate with 6 Churros 4 Euro |Rp. 67,000
Address: Pasadizo de San Ginés, 5, 28013 Madrid
Open 24 Hours
Direction: San Gines Google Maps Location
Tumblr media
Porras! Spain’s most famous breakfast. The golden fried dough sticks coated in sugar, served with a cup of thick and rich chocolate
Setelah memesan, saya pun mencari tempat duduk. Karena di teras dan dalam penuh, jadinya saya duduk di lantai bawah. Keren… cafe ada bunkernya. Mungkin sisa jaman perang. Bayangan tentara menyembunyikan sedus Churros ke bawah tanah, tiba-tiba berputar di kepala.
Ga lama setelah duduk, Churros tiba di meja. Churros nya unik, saking panjangnya jadi sedikit melengkung. Disajikan fresh langsung dari penggorengan bersama secangkir hot chocolate. Churros nya yang berwarna yang coklat keemasan terlihat menggoda iman.
Begitu juga dengan Hot Chocolate-nya. Berbeda dengan negara lain, hot chocolate khas Spanyol bener-bener kentel dan pekat. Cara makannya mirip dengan Oreo, ‘diputer dijilat dicelupin’. Bedanya, Churros langsung dicelup ga perlu dijilat-jilat terlebih dahulu. Quickie! 
Tumblr media
Churros in here are warm, light, and less sweet. Crunchy on the outside, squishy on the inside. Dipping it into melted chocolate is simply right. They melts in your mouth perfectly with rich bittersweet chocolate. Bueno, fulgoso!
Abis sesi pemotretan, Churros pun masuk kemulut. ‘Kress kress kress’, saking renyahnya mulut pun bersuara. Crunchy on the outside, squishy on the inside. Ga terlalu manis, lebih ke asin dan gurih. Sangat berbeda dengan Churros Disneyland yang super sweet.
Habis ngerasain yang polos, saatnya nyobain yang liar! celup-celup Churros ke dalam chocolate. Slurrrrppp… rasanya kenyol-kenyol nyess dimulut. Menyatu sempurna dengan rich bittersweet chocolate. Tanpa sadar, 6 churros panjang habis dalam sekejap.
Makan makanan Spanyol di negara Spanyol memang ga pernah salah!
2. Strolling around Puerta del Sol
Tumblr media
El Oso y El Madroño. The 20 ton statue of a bear eating fruits from a tree. These two emblematic figures represent the official symbol of Madrid
Setelah kenyang, saya bertemu dengan beruang. Beruang pohon yang menjadi lambang resmi kota Madrid. Apakah dia beruang madu? saya tidak tahu. Apakah dia kenal dengan Winnie The Pooh? Bisa jadi. Yang pasti, dia beruang yang sedang memakan buah strawberry langsung dari pohonnya.
Beruang yang menjadi monumen perjanjian perdamaian antara pendeta dan dewan pemerintahan atas eksploitasi hutan di masa lalu.
Berdiri di salah satu square terbesar di Madrid, Puerta del Sol. Sekarang, beruang ini menjadi favorit para turis untuk berfoto. Kalo di Shibuya ada Hachiko, di Sol ada Hachibear *karena belum bernama, saya namain sendiri beruangnya *maksa
Tumblr media
In the middle of the Puerta del Sol, a large equestrian statue of King Carlos III looks out on a beautiful 18th century red brick building, the Casa de Correos (The House of the Post Office). The best mayor of Madrid! during his reign (1759-1788) he improves the city  greatly. Doing everything from building hospitals to founding Spain’s lottery
Tumblr media
According to legend the original name of the city was ‘Ursaria’ (land of bears in Latin), due to the high number of Bears that were found in the forest
Tumblr media
Locals are sitting and enjoying people-watching. It’s beginning to look a lot like Christmas
Puerta del Sol
Madrid’s most famous square, a bustling meeting place in the heart of the city. An equine statue of King Carlos III and 0 km marker stone for Spanish distances
Address: Plaza de la Puerta del Sol, s/n, 28013 Madrid
Direction: Lines 1, 2 and 3 – Sol station Sol Google Maps Location
Tumblr media
Siang itu, pertengahan November 2018, hawa di akhir musim gugur sejuk menyapa. Langit sedikit mendung. Bule-bule berseliweran dalam dekapan winter coat yang fashionable. Menyaksikan gaya berpakaian mereka, menjadi keasyikan tersendiri.
Tumblr media
Shopping therapy with belanja-belanji
Kebanyakan dari mereka mengenakan coat yang dipenuhi bulu di pinggiran penutup kepala. Konon, bulunya ga cuma buat menghangatkan tapi bisa menahan debu salju masuk ke mata. Slayer serta sepatu boot yang mereka kenakan juga necis dan keren.
Gaya hidup kekinian begitu menonjol. Pertokoan diantara bangunan bergaya abad pertengahan menghiasi kanan kiri jalan. Area ini dijejali kafe, restoran, toko souvenir, toko buku, dan mol barang bermerek. Ada Starbucks, La Mallorquina Pastry Shop, Apple Store, Tattoo shop, Foot locker, Zara, Casa del Libro book store, Supermarket El Corte Ingles dan Harapan Palsu store.
Tumblr media
Jendela yang banyak menjadi ciri khas rumah-rumah di Madrid, bentuknya seperti pintu dengan teralis di bagian depan. Mungkin sengaja dibuat gini, biar cowo bisa menggombali ciwi dengan bernyanyi sambil memainkan gitar dari bawah. Sang ciwi pun menyaksikan dari balcony dengan tersipu-sipu nafsu. Te amo más que nada en el mundo!
En palabras simples y comunes yo te extraño en lenguaje terrenal mi vida eres tu en total simplicidad seria yo te amo y en un trozo de poesia tu seras mi luz, mi bien
In simple and common words I miss you in earthly language my life is you in total simplicity, I would love you and in a piece of poetry you will be my light, my good
Chayanne – Yo te amo
youtube
Tumblr media
Supermercado El Corte Inglés. Huge shopping centre that sells almost anything! It’s also a nice supermarket, with a good range of clothes, food, and souvenirs
Area berbelanja disini ga cuma cantik dan menyenangkan. Di sepanjang jalan, saya terhibur oleh berbagai street artist nyentrik. Mata saya otomatis tertuju pada Alien yang lagi mengangkat tentara, seolah hendak memakannya hidup-hidup.
Patung aliennya real abis. Yang membuat saya ga habis pikir, apa ga cape ya dia digantung melayang gitu? Kita yang hubungannya digantung tanpa status aja cape.
Alien that allergic to human. Where’s Predator?
Street performer show off their magic
Hmmm… sambil motoin saya mulai berpikir trik apa yang mereka pakai agar bisa terlihat mengambang dengan nyaman? Kayanya sih ada handel berbentuk tangan palsu plus strap karet penopang tubuh tersembunyi di balik jaket. Namun tetap diperlukan fisik yang kuat untuk bergelantungan seharian. Kalo kamu terpukau dan lagi ga kismin, sisihkan sedikit koin Euro-mu buat mereka.
Tumblr media
Teatro Real Opera. The heaven for the arts, ballet, and flamenco music
Tumblr media
The street was lined with exotic buildings. I’m stunned by the magic of Spanish architectural design
3. Admiring The Beauty of Palacio Real de Madrid
Tumblr media
The striking architecture of the world famous Royal Palace. White washed and crystallised baroque exterior. It was inspired by the sketches for the construction of the Louvre in Paris made by Bernini
Setelah mengitari Puerta del Sol, saya sampai di Royal Palace of Madrid. Istana yang dulunya merupakan kediaman resmi keluarga kerajaan. Sekarang, istana ini dijadikan tempat upacara kenegaraan dan dibuka untuk umum. Bangunannya bercorak putih elegan. Sesuai dengan warna jersey tim sepakbola kebanggaan kota ini, Real Madrid.
Tumblr media
Beautiful fountain and Magnificent statue of Felipe IV, looks like he’s protecting the Palace
Patung perunggu Philip IV yang lagi menunggang kuda, berdiri megah diantara kolam air mancur dan taman hijau yang menghiasi istana. Raja Spanyol paling hebat sepanjang sejarah. Raja yang memegang kendali seluruh wilayah kekuasaan Spanyol di benua Amerika, Eropa, Asia dan Afrika (1621-1665).
Royal Palace of Madrid
18th-century, ridge-top palace for state occasions, plus tours with rooms full of art and antiques
Address: Calle de Bailén, s/n, 28071 Madrid
Entrance Fee: 10 Euro
Hours: Senin – Minggu 10AM–8PM
Direction: Palacio Real de Madrid Google Maps Location
Jardines de lepanto. It has beautiful sculptures made from plants, The park is well maintained
OLD. Obsessive Leaf Disorder. Everytime you see colorful leafs, you become mellow. Memandangnya dengan tatapan kosong, sambil menggandeng tangan sendiri. Beautiful romance disorder
Next to the Royal Palace, good place to relax, and watch the people
It was a lovely sight in the afternoon. Taman cantik yang menghiasi istana terasa menenangkan. Sepanjang mata memandang, orang-orang duduk bersantai. Saya pun ikut nongkrong di bangku taman sambil memperhatikan sekitar. Ada om-om lagi baca koran, sepasang remaja bergantian berfoto di depan air mancur dan Penelope Cruz yang senyum-senyum sendiri menatap iPhone-nya.
Maksud saya, gadis yang wajahnya mirip Penelope Cruz. Wajah khas timur tengah dengan kulit kecoklatan, rahang pipi tirus, dan bermata biru. Saat itu saya langsung membayangkan artis asal Spanyol kaya Jennifer Lopez, Shakira, dan Salma Hayek. Betul, ketiganya memiliki lekuk tubuh yang aduhai. Gitar spanyol beneran, bukan boongan.
Sexy itu relatif, Montok itu mutlak
Tumblr media
I’d rather live in a cave with a view of a palace than live in a palace with a view of a cave – Karl Pilkington
Tumblr media
This square is surrounded by three-floor buildings and nine entrances
4. Saying prayer at Catedral de la Almudena
Tumblr media
Located next to the Royal Palace. The building of the Almudena cathedral completed in 1993. The Neo classical baroque exterior is simply wonderful. The perfect place to marry a princess
Berdekatan dengan Royal Palace, terdapat Katedral terbesar di Madrid. Bangunan gerejanya didominasi oleh warna putih, rose gold, dan biru. Sangat berbeda dengan gereja gothic di Eropa lainnya.
Tumblr media
The church’s door also with its unique design
Catedral de la Almudena
Baroque Catholic Cathedral known for its colourful chapels, Romanesque crypt & museum. Full of amazing stained glass and dome. Iconography of Jesus, the Virgin Mary, and other saints on display. Please don’t miss visiting the small chapel to the right of the altar where the tabernacle for the sacred sacrament is kept
Address: Calle de Bailén, 10, 28013 Madrid
Hours: Gereja nya buka tiap hari. Museumnya buka Senin – Sabtu 10AM – 2.30PM
Admission Fee: Masuk gerejanya gratis. Masuk museum bayar 6 Euro
Direction: Lines 5 and 2 – Ópera station Almudena Google Maps Location
Tumblr media
I fall in love as soon as i step foot in this Cathedral. This Gothic interior feels so different to all the ones I have seen before. Grey, white and gold dominate the interior. It’s very bright and transfers a joyful atmosphere
Tumblr media
I really enjoyed the peacefulness or the cathedral, especially after a long week of traveling
Catholicism is an integral part of Spanish culture. it will be good to find some time and space for prayer and to marvel at the structure within
I was expecting another medieval cathedral, not realizing that this one was different especially the colourful ceilings
Calm and Serene. Incredible stained glass, casting cool light inside
Saat masuk ke dalam, saya dibuat termenung oleh interior gereja nya yang terang, tidak sekelam Katedral Gothic lainnya. Mungkin karena pilar dan temboknya yang didominasi oleh warna putih, disertai jendela kaca mosaic yang cerah. Langit-langit berwarna-warni dengan lampu gantung warm white di tiap sudut. Kesannya jadi tua-tua modern. Saat duduk, saya merasakan damai yang menyejukkan.
Gereja yang menjadi saksi royal wedding versi Spanyol. Tempat dimana Pangeran Asturias Felipe dan Putri Letizia mengucap janji sehidup semati. Di alam bawah sadar, saya mengenakan jubah pangeran, berdiri di altar dan mengalungkan cincin kawin ke Park Shin-Hye. Kami pun berjalan keluar gereja sambil dilempari bunga oleh para tamu, kayak di drama-drama.
Lalu kami berdua melepas sepasang merpati dan balon warna-warni ke udara. Diakhiri dengan mengecup bibir satu sama lain. Gereja indah sukses menghidupkan saluran halu di dalam diri. Saraf-saraf romantis bergejolak, urat malu putus seketika.
Fascinating stained-glass window
The religious painting of the nun
Tumblr media
The Catedral de la Almudena, took more than one hundred years to complete. The cathedral looks much older than it actually is though, as it was only consecrated in 1993. Beautiful cathedral that mixes history and modernity
Tumblr media
Sunset at the crypt of Almudena cathedral
5. Take a wander through the small lane and take pictures of the Basilicas
Tumblr media
I’m a walker. I love exploring Madrid on foot, loosing myself in tangled lanes of the historic buildings and neighbourhoods
Kesan klasik begitu terasa saat menyusuri gang-gang kecil dan jalan antik dari paving block. Di sela bangunan granit yang picturesque, saya tak henti tersenyum dan memotret. Soal daya tarik wisata, Madrid memang belum setenar Barcelona. Tapi disitulah letak keasyikannya.
Madrid menyisakan ruang untuk bernafas, ga perlu impit-impitan dengan turis lain. Berjalan sendirian di antara bangunan tua berarsitektur gothic, baroque, dan art nouveau, saya merasa begitu relax. Ga ada kepadatan berarti di tempat wisata utama, ataupun antrian mengular seperti di Paris.
St. Andrew’s Church
Tapaz bar are everywhere!
Basilica de San Miguel. Beautiful and charming church around the beautiful and lively tapas zone of la latina not far from the plaza mayor
Saya berjalan layaknya Hyun Bin di Memories of Alhambra. Jalanan terlihat sepi menjelang matahari terbenam. Keramaian hanya terlihat di sejumlah teras cafe dan tapas bar. Muda-mudi dengan dandanan trendi berbincang diselingi gelak tawa. Aroma kopi, roti, dan daging panggang tercium saat saya berjalan melewati mereka.
Tumblr media
Iglesia San Pedro el Viejo. Leaning Moorish Mudéjar bell tower topping an elegant medieval church, the city’s second oldest!
Sometimes i’m so comfortable being alone that it makes other people uncomfortable
You don’t have to spend penny to admire the architecture around the town
An empty street, an empty house, hole inside my heart – Westlife
The charmingly photogenic lane
6. Eating Calamari Sandwich at Bar La Campana
Tumblr media
A definite favorite among the locals. The best place to grab a Calamari sandwich with a beer. The staff are friendly. Great experience for a budget
Kalo di Italia ada Pizza, di Madrid ada Bocadillo de Calamares! alias sandwich cumi goyeng. Roti baguette panjang dibelek lalu diisi dengan cumi goreng tepung berbentuk cincin. Simple tapi mematikan.
Tumblr media
Chaotic at night, tourists and locals enjoy incredibly tasty calamari sandwiches
Bar La Campana
Typical Spanish bar for a fast snack. The best calamari sandwich in Madrid
Address: Calle de Botoneras, 6, 28012 Madrid
Best seller menu: Bocadillo de Calamares 3 Euro | Rp. 50,000
Hours: Senin – Minggu 9:30AM–11PM
Direction: La Campana Google Maps Location
Tumblr media
A definite favorite among the locals. It was absolutely delicious, and well worth 3€. Squid was crispy and warm, the oily goodness soaks into the bread, making it super delicious
Tempat terbaik untuk nyobain roti cumi ini ada di La Campana. Saya duduk di tengah keramaian, mengunyah dengan khusyuk. ‘Blah-dee-hell, it’s good!’ sampe merem melek. Sambil ngunyah saya ngeliatin orang di meja sebelah nuangin mayonnaise ke rotinya. Kok di meja saya ga ada, akhirnya saya minta ke pramusaji. Dan ternyata itu bukan mayonnaise biasa, melainkan homemade garlic mayonnaise yang enak banget.
Sluurrrppp… ditemani bir dingin yang busanya sampe tumpe-tumpe, hati berdenyut-denyut. Mungkin ini yang disebut dengan comfort food. Tempatnya super rame, namun pelayanannya cepat dan efisien, mereka memberi tahu dengan ramah saat saya bertanya apakah ada WC disini. Ga cuma favorit bagi warga lokal, tempat ini menjadi kedai favorit saya selama di Eropa.
Tumblr media
Yang paling saya suka selama di Eropa, ga cuma di Madrid adalah rotinya enak-enak, kopinya luar biasa nikmat, gedung-gedungnya super eksotis, orang dan budayanya serba unik. Bener-bener perjalanan yang menyegarkan jiwa dan raga.
Selama disini, saya seperti meng-update cerita kehidupan. Ga selalu ada adegan spektakuler di tiap bagian. Kadang kebahagiaan kecil seperti makan enak, tidur pules, dan bangun meler merupakan scene yang paling membahagiakan.
“Try to live with the same intensity as a child. He doesn’t ask for explanations; he dives into each day as if it were a new adventure and, at night, sleeps tired and happy.” ― Paulo Coelho, Warrior of the Light
Things to do in Madrid. Kota Metropolis nan Eksotis Lebih enak mana, traveling jaman dulu atau sekarang? Karena saya termasuk generasi Milenial (manusia yang lahir di tahun 1980-1997), tentu saja saya merasa jauh lebih enak sekarang.
0 notes