#fiksifitri
Explore tagged Tumblr posts
Text
Maheswari (3)
Jadi pengangguran benar-benar di level stress yang berbeda. Stress merasa gak berguna, stress beban orang tua, stress jadi bahan omongan orang, stress gak punya pemasukan, stress kalau ketemu sama teman-teman. Bodohnya ngapain aja selama dua tahun ini, menghabiskan waktu tidak melakukan apa-apa. Terlena dengan segala kenyamanan rumah, alasan klasik.
Anehnya kenapa Ayah dan Ibu santai banget melihat kondisi anaknya. Ya Allah aku bingung dan tak mengerti dengan diri sendiri.
Lalu kenapa aku setidak peduli itu dengan hidupku sendiri.
Mau sampai kapan aku hidup tidak memiliki arah dan tujuan seperti ini?
Butuh waktu beberapa malam merenungkan hal-hal yang sudah terjadi beberapa tahun kebelakang sambil merencanakan kembali tujuan hidupnya. Selama ini Mahes anak yang patuh, selalu mengikuti kemauaan orang tuanya. Kali ini dia akan meminta sesuatu.
...
Di meja makan keluarga
"Ayah, Ibu ada yang ingin Mahes diskusikan.
Setelah dua tahun pandemi dan Mahes dirumah alhamdulillah nyaman sekali bisa berkumpul menyaksikan dan mendampingi Ayah dan Ibu. Setelah pikir panjang Mahes perlu refreshing sejenak, melihat dunia bekerja hari ini, melakukan perjalanan bertemu banyak orang baru ataupun orang lama, sambil memikirkan kembali mimpi dan tujuan hidup Mahes."
Ayahnya terkejut mendengar permintaan Mahes
"Sudahlah ngapain begituan nak, gak perlulah itu di rumah saja temani kami." jawab Ayahnya tegas
Jawaban yang sudah diperkirakannya
Suasana meja makan hening dan menjadi tidak nyaman
Masalah hidupnya makin hari kian bertambah
Kenapa harus dia yang bertanggung jawab menjaga Ayah dan Ibunya di desa ini, sedangkan kakak dan adiknya bisa pergi kemana saja. Sungguh tidak adil.
Bersambung....
4 notes
·
View notes
Text
Maheswari (1)
Maheswari namanya, panggil saja Mahes. Ayahnya yang memberi nama berharap kelak anak perempuannya ini menjadi gadis pemberani dan banyak menolong sesama. Mahes anak kedua dari tiga bersaudara, kakaknya sudah menikah tinggal bersama suami di Bandung, adiknya memasuki tahun kedua sedang berkuliah di Pulau Jawa.
Mereka tinggal di pedalaman Jambi, ayahnya seorang pensiunan swasta, Ibunya seorang guru SMP Negeri yang tahun depan juga akan memasuki masa purnabakti.
Semenjak pandemi Mahes memutuskan pulang kampung menemani orang tuanya. Alasan utama kepulangannya karena tempat dia bekerja harus tutup dan kondisi di Ibukota sangat keos kala itu. Masyarakat tidak bisa beraktifitas seperti biasa jalanan sepi perekomian pasar lumpuh. Mencoba bertahan sebulan dua bulan akhirnya menyerah jua.
Keseharian Mahes menemani Ayahnya melihat kebun sayur dan teh, sesekali menemani Ibunya berbelanja ke pasar, bermain dengan anak-anak disekitaran rumah,
Bulan depan usia Mahes 27 tahun, dua tahun setelah kepulangannya merantau kehidupannya belum membaik. Sebenarnya ia malu karena masih bergantung secara finansial pada orangtuanya, malu dengan dirinya sendiri tapi ia tak tahu harus memulai dari mana
Bersambung.......
2 notes
·
View notes
Text
Seminggu kemudian.
Secara mengejutkan sore itu mobil kijang panter berwarna merah tua mampir di halaman rumah kami. Siapa ini tanyaku dalam hati.
Ketika mobil terbuka, ada dua bocah kecil keluar berlarian menuju rumah. Ah ternyata ponakanku kak Qirani serta Mas Ar. Mendadak sekali, tumben tidak berkabar.
"Assalamualaikum bulek Mahes" sapa ponakanku
"Terkejut yah kami datang, gak angkat telfon sih dari kamarin" sapa kakak ku sambil memeluk
Mahes masih berusaha mencerna dengan baik kejadian beberapa menit yang lalu. Kedatangan kak Qirani dan keluarganya.
"Ayah, Mahes belum tau kami akan datang?" tanya Qirani
"Mas Ar ada perjalanan dinas untuk bertemu client di Kota Jambi dan Padang, lalu menawarkan kami untuk ikut mudik mengunjungi rumah Ayah dan Ibu. Yah tentu saja kami menyetujuinya mengingat sudah setahun lebih tidak pulang kampung"
.....
Malamnya, kak Qirani menghampiriku, bercerita perjalanan belasan jam untuk sampai ke rumah ini. Dia menanyakan kabar dan kondisiku, aku diam sejenak menimbang apakah perlu menceritakannya.
Kedatangan mereka mungkin menjadi perantara dan rejeki tidak terduga bagiku.
Pelan-pelan aku mulai ceritakan kondisiku, rumah ini, hubunganku dengan Ayah dan Ibu, mimpi-mimpiku, semuanya aku sampaikan dengan hati-hati.
Kak Qirani diam mendengar dengan seksama, sesekali bertanya tanpa menyerang.
"Kita coba pelan-pelan diskusi ke Ayah dan Ibu, selagi aku ada di sini bisa bantuin untuk jadi perantara kamu dek. Bertahap saja, pelan-pelan kita buat obrolan yang santai tapi tetap terarah. Tapi satu hal sebagai pengingat mengharapkan orang tua berubah menjadi yang kita inginkan rasanya tidak mungkin. Jadi mari kita usahakan yang terbaik" Kak Qirani menyampaikan pendapatnya
Kerlap kerlip bintang menemani teduhnya malam ini, tampak bulan sabit yang samar-samar menunjukkan terangnya.
Hatiku terasa lebih tenang malam ini.
Terima kasih diriku yang sudah berjuang dan bertahan sejauh ini.
Terima kasih sudah mau memulai hidup kembali dengan menghidupkan mimpi-mimpi baru.
Aku hanya tidak mau menyesal karena tidak pernah mencoba, tidak pernah jujur, yang kemudian hari menyalahkan orang tua atas apa yang terjadi dalam hidupku.
Selalu ada harapan baik setiap harinya, semoga esok giliranku!
1 note
·
View note
Text
Maheswari (4)
Masih di meja makan keluarga
Kali ini Mahes tidak akan diam dan mengiyakan perkataan Ayahnya
"Mahes pergi untuk beberapa saat saja, tolong beri kesempatan dan kepercayaan kalian. Dua tahun dirumah tanpa melakukan hal apapun membuat Mahes stress. Ayah dan Ibu bahkan tidak pernah menanyakan perasaan dan keinginan Mahes dalam hidup ini. Ayah egois karena hanya memikirkan hidup kalian saja!" mahes melepaskan semua yang tertahan
Pertama kalinya dalam hidup Mahes berani mengeluarkan pendapat yang bertentangan dengan Ayahnya
"Nanti kau akan mengerti kalau sudah jadi orang tua, kenapa kenapa Ayah melakukan ini"
Jawaban Ayahnya untuk semua masalah, Mahes kesal. Selalu begini ketika diskusi dengan orang tuanya mentok, yang keluar pasti jawaban-jawaban sakti.
Bercerita pada Ibu? Ah sama saja keduanya, Ibu juga tidak akan bisa berbuat banyak, toh pada akhirnya semua keputusan di tangan Ayah.
...
Ingin rasanya buru-buru menggelar sajadah panjang, lalu bercerita dan berdoa pada yang Maha memiliki hidup ini, berharap pada orang tua pun rasanya tak berguna. Malang nian nasibku di dunia ini, apakah kehidupan akhiratku lebih bahagia? Tidak ada yang menjamin juga.
Mungkin akan berbeda perlakuan mereka kalau aku adalah anak laki-laki?
Pun kenapa begitu sulit sekali bisa berkomunikasi sehat dengan orang tuaku? Kenapa seperti tidak ada jalan keluar? Kenapa aku yang harus merasakan ini?
Jujur aku capek. Buntu. Support system terdekat yang pelan-pelan membunuh mentalku, mematikan hatiku!
Bersambung.......
1 note
·
View note
Text
Maheswari [2]
"Kring-kring" telfon berdering
"Ya ampun setiap kita telpon bulek Mahes pasti di atas tempat tidur, enak kali ya hidupnya" celetuk kakaknya
Setelah lulus dari kuliahnya di Jakarta, Mahes sempat bekerja di beberapa tempat. Menjadi guru ngaji anak-anak dekat kosannya, admin di kantor akuntan publik, side job sebagai juru masak, coach menari traditional anak-anak TK-SD. Jadwal dari subuh sampai malam padat merayap, tapi dia melakukannya dengan bahagia. Yah karena pekerjaan seperti ini yang ia sukai, bukan yang berpakaian rapi dari jam 8-5 di kantor mewah bilangan Jakarta lalu bermacet ria rebutan tempat di kursi transjakarta atau comuterline
"Aku gak suka kerja di bawah tekanan kayak gitu, gak happy bawaannya, aku tau kapasitasku, you know lah ya kak" berulang kali dia sebut
Menjadi ASN, ah tidak tertarik sama sekali. Pegawai swasta apalagi, sedangkan pilihan pekerjaan di desa terbatas.
"Yaudah kau sendiri aja yang buat lapangan pekerjaan untuk dirimu sendiri" kakaknya mulai berceramah
"Aku udah punya beberapa ide dan lagi di tahap uji coba, tapi suasana rumah gak kondusif untuk melakukannya. Gak boleh kotor lah, gak boleh berantakan lah, gak boleh ini itu benar-benar rasanya ingin punya dapur sendiri!"
"Menunggu aku menikah dulu baru bisa memulai usaha? Iya kalau jodoh duluan, kalau kematian yang duluan menyapa ya wassalam bersiaplah kembali ke asal" nadanya semakin kesal
"Suntuk di rumah tuh, banyak hal yang rasanya gak perlu aku lihat atau dengar mau gak mau harus aku saksikan, tapi aku juga gak tega ninggalin Ayah dan Ibu di rumah dalam kondisi mulai menua. Tapi aku juga sulit berkembang di sini!"
Suara isak tangis pun pecah terdengar sampai kesini~
1 note
·
View note
Text
Baju Pengantin
Trend pernikahan di Negeri ini tiap tahun berubah ubah, apalagi kalau liat vendor besar di ibukota menawarkan banyak pilihan jasa mulai dari baju pengantin, sepatu, perhiasan, cincin kawin, makeup, foto dan video, catering, entertainment musik, undangan, suvenir, MC kondang, ya ampun banyak banget yang harus dipersiapkan untuk nikah zaman sekarang. Belum kalau ada acara lamaran, pengajian, siraman, adat-adat yang lain yang harus dijalani. Duh banyak. Tapi kan sebenarnya itu pilihan masing-masing calon pengantin, tidak semua harus diikuti disesuaikan dengan kemampuan dan keinginan sang mempelai dan keluarga saja.
Jauh sebelum menemukan mempelai pria aku ingin sekali mengenakan pakaian sari berwarna merah ketika acara pernikahan nanti lengkap dengan aksesoris dan riasan pengantin ala India. Kesan mewah dan elegan menjadi satu konsep baju pengantin yang aku impikan. Mengenakan baju berwarna merah membuat wajahku semakin bersinar, merona, dan pasti akan cantik sekali ketika difoto.
Iseng aku survey ke berbagai toko kain di kota dan terkejut betapa mahalnya harga kain sari per satu meter. Itu belum termasuk upah jahit. Mencoba alternatif untuk cari penyewaan baju pengantin, harga sewa per harinya cukup mahal dan belum menemukan ukuran yang cocok untuk badanku yang mungil ini. Huft dilema.
Setelah kupikir lebih jauh, memiliki baju sari hanya untuk sekali pakai saja di hari pernikahan rasanya sayang sekali, tak lama mendekam berdebu di lemari. Pilihan untuk disewakan, hmmmm berapa banyak orang di dunia ini yang memiliki keinginan untuk memakai baju sari, belum lagi sizenya harus mengikutiku. Keinginan dan value yang sungguh berbading terbalik.
Oh baju sari akankah kita berjodoh aku ingin sekali mengenakanmu!
1 note
·
View note
Text
Puasa Pertama
Ana : "Mas Alhamdulillah kita sampai juga di bulan Ramadhan tahun ini. Gimanaa rasanya puasa pertama bareng istri" tanya Ana pada suaminya
Ana bersemangat sekali sebagai pengantin baru enam bulan berupaya mempersiapkan sahur terbaik di hari puasa pertama mereka. Sambil menunggu jawaban suami penuh harap akan dibalas dengan kata-kata manis atau berpuisi layaknya pujangga
Suami : "Biasa aja seperti bulan puasa pada umumnya"
Gubrak. Tawa Ana pecah seketika
Ana : "Hahahahahahaha memang tak usah berharap suamiku ini akan jadi pujangga. Sulit. Dahlah. Suamiku emang lelaki sejati manusia paling to the point!" jawabnya
Suami : *memasang muka seperti biasa, minim ekspresi*
Masa-masa penyesuaian pengantin baru sungguh panjang bagi mereka. Yah karena Ana dan suaminya bak langit dan bumi, memiliki karakter, kepribadian, kesukaan yang sangat jauh berbeda satu sama lain. Ana di Utara suaminya di Selatan lalu bertemu di tengah berkompromi, diskusi menemukan tujuan yang sama lalu berkomitmen menjalaninya bersama.
Tak muluk-muluk Ana memiliki harapan kelak suaminya mau belajar untuk bisa lebih manis dalam berkata, mampu merangkai kata-kata indah, syukur bisa menulis surat cinta, ah tapi rasanya mustahil.
1 note
·
View note
Text
Masakan Ibu
Pagi yang riuh dan menyenangkan setiap harinya, aku orang yang selalu bangun pertama dirumah ini bersemangat menyiapkan sarapan pagi untuk ke empat anak, suami dan ibu mertuaku yang sudah sepuh, neneknya anak-anak. Kehidupan kami sederhana saja, suamiku ASN di kantor kecamatan, aku seorang Ibu Rumah Tangga nyambi berjualan kue-kue pasar yang sering kutitip di warung-warung.
Ibu mertua sering sekali memuji masakanku, gulai ikan mas adalah makanan favoritnya. Kalau anak-anak senang sekali ketika aku memasak sop kepiting dengan kentang dan wortel. Suamiku jangan tanya semenjak menikah entah sudah berapa belas kilo kenaikan berat badannya. Aku juga sesekali bereksperimen membuat camilan ala-ala resto untuk anak-anak, kalau berhasil bisa aku titipkan di warung dekat rumah.
Buatku memasak makanan untuk keluarga ini adalah caraku mengikat hati mereka, bentuk pelayanan terbaik yang bisa kuberikan. Masakan-masakan sederhana yang akan selalu mereka rindukan nantinya.Tentu saja karena anak-anak kelak akan pergi merantau entah untuk mengejar cita-cita dan melanjutkan kehidupannya.
Aku ingin meninggalkan kenangan-kenangan manis saat kami makan bersama di meja makan keluarga, menikmati menu sederhana sambil sesekali melempar pertanyaan dan bercerita tentang hari ini.
Rasanya hatiku selalu penuh bahagia menjalani hari hari melihat anak-anakku tumbuh sehat bahagia di dekatku setiap harinya.
===================================
Liburan panjang sekolah pun tiba
Abang, kakak, dan adik-adik berkumpul semua di rumah, maklum saja semuanya bersekolah jauh dari rumah ada yang di pulau seberang, di kota madya tetangga, masuk asrama, bahkan nyantri di pedalaman desa.
"Sudah lama kita gak ngumpul bareng dan makan bersama di meja makan, semoga adik-adik abang sehat semua, moment begini sudah mahal dan langka buat kita" kata si anak sulung
"Rasanya tetap ada yang kurang, masakan Ibu" celetuk si anak tengah
Semua terdiam, masing-masing diri sibuk dengan pikirannya, kenangan di meja makan ini menguap di udara, menahan air mata untuk tidak jatuh di piring~
1 note
·
View note