#empatpuluh
Explore tagged Tumblr posts
Photo
👳 : Tau ga bedanya kamu orang yang tinggal di eropa? 👩 : apa say? 👳 : kalau orang yang tinggal di Eropa setiap tahun bergeser 2cm menjauhi benua amerika. tapi kalau kamu setiap hari bergeser mendekati akuu 👩 : itu kan fakta di how and why 👳 : iya makanya aku beli biar bisa tau banyak hal 👩 : eaaaa eaaaa ---------------------------------------------------- Yuk perluas pengetahuan kita tentang fakta dan rekor tentang alam semesta di buku How And Why. Ikuti Pre-ordernya sekarang. dapatkan harga termurahnya. cukup DP 150ribu dan pelunasan akhir Mei. Hubungi Book Advisor kesayangan anda Siti Rosmalina Edelwis WA : 0857-1991-1822 cc: @mandiradiansemesta , @kaifalearning #EmpatPuluh #MandiraOnlineCompetition #MandiraOnlineCompetitionHowAndWhy #HowAndWhy #SemestaPengetahuan #KaifaLearning #LifeLongLearning #IlmuwanMasaDepan #BukuSainsAnak #EnsiklopediaAnak #AugmentedReality #VirtualReality #BelajarDiRumah #AlamSemesta #Bumi #Langit #Bintang #PesawatTerbang #WasItsWas #WasItsWasIndonesia #Nasa #SpaceCenter #HarvardCenterForAstrophysics #CERN #EuropeanSpaceAgency #BelajardanBermain #AnakCerdas #AnakJamanNow #BelajarMenyenangkan https://www.instagram.com/p/B-yD8XkpQKo/?igshid=oulxis8tzk6w
#empatpuluh#mandiraonlinecompetition#mandiraonlinecompetitionhowandwhy#howandwhy#semestapengetahuan#kaifalearning#lifelonglearning#ilmuwanmasadepan#bukusainsanak#ensiklopediaanak#augmentedreality#virtualreality#belajardirumah#alamsemesta#bumi#langit#bintang#pesawatterbang#wasitswas#wasitswasindonesia#nasa#spacecenter#harvardcenterforastrophysics#cern#europeanspaceagency#belajardanbermain#anakcerdas#anakjamannow#belajarmenyenangkan
0 notes
Photo
Tebak-tebakan aah.. "Kenapa anak katak loncat-loncat?" . "Yaaa namanya juga anak-anak. Ga bisa diem". (Garing ga sih 🙄🤣) . . Lain kasus, "Ah dimaklumi aja kalo ga sopan, namanya juga anak-anak" . Sering dengar alasan ini? Padahal kebiasaan baik harus ditanamkan dari usia dini ya bun. Karena pelajaran tentang adab lebih didahulukan dibanding ilmu. . Imam Malik pernah bilang, "Pelajarilah adab sebelum mempelajari ilmu" . Apalagi jaman now ini.. Ngeriiii 😟😟😟 Adab dan akhlak seharusnya lebih serius dipelajari ya. . So, ayah bunda tugas kitalah yang membentuk akhlak dan mengajarkan adab pada anak. Karena orang tualah role modelnya, sehingga baik buruknya perilaku kita, sadar ga sadar anak akan mengikutinya. . Yuk parents tanamkan kebiasaan baik, agar mereka tumbuh menjadi anak yang sopan dan santun 😍 . #empatpuluh #MandiraOnlineCompetition2019 #PelangiMizan https://www.instagram.com/p/B4Ulxi4plKk/?igshid=1rf9akv2oou7f
0 notes
Text
Sungguhpun demikian eyang enggan dipanggil bu Nyai, toh caranya memakai penutup kepala selalu tak pernah beda dengan nyai-nyai seangkatannya. Alih-alih rapat dan bercadar, eyang tetap elegan dengan kain hanya disampirkan diatas kepala, lalu ujungnya dilempar lewat atas bahu ke belakang. Mempesona? Mempesona sejak belia.
Mudanya dulu, konon, eyang sudah dilamar bolak-balik oleh banyak lelaki. Itu sebelum eyang berusia sembilan. Meski banyak lamaran, anak usia sembilan tetaplah anak-anak. Dan pelamarnya, dari penjuru karesidenan, sudah berumur, bahkan ada juga yang berselisih umur hampir empatpuluh.
Banyaknya lelaki yang melamar dan ingin mengimbu eyang, menggugah niat Kiyai Mukri, ayah eyang untuk mengadakan sayembara. Tak lain tak bukan akhirnyalah anak laki pembesar ormas Muhammadiyah di daerah setempat yang mendapat restu kiyai. Sedari dulu, pernikahan nampaknya memang bukan sekedar pertalian dua orang saling cinta saja. Lebih lagi, pernikahan bahkan jadi sarana menyatukan dua kerajaan besar. Jangankan cuma dua ormas di satu daerah.
Pernikahan yang tidak dilatari saling cinta itu nyatanya langgeng dan melahirkan sekurangnya tiga belas anak. Bukan saling cinta sama sekali. Jadi yang tiga belas itu bisa dipastikan lain dari buah hati, barangkali mereka buah kedondong, buah rambutan atau apa saja yang dipanen sepasang suami istri tersebut setelah menanam cukup lama.
Sebelum bercocok tanam bersama eyang, Umar, pemuda yang beruntung mendapatkan anak dari Kiyai Mukri tersebut harus pergi ke Mekah untuk waktu yang tidak sebentar. Umar meninggalkan eyang barang dua tahun lamanya pada usia pernikahan yang ke dua pula. Dia merantau untuk mengikuti jejak leluhurnya: haji dan menuntut ilmu.
Bukan hal mudah Umar meninggalkan eyang untuk waktu cukup lama di usia pernikahan yang masih muda. Dengan menimbang jarak dan waktu tempuh, pada waktu itu rupanya memang sayang kalau pergi haji toh tidak sekalian menuntut ilmu. Dan keduanya tidak berkeberatan untuk berpisah sekian lama.
Sepulang Umar dari tanah suci, lambat laun ia mengusahakan sepenuh hati anak-anaknya untuk mendapatkan kesempatan sekolah setinggi-tingginya. Tak ada malam, hanya petang, pagi, dan siang setiap harinya. Berbekal ilmu, ia mengajar di madrasah peninggalan Kiyai Mukri sekaligus menjadi penghulu di karesidenan tempatnya tinggal. Sementara eyang, melakoni tapa untuk membuka rejeki dengan berjualan. Dari sanalah mereka hidup dan menghidupi ketigabelas anaknya.
***
Kepindahan eyang ke Jogja lantaran semua anak pergi merantau untuk menuntut ilmu. Dan banyak yang memilih Jogja sebagai tempat menempuh studi. Saat kepindahan itu usia pemerintahan Soeharto genap berusia 25 tahun. Enam tahun kemudian, eyang dikaruniai cucu lelaki kembar pertama dalam sejarah peranak-cucuan eyang. Lucu dan menggemaskan. Bocah kembar inilah cucu terakhir yang bertumbuh besar hidup seatap bersama Eyang.
Bertahun kemudian, satu kala pada malam yang turun hujan deras dibarengi angin ribut, si bocah kembar datang ke rumah eyang dengan basah kuyup. Mereka datang dengan turut membantu ibunya mendorong motor Shogun Kerbau. Ban motor bocor. Entah darimana datangnya, entah mau kemana, yang jelas kehadirannya di muka rumah eyang malam itu hanya sebatas singgah untuk melanjutkan perjalanan. Perjalanan yang oleh cecunguk kembar berumur lima itu jelas belum dipahami, taunya hanya mengikut pada ibunya.
Hangat sambut eyang pada lelaki kembar. Menyegerakan agar cucunya bebersih sembari melambaikan tangan pada ibu si kembar yang kembali menerjang hujan demi mencari tukang tambal ban yang masih buka. Malam bertambah pekat, dan peluk eyang makin hangat. Diusapkannya handuk pada kepala si kembar oleh eyang seusai mereka menanggalkan baju celana. Kemudian dibungkusnya tubuh si kembar dengan handuk.
Gluduk gluduk...
Saling sahut suara petir menambah kalut malam itu, pada hati eyang makin menjadi. Bersama cucu yang belum pula dapat mengerti keadaan, hampir tumpahlah air matanya. Barangkali getir. Lalu belum sempat tumpah meleleh di pipi, eyang menghapusnya. Bersih disapu senyum yang sekejap saja mengubah air muka eyang. Cecunguk dua itu tak lepas memandangi pertunjukan di muka eyang dengan melongo. Kemudian saling tatap.
Di perjalanan menuju penghujung 2021 kini, air muka itu tak lagi bisa dipandangi. Gurat senyumnya, ramah tegurnya saat memperbaiki kami hafalan surat pendek, atau erang suaranya saat setengah beriak memanggil cucunya yang belum pulang dari bermain pada malam yang mulai larut.
Eyang berpulang. Dan kami kehilangan.
2 notes
·
View notes
Text
Aku lelah dengan segala pencapaian tanpa tujuan. Molekul protein yang bertugas sebagai penerima sinyal kimia dari luar sel sepertinya juga turut jemu dalam menginterpretasi. Memalukan. Aku terlalu lemah untuk bertemu dengan hubungan linear yang dibentuk oleh peubah bebas.
Halaman empatpuluh tujuh, pikiranku terus menjalar menuju titik abu. Ekspektasi telah berhasil mengukuhkan keandaian dengan sang fana tanpa ada satu badan hukum pun yang menjamin.
“Hidup ini bukan bercerita tentang pencapaian atau bahkan kemenangan, tetapi tentang pemain. Tentang usaha. Tentang mencari tahu.” Aku membaca dengan pelan sebuah kalimat pada buku yang baru saja didapatkan kemarin dari obral besar di dekat stasiun.
“Dan tentang menemukan jawaban.” Ia berseru dari bangku sebelah tak lama kemudian.
Aku tersedak mendengar kalimat yang baru saja ia lontarkan. Cepat-cepat botol merah di atas meja kuminum hingga habis, lalu menghampiri bangkunya dengan wajah penuh rasa ingin tahu.
“Rul, lagi baca buku apa?” Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tak perlu ditanyakan. Ia tidak sedang menyentuh buku satupun. Mejanya bersih dari segala peralatan kuliah.
Bibirnya tersenyum melihat ketertarikanku.
Serang, 15 Oktober 2020.
2 notes
·
View notes
Text
Perasaan apa yang pertama menguasai ikatan hidrogen di sekujur kapilermu saat keluar indomaret lalu menyulut djarum super dan di sebelahmu berdiri seorang perempuan yang leher dan lengannya dipenuhi rajah gambar mawar sampai tengkorak lengkap dengan darah-darahnya. Rambut pirang-cokelat, menggendong bayi perempuan tampaknya diberi pakaian hitam-hitam. Lalu mungkin kerana si perempuan melihatmu bukan tipikal pria yang patuh aturan ditengok dari caramu berpakaian dan rambut berantakan maka ia mengajakmu ngobrol panjang lebar sambil menunggu suaminya menjemput katanya. Selang empatpuluh menitan si suami yang ditunggu akhirnya datang dan tak kalah membuatmu tersedak meski sejenak gara-gara kacamatanya yang tebal, rambutnya yang rapi sekali, kemeja lengannya sedikit ditekuk, postur lumayan kurus-membungkuk, bersih dari kumis jenggot, langsung menyalamimu dan memperkenalkan dirinya begitu sopan(jadi ingat kader-kader omek). Sepaket keluarga yang luar biasa. Fuck off. Back to reality.
1 note
·
View note
Photo
here we go, the first day of upcoming days. . #firstday #newday #brandnewday #haripertama #empatpuluh #forty #beingforty
0 notes
Text
Tumblr sudah kembali. Sayangnya tidak dibarengi dengan kembalinya mood saya untuk menulis. Kehilangan mood menulis atau kehilangan kemampuan mengungkapkan? Yah dua hal yang berkaitan lah. Banyak sekali yang ingin saya ungkapkan setahun belakangan ini. Tapi apa? Saya sampai lupa. Lupa atau sulit mengungkapkan? Yah lagi lagi dua hal itu berkaitan.
Memang, tidak banyak yang berubah dari kehidupan saya setahun belakangan ini. Saya masih tetap single di usia duapuluh sekian, masih mengajar, masih berjerawat, berat badan stabil di angka empatpuluh sekian, masih galau setiap waktu, masih baper setiap saat. Satu-satunya perubahan signifikan mungkin hanya masalah tempat merantau, dulu dimana sekarang pindah lagi kemana.
Jadi sebenarnya akar permasalahan hilangnya mood saya ya itu, seperti tidak ada yang perlu dituliskan dari hari-hari saya.
Ah, quarter life crisis yang nampaknya datang terlambat.
3 notes
·
View notes
Text
Bab Empatpuluh: Hari Buruk
Sementara Jauh di ujung bangsal
Manusia yang tak bertumpu mengais seonggok tandur
Memilah bulir mana yang lebih lentur
Setengah mati mengisi umur.
Mereka hanya tau hari ini, lenyap esokpun tak jadi soal. Diatasnya si rakus berlaga seakan hidup selamanya. Padahal yang abadi hanya senggang yang mereka cipta. Banjingan kami lapar sementara kau tak punya upaya. Sia sia kau berserapah,hari buruk akan selalu ada untuk kami yang tak ada daya.
0 notes
Text
- 1 Menit Sebelum 22 Juni -
Kau hanya cerita lama, tapi sudah dilupakan. Ingat 1 menit lagi umurmu bertambah. Kau akan memulai Dunia barumu, Dunia tanpaku. Di detik pertama kita hanya saling berpandangan tanpa seucap kata. Alunan musik dan gelas yang masih penuh membuat dadamu semakin bertabuh.
Di detik kesepuluh sebelum kau menjauh, kau benamkan kata “Segera Temukan Cinta Sejatimu, yang akan memoles kenangan yang lebih dalam dari ini” Satu kalimat yang membuat Tahunan Waktu yang kupakai untuk menunggu terasa Percuma.
Di detik ke dua puluh Giliranku mendekapmu. “Malam ini biarlah kau jadi milikku” gumamku. Kau hanya menatapku, Seolah Hari esok kita tidak akan pernah bertemu.
Di detik ke tigapuluh, hanya tatapan sayu dariku, menuju pintu gerbang yang akan sebentar lagi kau tutup. Pernah aku mengintip sesekali, tapi sayangnya aku tidak punya kunci.
Di detik ke empatpuluh, saatnya kita bercerita tentang apa yang paling ditakutkan di seluruh dunia ini. Aku bergumam “Aku takut, aku tidak akan pernah sebahagia ini lagi” dan kau menjawab apa ketakutanmu “Menjalani hidup, tapi tidak hidup, penuh ketakutan, takut akan Ekspektasi, takut tidak akan bisa memegangi erat tanganmu” aku menimpali “Jangan menyerah, untuk apa yang kamu perjuangkan. Meski akan terasa sia-sia”.
Di detik kelimapuluh kau menyuruhku menutup mata, agar tidak terasa sakit. Tanpa tetapi, kemudian kita mengucap pisah.
22 Juni, Hidupmu benar-benar berubah. Jalanmu, jalanku. Kau tidak bisa melawan Dunia kembali.
- Fathurlutfi -
0 notes
Photo
Provenance:
Wan Dengah Ben Salih Adilnor, Kuala Terengganu, Malaya, bought in Mecca in 1327 AH / 1909 AD. His note book about the globe etc. written in Classic Malay with Jawi alphabet, Page 1, reads:
“Milik Wan Dengah Ben Salih Adilnor, Kuala Terengganu, sanah 1327 Catatan tentang kurah langit dan gambar-gambar bintang di langit”
(Owned by Wan Dengah Ben Salih Adilnor, Kuala Terengganu, year 1327 AH Notes about a celestial globe and constellations in the sky)
On Page 2-3 reads:
“Kurah langit yang aku beli dari Makkah al-Mukarramah ini, aku belinya dari seorang Hindi dari Rajasthan bersama dengan sebiji kurah langit yang lain, juga lima buah buku Arab tulisan tangan tentang ilmu falak dan hisab. Kurah langit ini dibuat untuk raja negeri Mashhad di Faris, namanya Manuchihr Khan, pada tahun Ghayn Mim Jim. Huruf Ghayn itu bererti seribu, Mim itu bererti empatpuluh, Jim itu bererti tiga, mengikut nilai huruf hijaan Arab. Itu bererti kurah ini dibuat pada tahun 1043, iaitu dah lebih pada tiga ratus tahun. Kurah langit ini dilukis dan diguris dan dihias dengan perak. Adapun perak itu melaksanakan bintang- bintang di langit. Dan gambar-gambar di atas kurah itu bermacam-macam rupa, mengikut apa yang dicatat dalam buku Abdulrahman al-Sufi ….. ”
(This celestial globe, which I bought in Makkah al-Mukarramah, I bought it from an Indian man from Rajasthan, together with another globe and five manuscripts written in Arabic on Astronomy and Mathematics. The globe was made for a ruler of Mashhad in Persia, whose name was Manuchihr Khan, in the year Ghayn Mim Jim. The letter Ghayn is 1000, Mim is forty and Jim is three, according to the values of the Arabic Abjad numerals. This means it was made in 1043, more than three hundred years ago. The celestial globe was drawn, engraved and decorated with silver. The silver dots represent stars in the sky, meanwhile the images on the surface of the globe are various as what have been registered in the book of al-Ṣūfī….)
The following pages are notes about the 48 constellations following by al-Arjūzah, the poetic work on the constellations by Ibn al-Sufi.
1 note
·
View note
Text
2 September 2019
Ini adalah cerita tentang hatimu yang menerima pesan di tengah malam, berujung terjaga hingga nyaris pagi.
Seperti biasa dia membuka dengan salam, dilanjutkan dengan menceritakan harinya yang menyebalkan.
Dia kesal, karena seharusnya ini gilirannya untuk bertanding di pertandingan olah raga, tetapi pada akhirnya ia teringkir di bangku istirahat. Rekannya berubah pikiran di menit akhir. Lucu. Kali ini akhirnya dia merasa kesal karena perubahan keputusan di menit menit akhir.
Padahal itu yang kamu telan dan paksa cerna setiap waktu, di hari hari dimana dia menunda janji denganmu.
Mendahulukan pertemuannya dengan perempuan lain. Tetapi lalu kamu hanya diam beberapa detik, dan tersenyum seraya menenangkan diri sendiri dengan kalimat tidak apa apa. Entah yang kamu hibur itu dia, yang berkali kali minta maaf, atau pikiranmu sendiri yang sudah menanti namun tidak dihampiri.
Dia kesal karena dia harus menjadi pemain cadangan. Persis posisimu saat ini di hidupnya. Orang yang ia hubungi di saat bingung, sedih, marah, dan beberapa lapisan rasa lain, kecuali bahagia. Karena biasanya bahagia itu dia habiskan dengan kekasihnya.
Kamu teratawa mendengarkan ia menggerutu kecil. Lalu kamu mengingat pesan sahabatmu yang lain. Tentang menjaga dirimu sendiri. Diri yang sepertinya ia anggap akan selalu ada menjadi jaring aman saat ia jatuh. Baik karena kesalahan diri sendiri atau memang sedang sial saja.
Kamu mendengarkan lagi cerita selanjutnya. Tentang masalah yang sama yang ia keluhkan bulan bulan sebelumya. Pekerjaan yang tidak membuatnya merasa penuh, tunjangan yang tidak ada naik, kebosanan yang mengusuti kepalanya setiap hari. Dia terbiasa tetap melakukan hal yang ia benci walaupun ia tau itu membunuhnya pelan pelan, pekerjaannya sampah, tetapi ia tidak mengambil keputusan untuk keluar walaupun ia selalu punya kesempatan. Kekasihnya problematik, tetapi ia tidak mengambil tindakan lain selain menurut saat sang kekasih membuat persoalan.
Akan ada pagi dimana ini semula terurai, katamu. Entah kata kata itu memberi hasil atau tidak, ia sedikit banyak tidak peduli.
Rasa rasa yang timbul tenggelam yang memberimu tenaga untuk masih memberi respon dan mengangkat telepon. Kamu tidak tahu ini masih bagian dari rasa atau sedikit iba karena tahu hidupnya sedang lebih abu abu daripada biasanya.
Sesi terakhir itu diisi dengan membahas hal yang tidak mau ia bahas sebelumnya. Akhirnya ia setuju untuk memberi jawaban, atas hal hal yang sebelumnya mebuatmu tidak henti bertanya.
“Aku sampai sini saja ya,” katamu sambil menahan sesak.
Tapi dia menggeleng, tidak mau ini semua usai.
Kamu mencoba percaya. Walaupun kamu tahu, tidak akan ada yang berubah jika sewaktu itu kamu tidak mengirimi pesan singkat duluan.
Walaupun itu akhirnya menceburkan diri kembali ke perairan bernama ‘dia’, yang tidak seorangpun tahu sedalam dan sebahaya apa.
Setelah berusaha dengan sulit untuk berenang ke tepian sebelumnya, akhirnya kamu memilih untuk tenggelam lagi.
Di perairan dalam yang di setiap sudutnya dikeruhi dengan masalah kepercayaan diri, komitmen, dan masalah kecil yang kamu pernah berpikir akan bisa menampung semuanya. Kamu sadar kamu bukan orang yang terbiasa hidup di rawa, sungai, laut, atu muara. Perairan itu membuatmu takut, tidak mengenal apa saja bahaya yang mungkin mengintai. Tidak tahu apakah akan ada arus yang menggulung atau menyeret.
Tapi lagi lagi kamu mengambil risiko dengan menawarkan diri jadi penjaga.
Nekat atau gila. Bahkan keduanya.
Selagi ia bertanya, apa pendapatmu tentangnya, kamu tercekat. Tidak pernah berkespektasi akan menemukan petanyaan yang memaksamu untuk jujur. Akhirnya kamu tujuh per delapan jujur. Mengabaikan debaran yang muncul karena ini itu yang membuncah ingin berebutan keluar.
Kamu kurang lebih bersyukur, bahwa sebagian ganjalan di sudut otakmu sudah keluar. Paling tidak ia tahu bahwa kamu selalu bisa memandangnya dari sudut pandang yang lebih baik.
Malam, atau lebih pantas kita sebut pagi, itu berakhir dengan kalimat terima kasih.
Satu jam empatpuluh menit. Dengan kantung mata dan pening tipis. Kamu harap ia bisa merasa lebih baik setelah ini, juga tidur dengan sedikit tenang.
Kamu tertidur dengan senyum. Bersyukur, lagi.
Pagi ini, kau tahu ini semua sehat untuknya tapi tidak untukmu. Dia mungkin memiliki orang yang menerimanya, tapi tidak bagimu. Dia tidak menerimamu, sekeras apapun kamu telah berusaha.
Hilangnya dirimu pun tidak memberi banyak rasa sedih, mungkin hampir tidak ada. Dia sibuk. Mengejar yang menolaknya. Menggenggam yang menyakitinya. Dan kamu dengan bodohnya masih menunggu, entah berharap di jalur persahabatan atau jalan satunya yang berbatu dan duri. Sempit harapan untuk mendapatkan hati.
Sakit itu kamu sendiri yang buat. Dia hanya menyediakan pisau, tetapi yang mengiris adalah dirimu sendiri. Dan sejujurnya ada pilihan untuk tidak mengoyak kembali luka yang sudah berangsur sembuh.
Tetapi tidak.
Dengan luka luka di tangan, kaki, dan hati, kali ini kamu sadar. ia bukan perairan. Tetapi jurang tebing. Dan sekarang kamu terjun bebas.
0 notes
Text
Aku lelah dengan segala pencapaian tanpa tujuan. Molekul protein yang bertugas sebagai penerima sinyal kimia dari luar sel sepertinya juga turut jemu dalam menginterpretasi. Memalukan. Aku terlalu lemah untuk bertemu dengan hubungan linear yang dibentuk oleh peubah bebas.
Halaman empatpuluh tujuh, pikiranku terus menjalar menuju titik abu. Ekspektasi telah berhasil mengukuhkan keandaian dengan sang fana tanpa ada satu badan hukum pun yang menjamin.
“Hidup ini bukan bercerita tentang pencapaian atau bahkan kemenangan, tetapi tentang pemain. Tentang usaha. Tentang mencari tahu.” Aku membaca dengan pelan sebuah kalimat pada buku yang baru saja didapatkan kemarin dari obral besar di dekat stasiun.
“Dan tentang menemukan jawaban.” Ia berseru dari bangku sebelah tak lama kemudian.
Aku tersedak mendengar kalimat yang baru saja ia lontarkan. Cepat-cepat botol merah di atas meja kuminum hingga habis, lalu menghampiri bangkunya dengan wajah penuh rasa ingin tahu.
“Rul, lagi baca buku apa?” Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tak perlu ditanyakan. Ia tidak sedang menyentuh buku satupun. Mejanya bersih dari segala peralatan kuliah.
Bibirnya tersenyum melihat ketertarikanku.
Serang, 22 Mei 2021
0 notes
Text
Sore Hari dan Teh Leci
Hari kemarin aku bertemu seseorang yang pernah mengisi hatiku, dahulu.
Untuk pertama kalinya dalam 5 tahun, kami bertemu.
Kupikir segalanya akan terkesan garing, karena pada nyatanya kami tak pernah bertatap muka.
Tapi ternyata, sore itu kuhabiskan waktuku dengan cukup menyenangkan.
Dia datang dari jauh untukku, hanya untuk bertemu tatap empatpuluh lima menit denganku.
Tak ada rasa yang kurasakan, tak ada asa yang kutinggalkan.
Kami hanya bersenda gurau menghabiskan waktu.
Sore hampir berakhir, dan dia pergi berlalu.
Segelas teh leci serta senda gurau mengiringi kepergiannya.
0 notes
Photo
Yogyakarta, 06 November 2017 Saat kau ucap kata demi sekata yang terdengat lirih bagi telinga yang tuli. Tubuhmu menjelma menjadi ide dalam ruang pikir, seakan dunia pikiran ini hanya milik kita dan orang lain hanyalah sekawanan penumpang yang riuh dipinggir jalan. Hari ini (05/11) dimana hari berlangsung cepat, sebab rasa telah bermuslihat dengan waktu untuk menikam syubhat guna memastikan kita sedang jatuh cinta secara tak sadar. Sore itu hujan turun begitu lambat, tiap tetesnya berisi keraguan diri untuk mempersempit waktu demi pertemuan diantara kita. Ba'da sholat Ashar tubuhku menahan gigil demi menahan temu denganmu. Aahhh, barangkali terlalu melankoli suasana saat itu, dimana aku takut hujan tak segera reda dan kita gagal bertemu, padahal sudah ku persiapkan tubuhku sejak kemarin lusa (03/11) guna menambal rasa rindu saat kita bertemu. Kapaksa laju motorku sesaat setelah tugas dirumah selesai dan hujan mulai mereda. Kost Larasati dibalik riuhnya jalanan Sapen telah menyimpan sebuah wanita yang sanggup menyimpan ruang rindu. Sekitaran jam empat kala itu, kita menjejal pergi sedikit menerobos awang untuk mencari ruang temu agar kita dapat tertawa lepas. Kau memilih Bukit Bintang sebagai tempat kita tertawa. Kupacu sedikit lampat laju motorku, barangkali sekitaran enampuluh kilometer per jam saat itu. Yahh, kau meminta untuk melambat, agar dapat menikmat waktu yang barangkali sangat jarang kita lakukan bersama. Singkat waktu, walau barangkali tak sesingkat kata dalam menarasikan sebuah cerita kita sampai di tempat tujuan. Sebelum itu, kita menahan gigil dalam guyuran hujan, tuk memilih berhenti di altar masjid di daerah Piyungan, menunggu hujan reda kunimati tiga kali hisapan dalam sebatang rokok dan ternyata hujanpun secepat itu reda. Bukit bintang merupakan sebuah daerah bertempat didataran tinggi sebelah utara Yogyakarta, disana kita dapat melihat berjuta jajar lampu kota, barangkali menikmat senja disini salah satu waktu terindah dikota ini. Sesampainya kita disana, disebelah kiri monumen bukit bintang, dibelakang musholla kita memilih jejer tempat guna menikmat canda. Tawamu yang terasa riuh dalam gigil memberi kehangatan dibalik suhu yang rendah. Simpul senyum dibalik bibir bergincu merah itu selalu memiliki kuasa lebih dalam mengendalikan diri tuk mengucap kata-kata rindu dan sayang. Begitulah, barangkali cinta seperti itu, kau tak bisa membahasakannya dengan sejuta kata. Diantara sebaris tawa dan gemuruh canda menghiasi ruang pertemuan kita saat itu, ditengah waktu itu terdapat banyak orang yang juga bersinggah dan bertemu untuk barangkali ingin memadukasih selayaknya pemuda dijaman now yang gandrung akan kebijaksanaan namun mlarat akan cara pandang. Cerita dan cerita, seakan waktu kita terasa cepat kala itu. Dari sepupumu yang dua bulan tak ada kabar yang nantinya kita coba untuk temui. Cerita dimana egoisme kawan-kawan merusak dinamika keleluargan kita. Ketika kawan-kawan merasa jauh karena berbeda rasa. Cerita tentang esensi dari sebuah hubungan adalah percaya. Yaahhhh, barangkali kata tak mampu untuk menuliskan sebuah susun kisah saat kita berdua saat itu. Barangkali duajam empatpuluh menit kita disana, hujan tak terasa turun dibawah lantai tiga bangunan ini. Kita memaksa beranjak untuk berpindah tempat menuju kosan sepupumu yang tak ada kabar sedari dua bulan yang lalu. Setetes demi setetes air turun dari langit, sedikit melambat. Laju motorku tetap sama, lambat. Menikmat malam dengan gerimis hujan barangkali waktu paling romantis yang pernah kurasa. Aahhhh, sunggguh, tentangmu Nand, selalu mempunyai ruang paling indah dalam sisi dominan dikepala. Kosan sepupumu kosong dan kita memilih beranjak untuk menikmat tempat lain dikota ini. Seafood 99, rumah makan masakan laut didaerah Gendeng adalah tempat ketiga yang kita kehendakin singgah hari ini (05/11). Semoga kau tau maksud disetiap kita makan, tak pernah ku memilih selain sama denganmu. Sebab harapku pada semoga, disuatu saat nanti kita akan selalu sama dalam memakan apapun itu dihunian milik kita secara bersama. Waktu berputar begitu cepat hingga menghimpit diri untuk mengakhiri sebuah pertemuan. Kuantar kau pulang ditempat biasanya, didepan SD Sapen, disamping kanan gerobak Capcin. Kau ucap kata terakhir yang jarang kau ucup. "Aku sayang kamu, Din." Setelah itu kita berpisah demi pertemuan dikemudian hari, semoga.
0 notes
Text
🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 06 Shafar 1439 H / 26 Oktober 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Hadits Arba’in Nawawī
🔊 Muqaddimah Dan Hadits Pertama Bagian 04 dari 07
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-HaditsArbainNawawi-0104
-----------------------------------
*MUQADDIMAH DAN HADĪTS PERTAMA (BAGIAN 4 DARI 7)*
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وأعوانه
Kita mulai membahas hadīts-hadīts dari 'Arbain Nawawiyyah yang ditulis oleh Imām Nawawi rahimahullāh, yang berjumlah 42 hadīts, namun dikenal dengan 40 hadīts.
Karena demikian kebiasaan orang-orang Arab kalau ada lebih sedikit atau kurang sedikit mereka menyebutnya dengan mengenapkan. Empat puluh dua mereka katakan empat puluh, tigapulih delapanpun mereka katakan empatpuluh.
Jadi yang sebenarnya bukan 40 hadīts akan tetapi 42 hadīts.
Asal dari 42 hadīts ini adalah 26 hadīts yang disampaikan oleh Imām Abū 'Amr Ibnu Shālah rahimahullāhu Ta'āla.
Beliau memiliki majelis dan beliau menyampaikan 26 hadīts yang 26 hadīts tersebut adalah "alayha maa darul Islām" yaitu agama Islām berkisar pada 26 hadīts ini.
Artinya hadīts-hadīts yang singkat tetapi mengandung makna yang sangat dalam, dalam berbagai macam bidang agama yang dikumpulkan oleh Imām Ibnu Shālah rahimahullāh.
Ternyata Imām Nawawi rahimahullāh menyempurnakan, ditambah oleh Imām Nawawi rahimahullāh menjadi 42 hadīts, hadīts-hadīts yang mengandung makna-makna yang dalam yang termasuk dari "jawāmiul kalim".
Setelah Imām Nawawi menulis 42 hadīts sebagian ulamā memprotes, mereka mengatakan masih ada hadīts-hadīts yang maknanya sangat dalam, kenapa tidak disebutkan oleh Imām Nawawi rahimahullāh?
Oleh karenanya disempurnakan lagi oleh Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullāh sehingga menjadi 50 hadīts (ditambah 8 hadīts), yang mana 50 hadīts tersebut seluruhnya hadīts-hadīts yang lafazhnya singkat namun maknanya sangat dalam (bukan sembarang hadīts).
Hadīts yang pertama adalah hadīts yang dikenal dengan hadīts niat.
Yaitu hadīts yang diriwayatkan Imām Al Bukhāri dan Imām Muslim dalam Shālih mereka, dari shahābat 'Umar bin Khaththāb radhiyallāhu 'anhu.
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِيءٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى الله وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٌ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ )). رَوَاهُ إِمَامَا الْمُحَدِّثَيْنِ : أَبُوْ عَبْدِ الله مُحَمَّدِ بْنِ إِسْمَاعِيْلَ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ الْمُغِيْرَةِ بْنِ بَرْدِزْبَةِ الْبُخَارِيْ ، وَأَبُوْ الْحُسَيْنِ مُسْلِمُ بْنُ الْحَجَّاجِ بْنِ مُسْلِمِ الْقُشَيْرِيُّ اَلنَّيْسَابُوْرِيُّ فِيْ صَحِيْحَيْهِمَا اللَّذَيْنِ هُمَا أَصَحُّ الْكُتُبِ الْمُصَنَّفَةِ .
_Dari Amīrul Mukminīn Abū Hafshah 'Umar bin Khaththāb radhiyallāhu 'anhu berkata: Saya mendengar Rasūlullāh ﷺ bersabda:_
_"Sesungguhnya amalan-amalan-amalan berdasarkan niat-niat dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allāh dan rasūl-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allāh dan rasūl-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin dia raih atau karena wanita yang ingin dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan."_
(Hadīts riwayat Muslim nomor 1907)
Kata Imām Nawawi rahimahullāh, hadīts ini diriwayatkan oleh dua imām hadīts, yaitu:
⑴ Abū 'Abdillāh Muhammad bin Ismāil bin Ibrāhīm bin Mughīrah bin Bardizbah Al Bukhāri.
⑵ Abū Husaīn Muslim bin Hajjāj bin Muslim Al Qusyaīriy An Naisāburiy
Di dalam kitāb Shahīh mereka, yaitu Imām Bukhāri di Shahīh Bukhāri dan Imām Muslim di Shahīh Muslim.
Kemudian kata Imām Nawawi rahimahullāh, bahwa kitāb ini adalah kitāb yang paling shahīh yang pernah ditulis. Karena kedua imām ini (Bukhāri dan Muslim) mempersyaratkan tidaklah mereka menulis hadīts-hadīts dalam kitāb mereka kecuali hadīts-hadīts yang shahīh. Adapun hadīts-hadīts yang dhāif tidak mereka masukan.
Berbeda dengan kitāb-kitāb yang lain, seperti kitāb:
√ Sunan Abū Dāwūd
√ Sunan At Tirmidzi
√ Sunan An Nasāi'
√ Sunan Ibnu Mājah
√ Musnad Imām Ahmad.
Hadīts-hadītsnya bercampur antara hadīts-hadīts shahīh dan hadīts dhāif.
Mereka tidak mempersyaratkan hadīts-hadīts yang shahīh.
Berbeda dengan shahīh Bukhāri dan shahīh Muslim, kedua imām ini tatkala menulis 2 buku mereka (Shahīh Bukhāri dan Shahīh Muslim) mereka berdua mempersyaratkan hadīts-hadīts yang mereka sebutkan dalam kedua kitābnya harus hadīts-hadīts yang shahīh.
Hadīts:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ .......
_"Sesungguhnya amalan-amalan tergantung berdasarkan niat-niatnya."_
Hadīts ini adalah hadīts yang disepakati oleh para ulamā merupakan hadīts yang berkisar kepadanya Islām.
Bahkan diriwayatkan oleh Imām As Syāfi'i, beliau mengatakan hadīts ini "tsulutsul Islām" yaitu sepertiga dari agama.
Bahkan 'Abdurrahman bin Mahdi rahimahullāh Ta'āla mengatakan:
لو صنفت الأبواب لجعلت حذيث عمر بن الخطاب [ إنما الأعمال بالنيات] في كل باب
_"Kalau saya menulis bab-bab agama maka saya akan menjadikan hadīts ini ( إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ) disetiap bab."_
Kita tahu bahwasanya para ulamā dahulu menukis bab-bab fiqih bab thaharah, bab shalāt, bab puasa, bab haji dan lainnya.
Kata Aburrahman bin Mahdi rahimahullāh saya ingin setiap bab, saya tulis hadīts ini (إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ).
Kenapa?
Karena hadīts ini sangat penting dan berkaitan dengan bab-bab.
Bahkan Imām Syāfi'i mengatakan hadīts ini berkaitan dengan 70 bab fiqih. Setiap bab perlu hadīts ini ( إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ).
Demikian juga diriwayatkan dari Imām Ahmad rahimahullāh, beliau menyatakan bahwasannya, Islām ini berkisar kepada tiga hadīts, yaitu:
⑴ Hadīts pertama adalah hadīts ini:
0 notes
Text
Seribu Lilin Dan Kepala Yang Meleleh
Seribu Lilin Dan Kepala Yang Meleleh
Seribu lilin dan empatratus empatpuluh sisanya habis kubakar saat kau keluhkan gelap demi nyanyian rindumu sambil mendustakan terang hingga habis lelehnya dan tak ku ingat lagi seperti apa wajahmu[ ]
Source: Seribu Lilin Dan Kepala Yang Meleleh
View On WordPress
0 notes