#dienarsky
Explore tagged Tumblr posts
Text
31/365*2023 - Tentang Hujan (25)
Hujan turun begitu derasnya. Aku, Farah dan Kamal masih terjebak di kantor klien. Kita juga tidak membawa kendaraan. Kita datang ke kantor klien diantar mobil kantor yang kebetulan akan menjemput pak bos dekat tempat kita rapat. Rencananya kita pulang menggunakan taksi online, tapi seperti biasa, sedikit lebih sulit menemukan driver ketika hari hujan.
"Mau nunggu bentar atau nekat nih jalan ke shelter busway?" Tanya Kamal.
"Kalo liat dari awannya gelap merata, kayanya sih bakal lama hujannya. Kalo mau stay di sini dulu aku buka laptop lagi nih."
"Aku juga deh." Lanjut Farah.
"Oke kita tunggu dulu ya kalo gitu, semoga segera mereda." Kata Kamal
Seperti dejavu. Kata-kata yang keluar dari mulutku tak lain adalah kalimat yang pernah di lontarkan Dienar saat itu. Argh!!! Ingatanku akan hujan kenapa sangat melekat denganmu Dienarsky. Maafkan aku yang masih saja mengusikmu dengan menyebut namamu di fikiranku.
2 notes
·
View notes
Text
28/365*2023 - Tentang Hujan (22)
Tepat hari ke lima belas aku di rumah sakit, akhirnya boleh pulang juga. Bukan hanya aku yang lelah, tapi orang tuaku juga adik-adikku. Tersisa waktu satu minggu untukku recovery pasca di rawat, sebelum beraktifitas kembali di sekolah. Di saat itu juga beberapa teman yang mengenalku berkunjung datang ke rumah. Termasuk rekan bisnis orang tuaku datang menjenguk. Bahkan bisa di bilang dari semenjak di rumah sakit, lebih banyak teman orang tuaku yang silih berganti menjenguk, dibandingkan teman-temanku.
Kalender memasuki awal bulan Februari, tahun pun telah berganti. Masih di musim penghujan yang bergerak ke pancaroba. Kehidupan anak kelas XI resmi di mulai. Begitupun hari-hariku bersama Dienar kembali bersemi.
"Hay Alikaaaaaaaaa, akhirnya kita sekelas." Dengan girangnya aku langsung peluk Alika.
"Minggir deh Rain, gausah lebay."
"Kok gitu siiihhh, Mahiraaaa hay!! kita sekelas lagi loh."
"Yayaya."
"Dih kalian gak ada yang bahagia apa sekelas sama akuuu."
"Gue bahagia Rain." Jawab Putra.
"Gak nanya lu Putra Ramadhansyah."
"Hello Rainaaaaaa, sayang banget ya kita gak bisa sekelas." Dienar tiba-tiba bergabung.
"Uuuhhhhh kasian." Ejek Alika dan Mahira.
"Pindah jurusan bisa kali Di." Kata Putra.
"Gak ah, entar lo lo semua iri sama kita." Jawab Dienar.
"Hueeeekkkkkk.. yuk Rain masuk kelas, jam pertama ibu guru killer." Ajak Alika.
"Pinjem dulu ya Di Rainanya." Sambung Mahira.
"Okay nitip jagain yaaa. Rain baca chat aku."
Alika adalah teman satu kelompokku saat MOS, kita satu jurusan. Selain Mahira dan Putra, Alika juga cukup dekat denganku selama ini. Meskipun kita tidak sekelas sebelumnya, tapi kita tetap bermain bersama setiap ada kesempatan. Pun dia juga tahu ceritaku bersama Dienar.
5 notes
·
View notes
Text
27/365*2023 - Tentang Hujan (21)
Mahira dan Putra masih menemaniku di kamar rumah sakit. Ayahku sedang bekerja. Ibuku sedang pulang ke rumah sebentar untuk memantau adik-adikku.
"Ma, Ma, tolong bacain pesan yang ini dong. Eh entar deh, bantuin gue dulu, pengen pipis nih."
Tok tok tok. Putra membukakan pintu kamarku. Sedangkan Mahira baru saja membantuku yang ingin pergi ke toilet. Dari kamar mandi terdengar suara Putra dan Mahira berbisik-bisik.
"Siapa Ma yang datang? Put? Kok jadi pada diem sih kalian."
Setelah selesai, ku buka pintu kamar mandi dengan cepat karena penasaran.
"Hallo Rain. Long time no see."
Dienar!!! Dienar berdiri tepat di samping kamar mandi. Segera dia membantu membawakan infus yang masih terhubung ke tanganku. Aku tak tahu kemana perginya Mahira dan Putra. Dan lagi kenapa ibukku lama sekali di rumah. Biasanya ada tanteku yang gantian berjaga, tapi karena ada Mahira dan Putra, aku dititipkan ke mereka. Eh, malah mereka kabur.
"Sandarannya mau di tinggikan lagi?"
"Boleh, makasih.. oh iya, maaf ya waktu itu aku terbawa emosi."
"Aku yang minta maaf karena udah buat kamu sedih. Dan taraaaaaa semoga kamu suka.
"Dienar please, don't make me like you more."
"Jadi kamu gak suka?"
"Suka, suka banget." Jawabku lirih.
"Hey kenapa nangis?"
"Kamu nyebelin."
"Iya tau kemaren aku salah, sekarang mau baikan gak sama aku?"
"Gak, tapi makasih loh novelya."
"Raina?"
"Iyaaaa iyaaa, baikan."
Hadiah selanjutnya dari Dienar. Novel seri ke empat The Maze Runner yang berjudul The Kill Order karya James Dashner. Si paling tahu memang aku sedang suka sama apa. ❤️
3 notes
·
View notes
Text
25/365*2023 - Tentang Hujan (19)
Sesampainya di rumah, orang tuaku memberikan beberapa petuah panjang kali lebar. Aku hanya bisa menyimak dan memahami kekhawatiran mereka. Memang salahku tak makan dengan benar belakangan ini serta adanya pikiran-pikiran yang membuatku stress tanpa disadari. Begitulah hingga badanku melemah.
Libur sekolah masih berlangsung selama satu bulan ke depan. Namun setelah pulang dari rumah Mahira ternyata aku demam tinggi. Empat hari berlalu, suhu tubuhku tak kunjung turun. Akhirnya dibawalah aku ke UGD dan harus dirawat inap.
Kata dokter, aku terinfeksi virus demam berdarah serta lambungku kembali bermasalah cukup parah. Aku hanya bisa pasrah merelakan liburan sekolah kali ini bersama dokter ganteng dan perawat cantik.
Satu minggu berlalu, aku hanya berbaring. Setiap hari mendapatkan kunjungan dokter 2 kali, pagi dan malam. Setiap hari juga suster bersama jarum suntik pengambil darahnya hadir meninggalkan luka di jalur nadiku untuk memantau perkembangan si trombosit.
Belum lagi suntikan-suntikan yang dimasukkan lewat infus. Dalam sehari mungkin bisa 2-3 kali. Aku tak mengerti juga obat apa yang sedang diberikan. Tubuhku hanya merasakan ngilu di sendi-sendi tulang dan entahlah, aku merasa sangat tak berdaya.
Bersamaan dengan itu, aku sama sekali tak memegang ponsel selama sakit. Tak tahu kabar di luar sana seperti apa, termasuk kabar Dienar. Saat ini yang ku fikirkan adalah cepat sembuh. Aku terlalu rindu untuk beraktifitas kesana kemari seperti biasa.
2 notes
·
View notes
Text
23/365*2023 - Tentang Hujan (17)
Setelah semuanya kemarin lebih jelas, aku pulang ke rumah sendiri. Dienar sempat menawarkan diri untuk mengantar, tapi aku menolak. Masih ada hati yang harus direlakan. Masih ada mata yang tak pandai menyembunyikan perasaan. Dan masih ada harapan yang belum siap dipatahkan. Selain itu, lagu yang dia kirimkan, lirik-liriknya membuatku sedikit tertampar bahwa menaruh asa pada manusia dapat berpeluang menimbulkan kecewa.
Pagi ini hari ketiga libur sekolah. Namun aku bersama Mahira dan Putra masih harus menyelesaikan ujian bahasa Inggris di bimbel. Kita mengambil kelas speaking, itu kenapa ujiannya dilaksanakan setelah ujian sekolah. Kata guru bimbelnya biar tidak mengganggu pelajaran pokok yang di ujikan di sekolah.
Memasuki siang hari ditengah-tengah ujian, tiba-tiba perutku terasa begitu sakit, dadaku terasa sedikit nyeri. Aku izin keluar dan duduk di sofa lobby. Kaki ku angkat menekuk sampai menyentuh dagu. Sakit sekali sampai tak bisa bergerak ataupun berdiri. Tak lama kemudian Putra dan Mahira ikut menghampiri. Putra terlihat mulai panik. Mahira dengan sigap memberiku air putih dan mengambilkan obat di tasku.
15 menit berlalu tapi sakitku tak kunjung mereda. Mau ku telfon orang tuaku, tapi mereka dan adik-adikku sedang berada di luar kota. Di rumah aku sedang sendirian. Mahira juga tahu akan hal itu. Di sisi lain keringat dingin mulai memenuhi sekujur tubuhku.
"Putra, ayok tolong anterin ke rumahku. Aku izin ke Bu Tari dulu ya, kalo kita mau antar Raina." Kata Mahira.
"Gak ke rumah sakit aja?"
Suara mereka terdengar mulai samar. Sepertinya aku pingsan atau tertidur gegara obat yang ku minum. Lalu saat malam aku terbangun sudah terbaring di ranjang kamar Mahira dan ada mamah Mahira juga.
"Gimana Rain keadaannya? Masih sakit?"
"Enggak tante, udah better, maaf ya tan jadi ngerepotin."
"Enggak kok, malam ini nginep di sini aja ya. Di rumah lagi gak ada orang kan?"
"Iya tan makasih."
2 notes
·
View notes
Text
18/365*2023 - Tentang Hujan (12)
Sore ini aku ada jadwal les di bimbel. Putra mengajakku berangkat bareng karena Mahira sedang sakit. Kebetulan juga rumahku dekat dengan Leoni yang mana Leoni adalah pacar Putra dari SMP. Leoni tidak ikut bimbel namun sebelum les mereka mau main dulu. Putra menjemputku setelah mengantar Leoni pulang. Jadi ku iyakan ajakan Putra.
"Tumben lo bawa mobil. Emang udah lancar?"
"Udah dong, barusan main sama Leoni aman kok. Tenang. Ini SIM gue."
"Baguslah, pas banget ini mulai gerimis."
Namun yang terjadi di jalanan adalah Putra malah unjuk gigi dengan kecepatan yang buatku jantungan. Bahkan saat 20 meter menuju perempatan dengan lampu aba-aba kuning siap berganti ke merah, dia semakin tegas menginjak gas bukannya rem. Dan saat parkir, dia menabrak dinding pembatas. Sudahlah sampai tempat bimbel dengan selamat saja aku sangat bersyukur.
Setelah bimbel selesai aku bilang ke Rezky, mau ikut nebeng pulang dengannya. Rezky juga berangkat dengan mobil dan hanya bersama Bagas. Pikirku masih banyak ruang tersedia. Rezky mengizinkan dengan syarat aku duduk di belakang. Tak apa aku setuju. Lagian ngapain juga aku duduk di depan. Tapi saat ku lihat di parkiran mobil yang dibawanya adalah mobil pikap atau bak terbuka. Tertawalah dengan puasnya mereka semua.
"Hahahhahahaha gimana rain, mau jadi ikut?" Tanya Rezky.
"Keseeeelllll!!! Bagas, lo gamau ngalah sama gue? Lo aja sana yang ikut Putra." Jawabku.
"Dih gamau gue nganterin Bagas jauh, gak searah juga." Putra menyela.
"Udahlah Rain, lo ikut Putra lagi aja sana." Kata Bagas sambil masih menahan tawa.
"Rainaaaaa!!! Sama aku aja yok."
Terdengar suara teriakan dari seberang parkiran. Kita semua menoleh ke arahnya. Sesosok manusia yang ku kenal sedang melambaikan tangan dengan gaya khasnya sambil tersenyum. Terlihat sama gagahnya meski dengan setelan jas hujan, helm merah yang membalut kepalanya dan motor Satria FU miliknya. Yes, dialah Dienarsky. Ternyata Mahira yang memberi tahu Dienar kalo aku hampir masuk rumah sakit gara-gara Putra.
3 notes
·
View notes
Text
30/365*2023 - Tentang Hujan (24)
7 tahun kemudian.
Eh Rain, kalo begini sih kita gak perlu ikutan rapatnya juga bisa.
Kak Rain, ini rapat apa?? mereka ngomong apa?? Kok aku gak ngerti ya hahaha.
Tring.. tring.. Tiba-tiba dua notifikasi masuk di layar laptopku dan menyadarkanku. Pesan dari teman kerja yang duduk tepat di samping kanan (Farah) dan kiriku (Kamal). Kita sedang menghadiri sebuah rapat di kantor klien. Namun sedari tadi fikiranku melayang teringat kisahku dengan Dienarsky. Ini semua gara-gara Alika. Kantukku pun menjadi hilang.
Paham kan? Kalo ada dua pas foto bersanding dengan latar background warna biru itu tandanya apa? Foto laki-laki nya adalah Dienarsky sedangkan foto perempuannya? Ah sudahlah.
Yang pasti aku ikut bahagia dengan kabar yang baru ku terima, tapi tak dipungkiri ingatan tentangnya masih tersimpan rapi di memory otakku.
"Siapa itu kak?" Bisik Farah, sambil menunjuk ke layar laptopku.
"Temen." Jawabku pelan.
"Mantan? Sabar yah." Sambung Kamal.
Rapatpun selesai pukul 16.30. Kita berpamitan dan turun menuju lobi menggunakan lift. Aku berjalan dengan masih mencerna kabar Dienar yang sedikit mengejutkan. 7 tahun tak ada kabar, sekalinya hadir menyapa dengan berita yang begitu menggembirakan, sampai air mataku ingin rasanya ikut menetes.
"Rain bawa payung?" Tanya Kamal.
"Hah?"
"Bawa payung gak kak? Kurang 1 ini." Ulang Farah.
"Eh iya ada di tas, bentar."
Hujan kembali membasahi tanah di akhir bulan Januari tahun ini. Lagi-lagi hujan membersamai kehadiranmu. Namun kali ini aku harus benar-benar merelakanmu pergi bersama air yang jatuh ke tanah dan kelak menguap ke angkasa menyapa pelangi. Dengan begitu setelah hujan reda, aku dapat melangkah lebih ringan.
0 notes
Text
29/365*2023 - Tentang Hujan (23)
Pagi yang cerah mengawali hari ini. Aku, Mahira, dan Alika sedang di kantin sambil menikmati makan siang masing-masing. Lalu Putra datang menghampiri kita.
Putra : "Hay gengs, dah kelas 11 aja nih. Kalian mau magang dimana? Ohya nih pesenan tuan putri Raina dari pangeran Dienar."
Raina : "Eh lo ketemu Dienar dimana? Kenapa gak dia sendiri sih yang kesini."
Putra : "Mau main basket dia."
Raina : "Dih segala aja diikutin, heran."
Mahira : "Yaudah sih Rain, harusnya tuh lo support bukannya sewot."
Raina : "Lo kenapa sih belain terus?"
Mahira : "Hey!!! Masih curiga?"
Alika : "Stop. Apasih kalian. Gue mau magang di Bali put."
Sela Alika melerai aku dan Mahira yang tiba-tiba berdebat tidak jelas.
Putra : "Serius lo mau di Bali? Jauh amat."
Alika : "Biar gue bisa tenang dari 2 manusia ini." (Sambil menunjuk ke arahku dan Mahira)
Putra : "Hahahaha baguuuussss, kalo gue kayaknya mau ke Bandung aja deh yang deket."
Raina : "Serius put? Gue juga berencana kesana."
Putra : "Iyalah, gue udah isi form pendaftarannya tadi."
Raina : "Okedeh gue juga isi sekarang."
Putra : "Eh lo gak nanya Dienar dulu dia mau dimana?"
Raina : "Biarlah dia udah gede."
Alika : "Lo sama Dienar lagi berantem?"
Mahira yang akhirnya memilih melanjutkan makannya setelah tadi berdebat denganku, seketika itu tersedak.
Alika : "Ma? Pelan-pelan, nih minum dulu."
Mataku tanpa sadar menatap sinis ke arah Mahira. Kenapa sih dia, aneh banget belakangan. Fikiranku dipenuhi berbagai tanda tanya antara Mahira dan Dienarsky. Tanpa mereka sadari aku sering melihat mereka bersama ke arah perpustakaan. Salahku tak pernah menanyakan ke mereka berdua dan terus berasumsi sendiri, bahkan sampai detik ini. Hanya terus "berusaha" berpositive thinking mereka sedang ada project bersama. Tak dipungkiri mereka tergabung dalam club beasiswa, jadi sesekali diminta untuk menjadi panitia pada event tertentu, atau diminta untuk mengikuti perlombaan baik yang bersifat akademis maupun non akademis. Dienar pun tak bercerita apapun. Entahlah.
0 notes
Text
26/365*2023 - Tentang Hujan (20)
"Hay Rain, how's your feeling today?" Tanya Mahira.
"I don't know Ma. I just feelI helpless. Hay Puuuut. Thanks ya." Jawabku.
"No problem. Get well soon Rain. I know the story between you and Dienar. Take your time dear." Kata Putra.
"It's okay if you still want to cry or angry. Don't hold back. Get all your emotions out. That way positive energy will make your body's immune increase." Sebuah quotes dari Mahira.
Mahira dan Putra datang berkunjung ke rumah sakit. Aku senang akhirnya aku bisa sedikit mendengar kehebohan dunia luar. Meski sedang libur sekolah, ada saja kebodohan yang dilakukan teman-teman kelasku. Tawaku sedikit demi sedikit kembali. Kondisiku pun semakin membaik. Sudah dua minggu aku menghabiskan waktu libur sekolah di rumah sakit. Harusnya sebentar lagi bisa pulang ke rumah.
Selagi masih ada mereka, aku meminta tolong Mahira untuk mengambilkan ponselku. Sepertinya aku sudah cukup mampu berinteraksi lagi dengannya. Kemarin-kemarin bukan karena Dienar aku menjauh dari ponsel, tapi lebih karena dayaku habis untuk berdamai dengan para virus yang menyerang tubuhku.
Ku baca satu persatu pesan yang masuk di grup yang aku ikuti. Diawal pesan banyak yang mengucapkan dan menyemangatiku untuk cepat sembuh. Selebihnya tentang update kehidupan mereka. Sampai suatu ketika mataku tertuju pada satu pesan personal dengan nama kontak, Dienarsky.
"Ma, Ma, tolong bacain pesan yang ini dong."
Aku masih sedikit trauma.
1 note
·
View note
Text
24/365*2023 - Tentang Hujan (18)
Pagi harinya sudah tak terasa sakit. Aku sarapan dan bebersih diri di rumah Mahira. Bukan hanya sekali ini aku menginap di rumah Mahira. Sebelumnya pernah beberapa kali karena seringnya mengerjakan tugas sekolah hingga cukup larut malam. Sedangkan rumah Mahira sangat dekat dengan sekolah kita. Jadi aku sudah meninggalkan beberapa baju di rumahnya untuk jaga-jaga.
"Udah enakan Rain?"
Sapa Putra dan Bagas. Mereka datang berkunjung ke rumah Mahira sambil membawa es krim. Yup, mereka tahu aku penyuka es krim.
"Santai aja bro, udah seger sekarang, liat kan?"
"Gausah aneh-aneh. Kemaren pagi juga gitu, eh taunya siang tumbang."
"Akting aja itu biar kelas cepet bubar hahahhaha."
"Gila lu ye."
Dari berbincang-bincang dengan mereka, aku baru tahu bahwa kemarin mamah Mahira sempat memanggil dokter di dekat rumahnya untuk mengecek kondisiku.
Baik Mahira dan keluarganya terasa sangat menyayangiku. Mereka selalu sigap membantuku. Pernah dulu ketika aku dan Mahira pergi ke luar kota untuk kunjungan ke salah satu Universitas, pulangnya kita naik kereta. Hari itu orang tuaku tidak bisa menjemput di stasiun. Akhirnya orang tua Mahira lah yang mengantarku pulang ke rumah. Sungguh tak ada alasan, tak ada celah untuk membencinya. Begitu bodoh kalau aku sampai mencurigai Mahira. Memang pikiranku saja yang sedang tidak sehat.
Beberapa menit kemudian orang tuaku datang menjemput. Sepertinya mamah Mahira yang memberi kabar. Orang tuaku dan orang tua Mahira mejadi dekat karena interaksi anak-anaknya. Terlebih, aku yang sering merepotkan.
"Maaf ya jeng, anakku berulah lagi. Makasih dah di rawat kemaren."
"Ah enggak kok, jangan sungkan. Raina sehat-sehat ya."
"Iya tante makasih. Raina pamit dulu. Bye guuuuys. Thanks yaaa."
1 note
·
View note
Text
22/365*2023 - Tentang Hujan (16)
Dert.. dert.. dert.. Ponselku bergetar. Sebuah pesan voice note dari Dienar. Aku sedikit ragu untuk memutar apa isi pesannya. Dengan didasari rasa penasaran akhirnya aku klik icon play.
Wah. Terdengar suara gitar menyapa. Gawat.
Dan...
Dan bila esok datang kembali
Seperti sedia kala
Di mana kau bisa bercanda
Dan..
Perlahan kau pun lupakan aku
Mimpi burukmu
Di mana telah kutancapkan duri tajam
Kau pun menangis, menangis sedih
Maafkan aku
Dan...
Bukan maksudku, bukan inginku
Melukaimu
Sadarkah kau di sini ku pun terluka
Melupakanmu, menepikanmu
Maafkan aku
Lupakanlah saja diriku
Bila itu bisa membuatmu
Kembali bersinar dan berpijar
Seperti dulu kala
Caci-maki saja diriku
Bila itu bisa membuatmu
Kembali bersinar dan berpijar
Seperti dulu kala
Lisannya memang tak pernah salah ketika sedang bermelodi, begitu indah dan halus. Apalagi ditemani gitar favoritnya. Suaranya sedikit mirip dengan bang Felix saat menyanyikan ulang (cover version) lagu ini. Sheila on 7 yang berjudul DAN.
youtube
0 notes
Text
21/365*2023 - Tentang Hujan (15)
"Kamu masih mikir kalo selama ini kamu hanya jadi beban buatku? Aku ada di sini sekarang, terus kamu mau pergi gitu aja?"
Wajahku kembali tertunduk dan sesekali terisak. Hari dimana akhirnya aku mengajak Dienar berbicara di taman dekat sekolah.
"Kata Mahira nilaimu turun setelah kamu kenal aku, sering main sama aku. Dan aku gak mau begitu. Bahkan sekarang kamu nangis di depan aku. Bukan ini yang ingin ku liat. Dari awal masa orientasi siswa (MOS) kamu orang yang periang."
"Lagi-lagi kata Mahira. Jadi Sa yang waktu itu bener Mahira Annisa?"
"Iya."
"Terus yang waktu itu kata Putra di Pangrenan Park juga sama Mahira?"
"Iya."
"Kenapa????" Tanyaku lirih.
"Karena kita barter informasi. Kamu tau kan kalo Mahira pengen deket sama Bagas? Ya sama aku juga begitu."
"Kalo gitu ajarin aku. Biar nilaiku juga bagus kaya kamu yang masuk peringkat 10 besar. Kenapa bukan pilihan itu yang kamu buat?"
"Aku gak mau kamu terus bergantung sama aku, kalo suatu saat aku gak di kota ini lagi, kamu harus bisa bertahan."
"Emang kamu mau kemana?"
"Sekarang masih di sini."
"Terus berencana pindah sekolah?"
"Enggak, tapi bisa jadi, karena pekerjaan ayahku....."
"Oke aku akan perbaiki nilaiku sendiri, aku akan buktiin. Tapi kalo kamu nyuruh aku buat ngehapus semua memory tentangmu? Maaf aku gak bisa. Dan aku sekarang bisa sangat menyukai hujan bahkan disaat badainya karena kamu yang membuatku menyukainya. Jadi, gimana bisa aku lupa gitu aja? Sedangkan sekarang musim penghujan."
"Maaf. Maafin aku ya Raina. I really like you but......"
"I wouldn't expect more again. Thanks."
1 note
·
View note
Text
20/365*2023 - Tentang Hujan (14)
Ujian berlangsung dengan cepat. Akhirnya bisa ku selesaikan semua soal-soalnya dengan baik. Meskipun aku tahu hasilnya masih banyak yang kurang maksimal. Aku benar-benar harus lebih ekstra kalau ingin lulus dari sekolah ini.
Dua minggu pelaksanaan ujian, dua minggu juga berlalu kembali tanpa kabar dari Dienar. Kita sedang berada di rutenya masing-masing. Ada tanggung jawab yang harus dipenuhi. Terlebih Dienar seorang perantau. Rumahnya jauh di seberang pulau. Aku menghargai itu.
Hari ini Mahira mengajakku makan siang di tempat favorite kita sebagai perayaan telah berakhirnya ujian. Tak banyak menu yang disajikan di sana, hanya saja rasanya begitu enak dinikmati lidah. Kita memesan menu seperti biasa. Setelah makanan datang, aku sudah tak sabar untuk menyantapnya. Sesuap, dua suap, tiga suap pertama rasanya masih nikmat.
Sambil makan, aku sedikit berbincang dengan Mahira tentang kekonyolan-kekonyolan ujian kemarin. Tiba-tiba ponselku bergetar. Pesan dari Dienar. Tanpa pikir panjang langsung ku buka.
Raina, maafin aku ya selama ini udah gangguin kamu. Anggap aja itu semua gak penting dan gak pernah ada. Aku cuma gak pengen jadi beban buat kamu, gak pengen buat kamu sedih. Jadi mulai sekarang anggap aja kamu gak kenal aku kaya dulu lagi. Kembalilah jadi dirimu yang selalu happy. Thanks for everything.
Seketika itu perutku terasa begitu mual. Aku memang memiliki riwayat GERD. Dan seringkali dari pikiran yang menjadi pemicu paling cepat melemahkan sfingter esofagus atau otot-otot pembatas antara kerongkongan dan lambung sehingga menyebabkan refluks (aliran balik) atau naiknya isi dan asam lambung ke saluran esofagus (kerongkongan).
Aku lari ke toilet. Makanan enakku keluar semua. Diikuti air mata yang tanpa sadar mengalir membasahi pipi.
1 note
·
View note
Text
19/365*2023 - Tentang Hujan (13)
"Mau mampir dulu gak?"
"Makasih, lain kali aja. Keburu hujannya makin deras dan udah malam juga."
"Oke makasih ya, hati-hati."
"Sip, see you. Ohya ini ada donat, semoga gak basah. Good luck for the exam."
Sebelum les jantungku berdegup kencang karena ulah Putra. Kini setelah les jantungku kembali berdegup bahkan lebih kencang karena Dienar.
Selama di perjalanan pulang ke rumah kita hanya terdiam. Bagaimana mau saling bercerita, hujan lebih dulu mengencangkan suara rintiknya. Ditambah dengan nyanyian dari para petir yang terlihat sedang berpesta di angkasa. Aku hanya berharap kita segera sampai rumah masing-masing. Menghangatkan diri dengan secangkir teh ditemani kudapan ringan yang manis.
Keesokan harinya aku berencana ke kelas Dienar untuk mengembalikan jas hujan semalam. Tak hanya itu, ku buatku bekal untuk makan siangnya sebagai ucapan terima kasih.
Sebelum ke kelas Dienar, aku mampir ke kelasku untuk menyimpan tas. Namun saat kakiku hendak melangkah keluar kelas menuju kelasnya, ada pesan masuk dari Dienar.
Udah sampe mana cuy? Lama banget deh. Aku tunggu di kelas ya. Aku udah cape sama kamu.
Deg. Kali kedua Dienar salah chat ke aku. Atau memang sebenernya itu yang ada dipikirannya untukku. Entahlah. Yang pasti aku tidak jadi mengembalikan jas hujan miliknya dan bekal yang telah ku siapkan ku berikan ke Putra karena Mahira masih sakit. Dienar kembali terasa asing.
1 note
·
View note
Text
17/365*2023 - Tentang Hujan (11)
"Halo Raina Rain."
"Hellllloooooo Dienarskyyyyy!!!"
"Kok sewot, lagi ngapain?"
"Gak liat? Apa pura-pura gak liat?"
"Galak amat sih."
"Lagian, jelas-jelas aku lagi berbisik sama angin, masih aja nanya."
"Hey Mahira, emang lo denger dia lagi ngobrol sama angin?"
"Udahlah di, emang rada sengklek dia, lo juga ngapain sih masih aja mau nanggepin."
Aku sedang berdiri di balkon depan ruang kelas, sambil memegang sebuah novel teenlit karya Luna Torashyngu yang berjudul Lovasket. Maksud hati ingin melanjutkan kisah Vira dalam novel tersebut. Tapi lalu lalang kesibukkan orang di lapangan yang sedang berlatih baris berbaris mencuri perhatianku. Sampai tanpa sadar Dienar datang menghampiriku.
"Nih, obat betenya. Maaf semalam salah kirim chat. Sa itu...."
"Iiiiiiihhhhhh kok bisa dapet? Aku udah cari kemana-mana habis semua loh." Saking excited nya ku potong kata-katanya dan tak ingin ku dengar siapa itu Sa.
"Dienarsky, apa sih yang gak bisa. Jangan lupa dibaca ya, kalo udah selesai dongengin aku. Bye, aku mau balik ke kelas dulu."
Hadiah pertama dari Dienar. Meskipun aku tak tahu ini hanya di pinjamin atau memang dikasih. Ah, anggap saja untukku. Seri lengkap The Chronicle of Narnia karya C.S. Lewis.
1 note
·
View note
Text
16/365*2023 - Tentang Hujan (10)
Hatiku masih saja bergetar saat ku ingat kejadian di festival hari itu. Padahal dia hanya memberiku sebotol air minum. Yup cuma air minum. Bahkan Putra juga berbagi jajannya kepadaku, tapi terasa biasa saja.
Kenapa? Kenapa kamu selalu berhasil membuatku salah tingkah???? Tindakan-tindakan kecilmu itu loh kenapa mampu menggoyahkan hatiku. Tapi aku masih saja tak mengerti apa maumu wahai Dienarsky.
Malam mendekati ujian akhir sekolah (UAS) semester 2 di kelas X. Aku harus belajar lebih ekstra. Berbagai macam les tambahan ku ikutin. Bukan hanya untuk sekedar menaikkan nilai, tapi les menjadi salah satu alasan biar aku bisa keluar rumah bertemu dengan teman-temanku. Dengan begitu kewarasanku tetap terjaga, karena sekolahku saat ini bukan sekolah yang ku persiapan dengan baik sedari masih di SMP. Impianku masuk sekolah negeri terbaik di kota ini lenyap menguap dan harus berjuang di salah satu SMK swasta terbaik di Indonesia.
Ya pasti dong Sa, tolong ingetin aku ya, aku juga bakal ingetin kamu.
Aku sedang belajar di kamar saat sebuah pesan masuk dari Dienar. Sa? Siapa Sa? Prinsa? Keysa? Atau Mahira Annisa? Sebelum aku kenal Dienar, Mahira ternyata telah lama mengenalnya. Saat pertandingan sepak bola juga Mahira begitu antusias menyemangatinya. Ah tidak mungkin. Mahira tak begitu. Lagian selama ini Dienar memanggilnya Ma bukan Sa.
1 note
·
View note