#dampak krisis regenerasi petani muda
Explore tagged Tumblr posts
Text
Krisis regenerasi petani muda adalah masalah serius yang mempengaruhi masa depan pertanian. Untuk mengatasi krisis ini, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, masyarakat, dan para petani muda itu sendiri. Dengan memberikan dukungan, pendidikan, dan pelatihan yang cukup, serta memanfaatkan teknologi pertanian modern, kita bisa membangun masa depan pertanian yang berkelanjutan dan menghadapi tantangan masa depan dengan lebih baik
#petani muda#petani milenial#dampak krisis regenerasi petani muda#kekurangan tenaga kerja#kehilangan tradisi pertanian#Ketidak berlanjutan Pertanian#kemunduran ekonomi pedesaan:#penyebab regenerasi petani muda berjalan lambat#urbanisasi dan modernisasi#kurangnya akses keuangan dan sumber daya#tantangan Iklim dan lingkungan#kurangnya keterampilan dan pengetahuan#solusi krisis regenerasi petani muda#pendidikan dan pelatihan#dukungan keuangan#penggunaan teknologi pertanian#program pemuda pertanian#Penghargaan dan Pengakuan
0 notes
Photo
Teman-teman, ini saya bagikan tulisan yang sangat bagus tentang profesi petani dan stigma terhadap profesi ini. Tulisan ini ditulis oleh Mbak Aditya Dipta Anindita, wakil direktur Sokola Institute. Sepintas melihat berita di Metro TV kemarin pagi tentang krisis petani muda. Beberapa hari yang lalu,Kompas juga memuat berita senada. Sebentar googling, aku mendapati fakta bahwa 60% dari sekitar 30 juta petani di Indonesia berusia lebih dari 45 tahun. Semakin muda kelompok usianya, semakin kecil persentasenya. Dan tersisa 12% saja untuk petani berusia di bawah 35 tahun. Dengan angka tersebut, bisa dipastikan dalam beberapa tahun mendatang, Indonesia tidak lagi punya petani.Kemudian aku ingat di sebuah acara diskusi di Bandung beberapa tahun lalu, seorang mahasiswa pegiat gerakan literasi menceritakan pengalamannya membagikan buku bacaan di sebuah sekolah di wilayah terpencil di Papua. Saat ia menanyakan kepada anak-anak di sana mengenai cita-citanya, ia mengaku kaget (dan dengan ekspresi sedih) ia bilang, "Masa semua anak cita-citanya mau jadi petani?" Menurutnya anak-anak harus punya 'mimpi' jadi insinyur, pilot, atau dokter. Di lain kota, saat aku menjadi pembicara sebuah seminar mahasiswa bertema pendidikan di sebuah kampus universitas negeri terkenal. Moderator yang memperkenalkan aku juga pegiat gerakan mengajar. Ia menyelipkan harapannya agar pendidikan bisa membawa murid-muridku di hutan untuk bisa bekerja di kota meskipun hanya di sektor informal (ia menyebut beberapa profesi). Aku kemudian membayangkan bagaimana dua adikmahasiswa tadi saat berkegiatan di pelosok-pelosok Indonesia, juga membayangkan murid-murid yang ditemuinya akan menjadi sedih karena saat menyampaikan keinginannya menjadi petani seperti orang tuanya, kakak-kakak keren itu malah tampak sedih. Aku menyimpan harapan pada anak-anak muda yang terlibat di berbagai gerakan relawan pendidikan yang jumlahnya tak sedikit. Mereka terbukti mampu menjangkau daerah-daerah yang jauh, menggunakan media sosial untuk menggalang solidaritas, mengangkat persoalan-persoalan di tempat-tempat yang tidak terekspos sebelumnya.Tetapi aku juga sangat kuatir dengan dampak-dampak yang tidak disadari dari kegiatan yang baik ini. Dua contoh di atas, adalah cara pandang adik-adik mahasiswa yang mewakili gerakan relawan pendidikan itu. Mereka datang dengan dandanan kota yang keren, menyebut dirinya kakak, lalu mengajak adik-adiknya di pelosok untuk jadi seperti kakak ini, bisa belajar dan bekerja di kota besar, bisa pakai pakaian keren, dan sebagainya. Sekolah pergi. Demikian kami menyebutnya. Karena mereka yang sekolah dengan tujuan seperti itu akhirnya akan meninggalkan desanya. Sekolah semacam itu tidak mengakomodir kebutuhan-kebutuhan desa dan tradisi agrarisnya. Mimpi-mimpi yang ditawarkan adalah menjadi dokter, insinyur, pilot, ataupun pekerjaan-pekerjaan kota lainnya. Baiklah, mereka mengirimkan uang untuk keluarganya di desa. Tetapi orang tuanya akan menua, tidak ada lagi yang mengelola lahan-lahan pertanian mereka. Maka ketika perusahaan datang ingin membeli lahan untuk membangun pabrik, mereka tidak punya alasan untuk mempertahankannya. Dan sisa anak-anak muda di desa yang tak mampu belajar dan bekerja di kota hanya akan menjadi buruh-buruh di pabrik itu. Bagaimana kita berharap ada regenerasi petani? Foto: Farhan, 8 tahun mengikuti ayahnya bekerja di sawah pagi itu. Pelajaran pertanian tidak diberikan di sekolah formal. Maka hanya dengan mengikuti ayahnya bekerja, Farhan mendapatkan pengetahuan bagaimana mengolah lahan. Lokasi: Program Sokola Kaki Gunung, Sumber Candik, Jember.
0 notes
Text
Krisis regenerasi petani muda adalah masalah serius yang mempengaruhi masa depan pertanian. Untuk mengatasi krisis ini, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, masyarakat, dan para petani muda itu sendiri. Dengan memberikan dukungan, pendidikan, dan pelatihan yang cukup, serta memanfaatkan teknologi pertanian modern, kita bisa membangun masa depan pertanian yang berkelanjutan dan menghadapi tantangan masa depan dengan lebih baik.
#petani muda#petani milenial#Dampak Krisis Regenerasi Petani Muda#pertanian#Penyebab Regenerasi Petani Muda Berjalan Lambat#Solusi Krisis Regenerasi Petani Muda
0 notes