#bp3akb jawa barat
Explore tagged Tumblr posts
Text
KB di Daerah, Lembagamu Kini
http://duaanak.com/berita-utama/kb-di-daerah-lembagamu-kini/
Kantor BKKBD Kabupaten Sukabumi, kini menjadi Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana. (DEVI/DPPKB KAB. SUKABUMI)
BANDUNG – DUAANAK.COM
Upaya memperkuat kelembagaan KB kembali gagal. Setelah sempat digadang-gadang bakal memiliki kementerian tersendiri pada saat gonjang-ganjing penyusunan kabinet dua tahun ke belakang, urusan KB akhirnya gigit jari. BKKBN kembali ke pangkuan Kementerian Kesehatan. Kini, ketika undang-undang anyar secara eksplisit menyebutkan kelembagaan, tak seluruh daerah patuh. Pun dengan Jawa Barat.
Dua bulan menjelang akhir tahun, harapan adanya penguatan kelembagaan yang membidangi pengendalian penduduk dan keluarga berencana (KB) di Jawa Barat sempat membuncah. Tepatnya ketika Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyampaikan nota pengantar Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah dalam rapat paripurna DPRD Jawa Barat di Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro Nomor 27, Kota Bandung, pada Rabu 31 Oktober 2016.
Dalam draft tersebut, gubernur penerima Satyalencana Pembangunan Bidang Kependudukan dan KB ini secara eksplisit mengusulkan nomenklatur anyar yang secara khusus membidangi pengendalian penduduk dan KB. Namanya Dinas Kependudukan dan Keluarga Berencana di tanah air. Rujukannya jelas: Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Plus Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 yang berimplikasi pada perubahan susunan organisasi, serta tugas dan fungsi perangkat daerah.
UU pemerintahan daerah versi terbaru ini mengelompokkan pengendalian penduduk dan KB sebagai urusan wajib nonpelayanan dasar. Ini merupakan bagian dari urusan pemerintahan konkuren, yakni adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota. Pembagian urusan ini diatur dalam Pasal 11 dan 12. Pengendalian penduduk dan KB menjadi bagian dari 18 urusan wajib di luar pelayanan dasar.
“Hal ini tindak lanjut dari undang-undang dan PP tersebut. Undang-undang ini kan dengan sejumlah paradigma dan perubahan yang baru yang mengakibatkan struktur di pemerintahan daerah, baik itu provinsi maupun kabupaten dan kota, berubah. Lebih efisien,” kata Heryawan usai rapat paripurna.
Heryawan menjelaskan, susunan perangkat daerah ini ditetapkan berdasarkan tipologi Perangkat Daerah yang diklasifikasikan ke dalam tipe A, B, dan C yang ditentukan melalui variabel beban kerja yang terdiri dari variabel umum dengan bobot 20 persen dan variabel teknis dengan bobot 80 persen. Berdasarkan UU tersebut, Jawa Barat akan memiliki asisten daerah yang semula berjumlah empat akan menjadi tiga orang asisten daerah, tenaga atau staf ahli gubernur yang semula berjumlah lima akan menjadi tiga orang, serta biro yang semula 12 diciutkan menjadi maksimal sembilan biro.
Selain merger, Pemprov Jawa Barat juga mengusulkan dinas baru untuk memperlancar tugas, kinerja, dan teknis kewenangannya. Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) semula akan dibagi menjadi dua, yakni Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Dinas Kependudukan dan Keluarga Berencana.
“Dinas Kependudukan provinsi akan berfungsi menjadi koordinator Dinas Kependudukan Kabupaten/Kota. Ditambah penguatan Keluarga Berencana,” tambah Aher.
Cuma Ganti Baju
Usulan tinggal usulan. Asa penguatan kelembagaan perlahan menguap seiring lemahnya daya tawar kependudukan dan KB di meja legislatif. Harus diakui urusan KB memang kurang seksi untuk “dijual” di ruang paripurna. Hasilnya, tak ada nomenklatur Dinas Kependudukan dan KB atau Dinas Pengendalian Penduduk dan KB pada Peraturan Daerah (Perda) Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Barat.
Mengacu kepada regulasi yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Seri 3 tertanggal 22 November 2016 ini, perangkat daerah Jawa Barat terdiri atas sekretariat daerah tipe A, sekretariat DPRD tipe A, inspektorat tipe A, 26 dinas daerah, dan delapan badan daerah tipe A. Khusus dinas daerah, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tercatat sebagai satu-satunya dinas dengan klasifikasi tipe C. Sementara sisanya merupakan dinas daerah provinsi dengan klasifikasi tipe A.
Bagaimana dengan urusan pemerintahan bidang pengendalian penduduk dan KB? Hmmm… Seperti disinggung di bagian atas, urusan ini belum “laku” untuk dijual sebagai dinas daerah. Walhasil, urusan pengendalian penduduk masih satu rumpun dengan urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Praktis kelahiran perda anyar ini hanya mengubah Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (BP3AKB) menjadi Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana. Entah, nomenklatur baru ini akan disingkat menjadi apa. Sampai majalah ini diterbitkan belum ada pengumuman called name dinas anyar tersebut.
Juga, belum jelas apakah ada perubahan tugas pokok dan fungsi kelembagaan setelah BP3AKB ganti baju menjadi dinas. Bila mengacu kepada regulasi sebelumnya, maka pengendalian penduduk dan KB hanya akan menempati satu dari empat bidang yang ada. Keempat bidang tersebut meliputi: 1) Bidang Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan; 2) Bidang Pengarusutamaan Gender dan Kerjasama; 3) Bidang Kesejahteraan dan Perlindungan Anak; 4) Bidang Keluarga Berencana dan Kesejahteraan Keluarga. Mengingat hanya “ganti baju”, maka kecil kemungkinan adanya perubahan kelembagaan untuk level eselon III dan IV.
Padahal, menyimak hasil analisis beban kerja yang dilakukan sebelum pengajuan raperda, Jawa Barat masuk kategori provinsi dengan beban kerja besar. Dengan skor hingga 900, Jabar layak untuk menyandang tipe A untuk urusan pemerintah bidang pengendalian penduduk dan KB. Tercatat hanya Kabupaten Bogor yang membukukan beban kerja di atas Jawa Barat. Kabupaten paling tambun di Jabar ini memiliki skor 1.000, terpaut delapan poin dari Kota Surabaya di Jawa Timur yang membukukan skor 992 poin. Kabupaten Bogor sendiri merupakan satu-satunya daerah yang memiliki skor hingga empat digit.
Nah, kalau saja klasifikasi tersebut benar-benar menjadi acuan pembentukan kelembagaan, maka Jabar bakal memiliki dinas tipe A dengan empat bidang di dalamnya. Merujuk kepada Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nomor 163 Tahun 2016 tentang Pedoman Nomenklatur, Tugas, dan Fungsi Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di Provinsi, Kabupaten, dan Kota, dinas daerah provinsi tipe A memiliki bidang sebagai berikut: a) Sekretariat; b) Bidang Advokasi, KIE dan Penggerakan; c) Bidang Keluarga Berencana; d) Bidang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga; e) Bidang Pengendalian Penduduk.
Faktanya, adanya penggabungan urusan pengendalian penduduk dan KB dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, maka beban kerja empat bidang tersebut diperas menjadi satu bidang saja. Beban kerja ini jauh lebih besar ketimbang dinas daerah tipe B atau C sekalipun yang berdiri sendiri. Mangacu kepada regulasi yang sama, dinas daerah provinsi tipe B memiliki tiga bidang dan tipe C memiliki dua bidang.
Yang menarik, Perda Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2016 tidak menjadikan Perka BKKBN 162 dan 163 Tahun 2016 sebagai bahan pertimbangan. Perda yang diteken Gubernur Heryawan pada 14 November 2016 ini mencantumkan delapan peraturan-perundangan, baik undang-undang maupun peraturan pemerintah (PP) dan perda Jawa Barat. Wajar bila kemudian tidak menampakkan jejak Perka BKKBN dalam Perda yang diundangkan 22 November 2016 tersebut.
Fenomena “ganti baju” juga tampak dalam nomenklatur kabupaten dan kota di Jawa Barat. Sebagian besar nomenklatur baru yang membidangi urusan pemerintahan bidang pengendalian penduduk dan KB tidak mengalami perubahan berarti dibandingkan nomenklatur sebelumnya. Namun demikian, terdapat 11 daerah yang memiliki nomenklatur pengendalian penduduk dan KB berdiri sendiri alias tanpa digabungkan dengan urusan pemerintahan lainnya. Daftar nomenklatur kelembagaan urusan pengendalian penduduk dan KB di kabupaten dan kota bisa dilihat pada infografik.
(Laporan lengkap kelembagaan KB di daerah setelah berlakunya Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah bisa dibaca dalam Majalah Warta Kencana Edisi 28/2016 yang bisa diakses dan diunduh di sini)
#advokasi kie#advokasi penggerakkan informasi#ahmadnajip#ahmadnajip corleone#badan kependudukan dan keluarga berencana daerag#berita kb#berita kkb#berita kkbpk#bina keluarga balita#bina keluarga lansia#bina keluarga remaja#BKB#BKKBD#bkkbn#bkl#bkr#bonus demografi#bp3akb jawa barat#data penduduk#definisi kb#dinas pengendalian penduduk dan keluarga berencana#dppkb#dua anak#duaanak.com#efek samping kb suntik#efek samping pil kb#generasi berencana#genre#gubernur jawa barat ahmad heryawan#IKATAN PENULIS KELUARGA BERENCANA
0 notes
Text
Cara Ridwan Kamil Cegah Tren Remaja Mabuk Air Rebusan Pembalut
Liputanviral - Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) mengendus adanya penyalahgunaan pembalut wanita di kalangan remaja. Mereka menggunakan air rebusan pembalut wanita agar dapat sensasi layaknya mengonsumsi narkotika. Fenomena ini mendapat respon dari Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Menurutnya, semua itu bermula dari banyaknya anak muda yang tidak produktif. "Isu anak muda yang mencari kenikmatan sesaat seperti itu harus kita berantas dengan program produktif," katanya saat ditemui di Bandung, Jumat (9/11). Ridwan Kamil enggan membahas lebih jauh mengenai pembalut yang dimanfaatkan untuk mabuk sesuai temuan BNN. Pria yang akrab disapa Emil ini memilih untuk membuat sebuah wadah penamping kreativitas warga, khususnya anak muda. "Kenapa saya mau bikin kreatif center supaya nongkrongnya di situ 24 jam mau ngapain juga. Jadi saya gak membahas bab itu (pembalut)," terangnya. Seperti diketahui, Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan fakta menarik terkait penyalahgunaan narkoba di sejumlah daerah. Di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta , banyak ditemukan remaja yang menikmati sensasi air rebusan pembalut seperti tengah mengonsumsi narkoba. "Menurut mereka pembalut wanita itu di dalamnya mengandung bahan-bahan psikoaktif," jelas Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Arman Depari, di Kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Kamis (8/11). Saat ini, BNN masih mencari tahu zat apa yang terkandung dalam pembalut wanita. "Mungkin sebagai pengawet atau bahan yang lain. Tapi ini masih perlu pendalaman dan pemeriksaan laboratoris," katanya. Ahli Psikolog Forensik Universitas Bina Nusantara, Reza Indragiri Amriel, menilai ada beberapa kemungkinan seseorang punya kebiasaan tak biasa itu. Bisa jadi, hal itu dilakukan karena penurunan kesadaran seseorang. "Sampai tidak tahu apa yang dia makan," kata Reza saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis (8/11). Kemungkinan lainnya, memang ada permintaan tubuh terhadap zat tertentu yang sebenarnya tak dipahami individu itu sendiri. "Misalnya, anak tiba-tiba doyan makan upil, ternyata sebetulnya tubuhnya kekurangan garam. Anak makan kapur tulis ketika tanpa dia sadari tubuhnya kekurangan zat kapur," jelas dia. Atau sebab lainnya, kata Reza, ada istilah pica. "Pica ini kelainan perilaku makan yang ditandai dengan mengonsumsi benda-benda yang tidak lazim. Seperti ada kisah perut orabg dipenuhi paku," katanya. Sementara itu, Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Jawa tengah berkoordinasi dengan dinas untuk menyelidiki keberadaan anak remaja yang terlibat mabuk menggunakan rebusan pembalut. "Kami akan terus cari keberadaan anak remaja dengan cara nge-fly gunakan pembalut. Kita kerahkan dinas pendidikan, dinas kesehatan, karena dengan bantuan mereka sedikit mendeteksi Kabupaten mana saja yang terindikasi remaja mabuk dengan cara gunakan rebusan pembalut," kata Pelaksana Seksi Perlindungan Anak Jateng Isti ILMA Patriani saat ditemui di kantornya, Kamis (8/11). Dia menyebut terkait tindakan yang ekstrim tersebut cukup meresahkan sehingga, tupoksi melakukan pencegahan. Sebab pengguna merupakan anak jalanan yang memiliki masalah keluarga hingga memilih hidup di jalan. "Jadi nanti upaya kami melakukan pencegahan dengan mengajak orangtua lebih peduli dengan anak. Agar anak lebih nyaman dengan keluarga," kata dia. Sebelumnya, BNNP Jateng menemukan adanya anak jalanan yang mengkonsumsi rebusan pembalut. Para anak jalanan rata-rata usia 13 sampai 16 tahun itu mengaku bisa 'fly' dan berhalusinasi dengan air rebusan itu. Read the full article
0 notes