#biliksenja
Explore tagged Tumblr posts
Text
Titip sapa
Senja tidak membencimu, Kelana
Jika itu terjadi, kupastikan mungkin ia tak ingin lagi berdamai denganmu
Sayangnya, sudah kulakukan. Berdamai dengan kita
Tapi mestikah kubahagia saat seseorang berkata “Kelana menanyakanmu, Senja”
Kau kenapa? Bukankah itu pintamu? Aku tak pernah menyudahinya saat itu. Kau mengutarakannya dan kutahu aku tak berhak untuk mengadangmu.
Bukankah kau sendiri yang ingin pergi? Kau yang dengan dinginnya berkata seolah tak ada lagi artinya. Kau pula yang menanyakan apakah kita perlu berjumpa untuk terakhir kalinya.
Aku tidak menyimpan dendam padamu, Kelana
Jika itu terjadi, kupastikan aku tak mungkin menyimpan kontakmu di daftar putih, bukan?
Tapi mestikah kubahagia saat seseorang menyampaikan kebimbanganmu padanya dan secara pelan “memilihku”.
Apakah selama ini memang ada kotak hatimu yang tak pernah terbuka sebelumnya?
5 notes
·
View notes
Text
Perjalanan
“Esok ia kan bertolak, Senja”. Perahu cita memecah kesunyian ruang kami.
“Oh ya?”, aku mengaduk cangkir teh mint pagi, memandangi horizon hari.
“Kau tampak tak tertarik, lukamu kah itu?”. Tanyanya hati-hati.
“Bukan begitu, Tuan. Aku hanya tak berniat membuka cerita. Lagipula, bukankah memang sejatinya ia begitu. Pengembara”.
“Dan ini bukan tentang Maya pula...”
Perahu cita menatapku menunggu lanjutannya.
“Aku hanya ingin mengasingkan diri, Tuan”. Tatapanku lepas pada camar yang bermain angin.
Lalu melangkah menghampiri jendela.
“Apa kabar, Senja”. Maya menyapa tanpa sumringah di sebelahnya.
Perahu cita menatap kami dan perlahan tersenyum.
“Nak, kudoakan kau selalu berbahagia di setiap detikmu, ke mana pun kau kan berlabuh nanti”.
Perahu cita melangkah pergi menutup pintu utama yang sudah lama tak kubuka.
1 note
·
View note
Text
Episode kehilangan.
Kau menatapku dalam kelabu dengan sendu.
Kita terdiam.
Di ruang yang kita ciptakan beberapa tahun belakangan ini.
Aku ingin pamit, katamu. Tanpa ragu menceritakan gundahmu.
Senja, aku ingin pamit, ucapmu sekali lagi.
Sedangkan aku masih tergugu dalam lautan diamku dengan mulut kelu dan langkah yang kunjung kaku.
Maaf, hanya itu ucapmu dan berlalu tanpa menoleh padaku.
Mungkin memang di sini batas kita, kelana.
Mungkin memang masa ini kita tak perlu lagi berpadu.
Mungkin di lembaran ini pula, kita kembali menjadi aku dan kamu.
1 note
·
View note
Text
Kelabu Januari
Aku pernah berharap melukis senyum pada dirinya. Seiring sunyi yang ricuh bercengkrama di sekelilingku. Hingga kutemukan senyuman membingkai sejak hari itu. Menampik luka tersirat yang kemudian kusadari lain waktu. Dengan sombong mencoba menerobos kabut kelam yang tiba-tiba datang. Tanpa sapa, tanpa bicara, tanpa tanya. Aku kalah, kau terdiam, kita membisu. Mempertanyakan akan ke arah mana haluan kan menuju.
2 notes
·
View notes
Text
Seperti rahasia.
Kau mungkin tidak benar-benar menyadarinya, sayang. Bahwa dibalik senyuman yang tiap bulan ia pasang di hadapanmu, nyatanya ia mencoba melawan semua jenuh yang terbendung.
Kau mungkin tidak benar-benar menyadarinya, sayang. Saat kau berkata bosan, ia meragu. Perlukah ia sampaikan letihnya padamu jua?
Kau mungkin tidak benar-benar menyadarinya, sayang. Perempuan yang kau sebut tangguh itu, menyimpan luka yang tak ingin ia bagi pada siapa pun.
Kau mungkin tidak benar-benar menyadarinya, sayang. Setelah jujurmu kau ungkapkan, ia diam-diam menghela nafas dan menangis dalam diam seakan malam akan terbangun jika tangisnya terdengar.
Kau mungkin tidak benar-benar menyadarinya, sayang. Hari-hari penantian tanpa kejelasan yang terpampang di hadapan kalian, telah berulang-kali membuatnya jatuh namun tetap dipaksakan hanya untuk melihatmu tersenyum di kemudian hari.
Kau mungkin tidak benar-benar menyadarinya, sayang. Kepercayaan yang perempuan itu berikan padamu serupa dengan setengah jalan masa depan yang ia perjuangkan.
Kau mungkin tidak benar-benar menyadarinya, sayang. Kau tak ingin membuat dinding antara kalian, namun entah mengapa dinding itu terbangun tanpa kalian sadari. Pembatas antara ego dan sayang yang akan runtuh jika dihantam dengan intensitas.
Kau mungkin tidak benar-benar menyadarinya, sayang. Nyatanya cerita dan rasa yang ia pendam, mungkin tak sepenuhnya terlihat di permukaan. Tertutup tawa dan canda yang ia hadirkan kala bersamamu.
Sayang, tak ingin kah kau menghapus rahasia itu?
Karena aku tak ingin melihat perempuan tangguh itu merasa terlupakan olehmu lalu mengambil keputusan gegabah karena putus asa.
1 note
·
View note
Text
Lelah.
“Kau terlihat lelah. Matamu memerah”. Katamu suatu malam.
Kutatap sendu cermin di balikmu dan kembali fokus pada kudapan kita.
“Iyakah? Aku pulang terlalu larut sejak beberapa hari lalu”. Kataku pilu “Istirahatlah. Tubuhmu perlu menjeda. Semangatmu perlu diperbarui. Apimu mulai padam, sayang.” Kamu menatapku lekat.
Aku tersenyum. Menyimpan ragu. Kini kutahu mengapa Tuhan mendekatkan jarak kisah hidupmu padaku. Aku perlu lebih bersyukur. Dibalik 9 to 5 yang setiap hari kujalani. Aku bosan, ... dengan hidup. Aku mulai mempertanyakan impian dan mimpi. Aku menapak tilas sejarah yang kutulis.
Puaskah aku? Bersyukurkah aku? Atau memang perlu disentil dengan kalimat-kalimat sederhanamu? Atau aku sudah terlalu tamak pada dunia?
Kupikir aku perlu bersujud lagi di hadapan-Mu.
1 note
·
View note
Text
Nyatanya mawar tak akan berduri jika tak ada tujuan
Kau mengaku setegar karang kah saat kau jatuh? Mengaku mencintai dan menjelma mawar berduri kala terpuruk? Hanya segitu? Hanya saat jatuh dan terpuruk? Dalam batasan apa makna satu kata itu kau mengerti? Dalam cakupan apa kau menenggelamkan segenap hati dalam lingkungan itu? Nyatanya mawar tak akan berduri jika tak ada tujuan Mencintai secara sederhana belumkah terpatri? Masih belajar kah dirimu? Masih beradaptasi kah belamu? Padahal waktu tak pernah kompromi, padahal kesempatan tak pernah menunggu Padahal kesabaran tak perlu dibatasi, padahal noktah itu yang jelas menghalangi Dan kau biarkan segala kemungkinan jalan cerita kau hapus Nyatanya mawar tak akan berduri jika tak ada tujuan Ya. Duri itu jawabannya. Ya. Duri itu jalan keluarnya. Ya. Duri itu pula hasil akhirnya
Nemu note ini di facebook setelah diingatkan seorang kawan. Jadi, kemana semangat nulis yang dulu? :))
1 note
·
View note
Text
Random di hari Rabu
Ada kecelakaan kecil di kantor dari kemaren (karena masalahnya belum terpecahkan juga), yaitu magic com kantor (yang setiap hari dipake buat masak nasi merah buat gue dan beberapa teman kantor) yang ternyata bau karena dipake untuk masak mie dan lupa dicuci (dan dalam keadaan tertutup) hingga 2 hari (yucks). Hari pertama setelah kecelakaan, gue mencoba mencuci, mengelap dengan tissue basah bagian dalam magic com namun gagal. Alhasil, senior di kantor berinisiatif untuk mencuci magic com dengan sabun. Keesokannya ternyata baunya masih nempel. Ini bau banget serius. Gue sampe eneg sih bukanya. Semacam bau munt*h .___. Beberapa temen kantor ngasih beberapa usul yang kalo gue simpulkan, ada dua: a. menggunakan bubuk kopi hitam, b. menggunakan lemon. Dua usul itu terbukti menghilangkan bau di food container dan lemari (berdasarkan pengalaman gue).
Temen kantor A: Coba pake kopi deh.
Temen kantor B: Atau pake lemon, lemonnya dimasukin microwave terus ditaro di magic com.
Gue: Kopi boljug tuh dicoba, terus di tap-tap kali yak di tutup dalem magic comnya.
Temen kantor C: Tap tap? dikata skin care atau foundation apa?
HAHAHAHAHAHAHA
Gue: Lah, terus apa dong?
Temen kantor D: Dioles kali.
Gue: Oles? emangnya salep HAHAHA.
Okeh dan hasilnya, dicoba pake kopi yang dibalur (dioles atau di tap-tap apalah itu). Semoga aja berhasil menghilangkan bau tidak enak di magic com kantor satu-satunya itu :))
1 note
·
View note
Text
Kurun waktu yang baru
"Sedang apa, Senja?"
Aku menoleh, suara lembut khas seseorang yang kukenal memecah khayal pagiku.
Mata elangnya menatap tajam, namun tetap tanpa senyuman. Postur menjulang yang dari dulu hanya akan kutatap dari jauh.
"Kau lihat Perahu cita?" Tanyaku.
"Entah." Jawabmu.
Singkat namun aku tahu kau memang begitu dari dulu. Tanpa kata, kau pun duduk menghampiriku.
Maya, kita pernah bertemu bukan? Bertahun-tahun lalu. Saat cerita kita belum bersisian, melenceng dari orbit tujuan.
Aku mengingatmu. Bukan sebagai kenangan palsu, melainkan kawan dalam hubungan samar semu.
Tak ada yang berniat memecah hening, aku ragu kau pun begitu. Benar-benar seperti kita yang dulu.
"Namaku Maya, mari berteman, Senja." Ucapmu hari itu. Mampu membuatku mengenang cerita lalu. Mampu memutar balik keadaan hatiku.
Aku bertemu lagi denganmu, di kurun yang baru, entah dengan cerita baru atau hanya akan menjadi singgahan biru.
Aku bertemu lagi denganmu, dikelilingi orang-orang baru. Bercengkrama tanpa lelah waktu. Hanya saja, kurasa aku mulai jatuh. Luluh padamu.
"Terbuka kah pintumu, Maya?" Bisikku.
Kau menatapku terkejut. Kita seperti mereka yang menunggu waktu.
0 notes
Text
Selimut malam
"Aku benci malam, Tuan", rutuk senja.
Perahu cita bergeming ke arah terang jalan.
Di sisi lain, tirai tersingkap menatap jenuh pada penghuni langit.
Keramaian cahaya tak sepenuhnya mengusir gundah dan gemuruh.
"Kau akan terbiasa, nak. Kau hanya baru memulainya", Perahu cita membalas.
Kulirik gantungan kayu hadiah kembaramu. Kulirik ruang yang dulu selalu riuh. Kulirik depa yang terhias dengan memorimu.
Kau tahu alasanku membenci malam. Kau tahu alasanku tak lagi bermain hujan. Kau tahu alasanku pun menghapus cerita jingga.
Sejak jarak tak lagi jadi hambatan, kelam malam hanya akan merasuk dan menutup mangkuk harap kita. Lalu mengisi kendi jenuh dalam hati kita. Hingga akhirnya, tertebak dengan mudah olehku.
"Bahagiakah kita nanti, Kelana?", bisik senja lirih entah pada siapa tertuju.
0 notes
Text
Another intersection
Kadang, dari sekian ribuan atau mungkin milyaran kata-kata bijak. Hanya satu hal ampuh yang mengusir gemuruh, membuang sauh ragu, menyingkap tabir kemelut. Qur’an
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Kadang kau hanya perlu satu sujud panjang pada pekatnya malam. Saat mereka terlelap dan kau terjaga. Saat mereka berbalut gemerlap dan kau berselimut harap.
Seberapa angkuh dirimu hingga tak satu malam pun kau singgahi?
Seberapa hebat dirimu hingga tak ada lagi lingkaran yang kau datangi?
Kamu di mana?
2 notes
·
View notes
Text
Sapa
"Lama tak jumpa, Senja", tepukan halus di bahuku.
"Selamat berjumpa, Tuan",
Perahu cita tersenyum dan berkata lirih "Kau tak lagi mendendam bukan?"
Tawa pelanku memecah bisu "Apa gunanya, Tuan?, nyatanya hanya akan terpuruk jatuh."
"Kalau begitu, siapkah kau nak?" Tanyanya padaku.
"Apa gerangan kah itu, Tuan?". Dudukku kembali merapat, mencoba menyimak.
Lalu tersadar satu sosok baru menghampiri dengan setengah ragu.
"Namaku Maya, mari berteman, Senja." Ucapmu.
Waktuku berhenti, mengulang kisah lalu yang bahkan tak lagi utuh. Kita bertemu dengan satu sapa di kurun yang baru.
0 notes
Text
Cerita-cerita kang ojek
Aku termasuk salah satu dari ribuan masyarakat Jakarta yang setiap hari menggunakan jasa layanan ojek online. Dari Go*ek, Gr*b, ataupun Ub*r, semuanya udah pernah diicipin.
But you know what? Hampir 75% pengalaman naik ojek itu dihibur dengan curhatan atau cerita dari kang ojeknya sendiri. Trust me! :D Terlebih aku termasuk anak yang senang mengobrol dengan orang baru. Walau terkadang kalau abang ojeknya diam dan aku sedang lelah seharian ngantor, ujungnya cuma mandangin jalan dan ngarep pengen cepet sampai rumah atau tempat les.
Dengan adanya layanan Pay yang diberikan oleh salah satu perusahaan ojek online, plus potongan 50% yang didapat (All hail for Go*ek) juga efisiensi waktu (Kalau naik angkot bisa setengah jam lebih, kalo naik ojek bisa 15-20 menit aja), jarak rumah ke kantor atau kantor ke tempat les dan sebaliknya yang berjarak kurang dari 6km bikin dengan senang hati setiap hari dan pulang pergi pake Go*ek.
Biasanya bapak ojeknya suka cerita tentang anaknya, keluarga atau sikap customer yang unik menurut beliau. Pernah bapaknya nanya umurku dan cerita kalau ternyata anaknya beliau seumuran aku, masuk pondok juga, kuliahnya baru lulus juga dan sedang bekerja sebagai guru honorer. Dari nada beliau, terdengar jelas beliau bangga dengan anaknya. Ada pula yang mengatakan ia sedang sekolah di sekolah penerbangan tingkat pertama dan bertanya banyak hal tentang dunia perkuliahan padaku. Ada pula yang sepanjang jalan ngobrolin tentang sistem perojekan yang beliau harus turuti (at that time, protest from online ojek drivers was one of hot issues in Jakarta). Ada pula yang ternyata dulunya ikut proyek pembangun rumahku yang sekarang dan ternyata kenal dengan salah satu omku yang rumahnya dekat dengan beliau. (dunia sempit sekaleeh)
Tapi, dari sekian banyak cerita yang pernah ada, salah satu cerita yang paling diingat akhir-akhir ini yaitu cerita kang ojek pas aku pulang dari Kota Kasablanka ke rumah. Aku pulang dari Kokas sekitar jam setengah 9 malam dan di dekat Kokas pas sekali ada TPU Menteng Pulo. Disitu abang ojeknya mulai nyeritain cerita-cerita aneh (atau mungkin angker?) yang dialamin temen-temennya. Misalnya,
Cerita 1. Temennya kang ojek ini ambil order sekitar jam 9 malam atas nama Go-Food untuk sate 50 tusuk dengan tujuan RS Fatmawati. Sampainya di sana temennya kang ojek ini nelpon dsb tapi ga nyambung ke si customernya. Datanglah pak satpam yang nyamperin dan nanya
“Bang ngapain bang? Nungguin siapa?”
“Ini bang, ada yg order go-food ke sini (red.kamar mayat) atas nama Maman. Tapi ditelpon ga nyambung-nyambung”
Bapak satpam langsung kaget dan berbisik ke temennya kang ojek, “Iya ga nyambung bang emang. Orangnya udah meninggal tadi sore. Kalo ga percaya liat aja mayat yang paling ujung.”
Temennya cuma dia dan ternyata benar. Namanya persis sama yang order Go-Food ke dia.
Oke fine. Itu jam 9 malem belum terlalu malem. Tapi yang kupikir adalah, emang abangnya kaga curiga ya orderan ke kamar mayat?
Cerita 2. Temennya kang ojek ini dapet customer cantik (katanya sih bangetz) dari TPU Menteng Pulo sampe ke TPU Jeruk Purut. Aku sih udah horror duluan, abisnya kuburan ke kuburan gitu. Tapi temennya kang ojek ini ga curiga sama sekali. Diantarlah si customer cantik selamat sampe tujuan ke Jeruk Purut dan doi balik lagi nongki di area Kokas. Temen-temen tongkrongnnya langsung nyamperin dia
“Bang, lu tadi nganterin siapa customernya?”
“Cewe cantik bro. serius. Cantik banget”
“Lu ga ngeh ya bang?
“Ngapa dah?”
“Itu cewe duduknya ga nempel ke jok motor lu, tauk”
Dengan ekspresi ga percaya temen si kang ojek buru-buru ngerogoh kantong ngambil uang yang dibayar sama customer tadi. Dan, voila! Uang yang tadi dia terima sekarang wujudnya cuma dedaunan. Dia lemes ga karuan.
Usut diusut temennya kang ojek itu ambil orderan sekitar jam 1 dini hari. Cukup berani sih. Tapi kalo dapetnya orderan kayak gitu mending lanjutin nongki dah bang :”
Well. Mengobrol sepanjang perjalanan kadang emang bisa membunuh ngantuk plus lelah seharian ngantor. Terlebih sebagai customer bisa dapat cerita-cerita menarik yang ujungnya dibuat jadi tulisan (kayak ini misalnya haha). But for me personally, having a nice and interesting with the drivers is like trying to know and understand people more and better. Jadi, kedepannya interaksi sesama manusianya semakin bagus dan semakin menghargai orang lain :) Bisa diaplikasiin saat berinteraksi temen kuliah, sodara, temen kantor dan yang paling utama sih jadi punya bahan cerita untuk diceritakan lagi ke orang lain~
Ah post kali ini kepanjangan ya? Gapapa deh sekali-kali haha
0 notes
Text
Kelana
“Senja, Kelana itu sosok seperti apa?”
Satu pertanyaan itu terlontar begitu saja. Senja hanya menerawang mencoba menembus langit. Menatap rentang kejauhan yang dia akui sebagai ruang.
“Jika kau mencari orang yang gigih mempertahankan apa yang ia yakini, maka kau akan temukan itu pada Kelana.”
“Jika kau mencari orang yang dapat dengan tenang menahan emosi, maka kan kau dapati itu pada Kelana.”
“Jika kau mencari orang yang menenangkan emosimu dibanding menyulut apimu, maka kau akan lihat itu pada Kelana.”
“Jika kau mencari orang yang akan berjuang hingga akhir mengerjakan apa yang ia mulai, maka kan kau rasakan itu pada Kelana.”
Senja menjeda. Ekspresinya tak terbaca.
“Tetapi, ia tetap sosok yang dapat terlambat datang dalam pertemuan. Dinanti seseorang namun sumringahnya menghilangkan kelelahan penantian.”
“Tetapi, ia tetap sosok penuh pendirian yang bahkan kau tak akan dapat menembus batas yang ia buat namun jembatan yang ia buat cukup untuk kau singgahi dan lintasi.”
“Tetapi, ia tetap sosok yang akan tetap mengatakan tidak saat hatinya berkata tidak namun kau akan selalu tahu alasan terbaik dibaliknya.”
“Kelana. Begitulah Kelana.”
Senja tersenyum kecil. Bola matanya seakan berbinar menyebut nama Kelana.
4 notes
·
View notes
Text
Death Call (Episode Menyapa Kematian)
Pernah merasa kaku dan terkejut hingga kau tak dapat meluapkan emosimu? Aku mengalaminya.
Menjelang petang, (Ahad, 25 Desember 2016), aku mendapat kabar duka yang tak terduga. Grup-grup whatsapp alumni sekolah seketika ramai dengan kabar duka tersebut. Siapa sangka ternyata nama yang tertera pada berita duka itu adalah orang yang kukenal baik sejak lama. Saking amat terkejutnya, beberapa teman sampai mencoba kroscek berita tersebut.
Namanya Abdullah Adzkiy Robbani, lulusan biologi IPB. Adzkiy panggilannya, tapi kerap kupanggil “bocil” sejak dulu. Ya, kami berteman akrab sejak kelas 10 hingga lulus lalu sibuk dengan kegiatan kampus masing-masing.
Kami memang tak terlalu sering berkabar sejak lulus sekolah, tapi terakhir kali yang kuingat dia bercerita tentang sulitnya praktikum untuk skripsinya. Lalu kudengar pada akhirnya ia berhasil menyelesaikan studinya.
Adzkiy anak yang cerdas, dia peserta OSN Biologi saat sekolah, rusuh, ceria, penuh cerita dan hampir tak terlihat kesedihan pada dirinya. He was one of my close friends when we were High Schooler. Dia termasuk anak yang tak neko-neko dalam pandanganku.
Dan berita duka itu? Ah, tak perlu kau tanya. Saking terkejutnya, aku tak lagi dapat mengeluarkan emosi apa pun saat petang itu. Lalu, malam harinya dengan penuh pikiran dan renungan, aku seperti berkata : “Apa kabar kau di sana, kawan?”, “Apa rasanya sekarang?”
Semua timeline media sosial yang berisi teman-teman, adik atau kakak kelas zaman sekolah seketika penuh berita duka. Dan tak kuasa rasanya melihat nisan yang tertera namanya, pun saat foto kain kafan itu mulai diturunkan ke liang lahat.
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ
[(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innā lillāhi wa innā ilayɦi rāji’ŭn” (sesungguhnya kita semua milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kita semua akan kembali.] (Al-Baqarah : 156)
[Who say, when afflicted with calamity: “To Allah We belong, and to Him is our return”.]
“Almarhum meninggal saat menyelamatkan dua adiknya yang hanyut di pantai Jepara. Dua adiknya selamat. Jenazah akan dimakamkan di Semarang, Senin jam 10 pagi. Insyaallah almarhum syahid.”
Semuanya berkata seperti itu. Allah loves you more than us, cil. Makanya Dia memanggilmu lebih cepat dibanding aku ataupun teman-teman yang lain. Syahid dan Husnul khotimah, bukankah dua kata itu amat indah bagi kita semua yang hanya makhluk lemah ciptaanNya?
Selamat jalan, cil. Semoga di lapisan langit sana kau tersenyum bahagia bersama bidadari-bidadari Allah. Sesungguhnya pun aku dan yang lain akan menyusul ke sana nanti, pada saatnya kematian menyapa bergiliran.
Selamat jalan, cil.
0 notes
Quote
People said: The one you love the most could hurt you the worst. I would say: But, why you? Why you are the one that changed?
anonym
0 notes