#bharatayuda
Explore tagged Tumblr posts
Text
Arjun’s children.
(+ his kids in the Javanese mhb‼️)
Abhimanyu.
Info: Abhimanyu, the most popular child of Arjun, was a great warrior, portrayed as young, strong and talented. Abhimanyu was one of the people to know the technique to enter the Chakravyuha, a powerful military formation, unfortunately, he died unfairly while in this formation.
Iravan.
Info: Iravan is the second popular son of Arjun, he is the central deity of the cult of Kuttantavar & a village guardian deity. Iravan is revered for his sacrifice & his protection. In one legend, he is married to the enchantress mohini.
(there is much more interpretations/stories of Iravan, so its better to look him up)
Babruvahana.
Info: The harsh son of Arjun & heir of Manipura. Babruvahana was the only child who defeated Arjun, but was about to kill himself after knowing arjun’s identity, but he was given from his stepmother, the Nagi Ulupi, a gem called Nagamani, which revived Arjun.
Shrutakarma.
Info: the youngest of the Upapandavas. Shrutakarma was a capable archer like Arjun and fought very well, he fought many warriors such as Sudakshina, King Chitrasena, Jayatsena, Dushasana and Ashwathama. Unfortunately, he was killed brutally by Ashwathama.
Wisanggeni.
Info: Wisanggeni is a son of Arjun & the lava goddess Dresnala. When he was born, he was already hated by Brahma, in which the creator god threw him into a caldera. However, wisanggeni didn't die but got empowered. In rage by Brahma, he attacked the heavens. No one could defeat him except Antasena (who could only reach him to a draw)
Kumaladewa and Kumalasekti.
Info: Kumaladewa & Kumalasekti are the (male) twin children of Arjun with the demoness Asmarawati. Both siblings are mostly hybrids of a Demi-god and demon, making them possibly powerful. The siblings are seen as hero’s in wayang.
Wilugangga.
Info: born from Arjun & apsara Wilutama, Wilugangga is seen as a hero in Wayang. He helped a king who was facing a hardship, namely a marriage contest, & promised to help him as long as he was told who his father was, the king agreed & after Wilugangga succeeded, he was told who his father was. In the Javanese mhb, he fought Drona but later got killed by him.
Dewi Pregiwa & Dewi Pregiwati.
Info: Pregiwa & Pregiwati are daughters of Arjun & the princess Manuhara and they are only told in wayang.
Pregiwa is said to be loyal, honest, patient, & charming. She had married Ghatotkacha. She is identified with Pragya(?)
Pregiwati is said to be kind, devoted & gentle, and is the twin sister of pregiwa, she once went on a journey to find her father. Pregiwati is identified with Pragati (?)
Sumitra.
Info: son of Arjun and the archer Dewi Larasati, Sumitra is kinda known in wayang. Sumitra is also shown as a charioteer of Abhimanyu, and took part in the Bharatayuda war. he died on the battlefield against Bhishma. (Another version says that he was killed by karna.)
Honorable Mention: Pancala (son of Arjun & Srikandi), but there’s not much info about him I could find.
((Correct me if I got something wrong!!))
#hinduism#hindu mythology#desiblr#mahabharata#arjuna#mahabharat#arjun#Indonesian#java#javanese#Javanese mahabharata#Indonesian mahabharata#abhimanyu#Iravan#aravan#Babruvahana#Shrutakarma#Wisanggeni#Kumaladewa#Kumalasekti#Wilugangga#Pregiwa#Pregiwati#Pragya#Pragati#Sumitra#Pancala#hindublr#desi tag#lotus-list
20 notes
·
View notes
Text
Roda terus berputar
Prompt: baju adat (Jawa)
Dari kisah tentang Bhisma dan perjalanannya sebelum ia terlibat dalam perang Bharatayuda. Ia masih muda, beban masa depan terlihat jelas di jalannya, namun tetap maju dan mempertahankan prinsipnya.
Baca fanficnya "Bhisma Must Die"
0 notes
Text
PANDAWA vs KURAWA
7 aksohini vs 11 aksohini
Keterangan :
1 aksohini = 10 anikini
1 anikini = 3 camu
1 camu = 3 prutana
1 prutana = 3 wahini
1 wahini = 3 gana
1 gana = 3 gulma
1 gulma = 3 senamukha
1 senamukha = 3 patti
1 patti = 1 ratha + 1 gaja + 3 ashwa + 5 padhata
Ratha = kereta
Gaja = gajah
Ashwa = kuda
Padhata = prajurit darat
Maka....
Kekuatan pihak Pandawa : 153.090 kereta, 153.090 gajah, 459.270 prajurit berkuda, dan 765.450 prajurit darat.
Kekuatan pihak Kurawa : 240.570 kereta, 240.570 gajah, 721.710 prajurit berkuda, dan 1.202.850 prajurit darat.
DAFTAR SEKUTU PIHAK PANDAWA :
- Drupada, Srikandi, Dhrestadyumna, dan keluarga besar bangsa Pancala, terkumpul satu akshohini.
- Setyaki dan para petarung bangsa Wresni, terkumpul satu aksohini.
- Wirata, Sweta, Uttara, Shanka, dan keluarga besar bangsa Matsya, terkumpul satu aksohini.
- Keluarga besar bangsa Kuntibhoja dan Surasena, terkumpul satu aksohini.
- Dhrestaketu putra Sisupala raja Cedi, terkumpul satu aksohini.
- Cekitana dari bangsa Kekaya, ditambah aliansi kerajaan Dasarna, terkumpul satu aksohini.
- Gatotkaca dari bangsa Raksasa, Irawan dari bangsa Naga, ditambah bangsa Pandya dan Cola, terkumpul satu aksohini.
DAFTAR SEKUTU PIHAK KURAWA :
- Bhisma, Karna, Somadatta, Burisrawa, dan keluarga besar bangsa Kuru, terkumpul satu aksohini.
- Salya, Rukmaratha, dan keluarga besar bangsa Madras, terkumpul satu aksohini.
- Jayadratha raja Sindhu dan keluarga besar bangsa Saindhawa, terkumpul satu aksohini.
- Kretawarma dari Bhoja, memimpin pasukan Narayanisena milik Sri Kresna, sebanyak satu aksohini.
- Bhagadatta raja Pragjyotisa putra Narakasura, memimpin para petarung dari pegunungan, sebanyak satu aksohini.
- Sangkuni memimpin bangsa Gandhara, terkumpul satu aksohini.
- Nila dari Mahismati dan Wrehadbala dari Ayodhya, terkumpul satu aksohini.
- Susharma dan pasukan Samsaptaka dari Trigarta, terkumpul satu aksohini.
- Winda dan Anuwinda dari Awanti, memimpin satu aksohini.
- Sudhaksina dari Kamboja, ditambah bangsa Yawana, Kalingga, dan Saka, terkumpul satu aksohini.
- Drona dan Ashwatama memimpin setengah Pancala, ditambah Alambusa memimpin bangsa Rakshasa, terkumpul satu aksohini.
URUTAN YANG GUGUR:
Hari ke-1 : Uttara dan Sweta.
Hari ke-7 : Shanka.
Hari ke-8 : Irawan.
Hari ke-10 : Bhisma.
Hari ke-11 : ???
Hari ke-12 : Bhagadatta.
Hari ke-13 : Abhimanyu, Wrehadbala, Laksmanakumara, Susharma.
Hari ke-14 : Srutayu, Wikarna, Bhurisrawa, Jayadratha.
Hari ke-14 malam : Alambusa, Jathasura, Nila, Gatotkaca.
Hari ke-15 : Wirata, Drupada, Drona.
Hari ke-16 : Dursasana.
Hari ke-17 : Wresasena, Susena, Karna.
Hari ke-18 : Cekitana, Salya, Uluka, Sangkuni.
Hari ke-18 malam : Duryodhana, Dhrestadyumna, Yudhamanyu, Uttamauja, Srikandi, Pratiwindya, Sutasoma, Srutakirti, Satanika, Srutakarma.
Yang masih hidup:
PIHAK PANDAWA : Yudhistira, Bimasena, Arjuna, Nakula, Sadewa, Kresna, Setyaki.
PIHAK KURAWA : Krepa (diampuni), Kretawarma (pulang ke Bhoja), Ashwatama (hilang ingatan).
#indonesia#wayang#mahabharat#vedic#bharatayuda#india#javanese#puppet#java#epicurious#art#digital art#hinduism#pandava#kauravas#hinduepic
3 notes
·
View notes
Text
Basudewa
Kalau aku boleh meminta
Pada siapa sebenarnya, berpinta boleh bersarang
Yudhistira beku, nyalinya segamang padi
Menguning, mengabur dicucuk burung kenari
Menghadiahkan berdepa kilat yang diujungnya ada pukau
Kau bijaksana, menguar selaksa air mata
Kau tertambat istimewa, menjadi ada karena berada
Dengan setapak bulu halus di buku-buku tanganmu,
menggenggam panah
Mencumbu busur
Yang di alasnya aku berderak
Serangan yang dibendung, cinta yang dilamun
Aku bisa saja kembali tapi engkau abadi sebagai babad yang tercela
-Innezdhe
Dalam Bharatayuda, kalahnya ksatria utama pihak Kurawa seperti Bhisma, Karna, Drona, Salya, dan Duryudhana tidak terlepas dari peran Basudewa Krishna, sang avatar Wishnu yang dengan strateginya mampu mengcounter semua ksatria tersebut, meskipun harus menempuh jalan yang bisa disebut licik.
Sebut saja Bhisma yang berhasil dikalahkan saat Basudewa Krishna memasang Srikandhi didepan Arjuna. Atau Suryaputra yang dipanah tumbang oleh Arjuna saat memperbaiki roda keretanya atas saran Krishna. Juga dengan mengorbankan Gatotkaca agar senjata Vashavi Shakti tidak digunakan Suryaputra untuk melawan Arjuna. Kekalahan Duryudhana dalam perang gada melawan Bhima juga karena Krishna menyarankan agar Bhima menyerang paha Duryudhana yang merupakan serangan illegal dalam pertempuran gada.
Termasuk saat Krishna mengutus Nakula Sadewa untuk sowan ke Salya yang merupakan pakdhenya membicarakan perihal peperangan. Karena tidak sampai hati pada keponakannya itu, Salya kemudian membeberkan kelemahannya, bahwa ia akan dikalahkan oleh seorang “berdarah putih” yang tidak lain adalah Yudistira.
Yudistira terkenal dengan kejujuran dan sikapnya yang lemah lembut. Jangankan membunuh orang, membunuh semutpun tidak sampai hati. Kini ia dipaksa untuk menghadapi Salya. Dengan ajian Candrabhirawa miliknya, Salya membuat kubu Pandawa kewalahan akibat gelombang demi gelombang raksasa yang ketika dibunuh justru semakin berlipat ganda. Namun ajian itu tak mempan melawan Yudhistira. Pada awalnya ia ragu namun kemudian mulai melepas panah demi panah hingga merobohkan Salya.
Meskipun di Bharatayuda Basudewa Krishna berhasil membawa kubu Pandawa menang, manuvernya menjadi sesuatu yang selamanya tetap layak untuk dipertanyakan.
5 notes
·
View notes
Text
10. Kerajaan Kediri
Informasi Kerajaan
Corak: Hindu Syiwa Berdiri: abad ke-11 Letak: Daha, Jawa Timur (sekarang Kediri)
Kerajaan Kediri adalah pemisahan Kerajaan Medang di bawah pemerintahan Airlangga.
Bukti Kerajaan
Prasasti Pamwatan
Prasasti Pamwatan dikeluarkan oleh Airlangga, menceritakan tentang kota Daha yang berarti ‘kota api’.
Prasasti Turun Hyang
Prasasti Turun Hyang adalah prasasti yang menceritakan perang saudara antara Kediri dan Jenggala. Prasasti ini dikeluarkan oleh Kerajaan Jenggala sebagai apresiasi untuk warga Turun Hyang yang membantu Jenggala.
Prasasti Ngantang
Diturunkan sebagai prasasti saingan pada Turun Hyang. Berisi tentang apresiasi Kediri kepada warga Ngantang yang membantu Kediri saat melawan Jenggala. Dalam prasasti ini ada slogan yaitu ‘Panjalu Jayati’ yang berarti ‘Panjalu (Kediri) menang’. Di bawah kepemimpinan Jayabaya, Kediri berhasil menang melawan Jenggala dan mempersatukan Jenggala dengan Kediri.
Prasasti Sirah Keting
Prasasti Sirah Keting menceritakan tentang Jayaswara memberikan hak istimewa (seperti tanah) kepada rakyatnya yang bernama Marjaya karena telah berbakti pada Jayaswara.
Kakawin Bharatayuda
Ditulis Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, ditulis pada masa pemerintahan Jayabaya. Ceritanya tentang peperangan dengan tokoh Prabu Salya dan permaisurinya, Dewi Setyawati.
Additional info: Ketika ingin menggambarkan kecantikan Dewi Setyawati, Mpu Sedah membutuhkan referensi. Maka diberikanlah putri Jayabaya, tetapi Mpu Sedah berbuat kurang ajar sehingga ia dihukum dan Kakawin Bharatayuda dilanjutkan oleh Mpu Panuluh sendirian.
Babad Tanah Jawi
Serat Jayabaya
Jayabaya berguru ke ulama bernama Maulana Ngali Samsujen. Ia lalu mendapatkan gambaran tentang Pulau Jawa dari zaman Aji Saka hingga datangnya hari kiamat (kemudian dikenal dengan Ramalan Jayabaya)
Negarakertagama
Menceritakan tentang Majapahit di zaman Hayam Wuruk. Juga kemudian menceritakan tentang perselisihan di Kediri pada zaman Kertajaya.
Pararton
Menceritakan kerajaan Singasari (Ken Arok), juga perselisihan antara Ken Arok dengan Kertajaya yang kemudian memicu perang.
Struktur Kerajaan
Samarawijaya, raja pertama Kediri.
Jayaswara.
Jayabaya, raja terbesar Kediri.
Kertajaya.
Jayasabha (dalam masa penaklukan Singasari)
Sastrajaya.
Jayakatwang.
Peristiwa Penting
Kebijakan Jayabaya
Menyatukan Janggala sebagai bagian dari Kediri.
Membentuk angkatan laut untuk mendukung sektor maritim.
Perekonomian di bidang maritim dan agraris meningkat.
Keruntuhan Kediri (Perang Ganter)
Perang Ganter adalah perang antara Kertajaya (Kediri) melawan Brahmana dan Ken Arok (Singasari). Berlokasi di Ganter (sekarang Malang).
Penyebab dari Perang Ganter adalah keinginan Kertajaya untuk disembah seperti Tuhan. Brahmana langsung menentang ide Kertajaya dan mencari cara untuk menghentikan Kertajaya.
Brahmana akhirnya meminta tolong pada Ken Arok dari Singasari.
Ken Arok akhirnya menang melawan Kertajaya dan menjadikan Kediri sebagai kerajaan di bawah Singasari.
Pemberontakan Jayakatwang
Setelah Ken Arok mengalahkan Kertajaya dan menjadikan Kediri di bawah kekuasaan Singasari, Ken Arok mengangkat Jayasabha (anak Kertajaya) menjadi bupati Kediri. Setelah Jayasabha, Sastrajaya diangkat sebagai bupati. Setelah Sastrajaya, Jayakatwang diangkat sebagai bupati.
Namun, karena Jayakatwang memiliki dendam terhadap perbuatan Ken Arok, Jayakatwang memberontak, ia pun membunuh Kertanegara yang saat itu menjadi pemimpin Singasari. Jayakatwang kemudian membangun lagi Kerajaan Kediri, tetapi hanya bertahan satu tahun karena serangan Pasukan Mongol dan Pasukan Raden Wijaya (menantu Kertanegara).
0 notes
Text
[KUAJAK KAU KENCAN KE KHURUKSETRA]
Kutebus puisi pembunuhan yang kau terbangkan ke angkasa
Menukarnya dengan dua lembar tiket pertunjukan Bharatayuda!
Mengendarai mesin waktu buatan semesta
Selamat datang di Khuruksetra tempat kencan kita!
Lapang perang menyerupa neraka yang diciptakan pandawa dan kurawa
Tapi bukan itu peduliku nona!
Ini perihal puisimu yang kau terbangkan ke angkasa
Dimana terdapat sumpahmu yang berapi-api, memberhalai kebencianmu kepadaku, yang kian hari kau yakini bahwa cinta dalam dirimu melesat dan ikut mati!
Kuajak kau kencan ke Khuruksetra menyaksikan bagian bhismapurwa! ;
★Beberapa ribu tahun lalu
sebelum Amba melenyapkan diri,
ia bersumpah akan menjadi pati bagi Bhisma yang abadi
Lalu ia menitis pada tubuh Srikandi dan menjumpai kekasihnya dalam sebuah tragedi
Satu per satu anak panahnya menghujani Bhisma
Tanpa ia sadari, kebencian di dadanya ikut terbawa pada setiap lesatan : terbang sebagai dendam yang haus penuntasan—namun menancap sebagai rindu yang meminta sebuah kepulangan
Bhisma jatuh di hujaman anak panah ke seribu, bibirnya tersenyum jasadnya tersangga panah-panah Srikandi★
Nona... Ku ajak kau ke khuruksetra
Sebab kau dan puisi kebencianmu jelmaan Amba-Srikandi dan anak panahnya
Sedang Bhisma adalah aku, yang rela mati dan merasa terbekerati : hidup abadi dalam puisi-puisi kebencian yang kau tuliskan
Tubuhusangku
Ciamis, 2020
1 note
·
View note
Text
Cacat Bawaan Vs Ngglothang Virtual
Cacat Bawaan Vs Ngglothang Virtual
Oleh: Ki Suharno Tegal. Cakrawalanews.co — Sore itu di Sebuah Ruang pertemuan khusus Istana Hastinapura Patih DR Sengkuni dan profesor Durna sedang serius melakukan Rapat Terbatas dengan Petinggi Kurawa membahas Rencana Strategis dan skenario Perang Bharatayuda yg sudah mereka susun sedemikian rupa dengan segala tahapan dan rincianya. Secara Bergantian Mereka berdua membeberkan secara Detail dan…
View On WordPress
0 notes
Text
0 notes
Text
Cah Ayu yang Ragu-ragu Pergi ke Ruang Angkasa
Cah Ayu, berjalanlah ke Kurusetra
Supaya kau tak mendengar dahanam kembang api
Lalu kau cucukkan mulutmu, Cah Ayu, ke Saptapancaka
Supaya lidahmu yang bosan dengan anggur dan fermentasi jadi amis dan bau darah
Ramabargawa tidak sedang dendam padamu, Nduk
Dan kalau kau masih saja takut, bunuh dirilah, Cah Ayu, biar kau tak rasakan Bharatayuda
( Hadiah puisi yang ketiga dari Yesa! )
2 notes
·
View notes
Text
Monumen dan Patung Di Jakarta | Patung Arjuna Wijaya merupakan monumen yang berbentuk patung kereta kuda dengan air mancur yang terbuat dari tembaga. Monumen kereta kuda ini terletak di persimpangan Jalan MH Thamrin dan Jalan Medan Merdeka. Perancang Patung Arjuna Wijaya adalah seorang maestro pematung Indonesia berasal dari Tabanan Bali, yaitu Nyoman Nuarta. Patung ini dibangun sekitar tahun 1987, seusai lawatan kenegaraan Presiden Indonesia, Soeharto dari Turki. Proses pembuatan Patung Arjuna Wijaya dikerjakan oleh 40 orang seniman dan pengerjaannya dilakukan di Bandung, Jawa Barat.
Patung Arjuna Wijaya menceritakan sebuah adegan kisah klasik Mahabrata, dimana dua tokoh dari kubu Pandawa, yaitu Arjuna yang sedang memegang busur panah, dan Batara Kresna yang menjadi sais sedang mengendarai kereta perang berkepala garuda yang ditarik delapan ekor kuda, melambangkan delapan filsafat kepemimpinan Asta Brata. Keduanya digambarkan sedang dalam situasi pertempuran melawan Adipati Karna dari kubu Kurawa.
Menurut Nyoman Nuarta, pembangunan Patung Arjuna Wijaya dilatar belakangi kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto ke Turki pada tahun 1987. Disana beliau melihat banyak monumen di jalan-jalan protokol yang menjelaskan cerita Turki dimasa lalu. Presiden Soeharto menyadari hal tersebut tidak dijumpai di ruas jalan protokol di Jakarta. Sehingga beliau menggagas sebuah pembangunan monumen yang memuat filsafat Indonesia. Melalui pematung Nyoman Nuarta, akhirnya kisah Perang Bharatayuda digunakan sebagai ide dibalik patung tersebut.
Arjuna Wijaya yang berarti "kemenangan Arjuna", menceritakan kemenangan dalam membela kebenaran dan keberaniannya, simbol apresiasi terhadap sifat kesatrianya. Patung Arjuna Wijaya juga merupakan patung yang menjadi simbol bahwa hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Hal ini dilatar belakangi dari cerita perang saudara dalam kisah Bharatayuda, dimana Arjuna bertempur melawan Adipati Karna yang merupakan saudaranya sendiri. Menurut Nyoman Nuarta, Arjuna pada awalnya ragu karena yang harus dilawannya adalah saudaranya sendiri, namun Arjuna harus menentukan sikap demi kebaikan orang yang lebih banyak, dia harus mengalahkan Adipati Karna dipihak Kurawa.
Delapan kuda yang menarik kereta perang tersebut melambangkan Asta Brata, yaitu delapan filsafat kepemimpinan sesuai alam semesta. Asta Brata tersebut yaitu Kisma (Bumi), Surya (Matahari), Agni (Api), Kartika (Bintang), Baruna (Samudra), Samirana (Angin), Tirta (Hujan), dan Candra (Bulan). Tampilan kuda-kuda Asta Brata ini telah menjadi ciri tersendiri bagi patung Arjuna Wijaya. Sebagian patung kuda memperlihatkan bentuk bagian tubuh yang utuh, namun sebagian lagi berbentuk tubuh transparan. Nyoman Nuarta mengungkapkan, Patung Arjuna Wijaya membutuhkan biaya sekitar 290 Juta hingga 300 Juta dengan penyesuaian harga pada tahun 1987. Patung ini mengalami renovasi pada Oktober 2014 dan diresmikan kembali oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada Januari 2015, didampingi perancang patung Nyoman Nuarta, dan pihak Bank OCBC, selaku yang melakukan renovasi.
0 notes
Text
Bagi umat sedharma yang penggemar Mahabharata, kisah hidup Karna ini sangat inspiratif.
🌸 Karna, kehendak bebas, dan karma🌸
Karna, anak Kunti yang pertama, terlahir dari kekuatannya memanggil Bhatara Surya dengan membaca mantra sakti hadiah dari Maharsi Durvasa.
Karna, adalah seorang ksatria yang jujur dan berbudi luhur. Ia tidak memiliki genetik penjahat dalam darahnya. Ayahnya Dewa Surya, penguasa Matahari. Ibunya Dewi Kunti, keturunan bangsa Yadava yang termasyhur. Ia berguru kepada Parasurama yang agung. Tapi mengapa hidup Karna diliputi cerita sedih?
Di penghujung perang Bharatayuda, saat roda kereta perangnya terperosok ke dalam lumpur, saat ia lupa dengan semua ilmu yang dipelajarinya dari Parasurama, ia dengan syahdu bertanya pada Vasudewa Krisna:
"Oh Krisna, mengapa semua ini menimpaku? Di mana keadilan itu? Aku berjuang sendiri dengan kekuatanku, apa dosaku hingga kemalangan ini terus mengikutiku? Saat kecil aku dibuang oleh ibuku. Saat remaja aku ditolak berguru oleh Rsi Drona hingga aku terpaksa berdusta kepada Parasurama agar diterima sebagai murid, itupun aku lalu dikutuknya. Dan kini, disaat paling menentukan dalam hidupku, aku bahkan tak mampu mengingat mantra untuk memanggil Brahmastra. Oh Krisna, mengapa ini semua terjadi padaku?"
Sang pemilik kehidupan, Vasudewa Krisna, tersenyum. 🙂
Jawaban Vasudewa Krisna ini, layak kita renungkan dan jadikan suluh, penerang hidup, terutama di zaman yang semakin mudah menyeret kita keluar dari jalan bhakti ini.
Apa saja petuah Sri Krisna kepada Karna?
"Wahai Karna,
1. Kamu lupa pada semua ilmu yang pernah kamu pelajari. Kutukan Parasurama karena kamu berdusta, hanyalah jalan bagi perwujudan karma yang kamu torehkan sendiri. Ketahuilah Karna, tujuanmu menuntut ilmu itu, salah sejak awal. Kamu menuntut ilmu bukan untuk tujuan memberi sumbangan kebaikan bagi masyarakat, melainkan untuk balas dendam. Dendammu pada Arjuna adalah dendam yang tidak beralasan. Kamu membenci kelahirannya, padahal ia tidak pernah minta dilahirkan dari rahim bangsa ksatria. Dendam itu sendiri adalah dosa. Tindakanmu karena motif dendam itu juga dosa. Adakah tindakan yang lebih buruk dari tindakan yang dimotivasi kebencian dan dendam? Karna, seharusnya kamu belajar, memahami hakikat ilmu, untuk tujuan mulia, menyumbangkan kebaikan-kebaikan bagi masyarakat.
2. Kamu memang mendapat perlakuan yang tidak adil. Orang-orang tidak menghargai kekuatanmu hanya karena kelahiranmu. Itu adalah tindakan yang keji. Tapi Karna, mari aku ceritakan sebuah kisah. Dahulu kala, ada seorang rsi bernama Jamadagni. Suatu hari, seorang ksatria bernama Kartawirya bersama anak-anaknya membunuh Rsi Jamadagni. Anak Rsi Jamadagni yang dibakar dendam bersumpah memerangi para Ksatria hingga ia berkeliling dunia 3 kali, tetapi dendamnya tidak kunjung padam hingga awatara Wisnu, Ramadewa, menyadarkannya. Ia akhirnya bertapa, bersemedi, mendedikasikan dirinya untuk kebaikan umat manusia. Kamu tahu siapa putra Rsi Jamadagni itu? Dialah gurumu yang juga mengutukmu, Parasurama. Andai karena kemarahannya itu dia bersekutu dengan kejahatan, tentu kini dunia mengenalnya sebagai penjahat pula. Tapi lihatlah, kini dunia menghormatinya sebagai maharsi yang agung. Dunia memang dipenuhi ketidakadilan, kadang kekejaman. Responmu, yang lahir dari kehendak bebasmu itulah yang menunjukkan kualitasmu. Dan karmamu muncul dari responmu itu. Saat kamu diperlakukan secara tidak adil, kamu memiliki 2 pilihan:
Pertama, kamu mengunakan energi, semangat dan kekuatanmu untuk menegakkan kebenaran dan berjuang untuk meluruskan ketidakadilan yang terjadi.
Kedua, kamu bisa bertindak cengeng, mengeluh, dan berpihak kepada siapapun yang ada di seberang pihak yang berlaku tidak adil, tanpa menelisik kebenaran pihak-pihak itu.
Sayangnya, kamu memilih jalan yang kedua. Hanya karena benci dan iri pada Arjuna, kamu memihak Kurawa. Karena memihak Kurawa, dirimu ikut tertawa saat Drupadi ditelanjangi. Wahai Karna, kebenaran macam apa yang dirimu bela melalui persekutuanmu dengan Kurawa? Ketidakadilan yang dirimu alami, tidak membebaskanmu dari karma akibat pembelaanmu pada kejahatan. Ketidakadilan adalah satu hal. Responmu adalah tanggung jawabmu. Andaikan setiap ketidakadilan melahirkan dendam kesumat dan pembalasan dengan membangun persekutuan dengan kejahatan, dunia macam apa yang akan kita jumpai?
3. Dirimu kira, Duryodana berbaik hati padamu??? Tidak! Kamu tertipu, Karna. Dirimu tidak dapat menilai pemimpin hanya dari satu tindakannya. Dirimu harus menilai pemimpin dari karakternya. Kalau Duryodana memang orang baik, mengapa dia hanya menggelimangkan harta kepadamu? Kenapa dia tidak melakukan hal yang sama pada rakyat Hastinapura? Karna, dia memberimu privilege, kekayaan, kekuasaan, hanya karena dia mengetahui dendammu pada Arjuna, dan bahwa kamulah satu-satunya pemanah yang mampu menandingi Arjuna. Hanya itulah tujuannya. Kebaikannya padamu hanyalah kebaikan palsu, untuk memenuhi ambisinya. Dan kamu, Karna, menerima kemewahan itu hanya untuk mendapatkan jalan bagi pemenuhan dendammu. Untuk itu kamu rela bersekutu dengan kejahatan.
4. Semakin besar kekuatan dan kekuasaan seseorang, maka semakin besar tanggung jawabnya pada dunia. Perang Bharatayudha ini terjadi bukan hanya karena ketamakan Duryodana dan kelicikan Sangkuni. Tapi adalah kesalahan 3 orang: kakek Bhisma, mahaguru Drona, dan kamu sendiri Karna. Dukungan kalianlah yang menyebabkan kejahatan membesar, merasa kuat dan berani mengobarkan perang melawan kebenaran. Maka Karna, hari ini, di sini, terimalah kematianmu."
Empat nasihat Vasudewa Krisna itu, meskipun diuraikan ribuan tahun sebelum masehi, masih dan tetap relevan hingga sekarang. Mari renungkan dan jadikan tuntunan, karena hal-hal yang menimpa Karna kadangkala juga menimpa kita. Semoga kita selalu teguh di jalan bhakti ini.
Hari Krishna. 🙏😇💖
0 notes
Photo
Sangkuni - Intelligent, maar groot intrigant. Hij is een leugenaar, die altijd de waarheid weet te verdraaien en die zowel Kaurawas als Pandawas veel onheil bezorgt. Volgens een dalang (poppenspeler) moet de Sangkuni pop na het opvoeren van de Bharatayuda in zee geworpen worden. Sangkuni - Intelligent, but great intriguant. He is a liar who always knows how to twist the truth and both. According to a Dalang (puppeteer) the Sangkuni dummy, after completing the Bharatayuda needs to be thrown into the sea.
(c) Tekst: Peter Buurman
1 note
·
View note
Photo
#exploremadura - bharatayuda http://dlvr.it/QSWvsb #exploremadura
0 notes
Text
09. Kerajaan Medang
Informasi Kerajaan
Corak: Hindu Berdiri: abad ke-10 Letak: Watan Mas, Sungai Brantas, Jawa Timur (setelah dipindahkan Mpu Sindok)
Kerajaan Medang disebut juga sebagai Wangsa Isyana. Merupakan kerajaan lanjutan dari Mataram Kuno.
Bukti Kerajaan
1. Prasasti Gemekan
Berisi tentang penetapan tanah sima (tanah batas) oleh Mpu Sindok untuk membuat tempat peribadatan. Di samping tanah sima, dibeli juga tanah untuk keperluan saluran air supaya tanahnya menjadi bermanfaat.
Lalu di sisi lain Prasasti Gemekan, disebutkan kutukan bagi siapa pun yang mengganggu kebijakan penetapan tanah tersebut.
2. Prasasti Tangeran
Berisi tentang pemerintahan Mpu Sindok dan permaisurinya yang bernama Sri Wardhani.
3. Prasasti Bangil
Berisi tentang perintah Mpu Sindok untuk membangun candi sebagai tempat peristirahatan mertuanya (Rakyan Bawang).
4. Prasasti Lor
Berisi tentang perintah Mpu Sindok untuk membangun Candi Jayamrata dan Jayamstanbho di Lodang.
5. Prasasti Kalkuta/Pucangan
Berisi tentang hancurnya istana Dharmawangsa karena Pralaya Medang, juga berisi silsilah raja-raja Medang. Disebutkan juga bahwa Airlangga berhasil kabur ke hutan setelah peristiwa Pralaya Medang.
6. Kakawin Arjunawiwaha
Ditulis oleh Mpu Kanwa sebagai satu-satunya karya sastra selama kekuasaan Airlangga. Berisi tentang:
Arjuna, diminta oleh saudaranya untuk bertapa memohon senjata ampuh yang dapat memenangkan Pandawa dalam Perang Bharatayuda melawan Kurawa.
Ketika Arjuna bertapa di Gunung Mahameru, dewa tidak langsung memberikan senjatanya. Dewa menguji Arjuna dengan mengirimkan 7 bidadari cantik. Arjuna ternyata tidak tergugah oleh 7 bidadari tersebut, sehingga dikirimkan Batara Indra yang menyamar sebagai seorang brahmana tua.
Arjuna dan Batara Indra yang sedang menyamar kemudian berbincang mengenai agama, lalu Batara Indra mengungkap jati dirinya dan pergi. Setelah itu, datang babi yang mengamuk dan Arjuna langsung memanahnya. Di saat yang bersamaan, seorang pemburu juga memanah babi tersebut.
Arjuna dan pemburu itu pun berdebat tentang siapa yang membunuh babi itu. Si Pemburu akhirnya mengungkap bahwa ia adalah jelmaan Batara Siwa. Ia lalu memberikan panah sakti (pasupati) kepada Arjuna.
Dewa akhirnya memberikan syarat terakhir pada Arjuna yaitu ia harus membunuh Niwatakawaca, seorang raksasa yang mengganggu kahyangan. Ternyata Arjuna mampu menyelesaikan syarat tersebut. Arjuna pun mendapatkan senjata sakti dan menjadi raja di kahyangan selama beberapa waktu.
7. Arca Airlangga
Disebut juga arca Wisnu Garudanayaranamurti ditemukan di depan Pemandian Belahan (makam Airlangga) dan diduga menjadi penggambaran Airlangga sebagai Wisnu yang sedang menunggani Garuda.
Struktur Kerajaan
Mpu Sindok, pendiri Kerajaan Medang.
Sri Lokapala
Makuthawangsawardhana
Dharmawangsa Teguh (akhir Kerajaan Medang)
Airlangga (anak dari Raja Bali Udayana, keponakan Dharmawangsa)
Peristiwa Penting
Kerajaan Medang Melawan Kerajaan Sriwijaya (Serangan Pralaya)
(Lihat di catatan ‘Keraaan Sriwijaya’ tentang kerajaan Medang)
Dari POV Teguh Dharmawangsa: Teguh Dharmawangsa menurunkan tentara guna merebut perdagangan yang dikuasai Sriwijaya. Tetapi, Sriwijaya mendorong mundur Medang dan Teguh Dharmawangsa terbunuh.
Tidak hanya Teguh Dharmawangsa, seluruh anggota kerajaan Medang terbunuh dalam Serangan Pralaya sehingga Airlangga (keponakan Dharmawangsa) menggantikan. Airlangga akhirnya berhasil memulihkan kondisi Medang, lalu memindahkan ibukota Medang dari Jawa Timur ke Kahuripan.
Lebih lanjutnya, Peristiwa Pralaya Medang
Teguh Dharmawangsa memiliki seorang putri bernama Dewi Galuh Sekar yang kemudian ia nikahkan dengan Airlangga (dari Udayana). Raja Wurawuri yang sebelumnya sudah berniat untuk menikah dengan Dewi Galuh Sekar pun merasa kecewa.
Sriwijaya lalu memanfaatkan Raja Wurawuri untuk membalas dendam kepada Kerajaan Medang. Balas dendam itu dilangsungkan pada saat pesta pernikahan digelar dengan cara dibakar. Keluarga Dharmawangsa semuanya tewas kecuali Airlangga dan Dewi Galuh Sekar yang berhasil melarikan diri ke hutan.
Kebijakan Airlangga
Membangun pelabuhan di daerah Hujung Galuh
Membangun waduk waringin sapta sebagai pencegah banjir
Membangun jalan untuk mempermudah aksesbilitas
Keruntuhan Kerajaan Medang
Airlangga memutuskan membagi 2 kerajaan menjadi: Kediri (Sri Samarawijaya) dan Jenggala (Mapanji Garasakan) untuk mencegah terjadinya perang saudara. Airlangga sendiri dan putrinya memutuskan untuk menjadi seorang pertapa.
Setelah berapa lama, Airlangga yang sudah menguasai ilmu pertapa akhirnya kembali dengan nama Kerajaan Kahuripan untuk menaklukkan wilayah-wilayah yang dulu melepaskan diri dari Medang, juga Kerajaan Wurawuri.
0 notes
Photo
Wayang Kulit in Central Java is probably one of the oldest continous traditions of storytelling in the world, and certainly among the most highly developed. And here we go, she is Dewi Srikandhi. The most powerfull women ever. In the great war of Bharatayuda, Srikandi became Senopati Pandawa, and successfully killed the warlord Korawa, Bhisma. She became our favorite female warrior. . . #indonesianart #javanese #puppet #wayang #art #artjournal #vscocam #visitindonesia #javaneseculture (at Indonesia)
0 notes
Text
BISMA DEWABRATA
Bhisma adalah sosok ksatria sejati dalam epos Mahabrata. Awal cerita Mahabrata ditandai dengan kisah kelahirannya, sedang dalam akhir cerita Bharatayuda ditandai dengan kisah kematiaanya. Selama masa hidupnya Bhisma tampil sebagai penjaga kerajaan Astina, sehingga walaupun sempat dipimpin oleh raja-raja yang tidak kompeten, Astina tetap menjadi suatu negara yang besar dan disegani oleh negara-negara lainnya. Bisma (Bhīshma) merupakan putra dari Prabu Sentanu, Raja Astina dengan Dewi Gangga, nama aslinya sejak kecil adalah Dewabrata (Dévavrata) yang berarti keturunan Bharata yang luhur. Dia adalah salah satu tokoh yang tidak menikah yang disebut dengan istilah Brahmacarin. Ia tinggal di pertapaan Talkanda. Dia merupakan seorang Resi yang sakti, berwatak satria, dapat dipercaya, sabar, serta pemberani. Dimana sebenarnya ia berhak atas tahta Astina akan tetapi karena keinginan yang luhur dari dirinya demi menghindari perpecahan dalam negara Astina, ia rela tidak menjadi raja. Ia juga merupakan kakek dari Pandawa maupun Korawa. Semasa muda ia bernama Dewabrata, namun berganti nama menjadi Bisma semenjak ia bersumpah bahwa tidak akan menikah seumur hidup. Bisma ahli dalam segala modus peperangan dan sangat disegani oleh Pandawa dan Korawa. Dikisahkan, saat ia lahir, ibunya moksa ke alam baka meninggalkan Dewabrata yang masih bayi. Ayahnya prabu Santanu kemudian mencari wanita yang bersedia menyusui Dewabrata hingga ke negara Wirata bertemu dengan Dewi Durgandini atau Dewi Satyawati, istri Parasara yang telah berputra Resi Wyasa/Byasa, yang ditemuinya di dekat Sungai Yamuna. Setelah Durgandini bercerai, ia dijadikan permaisuri Prabu Santanu dan melahirkan Citrānggada dan Wicitrawirya, yang menjadi saudara Bisma seayah lain ibu.
Untuk menjadi suaminya, sang putri pun mengajukan persyaratan bahwa kelak anak-anaknya lah yang berhak untuk menjadi raja di Astina. Prabu Santanu pun menolak syarat ini, mengingat dia telah menetapkan bahwa Dewabhrata lah putra mahkota Astina. Tetapi setelah itu dia menjadi sakit karena selalu teringat akan sang putri. Saat masih muda, Dewabrata merupakan putra mahkota dari kerajaan Astina. Prabu Santanu mengirim Dewabhrata untuk berguru pada ksatria-ksatria dan resi-resi ternama untuk dididik ilmu ketatanegaraan, rohani, militer dan kanuragan. Di antara para gurunya adalah Resi Bhraspati. Resi Sukra, Resi Markandya, dan Resi Wasista. Dewabhrata pun tumbuh menjadi seorang lelaki yang sakti dan berilmu tinggi. Suatu saat tibalah hari dimana Dewabrata akan diangkat menjadi raja Astina menggantikan sang ayah Prabu Sentanu. Namun Dewi Durgandini membawa anaknya lalu berbicara pada Prabu Sentanu. "Kakanda Prabu, ingatkah dulu siapa yang menolongmu saat terluka di hutan? Akulah orangnya lalu anak yang kubawa ini adalah putramu, Dulu engkau pernah berkata : 'mintalah apapun, pasti akan kupenuhi' namun aku tak meminta apapun, kita hanya bercinta waktu itu dan anak inilah yang kubawa adalah putramu", lanjut Durgandini. "Lalu sekarang apa maumu ?" jawab sang Prabu Sentanu. "Pintaku, Jadikan dia Raja!" kata Durgandini dengan permintaannya yang setengah memaksa Prabu Sentanu. Dewabrata sadar bahwa Ayahnya tidak dapat memungkiri janjinya, maka dengan lapang dada, Ia menyerahkan takhta Astina pada adik Tirinya. Namun Durgandini berkata lagi, "Aku mempercayai ketulusan Dewabrata mau memberikan Takhta Astina pada puteraku, tapi bagaimana dengan keturunannya nanti? Akankah anak-anaknya akan menjadi Raja juga?" Tanya Durgandini dihadapan Dewabrata yang menjadi Ibu tirinya sekarang. Sebagai seorang anak yang berbakti Dewabhrata bersedia melepaskan mahkota kerajaan untuk adiknya nanti. Tetapi Prabu Santanu mengkhawatirkan akan terjadi pertentangan antara keturunan Dewabhrata dengan keturunan raja (adik tirinya) dan menimbulkan pertumpahan darah. Karena cintanya kepada kerajaan dan Ayahnya, Dewabrata bersumpah untuk tidak menikah hingga akhir hayatnya mati. Sumpah ini dikenal dengan sumpah Brahmacahya. Gemparlah seluruh jagad raya, dan sejak saat itu ia dikenal dengan nama Bisma yang berarti 'menggemparkan'. Suatu sumpah yang kelak akan disesalinya sendiri. Bukan karena harus hidup membujang, tapi karena justru keturunan Dewi Durgandini sendiri yang menyeret Astina pada suatu perang saudara yang besar, Bharatayuda. Atas ketulusannya ini, Prabu Santanu menganugrahi Dewabhrata suatu mantra, 'Aji Swacandomarono' yaitu aji mantra dimana ia bisa mati hanya atas kemauannya sendiri dengan memilih sendiri hari kematiannya.
Resi Bisma sangat sakti mandraguna dan banyak yang bertekuk lutut kepadanya. Waktupun berlalu, hingga suatu ketika Bisma mengikuti sayembara di Kerajaan Kasi untuk mendapatkan 3 Putri dari Kerajaan tersebut lalu akan dijadikan permaisuri bagi adik tirinya, Wicitrawirya, raja Hastinapura. 3 putri tersebut adalah Dewi Amba, Dewi Ambika, dan Dewi Ambalika. Sudah menjadi tradisi, bahwa kerajaan Kasi akan memberikan putrinya kepada pangeran keturunan Kuru. Namun, saat Wicitrawirya mewarisi takhta Hastinapura, tradisi itu tidak dilaksanakan. Kerajaan Kasi mengadakan sayembara untuk menemukan jodoh para puterinya. Bisma kemudian datang mengikuti sayembara itu, dan ia berhasil mengalahkan semua peserta yang ada, termasuk Raja Salwa, yang sebenarnya sudah dipilih Amba untuk menjadi suaminya. Namun hal itu tidak diketahui Bisma, dan Amba pun tidak berani untuk mengatakannya. Bersama dengan Ambika dan Ambalika, Amba diboyong ke Hastinapura untuk dinikahkan kepada Wicitrawirya. Ambika dan Ambalika akhirnya menikah dengan Wicitrawirya, namun tidak dengan Amba. Hatinya sudah tertambat kepada Salwa, dan ia pun mejelaskan bahwa sebenarnya ia sudah memilih Salwa untuk menjadi suaminya. Wicitrawirya merasa bahwa tidak baik menikah dengan wanita yang sudah terlanjur mencintai orang lain, dan ia akhirnya mengizinkan Amba untuk pergi menghadap Salwa. Amba kemudian pergi menghadap Salwa, namun apa yang ia dapatkan ternyata tidak sama dengan yang menjadi harapannya. Salwa menolaknya, karena ia enggan menikahi wanita yang telah direbut darinya. Salwa merasa, Bisma lah yang pantas menikah dengan Amba, karena Bisma yang telah mengalahkan dirinya. Dengan rasa malu dan kecewa, Amba kembali ke Hastinapura untuk menikah dengan Bisma. Namun Bisma juga menolaknya, karena Bisma telah berjanji bahwa ia tidak akan menikah seumur hidup. Hidup Amba akhirnya terkatung-katung di hutan, dalam hatinya timbul kebencian terhadap Bisma, orang yang telah memisahkannya dari Salwa dan membuat hidupnya menjadi tidak jelas. Di dalam hutan, ia bertemu dengan Resi Hotrawahana, kakeknya. Amba menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Setelah mendengar masalah sang cucu, resi Hotrawahana meminta bantuan Rama Bargawa atau Parasurama, guru Bisma untuk membujuk Bisma agar menikah dengan Amba.
Namun, bujukan Parasurama juga terus ditolak oleh Bisma, hingga sang guru marah dan menantang untuk bertarung. Pertarungan antara guru dan murid itu berlangsung sengit, dan baru diakhiri setelah para dewa menengahi permasalah tersebut. Amba pergi berkelana dan bertapa memuja para dewa, memohon agar bisa melihat Bisma mati. Sangmuka, putera dewa Sangkara, muncul dan memberi kalung bunga kepada Amba. Ia berkata, bahwa orang yang memakai kalung bunga tersebut yang akan menjadi pembunuh Bisma. Setelah mendapat kalung bunga dari Sangmuka, Amba berkelana mencari ksatria yang bersedia memakai kalung bunganya. Tidak ada seorang pun yang mau memakai kalung bunga tersebut meskipun itu pemberian dewa, jika mengetahui lawannya adalah Bisma. Begitu juga dengan Drupada, raja kerajaan Panchala, ia juga takut jika harus melawan Bisma. Amba mencapai puncak kemarahannya dan melemparkan kalung bunga itu ke tiang balai pertemuan Raja Drupada. Dengan penuh rasa kebencian terhadap Bisma, Amba melakukan tapa, dalam pikirannya, ia hanya ingin melihat Bisma mati. Melihat ketekunan Amba, Dewa Sangkara muncul dan berkata bahwa Amba akan bereinkarnasi sebagai pembunuh Bisma. Setelah mendengar pemberitahuan sang dewa, Amba membuat api unggun, lalu membakar dirinya sendiri. Namun, dalam versi lain disebutkan bahwa kematian Amba adalah karena ketidaksengajaan Bisma. Ketika Usai Sayembara, Dewi Amba ternyata telah jatuh cinta pada Bisma. Untuk menjauhi Amba, Bisma lebih memilih untuk mengembara. Namun, Amba selalu mengikuti kemanapun Bisma pergi, hingga suatu ketika Amba memberanikan diri menemui Bisma: "Mengapa kau mengikuti sayembara kerajaan jika kau tak mau menikah bersamaku?", tanya Dewi Amba. "Aku mengikuti sayembara untuk adik tiriku, karena kau akan jadi permaisurinya", jawab Bisma. "Tapi aku hanya mencintaimu dan ingin hidup bersamamu Bisma" Dewi Amba bersikeras atas perasaan hatinya. "Amba, Maafkanlah aku..., (terus menghindari Amba dengan melepas peluk dan cium mesra Amba), aku tidak mungkin bersamamu dan menikahimu, aku telah bersumpah Brahmacahya, tak akan ingkar sumpahku demi Kerajaan Astina, aku tak akan menikah hingga aku mati" jawab Bisma.
Tapi Dewi Amba terus membujuk memanja, memohon, memaksa memeluk dan menciuminya agar Bisma mau menikah dengannya dan bukan dengan adik tiri Bisma. Bisma menjadi bertambah bingung, Ia terus mencoba menjauhi Amba, lalu mengeluarkan Busur Panahnya untuk sekedar menakut-nakuti Dewi Amba, agar Amba pergi darinya. “Sudahlah Amba, tolong jangan mendekat lagi, Atau aku tak akan segan-segan panah ini membunuhmu jika terus memaksaku.” Amba tidak takut dengan ancaman Bisma, ia berkata bahwa, “Baiklah, (sambil memejamkan mata) Cepat Bunuhlah aku, lebih baik aku mati dengan Bahagia di tanganmu, dari pada harus menanggung malu kembali ke kerajaan Kasi ataupun Hastinapura.” Bisma pun terdiam lama mendengar perkataan Amba yang pasrah. Dan karena terlalu lama ia merentangkan busur panahnya, membuat tangannya lemas bergetar berkeringat, tanpa sengaja, anak panah itu terlepas dari busurnya dan menembus dada Amba. Karena tidak disengaja, Bisma segera berlari memeluk erat dan membalut luka Amba dengan jubahnya sambil menangis tersedu-sedu. “Ambaaaa..., Maafkan aku, Amba... sejujurnya aku menginginkanmu.., Tolong bertahanlah Amba (terus membasuh luka darah di dada Amba yang sekarat), Maafkan...maafkan aku..” Namun, sebelum Amba menghembuskan napas terakhirnya, ia berpesan kepada Bisma, “Bismaaaaa...(ucapnya lirih), ingatlah..., aku bersumpah terlahir (reinkarnasi) sebagai anak Raja Drupada, akan ikut dalam perang Pandawa dan Korawa, dan aku sendiri yang akan membunuh dan menjemput kematianmu nanti..., Bismaa..., kita akan bersama selamanyaa...” (nafasnya pun terhenti, Amba tiada). “Yaa Amba (air mata terus meleleh), aku akan menunggumu..., aku siap mati dijemput olehmu..” jawab Bisma dengan rasa berdosanya. “AMBAAAAAA....!!!!!!” (Teriakan perih duka di hati Bisma, memecah hutan yang sunyi nan sendu diselimuti kabut dengan hujan gerimis yang turun seketika dari langit.) Bertambah kalutlah perasaan Bisma mengetahui Amba yang ia cintai mati ditangannya sendiri. Namun apalah daya seorang Bisma, ia tetaplah ksatria, ia harus setia dengan sumpahnya. Bisma diselimuti perasaan bersalah karena telah memberikan harapan palsu pada Dewi Amba dan membuat seumur hidupnya menjadi kacau hingga kematiannya. Setelah menikahkan Citrānggada dan Wicitrawirya, Prabu Santanu turun tahta menjadi pertapa, dan digantikan anaknya. Sayang kedua anaknya kemudian meninggal secara berurutan, sehingga tahta kerajaan Astina dan janda Citrānggada dan Wicitrawirya diserahkan pada Byasa, putra Durgandini dari suami pertama. Byasa-lah yang kemudian menurunkan Pandu dan Drestarata, orangtua Pandawa dan Korawa.
Roh Dewi Amba menitis kepada Srikandi yang akan membunuh Bisma dalam perang Bharatayuddha. Lahirlah Srikandi anak Raja Drupada dari kerajaan Panchala yang merupakan reinkarnasi dari Amba. Srikandi adalah istri Arjuna, penengah Pandawa. Meskipun ia seorang wanita tetapi ia terampil dalam ilmu keprajuritan terutama ilmu memanah yang diajarkan Arjuna kepadanya. Srikandilah yang bersedia mengambil dan memakai kalung bunga Dewa Sangkara, dan itu berarti ia lah yang akan menjadi penyebab gugurnya Bisma. Demi janjinya membela Astina, Bisma tampil saat perang Baratayudha, Bisma menjadi panglima Kurawa, sebab ia menepati janjinya akan melindungi Astina siapapun yang menjadi Rajanya. Walau di dalam hatinya Bisma tidak pernah setuju pada perbuatan dan tindakan para Kurawa. Bisma yang sakti tak terkalahkan, semua panah, pedang dan tombak tidak ada yang mampu menembus tubuhnya yang sakti, semua rontok seperti rambut yang berjatuhan, dengan mudahnya Ia berhasil mengalahkan Seta ditepi Sungai Gangga, serta mengangkat dan melempar tubuh Drestajumna keluar dari pagar garis medan pertempuran. Pada Malam harinya, Kresna yang sudah kehabisan akal mengajak Arjuna mengunjungi tenda Resi Bhisma. Berkat Aji Halimunan yang dimiliki oleh Arjuna, keduanya berhasil memasuki tenda Resi Bhisma tanpa diketahui oleh para pengawal Kurawa (tidak seperti Burisrawa, sebagai seorang ksatria sejati, Arjuna tidak menggunakan ajiannya ini pada saat berperang). Kresna membujuk Resi Bhisma untuk mengalah, Resi Bhisma tersenyum. Tetapi Bhisma menyadari di tangan Pandawa dan penerusnya, Astina akan mendapatkan kejayaan. Bhisma mengakui Laksmana mandarakomara, anaknya Suyudana, sebagai seorang yang tidak pantas menjadi raja. Bhisma juga menyadari bahwa dia jugalah yang menjadi hambatan besar bagi Pandawa untuk meraih kemenangan. Selain itu Bhisma juga terpengaruh oleh pernyataan Kresna yang menyatakan selama ini Bhisma tidak adil dengan menjadi pelindung Kurawa dan melalaikan Pandawa. Resi Bhisma dinilai tidak membela sama sekali saat Pandawa terusir dari negerinya, juga saat Dewi Drupadi, istri Yudistira mendapat penghinaan dari orang-orang Kurawa. Resi Bhisma terus berdalih bahwa dia selama ini tinggal di padepokannya yang jauh dari Astina Pura. Tetapi dalam hatinya mengakui bahwa dia telah menelantarkan para Pandawa. Akhrinya, Bhisma memberi petunjuk bahwa dia pantang menyerang seorang perempuan, maka tampilkanlah seorang perempuan untuk melawannya dan menjadi perisai bagi Arjuna.
Esok harinya, hari ke-10 Bharatayuda, Kresna menampilkan Srikandi, istri Arjuna, untuk mendampingi suaminya menghadapi Resi Bhisma. Pertimbangannya, Srikandi sangat mahir menggunakan panah. Kutukan Amba akhirnya memang menjadi kenyataan, saat perang akbar di Kurusetra, Srikandi turut terjun ke medan laga. Ia berhadapan dengan Resi Bisma. Saat Dewi Srikandi sudah berhadapan dengan Eyang Bisma. Dewi Srikandi berkali-kali dipukul oleh Resi Bisma, namun tidak membalas sedikitpun, entah kenapa Srikandhi merasa seperti pernah mengenal Bisma. Tiba-tiba Resi Bisma pun teringat, waktu memandang Dewi Srikandhi, seperti berhadapan dengan Dewi Amba. Ketika menatap dekat Srikandi, Resi Bhisma terkejut seketika, menyadari sepenuhnya, Srikandi adalah titisan Dewi Amba, di mata Resi Bhisma sekejap yang terlihat adalah wajah Dewi Amba seutuhnya. Pada saat memberitahu Kresna dan Arjuna semalam, Resi Bhisma tidak menyangka bahwa yang akan tampil adalah seorang titisan Dewi Amba. Dia melihat jiwa Dewi Amba berada pada raga Srikandi, pada saat itulah ia menyadari bahwa waktunya telah tiba, Amba telah datang menjemputnya. “Ambaa... kasihku, cintaku, engkaukah itu?”(Dalam hatinya terus bertanya kalut, merasa bersalah menyesal seumur hidupnya). Resi Bisma berdiam lama teringat dalam lamunannya, waktu Dewi Amba dengan manja memeluk dan mencium, menggoda paksa mempesona dihadapannya. Melihat situasi yang sedemikian rupa, Prabu Kresna langsung memerintahkan Dewi Srikandi untuk memanah Resi Bisma, Dewi Srikandi segera memanah Resi Bisma, panahpun dengan cepat melesat kearah Resi Bisma. Betapa bahagianya ia, ketika panah Pasopati milik Arjuna diluncurkan oleh Srikandi. Dengan cepat Arjuna membantu Srikandhi melayangkan serbuan anak panah lagi disertai dengan kekuatan tinggi mendorong panah Srikandi agar cepat mengenai dada Resi Bisma. Dengan seketika hujan panah itu begitu ajaibnya langsung tertancap di dada Resi Bisma, seolah pertanda sumpahnya telah tercabut, tubuh Bisma pun jatuh ke bumi di Tegal Kurusetra. Bisma merasakan bahwa inilah saatnya ia terlepas dari tanggung jawab sumpahnya sendiri dan ia bisa menjalin cintanya yang sempat tertunda di kehidupan selanjutnya. Alhasil, tubuh Resi Bhisma pun dipenuhi oleh anak panah. Tubuhnya tidak menyentuh tanah karena tersangga oleh panah-panah yang menancap, hanya kepalanya yang tidak terkena anak panah, menjuntai. Melihat Resi Bhisma roboh, peperangan mendadak terhenti. Arjuna melompat dari keretanya dengan menangis menghampiri Resi Bhisma. Resi Bhisma tidak segera mati. Dia mempunyai kesaktian untuk menentukan hari matinya. Pandawa, Kurawa serta para pini sepuh mendatangi Resi Bhisma. Resi Bhisma berkata bahwa dia butuh bantal untuk menyangga kepalanya. Suyudana segera menyuruh para Kurawa mengambil bantal yang empuk dan indah, berupa tilam bersulam emas dari Istana Astina. Tapi Resi Bhisma menolaknya seraya memanggil Arjuna. Arjuna mengerti maksudnya, dia segera melepaskan tiga buah anak panah yang menancap di tanah sedemikian rupa yang membentuk penyangga kepala Resi Bhisma. Sedangkan Werkudara memberikan perisai-perisai perajurit yang telah gugur untuk menyelimuti Resi Bisma. Pandawa juga membuatkan penutup kelambu untuk menghormati Resi Bisma. Kemudian Resi Bhisma meminta minum. Suyudana segera menyuruh para Kurawa menyediakan minuman buah-buahan yang lezat. Resi Bhisma kembali menolaknya dan meminta Arjuna menyediakan minuman baginya. Arjuna mengambil satu anak panah lagi dan dengan mantranya panah itu dilepas ke tanah yang dari tempatnya menancap muncullah semburan air yang menyiram muka Resi Bhisma. Setelah terpuaskan dahaganya, semburan air itu pun berhenti. Resi Bhisma berkata bahwa dia ingin menyaksikan Bharatayuda sampai akhir. Medan pertempuran pun digeser agar tidak mengganggu Resi Bhisma. Bharatayuda dilanjutkan.
Hanya delapan hari setelah kekalahan Resi Bhisma, Bharatayuda usai. Pandawa muncul sebagai pemenangnya. Pandawa kembali mengunjungi Resi Bhisma, bersama ibu mereka, Dewi Kunti Nalibrata, Sri Kresna dan Prabu Baladewa. Sebelum meninggal Resi Bhisma berpesan kepada Yudistira untuk tidak mengesampingkan kepentingan negara demi kepentingan lainnya. Bahkan meskipun itu demi kepentingan suatu sumpah yang suci. Menjelang di akhir perang Bharatayuda, Srikandhi dibunuh saat tertidur lelap di tenda peristirahatan oleh Aswatama yang menyusup mencari bayi Parikesit. Roh Srikandhi pun kembali dalam wujud Dewi Amba yang telah menanti Bisma (sesaat itu pula Bisma pun tiada, Ia menghembuskan napas terakhirnya saat garis balik matahari berada di utara, Uttarayana), dengan tersenyum dan akhirnya arwah mereka bahagia, Bisma dan Amba bersama-sama bergandengan tangan menuju kehidupan selanjutnya. Bisma gugur sebagai ksatria sejati. Demikianlah cerita Resi Bhisma Dewabhrata, orang yang paling dihormati dalam epos Mahabrata. Resi Bhisma adalah ahli strategi Perang yang handal, tipe lelaki yang lurus, cakap, tangguh, disiplin, jujur, penuh tanggung jawab, bijaksana dan berdedikasi tinggi. Walaupun tidak menjadi raja, dia tetap seorang pemimpin. Diantara sekian banyak ksatria keturunan Kuru Dialah putra terbaiknya.
0 notes