#belajar bahasa asing
Explore tagged Tumblr posts
Text
Cara Belajar Bahasa Inggris dengan Cepat dan Mudah Dipahami
Tajukkelana.com Bahasa Inggris merupakan bahasa global yang sangat penting untuk dipelajari. Namun, belajar bahasa Inggris seringkali dianggap sulit dan memerlukan waktu yang lama. Tapi, apakah kamu tahu bahwa ada cara belajar bahasa Inggris dengan cepat dan mudah dipahami? Dalam artikel ini, kami akan membahas cara-cara efektif untuk belajar bahasa Inggris yang akan membantu kamu mempelajari…
View On WordPress
0 notes
Text
Mati Syahid
Aku punya sebuah pengakuan. Sebenarnya umrohku tuh seperti “tiba-tiba.” Kalau boleh jujur, sebenarnya umroh bukan my biggest dream. Kalau diajak umroh mah mau. Tapi kalau pakai uang sendiri, (dulu) aku lebih memilih untuk traveling ke UK atau negara benua Eropa lainnya😭🔫
Jauh sebelum berangkat umroh, aku tiba-tiba into belajar agama islam. Tiba-tiba ngaji lagi. Sampe niat banget beli asbabun nuzul dan nontonin video-video tafsir Qur’an. Tiba-tiba senang baca kisah-kisah rasul. Sampai berniat beli buku Sirah Nabawiyah.
Bahkan buku Sirah Nabawiyah yang aku punya didapat dari cara yang tak disangka-sangka: dibayarin oleh orang asing. Dan itu semua bukan karena aku mau umroh.
Rasanya seperti Edi biasa yang memang tiba-tiba suka into something. Tiba-tiba suka belajar hal baru. Seperti Edi yang tiba-tiba suka dan menekuni catur.
Nahhh karena baca Sirah Nabawiyah, aku jadi tau tentang Perang Uhud. Cerita para pejuang Uhud yang tidak takut mati. Bahkan menyongsong kematian mereka dengan sukacita karena mereka mencium bau surga😭😭😭
Sejak itu, dalam hatiku tuh aku ingin sekali seperti mereka. Ingin sekali mati syahid.
Ketika di Madinah, kami ziarah di sekitar Masjid Nabawi. Di akhir kegiatan tersebut, muthowifnya bilang, “di sebelah sana ada Pemakaman Baqi. Tempat dimakamkannya sahabat-sahabat rasul. Tapi hanya laki-laki yang boleh masuk.”
Aku yang mendengarnya kesal sekaliiiiii! Memang kenapasih cuma laki-laki yang boleh masuk?! Kan aku juga ingin melihat makam sahabat-sahabat rasul yang aku baca ceritanya di buku. Pokoknya aku sedih sedih bangettttt.
Nah sejak itu, selama di Madinah di tiap sujud terakhirku aku berdoa allhuma inni asaluka khusnul khotimah dan mati syahid ya Allah (maav ga tau bahasa arabnya jd pake bahasa indonesia🙏)
Aku mungkin tidak bisa masuk Pemakaman Baqi karena aku perempuan. Aku mungkin tidak bisa melihat makam sahabat-sahabat rasul. Tapi akan aku usahakan bisa langsung bertemu mereka melalui jalur mati syahid.
Doa itu pokoknya selalu ada di sujud terakhirku. Terus! Pas lagi city tour di Makkah, kami melalui pemakaman gitu. Salah satunya makam Siti Khaddijah. Lalu tiba-tiba, muthowifnya bahas tentang mati syahid.
Muthowifnya berkata. Ada 3 jenis mati syahid.
Syahid Dunia (Seperti mati ketika perang tapi berperangnya tidak diniatkan untuk jalan Allah).
Syahid Dunia Akherat (Seperti para syuhada Uhud. Orang yang mati syahid ini, jasadnya tidak wajib dimandikan, dikafani disholatkan langsung dikubur).
Syahid Akherat (Nah syahid yang ini jasadnya masih bisa dimandikan, dikafani dan disholati. Seperti meninggal ketika menimba ilmu, melahirkan).
Terus aku mikir. Ya Allah, ternyata doa hamba kurang lengkap yaa😂😭 akhirnya sejak itu doaku jadi diperlengkap:
allahuma inni asaluka khusnul khotimah dan mati syahid akherat ya Allah.
Hal-hal seperti yang membutku nangis sekali karena akhirnya tersadar bahwa Allah memang maha pengasih ya.
Allah memberi aku kesempatan untuk berdoa sebaik-baiknya. Terlepas nanti apakah akan mati syahid atau tidak. The fact bahwa Allah membimbing aku sampai berdoa secara lengkap saja aku sangat sangat bersyukur.
Umar bin Khattab was right:
“Aku tidak pernah mengkhawatirkan apakah doaku akan dikabulkan atau tidak, tapi yang lebih aku khawatirkan adalah aku tidak diberi hidayah untuk terus berdoa.”
Ternyata bagian terbaik dari berdoa adalah berdoa itu sendiri.
19 notes
·
View notes
Text
Umatnya Rasulullah
Bismillah. Salah satu hal yang saya sangat syukuri adalah memiliki kesempatan mengenyam dunia perkuliahan. Ekosistem perkuliahan menyajikan rantai kehidupan yang panjang, sepanjang itu lah menyimpan warna-warni atau beraneka hal, mulai dari asal daerah, anggapan status sosial, pemikiran, ilmu, program dan kesempatan belajar.
Saya pribadi, atas izin Allah memperoleh kesempatan banyak hal, sebagimana hari ini salah satunya adalah internship ke Jepang. Selama proses persiapan bahasa, keberangkatan, dan setiba nya di Jepang membuka banyak hal, banyak dinamika, yang menjadi penambah rasa syukur dan motivasi beramal, bahkan menjadi pemimpin berskala dunia.
Cerita ini akan saya peringkas, hingga pada babak keberangkatan. Saya sangat tertarik mengamati berbagai ras manusia. Sejak di Bandara Soekarno Hatta, pikiran sudah melompat-melompat, membayangkan berbagai imperium raksasa di belakangnya. Imperium-imperium yang memang masih eksis atau setidaknya tinggal nama, benar-benar mewarnai pikiran saya.
Saya teringat, bagaimana kisah para nabi atau perjuangan para Sahabat, saat melihat orang-orang Arab atau keturunannya. Bagaimana menembus debu dan membangun peradaban dari tanah Arab. Lalu pikiran saya loncat kepada menuju Dinasti Mughal, saat bertemu dengan orang-orang atau keturunan India, hingga menyerempet kepada penguasa kerajaan Hindu di sana, bahkan sampai terbesit beberapa tokoh lama seperti Ghandi hingga era sekarang Satya Nadella, Sundar Pihcai, atau seorang pejuang Anand Kumar dengan kisah heroiknya membangun pendidikan India, dan perasaan takjub lainnya.
Ketakjuban saya langsung loncat kembali terbayangkan bagaimana bisa China bisa sehebat seperti sekarang ini. Saat berpapasan dengan orang China, selalu terpikirkan hal itu. China adalah negara yang tengah menuju adidaya. Contoh sederhananya berikut, tentu sudah tidak asing bukan dengan istilah OBOR (One Belt One Road) China. Keberanian China memasang proyek raksasa ini disebabkan karena sejarah panjang negeri China dalam mewarnai peradaban dunia, serta kebesaran China dalam membangun jalur sutra perdagangan kunonya. Dahsyatnya bayangan ini masih banyak lagi, sebab Allah izinkan mengetahui ras-ras lainnya, masyaAllah, kuasa Allah atas segalanya.
Semua ras dan berbagai orang yang saya temui menambah rasa syukur saya menjadi bagian umatnya Rasulullah. Sebab mereka-mereka juga adalah umat manusia yang sebenarnya umatnya Rasul juga. Rasulullah diutus untuk seluruh umat manusia. Bahwa begini lah potret umatnya Rasulullah.
Maka kepada kita yang telah dianugrahkan keimanan, semaikanlah serbuk-serbuk benih keimanan, karena kita tidak tahu siapa dulu yang akan tumbuh menjadi seorang yang beriman dari sekian orang yang kita temui. Pandanglah dengan gagah dan anggun karena kita adalah penerus duta-duta Rasulullah, dalam bersandang, bertutur, berpijak, senyum.
Kita dan mereka adalah umatnya Rasulullah. Allah meninggikan derajat bukan karena ras atau suku, melainkan tingkat ketaqwaan. Niatkanlah jiwa besar ini selalu dalam diri kita, berupa menjadi duta-duta risalah Rasulullah yang akan kita bawa kemana pun dan sentuhkah kepada siapa pun, sebab siapa pun berhak menerima serbuk benih keimanan tersebut. Sebagaimana tujuan rialah Rasulullah untuk seluruh umat manusia, umat manusia adalah umatnya Rasulullah.
#CeritaAwakPerahu #Cerita1
19 notes
·
View notes
Note
Assalamu'alaikum wr wb
Apa kabar mas? Mau tanya boleh?
Apa pelajaran hidup terpenting yang telah mas herri pelajari sejauh ini? Dan adakah yang terlambat mas herri pelajari dalam hidup?
Waalaikumsalam wrwb.
Pelajaran hidup yang saya pelajari dan terus terapkan adalah bahwa hidup ini singkat dan semua benda tidak akan dibawa mati. Dari dua hal itu, saya mencoba menerapkan hidup minimalis. Tidak terlalu terobsesi dengan materi. Bahkan hal-hal kebutuhan primer seperti rumah tidak menjadi cita-cita. Saya menjauhi posesi; kepemilikan terhadap materi yang tidak bermanfaat langsung terhadap diri. Membuat saya tidak banyak berpikir untuk itu. Saya bisa fokus pada pengembangan karakter dan karya. Tidak terbelenggu dunia dan segala hiruk-pikuknya.
Adakah yang terlambat yang saya pelajari? Ada. Belajar bahasa asing dan mulai kuliah di luar. Saya baru menyadarinya saat S3. Andai saja saya tahu sejak awal, misal sejak S1, mungkin saya bisa lebih banyak mendapatkan hal-hal baru. Sebab itu, saya selalu mendorong siapapun kalian untuk fokuslah mengasah diri dengan kemampuan-kemampuan baru; bacaan-bacaan baru; pengetahuan baru yang justru membentukmu. Jauhi sirkel yang hanya fokus dramatisasi perasaan; ya cintalah, ya rasalah, ya bulan Junilah, ya hujanlah. Terlalu membuang energi. Mencintai sastra dan semesta rasa tidak harus dengan menye-menye. Membaca karya pujangga orang-orang di sini dan di luar sana jauh lebih berbobot dan menambah wawasan kita. Dan untuk membacanya kita butuh kemampuan berbahasa.
Terlambat bagi saya, itu benar-benar terlambat. Tapi, mungkin belum bagi kalian yang masih muda-muda. Coba deh untuk hidup minimalis dan belajar bahasa asing sedini mungkin. Semoga bermanfaat.
34 notes
·
View notes
Text
Dua istilah dalam pernikahan dari dua bahasa, yang paling kusukai.
Indah, namun menandakan betapa seriusnya ikatan ini dan konsekuensi yang ada setelahnya.
Yang pertama, mitsaqan ghaliza : ikatan yang kuat, perjanjian yang agung yang menggetarkan 'arsy ketika akad terucap. Begitu indah sekaligus tegas, Allah mengistilahkan ikatan pernikahan.
Yang kedua, sigaraning nyawa/garwa : separuh jiwa. Dua manusia akhirnya menjadi satu, dimana keduanya menyimpan masing-masing separuh nyawa dari pasangannya.
Maka jangan heran, setelah menikah. Dua manusia asing yang tadinya sama-sama mandiri, jadi bergantung satu sama lain. Merasa kurang jika tidak bersama. Merasa tidak nyaman jika sedang bertengkar. Karena memang ikatan antara keduanya tidak main-main.
~Merauke, 22 Maret 2024
Ditulis oleh seorang istri yang masih terus belajar menjadi istri yang baik
13 notes
·
View notes
Text
Mengingat Hari Ini
Siang tadi ngajar les satu kelas MA. Sebelumnya overthinking bisa ga seorang aku yang introvert ini ngajar anak-anal usia remaja itu. Sebenernya, udah pertemuan kedua tapi tetep perasaan khawatir ga bisa ngajar dengan baik dan grogi ngomong di depan 20an orang tetep ada. Tapi dengan prinsip “gas aja dulu, malunya nanti” akhirnya aku bisa nyelesain tugas ngajar les dengan cukup baik.
Aku bisa basa basi di awal-awal, bercanda, sampe tadi di tawarin snack hasil hadiah mereka juara senam di sekolahnya. Dan yang bikin senang dan merasa content adalah ketika aku overheard alias ga sengaja denger ada anak yang ngomong ke temennya kurang lebih gini
“Belajar Bahasa Inggrisnya seru ya. Menyenangkan”
Meski dengan suara pelan semacam berbisik ke beberapa temannya tapi suaranya cukup terdengar karena jarak ia berdiri tak jauh dari meja mengajarku.
Aku hanya bisa terseyum hangat. Benar-benar bisa memberikan suntikan semangat untukku terus mengembangkan diri sebagai seorang pengajar agar lebih banyak lagi anal-anak yang tak asing dengan bahasa asing ini.
Thank your for making my day, nak🤍
Mengingat Hari Ini, 26 Februari 2024
7 notes
·
View notes
Text
Berlatih Bahagia
Ada begitu banyak hal yang diinginkan oleh manusia di zaman sekarang. Pekerjaan yang baik, gaji yang besar, sampai pasangan wow yang couple goals. Adakah yang salah dengan hal ini?
Sejak kecil kita sudah dibiasakan mengejar kesuksesan. Anak dipaksa bisa 3 bahasa asing, meraih juara kelas, hingga menjadi atlet yang sukses di cabang olahraga tertentu. Anak yang biasa-biasa saja dianggap low achiever dan tidak bisa membanggakan orang tua. Sebetulnya les yang banyak itu untuk kebaikan anak atau ego orang tua?
Sedikit bertambah usia, anak-anak dipaksa masuk jurusan pilihan ayah ibunya. Mengapa harus kedokteran, hukum, IT? Tidak usah banyak protes, pilihan orang tua jelas yang terbaik. Apakah anak pernah diajak mempertimbangkan profesi yang ingin digeluti? Jangankan tujuan hidup, bisa-bisa sampai lulus, ia tak pernah tahu bidang apa yang ia sukai karena selalu dipaksa menurut.
Saya yakin 100%, setiap orang tua ingin anaknya sukses. Masalahnya, sukses seringkali dinilai hanya mencakup hal duniawi yang kasat mata. Ada yang ingin memiliki uang ratusan milyar dan aset di mana-mana. Ada yang ingin punya jabatan tertinggi di perusahaan multinasional. Ada yang ingin menikah dengan bule dan bisa keliling dunia.
Tiap orang tentu punya target sukses yang berbeda, dan itu sah-sah saja. Tapi kita sering terlena mengejar kesuksesan lalu lupa bahagia. Sudah punya rumah dan mobil mewah, tapi hidup terasa hampa. Sudah punya karier cemerlang, tapi kesepian tanpa teman dan pasangan. Sudah pergi ke puluhan negara, tapi tak pernah puas. Apakah target hidup yang kita dambakan hanya mencakup materi?
Celakanya lagi, manusia sangat mudah beradaptasi. Sesuatu yang baru bisa membuat kita senang dan semangat selama beberapa minggu atau bulan. Setelah itu, kita sudah haus untuk sesuatu yang berbeda. Kalau kita bahagia dengan benda baru untuk selamanya, tentu tidak ada orang yang punya sepatu hingga 20 pasang atau baju selemari penuh.
Mobil baru, pacar baru, baju baru, rumah baru, hobi baru, semuanya akan menjadi lama. Sesuatu yang biasa dan rutin akhirnya tidak lagi membuat kita gembira. Akhirnya, kita terus-menerus mencoba mengejar hal lain. Sudah bisa jadi supervisor, saatnya jadi manager. Sudah jadi CEO, buat perusahaan baru. Sudah punya gaji 10 juta, ingin dapat 20 juta. Sudah pergi ke luar negeri, sekarang mau ke luar planet (eh, ga gitu juga :p). Takaran kesuksesan yang bersifat materi tak pernah ada habisnya.
Kita diminta sukses dan menang - tidak diajari menikmati proses yang sulit namun bermakna.
Kita diminta selalu kuat dan tangguh - tidak diajari boleh menangis sebelum bangkit lagi.
Kita diminta sempurna - tidak diajari menerima diri yang punya kelebihan dan kekurangan.
Kita sering sekali lupa bahwa hidup bukan sekadar mengejar pencapaian demi pencapaian. Hidup bukan melulu tentang tujuan, namun juga perjalanan.
Jangan-jangan kita sibuk mengecek harga saham, lupa berbincang santai dengan keluarga di rumah. Sibuk membandingkan postingan dengan teman di media sosial, lupa menikmati liburan di kampung halaman. Sibuk mengejar posisi tinggi di usia muda, lupa memikirkan perasaan orang yang kita sikut. Sibuk mengejar IPK 4, lupa menikmati proses belajar dan mencari pengalaman. Jangan-jangan kita lupa, bahwa esensi bahagia adalah menikmati setiap berkat kecil dalam keseharian.
Bahagia bukan tentang memiliki segalanya, tapi menerima yang ada.
Menertawakan kegagalan, lalu bangkit lagi.
Menangisi kehilangan, lalu menata kembali.
Mengejar kesuksesan tidak salah, tapi jangan lupa kita juga perlu berlatih hidup bahagia. Semoga makin banyak orang yang ketika ditanya, "Apa cita-citamu?" akan menjawab, "Jadi orang sukses bahagia!"
16 notes
·
View notes
Text
Persistenasi, Fastabiqul Khairat dan Limpahan Motivasi Ala Duolingo 🦉
Karena mau belajar bahasa Mandarin dan Jerman, beberapa hari kemarin betah sekali stay tuned di Duolingo, ditambah uji trial 14 hari akun premium makin buat betah karena tidak perlu ke distrak iklan. Emang ya fasilitas segaris lurus dengan harga :")
Dan di aplikasi itu ada tantangan pencapaian Runtutan Hari di aplikasi Duolingo. Ketika bisa berturut-turut belajar bahasa di aplikasi itu, bakal dihitung sama dia.
Misal seperti Suami yang tercatat 500an hari beruntut non stop belajar bahasa disana. Kalo lagi bareng dia, ada waktu luang pasti dibuat untuk berkutat sama Duolingo. Dan juga kalau kita skip satu hari tidak belajar, runtutan itu akan kembali menjadi 0.
Sejak aku ngeh dengan fitur itu, rasanya udah malem habis full aktifitas masih disempatkan untuk mengerjakan latihan belajar bahasa disana. Karena merasa rugi, apa yang sudah dikumpulkan kemarinan jadi punah kembali ke angka 0.
Dan setelah berpikir lama, sebenarnya konsep Runtutan Hari itu bisa digunakan dalam aspek lainnya. Seperti Runtutan Hari murojaah, tilawah, menulis skripsi, belajar dan mengajar Quran, olahraga, belajar masak, apapun itu.
Juga disana ada fitur Turnamen. Jadi bersaing sama akun-akun lain dan diberikan waktu sekitar 4 hari. Semakin banyak kita latihan bahasa, XP akan semakin bertambah dan jadi pendongkrak untuk menempati urutan pertama. Sebagai kompetitif sejati, senang sekali berpacu dengan waktu mendapatkan urutan nomor satu wkwkwk. Dan jika kita tidak belajar atau latihan bahasa, lambat laun akan tereliminasi dari papan turnamen
Juga setiap hari diberikan reminder dari tokoh-tokoh Duolingo dengan ragam narasi yang mau gak mau buat kita semangat lagi untuk belajarnya.
Dan disana juga ada fitur Friends Quest. Barengan Suami, ngerjain proyek bareng mencapai target belajar disana. Dan bisa juga kasih pesan-pesan default sebagai penyemangat, seperti Tos, karena kamu sudah hebat. Plis, jangan buat aku nangis dengan kelalaianmu. Ayo kita tuntaskan tantangan ini! Dan pesan default lainnya yang sudah disediakan oleh Duolingo.
Dari aplikasi Duolingo ternyata bukan hanya belajar bahasa asing, tapi juga jadi belajar tentang persisten dalam mengerjakan ragam hal. Sesedikit apapun pencapaian, yang penting setiap hari ada progress. Eh kok kayak skripsi.
Juga tentang mengingatkan bahwa setiap orang sejatinya sedang ada di papan persaingan, dia yang merasa santai dan lalai akan tereliminasi.
Dan kekuatan kata-kata untuk menggerakkan jiwa agar mau mulai beraksi itu nyata terasanya. Serta peran seorang Partner dalam mencapai target pembelajaran ternyata penting agar tak merasa sendirian di arena pertarungan ini.
Tapi kemarin trial premiumnya habis, jadi setelah selesai satu section, auto ada iklan. Inget lagi salah satu pesan Imam Syafi'i dalam syarat menuntut ilmu, ada poin Dirham disana.
Terimakasih Duolingo, bismillah bisa yuk tingkatkan akses jadi premium! Saatnya kurangin jajan!!
9 notes
·
View notes
Text
Gw masih ingat betapa down dan habis-habisan menyalah-nyalahi diri sendiri saat ngajar online di bulan-bulan pertama ketikaaaa para membernya itu gak ada respon, atau bahkan partisipannya berkurang setiap harinya, dari yg tadinya belasan menjadi 5 bahkan 1 (kayak barusan). Gw akan mengecap diri gw gak kompeten, lack of fun, gak berbakat ngajar, gak becus jadi tutor, dll.
But now, look at me flip my hair, put on black glasses, and walk away 😎
I realize that those things are out of my control; their presence, their study excitement, their willingness to improve by asking and speaking. Itu semua bukan tanggung jawab gw dan gw gak perlu merasa bersalah banget. Sebagai orang dewasa yg memilih untuk belajar sesuatu, dalam kasus ini belajar bahasa asing, adalah tanggung jawab masing-masing perihal menjaga konsistensi, niat, semangat, dan keselesaian kelas. Mungkin kontribusi gw untuk menjaga hal-hal tsb harus ada, dengan kasih motivasi, pujian, kata-kata semangat, kelas yg tidak membosankan. Tetapi ada masanya juga ketika gw berpikir gw udah melakukan segalanya yg terbaik yg bisa gw kasih tetapi keadaan juga tidak menjadi lebih baik, dan mereka juga tidak merasa tersemangati, well... haruskah hamba mengubah kelasnya menjadi seminar motivasi golden way?
Ada batas-batas yg gak bisa gw lampaui, atau mungkin memang tidak seharusnya gw lampaui, karena sesimpel itu bukan tanggung jawab gw.
Jujurly si tante ini mah udah capek aja harus "menyuapi" orang-orang dewasa yang pengennya disuap padahal makan aja males. Jadi gw akan memberikan energi lebih banyak ke mereka yang aktif dan niat belajarnya keliatan. Bagi yg males, malu, mager, perlu ditanya bahkan disebutin namanya dulu baru mau ngomong, monmaap. My energy is too precious to be wasted. Sekali dua kali masih oke, kalo terus-terusan ya bayar lebih dong. Double job saya jadinya 😎
I might sound not professional, but you can say that again. Gw malah tidak relate dengan para tutor lain yg extra menjaga kelasnya agar tetap fun supaya membernya milih dia lagi dan dia dapat cuan lebih. Gak, gw gak pernah ngarep sampe sana. Makanya pasrahin aja udah. Membernya balik syukuur, kalo gak yaa syukurin lu hw 😂Bukan tutor teladan memang, jangan dicontoh eaa
4 notes
·
View notes
Text
Inspirasi Kata-Katalis-Thoriq-Sufiks
Sebuah akun untuk menulis, menuangkan pikiran, merangkai kata, merupakan rencana yang sudah sedari lama ingin disambung. Sudah sangat lama sekali jeda yang terpaksa harus dibuat karena lelah menulis tanpa arah. Kini, alhamdulillah, ada keberanian untuk sedikit nekat memulai kembali, walau unsur-unsur kaku zaman dulu masih ada.
Tulisan ini pun sengaja dibuat sebagai stimulus untuk melahirkan tulisan-tulisan berikutnya. Dengan cara menceritakan asal mula "katariqsasi" itu lahir. Agak sedikit ngawur karena memang memulainya juga agak "nekat". Namun yang namanya nama harus tetap diberikan makna, karena ia adalah gambaran umum yang memuat do'a dan harapan kemana suatu entitas itu akan berjalan dimasa depan nanti.
Tentu, karena ini platform menulis, akan ada susunan "kata" di dalamnya, sehingga unsur nama yang terbesit di kepala adalah "kata". Dan karena nama penulisnya adalah "Thoriq", aku ambil saja nama belakangku menjadi "katariq". "Kata Thoriq", begitu maksudnya. Sufiks -isasi kemudian secara spontan menyertai, karena enak di dengar ketika diucapkan.
Sejenak kurenungi judul "katariqsasi" mirip dengan kata "katalisasi", sehingga aku mencari maknanya untuk memastikan arti sesungguhnya dari kata yang sebenarnya sudah familiar ini. Dan maknanya di KBBI elektronik adalah:
katalisasi/ka·ta·li·sa·si/n proses mempercepat perubahan; katalisis; mengatalisasi/me·nga·ta·li·sa·si/ v mempercepat terjadinya perubahan
Tentu aku merasa cocok dengan istilah "proses mempercepat perubahan". Karena itu yang aku harapkan, yaitu bisa segera berubah ke arah yang lebih baik, dan terus membaik. Khususnya dalam konteks tujuan awal pembuatan platform ini, adalah segera menjadi lebih baik dengan keterampilan menyampaikan informasi tertulis. Dengan banyak latihan tentunya.
Selanjutnya, kata "-isasi" turut membuat penasaran juga, sehingga aku cari "penggunaan sasi pada akhir kata bahasa indonesia". Dan ternyata aku sampai pada suatu bacaan tentang bagaimana sufiks -isasi itu muncul, bagaimana kaedah penggunaannya dalam Bahasa Indonesia, dan yang menarik adalah cerita-cerita dalam penggunaannya di keseharian kita. Disana kemudian pikiranku semakin dibuat kagum dengan perjalanan bahasa yang ternyata tidak sesederhana ketika kita mengucapkannya. Dan membuat ungkapan "Untuk apa orang Indonesia belajar Bahasa Indonesia?" menjadi kata yang tak berlaku lagi dalam benakku sebagai orang yang berbahasa.
Tapi kurasa cukuplah kekagumanku terkait bahasa ini. Biar nanti ada waktu tersendiri untuk mendalami kembali di lain waktu. Mungkin untuk pengingat, kutipan menarik ini saja yang aku simpan:
Dua pakar bahasa bersaudara yang keduanya bernama Milroy (Milroy, 1992) menyatakan bahwa kunci perubahan bahasa terletak pada ikatan dari kerja jaringan. Dengan ikatan yang kuat, perubahan bahasa akan berjalan lamban. Namun sebaliknya, ketika ikatan tersebut lemah, perubahan bahasa akan berjalan dengan cepat. Ketika aturan terhadap bahasa bersifat lemah, masyarakat akan cenderung memproduksi hal baru yang berpotensi melemahkan struktur bahasa yang sudah ada, terutama dalam hal penyerapan bahasa asing. Hal itu akan meredupkan cita-cita bahwa bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa kaya yang dapat meneroka ilmu, teknologi, agama, dan budaya untuk kemajuan bangsa. Akan tetapi, pemerkayaan yang diiringi dengan penguatan fondasi kaidah bahasa Indonesia akan mengarahkan kita pada cita-cita tersebut. Mari memperkaya bahasa Indonesia dengan memanfaatkan potensi struktur bahasa yang telah ada. (AS, 2019)
Terakhir, penulisan judul dengan huruf kecil semua "katariqsasi", bukan "Katariqsasi". Untuk memaksudkan bahwa platform ini sengaja dibuat untuk keperluan tulisan bebas, sebagai bentuk latihan dan mengasah kemampuan, sambil berbagi informasi dengan cara bebas dan tidak kaku.
2 notes
·
View notes
Text
10 wangsit dari tepi sungai Cileuleuy
Diyakini sebagai salah satu agama asli masyarakat di tatar Sunda, para penghayat kepercayaan Budi Daya mengharapkan perlakuan yang setara dengan para penganut agama lain di Indonesia.
Sejak Nusantara terbentuk dan berpenghuni berabad-abad silam, para penghayat kepercayaan Budi Daya di Kampung Cicalung, Lembang, Jawa Barat, meyakini nenek moyang mereka yang mendiami tatar Sunda telah mengakui eksistensi Tuhan Yang Maha Esa.
Keyakinan tersebut bisa dilacak dalam penyebutan Tuhan melalui penggunaan bahasa Sunda kuno dari era pra-Hindu, sebelum dipengaruhi bahasa Sanskerta, Arab, dan bahasa-bahasa asing lainnya.
Beberapa sebutan untuk Sang Pencipta adalah Hyang (Tuhan, yang diagungkan), Hyang Manon (Yang Maha Tunggal), Sang Hyang Kersa (Yang Maha Kuasa), dan Si Ijunajati Nistemen (Maha Pencipta).
Karenanya, Engkus Ruswana (62) selaku Ketua Organisasi Penghayat Budi Daya menolak tegas jika mereka dianggap sebagai penganut animisme dan dinamisme.
"Istilah itu sebenarnya didengungkan oleh para antropolog Barat untuk melecehkan agama nenek moyang kita. Karena mereka tidak memahami upacara ritual yang dilakukan, dipikirnya itu upacara menyembah roh halus dan kekuatan gaib," kata Engkus.
Keyakinan yang sempat terkikis dan menghilang tersebut kemudian diwartakan kembali oleh Mei Kartawinata setelah menerima Dasa Wasita atau 10 Wangsit. Kejadian turunnya wangsit berlangsung di tepi Sungai Cileuleuy, Kampung Cimerta, Subang, pada 17 September 1927.
Mei Kartawinata (1 Mei 1897 - 11 Februari 1967) menyebut hasil penggaliannya terhadap ajaran leluhur di Bumi Parahyangan dengan istilah pamendak alias temuan terhadap kepercayaan para leluhur.
Walaupun menolak disebut sebagai sinkritisme, Engkus tidak menampik jika ajaran Budi Daya banyak bersinggungan dengan budaya dan tradisi masyarakat Sunda.
Ini terlihat dari inti ajaran Budi Daya yang mengajarkan konsep cara pandang hidup orang Sunda bernama "Tri Tangtu". Isinya tentang wawasan atau tuntunan menyangkut diri manusia sebagai makhluk pribadi, sosial bermasyarakat, dan ber-Tuhan.
Ada banyak nama yang disematkan untuk ajaran Mei Kartawinata. Di luar Aliran Kebatinan Perjalanan (AKP), Agama Perjalanan, dan Agama Buhun, orang-orang mengenalnya sebagai Agama Traju Trisna, Agama Pancasila, Agama Petrap, Agama Sunda, Ilmu Sejati, Permai, atau Jawa-Jawi Mulya.
Mereka yang hendak melecehkannya cukup menyebutnya "Agama Kuring".
Dalam bahasa Indonesia, Kuring adalah kosakata untuk "Aku" atau "Saya". Prosekusi label "Agama Kuring" mengarah pada usaha mendiskreditkan pemeluk agama ini sebagai penganut agama semau gue.
Agama-agama leluhur orang Sunda sangat menghormati alam sebagai pusat kosmologi adat dan kepercayaan paling signifikan.
Bagi para penghayat, alam semesta adalah tempat belajar dan menghayati segala keteraturan. Gunung, lembah, air, api, tanah, angin, dan segala mahluk hidup menjalankan kodratnya untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia.
Karenanya, Mei Kartawinata meletakkan alam sebagai "kitab suci". Alam adalah kumpulan tulisan Tuhan yang tidak bisa dibuat oleh manusia, berlaku universal, dapat dipelajari oleh semua makhluk tanpa membedakan usia, agama, bangsa, ras maupun gender.
Dalam prosesnya, Mei Kartawinata mendirikan wadah untuk menampung para pengikut atau penghayat ajarannya yang namanya kerap berubah-ubah.
Pertama membentuk Perhimpunan Rakyat Indonesia Kemanusia'an sehingga ajarannya disebut Kemanusa'an. Setelah Indonesia merdeka dan bersiap melangsungkan pemilihan umum pertama, Mei ikut mendirikan Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai).
Usai pelaksanaan Pemilu 1955, nama tersebut berubah menjadi Organisasi Perjalanan alias Lalampahan.
Sepeninggal Mei Kartawinata, terjadi konflik internal yang membuat anggota terpecah menjadi beberapa organisasi yang melahirkan AKP, Budi Daya, dan Aji Dipa. Tidak ada perbedaan esensial antar tiga organisasi ini karena sumber ajarannya sama.
Menurut keterangan Engkus, Budi Daya sebagai organisasi terbentuk sejak 1980. "Pada era 1950-an ketika ramai pemberontakan DI/TII, kami juga disebut Agama Buhun, Agama Pancasila, dan Agama Kuring," imbuh Engkus.
Pertemuan kami dengan Engkus yang selalu terlihat mengenakan totopong (ikat kepala khas Sunda) berlangsung di Bale Pasekawan Waruga Jati, Kampung Cicalung, Lembang, Jawa Barat (3/3/2018).
Rute menuju kampung tersebut adalah jalan selebar tiga meter yang diwarnai tanjakan dan turunan. Sejauh mata memandang, terlihat bebukitan dan hamparan tanah yang ditanami beragam jenis sayur-sayuran, seperti terong ungu, brokoli, cabe rawit dan kriting, sawi putih, buncis, labu, timun, dan selada.
Bagi warga penghayat di Kampung Cicalung yang berjumlah 78 orang, Bale Pasekawan bukanlah rumah ibadah, tapi tempat pertemuan atau berkumpul alias ngariung dalam bahasa Sunda.
Tempat yang jadi pusat kegiatan para penghayat Budi Daya ini diresmikan pada 17 Mei 2012 oleh Bupati Bandung Barat H. Abubakar.
Luas Bale Pasewakan 1.400 meter persegi yang terdiri dari dua bangunan utama. Ada aula seluas 9 x 11 meter persegi dan panggung seluas 48 meter persegi.
Selain jadi tempat mengajarkan pelajaran Budi Daya sebagai pengganti pelajaran agama di sekolah bagi siswa SD, SMP, dan SMA penghayat kepercayaan, gedung ini kerap pula menampilkan pentas kesenian, seperti degung, jaipongan, salendroan, dan wayang.
Tidak heran jika terdapat alat musik tradisional seperti gendang, gong, dan gamelan di dalam Bale. Mereka yang ingin memanfaatkan Bale tidak harus para penghayat Budi Daya.
"Asal kegiatannya untuk kemaslahatan warga desa. Bukan kegiatan untuk politik praktis macam kampanye," tutur Ondo (52), salah satu penghayat saat kami temui di Kampung Cibedug yang berjarak sekitar 6,9 kilometer dari Cicalung.
Di kampung itu, terdapat Bale Pasewakan Rasa Jati yang usianya lebih tua karena berdiri sejak 1951. "Dulu bentuknya hanya gubuk bambu. Lama-kelamaan menjadi bangunan permanen seperti sekarang," jelas Ondo.
Adapun kegiatan yang sering berlangsung di Bale Pasewakan, antara lain peringatan turunnya wangsit kepada Mei Kartawinata pada 17 September, tahun baru dalam sistem kalender Jawa (1 Sura), dan renungan malam 1 Juni yang bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila.
Menganut kepercayaan yang diyakini milik nenek moyang di negeri ini ternyata tak semudah membalik telapak tangan.
Berbagai perlakuan diskriminasi dari masyarakat telah mereka rasakan. Apesnya lagi, negara turut melanggengkannya melalui berbagai peraturan yang mengikat secara yuridis, alih-alih memenuhi hak para penghayat kepercayaan sebagai sesama warga negara.
Misalnya kejadian yang dialami Asep Setia Pujanegara (47) ketika menikahi Rela Susanti (41) pada 23 Agustus 2001.
Kukuh ingin melaksanakan pernikahan seturut keyakinan penghayat, pernikahan mereka tidak mengantongi Akta Pernikahan dari Kantor Catatan Sipil.
Merasa haknya sebagai warga negara tidak dipenuhi, Asep mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.
Gugatan pasutri ini kemudian disetujui PTUN tertanggal 25 April 2002. Perkawinan yang dilangsungkan dengan cara adat Sunda itu dapat dicatatkan di Kantor Badan Kependudukan dan Catatan Sipil (BKCS) Kabupaten Bandung.
Pun demikian, Mahkamah Agung tetap bergeming. Asep bersama istri harus menunggu hingga terbitnya Undang-Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Hal itu membuat akta kelahiran anak pertama mereka hanya bisa mencantumkan nama ibu dan tidak memiliki hubungan hukum keperdataan dengan ayahnya. Dengan demikian, buah cinta pasangan ini dianggap sebagai anak yang dilahirkan di luar perkawinan.
Pada saat UU Adminduk disahkan, terjadi lagi problem teknis dalam pelaksanaan. Nama ayah hanya ditambahkan dalam catatan pinggir yang dituliskan di bagian belakang alih-alih pembaruan akta lahir.
"Alasannya menurut saya sih tidak masuk akal. Karena masalah nomor registrasi tidak boleh ganda," ujar Asep yang menjabat sebagai penanggung jawab pendidikan bagi warga penghayat kepercayaan Budi Daya.
Padahal menurut Engkus, nomor registrasi tak perlu diperbarui. "Cukup lembaran blangko akta kelahirannya saja yang dibuat baru dengan menambahkan nama ayah bersanding dengan ibu."
Engkus juga pernah jadi korban diskriminasi saat ibundanya meninggal di Desa Panjalu, Ciamis, Jawa Barat. Warga sekitar menolak jenazah almarhumah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) karena dianggap tidak beragama.
"Kata mereka, 'Ini khusus kuburan orang beragama, yang tidak beragama tidak boleh.' Setelah melalui rapat desa, diputuskan jenazah harus disalatkan, baru boleh dikuburkan," kenangnya.
Diskriminasi di sektor pendidikan berlangsung lebih lama lagi. Keturunan para penghayat kepercayaan dipaksa memilih pelajaran agama yang diakui negara.
Regenerasi penghayat jadi terhambat karena kebanyakan anak-anak tidak mengikuti penghayat kepercayaan orang tuanya.
Siswa penghayat kepercayaan juga kerap menjadi sasaran perundungan di sekolah dalam bentuk verbal. Akibatnya siswa bersangkutan meminta pindah sekolah karena tidak tahan jadi sasaran bully.
Setelah sekian lama berjuang, mulai 2016 keluar keputusan Kemdikbud yang menyatakan bahwa murid-murid penghayat kepercayaan mendapatkan pelajaran rohani sesuai kepercayaannya.
Berhubung tidak semua sekolah memiliki guru agama dari kalangan penghayat --karena teknis dan kurikulumnya masih dibahas, beberapa siswa dikembalikan ke organisasi atau komunitas penghayat kepercayaan untuk mendapatkan pelajaran keagamaan.
Asep salah satu yang mengabdikan diri sebagai guru pengajar penghayat kepercayaan. "Untuk sementara saya mengajarkan mata pelajaran untuk semua jenjang pendidikan dari SD hingga SMA. Pelajaran biasanya berlangsung setiap hari Minggu di Bale ini. Panduannya sudah ada. Sisanya saya gabung dengan buku-buku karya Pak Mei Kartawinata."
Seiring dikabulkannya gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan perihal Penganut Kepercayaan oleh Mahkamah Konsitusi (7/11/2017), Engkus berharap tidak lagi ada perbedaan dan diskriminasi terhadap warga penghayat kepercayaan.
"Kita semua punya hak yang sama sebagai warga negara Indonesia. Selama ini penghayat kepercayaan selalu dianggap lebih rendah. Hak-hak pelayanan sosial untuk kami selalu terkebiri," katanya.
Padahal, kata Engkus, jika berkaca pada sejarah, perlakuan semacam itu sebenarnya dilakukan oleh penjajah untuk merendahkan bangsa kita.
#penghayat kepercayaan#agama#budaya#agama nusantara#budi daya#buhun#jawa barat#mei kartawinata#engkus ruswana#subang#Sungai Cileuleuy#diskriminasi#Lalampahan#Aji Dipa#Sunda#UU Adminduk
2 notes
·
View notes
Text
Cara Belajar Bahasa Inggris dengan Cepat dan Mudah Dipahami
New Articles from Tajuk Kelana https://is.gd/DxdfON
Cara Belajar Bahasa Inggris dengan Cepat dan Mudah Dipahami
Ingin cara belajar bahasa Inggris dengan cepat dan mudah dipahami? Simak artikel ini untuk mengetahui cara belajar bahasa Inggris dengan efektif.
See More at https://tajukkelana.com/cara-belajar-bahasa-inggris-dengan-cepat-dan-mudah-dipahami/
#BelajarBahasaInggris, #TipsBelajarBahasaAsing #BelajardanPendidikan
0 notes
Text
Winter Blues
Belakangan ini lagi merasa hal-hal yang aku jalani lagi berada dalam status quo. Semuanya sedang baik-baik aja (Alhamdulillah), tapi entah kenapa ada pemikiran-pemikiran yang ‘mengganjal’. Emang sih, lagi banyak hal yang harus dipikirkan, tapi semuanya bisa diatur, semuanya terkontrol dengan baik, hanya saja belakangan ini suka tiba-tiba kepikiran satu-dua hal yang malah memicu nestapa.
Seperti hari ini, lagi berdiri di peron kereta pulang dari kantor, terus tiba-tiba merasa kota ini asing sekali…..Aku ga merasa menjadi bagian keramaian arus balik orang-orang ini, aku merasa ganjil dan terjebak dalam duniaku sendiri. Seharian berinteraksi dengan bahasa asing, bertemu orang sana-sini, membuat aku membutuhkan kesempatan untuk duduk tenang dengan orang yang wajahnya familiar dan bahasa yang tak perlu aku terjemahkan. Aku rindu banyak orang.....aku tiba-tiba saja mengharapkan momen-momen sederhana seperti pulang kerja dan disambut papa mama yang bertanya gimana kerjaanku hari ini, atau sampai rumah ganggu adik dan kakakku sebentar hanya untuk melepas penat, atau berkesempatan untuk makan malam bersama teman-temanku, menertawakan ini itu, melepas hiruk piruk setelah seharian mengadu nasib di bilik yang dulu jadi mimpiku.
Lara yang aku rasakan semakin menjadi karena tiba-tiba setelah seharian menjalani peranku dan berkutat dengan ini dan itu, aku hanya ingin berkesempatan untuk melihatmu di tengah keramaian. Aku hanya ingin tak sengaja menemukanmu di antara orang-orang yang berbondong-bondong masuk kereta, dengan wajah letihnya, atau dengan laptop di tangan kanannya. Aku sungguh hanya ingin melihat wajah yang familiar di sudut kota ini, dan rupanya jauh di alam bawah sadarku, menemukanmu dalam keramaian adalah sebuah ketidakmungkinan yang masih terus aku harapkan.
Mungkin aku hanya rindu orang-orang….ternyata memang tidak semua kedinginan obatnya adalah jaket tebal atau minuman hangat, kadang kehangatan dari orang-orang terdekat atau yang diharapkanlah yang jadi pelipur lara.
Meskipun perasaan-perasan di atas cuman sekejap aku rasain, aku jadi sadar dibalik status quoku, aku sedang tidak baik-baik saja…..berlama-lama di sini tidak membuatku menjadi ahli dalam menaklukan winter blues yang tiba-tiba datang dan pergi. Terbiasa jauh tidak membuatku jadi punya kendali menaklukan perasaan-perasaanku yang bergejolak pilu menahan rindu.
Tapi aku sadar suatu hal, dari perasaan-perasaan tidak nyaman inilah aku terus bertumbuh jadi manusia utuh. Seiring berjalannya waktu, aku semakin bijaksana menafsirkan emosi yang tiba-tiba muncul ketika winter blues. Aku teringat aja dulu aku pernah merasa winter blues ini aneh, apa hubungannya musim dengan emosi manusia, kenapa kita harus ngebiarin diri kita dikontrol faktor eksternal yang jelas-jelas di luar kendali kita? Tapi sekarang aku malah menggunakan ini sebagai sinyal untuk berhenti sejenak dan mendengarkan apa yang badanku dan hatiku rasain.
Seiring berganti musim, aku udah ga menolak segala rupa emosi yang bergejolak ketika dingin menyelimutiku, aku malah berdamai dan jadi lebih lembut terhadap diriku dan perasaan-perasaan yang berlalu-lalang silih berganti. Aku belajar tidak menyulitkan diriku dengan memberikannya ruang untuk merasakan apa yang perlu aku rasakan, aku berusaha mendengarkan nestapa yang bergemuruh dengan seksama, walaupun ini hanya sesuatu yang ’seasonal’.
"Aku benar rindu, di sini asing, entah harus mulai dari mana, tapi yang jelas aku ingin berteleportasi dan berada di kota yang familiar bagiku dengan orang-orang yang familiar pula. Kalaulah itu terlalu rumit, aku hanya ingin menemuimu di peron kereta selepas aku pulang kerja."
Dan perasaan ini valid, bukan karena aku sedih berlarut, lemah tak berdaya, atau tidak bersyukur.
Perasaan dan penerimaan ini bentuk nyata bahwa aku sedang berproses sebagai manusia yang akan memanusiakan manusia.
7 notes
·
View notes
Text
Japanese Languange Proficiency Test
(JLPT) di Japan [N4],
Terkagum dengan Orang Jepang yang Mengawasi dengan "Sat set Das des"
Mendapat kesempatan diuji kemampuan bahasa di negara asalnya sendiri adalah suatu tantangan besar. Bahasa Jepang yang terdiri dari aksara² baru, tentunya istilah² baru dipadu dengan pengucapan yang asing memerlukan usaha dan jam terbang yang tak main-main.
Sedari awal setelah dirasa cukup menguasai hiragana dan katakana, aku belajar bunpou (tata bahasa) diajari oleh sensei di Indonesia. Untuk kanji, kesepakatannya aku belajar mandiri diluar jam belajar bersama sensei. Namun waktu belajar dan berlatih saat sendiri pun jauh lebih banyak untuk memahami bunpou dan kotoba baru pada saat itu, belum lagi masih dalam fase adaptasi di negeri sakura.
Saat tiba di negara baru ini, begitu semua aksara sejauh mata memandang adalah 75% kanji. Memang huruf utama yang digunakan Jepang ini menjadi tantangan yang tak lekang waktu untuk orang asing seperti aku. Tentunya berbeda dengan Orang Cina yang sudah begitu familiar dengan huruf asal negaranya sendiri. Setiap masa nya selalu butuh belajar membaca kanji, bahkan ketika sudah dianggap mahirpun dalam berbicara.
Tiga bulan lamanya mencoba melahap sekitar 300 kanji karena test yang akan aku hadapi pada saat itu adalah N4. Saat belajar, baru menyadari betapa rumitnya satu huruf kanji tidak hanya bisa dibaca 1 cara, tapi banyak cara dan banyak arti. Ketika bertemu kanji lain dalam suatu kata, kita harus tahu cara baca yang manakah yang dimaksud, dan arti kata apakah yang dimaksud dari sekian banyak arti satu huruf kanji. Bentuk hurufnya pun banyak yang mirip dan beberapa bentuknya kompleks. Itulah semua bagian kerumitannya.
Sampai akhirnya mendekati bulan Juli, aku masih mencoba semampuku menghafal dan memahami setiap kanji tersebut. Tentunya sisi kepasrahan muncul dalam diri karena paham betapa rumitnya, namun tetap diiringi tetap berusaha menyelesaikan target belajarnya.
Saat hari ujian tiba, aku sendiri tanpa janjian dengan teman berangkat dari stasiun (karena memang tidak ada teman yang aku kenal yang juga ikut tes). Di sana aku bertemu sekumpulan orang yang ternyata orang-orang dari program training Yamaha. Mereka adalah karyawan Yamaha dari berbagai negara yang sedah pelatihan di Jepang selama satu tahun. Akhirnya aku pun bergabung dengan rombongan mereka karena mereka juga mengikuti tes JLPT.
Sampai di lokasi, ramai sekali. Antrian begitu panjang dan wajah-wajah yang terlihat jelas sekali wajah berbagai jenis bangsa. Ruangan ujianku sekitar memuat 100 orang yang telah disiapkan no peserta nya. No peserta pun mengurut ke belakang dan no urut ini yang menjadi dasar pengawas memberikan lembar jawab. Di atas meja peserta sudah tersedia plastik yang ternyata untuk membungkus hape.
Lembar jawab yang dibagikan sudah tertulis nama dan no urutnya, tumpukan lembarannya pun rapi tersusun untuk membagikan nya ke belakang tanpa harus mengecek satu per satu nomer. Lembar jawab tertulis nama dan no ini membuatku merasa dimudahkan.
Petugas ada 6 orang, setiap petugas memiliki tupoksi dalam mengelola ruang tes. Di baris mana mereka membagikan kertas, dimana mereka mengecek orang yang hadir dan siapa diantara mereka yang berbicara di depan. Semua dibagi seperti yang mungkin sesuai hasil rapat atau pun kesepakatan mereka.
Setiap tes akan dimulai, mereka juga mengecek wajah setiap barisnya (maksudnya untuk menghindari joki dan kecurangan lain). Seketika satu pekerjaan selesai mereka bergegas melanjutkan pekerjaan lain tanpa berbicara dengan petugas lain. Aku lihat jarang sekali mereka berbicara satu sama lain, terkesan seperti koordinasi sudah matang sebelumnya.
Teknis rekaman listening lancar tanpa kendala sedikitpun, waktu mengerjakan soal pun benar-benar sesuai waktu seharusnya tanpa dikareti sedikitpun. Kami benar-benar dilarang memegang pensil selama waktu habis. Petugas yang semua orang Jepang ini membuatku terkesima, setiap pekerjaan yang dilakukannya patut diacungi jempol. Mereka detail, profesional dan tidak banyak bicara yang tidak perlu. Mereka bertugas dengan sat set dan das des.
Terkait bagaimana soal JLPTnya? JLPT N4 2 Juli 2023 ini menurut saya tingkat kesulitan soalnya cukup tinggi. Banyak nomer yang bertipe soal Buku Somatome, padahal yang saya biasa pelajari adalah Minna no Nihongo.
4 notes
·
View notes
Text
MERANTAU, CARA TUHAN MENJAWAB DO’A – DO’AKU
Merantau, sebuah keputusan yang cukup berat karena harus meninggalkan keluarga. Berjuang sendiri di daerah yang berbeda adat budaya, hingga bahasa sehari-harinya. Tapi percayalah, dengan merantau, Allah akan membuka mata kita, memperluas wawasan dan pergaulan kita.
Saya sendiri mulai merasakan merantau sejak lulus SMA. Saya terlahir di keluarga yang ekonominya menengah ke bawah, keinginan untuk kuliah harus dihadapkan dengan kemampuan ekonomi yang hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Sebagai anak sulung, mau tak mau harus berpikir keras bagaimana bisa kuliah, tapi tidak menjadi beban bagi orang tua. Saya mulai mencari informasi kampus – kampus yang membebaskan biaya kuliah. Berkali – kali mencoba jalur Beasiswa untuk siswa dari keluarga yang tidak mampu pun gagal.
Dari kegagalan itu orang tua memberi nasihat yang sangat menenangkan bagiku “Khusnudzon saja, berarti Allah tidak menganggap kita sebagai keluarga yang tidak mampu.. ”
Aku pun menjawab, “Nggih ya bu, Aamiin”
Toh mampu atau tidak, tak selalu diukur dari banyaknya harta yang kita miliki, masih ada Allah yang akan memberi jalan bagi hamba-hambaNya yang tidak pernah menyerah.
Dalam masa pencarian itu, aku teringat pesan guruku “Mintalah sama Allah, Yang Maha Kaya dan Maha Memberi. Mintanya yang sungguh – sungguh, kalau perlu secara spesifik juga boleh”.
Sejak saat itu, dalam setiap sujud, tak lupa ku sampaikan keinginanku sama Allah, terkadang sampai tak terasa meneteskan air mata. Alhamdulillah, Allah memberikan ku rejeki untuk kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Kedinasan, sudah bebas biaya kuliah, dapat uang saku juga tiap bulan, lulus langsung diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara. Namun disitu juga, aku diharuskan merantau, karena kampus tersebut berada di Jakarta Selatan, sedangkan orang tua di Sidoarjo.
Di awal perantauanku, beratnya ospek, lingkungan yang juga asing, membuatku ingin pulang saja. Tapi ketika ku ingat-ingat lagi janjiku “Aku sudah sejauh ini, kalau aku tak bisa membawa kesuksesan, malu rasanya untuk ketemu keluarga”. Dari situ aku bertekad sungguh-sungguh menjalani semua ini.
Meski berat diawal, ternyata selama masa perantauanku, Allah juga menjawab do’a – do’aku yang lain. Dulu punya keinginan untuk berkeliling ke beberapa wilayah di Indonesia, Allah pun menjawabnya dengan cara memberikanku penempatan ke wilayah NTT dan sekarang ke Bali.
Namanya manusia, keinginan terus ada, pernah punya keinginan untuk tinggal di lingkungan yang religius, karena terakhir belajar Ngaji itu jaman SD, Allah memberikanku lingkungan kampus yang sangat peduli dengan hal-hal religius, mempunyai teman-teman yang sangat peduli tentang hal ini.
Kini aku tahu, mungkin jika dulu aku tidak berani mengambil resiko mengambil kampus yang jauh dari rumah, ku tak akan bisa seperti ini. Manusia paling berpengaruh dan paling mulia bagi umat muslim (Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam) pun, kesuksesannya diraih setelah beliau hijrah ke Madinah. Bahkan Imam Syafi’I rela merantau, berjalan kaki dari Baghdad ke Makkah dan Madinah seorang diri, karena ingin menuntut ilmu. Dampaknya, sekarang ilmu beliau sangat bermanfaat untuk kita.
Teringat salah satu pesan Imam Syafi’I :
“Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan..
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang
Merantaulah…
Kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan (kerabat dan kawan)…. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.”
Kini aku mengetahui maksud perkataan itu, Jangan jadikan dirimu bagaikan Katak dalam tempurung, yang membatasi dirinya untuk berkembang. Namun terbanglah layaknya burung yang bisa menikmati luasnya Bumi Allah, yang mensyukuri Nikmat-Nya, Maka kelak Allah pasti akan membalas do’a bagi hamba – hambaNya yang mau bersungguh – sungguh dan selalu Khusnudzon kepadaNya. Dan satu lagi yang pasti, mintalah do’a restu langsung dari Orang Tua, Insya Allah semuanya akan dimudahkan.
(C) Fajar R. Priyambada
12 notes
·
View notes
Text
You Are Not Alone, Allah Is With You (Part 2)
Waktu mendapatkan tawaran beasiswa di Korea, ibuku awalnya tidak setuju dan sulit melepas. Ia tak ingin anaknya pergi terlalu jauh. Namun, di satu sisi, berkuliah atau bisa hidup beberapa bulan di luar negeri adalah salah satu keinginanku. Aku ingin belajar budaya baru dan berteman dengan orang-orang asing. Sempat hampir memutuskan tidak berangkat. Selain karena restu ibu, juga ada kekhawatiran akan kegagalan. Khawatir tidak berhasil lulus dan pulang dengan tangan kosong. Namun, setelah berdiskusi lebih lanjut dengan ibu dan kakak, akhirnya aku memutuskan untuk mengambil tawaran ini. Ibuku pun akhirnya memberi restu dan doa.
Sesampainya di Korea, aku sedikit kesulitan untuk beradaptasi. Sebelumnya, aku sudah terbiasa pindah dari satu kota ke kota lain. Selama hidup, empat kota (Bandung, Makassar, Yogyakarta, Mantingan) sudah pernah menjadi saksi perjuangan hidup. Waktu-waktu itu, aku hanya butuh waktu 2-3 bulan untuk terbiasa dan dekat dengan orang-orang sekitar. Dalam waktu 2-3 bulan itu, aku sudah bisa mengganggap kota baru itu sebagai rumahku. Namun, ketika di Korea, walaupun hampir satu tahun, aku masih merasa asing dan sulit berbaur dengan teman-teman asli penduduk Korea. Alasannya karena keterbatasan bahasa dan sifatku yang introver serta pendiam di lingkungan baru. Perasaan sulit dan kekhawatiran juga semakin bertambah karena untuk melakukan penelitian, aku membutuhkan teman-teman korea untuk mengambil sample penelitian dan air laut di lapangan. Aku merasa sungkan untuk meminta tolong dan khawatir tertolak. Padahal mereka sebenarnya bersedia untuk menolong. Hanya kekhawatiran dan kesungkananku saja yang membuat rasa sulit di hati.
Alhamdulillahnya, ada dua mahasiswa Indonesia bersama keluarganya yang menemani dan mengajari banyak hal terkait cara hidup di Korea. Ada juga beberapa teman dari Kanada dan Nepal yang sangat ramah dan membuka diri ketika bertemu. Sayangnya kami tidak bertemu setiap hari.
Setelah satu tahun tepat, babak baru pun di mulai. Kini teman-teman Indonesia di kampusku sudah selesai memperoleh Ph.D. Sejak awal September, tinggal aku sendiri yang berjuang di sini. Sebelumnya, aku masih punya teman ngobrol di lab. Kini, sudah tidak ada lagi. Aku membayangkan bagaimana rasanya terasing di tengah keramaian orang. Bagaimana canggungnya, dan berbagai kekhawatiran lainnya. Aku pun khawatir bagaimana nanti hubungan dengan professor karena selama ini ketika konsultasi selalu ada teman Indonesia yang mendampingi. Terlebih, pas hari di mana temanku pulang ke Indonesia, 1 September (tepat ketika DWC dimulai), aku terkena covid. Bayanganku sudah ke mana-mana, berpikir kalau aku meninggal di sini, siapa yang akan mengurus jenazahku?
Dua minggu sudah terlewati dan aku baik-baik saja. Ternyata semua hanya kekhawatiranku saja. Teman-teman Koreaku sepertinya mengerti kecanggunganku dan mereka berusaha membantuku untuk bisa bertahan di laboratorium. Contohnya saat covid, Mi Jin yang lebih dulu terkena covid, tiba-tiba mengirim pesan menanyakan keadaanku dan menawarkan bantuan untuk membelikan makanan atau hal-hal lain yang dibutuhkan. Aku terenyuh, sama sekali tidak menyangka dia akan perhatian seperti itu. Setelah aku sehat, Mr. Jang juga tiba-tiba juga menawarkan tebengan ketika kami sama-sama akan pulang. Lalu kemarin, Daeil tiba-tiba menawarkan diri tanpa diminta untuk mengutak-atik laptopku yang tidak bisa dipakai ngeprint. Daeil ini salah satu mahasiswa S1 yang tidak terlalu bisa bahasa Inggris. Aku tidak bisa bahasa Korea. Jadi kami berbicara pakai broken Inggris, campur bahasa isyarat, dan google translate jika perlu. Namun, setelah dicoba hampir 30 menit, tetap tidak bisa. Akhirnya, Youn su, salah satu senior malah menyarankan untuk memakai Komputer bekas mahasiswa sebelumnya yang memang ada beberapa di gudang. Hal lain yang bikin aku terenyuh yaitu ketika Taemin mengingatkan aku untuk mengambil kursus safety training. Aku sama sekali tidak menyangka, ia akan ingat. Aku jadi sadar, ternyata mereka cukup peduli. Hanya saja keterbatasan bahasa membuat sulit dekat secara emosi. Aku juga sadar, selama ini mungkin aku yang terlalu menutup diri. Seharusnya, jangan selalu berharap orang lain duluan yang menunjukkan perhatian. Tak mengapa membuka diri dan menawarkan bantuan lebih dulu.
Aku juga sadar untuk tidak pernah merasa sendiri karena ada Allah. Semua kebaikan-kebaikan yang aku dapat adalah karena Allah yang menggerakan hati-hati mereka. Jadi ketika bisikan setan untuk takut dan khawatir itu datang, ingatlah Allah, bergantung dan berdoalah pada-Nya.
2 notes
·
View notes