#baduydalam
Explore tagged Tumblr posts
projectourworld · 1 year ago
Text
Tumblr media
Four hours’ drive from the hustle and bustle of the Indonesian capital, Jakarta, lies the secluded community of Baduy Dalam, where the trapping of modern life are shunned.
The Baduy Dalam people reject money, technology and formal education, and limits tourists – banning any visitors from documenting their life. Now the tribe wants to go one step further, by cutting off the internet. Officials in Indonesia are considering a request from the group for an internet blackout, after they cited concerns over negative impacts on tribe members.
Source: Guardian Newspaper #baduydalam #values #humanity
1 note · View note
pejalantangguh · 5 years ago
Text
Urang Kanekes
Tumblr media
Orang-orang lebih mengenal mereka dengan sebutan Baduy, yang berarti pejalan kaki. Terletak di daerah Lebak-Banten, suku ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu Baduy luar dan Baduy dalam. Suku Baduy luar terdiri lebih dari 50 desa, sedangkan suku Baduy dalam hanya terdiri dari 3 desa saja, yaitu Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo. Setiap desa di suku Baduy dipimpin oleh seorang ketua adat yang disebut jaro atau puun.
Tumblr media
Untuk mencapai ke Baduy khususnya Baduy dalam bukanlah hal yang mudah. Jika dari Jakarta, kita harus naik kereta ke stasiun Tanah Abang, dilanjutkan naik kereta arah ke Rangkasbitung di peron 6 st. Tanah Abang. Di stasiun Rangkasbitung perjalanan masih cukup jauh, namun bisa ditempuh dengan angkot ke terminal awe kemudian naik elf ke desa Ciboleger. Sesampainya di desa Ciboleger, barulah perjalanan yang sesungguhnya dimulai yaitu trekking atau berjalan kaki selama kurang lebih 3 sampai 4 jam barulah kita sampai ke Desa yang pertama di Baduy dalam, yaitu Cibeo.
Suku Baduy dalam memiliki ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan Baduy luar. Hal yang paling terlihat adalah mereka masih sangat memegang teguh adat istiadat atau kebudayaan dari leluhur. Salah satunya adalah alas kaki, suku Baduy dalam tidak diperbolehkan menggunakan alas kaki dan mereka harus berjalan kaki, tidak diperbolehkan naik kendaraan apapun, baik itu ojek, angkot, bus, kereta, pesawat, sepeda, MRT, bahkan odong-odong.
Hal yang terlihat dari penampilan luar suku Baduy dalam adalah cara berpakaian. Ciri khas dari warna pakaian mereka adalah hanya putih, hitam dan sarung garis berwarna biru dongker dengan ikat kepala putih, dan tas yang mereka bawa berwarna putih, hampir semua bahan putih menggunakan kain belacu. Tidak ada warna lain di bagi mereka.
Sesampainya di Baduy dalam kami disuguhkan dengan pemandangan yang amat sederhana dari kehiduan sehari-hari suku Baduy. Ada banyak peraturan adat yang masih mereka pegang teguh sampai saat ini, untuk menjalankan kebiasaan turun temurun dari nenek moyang mereka.
Pertama adalah MCK atau WC, jangan harap anda dapat menemukan MCK, WC, toilet, kakus, helikopter atau apapun sebutannya, karena di Baduy dalam tidak ada, jadi orang-orang yang akan melangsungkan hajat BAB, BAK, mandi dapat dilakukan di sungai dengan ditutupi oleh bilik bambu sederhana.
Bisa dibayangkan bersih diri tanpa sabun? Hal ini sudah biasa di Baduy Dalam. Kedua, tidak diperbolehkan menggunakan sabun apapun itu baik sabun muka, sabun mandi, sabun cuci baju, sabun cuci piring, sabun cuci gigi atau apapun. Dan alasan mereka sederhana, karena itu dapat mencemari air dan mengurangi kadar kebersihannya.
Ketiga, di Baduy dalam tidak diperkenankan menyalakan musik dan menggunakan gadget, sebut saja HP atau apapun bentuk gadget yang lain.
Keempat, wisatawan luar negeri tidak diperbolehkan masuk ke Baduy dalam. Terkait hal ini ada beberapa pendapat, kenapa hal ini tidak diperbolehkan. Alasan mendasarnya karena menjalankan kebiasaan leluhur, selain itu mereka menilai bahwa bangsa asing diluar Baduy dulunya adalah penjajah.
Kelima, tidak diperkenankan untuk mengambil poto atau merekam ketika sudah memasuki kawasan Baduy dalam. Jadi segala macam bentuk keindahan, kesederhanaan dan harmoni yang ada di sana hanya boleh kita lihat tanpa bentuk pengabadian dalam bentuk gambar.
Keenam, suku Baduy dalam hanya diperbolehkan menikah dengan sesama suku Baduy dalam, untuk menjaga silsilah leluhur. Namun orang Baduy dalam boleh menikah dengan orang Baduy luar ataupun diluar Baduy, dengan syarat setelah itu mereka sudah tidak menjadi Baduy dalam lagi dan terlepas dari menjalankan kewajiban mereka sebagai suku Baduy dalam.
Ketujuh, suku Baduy dalam tidak diperkenankan untuk bersekolah, kalau Baduy luar boleh bersekolah. Lalu dari mana mereka memperoleh pendidikan? Apakah mereka mengenal huruf? bisa menghitung? Tentu mereka belajar, karena belajar bukan hanya ritual yang terjadi di sekolah, mereka mempelajari itu semua dengan cara melihat kebiasaan yang dijalankan oleh Bapak dan Ibu mereka. Membaca, menulis, menghitung, bahkan kodrat mereka sebagai lelaki dan perempuan harus melakukan apa, hal itu mereka pelajari dari melihat kebiasaan yang dijalankan orang tua mereka. Proses internalisasi disini berjalan dengan sangat baik. Dan banyak hal-hal lain peraturan adat yg dimiliki oleh suku Baduy dalam.
Hal yang membuat saya kagum dengan mereka adalah walaupun kondisi mereka yang terbilang jauh dari peradaban, dan terbelakang, namun dari kesederhanaan yang mereka miliki, itu menjadi keunikan tersendiri yang dimiliki oleh suku Baduy dalam. Tetap menjalankan adat istiadat nenek moyang dan tidak tergoda untuk membuat peradaban mereka lebih "maju". Jangan disangka suku Baduy tidak tahu tentang kemajuan teknologi di dunia luar Baduy dalam, mereka tahu bahkan ada beberapa diantara mereka yang memiliki akun IG (keren kan), namun mereka menggunakan gadget tersebut hanya di luar Baduy dalam, dan menggunakan seperlunya saja.
Dari perjalanan saya ke suku Baduy dalam ini, saya banyak belajar mengenai kesederhanaan, hidup mereka yang menyatu dengan harmoni alam dan tetap memegang teguh kearifan lokal yang mereka miliki. Tentu kita sebagai pendatang harus mampu bijak dalam menyikapi semua adat istiadat yang mereka miliki. Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung, demi tercipta harmoni Unity in diversity.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
1 note · View note
khairulleon · 6 years ago
Photo
Tumblr media
FIRST... Dari kemaren baca status orang semuanya serba pertama. . Post IG pertama di 2019. Selfie pertama di 2019. Kondangan pertama di 2019. Nyinyiran pertama di 2019. Ghibah pertama di 2019. . Well, aku pun ga mau ketinggalan euforia ini. Jadi aku bikin vlog pertama di 2019. . Kuy Klik linknya di bio atau search my name on youtube 'Khairul leon'. Moga vlognya bermanfaat, especially untuk kamu yang belum pernah dan ingin wisata ke Baduy Dalam. . Selamat menonton videoku di hari jumat pertama 2019. . #WHPresolutions2019 ➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖ My story trip : 🔎 www.youtube.com/khairulleonmedia 🔎 www.khairulleon.com . #baduy #kampungbaduy #sukubaduy #wisatabaduy #baduydalam #baduyluar #baduybanten #baduytrip #explorebaduy #tenunbaduy #batikbaduy #opentripbaduy #wisatabaduy #batikbaduybanten #anakbaduy #seribuanatour (at Wisata Suku Baduy Dalam) https://www.instagram.com/p/BsMfDsmDtud/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=mh3u2572p4t9
1 note · View note
dakwahpelosoknegeri · 3 years ago
Photo
Tumblr media
Kenalan sini yuk Sedikit mengenal tentang baduy, supaya nanti ketika teman-teman berkunjung ke baduy jadi tau mana baduy dalam dan baduy luar. #baduydalam #baduyluar #baduykanekes #sukubaduy #baduybanten (di Baduy-Banten) https://www.instagram.com/p/CThCwMTBTZq/?utm_medium=tumblr
0 notes
suryathirta-blog · 7 years ago
Photo
Tumblr media
. 🍃 Kangen kita petcyaaaaah akhirnya ... . Tag to : @faried.airlangga @rindurzl @stuswaa . . 🍀 Gak janjian buat ketemuan untuk ngumpul kapan waktu lagi setelah terakhir dari laut , akhirnya kita bisa reunian dengan group yang kita namain on the spot Group "Mercusuar" , karena pas lagi episode ke Mercu itu kita saling Ketemu nya . . Pada saling lihat insta story , terus nyusul deh ke Pondok , mumpung sebelum Ramadhan ya sekalian "ngariung" . . #sahabatanpasekat #sahabat_baduy #video_pondokzamrud #Pondokzamrud #pondokzamrudkhatulistiwa #baduypisan . . #baduy #baduydalam #baduytheextraordinary #nature #naturelife #naturelovers #lovenatute #instanature #friendship #awesome
2 notes · View notes
mohamadlik · 4 years ago
Photo
Tumblr media
SENI YANG TERSEMBUNYI Kala itu, aku bersama lima kawanku sedang berjalan menapaki setiap jengkal tanah di pelesiran Baduy, kami hendak menikmati dan merenungkan keindahan alam Indonesia yang sangat terjaga keindahan serta kelestariannya, di tengah perjalanan kami dipertemukan dengan Abah Sainah, seorang warga asli suku Baduy yang menjadi saksi hidup bagaimana masyarakat Baduy bisa bertahan hidup pada saat menghadapi para penjajah, dengan cara berlindung di tengah hutan, aku yakin hutan bersama segala isinya sangat tulus melindungi mereka hingga mereka bisa hidup berdampingan hingga saat ini. Saat bercerita tentang kehidupan masyarakat Baduy, Abah Sainah juga kerap kali meniup sebuah bambu yang pada ujungnya terdapat lilitan karet berwarna hitam itu. Sungguh alunan musik nan indah yang dihasilkan dari bunyi "Leut" ini seakan menyatu dengan suara hembusan angin dan kicauan burung yang ada di sekitar kami. Di usianya yang hampir menginjak satu abad, Abah Sainah masih mampu berkomunikasi dengan baik bersama kami, sesekali Abah juga melepaskan tawa khas yang sangat memancarkan aura kebahagiaan kepada setiap orang yang berbincang dengannya. Bah, semoga di sana Abah selalu sehat dan senantiasa ada dalam lindungan Tuhan yang Maha Esa. (12/8/2018) #leut #baduy #alatmusiktradisonal #baduydalam #baduyluar #lombafototngr2020 @gunungrinjani_nationalpark #tamannasionalgunungrinjani #hkan2020 #rinjaninte #geoparkrinjani #ksdae (at Baduy, Banten) https://www.instagram.com/p/CEB-8yIDPMj/?igshid=1r04wut31kei9
0 notes
alawiyahismii · 7 years ago
Text
BADuy kuy :)
Hay, tumblr! Gue mau sedikit cerita tentang keisengan gue mengisi hari libur dengan sok ide jalan - jalan ke Baduy. Ya, sebetulnya emang gue udah lama banget (dari pas kuliah semester satu, tahun 2012, waktu itu tau pertama dari Dian Octaviana) pengen ke Baduy Dalam. Terus, waktu itu gue liat tuh update - an Ryan Nugraha, temen YOTCA. Dia update insta story dapet sms dari anak Baduy Dalam nanyain kapan main ke sana lagi? Lah, gue jadi penasaran, dong sama Baduy Dalam. Secara notabene beberapa orang suka mengatakan : “Baduy dalam mah ga boleh pake alat elektronik, menolak modernisasi, masih alami banget.” atau “Mereka kuat jalan kaki sampe Bandung, lho.” atau “Anak Baduy gak sekolah, lho, Mi.” dan sebagainya sampe rumor - rumor mistis “Jangan ke Baduy kalo lagi dapet (menstruasi), nanti celaka.” atau “Sampah lu harus lu bawa turun lagi, kalo enggak nanti kualat.” atau “Ga boleh main elektronik sama sekali di Baduy Dalam. Pamali! Bisa kena hukum adat juga.” Macam - macam, lah.
Tumblr media
Singkat cerita, tanpa banyak mikir lagi dan 99% nekat gue kontak Ryan dengan semangat : “Yan, gue ikut, dong ke Baduy, fix.” Selanjutnya gue masuk ke grup yang dia buat bareng temen - temennya, awalnya ada 15 orang gitu, mayoritas laki, dan mengerucut karena seleksi alam, hingga tinggal delapan orang yang fix ikut termasuk gue. Mereka adalah lima cowok, sebut saja Ryan si pemilik hajat, Milky, Akmal, Ado, dan Bismo, serta dua perempuan strong pun baik hati: Bani (soon to be a nice doctor) dan Nisa (mbak perumahsakitan RSUD Pasar Minggu).
Tumblr media
Oiya, kami jadinya ikut open trip bareng @petualang_indonesia dengan Mas Apri sebagai tour leader, bayar Rp250.000,- per orang, janjian jam 7.30 WIB di Stasiun Tanah Abang. Biaya tersebut udah termasuk tempat tinggal, pemandu, makan 3x (siang, malam, sarapan), tiket PP Tanah Abang - Rangkas (ini pake commuterline, jadi lo yang multi trip dsb mesti keluar dulu ya, guys, terus pake tiket yang udah dibeliin sama tour leader, ya gapapa sih kalo ga mau ribet, cuma lumayan. Tanah Abang - Rangkas Rp8.000,-), serta elf dari Rangkas ke Ciboleger. 
Tumblr media
Di sana, seru banget ketemu temen baru dan keren - keren dari berbagai usia. (Kiri -> Kanan, Atas -> Bawah) :
Ghideon, Warga, Ari, Kang Santa, Om Ersta, Bismo, Om Akhdian, Milky, Rizki. Warga, Gue, Mayang, Zahra, Om Dicky, Donnie, Om Irwan, Nisa, Bani, Ado, Ryan, Akmal.
Cerita dikit tentang temen open trip. Di sana gue ketemu Om Dicky dan putrinya, Zahra juga sahabatnya Zahra, Mayang. Ada juga Om Ersta yang udah lima kali bolak balik Baduy, kata beliau, “Perjalanan ke Baduy Dalam lebih dari wisata weekend, Mia. Ini menjalin silaturahim. Saya udah merasa bersaudara dengan mereka, terutama dengan Bapaknya Pulung (Pulung itu yang orang baduy sebelah yang baju ijo di kiri atas). Waktu pertama saya ke sini, tiga bulan sesudahnya mereka sekeluarga (Pulung, bapaknya, dan adiknya) langsung membalas bertamu ke rumah saya di Taman Yasmin Bogor, jalan kaki.” Gue kagum, sih.  Oiya, Om Ersta ini juga jago banget menggambar sketsa. Beliau gak seperti manusia millennials, yang dibawanya ke Baduy bukan mirrorless camera, melainkan buku sketsa dan spidol lukis. Awesome! Cuma beliau doang yang gak terbatas aturan adat (no camera and phone) dalam mengabadikan momen: dilukis!  Di grup ini juga ada om Akhdian yang sempet salah grup, nyasar ke open trip lain. Beliau jago banget motret. Di tulisan ini ada empat foto bersama yang kece dan bokeh banget, itu adalah hasil karya Om Akhdian. Keren kan. :)
Tumblr media
Langsung aja, deh. Setelah sampe Tanah Abang, kami tap out, ambil kartu single trip ke Mas Apri di deket loket, lalu kami tap in lagi, kemudian ke peron 5/6, naik arah Rangkas. Ini supe rlama dan jauh banget perjalanannya. Ada yang antar stasiun memakan waktu +-45 menit, suer, gue gak lagi hiperbola. Gue sampe bisa tidur, bangun, makan sariroti isi kacang, minum air, tidur sesi dua, bangun, bermedsos, tidur berikutnya, baru nyampe ke stasiun berikutnya. Sampe Rangkas? Rame banget banyak wisatawan lokal dan Panasnya super gersang. Kami diarahkan ke Elf, duduk, dan elf pun berjalan sekitar 1 jam dengan medan yang agak gojlak gajluk, bagi yang suka mabuk, silakan minum antimo, coy. Setelah naik Elf, sampailah kami di Ciboleger, makan siang di sana. Gue suka makanan di sana ala sunda gitu, sederhana, tapi enak apalagi sambal dadaknya pake leunca, beuh, pedes mantap. Habis makan, kami solat, dan ganti baju (bagi yang bawa training/ celana gunung dan gak sok ide kayak gue --> baca: sok pake jeans, karena ga punya training at all, jadi gue enggak ganti apa - apa, hiks). Selanjutnya kami mulai jalan masuk ke Baduy Luar. Kami juga diajarkan caranya pake ikat kepala, kayak gambar di atas. Nah, itu kan bentuknya segitiga, yang lancip taruh ke ujung dahi, tarik kedua sisinya ke belakang, lalu ke depanin lagi sampai menyilang, kemudian kebelakangin lagi, dan diikat. 
Tumblr media
Kami mulai berjalan dipandu orang Baduy Dalamnya, kira - kira seperti foto di atas, lah jalanannya. Rumusnya, setelah tanjakan tajam akan ada turunan curam. Setelah menurun drastis, akan naik sampe bikin meringis. Kitu weh terus. Oiya, kalian gak perlu bawa banyak minum sebetulnya karena sepanjang jalan banyak yang jual dengan range harga Rp6.000 - Rp10.000. Karena gue pemalas, gue cuma bawa 1 botol air mineral, kalau habis ya gue beli, terus botol sampahnya gue titipin ke tukang minuman (daripada buang sampah sembarangan, lagian abangnya nyediain tempat sampah, kok). Selain enggak perlu bawa berat, lumayan kan menggerakkan roda perekonomian mereka. Bagi yang enggak kuat, orang Baduy Dalam yang mandu siap bantu bawain barang alias jadi porter, kok. Kalau lu tanya ke mereka (warga Baduy yang jadi porter) akan dijawab tarif seikhlasnya, tapi menurut Om Ersta yang udah bolak balik sana melulu, etisnya sih (per Agustus 2017, mohon sesuaikan dengan nilai inflasi jika kalian baca ini di kemudian hari) Rp50.000,- per perjalanan (naik ke Baduy Dalam/ turun ke Baduy Luar). Jadi, bolak balik sekitar Rp100.000,-
Tumblr media
Nah, ini kami baru sampai di jembatan pertama. Ini bukan jembatan batas Baduy Dalam dan Luar, kok. Jadi, masih boleh foto - foto manja. Buset, gaya gue menggelikan banget, ya. Sesungguhnya itu karena gue ga ada baju yang lebih appropriate lagi buat tracking. Baju harian gue adalah blus, rok, dan heels. Sedih, kan. Emang. :( wkwkwk. 
Tumblr media
Nah, di seberang jembatan tadi, kami sampai di kumpulan Leuit atau tempat menyimpan padi (mungkin lebih terkenal bila disebut Lumbung, kalian pada tahu kan?). Ingat, ya, yang disimpan itu p - a - d - i, bukan beras, sehingga lebih awet. Bahkan ada yang umurnya mencapai 150 tahun penyimpanan. Katanya itu warisan turun temurun, karena padi Baduy tidak untuk dijual. Mereka bertani untuk kebutuhan sendiri, seperti acara adat dan cadangan pangan. Kerennya lagi, Leuit ini diletakkan jauh dari pemukiman sehingga bila kebakaran terjadi, tidak mengganggu kondisi pangan masyarakatnya serta menjauhkan dari hama tikus (notabene tikus lebih suka hidup di dekat manusia, karena banyak cadangan bahan baku pangan dan makanan sisa). Biarpun tradisional dan gak sekolah, perlu diakui, coy kalo Baduy punya sistem ketahanan pangan yang kece. Oiya, perkara padi warisan yang tua, gue pernah tanya ke salah satu warga, Rasanya kayak apa? Dia ketawa terus bilang, “Keras, hehe. Jadi kami jadiin tepung dulu biasanya.” Hehehe....
Tumblr media
Di area Leuit ini juga, kami bertemu dengan beliau yang Asyique banget meniup semacam seruling, namun bukan seruling namanya kalo di sana, gue lagi - lagi lupa. So sweetnya, hubungan antara beliau dan si alat tiup ini sudah berlangsung lama, sekitar 101 tahun. Setia banget, ya? 
Tumblr media
OK, setelah sampai di Leuit tadi, kami minum dulu dan duduk sebentar. Ryan bagi - bagi coki - coki, terus dia dan Bani jajan Es Cingcau. Harganya Rp5.000,- kalau gak salah. Cobain deh, konyol es cingcaunya. Es serutnya berwarna merah gitu, terus rasanya ada santen - santennya. Haha. Bukan ada manis - manisnya. Pokoknya kocak. Sayangnya, gue enggak foto wujud si cingcau... Terus, kami lanjut jalan lagi, nih melewati bekas ladang yang gersang, panas banget, tanahnya pecah - pecah, daun - daunannya berdebu. Itu adalah ladang berpindah. Jadi, mereka itu bertani masih pake sistem lama, tanaman - tanaman yang ada ditebas, dikeringkan, lalu dibakar. Sesudah bersih baru ditanami tanaman pangan: beras atau ketela. Ketika mereka selesai memanen ladang, mereka akan pindah mencari lahan baru.
Tumblr media
Jalan terus!!! Nah, ini adalah tipe jalanan favorit gue: Jalan yang datar. Wkwk.... Gue bisa bernapas normal di sini. Alhamdulillah. Di sini, Om Ersta bilang, “Entar Mia, bentar lagi kita sampe ke jembatan pembatas Baduy Dalam dan Luar, kita masukin semua barang elektronik, lalu kita naik ke bukti cinta.” Gue yang udah capek banget ngerasa bersyukur : “Hore! Bentar lagi kamera dan HP enggak boleh dipake.” Sepanjang sejarah gue jalan - jalan, cuma di sini gue ga kepikiran OOTD, foto ala - ala, dsb, malah semakin cepat disuruh masukin kamera, gue merasa semakin senang (biasanya gue bete kalau ga boleh foto). Itu berarti makin cepet nyampe. Haha. Sereceh itu hidup gue.
Tumblr media
Gue yang lagi bahagia bayangin mau nyampe, kemudian ditunjukkin “Itu Bukit Cinta - nya” langsung lemes. Begitulah, itu cuma sebagian, separuhnya lagi ga kefoto. Terus titik - titik kecil itu ya manusia yang lagi jalan, silakan di zoom. In short : jalannya gersang, nanjak, jauh, ah sudahlah. Wkwk. 
Tumblr media
Akhirnya, setelah 4 - 4,5 jam (kan tiap orang pace jalannya beda, ya sekitar segitulah tim open trip kami) jalan kaki. Sampailah kami ke Desa Cibeo, Baduy Dalam. Kami tidur di dua rumah terpisah, sedangkan untuk makan kami dijamu di rumah Kang Santa. Jadi, tiga rumah yang diperdayakan untuk open trip kami. Rumah tempat gue singgah (Rumah Pulung) katanya termasuk rumah baru dan dibangun bersama - sama satu desa. Letaknya dekat dengan sungai, memudahkan gue yang suka kebelet pipis, haha. Oya, di Baduy Dalam itu kalau mau pipis, poop, mandi, wudhu, semua di sungai, perlu di-highlight dikit : tanpa Bedeng (penutup). Walaupun begitu, spot pemakaian sungainya dipisah, yang agak atas itu untuk perempuan, banyak ibu - ibu mencuci di situ. Agak atasnya sedikit buat ambil air dan keperluan masak. Ada juga, sih, kayak kucuran air dikasih sedikit penutup buat mandi perempuan. Gue gimana? Gue sih selalu dengan trik yang sama : Selama perginya cuma 2D1N gue mending enggak mandi. Gue lap - lapan tissue basah aja. Jorok. Ya udahlah, wkwk namanya juga pilihan hidup. Lu mau mandi di situ sambil poop juga mangga weh... Eh, tapi engga boleh pake sabun dan bahan kimia, yah, mandinya. Pokoknya se - natural mungkin. Hehe. Oiya, di Baduy Dalam, meskipun dekat sungai dan hutan, tapi tidak ada nyamuk dan airnya lumayan hangat. Udaranya tidak dingin, kecuali sejak jam 2 pagi hingga subuh. Sepanjang hidup gue, bulan purnama terterang yang pernah gue liat ya di sini, sampe langit malam beneran berwarna biru tua (kayak lagu bintang kecil, langitnya beneran biru, bukan hitam) saking terangnya bulan.
Tumblr media
Sedikit penjelasan, lah, ya. Ini adalah orang Baduy Dalam. Ciri khasnya ikat kepala putih, baju putih, dan bawahan kain larik hitam. Mereka tidak bersekolah. Sehari - hari mereka belajar dari ornag tuanya. Anak laki - laki diajarkan berladang dan berburu. Mereka bisa menangkap rusa (jangan dibayangin sama kayak kijang kebun raya Bogor) dengan jaring. Gue bertanya beberapa pertanyaan ke warga perempuan 1. Hari - hari biasanya ngapain? Jawab: Masak, ngurus anak, ke ladang, numbuk padi. 2. Pernah jalan jauh? Jawab: Pernah sampai Rangkas (OMG, gue aja capek cuma dari Ciboleger).  3. Makan sehari - harinya apa? Jawab: nasi putih dan ikan asin, kadang ketela.  4. Ikan asin dapat darimana? Teteh belanja ke baduy luar? Jawab: Enggak, suami yang belanja dari luar. 5. Teteh, punten kalau sakit di sini ada mantri atau tabib gitu? Jawab: Kami berobat sendiri pake ramuan herbal, tapi kalau melahirkan ada dua orang Paranji (dukun beranak) di desa ini. 6. Teteh, maaf, kalau lagi menstruasi, kalian gimana? Jawab: Pakai kain untuk menampung darahnya, nanti kainnya dicuci di sungai seperti baju biasa aja.
Tumblr media
Gue juga bertanya sama warga laki - laki: 1. Di sini nikah gimana? Jawab : Udah ada aturannya, dijodohin sama orang tua dan Puun (ketua adat). Enggak bisa nolak, enggak bisa cerai. Kalau merasa tidak setuju dengan perjodohan itu atau ingin menikah dengan pilihan sendiri, bisa keluar (pindah ke Baduy Luar). 2. Apakah ada sunat (khitan)? Jawab : Ada. Ini dilakukan oleh bengkong. Penjelasan lebih rinci sebaiknya tidak gue jabarkan. 3. Berapa lama batasan keluar Baduy Dalam? (kalau ada keperluan di Baduy Luar atau daerah lain) Jawab: 15 hari, lebih dari itu bisa dihukum. 4. Bagaimana proses pernikahan di Baduy Dalam? Jawab: Panjang, bisa sampai setahun, awalnya dimulai dengan lamaran dulu, terus nanti si lelaki ikut bantu - bantu sehari di rumah calon istri (bertukang gitu lah), dan dilanjut rangkaian pernikahan lainnya. 5. Cincin pernikahannya kalian buat? (mengingat tidak ada logam selain sebilah pisau di rumah, bahkan rumahnya tidak dipaku, melainkan diikat). Jawab: Beli di luar. Kami kumpulkan uang, terus beli di Rangkas. 6. Bahasa sehari - harinya apa? Jawab: Sunda, tapi khas sini, agak beda sama bahasa Sundanya orang Jawa Barat. Beberapa orang juga udah cukup lancar bahasa Indonesia soalnya banyak wisatawan datang tiap minggu. 7. Apakah kalian selalu terbuka buat umum? Atau ada waktu untuk ditutup dan berdoa khusus? Jawab: Ya, kami ada bulan tidak menerima tamu luar, yakni bulan ke - 9 dalam hitungan tanggalan Baduy Dalam. (kalendernya beda gitu coy sama kita) 8. Bagaimana kalian berdoa? Jawab: ya, kami sih kalau doa rutin khusus tidak ada, cuma kami berkeyakinan. Kalau hari besar kami ada upacara adat bersama. (kira - kira begitu, please correct me if I’m wrong) 9. Bagaimana kalian menentukan lokasi ladang berpindah? Apa enggak selisih satu sama lain memperebutkan lahan subur? Jawab: Biasanya sebelum masa bercocok tanam, kami berembuk dulu dan izin ke warga lain bila ingin menanam di suatu area, sehingga tidak saling salah paham. 10. Contoh kesalahan berat dan hukuman berat apa yang ada di Baduy Dalam? Jawab: apa ya? Dosa besar itu ya mungkin berzina atau membunuh orang, nanti hukumannya diusir dari Baduy Dalam. 11. Kalau keluar Baduy Dalam (sudah bukan warga) itu karena diusir aja? Jawab: Bisa izin terus keluar aja, enggak ada paksaan, kok. Mau di sini boleh, selama taat aturan, keluar juga boleh. 12. Apa kalian (warga Baduy Dalam) enggak merasa takut kehilangan populasi kalau warganya semakin banyak yang keluar? Jawab: Enggak, kan Baduy Dalam lahannya ya segini aja dan enggak bisa diperluas, sedangkan kelahiran kan menambah warga baru, jadi kalau emang ada yang ingin keluar, boleh - boleh aja. Yang sulit, warga Baduy Luar kalau ingin jadi warga Baduy Dalam. Kalau bukan asli Baduy, sih, udah pasti enggak bisa jadi warga. 13. Dengan segala keterbatasan dan aturan, apa yang membuat kalian tetap betah tinggal di Baduy Dalam? Padahal jika ingin keluar dan bebas, tidak ada larangan? Jawab: Di sini lebih damai, enak, nyaman, dan hasil alam tinggal pakai. Tanah dan rumah gratis. Kalau di luar harus beli tanah lagi, biaya hidup mahal. 14. Kan ada 3 desa Baduy Dalam, bagaimana kalian menjalin hubungan? Jawab: Biasanya tetua adat (Puun) setiap desa akan berkumpul mendiskusikan masalah terkini. Lokasi diskusi dilakukan di salah satu desa secara bergiliran.   15. Apakah di sini warga ada aturan harus bangun jam berapa atau harus beraktivitas jam berapa? Jawab: Enggak, bebas aja. Kalau laki - laki dewasa ada jadwal rondanya dan rondanya beda dengan kalian (orang kota). Rondanya dilakukan siang hari ketika mayoritas warga berladang, supaya tidak ada maling saat desa sepi.
Tumblr media
Esoknya, kami memutuskan mencari pengalaman baru di Jembatan Akar. Jarak tempuhnya lebih jauh dari berangkat dan medannya sedikit lebih  karena kita meniti pinggir jurang dan bekas jalan air (batu - batu licin berlumut). Turunannya juga cukup curam. Meskipun begitu, semua senang ketika bisa bermain air atau foto ala - ala di Jembatan Akar. Ini adalah sebuah jembatan dari dua akar pohon besar di dua tepi sungai. Sayangnya, saat kami ke sana, jembatan sedang diperbaiki, jadi tidak bisa mencoba menyebrang.
Tumblr media
Di sela - sela perjalanan menuju jembatan akar, kami menemukan desa ini. Kata orang Baduy Dalam, ini desa baru. Gue lupa namanya, cuma pas gue tanya ke warga situ, emang sih, desa ini baru pindah karena desa mereka sebelumnya rawan longsor ketika hujan. Desa ini termasuk Baduy Luar dan mereka sudah mengenal penggunaan PVC buat saluran air. Smart enough! Oya, mereka ramah - ramah banget, lho. Gue cuma duduk sebentar dan nanya begitu aja langsung disuguhin minum. Wah, jadi merasa “Indonesia beneran ramah, ya kalau di desa - desa.”
Tumblr media
Nah, kalau ini, sih namanya Nadi. Dia bocah temennya Ryan yang waktu itu sms nanyain kapan ke Baduy. Wew! Dia kecil - kecil udah jadi porter buat mas - mas seumuran gue. Kuat, ya, Nadi. Kamu hebat!
Tumblr media
Nah, buat yang ngerasa udah jauh - jauh dan capek ke Baduy Dalam, kemudian butuh kenang - kenangan. Di sini banyak oleh - oleh yang bisa dibeli: 1. Kain tenun -> Rp20.000,- Ratusan ribu (gue enggak beli, kemudian lupa) 2. Madu hitam/ coklat -> Rp50.000,- kalau pake tas +Rp10.000,- (recommended nih madunya) 3. Aneka gelang rotan/ benang -> Rp5.000,- 4. Gantungan kunci -> Rp5.000,- 5. Gula merah -> Rp10.000,- (isi 2 balok ukuran sedang, sebagai tukang masak, gue suka banget, ini rasanya enak, beda sama warung punya, hehe). 6. Kopi cap Angkot (gue kaga tahu harganya, enggak beli, dan lupa nanya). 7. Tas -> Sekitar Rp100.000,- 8. Durian Baduy Dalam -> Sekitar Rp25.000,- sampai Rp30.000,- (Kami nyoba makan dan enak. Kalau beruntung dapet yang super manis, bijinya sekecil kancing, tipis parah. Kalau kurang beruntung dapetnya agak hambar, ga begitu manis, tapi ada sensasi super adem, kayak ngunyah air). Selain itu masih banyak lagi oleh - oleh lain. Oiya, harga ini per kedatangan gue (Agustus 2017), jika kalian baca ini dikemudian hari, jangan lupa nilai inflasinya, jangan saklek jadiin ini landasan, hehe.
Tumblr media
Nah, segitulah kira - kira cerita pengalaman gue selama di Baduy. Terkait hal itu, Bila kalian ingin ke sana, mungkin gue ingin sedikit menyarankan ini: 1. Bawa baju kaos ganti 2 dan celana training or something buat jalan, jangan jeans. Kalau pake jeans sampe Ciboleger dan untuk pulang ke rumah masing - masing, ya, enggak masalah. 2. Bawa sweater, kalau tas lu penuh, sweater diiket di pinggang aja. Di sana dinginnya pas pagi buta, nusuk ke tulang punggung pas lagi tidur enak - enak. Hehe. 3. Headlamp penting, buat nemenin wudhu atau pipis sendirian. 4. Bawa sendal buat di Baduy Dalam, bisa Swallow gitu, atau kalau mau ringan dan ringkas bawa sendal hotel tipis aja, yang penting ada alas kaki. 5. Pilih sepatu yang enak buat tracking, cek sol sepatunya juga, pastiin kuat, ya. 6. Sediain uang receh. Seandainya mau beli minum jadi gampang dan ga ribet. 7. Ini kalo gue ya. Karena di Baduy Dalam, mandipun enggak boleh pake yang berbau kimia, alat mandi cuma ngeberatin doang, mending bawa tissue basah dan dettol buat kebersihan, dan kalau udah ke Baduy Luar silakan pakai parfum dan dandan dikit supaya penampilan more presentable. Wkwk. Sekian kesan gue ke Baduy Dalam. Pesannya: “Lihat langsung lewat mata, jangan cuma layar kaca, sebelum yang sekarang ada, jadi tidak lagi sama.” Lo akan paham maksud pesan gue kalo lo udah nyobain ke Baduy Dalam di era sekarang. 
Sekian.
Mohon maaf bila ada salah kata, semoga bisa bermanfaat. Regards, @alawiyahismii
2 notes · View notes
sayasukatahu-blog · 7 years ago
Text
Impulsive Trip ke Pedalaman Suku Baduy (#3 - Habis)
Minggu pagi, kami semua bangun dan bersiap menuju pondok kecil di atas bukit untuk menjemput sunrise, Kamera masih diperbolehkan di bukit yang menjadi permbatas kawasan tabu di Baduy Dalam. Dan bagi kami yang biasanya masih berlindung di bawah selimut atau harus bersiap menuju tempat kerja karena tidak mau terjebak macet, pemandangan matahari terbit menjadi hal yang langka.
Tumblr media Tumblr media
Kami tak bisa berlama-lama menikmati matahari pagi di atas bukit, karena kami harus segera bersiap mandi, sebelum pulang.
Oh ya, mandi adalah saat paling menyegarkan saat itu, air kali yang masih jernih, dan segar, amat sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja. Kami harus menghormati cara hidup warga setempat yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk sabun, odol dan shampo dalam aktifitas MCK. Toh, dengan masih alaminya air kali, kami tetap bisa membersihkan diri.
Usai mengemas barang, dan sarapan bersama kami harus berpamitan dengan Ayah dan Ambu yang sudah menjadi induk semang terbaik selama semalam. Kami kembali trekking, kali ini menempuh rute yang berbeda, jalur Cibeo.
Dengan rute yang agak lebih panjang, kami disuguhi panorama yang tidak kalah indah dengan jalan berangkat kami kemarin. Kami juga menyusuri kawasan lumbung padi warga Baduy Luar dan sempat melihat sedikit aktifitas pagi mereka.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Pukul 11.00 kami sudah sampai di titik perbatasan perkampungan Baduy Luar dengan warga merdeka (sebutan Urang Kanekes untuk warga non Baduy). Kami pun harus meninggalkan suasana perkampungan yang sangat asri ini.
Banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik dari cara hidup orang Baduy. Mereka yang masih teguh menjaga kearifan lokal dengan nilai-nilai tradisi leluhur yang lekat, perlu turut dilestarikan. Entah sampai kapan mereka akan bertahan di tengah gempuran budaya pop dan modernisasi.
Tumblr media
Saya sangat berharap generasi muda Baduy Seperti Juli, Aja dan Sanen dapat terus melestarikan budaya, cara pandang dan laku hidup Baduy sampai masa masa yang akan datang.
See you, Ayah, Ambu, Aja, Juli, Sanen, dan semua Urang Kanekes, you’ll be missed, surely.
1 note · View note
vanilachocolate · 7 years ago
Text
Unforgetable Journey : Menjejakkan kaki di tanah Baduy Dalam.
Pertama ditawarin buat ikut main ke Baduy itu cuma jawab Insya Allah, padahal dalam hati langsung “iya pak, iya. Ikut.” Baduy itu salah satu tempat yang pingin di kunjungi sejak SMA. Padahal waktu masih SMA tinggal naik elf ke Ciboleger dan melanjutkan perjalanan, sayangnya tidak ada teman yang berminat. Tau kenapa.
Well, perjalanan dua hari menjejakkan kaki di tanah Baduy Dalam itu jadi salah satu perjalanan yang nggak bakalan disesali seumur hidup. Walaupun harus merelakan acara ulang tahun SMA, tapi pengorbanannya terbayarkan dengan keinginan buat balik lagi ke Baduy Dalam, someday. Karena kalau sekarang duitnya udah seret :D
Pergi sama siapa? Pergi sama kebanyakan orang yang belum dikenal sama sekali tepatnya, selain dua orang. Pak Dedih- Bapak besar dikantor, dan Ka (Ib)Noe – pernah ketemu sekali waktu dulu pernah main ke Curug Panjang bulan Juli lalu. Selain mereka berdua,sisanya baru ketemu dan kenal hari itu, 18 November 2017 di stasiun Rangkasbitung. Ada ka Haidi yang berangkat dari Depok, ka Aliyah dari Bekasi, pasangan keren Bumil Ka Chacha dan suami (KaReza). Dan ada Bang Pena, dari Medan yang kini di Jakarta. Waktu pertama kali liat Bang Pena itu takut buat nyapa duluan. Selain “tidak menemukan celah untuk ngajak kenalan”, orangnya juga sibuk sama Hpnya sendiri. Jadi, cuma bisa berakhir ngira-ngira, ini Ka Pena bukan sih? Kaya mirip yang di foto, tapi kok beda. Lebih terlihat sangar-dikit. Hahahha peace, Bang ^^v.  
Selain mereka ada rombongannya ka Noe yang berangkat dari Bogor. Agak apes juga sih sebenernya, karena pas kereta dari Bogor sampai ke Tanah Abang, kereta dari Tanah Abang ke Rangkas langsung berangkat, jadilah kita nunggu sampai sekitar 1,5 jam. No problem-lah ya,  mau gimana lagi.
Sekitar jam 10.00 kita semua udah ready buat berangkat ke Baduy. Sewa elf tujuan Ciboleger kapasitas 16 orang. Perjalanan dari Rangkas ke Ciboleger memakan waktu 1,5 jam. Sampai sana kita semua istirahat, sholat dan makan. Iya makan. Karena sebelum pergi belum sempet sarapan. Walaupun udah makan roti enak harga 4500an tetep kurang, hehehe (kapasitas perutku memang ekstra sepertinya).
Jadi selama istirahat, makan, dan nunggu sekitar jam 1 untuk berangkat kita disamperin sama Kang Emen -  temennya Bapak besar, dan beberapa orang Baduy dalam. Wow! why? Karena mereka ganteng. Swear! Mungkin kalian bakalan ngatain Chintya mah semuanya aja dibilang ganteng. I dont care, dude. Tapi gantengnya mereka itu versi yang berbeda. Aku kira orang-orang Baduy itu mukanya “buluk” (sorry) tapi ini benar-benar berbeda dari perkiraanku di awal. Wajahnya bersih (apa karena mereka mandi nggak pakai sabun ya? Hahha. FYI, di Baduy itu mandinya nggak pakai sabun yang banyak KOHnya kaya kita gini. Sikat giginya juga nggak pakai pasta gigi. Jadi kalau mau ganteng mandinya jangan pakai sabun hehe), dan mereka ramah. Serius! Really really friendly.  Kalian bisa buktikan sendiri.
Diantara orang Baduy Dalam yang nyamperin itu ada yang namanya Kasdi. Kasdi ini menurutku sih anak umur 7 atau 8 tahunan. Anak-anak Baduy nggak tau dengan jelas umur mereka itu tepatnya berapa. Yang tau umur mereka dengan jelas yaa orang tua mereka. Kasdi ini cerita kalau dari rumahnya (Baduy Dalam) sampai ke Ciboleger jalan dan lari cuma butuh waktu 1,5 jam. Keren guys, keren! Ini sih bisa karena biasa, wong mau gimana lagi. Mereka nggak pernah naik kendaraan umum, coy. Waktu ngobrol sama Kasdi, Bapak Besar nimbrung. Ngasih challange gitu, katanya kalau aku sanggup ngobrol sama si Kasdi 15 menit aja, itu jago. HAHAHA – ku terima tantanganmu, pak.
Tumblr media
(Ini Kasdi, si Anak sekiat 7-8 tahunan yang cuma butuh waktu 1,5 jam jalan kaki dari rumahnya sampai ke Ciboleger)
Dan, you know. Aku sama ka Aliyah ngobrol sama Kasdi bisa sampai sekitar 15 menitan kira-kira. Tapi ya gitu. Obrolan yang irreversible kalau bahasa reaksi kimianya (hahha songong). Karena, ya kaya wawancara aja gitu. Aku tanya di jawab. Kadang-kadang singkat pula. Tapi untung dia ramah, dan tidak ngeselin, jadi walau obrolannya begitu jadi seneng-seneng aja.
Finally, jam 12.45 karena semua udah siap dan mulai gerimis akhirnya kita memulai perjalanan. Selangkah demi selangkah, dengan happy tentunya. Awalnya aku sama ka Aliyah, ka Haidi, jalannya barengan. Tapi, karena akunya yang mulai capek jadi mulai tertinggal hehhe. Perjalanan panjang, kalau capek bilang, nanti berhenti buat istirahat, jadi tidak perlu dipaksakan. Jadi walaupun sempat tertinggal tapi masih terus dan terus jalan.
Hujan yang semakin deras bikin khawatir. Yang pertama dikhawatirin bukan karena jalannya yang pasti bakalan licin, becek, tapi lebih khawatir takut sakit disana. Maklumlah, aku tak bisa berteman begitu baik sama air hujan. Jas hujan plastik yang di pakai makin bikin produksi keringat lebih banyak, padahal hujan, dan mulai basah, tapi keringatnya naudzubillah banyak. Dan tentunya bikin cepat haus. Ditambah lagi, bawaan didalam tasku yang sangat-sangat padat. Huuwwwh, punggungnya panas, coy!.
Ditempat istirahat pertama akhirnya nyerah. Bukan, bukan nyerah karena pingin pulang. Tapi nyerah buat bawa tas sendiri. Selain sayang sama tulang belakang yang yaaa... begitulah, khawatir sama diri sendiri juga kalau maksa bawa nanti malah nggak bakalan dateng kesana (sumpah ini alasan wkwkwk). Porter tasku ternyata yang punya rumah di Baduy Dalam. Namanya “Kang” Sapri. Pas tau cuma bisa bergumama sendiri “nggak sopan banget gue, ya Allah. Yang punya rumah malah bawain tas yang isinya tak seberapa tapi sangat padat dan berat itu”.
Perjalanan berlanjut dong. Bagian lucunya adalah Bang Pena. Setelah pemberhentian pertama udah nggak liat Bang Pena lagi. Padahal pas berhenti pertama, mukanya keliatan capek. Parah pokoknya. Dan ternyata dia jalan duluan, nyampe duluan. Dan sialnya tasnya dibawa porter yang jalannya bareng sama kita (selain Bang Pena). Entah dia jalannya sama guide yang mana. Tapi based on ceritanya dia, si guide ini “seakan-akan” nggak ngizinin dia buat istirahat, jalannya cepet pula. Sungguh itu antara lucu pingin ngetawain Bang Pena dan kasian juga karena dia jalan tanpa perbekalan. Mesakne pokok’e. Ditengah perjalanan, dia dikasih minum sama orang Baduy Dalam yang (sepertinya) memang disediakan buat pengunjung. Langsung doong, dia minum sekenyangnya,memuaskan dahaga yang telah bersarang di tenggorokannya entah berapa lama. Keren kali kau bang, sungguh tekad dan semangatmu kemarin sangat membara, Bang! Salyuuut. Syukurnya sih, walau Bang Pena jalan duluan entah berjarak berapa meter atau kilometer dari kita, tapi ternyata dia juga nyampe di desa yang bakalan kita tinggali. Alhamdulillah. Coba kalau nggak, makin mesakne pol-polan dia, hohoho.
Bang Pena yang jalan duluan, kita mampir lagi, masih di desa Baduy Luar. Baduy Luar ini sudah mulai terlihat seperti kita, pakaiannya sudah mulai sedikit trendy, dan sudah pegang Hp. Waktu perjalanan pulang dan mampir istirahat di Baduy Luar pun lihat sendiri,kalau mereka sudah pakai Hp, touchscreen pula – lagi streaming youtube, liat berita artis. Pengaruh zaman modern yang sudah sampai di baduy luar sih disebabkan karena jarak mereka ke Ciboleger masih dekat, dan banyak pengunjung yang datang ke Baduy kebanyakan cuma sampai di Baduy Luar. So, wajarlah kalau mereka sudah terkontaminasi modernisasi (opo toh iki). Bedain orang Baduy Luar dan Baduy Dalam itu dilihat dari iket yang di pakai. Iketnya orang Baduy Dalam itu warna putih, kalau orang Baduy Luar warna biru. Sambil istirahat sejenak. Beres-beres diri, buka jashujan karena intensitas hujan yang sudah berkurang juga. Selain rombongan kita, ketemu rombongan lain yang juga ke Baduy Dalam. Ada ibu-ibu gaul 2. Umurnya sih terlihat 40an, lebih tua dari ibuku. Tapi keren dia, bisa jalan sejauh itu. Sayangnya, sebelum berangkat lagi dia meninggalkan sampah botol air minum. Ckkckckck. Jangan ditiru ya guys. Terlepas dia lupa buang atau memang terbiasa akan itu, tapi membuang sampah pada tempatnya itu wajib. Apalagi di desa orang, yang masih terjaga kebersihannya.
Lanjut perjalanan lagi lahyaa. Bener-bener kaya soundtrack-nya Ninja Hatori – mendaki gunung, lewati lembah, (melewati) sungai (pakai jembatan) mengalir indah ke Samudra.( Jangan sambil nyanyi gitu bacanya ^^v). Ditengah perjalanan hujan lagi. Karena jas hujan yang ditas akhirnya milih hujan-hujanan. Lebih seger sih rasanya, sambil berdoa “jangan sakit selama di Baduy Dalam nanti, jangan merepotkan orang lain pokoknya”, dan Alhamdulillah sehat-sehat saja sampai sekarang hehe. Jalan makin licin, makin rame ketemu rombongan anak sekolah yang banyak itu, yang pakai jas hujan. Sempet pingin lari buat ngejar rombongan sendiri yang ada di depan mereka – walau agak jauh, tapi karena kaki yang mulai berkurang kecepatannya, napas yang terengah-engah dan ketutupan sama mereka yang banyak dan warna-warni (karena jas hujan) akhirnya lebih milih menikmati perjalanan. Jalan pelan dan cepat hahha (tergantung kondisi kaki dan jalan) – percaya bahwa bakalan ketemu didepan, atau bakalan ditunggu juga pastinya. Jadi selow aee hoho.
Keadaan yang hujan bikin perjalanan harus ekstra hati-hati. Takut kepleset, dan lainnya. Udah nggak mikir kaki sama celana yang kotor, basah kuyup, yang jelas perjalanan tetap berlanjut. Terima kasih untuk tekad dan semangat yang membara, uluran tangan yang megangin biar nggak jatuh, yang “narik” buat terus jalan. Saat hujan gini, liatnya ke Ka Chacha. Iya, dia sedang hamil euy. Tapi masih kuat terus jalan, menanjak, licin, dan sebagainya. Masa ka Chacha yang lagi hamil aja bisa, tapi aku yang tidak hamil (hahaha) nggak bawa tas di gendong (cuma di slempang dan itu ringan-walau isinya ternyata padat) nggak bisa. So, perjalanan terus dan terus berlanjut.
Akhirnya sampai di Baduy Dalam jam 5an. Sudah ada Bang Pena yang sedang merokok entah batang rokok yang keberapa. Di Baduy Dalam para pengunjung itu diizinkan buat merokok, tapi orang Baduy Dalamnya nggak ngerokok. Hebat ya mereka. Pantes lah sanggup jalan kaki, jauh kemanapun, ya karena salah satunya paru-paru mereka sehat (dengan tidak merokok).
Di Baduy mandi nggak? Jawabannya, Nggak. HHAHHA. Seriusan. Setelah kehujanan, kaki kena lumpur, ya cuma mandi bebek aja gitu. Bersih-bersih seadanya. Ngapain mandi coba? Nggak bisa sabunan juga. Hahaha. Disana itu mandinya di sungai. Sungai besar. Belum banyak sampah. Atau bisa dibilang nggak ada sampah kaya di sungai-sungai kita kebanyakan. Sekilas mata memandang ya sampahnya cuma sampah daun aja gitu. Tapi sempat sih, nemu sampah waktu dipertengahan perjalanan. And i guess that trash come from visitor, ckckck. Dan sungainya masih sangat terbuka. Kalau  mau mandi perlu pake sarung, kain atau apapun itu buat basah-basahan. Tapi karena nggak memungkinkan yaa, terima aja apa adanya. Selain sungai, disana sebenarnya ada “kamar mandi seadanya” yang udah ada penutupnya gitu. Memungkinkan sih buat dipake mandi. Tapi, kemarin ngantri parah. Jam-jam segitu orang-orang juga baru dateng, dan udah mau magrib. So, nggak mandi wkwkwk.
Gerah? Nggak. Karena emang udah sempet bersih-bersih seadanya, dimandikan dengan air hujan sepanjang perjalanan, cuma pakai minyak kayu putih. Dan, bisa diakalin pakai bedak tabur- bedak bayi. Selain karena hal-hal itu, cuacanya, anginnya yang sepoi-sepoi lewat celah-celah bambu rumah jadi tetap bikin nyaman.
Waktu magrib, orang Baduy mulai tutup pintu rumah. Sampai “magrib berlalu”. Nanti boleh dibuka lagi. Beda sama kebanyakan orang. Mungkin lupa menutup pintu, atau malah sengaja baru pergi waktu magrib-magrib tiba. Terlepas percaya akan mitos atau kepercayaan, ku fikir magrib-magrib tutup pintu itu sebuah kebiasaan yang baik pula. Magrib, saat hari mulai gelap,saat itu pula urusan hingar-bingar dunia yang sempat membuatmu pusing kau tinggalkan (barang sejenak). Saatnya kembali kepada Tuhan.
Pas semua udah kumpul, its time to, MAKAAAAAAAN!! Makannya gimana kalau di Baduy Dalam? Ya, makan aja. Tinggal di kunyah, hhahah. Jadi, kemarin kita makan hasil dari perbekalan kita sendiri. Bawa beras, mie goreng, dan sarden. Semuanya dimasakin sama “Kang” Sapri dan keluarganya, plus dikasih ikan asin sama jengkol. Xoxoxo. Ternyata, pas lagi sholat cium bau jengkol itu masakan yang punya rumah. Dikirain punya tetangga. Hahaha. Sebenarnya kuingin makan jengkol waktu itu. Tapi karena keadaan, dan pasti kalau makan jengkol pinginnya minum terus, jadi ku tahan. Hahaha besok aja kalau pulang kerumah :D.
Rencananya, setelah makan mau ngobrol-ngobrol. Diskusi,cerita dan lain-lain. Tapi karena banyak yang capek, dan yang mpunya rumah waktu itu sedang mandi,jadi beberapa udah ada yang tidur duluan. Ada yang masih ngobrol-ngobrol dan sedetik kemudian ikutan tidur juga hahaha. Tidurnya dimana? Tidurnya semacam di ruang tamu/ruang tengah/ apapun itu sebutannya. Bersebelas!
Dingin nggak sih? Menurutku nggak. Dinginnya pas shubuh aja, kaya biasanya. Buktinya ka Noe baru klusak-klusuk kedinginan pas shubuh-shubuh. Hahaha. Karena isi tasnya yang sepertinya banyak yang kebasahan, jadi dia tidak pakai sleeping bag. Mesakne ya. Hihi.
Walaupun nggak sempet ngobrol-ngobrol waktu dirumah, tapi i will share some information, yang kudapatkan dari “temannya kang Sapri (aku lupa namanyaa hehehe)”. Walau informasinya bakalan ngacak (hanya bergantung dari daya ingatku saja haha). Jadi, mereka mau kok dibilang orang Baduy. Beberapa cerita bilang kalau mereka nggak mau disebut orang Baduy, tapi orang Kanekes. Kanekes itu nama desa aja sebenernya. Orang Baduy itu menikah dengan “keluarganya”. Mereka nyebut orang-orang, tetangga pokoknya yang masih masuk dalam lingkup orang Baduy Dalam, mereka sebut dalam satu keluarga. Yang menikahkan siapa? Puun. Ketua Adat. Menikahnya umur berapa? Yang perempuan mulai dinikahkan umur 13 tahun, dan yang laki-laki umur 18 tahunan. Sayangnya, seperti yang pernah aku tulis sebelumnya, bahwa mereka nggak tau secara pasti umur mereka berapa selain orang tua mereka. Jadi ya, orang tua mereka yang tau secara pasti kapan mereka menikah. Pernikahan mereka itu semacam di jodohkan gitu. Dan ada tiga tahapan. Tahap pertamanya (sayangnya aku nggak denger jawabannya apa, hiks hiks), tahap kedua itu tunangan, dan tahap ketiganya itu ya nikah. Dan orang Baduy Dalam itu tidak bercerai. Jumlah Kepala Keluarga mereka selalu tetap. Karena, setelah mereka menikah, mereka bakalan pergi keluar desa, dan wajib kembali saat orang tuanya meninggal, apalagi kalau sang ayah yang meninggal, dan itu wajib. Di Baduy itu nggak ada hewan ternak selain ayam. Sepanjang perjalanan juga nggak liat sawah. Tapi kata Bang Pena, sawah mereka itu sawah tadah hujan. Mereka nanam padi ditanah-tanah miring gitu. Yang awalnya ku pikir itu hanya rumput biasa. Sayangnya, disana kemarin nggak bisa ketemu sama Puunnya. Kenapa? Karena harus janjian. Puunya nggak bisa ditemuin sembarangan. Mau ketemu juru bicaranya juga susah. Karena kemarin kata “Kang” Sapri, jubirnya lagi ada wawancara entah sama siapa. Oh iya, orang Baduy Dalam nggak naik kendaraan. Mereka ke Jakarta aja jalan kaki, tanpa sendal. Ke Jakarta cuma perlu jalan kaki sehari dua hari. Mereka juga berdagang. Dagang madu, asli. Sarung hasil tenunan mereka sendiri, dan lain-lain. Dan yang paling penting, di Baduy Dalam, nggak boleh foto-foto. Sudah aturan adat mereka, dan sepatutnya kita menghargai itu, kan?
Besok paginya, minggu 19 November 2017, kita semua pulang. Lewat jalan yang berbeda. Aku pikir, memang itu aturannya, ternyata alasannya karena ada jalan yang terlalu berbahaya buat dipake pulang karena menurun-banget, dan bekas hujan kemarin, jadi takutnnya masih licin. Untungnya selama perjalanan pulang tidak hujan. Kita mampir ke Jembatan Akar. Salah satu iconnya Baduy. Buat sampai ke jembatan lewat jalan yang terasering, cuma bisa dilewati satu orang, perlu hati-hati pokoknya. Di bawah jembatan akar ada sungai yang lumayan deras. Bikin pingin mandi- tapi itu hanya ingin haha.
Tumblr media
Setelah dari jembatan akar, kita melanjutkan perjalanan pulang, sesekali mampir isitrahat dan juga buat foto-foto. Setelah 5 jam perjalanan, akhirnya jam 1.30 siang semuanya sudah kumpul dengan lengkap dan siap buat pulang. Sampai di Rangkas lagi jam 3 sore. Rombongannya ka Noe dan Ka Chacha plus suami langsung pulang naik kereta jam 3.10 sore. Sedangkan aku, Ka Aliyah, Pak Dedih, Ka Haidi dan Bang Pena naik kereta sejam kemudian.
Tumblr media
Ah, nggak nyesel. Malah pingin lagi buat kesana. Sayangnya, kemarin waktu kesana udah nggak musim Durian. Perjalanan yang menyenangkan. Unforgetable journey. Bener-bener liburan yang menyehatkan, dan tentu sangat menyenangkan.
Perjalanan yang juga jadi challage buat diri sendiri. Makin mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Makin sadar buat mengapresiasi diri sendiri. I learn so many thing with this journey.i have no more words to describe about this journey. You must feel it by your self, gimana keren dan nagihnya main ke Baduy.
Fyi, Baduy Dalam tidak bisa di kunjungi bulan Januari – Maret, karena mereka ada acara adat. Jadi masih punya waktu panjang buat nabung buat prepare main kesana (lagi).
Terima kasih untuk perjalanan yang menyenangkan, teman baru, keluarga baru. Love love.
Sampai bertemu di perjalanan seru selanjutnya :D
Tumblr media
1 note · View note
detektifperselingkuhan · 6 years ago
Video
one night on primitive land #baduy #baduydalam #detektifperselingkuhan https://www.instagram.com/p/BzOJEWXBzqb/?igshid=13pr7zqk6x8pw
0 notes
kisahantologi · 7 years ago
Photo
Tumblr media
Masih cerita Baduy (Belum move on ternyata) . Jatuhlah berkali-kali untuk sampai ke tujuan, saat jatuh jangan lupa pasang muka sok cool biar gak dibilang lemah atau cemen pokoknya kudu pasang #fakeface belagak bahagia ajaaaahh sesakit apapun itu saat kamu jatuh. . #baduy #baduyluar #baduydalam #terlatihpalsu (at Ciboleger Baduy)
0 notes
khairulleon · 6 years ago
Photo
Tumblr media
2 hari tinggal bersama suku Baduy, Tanpa lampu, Tanpa teknologi, Tanpa sosial media, Tanpa toilet, Tanpa kasur empuk, Tanpa kendaraan, Dan 1001 'tanpa' lainya yang ga bisa disebutin satu persatu. . Oh guys i have a lot of story to tell tapi ga tau harus mulai dari mana. . Intinya bisa berbaur dan hidup bersama suku Baduy memberikan banyak pelajaran yang ga pernah ditemui dimanapun selain disini, Kampung Baduy Dalam, Banten. . #baduy #kampungbaduy #sukubaduy #wisatabaduy #baduydalam #baduyluar #baduybanten #baduytrip #explorebaduy #tenunbaduy #batikbaduy #opentripbaduy #wisatabaduy #kainbaduy #batikbaduybanten . ➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖ My story trip : 🔎 www.youtube.com/khairulleonmedia 🔎 www.khairulleon.com (at Desa Ciboleger (Baduy Luar)/Wisata Budaya Baduy) https://www.instagram.com/p/BsCO0MdjOae/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=1ct1r68p9irf2
1 note · View note
dakwahpelosoknegeri · 3 years ago
Photo
Tumblr media
Kenalan sini yuk Sedikit mengenal tentang baduy, supaya nanti ketika teman-teman berkunjung ke baduy jadi tau mana baduy dalam dan baduy luar. #baduydalam #baduyluar #baduykanekes #sukubaduy #baduybanten (di Baduy-Banten) https://www.instagram.com/p/CThB3xcB_pH/?utm_medium=tumblr
0 notes
aldynugrahaa-blog · 7 years ago
Photo
Tumblr media
Mari ber-Wisata Budaya • • • #wisata #budaya #wisatabudaya #cikeusik #baduy #lebak #banten #sunda #kasundaan #baduydalam #baduyluar #baduytrip #baduyindonesia #budayaindonesia #pesonaindonesia (at Wisata budaya Baduy-Banten)
0 notes
suryathirta-blog · 7 years ago
Photo
Tumblr media
. 🍂 They are my PureFriends @pondok_zamrud . . . Each friendship offers something totally unique — and irreplaceable. Each friendship ultimately makes us WHO WE ARE. . . . #sahabat_baduy #sahabatanpasekat #baduydalam #pondokzamrudkhatulistiwa . . . #friendship #friendsforever . . . #followforfollow #followmefollowyou #follow4follow #followforfollowback #followmefollowyouback #follow4followback #natureplace #nature #happy #culture #indonesiaunik
1 note · View note
spicaundersky-blog · 7 years ago
Photo
Tumblr media
“Indah untung dikenang, namun tidak untuk diulang” Tapi sudah berhasil tanpa listrik selama 24 jam, saatnya merencanakan untuk 7x24 jam :D
0 notes