#angklung
Explore tagged Tumblr posts
doobidie · 1 year ago
Text
Tumblr media
176 notes · View notes
sspacegodd · 5 months ago
Text
Tumblr media
This ancient Indonesian instrument existed before the creation of Christianity, Islam, even Hinduism. The Angklung is a instrument formed from bamboo. In order to play it, one must shake 2 bamboo tubes that bang against each other to make sound.
The Angklung is supposed to represent human life. The existence of 2 tubes shows how human beings cannot stand alone. The small tube represents a person’s dreams while the large one shows how these dreams can grow into something bigger.
The medium tube is for weed.
3 notes · View notes
kmandala · 1 month ago
Text
0 notes
zoechristabel · 1 year ago
Text
SEJARAH SINGKAT SAUNG ANGKLUNG UDJO
Tumblr media
Sebelum membahas lebih jauh tentang Saung Angklung Udjo alangkah baiknya jika kita mengenal terlebih dahulu apa itu angklung. Angklung adalah musik tradisional yang banyak dikembangkan oleh masyarakat Suku Sunda. Alat musik yang terbuat dari bambu yang dibentuk dengan sedemikian rupa ini dapat menghasilkan alunan musik yang indah.
Cara menggunakan alat musik yang satu ini yaitu dengan cara digoyangkan secara bersama-sama. Angklung memiliki banyak jenisnya, dan setiap jenis dari alat musik ini memiliki peran penting dalam memainkan irama di panggung.
Lambat laun angklung mulai kalah pamor dengan musik-musik modern yang lebih banyak menarik perhatian, terutama kaum muda. Makanya, banyak upaya yang dilakukan untuk melestarikan musik tradisional khas Sunda ini. Salah satunya dengan menjadikan pertunjukan angklung sebagai bagian dari daya tarik wisata seperti yang coba dikembangkan oleh penggagas dan pengelola Saung Angklung Udjo.
Saung Angklung Udjo merupakan sebuah tempat wisata budaya yang menjadikan angklung sebagai objeknya. Di tempat ini, para pengunjung akan disajikan berbagai fasilitas hiburan yang berhubungan dengan alat musik tradisional angklung.
Tempat wisata yang satu ini memberikan edukasi lengkap terkait musik tradisional angklung dan beberapa kebudayaan sunda lainnya. Edukasi budaya melalui pariwisata dirasa efektif karena penyampaiannya dilakukan dengan ringan namun tetap berisi. Orang yang belajar di tempat wisata edukasi juga lebih merasa nyaman dibandingkan belajar di kelas-kelas khusus. Bagi anak-anak, proses belajar sambil bermain lebih menarik dan menyenangkan dibandingkan metode belajar lainnya.Saung Angklung Udjo berdiri sejak 1966 dan terus konsisten bertransformasi menjadi pusat pelestarian musik tradisional angklung. Saung ini didirikan oleh seniman angklung bernama Mang Udjo dan istrinya Uum Sumiati. Kecintaan mereka terhadap budaya sunda menjadi awal mula lahirnya saung ini.
Saung ini berlokasi di Jalan Padasuka nomor 118, Bandung, Jawa Barat. Tempat yang cukup strategis untuk kamu datangi saat berkunjung ke Bandung, Jawa Barat. Walaupun namanya saung angklung, budaya tradisi sunda lainnya juga ada di tempat ini. Pertunjukan seni tradisional yang ada di tempat ini menjadikan eksistensi dari tradisi sunda tetap terjaga dengan baik.
Setelah ditinggal Mang Udjo, saung ini tetap ada, dirawat dan diteruskan oleh anak-anaknya. Saung angklung ini menjadi salah satu aset berharga untuk Bandung karena menjadi salah satu pusat pelestarian budaya khas Jawa Barat yang mulai memudar di tengah era modern.
PENTAS SENI DI SAUNG ANGKLUNG
Saung Angklung Udjo selalu memiliki daya tarik tersendiri. Hal yang banyak dinanti ketika berkunjung ke tempat ini adalah pentas seni atau pertunjukan seni yang aktif di tempat ini. Pertujukan seni yang ada di tempat ini biasanya di laksanakan sekitar pukul 15.30 sampai 17.30. Waktu dapat berubah sewaktu-waktu tergantung pada kebijakan dari pengelola saung tersebut.
SAUNG ANGKLUNG UDJO DI TENGAH PANDEMI
Pandemi Covid-19 telah memukul sektor pariwisata, termasuk Saung Angklung Udjo. Saung Angklung Udjo bahkan terpaksa mengurangi pegawainya dari 600 menjadi 40 orang.
Hal tersebut tentu sangat mengkhawatirkan mengingat tempat ini sangatlah melegenda melestarikan warisan budaya. Jika tidak mampu bertahan di masa pandemi, tempat wisata ini terancam gulung tikar. Dukungan dari banyak pihak menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk tetap merawat dan mempertahankan tempat wisata ini.
Berbagai kebijakan yang harus segera diambil dengan cepat menyesuaikan dengan kondisi pandemi seperti saat ini. Terobosan terbaru yang dapat dilakukan seperti melakukan pertunjukan secara daring untuk mempertahankan eksistensi dari saung angklung legendaris ini.
1 note · View note
alexkuple · 2 years ago
Text
Grateful - Alex Kuple
1 note · View note
jesncin · 2 years ago
Text
Tumblr media Tumblr media
Lunar Boy WIP! Some environments at school. The kids are playing recorders and angklung, something I played in music class.
71 notes · View notes
pecalang · 8 months ago
Text
Tabuh Angklung Sekeha Gong Dan Angklung Kelodkauh SGAK Abianbase Gianyar
Tabuh Angklung Sekeha Gong Dan Angklung Kelodkauh SGAK Abianbase Gianyar. Bali Mula Bali Aga; Upacara Mendak Nuntun Nyegara Gunung Warga Panti Penyuwungan Dajanan Abianbase Gianyar #balimula #baliaga #penyuwungan #abianbase Upacara Nyolasin Warga Panti Penyuwungan Dajanan Abianbase Gianyar dilanjutkan Upacara Mendak Nuntun Nyegara Gunung- Balinese Culture Angklung Banjar Kelodkauh Abianbase…
youtube
View On WordPress
0 notes
bantennewscoid-blog · 11 months ago
Text
Angklung Buhun Melodi dari Banten Selatan
Di antara warisan budaya di Banten terdapat seni musik sakral yang begitu unik dan menggugah rasa, yaitu angklung buhun. Angklung buhun, yang berarti “angklung tua” atau “angklung kuno” dalam bahasa Sunda, bukanlah sekadar alat musik. Ia merupakan pusaka, simbol identitas, dan pengiring setia ritual-ritual penting masyarakat Banten Selatan. Berbeda dengan angklung pada umumnya yang dimainkan…
Tumblr media
View On WordPress
1 note · View note
tembanglawas · 1 year ago
Text
Mari Makan Bersama (Adikarso) - Paduan Suara dan Angklung SGA Negeri Djakarta
0 notes
helluvatimes · 1 year ago
Text
An Angklung Heritage
Tumblr media
The West Javan musical instrument that was named an UNESCO World Heritage item in 2010. Photo credit: Jonathan Chua.
0 notes
lovestruckdiplomat · 1 year ago
Text
HWS ASEAN and the Doctrine of Non-interference: Headcanons
Rereading the SEA chapters in relation to the readings I had for one of my ASEAN classes, I can appreciate how Himaruya portrays the "ASEAN Way." The ASEAN Way encompasses ASEAN's guiding principles and norms, including non-confrontation, informality, flexibility, and non-interference. Non-interference means that ASEAN member states refrain from interfering in each other's internal affairs, which is why ASEAN cooperation primarily focuses on economic development, cultural exchange, and regional security.
Now imagine the lengths each SEA country would go to in their commitment to non-interference:
Piri suddenly breaking into a surprisingly baritone rendition of "My Way" when asked about another country's internal affairs. Thailand joins in, showcasing his unique dance moves
Vietnam breathes a sigh of relief when she sees Indonesia's eyebrows furrow, thinking he's going to intervene, but gasps loudly when Indonesia brings out an angklung instead
Malaysia declares a competition with Singapore to create the most creative routine to the song, so Singapore reveals an impromptu flash mob performance with perfectly synchronized choreography????
Vietnam, Thailand, and Laos forming a trio known as the "Non-Interference Enforcers"
Indonesia inventing a "Non-Interference Alarm Clock" that emits a loud siren whenever an SEA country is on the verge of interfering in another's business
Cambodia pranking Brunei and Myanmar by organizing a "Non-Interference Treasure Hunt” and setting up fake treasure maps and sending the two characters on a wild goose chase
Laos holding a "Quietest Concert" where everyone tries to keep a neutral face on while they take turns doing something weird
Piri initiating karaoke nights in which each country gets to sing a song of their choice without any interruptions or comments from the others
Meanwhile East Timor’s confused by their antics and the rest are just like, “You’ll understand when you’re older”
44 notes · View notes
asrisgratitudejournal · 10 months ago
Text
Dimensions
Ku waktu kapan itu pas lagi pengen nulis banyak perasaan banyak banget yang mau diomongin. Eh tapi sekarang giliran udah ada waktunya malah bingung mau ngomong apa.
Kalau lihat catatan sih, mau bahas “dimensions”, jujur ini pasti ada istilah psikologi/saintifiknya, tapi intinya adalah memahami bahwa satu orang itu bisa punya BANYAK banget facets.
Aku sempat frustrasi banget pas pernah ditegur mama: “udah mau doktor kok ya nonton konser”. Aku bingung. Hah apa hubungannya? Apakah menjadi doktor/ibu/dosen/presiden/(insert pekerjaan di sini) dan nonton konser/(insert apapun bentuk orang mencari inspirasi di sini) mutually exclusive? Apakah yang satu tidak bisa kalau yang lainnya terjadi juga secara bersamaan?
Oh jadi inget, salah satu trigger yang muncul kenapa ku pengen bahas ini adalah karena kemarin dua tweets-ku viral di saat yang bersamaan itu. Ada yang komen “ku-follow akunnya karena mau belajar sains, eh ternyata ngetweet politik, jadi unfollow deh”. Pertama ye balasan-ku ke orang ini: “no one f-ing asked”, lu mau follow gw kek, unfollow kek, bebas, terserah anda, kalo katanya Iqbal “this is not an airport, you don’t have to announce your departure”. Kedua, ya itu tadi “lah emang kalau gw saintis terus jadi gw ga bisa ngetweet politik?? Yee akun akun gua.”
Intinya adalah, ku sangat frustrasi dengan pandangan orang-orang (terutama di Indonesia) that people can’t have more than one dimension. It’s as if a person can only have one axis run in them. Oh kalau lo a, ya yaudah a aja yang dikerjain, gausah ngerjain b c d. Ini juga yang cukup menjelaskan kenapa banyak orang terkejut-kejut kalau ada Presiden/Pejabat pemerintah punya interests/hobbies di luar politik.
Cuma mau bilang aja, orang mau ngapain, suka apa juga mah terserah. Selama dia ga ninggalin responsibilities dia di salah satu posisi yang dia pegang. Gak ngerugiin orang lain. Ku super reflective banget karena ku baru sadar aku teh geologist tapi ya bahas geologinya di tempat kerja aja??? Di sosmed ya bahas apa yang kusenangi: Stray Kids, Bangchan. Kemudian kalau nggak lagi kerja ya ku bakal nonton konser. Ibadah juga, punya facet muslim juga kan soalnya. Kemudian sebagai Indonesian ku suka main angklung, gamelan. Sebagai woman, ku ada values on equality yang kuperjuangkan. Ku suka banget BELAJAR BAHASA. Jadi, ku juga explore side linguistics. Selain doing research, ku juga suka banget NGAJAR, jadi ku bakal ngebacot dan suka ngulik tentang psikologi siswa, psikologi guru/dosen, power-relation dosen-mahasiswa, assessment methods.
Kalau ku disuruh describe diriku dalam 1 kata aku ini apa, THAT WOULD BE VERY HARD?? I think I would say… “I am a learner”. WOW CLICHÉ BANGET FAK NON WKWKW. Tapi beneran I don’t think I would say “I am a geologist”/”earth scientist” karena jujur I don’t think I am se-“geos” itu. I love going to the field, but also I find it really hard thinking in the field. Mostly, I would just be amazed and mesmerized at the rocks/landscapes, appreciating the process through time, tapi kalau disuruh nulis paper tentang itu? Sorry gak dl.
I wouldn’t say “I am a teacher/lecturer” because do PEOPLE realize how hard it is to be a teacher??? The emotional roller-coaster you have to go through?? At least with rocks, they won’t talk back to you, but with human bruv? Pain. Apalagi kalau humannya super entitled dan ngerasa “loh kan gw udah ngebayar lo buat ngajarin gw? Ya ajarin gw sampe gw ngerti dong!”. Jadi balik lagi ke postingan-ku sebelum ini tentang belajar yang mana ku masih merasa responsibility of understanding something lies in the hands of the learner themselves, not on the teacher.
“I am an Indonesian”?? Jelas nggak. Ku betul-betul sudah considering melepas passport Indonesia-ku for real, karena betul-betul lebih banyak kemaslahatannya ni paspor.
“I am a muslim” juga berat banget. I don’t think I am an exemplary muslim, but I am trying(??).
“I am a KPOP fan” juga akan works in some settings, tapi beneran I don’t think I want to be remembered as that when I die later.
“I am a scientist” juga terlalu broad and with my laziness with writing, kayanya scientist is not the job I preferred to be called.
Intinya susah banget kalau harus mendefine sesuatu sebagai sesuatu (ini filosofis). I can be anything I want. So do you, so does other people. Let people have as many dimensions as they want. Jadi semoga ke depannya kita nggak yang: “ih dia kok xx sih, padahal kan dia xx”. Just let them be, people. Selama gak merugikan kita, gak membahayakan siapapun, selama mereka happy. (KU BACA LAGI KALIMAT DI ATAS, ini betul-betul prinsip liberal dan personal freedom-nya US lol).
Dah gitu dulu. Mau pulang dan solat Magrib. Happy weekend all! Part 3-nya tentang Science Comm menyusul yah. Semoga sempat menulis weekend ini.
30.18 17:26pm 26/01/2024
9 notes · View notes
equatorjournal · 2 years ago
Photo
Tumblr media
Angklung players in Bandung, 1915. "The angklung is a musical instrument from the Sundanese people in Indonesia made of a varying number of bamboo tubes attached to a bamboo frame. The tubes are carved to have a resonant pitch when struck and are tuned to octaves, similar to Western handbells. The base of the frame is held in one hand, while the other hand shakes the instrument, causing a repeating note to sound. Each performer in an angklung ensemble is typically responsible for just one pitch, sounding their individual angklung at the appropriate times to produce complete melodies. The angklung is popular throughout the world, but it originated in what is now West Java and Banten provinces in Indonesia, and has been played by the Sundanese for many centuries. The angklung and its music have become an important part of the cultural identity of Sundanese communities. Playing the angklung as an orchestra requires cooperation and coordination, and is believed to promote the values of teamwork, mutual respect and social harmony." https://www.instagram.com/p/Cnh0nVVN3up/?igshid=NGJjMDIxMWI=
62 notes · View notes
coral-nerd · 11 months ago
Text
Tumblr media
... did he know I'd literally just looked up angklung music for the first time?!?!?!?
9 notes · View notes
indra69 · 2 years ago
Text
Tumblr media
Pendet dance was originally performed in various religious ceremonies in Bali. For balinese people pendet dance has the meaning of expressing gratitude and respect in welcoming the presence of the Gods who came down from heaven. Pendet aw a welcoming dance is usually accompanied by angklung gamelan or other kinds of gamelan.
20 notes · View notes
wilt-roses · 1 year ago
Text
nazareth is such a funky song because you've got vessel singing all these concering and very dark lyrics and in the background is just this whimsical and cute instrumental with the (i'm going to go out on a leg here and say marimba but it really reminds me of an angklung, if any SEA fans know what it mean)
17 notes · View notes