#aktivitas kurang
Explore tagged Tumblr posts
kurniawangunadi · 2 months ago
Text
Jurang
Hi semua. Tulisan ini mungkin cukup sensitif dan membutuhkan empati untuk membacanya dengan hati-hati, karena akan menggunakan sudut pandang perbanding-bandingan. Sesuatu yang mungkin tidak nyaman untuk dibaca bagi sebagian orang.
Dalam proses mengamati sekaligus menjalani kehidupan selama 34 tahun ini, terasa sekali bahwa fase yang sedang dijalani saat ini itu benar-benar jelas sekali garis batas kehidupan satu sama lain, antara diri kita dengan orang lain itu kelihatan sekali.
Dulu sewaktu kecil, sewaktu seru-serunya menjadi anak-anak, tidak memandang dunia dari sisi materi, tidak bingung bangun tidur harus bekerja, bahkan ini mungkin terjadi hingga kita SMA. Antara kita dengan teman kita itu sama, sama-sama di fase berjuang. Lagi di fase belajar untuk mewujudkan mimpi masing-masing. Ngerasain kelas yang panas tanpa AC bareng-bareng, naik motor iring-iringan, dan semua aktivitas yang membuat kita terasa tidak ada bedanya satu sama lain. Coba deh perhatikan, teman-teman kita semasa TK, SD, SMP, ataupun SMA dulu. Inget nggak serunya bermain bersama, paling satu-satunya hal yang membuat kita berkompetisi saat itu adalah rangking kelas. Itu pun kadang sadar diri kalau udah ada yang langganan juara kelas berturut-turut, kitanya juga nggak berkecil hati karena tidak juara kelas, enjoy aja, dan ya berjalan sebagaimana biasanya.
Tapi coba lihat semuanya sekarang. Perbedaan antara kita dan teman-teman bisa kayak bumi dan langit dari sisi kehidupan. Di umur yang sama, ada yang masing single, ada yang sudah punya anak mau masuk SD. Ada yang sudah punya rumah, ada yang masih ngontrak. Ada yang kerja dengan gaji puluhan bahkan ratusan juta per bulan, ada yang berjuang biar bisa UMR aja alhamdulillah. Ada yang lagi jalan-jalan ke berbagai kota atau negara, ada yang lagi langganan ke psikolog/psikiater. Ada yang berubah jadi kriminal, ada yang menjadi seorang alim. Ada yang lagi kesulitan finansial, ada yang lagi lapang banget sampai bisa bersedekah tanpa berpikir panjang. Ada yang pernikahannya bahagia, ada yang sudah menjadi duda dan janda.
Perbedaan itu terpampang secara nyata. Dan itu dialami oleh diri kita sendiri dan juga orang-orang yang dulu sekali, tidak begitu lama, mungkin 15 atau 20 tahun yang lalu adalah orang-orang yang bareng sama kita. Yang dulu sama-sama memikirkan tugas sekolah, les bareng-bareng, kalau libur sekolah bikin agenda kelas, kalau ramadan bikin acara bukber kelas. Kalau lebaran, rame-rame keliling antar rumah-rumah.
Tapi perbedaan nasib, garis takdirnya bisa sejauh itu. Kadang, diri sendiri pun merasa begitu asing dengan segala jurang yang ada, begitu tinggi perbedaan yang dimiliki. Kadang, diri juga mengukur-ukur diri sendiri, bertanya-tanya mengapa ada yang bisa sejauh itu sementara kita terasa jalan di tempat, gitu-gitu aja.
Tanpa sadar, bahwa "gitu-gitu aja"nya diri ini juga ternyata jadi sesuatu yang amat berharga bagi teman kita yang lain. Hidup yang saling melihat ini, rasanya semakin membelalakkan mata di umur sekarang. Umur-umur yang menurut kita harusnya sudah bisa mencapai hal-hal tertentu dalam hidup, tapi kita baru mencapai sebagian kecil atau bahkan belum sama sekali.
Kemarin waktu baca threads, ada sebuah utas yang kurang lebih bilang begini : "Umur 42, belum punya rumah sendiri, masih ngontrak pindah-pindah, kendaraan cuma motor ada 1, anak ada dua udah sekolah semua, tiap bulan gaji ngepres buat semuanya. Nggak apa-apa kan?" Dan jawaban orang lain yang membalas, begitu "nyesss" pada baik-baik.
Kadang mulai mikir juga, apa selama ini kita terlalu lama hidup dalam bubble. Hidup dalam perspektif bahwa keberhasilan-keberhasilan itu harus mencapai ini dan itu. Ditakut-takuti jika kita tidak begini dan begitu, nanti hidup kita akan menderita. Hidup kita akan gagal. Gagal menurut orang yang menebar ketakutan tersebut.
Dan kita lupa dan tidak pernah diajari untuk bagaimana caranya bisa bahagia dengan alasan-alasan yang amat sederhana. Kebahagiaan kita penuh dengan syarat, syarat yang kita buat sendiri, tapi sekaligus syarat yang amat sulit untuk kita sendiri penuhi. (c)kurniawangunadi
210 notes · View notes
maitsafatharani · 2 months ago
Text
Tidak Sesempit Itu
Dua pekan lalu, aku hadir dalam sebuah temu virtual. Dalam sesi tersebut, dibahas tentang bagaimana pentingnya memperkuat ibadah, bukan hanya tentang yang wajib, namun juga yang sunnah.
Di sesi itu, aku menyempatkan diri bertanya.
"Mbak, gimana sih caranya mengembalikan ritme ibadah setelah futur dalam waktu yang lama? Seperti aku yang secara ibadah nggak bisa semudah dulu saat sebelum menikah ataupun punya anak."
Saat itu pertanyaanku dijawab dengan,
"Intinya, di saat kita merasa futur, ada yang tidak baik-baik saja, langsung gempur dengan ibadah. Dengan tilawah misalnya."
"Memang setiap fase baru, ketika kita mendapatkan suatu amanah baru, cenderung kita akan mengalami penurunan atau futur. Amanah apa pun."
Seketika aku teringat. Iya ya. Entah itu aku yang berubah status dari anak SMA ke anak kuliah, dari kuliah ke sekolah profesi, dari sekolah profesi ke bekerja.. masa-masa futur dalam peralihannya selalu ada.
"..Dan cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan menyegerakan ibadah."
Dijawab seperti itu, ada rasa bersalah menggelayut di hati.
Ah, aku memang kurang bersegera ya....
Melihat kilas balikku beberapa tahun ini dengan amanah baru.. aku merasa masih stagnan dalam hal ibadah. Padahal, ketika dulu sebelum menerima amanah untuk menjadi seorang istri dan ibu, rasanya tak kurang-kurang ikhtiar dan doa yang dilakukan supaya Allah lekaskan, Allah lancarkan.
Aku merasa bersalah, maaf ya Allah...
Usai temu virtual, aku menerima pesan di gawai.
"Bismillah. Mau nambahi jawaban tadi.
Jadi emang ada masa “ibu rentan depresi karena meerasa ibadahnya nggak semantep masih gadis”
Tapiiiii, Allah baik banget mai. Kita nyiapin makanan untuk keluarga juga bisa jadi ibadah, diniatin untuk nabung amal sholih. Sambil “dikejar” kuantitas ibadah yg pernah dilakuin semasa gadis 🥰"
Aku membalasnya dengan emoji menangis.
Aku tersadar. Selama ini aku memandang ibadah hanya sebatas dalam konteks ritual. Sholat, mengaji, bersedekah, puasa, dll.
Aku tahu bahwa mengurus rumah tangga dan mengasuh anak juga adalah bagian dari ibadah. Tapi, kurasa kesalahanku disini adalah, tidak menganggap aktivitas rumah tangga sebagai ibadah yang setara dengan ibadah ritual.
Ya Allah, maafkan aku..
Setelah ini, kuniatkan untuk lebih berkesadaran. Menyadari bahwa dalam setiap aktivitasku saat ini adalah bagian dari ibadah, bentuk penghambaan diri kepada Allah. Semoga, itu membuatku lebih lapang untuk menikmati ritme hidupku sekarang.
Benar. Makna ibadah tidak sesempit itu.
Ya Allah, maafkan diri yang sudah berburuk sangka.
Seringkali aku lupa, sempitnya hidup yang dirasa, itu karena hati yang terbatas dalam memaknai peristiwa.
Sementara karunia Allah, terlampau lapang untuk ternodai dengan buruknya prasangka manusia.
75 notes · View notes
sorotbalik · 9 days ago
Text
Serial Opini—Hilangnya Figur Filosofis Dalam Manajemen Dakwah Kampus Hari Ini
Pandemi Covid-19 yang berlangsung lebih kurang 3 tahun telah mengubah hampir seluruh aspek kehidupan, tak terkecuali kehidupan kampus. Kampus yang selama ini merupakan wadah aktualisasi ilmu, sosial, politik bahkan pergerakan menjadi seolah terasa 'kering' dan yang paling utama adalah, menurunnya minat melanjutkan pada mereka, generasi penerus.
Disclaimer: Sebelum berbicara jauh dan agar tersampaikan maksud tulisan ini, saya ingin membatasi topik ini pada sekup manajemen dakwah kampus. Pun bukan bermaksud mengeralisir, karena data yang saya dapatkan hanya hasil diskursus beberapa pengelola aktif beberapa LDK, yang rata-rata mengalami fenomena serupa.
Di masa itu, aktivitas mahasiswa yang selama ini menjadi ruang pembelajaran dan aktualisasi nilai dan interaksi fisik, bergeser secara drastis ke ruang virtual, di mana segala aktivitas mau tidak mau terselenggara melalui media daring. Teknologi memang berhasil menjaga roda organisasi tetap berjalan, tetapi ada trade-off yang sulit dihindari: proses internalisasi nilai tidak terakomodasi secara optimal. Hemat saya.
What : Hilangnya Figur Filosofis Pergerakan
Salah satu dampak signifikan dari pergeseran ini adalah berkurangnya figur filosofis dalam dakwah kampus. Figur filosofis bukan sekadar pemikir atau teoritikus, melainkan mereka yang mampu merumuskan narasi besar serta mengelaborasikan nilai-nilai perjuangan menjadi strategi jangka panjang. Mereka menjaga arah gerakan dan memastikan setiap langkah dakwah memiliki pondasi nilai yang kuat.
Sebelum pandemi, dakwah kampus bukan hanya sekadar kegiatan formal. Ia adalah laboratorium nilai yang memungkinkan kader dakwah memahami dan menerapkan prinsip dakwah melalui praktik dan pengalaman langsung. Aktivitas seperti syuro', diskusi struktural maupun kultural, daurah, mabit, dsb. terlaksana maupun diikuti bukan hanya sekedar sarana teknis (prokeristik), melainkan juga wahana pembelajaran dalam upaya membentuk karakter, kedalaman pemikiran, dan kekuatan ruhiyah kader.
Mari kita derivasikan, bagaimana nilai bisa diinternalisasi melalui sarana-sarana di atas:
Manajemen Syuro
Syuro' dalam dakwah kampus bukan sekadar forum keputusan, tetapi ruang pembinaan yang menginternalisasi nilai-nilai spiritual dan moral. Dimulai dengan tilawah sebagai taujih rabbaniyah-bukan sebatas 'yang penting barokah', tetapi pilih tema ayat yang sesuai topik rapat, agar Al-Qur'an betul-betul menjadi referensi pengambilan keputusan. Syuro' juga melatih kader dalam menjaga adab, berpikir kritis, dan menahan ego saat berbeda pendapat. Nilai ukhuwah, ikhlas, dan bahkan itsar tertanam dalam dinamika musyawarah yang mengutamakan maslahat, membentuk karakter kader yang bertanggung jawab, tawadhu', dan teguh menjaga prinsip dakwah.
atau dalam Daurah misalnya,
Daurah dalam dakwah kampus menjadi sarana internalisasi nilai tidak hanya ditumbuhkan melalui forum materi semata, malainkan ada sarana lain diluar daurah yang juga memiliki peranan dalam menumbuhkan hal itu. Misalnya, kegiatan seperti adanya usbu' ruhiy, yang tidak hanya untuk peserta tetapi juga untuk panitia saat pra daurah, dsb. Sehingga tidak hanya peserta saja upaya untuk mewujudkan kebarokahan, tetapi semua pihak. Dalam sarana ini, nilai mujahadah, ikhlas, ukhuwah, dan tadhiyyah terinternalisasi strategis ke dalam setiap sesi demi sesi daurah sebaga sarana mewujudkannya. Diskusi reflektif dan muhasabah, dsb. di luar kurikulum membantu kader memperdalam pemahaman tentang visi dakwah, menjadikan daurah sebagai ruang untuk penguatan ruhiyah, mental, dan kepemimpinan.
dan lain hal. Kali lain kita bahas, udah kepanjangan hehe.
Namun, di masa pasca-pandemi ini, sarana-sarana tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya hilang, tetapi tampaknya belum sepenuhnya pulih. Banyak aktivitas yang berjalan sebatas pemenuhan program kerja (prokeristik) tanpa diiringi semangat riayah (pemeliharaan) sebagai wujud dari nilai istimror (keberlanjutan). Akibatnya, ruh nilai yang dahulu begitu ditekankan dalam setiap aktivitas dakwah mulai memudar.
Refleksi dan Tantangan Dakwah Hari Ini
Apakah ini akhir dari tradisi kaderisasi yang mendalam? Tentu tidak. Hilangnya figur filosofis ini bukanlah sebuah keputusasaan, melainkan alarm bagi kita untuk melakukan refleksi dan adaptasi pada pengelolaan kekinian (dari aspek rentang zaman) dan kedisinian (dari aspek rentang geografis). Dakwah kampus pasca-pandemi memang menghadapi tantangan baru, tetapi bukan berarti ruang untuk menumbuhkan pemikir-pemikir konseptual telah tertutup.
-----------------------------------------------------------------------
Lalu bagaimana sebenarnya dampak dari hilangnya figur filosofis ini terhadap gerakan dakwah kampus? Dan yang lebih penting, bagaimana kita bisa menumbuhkan kembali pemikir-pemikir konseptual yang dibutuhkan?
Nantikan jawabannya di tulisan selanjutnya.
21 notes · View notes
yonarida · 2 months ago
Text
Hal yang Membuat Bahagia dan Membuat Tidak Bahagia
Catatan. Hasil dari perjalanan pengalaman dan kontemplasi diri yang coba dibuatkan poin-poinnya. Sebagai pengingat bagi diri. Cobalah baca kembali manakala futur. Hal-hal yang membuat bahagia: 1. Tersenyum 2. Bersyukur. Syukur tidak harus atas hal-hal besar, hal-hal kecil sehari-hari pun sangat pantas menjadi sebab syukur kita. 3. Workout, olahraga. Angkat beban, melakukan hobi kaitannya dengan kegiatan fisik. 4. Belajar. The sense of mendapat pencerahan dan insight bagi hati dan jiwa, itu membuat bahagia. 5. Berinteraksi dengan al-Quran. Setiap hari. Terserah dengan cara apapun. 6. Memulai aktivitas sepagi mungkin. Vibesnya terasa lebih positif. 7. Pay attention to what we eat and what we drink. "Aku suka sesuatu yang berkualitas. Termasuk makanan dan minuman. Aku hanya memberikan tubuhku sesuatu yang dibutuhkannya, sesuatu yang berkualitas." Cobalah berkata demikian pada diri. Ya walaupun kadang-kadang zonk, tapi setidaknya kita punya dasar itu dulu dalam diri, jadi ada rem. Jadi kita kira-kira dan tidak berlebihan saat memakan sesuatu yang sesungguhnya kita tidak butuh-butuh amat. 8. Membaca buku yang bagus. 9. Membuat bahagia orang lain, berbuat kebaikan. 10. Membereskan dan merapikan rumah. Mungkin segala tugas rumah tangga tidak harus dilakukan sendiri, kalau ada rejeki ya nggak masalah dialihkan ke orang lain, hitung-hitung memberi rejeki ke orang lain. Diniatkan begitu supaya berkah dan semua bahagia. Tapi kalau bahasa cinta suamimu adalah act of service yang merasa bahagia banget dan merasa dicintai banget manakala istrinya nyuciin baju dia, ya apa mau dikata. Kerjakanlah dengan hati riang gembira duhai para istri wkwkwkwkwkw. Tapi kalau bahasa cinta suamimu adalah quality time yangmana bakal merasa dicintai manakala kamu ada di sampingnya, mungkin definisi dicintai bakal beda, bukan sibuk ini dan itu dengan pekerjaan rumah yang tiada berakhir. Tergantung sikon juga. Pandanglah suami sebagai jembatanmu menuju surga duhai para istri. Pembahasan agak melebar ya, dari merapikan rumah sampai bahasa cinta. Tapi memang banyak hal yang saling berkaitan jika dipikir-pikir. Ini menarik untuk jadi topik pembahasan lanjutan. 11. Do skincare and bodycare dengan produk-produk sesuai dan cocok dengan kebutuhan kulit kita masing-masing. Seringkali ini perjalanan panjang untuk mencari yang cocok. Semangat! Sunscreen is a must. Ingat itu. The sense of melihat kulit kita yang better than before, itu membahagiakan. Ingat ya, better than before. Bukan membandingkan dengan orang lain. Karena tentu banyak yang lebih uwaw dibanding kita. Terimalah diri. Perbaikilah diri. Dah, gt aja. Hal-hal yang membuat tidak bahagia: pada dasarnya kebalikan dari poin-poin diatas. 1. Terlalu banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang kurang memberi insight bagi diri. Terlalu banyak scrolling sosial media. 2. Makan dan minum sesuka-sukanya. "I only drink the best". "I only eat the best". "Makanan dan minuman adalah sumber kesehatan atau kesakitanmu" . at least kita berusaha menjaga, walau semua atas takdir Allah. Sekalipun makan dan minumnya ngaco, imbangi dengan workout yang lebih rajin. Konsekuen. 3. Menunda-nunda pekerjaan/ tugas yang harus dilakukan. buat to-do. Supaya clear di otak mengenai apa saja yang perlu kita kerjakan hari ini. Syukur sebelum tidur sudah dibuat agenda untuk esok hari. Jadi esok ada semangat lebih untuk bangun. Kita tau apa saja yang harus kita kerjakan esok. 4. Terlalu banyak berbicara / too much.
16 notes · View notes
adestraayubs · 2 years ago
Text
Yang Terbangun Menghidupkan Sepertiga Malam
Kapan terakhir kali engkau merasa ingin bertambah-tambah menambah sujud, memperpanjang waktu terbentang sajadahmu? Kapan terakhir kali engkau ketagihan dengan nikmat keheningan malam, saat gemercik air menjadi temanmu bangun? Kapan terakhir kali engkau bermunajat dengan tenang, tanpa adanya sisipan pikir bejubel aktivitas duniawi di tengah nuansa dinginnya hawa malam?
Wahai aktivis, engkau tidak kurang-kurang dalam eskloprasi ide, teknis, bahkan tidak jarang engkau begitu berbuih-buih saat mendiskusikan dakwah lengkap dengan tantangannya. Namun engkau begitu kering akan ibadah yang menghidupkan ruhmu. Engkau tampak tak begitu yakin, bahkan engkau sedikit lebih mengakhirkan amal ibadah, sebab engkau mendahulukan dan melandaskan keyakinan atas apa yang engkau usahakan, bukan atas apa yang engkau sandarkan kepada Allah.
Engkau lupa, bahwa Gusti Allah maha besar, lebih besar dari apa pun, maha menguasai, yang menguasai dari penguasa mana pun, maha kaya yang memiliki segalanya. Engkau selalu gemar berbicara teknis, metodologis, empiris bagaimana dakwah bekerja, namun mengakhirkan bagaimana sistem Allah bekerja.
Bahwa memang betul, mendalami metode itu penting, banyak sahabat dan generai pendahulu yang menyongsong kejayaan Islam, bermula tekun mempelajari mesin-mesin altileri, mekanik kapal, konstruksi pelabuhan, bahasa filsafat, dan banyak lagi. Namun, kejayaan itu dalam polanya ditopang karena kehebatan amal yang luar biasa.
Keteguhan generasi pendahulu akan amalnya menyebabkan kalibrasi kapasitas. 1 orang bernilai 1000 orang, begitu seterusnya. Maka tidak heran sedikit pasukan Islam mampu mengoyak barisan musuh. 1 pedang pasukan Islam mampu mematahkan lebih banyak pedang musuh.
Salah satu keteguhannya adalah menjada sepertiga malam. Sepertiga malam tidak dilupakan, sepertiga malam bukan dongeng semata. Maka rindulah sepertiga malam, sebab dari sepertiga malam akan menghujam ruh ruh yang mengakar.
Wahai aktivis, gapailah kedekatan dengan Allah di sepertiga malam, hidupkan sepertiga malammu. Engkau udah lelah, cukupkan aktivitas duniamu, hidupkan sumber-sumber kedekatan dengan Allah, agar hari-harimu berisi, jauh dari kehampaan. 
241 notes · View notes
tmrwdysr · 3 months ago
Text
EPS 2 (Kopi Dapat Menghilangkan kantuk) ☕
Tumblr media
“Ngopi dulu, yuk! ngantuk, nih”
Ternyata omongan tentang kopi yang dapat menahan ngantuk itu FAKTA lhoo guys... yuk yuk kita bahas
Kopi mengandung kafein didalamnya. Rasa kantuk yang terasa menghilang dan badan terasa segar setelah minum kopi terjadi akibat kafein yang ada di dalam minuman ini. Kafein merupakan zat stimulan yang merangsang kerja dan aktivitas sistem saraf. Efek segar dan hilangnya rasa kantuk biasanya akan mulai dirasakan sekitar 30 menit setelah minum kopi dan pengaruhnya bisa bertahan sekitar 5–6 jam.
Sudah minum kopi tapi kok masih ngantuk🧐
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut :
Kebal kafein : Seseorang yang terlalu sering mengonsumsi kafein akan menimbulkan kekebalan pada dirinya. Hal ini menyebabkan konsumsi kafein tidak akan menimbulkan efek. Ketika tubuh sudah kebal kafein, maka ketika mengonsumsinya akan menyebabkan tubuh menjadi tetap lelah dan mengantuk. Tingkat toleransi kafein dapat berubah yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor usia, berat badan, dan obat-obatan
Kurang tidur : Seseorang yang kurang tidur akan memproduksi senyawa adenosin dengan jumlah yang banyak. Senyawa adenosin adalah senyawa yang diproduksi oleh otak untuk meningkatkan rasa kantuk, adenosine akan mengirim sinyal kantuk atau lelah ke otak. Ketika seseorang minum kopi dalam keadaan kurang tidur, maka sistem saraf akan menangkap dan mengikat senyawa adenosine terlebih dahulu sehingga tubuh akan merasa ngantuk dan kafein tidak dapat bekerja karena tidak ada tempat lagi di sistem saraf
Kandungan gula tinggi : Banyak orang salah paham mengenai kopi yang dikonsumsi sehari hari. Kebanyakan kopi yang beredar di pasaran merupakan kopi yang tinggi gula. Kopi jenis ini bukan untuk menghilangkan ngantuk. Hal ini disebabkan gula yang merupakan karbohidrat sederhana memiliki indeks glikemik (IG) tinggi. Makanan dengan IG tinggi akan meningkatkan asam amino triptofan. Triptofan ini akan masuk ke otak yang selanjutnya akan diubah menjadi serotonin dan melatonin yaitu hormon yang dapat mempengaruhi rasa mengantuk
Dehidrasi : Kafein yang terkandung dalam kopi akan meningkatkan frekuensi buang air kecil. Banyaknya cairan yang keluar dari buang air kecil dapat mengganggu keseimbangan kadar air dan fungsi normal tubuh hingga menyebabkan dehidrasi. Saat tubuh kehilangan banyak air, darah akan berjalan lebih lambat sehingga oksigen yang beredar juga lebih sedikit. Hal tersebut mengakibatkan tubuh menjadi lelah dan mengantuk
WARNING ⚠️‼️
Beberapa efek samping jika mengonsumsi kopi berlebihan :
Sakit kepala
Sulit tidur (insomnia)
Jantung berdebar kencang (palpitasi)
Tremor
Gugup dan gelisah
Sering buang air kecil
Mudah marah
Adanya efek tersebut kita dianjurkan untuk mengonsumsi kopi sesuai batas wajar. Batas wajar dari asupan kafein per hari adalah tidak boleh lebih dari 400 mg atau sekitar maksimal 4 gelas ukuran 240 ml kopi hitam murni yang diseduh (brewed coffee).
Berikut panduan kandungan kafein pada setiap jenis kopi yang ada :
Segelas kopi hitam murni yang diseduh (brewed coffee) 240 ml mengandung sekitar 70–140 mg kafein
Segelas kopi espresso 30–50 ml mengandung 63 mg kafein
Segelas kopi espresso dengan campuran susu dengan beragam varian, seperti latte, cappuccinos, atau macchiatos, berukuran kecil mengandung 63 mg kafein dan yang berukuran besar mengandung 125 mg kafein
Segelas kopi instan 240 ml mengandung 30–90 mg kafein
Segelas kopi decaf 240 ml mengandung 0–7 mg kafein
Tipe orang yang yang dilarang mengonsumsi kopi ❌
Iritasi usus besar
Glaukoma ( gangguan saraf mata)
Diare
Aritmia (Jantung berdebar)
Asam lambung
Epilepsi
Ansietas dan serangan panik
BIJAK PADA MINUMAN YANG ANDA MINUM
Sampai sini dulu pembahasan terkait fakta kopi👋thank you...
10 notes · View notes
mamadkhalik · 8 months ago
Text
Catatan Kemenangan : Kenapa Dakwah?
*Baca judul pake nada, "Kenapa Bandung?
Kenapa dakwah? kenapa harus capek-capek ngurusin orang lain? ngurus diri sendiri saja belum selesai.
Tumblr media
Pernahkah kamu ketika aktif di Lembaga Dakwah Kampus merasa lebih baik dari orang lain? pernahkah kamu sekadar membaca satu atau dua buku tentang dakwah lantas merasa paling paham akan masalah umat? Saya pernah!
Satu realitas yang perlu dipahami, ketika aktif dan masih istiqomah dalam agenda dakwah, belum tentu kita lebih baik dari orang lain yang tidak ikut LDK, atau belum tentu juga kita lebih baik dari mereka yang "berguguran di Jalan Dakwah"
Pernah suatu masa saya membuka lockscreen HP seorang kawan yang bukan golongan "ukhti-ukhti LDK". Apa yang terpampang sangat mencengangkan. Checklist amal yaumi yang cukup penuh dan sangat jauh dibandingkan saya yang aktif di LDK.
Boleh jadi mereka itu lebih unggul dalam amalan ibadah lain, bedanya mereka tidak share di medsos seperti kita saat share agenda-agenda LDK. Jangan pernah ujub diri.
Saya sadar bahwa diri ini sangatlah jauh dari kata sempurna, masih banyak melakukan dosa dan tidak memiliki ilmu yang banyak untuk melakukan agenda dakwah yang besar. Maka, prinsip saya adalah menjadikan aktivitas dakwah hari ini sebagai amalan unggulan untuk meraih pahala, bukan untuk menjudge orang lain, sembari memperbaiki diri, dan mencari ilmu dari orang-orang yang shaleh.
Dalam keberjalanya, saya mengetahui realitas kedua bahwa apa yang kita lakukan melalui LDK ternyata belum cukup. Problem erasa lebih baik dari orang lain adalah satu dari banyak sindrom yang menjangkiti ADK. Kita masih dipandang ekslusif oleh mereka. Banyak gunung es yang belum kita lihat. Sungguh, amanah kita begitu berat kalau hanya dipikul oleh satu orang.
Di jalan dakwah ini, alhamdulillah saya banyak bertemu orang-orang yang memiliki kemampuan sebagai pendengar yang baik. Saya menyimpulkan bahwa salah satu kunci keberhasilan dakwah mungkin sesederhana menjadi pendengar yang baik.
Kita tentu memiliki segudang masalah kehidupan dan terkadang kita juga sudah tahu penyelesaianya. Tapi di hati kita yang terdalam butuh validasi dan didengarkan. Mungkin dari tahap ini akan meluluhkan mad'u dakwah dan perlahan siap untuk menerima fikrah islam yang lurus.
Realitas ketiga, banyak yang tidak menyadari bahwa sejak kecil model pendidikan Islam kita adalah membiasakan ibadah tapi minim pemahaman kenapa kita harus berislam. Maka tak heran munculnya gelombang hijrah sebagai sarana mencari jati diri dan alasan untuk berislam. Banyak yang berhasil, banyak juga yang gugur.
Kembali ke bagian sebelumnya, ini menjadi tantangan terkhusus untuk LDK menjadi perantara bagi orang di luar sana, agar kembali memahami esensi kenapa harus berislam, dimulai dengan menjadi teman yang baik, mendengarkan setiap keluh kesah mereka, lalu mengajaknya dalam proyek kebaikan.
Terdengar mudah tapi sulit dipraktekan. Kurang lebih itu alasan saya kalau ditanya kenapa berdakwah.
Arsa Coffee & Library, 13 Syawal 1445 H.
youtube
23 notes · View notes
iradatira · 2 months ago
Text
Menghitung KebaikanNya
Beberapa bulan ini, aku kembali melatih diri untuk menulis jurnal syukur. Aku sengaja memilih notes kecil yang kuperoleh dari seminar, notes ini seukuran kepalan tanganku. Kupikir dengan ukuran notes sekecil ini bisa mudah kubawa kemanapun aku pergi, lalu aku hanya perlu fokus menuliskan hal yang ingin kulatih; yakni rasa syukur. Berangkat dari satu pertanyaan saja, apa hal yang bisa kusyukuri hari ini?
Awal menuliskan jurnal syukur ini tentu terasa sulit, aku sempat terdiam beberapa waktu. Kepalaku pusing karena aku merasa begitu banyak hal yang tidak sesuai harapanku tahun ini, ternyata aku berada di fase survival mode ini cukup lama. Lalu aku mencoba untuk melepaskan ekspektasiku kepada diri sendiri, tentang hidup harus begini dan begitu.
Perlahan aku menghembuskan nafas demi nafas, mencoba mengingat dan merasakan kebaikan apa saja yang sudah kuterima dariNya. Jariku mulai menuliskan satu dua poin, lalu berlanjut beberapa poin. Saat membaca ulang kebaikan kecil yang sudah kutulis, aku menyadari satu hal. Ternyata dari sekian banyak hal yang menurutku belum ideal, Allah masih mengirimkan banyak kebaikan kecil yang luput aku sadari. Hari itu, meski air mata bercucuran saat sholat dan berdoa, setidaknya aku menemukan setitik kelapangan hati, bahwa kebaikanNya masih membersamaiku, yang meyakinkanku untuk terus melanjutkan hidup sekecewa apapun hatiku saat itu.
Jurnal syukur ini belum bisa kutulis setiap hari. Kadang aku menulis seminggu beberapa kali. Pernah juga jurnal syukurku ini hilang lebih dari seminggu. Aku merasa ada yang hilang, kepalaku mulai pusing dengan pikiran-pikiranku yang menyeruak kemana-mana. Jadilah kucari ini jurnal syukurku, yang ternyata terselip di bawah springbedku. Alhamdulillah masih bisa menulis jurnal syukur, adalah salah satu poin yang kutulis hari itu. Menyadari bahwa perlahan diriku mulai merasa butuh untuk menghitung kebaikan kecil yang kuterima dariNya.
Hari ini aku membaca seluruh catatan kebaikan kecil yang kutulis dalam jurnal itu, di tengah moodku yang sedang buruk karena haid, tiba-tiba aku menangis, oh ya, banyak juga kebaikan kecil yang tetap kurasakan, bahkan ditambah olehNya. Siapa sangka membaca ulang catatan syukurku ini membantu memperbaiki moodku yang sedang hancur saat haid, dan membantuku melanjutkan aktivitas seharian ini.
Saat menulis jurnal ini, terlintas momen momen sulit yang pernah terlalui, tidak menyangka bahwa diri ini ternyata survive juga, itu kan salah satu bentuk kebaikan dariNya. Rasa syukur ini menjadi energi untuk terus berupaya mengalirkan kebaikan kecil itu di lingkungan sekitar, meski di kondisi tidak ideal sekalipun.
Aku jadi teringat ayat AlQuran yang kurang lebih maknanya “bersyukurlah, maka akan Ku tambah nikmatmu”. Seperti otot, syukur juga perlu dilatih. Semakin sering melatih rasa syukur, semakin mudah diri ini menemukan dan merasakan kebaikan kecil yang diterima, meski di tengah-tengah segala hal ketidak idealan, baik secara pribadi, maupun secara struktur sosial. Setidaknya rasa syukur ini memanjangkan harap, ada hal yang masih bisa dilakukan dengan kedua tangan, juga ada kebaikanNya yang selalu membersamai.
9 notes · View notes
asqinajah · 1 year ago
Text
Tentang Menjadi Ibu
Mungkin, dahulu aku pernah bercita-cita ingin menjadi atau melakukan sesuatu saat sudah menjadi ibu, sambil mengurus anak. Tapi, kini aku merasa bahwa inginku dahulu itu tidaklah tepat. Sebab, setelah peran ibu benar-benar Allah berikan padaku, aku jadi tahu betapa berharganya makhluk titipan Allah ini, betapa berharganya seorang anak. Yang mana, rasanya kurang tepat bila menjaga apa yang menjadi amanah Allah ini hanya dengan 'disambi''.
Sebab, bukankah apabila seorang yang penting menitipkan sesuatu pada kita, kita akan berusaha menjaga titipan tersebut sedemikian rupanya? Sedangkan anak, jelas adalah titipan Allah, yang bahkan mungkin sudah kita nanti kehadirannya, jauh-jauh hari sebelumnya.
Jadi, untukku sekarang yang memang masih terbatas kemampuannya, bila ada yang bertanya: apa kesibukanmu? Akan aku jawab:
'Aku menghabiskan waktu bersama anakku, sambil melakukan aktivitas lain di sela-sela waktunya.'
Semoga Allah jaga niat baik yang tersimpan di baliknya, dan semoga Ia terima amalannya. :)
(22/08/23)
55 notes · View notes
nanadd26 · 20 days ago
Text
Penguatan Psikologi Positif Dalam Membangun Kepercayaan Diri Pada Anak Berkebutuhan Khusus
"Penanganan Psikologi pada PARK yang mengalami hambatan sosial"
oleh Nadya Wulan Rizky, Nyayu Hanun Billah
Sosialisasi merupakan hal yang penting serta harus dikuasai sebagai manusia, hal itu dikarenakan Bersosialisasi merupakan salah satu cara kita mendekatkan diri dengan masyarakat sekitar agar lebih mengenal satu dengan yang lainnya. Jika melihat dari definisi, hal itu sejalan dengan yang disampaikan oleh Soerjono Soekanto (2007), yang dimana ia mengatakan bahwa sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok yang menghasilkan struktur sosial dalam masyarakat. Bersosialisasi menjadi sangat penting, karena manusia merupakan makhluk sosial, dan setiap manusia akan membutuhkan manusia lainnya sebagai teman, pasangan, dan lain-lain. Jika seseorang tidak bisa bersosialisasi dengan baik maka hal itu bisa berdampak pada kesehatan mental nya.
Untuk bisa Bersosialisasi dengan baik, maka individu harus memiliki kepercayaan diri yang bis menunjang dirinya untuk bisa berani berhadapan dengan berbagai macam orang dan berbagai macam situasi. Seperti yang diketahui bahwa percaya diri adalah salah satu kunci kita untuk bisa mendapatkan lingkungan yang kita inginkan. Dengan adanya rasa percaya diri maka akan mempermudah kita untuk melakukan banyak aktivitas diluar terutama aktivitas seperti bersosialisasi di lingkungan sekitar. Rasa percaya diri juga merupakan suatu keyakinan terhadap segala potensi yang dmiliki oleh individu tersebut, dimana dengan keyakinan tersebut mereka mampu untuk bisa mencapai cita-cita dan tujuan dalam hidupnya. Orang yang kurang percaya diri tidak hanya akan bermasalah pada lingkungan sosial nya tapi juga dapat menghambat pengembangan potensi yang ada didalam dirinya. Masni (2017) mengatakan Kurangnya percaya diri akan menghambat pengembangan potensi diri. Sehingga menyebabkan seorang individu tidak dapat meraih prestasi yang maksimal.
Pada anak berkebutuhan khusus, rasa percaya diri terkadang berada pada tingkat yang rendah karena merasa adanya perbedaan dengan orang lain. Seperti yang diketahui bahwa Anak berkebutuhan khusus diartikan sebagai individu-individu yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang normal oleh masyarakat pada umumnya. Secara lebih khusus anak berkebutuhan khusus menunjukan karakteristik fisik, intelektual, dan emosional yang berbeda dengan orang lain (Mirnawati, 2019). Kepercayaan diri anak berkebutuhan khusus yang memiliki tingkat rendah tersebut sejalan dengan yang dikatakan oleh Kusuma (2017) dimana Anak berkebutuhan khusus (ABK) merasa memiliki perbedaan dengan anak regular, sehingga mereka kurang percaya diri, hal itu bisa disebabkan karena adanya perasaan cemas dan tidak tenang serta perasaan-perasaan lain yang mengikutinya seperti malas, kurang sabar, sulit, susah atau rendah diri. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Muzakkir (2020) berjudul “Kepercayaan Diri Anak Berkebutuhan khusus Dalam Mengikuti Pendidikan Inklusi”. menunjukan bahwa, masih terdapat siswa ABK yang melaporkan bahwa dirinya memiliki rasa percaya diri rendah. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus seringkali merasa kurang percaya diri jika harus dihadapkan dengan orang normal yang tidak mengalami kendala ataupun gangguan pada dirinya, hal itu seringkali membuat mereka merasa minder dan malu hingga menyebabkan mereka akhirnya tidak percaya pada diri mereka sendiri.
Untuk meningkatkan kepercayaan diri pada anak berkebutuhan khusus bisa menggunakan penerapan psikologi positif dimana psikologi positif ini bisa digunakan untuk mengkatualisasi suatu perubahan dalam psikologi, artinya tidak hanya memperbaiki sesuatu yang paling buruk dalam hidup tetapi juga membangun kualitas terbaik dalam hidup dan memperbaiki ketidakseimbangan di waktu lalu. Pada dasarnya psikologi positif bukan hanya sekadar berupaya untuk mengatasi masalah, melainkan juga mengembangkan keunggulan dan kesejahteraan. Pendekatan psikologi positif ini terbukti efektif untuk bisa membantu individu membangun rasa percaya diri yang kuat. Dapat dikatakan bahwa penerapan psikologi positif sangat bermanfaat bagi kesehatan mental karena dapat membantu untuk meningkatkan harga diri, kepercayaan diri dan efikasi diri serta dapat membantu kesejahteraan diri seperti kecemasan.
Dalam penerapannya psikologi positif ini bisa diterapkan sedari kecil dan dapat dilakukan oleh diri sendiri ataupun keluarga serta orang-orang terdekat sehingga penerapan psikologi positif tersebut dapat berjalan dengan baik. Ditulis oleh Disdikpora (2018) Orang tua bisa menerapkan psikologi positif pada anak dengan cara:
1. Memperlakukan anak sebagai manusia yang utuh
    Orang tua harus memiliki pola pikir mengakui, menerima, dan mengizinkan kondisi anak sebagaimana layaknya manusia yang harus diperlakukan dengan baik. Karena setiap manusia/anak memiliki keunikan, kelebihan, dan kekurangannya masing-masing. Namun jangan jadikan keunikan dan kekurangan itu sebagai sesuatu yang menghalangi anak untuk belajar tentang aturan, norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Selalu ajarkan nilai-nilai kebaikan pada Anak Berkebutuhan khusus dan ingatlah kapasitas dirinya dalam menjalankan apa yang sudah diajarkan.
2. Memberikan pendidikan yang sesuai kebutuhannya
     Orangtua harus siap untuk  mencari alternatif pendidikan lain yang cocok dengan kondisi dan kebutuhan anak. Misalnya apakah harus ke sekolah inklusi, sekolah khusus untuk anak berkebutuhan khusus dan sebagainya. Selain itu, Sebelum menentukan tempat pendidikan yang tepat untuk anak, sebaiknya konsultasikan dulu dengan psikolog agar lebih mendapatkan informasi yang lebih tepat.
3. Optimis dan percaya pada kemampuan anak
     Orangtua bisa memberikan ruang yang seluas-luasnya pada anak. Dan selalu yakinlah bahwa ia bisa dan tunjukkan rasa semangat. Orangtua juga harus selalu menunjukkan kepercayaan yang positif di depan anak, secara tidak langsung mereka akan ikut merasa hal yang positif kita berikan tersebut.
4. Meningkatkan emosi positif
     Untuk meningkatkan emosi positif di dalam diri, maka bisa menulis hal-hal yang orangtua syukuri di dalam hidup. Beberapa penelitian mengatakan, dengan menulis daftar rasa syukur orangtua dapat mengalihkan segala sesuatu yang negatif menjadi positif, lebih merasa perhatian terhadap sekitar, optimis, energik, dan lebih dekat dengan anak. Akhirnya orangtua cenderung merasa bahagia. Orangtua yang bahagia akan menghasilkan pola didik yang baik sehingga anak bisa tumbuh dengan emosi baik yanh dimilikinya.
Selain itu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh individu untuk meningkatkan kepercayaan diri dengan menerapkan psikologi positif yaitu, 1) Fokus pada kekuatan atau kelebihan dirinya, dengan fokus pada kelebihan, maka individu akan lebih mengenali potensi yang ada didalam dirinya. 2) Menetapkan Tujuan yang Realistis, karena jika individu menempatkan sebuah tujuan maka secara bertahap seseorang merasa adanha tingkatkan untuk sebuah tantanga. Pada setiap pencapaian kecil akan menjadi batu loncatan menuju rasa percaya diri yang lebih besar. 3) Berlatih Afirmasi Positif, membiasakan afirmasi positif pada diri sendiri ini seperti kata-kata “Aku percaya pada diriku sendiri” atau “Aku mampu menghadapi apapun.” hal itu bisa membuat seseorang lebih berani dalam menghadapi tantangan. 4) Mencoba keluar dari Zona Nyaman, jika individu semakin sering melangkah keluar dari zona nyaman nya, maka akan semakin kuat pula rasa percaya diri individu tersebut. 5) Belajar dari Kesalahan, Kesalahan adalah bagian dari proses belajar. Jangan biarkan kegagalan dapat menghambat rasa percaya diri. Sebaliknya, jadikan kesalahan tersebut sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang. Karena, setiap kegagalan adalah batu bata yang memperkuat pondasi rasa percaya diri kita.
Dari penjelasan yang sudah ada diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan psikologi positif yang baik dan benar, maka kepercayaan diri pada anak berkebutuhan khusus dapat ditingkatkan, hal itu didapatkan dari perubahan perilaku, pola pikir, maupun cara pandang seseorang. Psikologi positif ini bisa diterapkan oleh pola asuh orang tua dan juga bisa diterapkan individu untuk dirinya sendiri. Jika psikologi positif ini diterapkan dalam jangka waktu yang lama, maka hal itu akan memberikan dampak yang baik pada mental seseorang, bukan hanya meningkatnya kepercayaan diri, tapi bisa juga meningkatkan efikasi diri, bahkan membuat seseorang rentan menghadapi kecemasan. Hal itu akan membuat individu tidak mudah mengalami depresi dan memiliki mental yang sehat.
Referensi:
Disdikpora. (2018). Menerapkan Psikologi Positif dalam Mendidik ABK. https://disdikpora.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/menerapkan-psikologi-positif-dalam-mendidik-abk-78
Kusuma, R. S. (2017). Komunikasi antar pribadi sebagai solusi konflik pada hubungan remaja dan orang tua di SMK Batik 2 Surakarta. Warta Lpm, 20(1), 49-54.
Masni, H. (2017). Peran Pola Asuh Demokratis Orangtua Terhadap Pengembangan Potensi Diri Dan Kreativitas Siswa. Jurnal Ilmiah Dikdaya, 6(1), 58-74.
Mirnawati. (2019). Anak Berkebutuhan Khusus “Hambatan Majemuk”. Yogyakarta: CV. Budi Utama.
Muzakkir. (2020). Kepercayaan Diri Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Mengikuti Pendidikan Inklusi. 5(1), 24–32. https://jurnal.usk.ac.id/suloh/article/download/20660/13727
Soekanto Soerjono. (2007). Sosiologi suatu pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
4 notes · View notes
nabilasabrinaaa · 21 days ago
Text
Peran Terapi Psikologis dalam Mengatasi Hambatan Sosial pada Remaja dengan Gangguan Spektrum Autisme
Gangguan Spektrum Autisme (GSA) memengaruhi sekitar 3,52% populasi Indonesia, dengan risiko lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan (Aditya dkk, 2021). Diperkirakan sekitas 2,5 juta orang di Indonesia yang hidup dengan gangguan gautisme dan setiap tahun muncul setidaknya 500 kasus baru mengenai gangguan ini (Afif dkk, 2021).
Gangguan Spektrum Autisme (GSA) merupakan sebuah gangguan perkembangan sistem saraf yang dapat terjadi sejak lahir atau pada masa awal anak-anak. Salah satu karakteristik utama anak dengan GSA adalah kesulitan dalam membangun hubungan sosial. Hal ini dapat terlihat dari pola komunikasi mereka yang sulit dipahami, baik secara verbal maupun nonverbal. Selain itu, anak dengan GSA cenderung mengalami kesulitan dalam memahami emosi dan perasaan orang lain. Anak-anak ini juga sering menunjukkan perilaku seperti ketidakmampuan dalam mengendalikan emosi atau yang dikenal sebagai tantrum. Hambatan-hambatan tersebut sering kali menjadi penghalang bagi anak dengan GSA dalam menjalani berbagai aktivitas (Klin dkk, 2002).
Menurut Rudy Sutadi (2000), perilaku anak dengan GSA dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu perilaku yang berlebihan (excessive) dan perilaku yang kurang atau bahkan tidak ada (deficit). Perilaku berlebihan pada anak dengan GSA sering ditandai dengan adanya tantrum, seperti menjerit, menangis, mengamuk, serta stimulasi diri. Misalnya mengepakkan tangan, memutar badan, membanting-banting, atau berjalan dengan pola tertentu.
Rahmah dalam Sha’arani dan Tahar (2017) menjelaskan bahwa tanpa adanya penanganan yang tepat, perilaku tantrum dapat membahayakan anak dengan GSA, termasuk risiko menyakiti diri sendiri maupun orang lain. Perilaku tidak terkendali ini biasanya terlihat saat anak menangis, berteriak, berguling-guling di lantai, atau menendang benda-benda di sekitarnya.
Anak dengan Gangguan Spektrum Austisme memiliki beberapa hambatan dalam komunikasi, seperti  keterbatasan dalam komunikasi sosial dan interaksi sosial. Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi kelima (DSM-5), gangguan ini ditandai oleh defisit dalam komunikasi sosial yang mencakup kesulitan mempertahankan percakapan dua arah, ketidakmampuan memulai atau merespons interaksi, serta kurangnya komunikasi nonverbal yang efektif, seperti kontak mata, bahasa tubuh, dan ekspresi wajah. Kendala dalam komunikasi sosial ini berdampak langsung pada kualitas hidup penyandang GSA. Komunikasi sosial merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena memungkinkan seseornag untuk menjalin hubungan yang baik, memahami perasaan dan kebutuhan orang lain, serta mengekspresikan diri secara efektif (Rahmatrisilvia, 2015).
Dalam dunia pendidikan, komunikasi juga berperan penting dalam proses pembelajaran. Pada anak-anak dengan GSA, keterampilan komunikasi sosial sangat membantu mereka dalam berinteraksi dengan lingkungannya, menyampaikan kebutuhan secara lebih jelas, mengurangi stres, dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan komunikasi menjadi kunci untuk menunjang kehidupan mereka secara optimal.
Berbagai metode telah dirancang untuk membantu anak dengan GSA meningkatkan kemampuan komunikasi sosial. Beberapa pendekatan yang sudah terbukti efektif adalah terapi perilaku terapan atau Applied Behavior Analysis (ABA), yang menggunakan strategi penguatan positif melalui hadiah dan konsekuensi. Selain itu, metode lain seperti Picture Exchange Communication System (PECS), compic, terapi wicara, serta perangkat komunikasi alternatif juga banyak digunakan untuk mendukung keterampilan komunikasi anak-anak dengan GSA.
Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Debbie dan rekan-rekannya di Spanyol (2018) menunjukkan bahwa remaja dengan Gangguan Spektrum Autisme (GSA) sering mengalami kecemasan dan kekhawatiran dalam berinteraksi sosial. Kecemasan ini dapat berdampak negatif pada kemampuan komunikasi sosial, keterampilan sosial tertentu, serta menurunkan motivasi untuk terlibat dalam interaksi sosial.
Terdapat beberapa terapi dalam mengatasi hambatan sosial pada anak autis:
Terapi Perilaku Analitik (ABA). Terapi ini berguna untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial, meningkatkan kemandirian dan perilaku anak dengan cara melakukan pendekatan analisis perilaku, penguatan positif dan mengurangan perilaku agresif atau negatif. Salah satu terapi ini bisa berupa memberikan hadiah kepada anak autis.
Terapi Perilaku Kognitif (CBT)
Terapi ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan mengurangi kecemasan. Terapi ini menggunakan pendekatan dengan cara mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif dengan melakukan teknik pelatihan relaksas.  
3. Terapi Okupasi
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik dan kemandirian. Dengan menggunakan pendekatan dalam kehidupa sehari-harinya agar dapat meningkatkan kemampuan pada anak dengan gangguan spektrum autisme.
Aditya D., Dahliana I., Widodo A., & Sekartini R. (2021). Prevalensi dan faktor risiko gangguan spektrum autisme di Indonesia. Jurnal Kesehatan Anak Indonesia, 12(3), 150-157.
Afif, Z., Rahman, F., & Utami, W. (2021). Epidemiologi gangguan spektrum autisme di Indonesia. Indonesian Journal of Autism, 4(2), 105-112.
Rahmatrisilvia, R. (2015). Pentingnya komunikasi sosial pada anak dengan gangguan spektrum autisme. Jurnal Psikologi Pendidikan, 8(1), 45-51.
Klin, A., Volkmar, F. R., & Sparrow, S. S. (2002). Autism and pervasive developmental disorders. New York: Guilford Press.
Sha’arani, S. M., & Tahar, M. M. (2017). Penanganan perilaku anak autisme. Jurnal Pendidikan Khusus, 6(2), 90-101.
2 notes · View notes
kurniawangunadi · 2 months ago
Text
Kenapa Bisa Menjadi Jahat?
Sepertinya benar, bahwa ketidakbahagiaan kita itu hanya ada di dalam pikiran, kenyataannya kita tetap memiliki makanan yang bisa dimakan, tempat tinggal untuk berteduh, masih bisa belanja, masih bisa membaca buku, masih bisa beribadah, masih punya kendaraan, dan banyak hal lain yang sangat layak untuk menjadi sebab syukur.
Tapi di alam pikiran, kita mengeluhkan hari ini. Menyimpan prasangka kepada orang lain. Memupuk rasa kurang saat melihat hal-hal yang tak kita miliki. Juga sangat rajin menilai diri sendiri tidak berharga. Bahkan tidak percaya dengan masa depan diri sendiri akan menjadi lebih baik. Lebih parahnya, berharap mati cepat karena dirasa itu akan meniadakan semua ketidakbahagiaan saat ini.
Kehidupan yang bergulir dalam aktivitas yang itu-itu saja, terus menerus, telah mematikan kepekaan kita terhadap pertanda. Beban pikiran yang tak kunjung berkurang, telah mematikan kayakinan dan optimisme diri yang pernah sangat menyala-nyala sewaktu kecil dulu.
Tanpa terasa, terbiasa mengeluh, terbiasa memaki, terbiasa mencibir, dan juga terbiasa menilai sesuatu yang didapatkan oleh orang lain sebagai sesuatu yang tidak layak mereka dapatkan, tak terasa mendoakan kecelakaan buat orang lain - hasad.
Jika kita akhirnya menyadari demikian, bolehlah kita peluk diri sendiri. Apa sebenarnya yang menyakiti diri hingga kita sejahat itu?
(c)kurniawangunadi
191 notes · View notes
maitsafatharani · 2 years ago
Text
Menghadirkan Rasa
Sebuah paragraf di buku yang sedang kubaca, menjadi sangat menarik perhatian. Berikut kutipannya.
Iseng membaca - dengan kata lain, membaca karena suka saja, mungkin berdampak lebih besar terhadap hidup anak daripada yang kita sangka. Bagi banyak orang di antara kita, buku yang kita baca atas pilihan sendiri merupakan yang paling melekat di benak kita. Ternyata, buku tidak lagi terkesan ajaib begitu tercantum di bacaan wajib atau silabus guru. Tindakan memilih buku sendiri dan membacanya semata-mata karena kita suka bisa membuahkan dampak yang signifikan. - Sarah Mackenzie, The Read Aloud Family
Disini penulis mengemukakan pendapat, kenapa membaca karena rasa suka lebih berdampak daripada membaca karena tujuan tertentu yang ingin diperoleh (misal, membaca untuk tugas di sekolah).
Dalam hal ini, aku tidak terlalu sepakat dengan kata-kata, "buku tidak lagi terkesan ajaib begitu tercantum di daftar bacaan wajib atau silabus buku.". Karena bagaimana pun cara hadirnya buku di hidup kita, baik melalui proses yang menyenangkan maupun tidak, tergantung kemudian kita menyikapinya. Buku-buku itu akan tetap terasa ajaib, kok. Tinggal bagaimana setiap orang menemukan cara untuk menyukai aktivitas membaca.
Nah, dan ini yang penting. Aku menyetujui premis: untuk bisa merasakan bahwa membaca adalah kegiatan yang menyenangkan, butuh menghadirkan rasa suka membaca terlebih dulu. Dan rasa suka itu yang biasanya, agak sulit (meski bisa) ditumbuhkan dengan keterpaksaan. Karena bagi sebagian orang, keterpaksaan bisa menimbulkan trauma tertentu. Jika ini dalam konteks membaca, akan berujung menganggap membaca adalah aktivitas yang sangat membebani.
Tentang menghadirkan 'rasa' suka ini, membuatku terkoneksi dengan hal-hal lain di luar membaca. Aku jadi teringat akan sesuatu.
Bertahun-tahun lalu, sebuah status line (zaman kuliah dulu status line ini sempat hits wkwk) menarik perhatianku. Ditulis dalam status tersebut, tentang bagaimana cara untuk menyukai murottal Al Quran.
Menarik, pikirku. Aku merasa membutuhkan life hack nya. Jujur, aku bukan penikmat murottal ataupun senandung sholawat sebagai pemuas auditoriku. Meskipun kuakui, mendengarkan murottal itu rasanya menyejukkan, tapi aku tidak sampai di tahap 'suka'. Suka yang sampai ingin kuulang-ulang terus mendengarkannya.
Di status itu kurang lebih dikatakan begini, biasanya kita cenderung menyukai lagu-lagu pop kekinian kan. Coba, apa yang membuat kita suka dengan lagu-lagu itu? Liriknya kah? Tipe musik kah? Penyanyi nya kah?
Misalnya, kita suka dengan karakter suara penyanyi dan nada lagu. Akhirnya hal itu membuat kita ingin terus mengulang menyetel lagu tersebut. Nah, sekarang tinggal terapkan itu dalam mendengar murottal al quran.
Cari qori' yang karakter suara dan nada tilawahnya paling kamu suka. Pasti beda-beda dong antar qori. Dan itu bisa jadi kunci buat pelan-pelan membiasakan mendengar dan hopefully, menyukai murottal di atas lagu-lagu.
Kalau kita suka dengan seni nada para penyanyi, mungkin kita juga bisa menyukai seni nada qiroat para qori'. Kita mungkin perlu mencoba berpindah-pindah antar satu qiroat ke qiroat lainnya supaya menemukan ritme 'asik'nya.
Setelah membaca dengan seksama status tersebut, aku mencoba menerapkannya. Berhasil! Aku mendapatkan qori yang bacaannya paling terasa cocok buatku. Beberapa kali, itu membuatku lebih bertahan lama dan lumayan sering mendengarkan surah-surah Al Quran yang dibacakan oleh qori tersebut. Sampai sekarang :)
Begitu juga dengan memahami Al Quran. Aku bukan orang yang betah berlama-lama membaca terjemahan Al Quran. Kalaupun membaca, kadang rasanya hambar. Aku seringkali bingung dengan benang merah antar ayat. Namun belakangan, aku mendapati bahwa aku bisa lebih menyelami dan berlama-lama berkutat dengan Al Quran saat aku membaca tafsir atau mencoba mentadabburinya. Karena dengan begitu, aku merasa ada hikmah lain yang terungkap. Dan itu tidak bisa kudapatkan dengan hanya membaca terjemahannya. Tafsirnya pun, tidak semua tafsir. Sejauh ini aku merasa cocok dengan Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka.
Ibaratnya, dengan membaca tafsir dan tadabbur aku bisa mendapatkan storyline Al Quran.
Juga memasak. Sebelum menikah, apakah aku suka memasak? Nggak juga, wkwk. Kalaupun memasak di rumah, labelku adalah asisten, bukan koki (yang tentu saja adalah ibuku). Malah seringkali aku mengeluh, 'kenapa sih ibu masak terus, memang nggak capek'.
Tapi rupanya, pekerjaan yang kulihat melelahkan dilakukan ibu dulu, adalah pekerjaan rutin yang sekarang aku lakukan juga setiap hari. Lalu apa yang kemudian membuat rutinitas memasak menjadi tidak melelahkan?
Buatku, kuncinya variasi. Aku mudah bosan ketika sesuatu terasa monoton. Sama halnya dengan memasak. Memasak jenis makanan yang itu-itu lagi kadang rasanya membosankan. Jadi, aku mencoba untuk memasak menu yang lain dari biasanya sebagai selingan (meskipun juga sering failnya XD, yang penting variasi wkwk). Dan ini berhasil menghadirkan 'rasa' untuk memacu semangat untukku tetap melakukan rutinitas harian.
Banyak, banyak hal lain selain itu yang kalau kurenungi, bisa aku lakukan dengan lebih bersemangat karena hadirnya rasa 'suka'. Dan menghadirkan rasa suka itu, yang mungkin akan berbeda resepnya di tiap orang. Bahkan diriku sendiri memiliki cara penyikapan yang berbeda-beda untuk bisa menghadirkan rasa di satu kegiatan dan kegiatan lainnya.
Kita hanya perlu menemukan kuncinya untuk meng-unlock kebiasaan, aktivitas, dan hal-hal baik lain yang ingin kita upayakan. Dan start it inside. Kalau kita benar-benar ingin membiasakan sesuatu, temukan apa sih yang bisa membuat kita mau memulai dan mau mempertahankan kebiasaan tersebut. It may be not easy from the start, but it is possible as long as you don't stop.
Mumpung juga ini Ramadan, mungkin kita bisa menemukan kunci itu dan memulai. Semoga dengan menghadirkan rasa, apa pun hal baik yang kita mulai lebih bertahan lama nantinya. Good luck :D
---
Pamekasan, 28 Maret 2023 19.33 WIB
64 notes · View notes
sorotbalik · 2 days ago
Text
Serial Opini—Dampak dan Upaya Menumbuhkan Kembali Figur Filosofis
"Lalu bagaimana sebenarnya dampak dari hilangnya figur filosofis ini terhadap gerakan dakwah kampus? Dan yang lebih penting, bagaimana kita bisa menumbuhkan kembali pemikir-pemikir konseptual yang dibutuhkan?"
Menjawab pertanyaan di atas sekaligus menjadi lanjutan tulisan serial "Hilangnya Figur Filosofis Dakwah Kampus Hari Ini" yang pertama (kalau belum baca saran saya baca dulu hehe), maka pada tulisan kedua ini akan membahas dampak hilangnya figur filosofis dan bagaimana kiat dalam menumbuhkan kembali.
Dampak dari hilangnya figur filosofis terhadap gerakan dakwah kampus? di kepala saya sebenarnya ada 7 poin, tetapi untuk meringkas saya sampaikan 3 saja.
1. Kehilangan Narasi Besar dan Arah Strategis
Figur filosofis adalah penentu arah gerakan, tugasnya adalah membuat peta dan memegang kompas dalam menavigasi sebuah bahtera dalam mengarungi lautan. Mereka bukan hanya menyusun strategi, tetapi juga memastikan gerakan dakwah berlandaskan nilai-nilai Islam dan pergerakan secara mendalam. Ketika peranan dari figur ini hilang, maka gerakan dakwah akan kehilangan narasi besar yang menjadi pondasi perjuangan. Tanpa narasi besar, dakwah kampus cenderung akan terjebak pada aktivitas teknis tanpa visi jangka panjang, yang akhirnya membuat gerakan kehilangan daya tarik dan relevansi terhadap perubahan zaman.
2. Dakwah Menjadi Prosedural, Bukan Substansial
Tanpa pembinaan filosofis, aktivitas dakwah cenderung hanya akan menjadi rutinitas administratif saja. Kader akan beralih fokus pada mindset "apapun yang menting program berjalan" daripada memahami esensi dan nilai dakwah yang seharusnya menjadi ruh di setiap aktivitas. Akibatnya, kaderisasi kehilangan makna pembentukan karakter dan lebih mengutamakan hasil teknis. Ketika mindset yang demikian terus dirawat, maka keluhan/tudingan "Kader zaman sekarang gampang ngeluh, lemah komitmen dan kurang militansi." hanya akan terus bermunculan, sebab mereka mengerjakan sesuatu tanpa keterikatan dan kepahaman nilai serta bekal ilmu yang cukup.
3. Menurunnya Kepercayaan Diri Gerakan
Ketika gerakan dakwah kehilangan arah dan tidak memiliki narasi besar yang menginspirasi, yang memunculkan semangat pada diri kader, maka dampaknya dalah kepercayaan diri para kader juga akan ikut melemah. Mereka merasa aktivitas yang dijalankan tidak memberikan dampak besar atau signifikan, sehingga semangat juang menurun atau yang lebih parah, mulai mempertanyakan kejelasan gerakan pada hal yang 'fundamental' sekalipun. Bagi mereka yang peduli dan memiliki daya pikir kritis, akan mulai mempertanyakan persoalan-persoalan yang sejak dulu sebetulnya sudah selesai. Namun karena ketiadaan sosok yang mampu menjadi 'jawaban' di tengah kekeruhan itu, akhirnya mereka yang tadinya kader produktif justru mulai kontra-produktif, menjadi destruktif dari luar gerakan.
Dari tiga poin di atas saya rasa sudah menunjukkan seberapa vitalnya kader filosofis di dalam sebuah manajemen dakwah. Lantas sekarang, bagaimana upaya dalam melahirkan figur filosofis itu?
1. Studi Literatur Sejarah Gerakan Dakwah
Ini adalah cara paling mudah. Upaya untuk menumbuhkan filsuf gerakan ini bisa dimulai dari membaca buku-buku yang mengkaji manajemen dakwah era dahulu. Ambil hal-hal yang esensial; nilai perjuangan, kunci keberhasilan, termasuk sebab-sebab kehancuran. Ada berbagai macam buku-buku yang bisa dibaca, @mamadkhalik mungkin boleh dibantu buatkan daftarnya hehe.
2. Menghidupkan Tradisi Diskusi Kritis dan Reflektif
Diskusi adalah ruang bagi kader untuk melatih kemampuan berpikir kritis, mematangkan ide, dan mengeksplorasi pemahaman mendalam tentang dakwah itu sendiri. Pendekatan diskusi semisal analisis kasus dakwah lintas waktu sebagai komparasi dalam mencari celah (gap), untuk menemukan jembatan penghubung adalah salah satu solusi yang menurut hemat saya bisa dicoba.
2. Membentuk Komunitas Pemikir Dakwah
Bentuk komunitas kecil yang fokus pada pengembangan konsep dan strategi dakwah. Komunitas ini bertugas mempelajari isu-isu besar keumatan dan menyusun strategi dakwah berbasis nilai. Komunitas ini juga menjadi wadah untuk menyalurkan kader dengan minat intelektual tinggi. Teringat ketika Abi menyampaikan tadzkirah tentang QS. At-Taubah : 122. QS. At-Taubah: 122 menegaskan bahwa tidak semua orang perlu berada di garis depan untuk menjalankan tugas dakwah yang bersifat teknis atau operasional. Sebaliknya, ada kebutuhan untuk sebagian kelompok yang mendalami ilmu agama secara serius agar dapat memberikan arahan, nasihat, dan panduan. Saya rasa ini visi terselubung komunitas yang dibentuk mentor saya @kayyishwr dengan komunitas aamalacom nyahehe. Bagaimana menumbuhkan semangat keilmuan dan melandasi amal dengan keilmuan yang kokoh.
3. Mendorong Produksi Karya dan Pemikiran
Mungkin kader perlu distimulan dengan kebiasaan menuangkan ide dalam bentuk tulisan ataupun karya. Dengan sistematika penulisan yang jelas, misalnya menggunakan teori Golden Circle-nya Simon Sinek. Berangkat dari why, lalu how dan what, yang poin intinya, membangun cara berpikir/mengonsep ide dalam pendekatan sistematis dan komprehensif, baik itu keresahan yang mendalam, tujuan yang terukur, dsb. Sehingga harapannya dari situ tercipta basis-basis pemikir yang kuat di kalangan kader.
Kesimpulan
Dakwah kampus tidak perlu kembali sepenuhnya ke cara-cara lama, (pun saya juga paling nggak suka meromantisasi masa lalu hehe), tetapi perlu mengadaptasi nilai-nilai esensial dalam pendekatan baru. Figur filosofis yang kuat tidak hanya diperlukan untuk masa sekarang, tetapi juga untuk memastikan gerakan dakwah tetap relevan di masa depan, baik dalam programnya maupun dalam membentuk kader-kader penerusnya.
Jadi, apakah kita siap untuk mengambil langkah nyata dalam menumbuhkan kembali figur-figur filosofis ini? Jawabannya ada di tangan kita semua—para kader yang masih peduli pada urgensi dan keberlanjutan dakwah kampus.
Wallahua'lam.
9 notes · View notes
atifadhilah · 1 year ago
Text
Tentang Bahasa.
Alhamdulillaah, udah dikasih kesempatan sama Allaah tinggal di negeri yang diimpikan dulu, ga terasa udah 1 bulan kurang 2 hari. Negeri yang dulunya ku pikir, "ahh bahasa enggressnya ga perlu bagus bagus, toh orang lokalnya juga ga semuanya bisa bahasa enggrees" ujarku. Pada kenyataannya jenjeng, kalau ga bisa bahasa jepang akan sulit sekali komunikasi untuk aktivitas transaksional, dan setelah mulai mencoba belajar sedikit nihongo atau bahasa jepang, rasanya... wassalamu'alaykum. Baru sadar, betapa pentingnya bahasa untuk komunikasi.
Tumblr media
Mindset negatifku berkata, aku tuh dari dulu jelek banget di linguistic, dan average at all di subject lain (jadi kek ga ada yang dominan bagus gitu wkwk). Bahasa Indonesia aja hampir selalu remed, dan nilainya selalu terjelek pada UN baik SMP maupun SMA wkwk. Bahasa inggris? terjelek kedua wkwk meski udah les dari SD sekalipun, rasanya seperti tidak ada peningkatan progressive heu. Dulu juga pernah belajar bahasa Arab, ga tuntas karena mentok di fi'il wkwk susah bund. waktu kecil pertama kali mengaji saja, halaman 1 harus mengulang karena cuma bisa ngikutin apa yang disebut ustadnya, ga bisa nyebut sendiri even cuma alif dan ba. Satu-satunya yang bagus, bahasa jerman di SMA #selfaprecciate, tapi itu juga udah ga diterusin karena pelafalannya agak susah buatku, ku acungkan 2 jempol buat anak sastra!
Balik lagi, sekarang, liat petunjuk dimana-mana kebanyakan kanji, hiragana, katakana, kayak apa kabar alphabet? hurufnya keriting semua, kek tetiba rasanya buta huruf mendadak. Pengen nangis rasanya anxiety 'baru' muncul, cemas gabisa beli apa apa, kadang takut jalan kemana mana juga karena bahasanya se-engga ngerti itu, akhirnya the most still depends on my lovely husband, wkwk, maafkan aku. Paling mentok mungkin pake bahasa isyarat yang cuma bisa nunjuk nunjuk aja :")
Sekarang masih coba belajar dikit dikit (sambil nangis juga, wkwk), agak desperate belajar bahasa tuh, tapi bismillaah harus full of motivate, gapapa pelan-pelan, alhamdulillaah sekarang lebih ada waktu luang dan tenaga yang lebih luang juga karena udah ga sambil kerja (rodi) kayak dulu hehehe. slow progress is still progress, kalau kata buku sidu, practices make perfect.
Bismillaah, semoga segalanya dipermudah!
17 notes · View notes
adestraayubs · 1 year ago
Text
Hati yang keras, Jiwa yang lembek
Bagi saya pribadi hati yang keras itu adalah manakala sulit untuk menerima nasehat dan selalu merasa benar dan mencari pembenaran. Hati yang keras disinyalir karena kurangnya siraman ruhani, seperti membaca Quran, taklim, berkumpul dengan orang shalih, memandang orang shalih, berdzikir, dan kurang menumbuhkan nuansa ruh dalam detik demi detik, aktivitas demi aktivitas .
Ini sangat rentan menjangkiti saya bahkan kita sebagai manusia. Oleh sebab itu penting untuk menyirami sekaligus mensirkulasi hati dengan siraman yang sejuk dan mendinginkan.
Sedangkan Jiwa yang lembek adalah jiwa yang suka menghamburkan keluhan daripada muhasabah, mengumbar emosional daripada berkonsultasi, mengibarkan sisi keakuan daripada memandang kebenaran. Selalu ingin dimengerti selayaknya harapan memanjakan jiwa yang selalu ingin mulus-mulus aja atau tidak tersentuh dan tidak mau menyiapkan tersentuh dengan goncangan.
Sebagai seorang yang beriman, Allah melalui Rasulnya telah mengisyaratkan untuk menyirami diri dengan berbagai kebaikan dan selalu berdoa untuk istiqamah bernafaskan kebaikan. Karena Allah membolak-balikkan hati. Allah telah menganugrahi hati untuk memilih mana yang baik dan buruk, menganugrahi akal untuk berpikir jernih tepat atau tidaknya.
Tumblr media
24 notes · View notes