#akhwat bercadar
Explore tagged Tumblr posts
Text
Ujian pada proses ta'aruf.
Setiap orang punya ujiannya sebelum ia berlabuh pada sebuah pernikahan. Setiap orang memiliki perjuangan lika liku dalam proses ta'arufnya.
1. Ada yang gagal menikah karena si calon anak yatim piatu. Padahal diawal proses sudah dipertegas bahwa sudah tidak memiliki ayah dan ibu.
2. Ada yang tidak lanjut proses ta'aruf karena fisik akhwatnya kurang dari standard yang diinginkan si ikhwan.
3. Ada yang sudah 80% persiapan menuju hari pernikahan namun gagal menikah karena pihak ikhwan dan keluarganya ingin si akhwat bercadar.
4. Ada yang sudah bercadar namun tidak lanjut proses karena si akhwat tidak cantik seperti yang terlihat ketika bercadar.
5. Ada yang semua sepakat, si akhwat berjilbab syar'i bahkan bercadar, namun batal untuk menikah karena acara pernikahannya tidak syar'i, tidak dipisah antara tamu laki-laki dan perempuan, dan masih ada musiknya. Padahal undangan sudah tersebar, catering, gedung, dan dekor sudah siap 100%.
6. Ada yang tiba-tiba menghilang, padahal keluarga si akhwat sudah bergayung sambit menerima si ikhwan bagaimanapun keadaanya.
7. Ada yang tidak melanjutkan proses ketika si ikhwan mengajukan untuk berpoligami nantinya dan keluarga akhwatnya menolak untuk itu.
Syawal harusnya menjadi sebuah kisah manis. Namun takdir Allaah belum demikian untuknya. Ia menangis dalam sebuah telpon. Katanya, ia tidak bisa menikah dibulan syawal ini. Karena pihak ikhwannya membatalkan secara sepihak. Padahal dari awal dikatakan olehnya bahwa keluarganya masih awam jauh dari kata Sunnah. Butuh waktu untuk bisa diterima, bisa memakai hijab syar'i adalah anugerah untuknya ditengah-tengah ia berjuang mendakwahkan Sunnah kepada keluarganya.
"saya pikir dengan proses ini, anak Bapak akan bercadar. Namun selama proses, tidak ada itikad untuk mengarah kesana. Saya tidak bisa melanjutkan proses ini Jika anak Bapak tidak bercadar dan walimahan nanti tidak dipisah."
"Bapak Ibu marah besar, Nis. Katanya, jadi seperti ini laki-laki yang katamu paham agama itu. Memutuskan sepihak tanpa berlemah lembut kepada Bapak Ibumu. Ini sungguh membuat Bapak Ibu malu." Ku dengar ia tersisak menangis dalam teleponnya.
Allahuul musta'an.
Dulu sempat terbersit, apakah ada yang seperti itu. Persiapan sudah 100% rampung, gagal dalam sekejap. Rupanya itu terjadi, aku bahkan masih ingat isak tangisnya. Kini Dua tahun telah berlalu, syawal yang dulu pernah membuatnya takut untuk menikah. Kini ia telah menemukan seseorang yang Insya Allaah, Allaah ganti dengan kualitas yang jauh lebih baik.
"Buah dari tauhid dan akidah yang benar adalah akhlak yang baik." (Ust Muhammad Nuzul Dzikry, Lc hafizhahullah)
"Benar katamu, nis. Sesuatu yang hari ini kita tangisi, kelak adalah sesuatu yang akan sangat kita syukuri nantinya. Aku dulu begitu terpukul dan menangis. Mencurahkan semuanya kepada Allaah, lalu kini sesuatu yang kutangisi sangat aku syukuri sebab tidak jadi menikah dengannya. kamu tahu, nis. Sekarang Bapak Ibu sudah sering ikut kajian Sunnah. Suami sering mendengarkan kajian offline para asatidz dirumah melalui channel youTube. Dakwah memang butuh waktu ya, nis. Dengan sabar dan terus meminta pertolongan kepada Allaah agar diberikan kelembutan hati dan hidayah. Sebab sebagus apapun retrorika dakwah kita, pada akhirnya hanya Allaah yang memberikan hidayah itu sampai pada yang telah Allaah kehendaki. Masya Allaah, pada akhirnya jangan menikahi laki-laki (ikhwan) penuntut seperti itu. Yang menuntut kesempurnaan ini dan itu ada pada diri kita yang tidak sempurna. Apalagi dengan cara yang tidak berlemah lembut." Ujarnya kepadaku.
*dua tahun telah berlalu sejak kejadian itu. Luka yang dulu ia kubur dalam-dalam, kini mulai sembuh atas izin Allaah. Dan kini, ia memintaku menuliskan kisahnya dalam sebuah tulisan. Katanya, barangkali bisa menjadi pertimbangan untuk para wanita sebelum memutuskan untuk menikah. Dan barangkali sebagai ibroh bahwa jalan menuju pernikahan itu gak semuanya mulus, ada juga yang harus berkelok untuk sampai kesana.
Iya, benar. Setiap orang memiliki perjuangannya yang berbeda-beda dalam menujunya. Jadi teringat waktu proses ta'aruf dulu yang berkali-kali mengalami kegagalan, salah satunya ibu memintaku tetap bekerja sekalipun aku telah menikah. Beberapa ikhwan saat itu tidak bisa menerima hal itu. Aku memahami akan hal itu, namun akhirnya atas izin Allaah ada seseorang yang menerima akan hal itu. Dan perlahan-lahan ibu menerima pada akhirnya pilihanku untuk tidak bekerja, adalah pilihan yang ku pilih dengan kesabaran penuh tanpa menyakiti hati Ibu. Bahkan setahun pernikahan, akupun masih belum sepenuhnya bercadar. Sebab, ibu belum bisa menerima. Alhamdulillaah, sekali lagi atas izin Allaah kini ibu telah menerima ya dengan penuh keridhoan.
Bila calonmu istrimu belum mengenakan cadar karena halangan keluarganya, maka tunjukkan akhlak dan adabmu. Bukankah buah dari tauhid dan akidah yang benar adalah akhlak yang baik? Maka tunjukkan selama pernikahan engkau mampu memberinya bahagia, medidiknya dengan baik, mencukupi segala kebutuhan ya dengan penuh tanggung jawab. Pasti kelak hati orangtuanya akan tertegun, sebab seorang yang shalih begitu menenangkan.
Bila keluarga calonmu belum melaksankan pernikahan syari , jangan langsung dihakimi dan diputuskan secara sepihak. Tak mengapa bila pernikahan tak sesuai syariat. Maka tugas kita adalah memastikan bahwa setelah menikah kelak keturunan kita bisa lebih baik dari keadaan kita. Sebab tak semua keluarga menerima dan memahami dengan berlapang dada.
Sesungguhnya inilah jalan dakwahmu, berlapang dada ketika diuji dengan kondisi yang tidak kau inginkan. Siapa tahu Allaah izinkan orangtua kita menjadi lebih baik sebab upaya kesabaranmu.
Dakwah memang tidak selalu mudah. Tetapi bukan berarti kita paksakan sehingga tak melihat mudharat yang lebih besar, bukan?
Dan untuk yang sedang menunggu, Dan menuju jalan pernikahan. Sesungguhnya pernikahan ialah ibadah terpanjang yang akan kau jalani. Maka pilihlah ia yang memiliki akhlak dan adab yang baik kepada kedua orangtua bagaimanapun mereka. Seseorang yang baik akan kau temukan hatinya yang mau bersabar dan terus belajar bertumbuh bersama.
Jangan tertipu pada penampilan semata ya, ingatlah bahwa pernikahan tidak hanya menyatukan dua insan saja. Melainkan juga menyatukan dua keluarga. Menyatukan perdaban yang lebih besar lagi. Bahagiamu adalah bahagia orangtuamu juga. Demikianlah nasihat yang seringkali kita dengar. Maka teruslah meminta pertolongan Allaah, tanpa henti, tanpa tapi.
Menyempurnakannya kembali || 19.53
169 notes
·
View notes
Text
Ketika sedang ditimpa sebuah ujian, sering kali merasa menjadi manusia paling sengsara di muka bumi, menjadi si paling menderita. Seakan tak mampu lagi menjalankan kehidupan karena jalan cerita yang dimiliki terasa begitu berat.
Ceritanya hari ini habis ada kegiatan camping di luar pondok. Singkat cerita makanan dan lauk camping sisa lumayan banyak. Karena keadaan makanan juga masih sangat bagus, dan terlalu mubadzir kalau dibuang, akhirnya kita punya inisiatif buat dibungkusin pakai plastik dan mau kita bagiin ke jalan-jalan.
Awalnya agak ragu sih, karena udah pukul sembilan lewat, jalanan juga mulai sepi, dan banyak toko yang udah mulai tutup juga. Akhirnya di bawah gerimis kita nekad buat keluar pondok pakai motor.
Sampai di jalan ketemu sama bapak bapak tukang parkir, kita beraniin buat nyamperin meskipun sebenernya takut terlihat aneh (btw malem malem akhwat bercadar wkwk) dan dikira apa gitu ya...
"Pak, udah makan belum ?"
Sambil malu- malu Bapaknya jawab
"Belum Neng. Neng sendiri gimana ?"
"Udah Pak, ini ada sedikit makanan Pak. Di makan ya Pak. Ada temennya yang lain ngga Pak ?"
Raut muka Bapaknya langsung berubah. Wajahnya yang teduh kelelahan berganti mekaran senyum yang mengembang.
"Iya ada itu disana"
Akhirnya Bapak tukang parkir itu manggil temen temennya buat Deket ke kita.
"Yaa Allah makasih banyak ya Neng, semoga dimudahkan rezekinya, jadi tambah sholihah, semoga selalu dalam kebaikan. Hati hati di jalan ya..Makasih banyak ya Neng"
Rasanya seneng bgt, bisa berbagi hal yang menurut kita sangat sederhana namun ternyata bernilai sangat berharga untuk orang yang membutuhkan. Ternyata membahagiakan orang lain itu bisa menjadi kunci kebahagiaan diri sendiri.
Setelah jalan lagi, ada ibu ibu yang lagi bawa rongsokan botol bareng anaknya sambil jalan.
"Maaf Ibu.. Ibu udah makan ?"
Ibu nya jawab dengan enteng seolah tak ada masalah.
"Belum Teh."
"Ibu, ini ada sedikit makanan buat ibu sama Ade nya ya"
"Ya Allah makasih banyak ya Teh "
"Ada lagi ngga Bu yang di rumah?, ini bawa lagi aja buat yang di rumah Bu"
Patah hati bgt lihat Ade nya yang ikut Ibu itu keliling cari rongsokan botol malem-malem. Kayaknya waktu seumur itu, aku tinggal duduk di rumah sambil nonton TV dan makanan juga udah siap, tinggal makan aja, atau kalau aku ngga cocok sama lauknya tinggal bilang atau nangis aja pasti nanti diturutin. Ya Allah Dek, kamu hebat !
Terus kita lanjut jalan lebih ke bawah lagi. Karena kata Ibu tadi, di bawah lebih banyak anak-anak. Tapi semakin ke bawah, kita ga nemu siapapun, bahkan ngga ada satu pun anak-anak. Mungkin karena kita sdh terlalu malem. Akhirnya nemu di pinggir jalan ada laki laki yang lagi mengorek sampah dengan baju yang seadanya. Mungkin kalau orang ngga perhatian nggak akan kelihatan karena jalannya gelap. Yaudah kita samperin aja.
"Maaf Pak, udah makan belum ?"
Setelah denger suara kita, laki-laki itu langsung balik badan dan mencari sumber suara. DEG ! Kagetnya lagi ternyata laki laki itu bukan bapak bapak. Lebih tepatnya mungkin masih "mas-mas", karena masih sangat belia. Ya Allah di umurnya yang masih muda tapi udah harus cari uang dengan mulung sampah. Karena kita sadar itu masih 'mas-mas' akhirnya kita tanya ulang.
"Maaf Mas, udah makan belum?"
Tanpa pikir panjang, mungkin hanya sepersekian detik dari pertanyaan kita, mas mas nya ini langsung geleng kepala sambil bilang
"Belum mba"
"Ini ada sedikit makanan, dimakan ya Mas"
Buru buru mas nya langsung jatuhin tongkat sampahnya dan ngelap tangannya yang kotor ke celananya buat nerima makanan dari kita. Kok Mas nya kuat ya ? Padahal di situ bau bgtt T.T
"Satu aja cukup Mas ?"
"Iya cukup. Makasih banyak ya mbaa"
Dari situ akhirnya sadar, di luar sana ternyata masih banyak orang yang mungkin ujiannya jauh lebih berat tapi masih mampu untuk sekedar bertahan. Bahkan untuk sesuap makan aja mereka ngga bisa jamin, bisa sebegitu tawakalnya sama Allah, kalau rezeki ya ngga akan pergi kemana. Malu bgt rasanya. Sedangkan kita apa sih yang dianggap 'masalah' ? Seringkali yang sepele justru dibesar besarkan. Masih egois. Masih suka ngeluh. Merasa paling sengsara.
Padahal yang kurang itu bukan nikmatnya, tapi syukurnya yang harus di tambah.
0 notes
Text
Hati-hati, Saudaraku..
Aku mengingatkan, karna aku menyayangimu. Walaupun kita belum pernah bertemu atau saling menyapa.
Coba buka di Instagram dan lihatlah.
https://www.instagram.com/tv/CMLuw_AIIhc/?igshid=gaqe9552yvos
instagram
Ini informasi yang beberapa hari ini ku ikuti. Setelah sekian lama memilih diam. Ini sudah kali ke berapa dan terulang lagi. Semoga membuat kita lebih hati-hati..
Dulu aku menyaksikan mulai dari seorang cowo (ikhwan) yang menyamar menjadi akhwat (cewe) hingga ikhwan yang mendekati akhwat dengan dalil ngajak taaruf dkk.
Polanya juga mirip. Hati-hatilah.
Bahkan seorang akhwat yang sudah bercadar bahkan pakai burka pernah menjadi korbannya. Padahal auratnya tertutup begitu rapat. Tapi, taukah engkau? Ada lawan jenis yang entah sakit atau kelainan yang menyebabkan ia malah lebih tertarik dengan hal itu.
Dari foto-foto akhwat yang di publikasikan di media sosial menjadi bahan memenuhi kepuasan seksualnya. Itu baru foto asli. Belum yang di edit dan di pasangkan dengan tubuh orang lain yang itulah pasti tau. Sampai disebar dan digunakan untuk pemerasan.
Untuk itu aku mengingatkanmu, saudaraku. Berhati-hatilah saat memasang foto dimana pun itu. Tidak ada yang jamin aman.
Bahkan aku yang tidak pernah pasang foto wajahku. Seringkali di japri orang yang tidak jelas.
*mencegah sebelum kejadian lagi
*s&k berlaku
*InsyaAllah masih banyak ikhwan yang tidak begitu. Tapi mari bantu mereka menjaga pandangan.
Wallahualam bishowab
30 notes
·
View notes
Text
Selayang Pandang.
Bersinggungan dengan pembahasan, “Jodohmu tidak Tertukar meski Dirimu Tersembunyi.”
Seperti yang diketahui bahwa perempuan menjadi salah satu fitnah dunia, namun hal yang demikian bukan berarti laki-laki akan selamat pula, meski tidak ada hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai hal tersebut.
Sebab perempuan pun memiliki hawa nafsu walaupun tidak sebanding dengan laki-laki. Wallahu a'lam bish-shawabi.
Dikatakan oleh Asy-Syaukani rahimahullah,
“Sebabnya adalah laki-laki senang kepada perempuan karena demikianlah ia telah diciptakan (memiliki kecondongan kepada perempuan). Demikian juga, karena sifat yang telah dimilikinya, berupa syahwat untuk menikah. Demikian juga, perempuan senang kepada laki-laki karena sifat-sifat alami dan naluri yang telah tertancap dalam dirinya. Oleh karena itu, setan menemukan sarana untuk mengobarkan syahwat yang satu kepada yang lainnya, sehingga terjadilah kemaksiatan.” (Nailul Authar, 9: 231)
Sebagaimana dalam QS. Yusuf: 31,
“Maka ketika perempuan itu mendengar cercaan mereka, diundangnyalah perempuan-perempuan itu dan disediakannya tempat duduk bagi mereka, dan kepada masing-masing mereka diberikan sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf), ‘Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka’. Ketika perempuan-perempuan itu melihatnya, mereka terpesona kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka (tanpa sadar) melukai tangannya sendiri. Seraya berkata, ‘Mahasempurna Allah, ini bukanlah manusia. Ini benar-benar malaikat yang mulia’.”
Sebagaimana dalam QS. An-Nur: 30-31,
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.
Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali yang (biasa) terlihat.”
Laki-laki dan perempuan menerima perintah yang sama untuk menjaga pandangan.
Dalam tafsirnya, Allah Subhanahu Wata’ala memerintahkan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman agar menjaga dan menahan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan untuk dilihatnya, kecuali dari hal-hal yang dibolehkan.
Apabila secara kebetulan dan tidak sengaja maka harus segera dialihkan guna menghindari melihat hal-hal yang diharamkan.
Diriwayatkan dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Ali radhiyallahu ‘anhu,
“Wahai Ali, janganlah kamu susulkan pandangan pertamamu dengan pandangan kedua, karena yang dibolehkan untukmu hanya pandangan pertama (yang tidak disengaja) sedang pandangan yang kedua tidak lagi dibolehkan.” (HR. Abu Dawud)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,
“Pandangan merupakan anak panah beracun dari anak-anak panah iblis. Maka barang siapa yang menahan pandangannya dari kecantikan seorang perempuan karena Allah Subhanahu Wata’ala, niscaya Allah Subhanahu Wata’ala akan mewariskan rasa manis dalam hatinya sampai hari pertemuan dengan-Nya.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, V: 313)
Dalam tafsir (pada ayat berikutnya), Allah Subhanahu Wata’ala menyuruh Rasul-Nya agar mengingatkan perempuan-perempuan yang beriman agar tidak memandang hal-hal yang tidak dihalalkan bagi mereka.
Dikatakan oleh An Nusafi, bahwa perempuan menjaga pandangannya terhadap laki-laki yang bukan mahram itu lebih utama. Karena didahulukannya penyebutan ‘menjaga pandangan’ daripada ‘memelihara kemaluan’ karena pandangan itu mula menuju zina serta pemicu syahwat pada kemaluan. Dan, bibit hawa nafsu adalah mata yang berambisi.
Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha ketika beliau dan Maimunah radhiyallahu ‘anha berada di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, datanglah Abdullah bin Umi Maktum radhiyallahu ‘anhu dan masuk ke dalam rumah beliau (pada waktu itu telah turun perintah hijab).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan keduanya untuk berlindung (berhijab) dari Abdullah bin Umi Maktum radhiyallahu ‘anhu, lalu Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata, “Wahai Rasulullah bukankah dirinya itu buta (tidak melihat dan mengenal kami)?”
Rasulullah pun menjawab, “Apakah kalian berdua buta dan tidak melihat dirinya?” (HR. at-Tirmidzi)
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Janganlah kalian menjadi penolong setan untuk menggoda saudara kalian.” (HR. Bukhari no. 6781)
Perlu kesadaran bagi laki-laki dan perempuan untuk saling tolong-menolong dalam menjaga pandangan.
Hal ini bisa dimulai dari diri sendiri untuk tidak mengunggah foto diri di media sosial; misalnya (meski tampak belakang, ditutup stiker atau bercadar sebab yang demikian menimbulkan pergeseran esensi yaitu berusaha ditutup namun masih ingin terlihat).
Sifat jangkauan media sosial juga sangat luas dibanding di dunia nyata, siapa pun bisa mengaksesnya, terlebih bagi mereka yang memiliki banyak pengikut, sekalipun akun terkunci dan bertuliskan akhwat only, di mana tidak ada jaminan transparansi siapa pemilik asli akun yang mengikutimu, yang demikian menjadi wujud kehati-hatian bagi diri sendiri.
Segala bentuk perintah dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala terkandung hikmah, rahmat, keadilan serta kemaslahatan. Namun, manusia sukar untuk meninggalkan sesuatu yang dekat atau disukai oleh hawa nafsunya.
Hal yang juga perlu direnungkan bahwa kelak penglihatan adalah salah satu anggota badan yang menjadi saksi akhirat.
Sebagaimana dalam QS. Fushshilat: 22,
“Dan kamu tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu (terhadapmu) bahkan kamu mengira Allah tidak mengetahui banyak tentang apa yang kamu lakukan.”
Tidakkah mengerikan terkhianati anggota badan sendiri. Naudzubillah min dzalik.
Ditulis; untuk mengingatkan diri sendiri.
142 notes
·
View notes
Text
Nonton beberapa kali, tapi masih sakit hati banget waktu adegan cadar yang ditarik paksa oleh akhwat yang ndak bercadar. Juga ada adegan ikhwan bercelana cingkrang memukul ikhwan yang bersarung. Ndak tau gimana jalan pikiran pembuat film ini, mereka anggap semua yang bercadar dan bercelana cingkrang itu radikal dan anti NKRI. Padahal Rasulullah sendiri bercelana cingkrang dan istrinya pun bercadar. Allaah, semoga kita semua diberi taufiq dan hidayah untuk lebih mengenal agama yang haq ini. Kalau bisa ngereport berkali-kali pakai 1 akun, pasti udah aku lakuin :")
30 notes
·
View notes
Text
Waktu itu pertama kali ikut kajian sunnah. Sebelumnya udah aku cari tahu dulu kaya gimana sembari menguatkan hati agar berani memulai langkah pertama.
Bismillah, sambil ajakin kak sha. Pas nyampe di masjid aku ngasih tahu
"Kak, nanti jangan kaget ya kalau tempat akhwat dan ikhwannya benar-benar terjaga hijabnya. Bahkan kita gak bisa lihat gurunya. Terus nanti kajiannya kaya belajar, menjelaskan terus kita nyatet + jarang ada guyon-guyon gak penting. Sisanya biasa ada tanya jawab"
"Oooh, aku pakaiannya kaya gini jul gak apa-apa biasanya kan suka pada pake warna hitam dan bercadar." tanya temanku
"Engga kok, gak apa-apa kan namanya juga proses belajar yang penting hak aurat sudah terpenuhi yaitu tertutup dengan baik dan sempurna."
Naiklah kita ke masjid tempat kajian berlangsung. Kebetulan belum mulai namun sudah banyak akhwat dan ummahat yang datang. Bergabunglah kami ke dalam beberapa orang yang duduk di belakang. Mungkin masih menunggu, jadi kami ikut gabung buat nunggu.
"Assalamu'alaikum." kami mengucapkan salam dan duduk disebelah orang-orang yang menunggu tersebut.
Saat menunggu, datang seorang akhwat ke dekat kami duduk. Akhwat tersebut menyalami orang-orang disebelah kami, sedangkan kami dilewatinya saja. Dan bergabung dengan teman-temannya saja.
Pikiranku
"Ah, mungkin akhwat tersebut merasa tidak kenal dan malu bila harus menyalami kami. Tapi aku khawatir temanku punya stigma lain nantinya. Apalagi kami baru pertama kali takutnya dia malah jadi gak nyaman."
Akhirnya aku mengajak temanku untuk pindah duduk mengisi shaf kedua dari depan, aku memilih duduk disebelah seorang ibu.
"Assalamu'alaikum bu, ini sudah ada yang tempati belum bu?"
"Belum kok teh, masih kosong. Teteh sudah berapa kali kesini?"
"Baru kali ini bu :)"
"Wah sama lah saya juga, ini kali kedua saya ikut setelah materi yang kemarin"
Obrolan kami berlanjut sembari menunggu kajian mulai
Aku berusaha untuk membuat temanku nyaman karena ini pengalaman pertama dia meski beberapa kali aku mengajaknya ke kajian umum pasti ini jauh berbeda dari biasanya. Karena disamping dia kosong takutnya malah gak punya teman ngobrol, biar gak cuma ngobrol sama aku aja. Aku meminta untuk bertukar tempat duduk, Alhamdulillah dia bisa ngobrol juga dengan ibu yang tadi.
Akhwat yang tadi bertemu dibelakang ternyata duduk didepan shaf kami. Sebenarnya aku merasa asing, takut salah kostum juga tidak ada yang aku kenal sama sekali. Tapi aku pura-pura asik aja deh, biar temanku nyaman juga.
Selama kajian berlangsung kami hanya ngobrol dengan 2 ibu disebelah kami. Malu bila harus memulai dengan mereka, lagi-lagi aku mengkhawatirkan temanku. Karena mungkin kajian kali ini tidak 'seramah' biasanya. Setelah kajian berakhir aku bertanya kepada temanku
"Gak kapok kan ikut kajian ini?"
"Engga kok, mungkin aku perlu adaptasi lebih aja. Ngantuk soalnya hahaha"
"Godaannya gt, kan kita mau nuntut ilmu gak mungkin setan diem aja. Semangat terus yaa :)"
Pengalaman pertama dan itu sangat berkesan. Kami bertemu seorang Ibu yang masyaAllah tawadhu, khidmat ketika mendengarkan, mencatat dengan baik dan ramaaaah sekali. Itu jadi pelajaran bagi kami, bahwa mereka yang baru datang betapa bahagia disambut dengan pandangan hangat dan dirangkul untuk terus istiqomah belajar.
*Semoga Allah izinkan untuk kembali belajar di majelis-majelis-Nya
13 notes
·
View notes
Text
Mari mengenal ajaran islam yang benar dari al qur'an dan al hadist melalui beliau, berikut Biografi Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas beserta dakwa dan penyebaran islam melalui beliau di bumi nusantara.semoga allah merahmati beliau dan memberkahi ilmu ilmu neliau yg sudah menyebar ke seluruh penjuru nusantara
Ustadz Senior Salafiyyah di Indonesia
➖➖➖➖➖➖➖➖
Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas (lahir tahun 1962 di Kecamatan Karanganyar, Kebumen) adalah mubalig di Indonesia. Da'i yang dibesarkan di kota Bogor ini dikenal sebagai mubalig yang sangat perhatian dalam menebarkan sunnah.
Beliau saat ini tinggal di Bogor, Jawa Barat. Beliau adalah Pembina sekaligus pengisi Radio Rodja.
Ustad Yazid Jawaz yang dikenal dengan ceramahnya yang tegas ini ternyata mempunyai kecerdasan yang luar biasa. Siapa sangka Ustadz Senior dari kalangan Ahlus Sunnah ini mampu menghafal kitab Ulama klasik, yaitu Bulughul Maram. Kitab Bulughul Maram ini dihafal oleh Ustadz Yazid Jawwas diluar kepala.
Padahal, kitab ini terbilang sangat lengkap karena pengarangnya, yaitu Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani menyusun kitab ini dengan metode tematis (maudhu’i) berdasarkan tema-tema fikih, mulai dari Bab Bersuci (Thaharah) sampai Bab Kompilasi (al-Jami’). Ibnu Hajar juga menyeleksi beberapa hadits dari kitab-kitab shahih, sunan, mu’jam, dan al-Jami yang berkaitan dengan hukum-hukum fiqih. Karena keistimewaannya ini, Bulughul Maram hingga kini tetap menjadi kitab rujukan hadits yang dipakai secara luas tanpa mempedulikan mazhab fikihnya.
Diantara penyebabnya Ustadz Yazid dapat menghafal banyak rujukan kitab seperti Bulughul Maram adalah sebagaimana dikisahkan oleh murid-murid Yazid Jawas, bahwa dia selalu meluangkan waktu minimal 2 sampai 4 jam setiap harinya atau bahkan lebih dari itu untuk membaca kitab-kitab Islam yang bermanfaat.
📒Guru-Guru
Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas berguru kepada banyak masyaikh saat menimba ilmu di Arab Saudi. Salah satunya adalah Al-Imam Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Ustadz Yazid banyak menimba ilmu dari Syaikh ‘Utsaimin saat beliau rahimahullah masih hidup, bahkan Ustadz Yazid mengikuti kelas khusus majelis Syaikh ‘Utsaimin. Ustadz Yazid juga menimba ilmu dari Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzhahullah.
📒 Murid Syaikh Utsaimin Rahimahullah
Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas mempunyai hubungan murid dan guru dengan Ulama Besar yang bernama Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin. Beliau sempat berguru kepada Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, juga diizinkan mengikuti kelas khusus di majelis Syaikh Utsaimin. Ustadz Yazid sangat beruntung bisa berguru kepada Syaikh Ibnu Utsaimin, karena Syaikh Utsaimin adalah seorang Ulama yang terkenal. Syaikh Utsaimin mengajar pada ma’had Ilmi di Unaizah, Fakultas Syari'ah dan Ushuluddin pada cabang Universitas Ibnu Su’ud di Qosim, dekan Jurusan Aqidah dan aliran-aliran kontemporer, anggota bagian pengajaran di Univeritas Ibu Su’ud Qosim, dan bahkan merupakan anggota Hai’ah Kibaril Ulama’ (Majelis Ulama Besar Kerajaan Saudi Arabia
Suatu ketika Ustadz Mustafid Markaz bertanya kabar dari Ustadz Yazid Jawas, dengan terheran kami bertanya,
"Bima Arftahu?" (Bagaimana antum mengenalnya?)
Tak sangka nama beliau dikenal di markaz. Sangkaan kami karena beliau keturunan Hadhramaut Yaman, sehingga tak heran dikenal. "Huwa Kanaa thalib Syaikh Utsaimin rahimahullah, sami'tu min syaikh Abdullah Mar'i Hakadza", sang ustadz menjawab pertanyaan kami tadi.
"Hadza Shahih?" tambah terheran saya mendengar, karena jujur saja selama ini riwayat pendidikan dari Ustadz Yazid memang tak banyak yang mensharing-nya, sehingga informasi terbatas saja. Kemudian kami mengkonfirmasi kepada salah satu ustadz keturunan Arab yang sudah lama menetap di Yaman sejak zaman Syaikh Muqbil rahimahullah.
Kemudian beliau juga membenarkan bahwa Ustadz Yazid, merupakan murid Syaikh Utsaimin, kabar dari Syaikh Abdullah Mar'i. Tak heran Ustadz Yazid banyak mewarisi keilmuan Syaikh Utsaimin sehingga banyak pujian diberikan pada Ustadz Yazid. Seperti perkataan da'i sunnah bahwa "Di antara kemiripan Syaikh Utsaimin dengan Syaikh Yazid Jawas adalah mereka berdua adalah lautan ilmu, sama-sama dianggap Ulama Besar, dan mereka tidak mengajarkan jamaahnya untuk taklid kepada diri mereka". Dari pujian tersebut dapat kita simpulkan bahwa meskipun Syaikh Utsaimin adalah guru beliau, hal ini tidak membuat Ustadz Yazid Jawas menjadi fanatik kepada Syaikh Utsaimin.
📒 Ustadz Yazid Jawas dalam Mendakwahkan Sunnah
Tidak banyak yang tahu tentang perjuangan dakwah dari Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas dalam mendakwahkan pemahaman Salafush Shalih.
Pada awal tahun 2000-an, Lembaga Bimbingan Islam Al-Atsary (sekarang Yayasan Pendidikan Islam Al Atsary) pertama kalinya mengundang Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas ke Yogyakarta. Beliau diundang berkenaan dengan acara Tabligh Akbar yang diselenggarakan di Masjid Kampus UGM yang baru jadi (beliau sebagai pemateri). Kala itu, kondisi dakwah tidak seperti sekarang ini, dimana jumlah ikhwan dan akhwat (bermanhaj salaf) masih sangat sedikit, belum ada Radio Rodja dan Rodja TV, ma'had-ma'had dan sekolah-sekolah salaf masih sedikit, wanita berjilbab besar apalagi bercadar masih sangat asing, celana di atas mata kaki masih sangat jarang, shof-shof di Masjid belum rapat dan masih banyak kata sedikit atau jarang lainnya bila dikaitkan dengan kondisi dakwah pada saat itu. Kondisi dakwah pada saat itu juga sedang diuji oleh saudara-saudara kita jauh diseberang sana.
Tatkala dalam perjalanan, kami dan beberapa asatidz sempat berdiskusi dengan beliau, terutama berkaitan dengan kondisi dakwah pada saat itu. Ditengah-tengah diskusi tersebut beliau berkata "Saya yakin, In syaa Allah, dakwah salaf akan berkembang di negeri ini". Sebuah kalimat penuh keyakinan yang keluar pada saat kondisi dakwah diuji dengan berbagai ujian.
Kini, setelah belasan tahun berlalu, Alhamdulillah kalimat beliau sedikit demi sedikit mulai menjadi kenyataan. Dakwah salaf mulai berkembang dan dikenal masyarakat, wanita bercadar bukan sesuatu yang sangat asing laki, celana di atas mata kaki tidak dibilangin banjir lagi, shof-shof masjid mulai rapat (kami rasakan di Yogyakarta), ma'had-ma'had dan sekolah-sekolah salaf mulai berjamuran, sarana-sarana dakwah berkembang (Radio, TV, Majalah-majalah, buletin-buletin dan lain sebagainya), masyarakat berbondong-bondong dari kelas petani sampai pejabat mulai hijrah ke manhaj ini. Alhamdulillah allaadzi bini'matihi tatimmushalihaat.
📒 Ketika Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat Berkenalan dengan Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas
Pada kajian pagi yang disini oleh Ustadz Sulam Mustareja yang membahas kitab "Mulia Dengan Manhaj Salaf", Beliau bercerita pada mukadimahnya bahwa kemarin beliau duduk di majelis Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, sahabat dekat Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, penulis buku yang sedang dibahas pada kajian tersebut. Ada pertanyaan di secarik kertas, yang tadinya Ustadz Sulam berpikir bahwa itu pertanyaan tidak penting dan tidak akan dijawab oleh Ustadz Abdul Hakim. Apa pertanyaannya? Singkat saja pertanyaannya adalah "Sejak kapan kenal Ustadz Yazid?".
Ternyata Ustadz Abdul Hakim menjawabnya dengan cukup rinci. Seakan-akan beliau sedang teringat sahabatnya yang sekarang ini sedang menghadapi tantangan dakwah yang cukup terjal, sampai-sampai masjid tempat sehari-hari beliau beribadah dan berdakwah dibekukan karena desakan demo sekelompok orang.
Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat bercerita bagaimana awal-awal beliau hanya sekolah sampai SMP kelas 2. Sebab, orang tua beliau telah mengarahkannya guna bisa lebih konsentrasi menggeluti bidang agama. Sampai suatu ketika, pada tahun 1980-an LIPIA baru dibuka. Beliau ikut mendaftar tapi ditolak karena ketiadaan ijazah. Singkat cerita, atas upaya keras dan bantuan dari Ibunda beliau yang sampai menemui pendiri lembaga tersebut yang ternyata masih ada hubungan keluarga, maka diterimalah Ustadz Abdul Hakim di LIPIA walaupun tanpa ijazah sekolah resmi.
Setiap selesai kuliah, Ustadz Abdul Hakim tidak kemana-mana kecuali ke perpustakaan menekuni berbagai kitab. Suatu ketika, datanglah seorang pemuda ke perpustakaan, yang sama tekunnya dengan beliau, setiap hari terus datang dan melahap semua kitab-kitab di sana. Ustadz Abdul Hakim memperhatikan pemuda tersebut selalu membawa secarik kertas kecil dan pena untuk mencatat faidah dari kitab-kitab yang ditekuninya. Dari saling pandang, tersenyum, maka berkenalanlah Ustadz Abdul Hakim dengan pemuda tersebut. Dialah Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
Dari seringnya diskusi yang mereka lakukan berdua di perpustakaan, maka mereka berdua saling cocok satu sama lain. Mulailah fase dakwah mereka di masa-masa tersebut yang tentu saja banyak tantangannya. Alhasil, perpustakaan menjadi basis mereka berdua sebagai tempat belajar, berdiskusi, membedah berbagai persoalan agama dan lain-lain. Terkadang, datang tantangan-tantangan debat dari pihak-pihak yang kontra dengan dakwah mereka dan mereka layani di perpustakaan tersebut.
Hingga kini, kita sama-sama tahu kiprah dan kualitas mereka berdua dalam dakwah sunnah. Semoga Allah senantiasa menjaga mereka berdua dalam mengawal dakwah salaf yang penuh berkah ini.
📒 Kisah Kesabaran Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Cerita ini disarikan dari teman akrab Ustadz Yazid saat i'tikaf di Masjid Ar Rayyan Taman Cimanggu sekitar tahun 2000-an. Beliau bercerita kepada kami layaknya seorang bapak menceritakan pengalamannya kepada anaknya.
"Masjid ini tidak akan berdiri tegak tanpa Ustadz Yazid. Warga perumahan ini tidak akan mengenal sunnah tanpa kesabaran Ustadz Yazid, teman sekaligus guru saya". Beliau (Fadhilatusy Syaikh Yazid bin Abdul Qodir Jawas) hafizhahullah rela menolak mengajar di Madinah oleh Syaikh Utsaimin rahimahullah hanya demi cintanya kepada tanah kelahirannya.
Sampailah beliau tinggal di sekitar perumahan Taman Cimanggu. Dari sinilah kesabaran beliau diuji. Mulai dari ancaman rumahnya mau dibakar sampai mau dibunuh. Pernah suatu hari, di salah satu musholla/masjid pemukul bedugnya hilang. Lalu dituduhlah beliau sampai-sampai mau dipenjara. Namun tuduhan tersebut hanyalah tuduhan tanpa bukti.
Puncaknya beliau diusir dari rumahnya, hanya kajian beliau lebih banyak jamaahnya ketimbang kajian kelompok mereka. Namun, apa yang terjadi? Api dakwah padam? Tidak..!! Semangat dakwah beliau tetap membekas seiring pengusiran mereka. Banyak dari mereka akhirnya sadar akan kesalahannya. Bahkan sempat meminta maaf kepada beliau termasuk yang ikut mengusir beliau.
Berkat kesabaran dan doa beliau, manhaj salaf bersemi di dada-dada mereka. Sehingga tegaklah masjid yang menjadi tempat sholat warganya, tempat i'tikaf dan kajian bagi sekitarnya.
📒 Beberapa kisah tentang Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Diceritakan oleh Ustadz Abu Usamah, bahwa Ustadz Yazid selalu mengumpulkan 11 orang anaknya untuk membaca minimal 4 jam kitab ulama dalam sehari.
Diceritakan oleh Ustadz La Ode Abu Hanifa bahwa Ustadz Yazid memiliki jadwal yang padat, beliau mengurus keluarga dan mendidik anak beliau, beliau juga berdagang tetapi masih sempat baca kitab ulama, mengkajinya dan memberi kajian rutin.
Diceritakan oleh Ustadz Andika dari Cirendeu, beliau takjub dengan akhlak Ustadz Yazid. Suatu ketika datang tamu ke Ma'had Minhajus Sunnah, dan disediakanlah air teh manis sebagai minuman sang tamu. Namun ketika tamu sudah pulang, Ustadz Yazid melihat air teh yang belum habis diminum. Lalu beliau membawa sisa air minum tadi ke kamar mandi. Alih-alih bukannya air dibuang ke saluran pembuangan, malah dibuang ke bak mandi.
Lalu Ustadz Andika bertanya ke Ustadz Yazid, "Ya ustadz kenapa dibuangnya di bak mandi?"
Al-Ustadz menjawab: "Sayang kalo dibuang, kan masih bisa dipakai buat mandi. Dan air teh yg merah ini pun akan larut bersama air bak mandi yg lebih banyak. Dan ana takut ditanya Allah cuma karena membuang sisa air teh."
Di setiap kajian rutin maupun tabligh akbar, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas tidak jauh-jauh dari pembahasan aqidah, manhaj, tauhid, syirik, dasar Islam, sunnah dan bid’ah. Ustadz Yazid tahu bahwa inti dakwah adalah tauhid, tauhid dan tauhid.
Adapun di antara asatidz kita yang merupakan murid dari Ustadz Yazid adalah:
1. Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc (Murid sekaligus memiliki hubungan kekeluargaan dengan Ustadz Yazid, karena Ustadz Yazid adalah kakak ipar Ustadz Badrusalam)
2. Ustadz Abu Usamah, Lc
3. Ustadz Zainal Abidin bin Syamsudin, Lc
4. Ustadz Abdullah Zaen, MA
5. Ustadz La Ode Abu Hanifa
6. Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, MA
7. Ustadz Fathi bin Yazid (anak kandung Ustadz Yazid)
8. Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA
Dan masih banyak lagi yang lainnya (Hampir seluruh ustadz-ustadz sunnah berguru kepada Ustadz Yazid).
📒 Karya-Karya Ustadz Yazid
1. Buku "Prinsip Dasar Islam Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah", penerbit Pustaka At-Taqwa
2. Buku "Jalan Kebahagiaan Keselamatan Keberkahan", penerbit Media Tarbiyah
3. Buku "Jihad Dalam Syariat Islam dan Penerapannya di Masa Kini", penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
4. Buku "Waktumu Dihabiskan Untuk Apa?", penerbit Pustaka At-Taqwa
5. Buku "Panduan Shalat Jum’at Keutamaan Adab", penerbit Pustaka At-Taqwa
6. Buku "Sebaik-Baik Amal Adalah Shalat", penerbit Pustaka At-Taqwa
7. Buku "Sifat Wudhu dan Shalat Nabi", penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
8. Buku "Syarah Aqidah Wasithiyah Prinsip Aswaja", penerbit Media Tarbiyah
9. Buku "Istiqamah Konsekuen Konsisten Menetapi Jalan Ketaatan", penerbit Pustaka At-Taqwa
10. Buku "Haramnya Darah Seorang Muslim", penerbit Media Tarbiyah
11. Buku "Taubat Kewajiban Seumur Hidup", penerbit Media Tarbiyah
12. Buku "Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah", penerbit Pustaka At-Taqwa
13. Buku "Jihad Dalam Syari'at Islam", penerbit Pustaka At-Taqwa
14. Buku "Panduan Keluarga Sakinah", penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
15. Buku "Ritual Sunnah Setahun", penerbit Media Tarbiyah
16. Buku "Kiat-Kiat Islam Mengatasi Kemiskinan", penerbit Pustaka At-Taqwa
17. Buku "Kupas Tuntas Memahami Kalimat Syahadat", penerbit Media Tarbiyah
18. Buku "Fiqih Shalat Berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah", penerbit Media Tarbiyah
19. Buku "Sifat Shalawat Nabi", penerbit Salwa Press
20. Buku "Mulia Dengan Manhaj Salaf", penerbit Pustaka At-Taqwa
21. Buku "Syarah Kitab Tauhid", penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i
22. Buku "Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah", penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i
23. Buku "Syarah Arba'in An-Nawawi", penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i
24. Buku "Hukum Lagu, Musik dan Nasyid", penerbit Pustaka At-Taqwa
25. Buku “Dzikir Pagi Petang dan Sesudah Shalat Fardhu”, penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
26. Buku “Doa dan Wirid”, penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i
Itulah biografi singkat Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafidzhahullah. Ya Allah. Lindungilah beliau, jagalah beliau, mudahkanlah urusan beliau, balaslah kebaikan beliau dengan balasan yang sebaik-baiknya.
Tulisan dikutip dari ayatkursi.com dan berbagai sumber yang tsiqoh
Semoga bermanfaat.
Disusun oleh Rerey
5 notes
·
View notes
Photo
Kelam kalem si Cadar
“Enggak semua wanita bercadar itu faham ilmu agama
Sebab bercadar itu bukan berarti berubah menjadi malaikat.”
“Jangan ngejudge wanita bercadar itu kalem dan lembut”
“Ga usah urusin hidup orang”
Pernah dengar kata kata seperti di atas?
Saya kira teman-teman yang aktif dalam bersocial media sering mendapatinya di kolom komentar ukhti bercadar, sebagai pembelaan terhadap nitizen yang mengingatkan si ukhti agar segera menghapus foto/vidionya.
Sebenarnya saya di sini tidak ingin menjudge dan datang dengan setumpuk dalil-dalil yang melarang akhwat untuk berselfie ria dan menampakkan diri di medsos.
Sebab saya akui saya pun dahulu seperti itu, dan sangat sulit menghentikannya. Apalagi ketika kita memiliki deretan foto bagus nan menarik di gallery hape. Sungguh sulit mengalahkan nafsu ingin memajang foto ini, bahkan saya pun kadang kalah.
bercadar memang tidak serta merta menjadikan diri kita bagai malaikat yang sempurna dalam amal ibadahnya tapi hal tersebut tidak bisa menjadi pembenaran dalam melakukan segala sesuatu. Sebab bercadar itu harus siap dengan segala tanggung jawab yang ada, salah satunya dengan menjaga kehormatan cadar itu sendiri. Itulah mengapa ulama-ulama kita menekankan agar berilmu dahulu sebelum beramal agar tidak tergelincir dan yang paling buruk adalah mencoreng wajah syari’at ini.
sebab ketika mengamalkanya mau tidak mau kita harus siap menjadi icon agama ini,
Allaah memang tidak pernah menuntut kita sempurna dalam ta’at pada-Nya
Tapi bukankah hal yang bodoh ketika kita tau Allaah itu maha baik, dan menjadi pelegalan diri untuk terus berlaku Dzalim pada Allaah?
Kalau di bilang wanita bercadar itu kalem dan lembut yaaa sebenarnya nyatanya gak harus begitu, sebab sifat orang itu berbeda-beda asalkan hal seperti itu di letakkan pada tempat yang benar, dan di cukupkan dengan teman-teman dekat serta keluarga saja, setidaknya itu yang saya pelajari dari beberapa ummahat di tempat kajian.
Mungkin bagus kalau saya ceritakan kalau sayapun dulu pas masa SMA pernah menangis karna waktu itu saya akhwat yang paling syari (belum bercadar), di kalangan teman sekolah. tapi sayangnya yang paling gak bisa diam dan sangat aktif. Aktif di sini bukan Cuma dalam kegiatan keorganisasian tapi juga secara jiwa dan karakter memang anak yang ceria. Sampai suatu masa ada salah seorang yang menegur “kok syari tapi gak bisa kalem” jlebbb… kata kata itu masuk betul sampai ulu hati, dan sukses buat saya berhari-hari menangis karna tak sama dengan akhwat syar’i lain, namun seiring berjalannya waktu.. saya menyadari untuk ta’at tak harus menjadi sama kita bisa taat dengan cara kita masing – masing , dan saya yakin tiap orang punya cara mengatasi masalahnya sendiri..
Pada akhirnya saya mencoba mengurangi ‘keceriaan’ itu di beberapa circle yang menurut saya tak perlu, dan menunjukan sifat semacamnya dengan orang-orang yang dekat seperti sahabat dan keluarga.
Mungkin memang beberapa orang akan marah ketika di ingatkan, dan meminta kita untuk diam sembari tak mengurusi hidupnya. Tapi andai semua aktivis dakwah dan ulama’ di dunia ini diam dan menyembunyikan ilmunya entah siapa lagi yang akan menyebarkan agama yang mulia ini. saya pun tak pernah menjamin diri ini akan istiqomah sampai ajal menghampiri, saya juga sangat berterima kasih seandainya suatu saat nanti saya jatuh kedalam kemaksiatan, dirimupun dengan semangat menarik saya ke jalan yang di ridhoi Allaah.
-23.30
6 notes
·
View notes
Text
Oleh Ustadz Abu Abd rahman bin Muhammad Suud Al Atsary hafidzhahullah
Kebahagian tertinggi orang tua adalah ketika melepas putra putrinya untuk merajut rumah tangga. Sebagaimana juga kebahagiaan seorang gadis ketika ia mendambakan untuk bersanding dengan seorang pangeran dalam hidupnya untuk menuntun dan juga menjadi imamnya.
Wahai saudariku, wahai saudaraku, aku tidak akan membebanimu untuk mengecek penomoran hadits atau ayat. Aku tidak akan memberatkanmu dengan teori-teori seputar rumah tangga atau tumpukkan kitab yang membahas rumah tangga, karena semua itu telah engkau pelajari di majelis ilmu. Hanya saja, dengan coretan tulisanku ini, ingin sedikit memberimu siraman embun, nasehat dan wasiat, baik engkau akan dan sedang atau telah menjalani prosesi berumah tangga.
Semoga nasehatku mengalir, mewakili ucapan lisanku, yang tentu engkau, wahai saudaraku mengetahui, bahwa lisanku tidak selancar tulisanku karena bawaan lahir. Aku mengharap keikhlasan dan nasehatku diterima oleh hati, karena apa yang dari hati akan diterima oleh hati.
Aku adalah suami dari seorang istri yang telah 14 tahun berjalan menempuh rumah tangga, juga kakak dari seorang adik wanita dan adik dari seorang kakak wanita yang aku mencintai mereka semua, juga paman dari empat keponakan wanita (di surabaya dan bandung).
Dengarkanlah sedikit nasehatku, bila engkau melihat aku layak untuk itu, nasehat yang tulus dan jelas.
Sebagian gadis, akhwat, wanita....(dengan segala keluguannya). Terutama yang telah mengenal kata hijrah, terlalu tinggi imajinasi, dan impiannya.
Gambaran dipelupuk mata mereka adalah prosesi hijrah, ganti casing, berjilbab besar, bahkan bercadar. Lalu, akan bertemu seorang pangeran (yang juga sudah ngaji), menjalin ta'aruf, menikah, dan hidup bahagia selamanya. Ternyata, kartun romantis yang mereka lihat ditelevisi telah meliputi pemikiran mereka, Sehingga mereka, tidak mau bangun dari tidur, dari khayalan dunia awan.
Intinya, rumah tangga itu, putri dan pangeran hidup bahagia selamanya. Sehingga, ketika kaki mereka telah turun dari khayalan dan dunia sepatu kaca, lalu menapaki sebuah mahligai rumah tangga nyata, di alam yang bisa di rasa.
Keterkejutan dan syok meliputi hati. Kok begini, kok begitu, tidak seperti ini rumah tangga yang aku idamkan dan hayalkan. Sebuah protes dari hidup khayalan ketika bertemu dengan kenyataan.
Ketahuilah, rumah tangga janji kokoh, yang berisi kepemimpinan, kedewasaan, membimbing, pengorbanan, getir, pahit, dan manis sekaligus. Ia bukan mimpi disiang hari, atau dunia peri dan barbie, sebagaimana hayalan pemuda pemudi hari ini.
Bukan pertemuan tidak sengaja, lalu pandangan mata turun ke hati, hadiah sepatu kaca, istana, dan memadu kasih setiap hari. Jauhkan ilusi semacam itu!!!
Engkau tidak hidup di awang-awang, wahai saudaraku.
Rumah tangga adalah ilmu, yakni engkau harus berilmu, sebelum memasukinya.
Rumah tangga adalah tanggung jawab, yakni engkau berkewajiban membawa keluarga mu menuju Allah dan ridha-Nya.
Rumah tangga adalah pengorbanan, tetesan penuh, perhatian. Temaramnya mata, menahan kantuk karena menjaga bayi yang di lahirkan oleh istrimu, dan juga popoknya.
Rumah tangga, adalah bagaimana engkau menjadi imam bagi istri dan putra putrimu.
Rumah tangga adalah kebijaksanaan ditengah badai, yang mungkin berakibat guncangan, baik karena keuangan, masalah dengan mertua, anak, suami, istri atau tetangga.
Rumah tangga adalah senyuman, kesedihan, dan derai air mata, sekaligus, dan setiap saat.
Rumah tangga adalah, kesiapanmu bersabar, membangunkan anggota keluargamu, untuk shalat, bangun sahur, dan mengajari mereka Al-Qur'an dan sunnah Nabi-Nya shalallahu 'alaihi wa salam.
Rumah tangga, engkau ditengah kesibukanmu, masih mengingat majelis ilmu, dan mendatanginya.
Bukan rumah tangga, sekedar, buat anak (???), beri belanja, lalu selesai.
Atau, engkau bangun di dini hari memasakkan air panas untuk teh dan sarapan suamimu yang mau berangkat kerja, lalu engkau bersiap sopping dengan teman-temanmu.
Atau, engkau serahkan semua kesulitan, rengekan, dan riuhnya bayi-bayimu pada pelayanmu, agar kuku dan kulit terjaga kehalusannya, sampai sampai engkau tidak mengetahui perbedaan kunyit dan jahe serta laos, bisamu hanya berhias, jalan-jalan, dan foto-foto.
Atau bisamu, saat menemui kesulitan, engkau serahkan pada pasanganmu, lalu engkau cuci tangan dan menyembunyikan diri, layaknya wanita dan kehilangan kelelakianmu di depan sebuah masalah.
Atau menutup mata dari kesulitan pasanganmu, dengan gatget diatas pembaringan, dengan segudang game, sampai sampai istrimu, tidak bisa berhias untukmu secara wajar, dan beruban sebelum waktunya, karena kekanak-kanakanmu dalam memimpin bahtera.
Engkau tidak bisa jadi imam yang baik, sebagaimana istri tidak bisa menjadi istri yang baik, karena sedikitnya ilmu, pengorbanan, dan tingginya khayalan. Sehingga kaki tidak pernah terinjakkan ke bumi.
Tidak ada kasih sayang, rahmat, atau nasehat dalam rumah tangga, semua warga rumah tangga mendayung dengan berbeda arah, lalu terhempaslah biduk, dan runtuhlah penumpang kedasar jurang neraka.
Nasalullaha Salama wal Afiah
2 notes
·
View notes
Text
Merumitkan
"Aku sebenarnya bebas Lin mau nikah sama siapa, yang penting syarat wajibnya dia hafizhoh. Beberapa kali aku ngajuin nama ke ummiku, ternyata ditolak haha. Umi pengen selain hafizhoh juga bisa Bahasa Arab. Yaudah lah, aku manut aja, eh dicariin haha”, ujar temanku
Dalam diskusi tadi siang di Walimah salah satu kawan SMA tadi siang, ada sebuah perkara tentang idealisme yang ternyata semakin lama semakin luntur. Yaitu tentang penetapan, bagaimana kriteria jodoh kita nantinya
Dulu semasa SMA, dan mungkin bagi beberapa kawan yang melanjutkan kuliah di bidang agama, masih bisa bertahan dengan idealisme ini. Pokoknya taaruf, yang penting dia dianggap shalihah entah dengan kriteria lulusan pondok, kriteria bercadar, hafal Al Quran, atau bahasa Arab. Pokoknya udah terbayang, kalau nanti siap tinggal bilang ustadz kalau pengen nikah, nanti tinggal dicariin yang terbaik.
Setelah masuk Kampus, ternyata semua idealisme itu berubah yang kadang jadi rumit dan merumitkan. Ketemu sama akhwat satu, ketemu akhwat lainnya, akhirnya mulai membayangkan dan membandingkan. Mulai menurunkan idealisme karena alasan udah nyaman sama orang, padahal nyatanya bisa jadi kitanya yang keterusan ndak bisa menjaga batasan. Pengen si A, cantik soalnya. Pengen si B, pinter soalnya. Pengen si C, kata-katanya bagus soalnya. Dan soalnya-soalnya lainnya.
Kadang pengen balik ke idealisme yang lama, jadi hidup gak galau. Gak dihantui kecemasan dia suka aku juga apa ndak. Gak disibukkan dengan pikiran bagaimana bisa tampil menarik dan terbaik di hadapannya.
Yaudah kalau terlanjur ndapapa, yang penting dijaga hatinya. La mau gimana lagi coba, udah terlanjur terpapar sih haha. Boleh kok doa, tapi harus sadar, dalam doa itu kita bukan minta dia, tapi kalau memang dia yang terbaik ya semoga dimudahkan, kalau emang ada yang lain yang lebih baik, semoga dipertemukan dengan sebaik-baik pertemuan.
Kadang beberapa perkara memang kita sendiri yang suka merumitkan. Selamat sama-sama berdoa, semoga kita dipertemukan, entah di dunia, atau minimal nanti di surga
Huda S Drajad 29.09.2019
25 notes
·
View notes
Text
Sharing : Pesona Akhwat
Berawal dari postingannya clampabi, “Cadaran tapi selfie”, aink jadi keingetan pengen nulis tentang topik menjaga pandangan. Aink sih pengennya ada yang sharing pendapatnya juga ntar di akhir bahasan, bisa via komen atau reblog. Because, topik ini buat aink masih menggantung,.
Ada perintah di Quran,
“Katakan pada pria-pria yang merasa punya iman, hendaklah mereka menjaga pandangannya” Surat An-nuur ayat 30 translasinya aink kutip dari kajiannya ust. Adi Hidayat yang berjudul ‘Motivasi Kehidupan untuk yang terus Dilanda Masalah” Ust. Adi juga menjelaskan bahwa arti dari menjagap andangan itu bukan tidak boleh melihat, tapi MEMALINGKAN pandangan dari yang dilarang Allah. Salah satu adab sopan santun ketika berbicara dengan orang lain kan memandang wajah orangnya, cuman yang dimaksud Allah memalingkan pandangan itu ketika pandangannya melahirkan syahwat atau hal yang dilarang oleh Allah.
Lucu juga sih ketika ada orang beda jenis kelamin ngobrol di ruang publik tapi saling nunduk, ato jamaah pengajian yang Ustadnya ngadep timur, jamaah ceweknya ngadep ke barat. Aink setuju sama pendapatnya Ust. Adi, memalingkan pandangan ga gitu-gitu juga kali. Ini link dari bagian ceramah yang aink kutip, aink saranin denger full sih ya, siapa tau kalian hidupnya lagi banyak masalah juga.
link
Yang pengen aink bahas adalah kesulitan aink sebagai lelaki normal dalam menjaga pandangan. Sulit, karena di jaman sosmed kayak gini gampang banget nemu konten konten yang ‘memanjakan mata’. Aink ga nyebut soal birahi/sex aja ya, tapi juga ke arah menikmati apa yang dipandang tanpa sexual desire,, liat wajah misalnya,. Kesulitan ini juga yang waktu itu ngedorong aink untuk segera menikah. Biar lebih nyante dan lebih bisa ngehandle kalo lagi liat sesuatu yang ‘memanjakan mata’.
Disini Aink blak-blakan aja ya, menurut preferensi aink “Lebih sulit memalingkan pandangan dari Akhwat berjilbab, dari pada cewek Sexy dengan busana kurang bahan”
Cowok lain mungkin punya preferensi lain dan aink aja yang ngaco. It’s okey, pria punya selera. Aink ga akan nyalahin akhwat-akhwat yang berjilbab untuk menutup auratnya itu urusan mereka. Cuman ironisnya, somehow jaman sekarang cewek berjilbab justru malah jadi lebih tampak ‘eyecatching’ dari yang ga nutup aurat.
Kalo aink nih ya, liat cewek yang sexy di jalan atau sosmed, gampang banget untuk memalingkan pandangan karena uda kayak ada alarm “Rubah, itu aurat!, jangan dilihat”. Selesai urusan.
Masalah jadi ribet ketika aink memandang cewe berjilbab tapi malah ‘memanjakan mata’. ‘Alarm’ alami aink ga terlalu fungsional untuk objek pandangan kayak gini. Aurat mereka tertutup sempurna, tapi keinginan untuk memandang malah makin gede. Ironis
“Ih cantik”, “Lucu tuh akhwatnya”, “MasyaAllah ukhti,..”
Apalagi sekarang, akhwat-akhwat bercadar,... mereka yang nampak cuma matanya aja, tapi kok bisa ‘lebih enak untuk dipandang?’.
Something miss. Padahal aurat wanita disuruh ditutup biar ga menarik perhatian lawan jenis.. Biar terjaga dari gangguan,. Tapi kok sekarang ada akhwat yang nutup mayoritas tubuhnya, tapi bisa jadi sebegitu menariknya untuk dilihat,.
ini aink nya aja yang bermasalah, ato ada orang lain juga yang bisa relate?
Any thoughts??
104 notes
·
View notes
Text
💦```Fawaid Edisi Khusus``` 💦
👠 *RUMAH TANGGA BUKAN DONGENG CINDERELLA*
🖋Ustadz Abu Abd Rahman bin Muhammad Suud al Atsary حفظه الله تعالى
Kebahagian tertinggi orang tua, adalah ketika melepas putra putrinya untuk merajut rumah tangga.
Sebagaimana juga kebahagiaan seorang gadis, ketika ia mendambakan untuk bersanding dengan seorang "pangeran" dalam hidupnya untuk menuntun dan juga "menjadi imamnya".
Wahai saudariku, wahai saudaraku, aku tidak akan membebanimu, untuk mengecek penomoran hadits, atau ayat.
Aku tidak akan memberatkanmu dengan teori - teori seputar rumah tangga, atau tumpukkan kitab yang membahas rumah tangga, karena semua itu telah engkau pelajari di majelis ilmu.
Hanya saja, dengan coretan tulisanku ini, ingin sedikit memberimu 'siraman embun', nasehat dan wasiat, baik engkau akan, dan sedang, atau telah menjalani prosesi berumah tangga.
Semoga nasehatku mengalir, mewakili ucapan lisanku, yang tentu engkau, wahai saudaraku mengetahui, bahwa lisanku tidak selancar tulisanku, karena bawaan lahir.
Aku mengharap keikhlasan, dan nasehatku diterima oleh hati, karena apa yang dari hati, akan di terima oleh hati.
Aku adalah suami dari seorang istri, yang telah 14 tahun berjalan, menempuh rumah tangga, juga kakak dari seorang adik wanita dan adik dari seorang kakak wanita yang aku mencintai mereka semua, juga paman dari empat keponakan wanita (di Surabaya dan Bandung).
Dengarkanlah sedikit nasehatku, bila engkau melihat aku layak untuk itu, nasehat yang tulus dan jelas.
```Sebagian gadis, akhwat, wanita.... (dengan segala ke-lugu-annya).```
```Terutama yang telah megenal kata "hijrah", terlalu tinggi imajinasi, dan impiannya.```
```Gambaran di pelupuk mata mereka adalah,
Prosesi hijrah, ganti casing, berjilbab besar, bahkan bercadar...```
```Lalu , akan bertemu seorang pangeran (yang juga sudah ngaji), menjalin "taaruf", menikah, "dan hidup bahagia selamanya" ( • ).```
```Ternyata, "kartun romantis" yang mereka lihat di televisi, telah meliputi pemikiran mereka.```
Sehingga...
Mereka, tidak mau bangun dari "tidur" dari khayalan "dunia awan".
Intinya, "rumah tangga itu, putri dan pangeran hidup bahagia selamanya".
Sehingga, ketika kaki mereka telah turun dari khayalan dan "dunia sepatu kaca", lalu menapaki sebuah mahligai rumah tangga nyata, di alam yang bisa di rasa.
"Keterkejutan" dan "syok" meliputi hati.
"Kok begini, kok begitu, tidak seperti ini rumah tangga yang aku idamkan dan hayalkan !!!".
Sebuah protes dari hidup khayalan ketika bertemu dengan kenyataan.
```Ketahuilah, rumah tangga 'janji kokoh', yang berisi kepemimpinan, kedewasaan, membimbing, pengorbanan, getir, pahit, dan manis sekaligus.```
```Ia bukan mimpi di siang hari, atau dunia "peri" dan barbie, sebagaimana hayalan pemuda pemudi hari ini.```
```Bukan pertemuan tidak sengaja, lalu pandangan mata turun ke hati, hadiah sepatu kaca, istana, dan memadu kasih setiap hari.```
*JAUHKAN ILUSI SEMACAM ITU !!!.*
```Engkau tidak hidup di awang - awang, wahai saudaraku.```
```Rumah tangga adalah ilmu, yakni engkau harus berilmu, sebelum memasukinya.```
```Rumah tangga adalah tanggung jawab, yakni engkau berkewajiban membawa keluargamu menuju Allah ﷻ dan ridha-Nya.```
```Rumah tangga adalah pengorbanan, tetesan peluh, perhatian.... temaramnya mata - menahan kantuk karena menjaga bayi yang dilahirkan oleh istrimu, dan juga popoknya.```
```Rumah tangga adalah bagaimana engkau menjadi imam bagi istri dan putra putrimu.```
```Rumah tangga adalah kebijaksanaan di tengah badai, yang mungkin berakibat guncangan, baik karena keuangan, masalah dengan mertua, anak, suami, istri atau tetangga.```
```Rumah tangga adalah senyuman, kesedihan, dan derai air mata, sekaligus, dan setiap saat.```
```Rumah tangga adalah, kesiapan mu bersabar, membangunkan anggota keluargamu, untuk shalat, bangun sahur, dan mengajari mereka al quran dan sunnah nabi ﷺ.```
```Rumah tangga engkau di tengah kesibukanmu, masih mengingat majelis ilmu, dan mendatanginya.```
*Bukan rumah tangga, sekedar, "buat anak" (???), beri belanja, lalu selesai.*
*Atau, engkau bangun di dini hari, memasakkan air panas untuk teh dan sarapan suamimu, yang mau berangkat kerja, lalu engkau bersiap shoping dengan teman - temanmu.*
*Atau, engkau serahkan semua kesulitan, rengekan, dan riuhnya bayi - bayimu pada pelayanmu, agar "kuku dan kulit" terjaga kehalusannya, sampai - sampai engkau tidak mengetahui perbedaan kunyit dan jahe serta laos, bisa mu hanya berhias, jalan jalan, dan foto - foto.*
*Atau bisa mu, saat menemui kesulitan, engkau serahkan pada pasanganmu, lalu engkau cuci tangan dan menyembunyikan diri, layaknya wanita dan kehilangan -kelelakianmu-di depan sebuah masalah.*
*Atau menutup mata, dari kesulitan pasanganmu, dengan gadget di atas pembaringan, dengan segudang game, sampai - sampai istrimu, tidak bisa berhias untukmu secara wajar, dan "beruban" sebelum waktunya, karena kekanak - kanakanmu dalam 'memimpin' bahtera.*
*Engkau tidak bisa jadi imam yang baik, sebagaimana istri tidak bisa menjadi istri yang baik, karena sedikitnya ilmu, pengorbanan, dan tingginya khayalan.*
*Sehingga kaki tidak pernah terinjakkan ke bumi.*
Tidak ada kasih sayang, rahmat, atau nasehat dalam rumah tangga, semua "warga rumah tangga" mendayung dengan berbeda arah, lalu terhempaslah biduk, dan runtuhlah penumpang kedasar jurang neraka, nasalullaha salama wal afiah.
Semoga, rumah tangga kita, adalah rumah tangga di atas iman, ilmu, kedewasaan, tangung jawab, dan pengorbanan.
Ya Allah berkahi rumah tangga kami, dan kumpulkan kami bersama para shalihin.
_________________
┏••••••••••❁✿❁••••••••••┓
📔Ukhuwah fil Hijrah📔
42 notes
·
View notes
Text
Pemanggilan ke-2 Akhwat Bercadar
Why? Apakah ada yang salah dengan cadar? Apakah dengan bercadar orang orang akan menjauhi kami ? Apakah cadar ini adalah asing di mata kalian ? Sekarang bukanlah jaman 90an, Sudah banyak kita melihat di kajian kajian, akhwat yang menggunakan cadar, Dan menjadi tranding wanita bercadar sampai model cadar yang bermacam macam dan berwarna warna, eits.. Hati hati ya jangan sampai salah niat dalam menggunakan cadar. Teringat dahulu yang masih asing dengan cadar, bahkan kerudung panjang pun dulu masih asing, seketika saya teringat ketika saya waktu kecil dan orangtua menggunakan baju serba hitam dan bercadar berjalan keluar memasuki sebuah toko besar disana kami dilirik sinis dan dibilang terosis, semua orang bertuju pada keluarga kami. Disitu saya berfikir mengapa sampai segitunya dengan kami, ini adalah Islam, ini adalah amalan sunnah kami. Dulu sewaktu kecil hatiku berbisik saya akan menggunakan cadar seperti umi, memang dari keluarga saya sendiri tidak memaksa untuk saya menggunakannya, tetapi saya sudah komitmen sedari saya kecil. Seiring berjalan nya waktu, saya yang merantau sejak SMP. Sewaktu remaja saya belum istiqomah menggunakan rok apalagi menggunakan kerudung panjang, dulu yang masih labil. Iman kadang naik turun. Sampai ketika saya ditegur oleh Allah melalui sebuah penyakit. Kurang lebih 4 bulanan saya sudah ikhtiar ke beberapa rumah sakit. Tepat ditahun 2017 saya bernadzar dihadapan umi saya didalam masjid Al Lathif Bandung, umi saya berkata "jika penyakit ini hilang, nada menggunakan cadar ya" sambil umi saya mendoakan dan mengusap kepala saya.. Seketika saya meneskan air mata dan berkata "Insya Allah".. Biiznillah, Allah angkat penyakit ini. sebuah takdir Allah yang sangat indah, Allah mengajarkan saya dari setiap kejadian, Allah masih memberikan saya kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri serta menjaga diri. Setelah saya menggunakan cadar, saya berfikir 'apakah saya bisa mendapatkan pekerjaan?' Saya tetap ikhtiar, Saya melamar ke beberapa perusahaan, Salah satunya di sebuah daerah subang saya diterima tahap kedua untuk wawancara, pada waktu wawancara, "kalau di terima siap tidak untuk buka cadar?" sontak saya diam. Setelah pengumuman saya tidak keterima. Mungkin belum takdirnya.. Setelah itu, Alhamdulillah saya mendapat info bahwa saya diterima di sebuah pesanteren kota Bandung. Singkat cerita, setelah awal masuk kerja, saya dipanggil dan beberapa teman teman yg belum saya kenal dipanggil juga, mereka semua menggunakan cadar. Dipertemuan tersebut ada ustadzah menyampaikan pengalamannya yang sudah 13 tahun menggunakan cadar yang sekarang beliau melepaskan cadar nya. _Intinya mengapa kami dipanggil adalah secara halus kami disuruh melepas cadar._ Hati Saya mulai goyah tetapi teman saya yang baru masuk berkata "kalau saya disuruh memilih saya lebih memilih pindah kerja dari pada saya harus lepas cadar". Hati saya bergetar, Ya Allah kalau ini ujian mu, saya akan hadapi, Tetapi Kuatkan saya Ya Allah.. Setelah satu tahun saya bekerja, saya tetap pendirian dgn menggunakan cadar. Hingga baru baru ini wakil direktur pesantren memberi kabar bahwa *manajemen yayasan mau ada pemanggilan lagi terhadap akhwat yang bercadar* Sempat kami dikumpulkan dahulu untuk berbincang sebelum pemanggilan. Disana kami sharing motivasi kami menggunakan cadar, Masya Allah ternyata teman teman saya lebih besar perjuangannya ada yang dimaki maki sampai diteriaki teroris, dijauhi, ada juga untuk menjaga diri dari lingkungn yg mayoritas laki laki, dan sampai ada yg orangtuanya belum bisa menerima anaknya menggunakan cadar. Salah satu teman saya berkata "ini itu masih kecil perjuangannya, banyak di luaran sana lebih besar lagi perjuangannya seperti gaza dan palestina, Anggap aja ini sentilan Allah, Allah ingin melihat apakah kita masih tetap bertahan apa mudah goyah. Kita buktikan saja dengan Akhlak, adab, dan kinerja kita. Buktikan dengan cadar tidak menurunkan kualitas kinerja kita. Bismillah.. Untuk pemanggilan kedua ini, saya semakin mantep dan istiqomah karena Allah yang menguatkan saya, Innallaha Ma'ana.
Bandung, 22 Muharram 1441 H / 22 September 2019. #Motivasi#Hijrah#Cinta#Islam#Perjuangannya#Akhwatbercadar#Cadar
2 notes
·
View notes
Text
Cadar
Jakarta. Januari 2018.
“Assalamualaykum Nisa, aku mau ke Jakarta. Ketemuan yuk?”
Tumben banget mau ke Jakarta setelah hampir 3 tahun tinggal (merantau) di Bogor.
Aku: “yuk.. Dalam rangka apa kesini?”
“Ini, bawa anak-anak (murid) ke tabligh akbar syeikh Ibrahim Ar-Ruhaily, syeikh dari saudi”
Aku: “iyakah? Aku juga rencana mau kesana. Di Istiqlal kan ya tempatnya?”
“Iyaa, nanti bareng aja ya perginya”
Aku: “oke. Alhamdulillaah ada temannya, aku tadinya bingung mau ajak siapa kesana”
“Bisa samaan gini yaa hajat kita”.
Aku: “iya, oiyaa nanti kamu naik kereta aja turunnya di Terminal Kalibata yaa nanti ku jemput”
“Oke siap”.
Beberapa hari setelah chat itu, Dia nge-chat lagi.
“Assalamualaykum Nis, ku udah di kereta ini perjalanan ke Jakarta”
Aku: “oke. Aku siap-siap kalo gitu, soalnya biasanya macet kesananya”
Balasannya kali ini membuat aku berikir dan juga merasa.
“Oiya Nis, btw apa pendapatmu tentang cadar?”
Aku: “cadar? Hhmm yang pernah ku dengar itu hukumnya khilaf diantara para ulama. Antara wajib dan sunnah. Kenapa?”
“Kalo menurutmu wanita yang memakai cadar itu bagaimana?”
Aku: “Bagus.. maksudku bukannya hukumnya antara wajib dan sunnah ya? Artinya mereka akan dapat pahala dengan cadar mereka. I respect them”
“Nis, aku sudah bercadar. Aku nanya kamu duluan kayak gitu supaya kamu ga kaget pas liat aku kayak gini. Karena penerimaan untuk wanita bercadar itu variatif nis, ada yang nerima dan ada yang ga”
Aku: “aku menerima kok, aku juga sering ngaji ke Blok M. Disana itu rata-rata akhwatnya bercadar. Aku yang hadir ditengah-tengah mereka berasa kayak anak kecil (yang belom baligh) karena betapa tidak sempurnanya pakaianku”
“Oke kalo begitu nis. Sampe ketemu di Jakarta”.
Sepenggal percakapan dengan sahabatku kala itu.
Sampai hari ini, aku masih begitu mencemburui keberanian seorang akhwat dalam mengambil keputusan untuk memakai cadar. Kenapa? Itu kan hanya pakaian? Tidak. Itu adalah bukti kemuliaan seorang muslimah. Sebuah bentuk ketundukan kepada perintah sang Pencipta. Tidak mudah. Butuh keteladanan untuk mencerminkan kemuliaan pakaian ini. Butuh ketangguhan untuk menepis caci dari orang-orang yang memandang cadar sebelah mata. Butuh ketegaran untuk melawan fitnah-fitnah yang melabeli cadar sebagai identitas teroris. Tentu semua itu adalah buah dari iman yang kokoh.
Aku benar-benar iri dengan mereka yang memakai cadar. Masih tak bisa ku jelaskan dengan kata-kata.
1 note
·
View note