#Tanya Santoro
Explore tagged Tumblr posts
vimpse · 1 year ago
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Very conscious of the fact that apartments = constantly complaining about the noise to the neighbors, but Tanya Santoro complains just as much in return, so...
Tobin is the resident neat freak while Amos is... not.
17 notes · View notes
greensparty · 6 years ago
Text
Concert Review: Belly
10/2/2018 @ WGBH Fraser Studios (Boston, MA)
I got to attend a taping of the WGBH-TV series Front Row Boston that was taped at their Fraser Studios. Since this episode of the live music series is not online yet, I am going to try my best to keep my review as spoiler-free as possible since audiences will be able to watch this for themselves soon.
Tumblr media
Belly performing live at WGBH’s Fraser Studios
Boston radio veteran Henry Santoro, who was on WFNX for many years and now on WGBH radio, did an intro. He started by saying that this felt like an FNX show. I couldn’t agree more.
Tumblr media
It’s Tanya Donnelly’s World, We Just Live In It!
Bursting out of the early 90s Boston music scene (even though they were from RI technically), Belly was immediately on a lot of people’s radar because of singer / guitarist Tanya Donnelly, who had co-founded Throwing Muses and The Breeders (one of my personal favorites). Between 1993 and 1995, Belly only released 2 albums before their 1996 breakup, but it was a blast of power pop into the alternative nation. Everyone knew their hit “Feed the Tree”, but their song “Broken”, which was on the Mallrats soundtrack (and later on the Twister soundtrack) has accompanied me on many a mix tape! Come to think of it, they appeared on quite a few soundtracks and compilations I had at the time, i.e. “Are You Experienced?” from the Jimi Hendrix tribute Stone Free and “Think About Your Troubles” from the Safe and Sound compilation. But I digress. During their way-too-brief time in the 90s spotlight, they were a tight unit. Along with Donnelly was the Gorman Brothers: Thomas and Chris on guitar and drums respectively, as well as Gail Greenwood (who later played in L7 from 1996-99). There influence can be felt today, for example Courtney Barnett and Kurt Vile covered their song “Untogether” on last year’s album Lotta Sea Lice. Then around 2016, the band reunited for some reunion shows and earlier this year they released a new album Dove. Hard to believe it is only their third album!
This was a solid show that mixed hits like “Gepetto” with deep cuts and a ton off the new album. Henry Santoro was right, it did feel like a WFNX show, in the best possible way!
For info on Belly: https://bellyofficial.com/
For info on WGBH’s Front Row Boston: https://www.wgbh.org/frontrowboston
0 notes
miqbalmuttaqin-blog · 8 years ago
Text
Unusual
Semalam, sehabis membaca tulisannya Nisa Andani di Read for Life, membuat benak saya "bertabayyun" hanya untuk menebak siapa yang membunuh dan siapa yang dibunuh dalam cerita pendek fiktif ini? Hmm... Terlepas dari siapa yang membunuh dan siapa yang dibunuh, plot cerita yang ditulis Nisa mengajak si pembaca untuk menjadi problem solver, sehingga diakhir cerita pun, Nisa berhasil membuat pembaca (khususnya saya) dibuat mind-blowing. Secara keseluruhan, saya suka sama cerita fiktifnya. Good job, Nisa! Unusual Nisa Andani Ada semacam pesta tak biasa yang diadakan keluarga Santoro. Setiap satu April, kami sekeluarga mengadakan pesta dalam rangka mengenang Julius Santoro yang meninggal tiga tahun lalu. Dia kakekku, pendiri perusahaan Santoro Resources yang bergerak dibidang pertambangan batu bara dengan total kekayaan triliunan. Kenapa tak biasa? Karena setiap tahun sejak pesta itu muncul, jumlah undangan yang datang tak akan sama dengan mereka yang keluar saat pesta selesai pada tengah malam. Seseorang akan hilang. Dan, tak ada satupun dari kami yang akan berusaha mencarinya. Kami hanya harus menunggu sampai satu minggu kemudian, dia yang hilang akan ditemukan pihak kepolisian dan dinyatakan tewas bunuh diri. Jangan berharap keluarga Santoro akan berkabung. Kami tahu seseorang akan tewas malam itu. Dan, malam-malam tahun berikutnya. Itu fakta, dan pasti terjadi. Tapi yang menarik, tak ada yang tahu siapa yang akan tewas di malam pesta mengenang Julius Santoro. Semua yang datang berkemungkinan tak lagi pulang ke rumah. Jika tidak datang, namanya akan dihapus dari surat warisan kakek. Mengenal keluarga Santoro yang tak pernah merasakan susah sejak lahir, opsi kedua sudah jelas bukan pilihan favorit. Semuanya akan datang. Satu diantara mereka akan menghembuskan napas terakhir sementara satu yang lain merupakan penyebabnya. Polisi akan terus mengatakan dia tewas bunuh diri sedangkan pembunuh sesungguhnya masih dengan bebas menikmati kekayaan Julius Santoro. Dan, malam ini adalah malam pesta mengenang Julius Santoro. Aku bersama Bunda sedang dalam perjalanan menuju penthouse suite milik kakek tanpa banyak bicara. Salah satu dari kami mungkin tidak akan pulang. Atau mungkin penyebab Santoro lain tak pulang. Aku, Ruse Santoro, satu dari lima cucu Julius Santoro. Hai. Suara Bunda terdengar samar-samar di tengah ramainya penthouse suite kakek. Seorang Santoro baru saja membeli kapal pesiar kalau aku tak salah dengar. Tante Edna kurasa, istri dari Ferdinand Santoro. Dan, semua orang kini heboh membicarakan itu dari satu mulut ke mulut yang lain. Tapi mana ku peduli masalah kapal pesiar. Jadi aku memutuskan untuk berpisah dengan Bunda, hendak mencari sepupu-sepupuku yang entah berada dimana serta segaris pemahaman bahwa salah satu dari mereka mungkin akan tewas malam ini. Tapi baru beberapa langkah mencelah kerumunan, suara Bunda menghentikanku. Awalnya hanya sebatas panggilan samar ‘Ruse! Ruse!’ tapi kemudian aku merasakan seseorang mencengkeram tanganku. Aku menoleh. Bunda menatapku dengan ekspresi tak terbaca. Sedih, mungkin. Atau lebih tepatnya, gamang. “Kenapa?” tanyaku. “Ruse...” jawabnya, sementara aku melirik cengkeramannya yang menguat. Menyadari itu, Bunda menghembuskan napas panjang dan tak lama kemudian tersenyum. “Hati-hati ya.” Aku memandangnya, tak tahu harus menjawab apa. “Ingat,” katanya, melepas cengkeraman. Kali ini Bunda membelai lembut wajahku seperti hal itu adalah hal yang paling sering ia lakukan. “Hanya Tuhan yang boleh menentukan hidup dan mati. Mengerti?” Aku mengangguk. Wajahku tiba-tiba saja terasa dingin saat Bunda menjauhkan tangannya. Ia berbisik, “Te Amo, Ruse.” sebelum berbalik badan. Aku memandang kepergian Bunda. Merasakan tatapan gamangnya berpindah padaku. Di luar kuasaku yang terbatas, seutas memori berputar saat kutatap punggung Bunda. Siluet Ayah yang tersenyum, manusia paling sabar yang pernah kukenal tiba-tiba ditemukan gantung diri di salah satu kamar di penthouse suite kakek satu tahun yang lalu. Menyusul Kris Santoro, pamanku yang terjun dari lantai teratas ini, satu tahun sebelumnya. “Hai, Ruse,” sepupu seusiaku, Alta Santoro. Berhenti tepat disampingku yang sedang menatap kerumunan pesta dari balkon atas. “Alta,” sahutku, tak menoleh. Konsentrasiku terlalu fokus pada santoro-santoro di bawah yang sepertinya mengalami lupa ingatan tentang seseorang yang akan dinyatakan tewas malam ini. “Kukira kau tak akan datang.” Alta mendengus geli. Ia berbalik badan lantas bersandar pada pagar balkon. Kedua tangannya tersembunyi di saku celana. “Dan, melewatkan malam eliminasi Santoro ini?” Malam eliminasi Santoro. Judul yang bagus. Kalau saja tidak ada kata Santoro di belakang namaku. Aku hanya bergumam sebagai jawaban. Tapi Alta sepertinya merasa terganggu dengan itu. Ia lantas menatapku lekat-lekat, mungkin berusaha menebak apa yang sedang kupikirkan saat ini. Tapi lagi-lagi, aku tidak peduli. Seorang Santoro akan tewas. Dan, gagasan itu benar-benar mengangguku. “Mau bermain denganku?” tanya Alta, tiba-tiba mengusik. Kali ini aku yang mendengus geli, masih tak berusaha menoleh padanya. “Main apa?” “Tebak-tebakan,” jawabnya, bahkan sebelum pertanyaanku selesai. “Siapa yang akan tereliminasi dan siapa yang mengeliminasinya.” Sekarang aku menoleh padanya. Bukan ingin, tapi lebih karena spontan yang tak bisa kucegah. Alta tersenyum penuh rahasia saat tatapan kami bertemu. Seakan ia sedang melakukan selebrasi karena telah berhasil menarik perhatianku. “Mau?” tanyanya lagi, menantang. Aku, yang tak bisa lepas dari tantangan, sudah pasti tertawa kecil lantas menganggukkan kepala. “Ayo, bermain.” “Terlalu banyak Santoro. Kita harus mengecilkannya terlebih dahulu,” Alta yang memulai. Ia menghapus beberapa Santoro yang menurutnya tak berkemungkinan tewas malam ini. Aku ikut bersuara, menyetujui pilihannya namun sesekali menentang juga. Ia memasukkan Dalma Santoro, ibunya, ke kumpulan Santoro yang berpeluang tewas dan meletakkan Regina Santoro, ibuku, pada mereka yang selamat malam ini. Aku tak sependapat. Alta kemudian mendengus saat kukatakan ibuku tak pantas berada di kumpulan selamat malam ini. Jadi, kuubah posisinya. Dalma Santoro berpeluang hidup sementara Regina Santoro, tidak. Beberapa saat kemudian, Santoro di bawah sana terlihat lebih sedikit di mata kami. Total enam termasuk ibuku. Regina Santoro berdiri di dekat jendela; Edna dan Ferdinand Santoro yang duduk berangkulan di sofa; Benedikta Santoro yangsibuk memilih lagu; Cecilia Santoro, setengah mabuk di sofa single; dan Tia Santoro di dekat pintu masuk. “Kita mulai?” tanya Alta, yang kujawab dengan anggukkan. “Hmm. Kutebak Om Bene yang akan tereliminasi malam ini. Kau tahu, dia single. Harta yang ditinggalkan untuknya terlalu besar untuk seseorang yang hidup sendiri.” “Om Bene orang yang tamak. Ia sengaja tidak menikah karena tak ingin berbagi harta,” aku berdecak. “Tapi kurasa... Tante Cecil yang tak akan pulang malam ini,” kataku, menunjuk Cecilia yang menyesap wine lamat-lamat. “Pemalas tak pantas mendapatkan harta melimpah.” “Bagaimana dengan ibumu?” cecar Alta, melipat kedua tangannya di atas pagar balkon. Aku mendengus geli. “Ibuku tak akan pernah puas dengan apa yang ia miliki. Selalu merasa apa yang dimiliki orang lain lebih baik daripada miliknya. Harta yang banyak tak akan membuatnya cukup.” “Luar biasa,” Alta tertawa kecil mendengar jawabanku. “Mungkin Tante Edna akan tereliminasi lebih dulu malam ini. Dilihat dari santoro-santoro lain yang muak dengan segala kesombongannya. Kapal pesiar baru, katanya? Sial.” “Kupikir Paman Ferdinand yang lebih dulu tewas. Maksudku, kalau dia tak memberikan Tante Edna uang, kapal pesiar itu tidak akan ada. Lagipula, paman itu sedikit...” aku menunjukkan seraut jijik saat Ferdinand Santoro menatap kemolekan tubuh Edna. Alta tertawa. “Bagaimana dengan Tia?” tanyaku, cepat-cepat mengubah objek. Tia Santoro adalah sepupu kami yang paling tua. Kami memilihnya karena tak ada satupun dari kami yang menyukainya. “Dia tak berhenti mengambil makanan. Ck!” Kami sama-sama menatap Tia. Ia sedang mengambil potongan besar cake cokelat setelah sebelumnya menghabiskan lima kue muffin. Aku tak mengerti mengapa ada seseorang yang tak pernah merasa kenyang. Tia Santoro adalah contoh absolut. Saat ini ia bahkan sedang membawa potongan cakenya kembali ke pojokan untuk— Oh. “Itu... kucing?” tanya Alta, melihat dua ekor kucing yang segera mendekati piring cake Tia. “Dia makan kue bareng kucing?” Aku tak mengubris ucapan Alta. Mataku sibuk memindai ruangan pesta di bawah sana sekali lagi. Dan, tiba-tiba saja... aku tahu siapa yang akan tewas malam ini. “Ruse,” panggil Alta. Kali ini ia tak menatapku. “Kenapa kita tidak memasukkan nama kita?” Aku tertegun, menatap side profile Alta. “Kau tidak akan tewas karena warisan, Alta. Kau terlalu tinggi untuk diraih,” “Terlalu tinggi?” “Alta berarti ‘yang ditinggikan’ dalam bahasa latin, kau tahu.” “Yeah, yeah. Santoro dan latin sepertinya tak pernah terpisahkan. Kenapa kakek senang sekali menggunakan bahasa itu sih,” keluhnya, lalu membalas tatapanku. “Bukankah seharusnya kita lebih mengkhawatirkan orang yang akan mengeliminasi?” “Pembunuhnya?” “Ya, itu.” “Siapapun bisa menjadi pembunuh, Alta. Akan sulit untuk menemukannya,” Alta menatapku cukup lama sampai ia bersua, “Bukankah hanya Tuhan yang boleh memutuskan hidup dan mati, Ruse?” “Tepat sekali,” aku tersenyum tapi kemudian mendelik saat melihat Alta seperti menghakimiku. “Sudahlah, Al! Julius Santoro meninggal karena hukuman mati yang diterimanya. Kakek kita seorang pembunuh serial yang mengubur korban-korbannya di pertambangannya sendiri. Tak heran kalau di antara kita adalah penerusnya, bukan?” Alta menghembuskan napas. Mungkin menyadari pembicaraan ini sudah melenceng. “Aku sudah tahu siapa yang akan tewas malam ini,” kataku, berbalik badan dengan seulas rasa dongkol. Ibuku selamat malam ini. Sial! “Siapa?” “Coba lihat lagi. Kuncinya hanya satu, tak ada Santoro yang memiliki hati nurani. Kita bahkan menyebut ibu masing-masing di kumpulan mereka yang akan tewas.” “Itu sudah tak penting,” Alta berdiri tegak. “Yang penting, hanya Tuhan yang memiliki kuasa. Dan, sayangnya, kita bukan Tuhan.” “Ya,” sahutku, lantas, “Sayang sekali kau bukan,” lalu pergi dari balkon. Meninggalkan Alta Santoro yang menatap kepergianku. Gamang. --
1 note · View note
vimpse · 2 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Tanya Santoro visits, dancing queen and enthusiastic swing-around’er.
20 notes · View notes
vimpse · 1 year ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
It’s Magnus’ birthday! Aunts and uncles + grandmas Stina and Elizabeth are of course in attendance. Aunties Tanya and Sylvia are maybe looking a little bored, though...
12 notes · View notes
vimpse · 2 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Clearwater University’s current graduates, part 1
Babies! *_* I love graduation-time. This round saw 12 graduates and here are the first 6 (4 playables and 2 townies) from top to bottom...:
> Tanya Santoro > Soda Franklin > Salome Digby > Halo Thornstorm > James Webster > Osiris Rivers
Congratulations, my babies! <3
16 notes · View notes
vimpse · 2 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media
The first round in the Springwood household (Jordan): The final household this rotation, Jordan is... well, alone. x) He’s waiting for Tanya Santoro who is due to graduate this upcoming rotation, so he’s rented the second flat at the Appleton Apartments - there’s no usual interior screenshots because his place is basically empty because he’s spent ALL of his start-up cash on buying a business... here’s hoping the investment is worth it.
23 notes · View notes
vimpse · 2 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
After finishing his homework, Micah had the want to invite his sister Tanya over, and how adorable are they together? <3
23 notes · View notes
vimpse · 2 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
The main neighborhood rotation is at an end, and it’s time for university!
The first household this time around is Tanya Santoro: finally arrived at Clearwater so she and Jordan Springwood are finally free to romance it up (again)! He’s just about to graduate, so they only just made it. :)
26 notes · View notes
vimpse · 3 years ago
Photo
Tumblr media
The current Santoro family tree
33 notes · View notes
vimpse · 3 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media
Tanya is ready to become a young adult and start university.
20 notes · View notes
vimpse · 3 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media
Tanya and Sylvia are two VERY HAPPY school girls.
21 notes · View notes
vimpse · 3 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
It’s time for a wedding in the garden, yay! :) Julien and Genesis are the first of their generation to marry another playable, so it’s a very family-oriented affair: Both of Genesis’ parents, Elijah and Stina are there, as well as her younger siblings Amos and Salome. From Julien’s side only Grace out of his mums showed up (don’t ask me why Elizabeth declined her invitation...) as well as his younger siblings Tanya and Micah. :)
Now that they’re married, Genesis will take Julien’s last name and become Genesis Santoro.
30 notes · View notes
vimpse · 3 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media
Genesis’ first belly pop happens during the wedding party (spot Tanya being excited in the background).
20 notes · View notes
vimpse · 3 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media
It’s another dream date, and the cuties decide to go steady! Jordan celebrates by buying himself a new PC game.
23 notes · View notes
vimpse · 3 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media
Apparently telling his dad about his girlfriend, aw.
21 notes · View notes