#Takaki tohno
Explore tagged Tumblr posts
Text
I wonder when I got into the habit of writing messages to nobody.
#Takaki tohno#makoto shinkai#anime quotes#words words words#writing#poetry#love letters#love poem#quotes#writeblr#dark academia quotes#love quotes#letters#text post#letters to no one#it's about you#your name
24 notes
·
View notes
Text
10 characters 10 media 10 tags
Nice first post and thanks for the tag @jacob-frye-appreciation-blog
Movie: Everything Everywhere All At Once - Joy Wang/Jobu Tupaki
TV live action: The Umbrella Academy - Klaus
Western Animation (TV): Arcane - Caitlyn
Western Animation (Movie): Into the Spiderverse - Gwen
Anime: Haikyuu - Kenma Kozume
Anime (Movie): 5 centimeters per second - Tohno Takaki
Video Game: Assassin's Creed Unity - Arno
Video Game: Hades - Thanatos
Comics: DC - Tim Drake or Dick Grayson physically incapable of choosing
Book: The Trials of Apollo - Apollo
uhhhh @ignorethispotatoplease @strifethedestroyer @byeollumiere @thou-babbling-brook ⸜( ˙˘˙)⸝
8 notes
·
View notes
Photo
5 Centimetres Per Second (2007) Director & DoP - Makoto Shinkai "And right then it felt like I finally understood where everything was, eternity, the heart, the soul. It was like I was sharing every experience I'd ever had in my past 13 years. And then, the next moment, I became unbearably sad. I didn't know what to do with these feeling."
#scenesandscreens#5 centimeters per second#Makoto Shinkai#Kenji Mizuhashi#Takaki Tohno#Yoshimi Kondou#Satomi Hanamura#Ayaka Onoue#Tenmon
75 notes
·
View notes
Photo
Artwork by Gy_ *Posted with permission.
#5 centimeters per second#byousoku 5 centimeter#takaki tono#takaki toono#takaki tohno#tono takaki#toono takaki#tohno takaki#makoto shinkai#shinkai makoto#秒速5センチメートル#anime scenery#scenery#sakura#cherry blossoms#peaceful#serene#melancholy#sunset#city#cityscape
2 notes
·
View notes
Text
Aku masih menyukaimu.
Tapi, meskipun kita bertukar ribuan pesan.
Hati kita mungkin tidak akan mendekat.
Bahkan satu sentimeter pun
Byousoku 5 Centimeter
1 note
·
View note
Photo
distance mean nothing if you loved someone
#5cm per second#5cmpersecond#tohno takaki#Takaki Tono#comixwave#makoto shinkai#sad#anime#manga#sadness#sorrow
6 notes
·
View notes
Text
“I don’t quite understand yet what it really means to grow up. But what I want is to be a person who won’t disappoint you if we happen to meet somewhere, someday a long time from now. I want to promise you that.”
-Takaki Tohno
14 notes
·
View notes
Text
5 centimeters per second
“While thinking solely of Tohno-kun, I cried myself to sleep.”
Beberapa tahun kemudian, ketika Takaki melihat sebuah roket melesat ke angkasa, ia terpana sambil membayangkan seberapa cepatnya jarak yang sanggup dilipat─jauh melebihi kecepatan kereta api─untuk menemui pujaan hatinya di luar kota.
Yang Bergerak Melawan Jarak
Pertama kali menaiki kereta api antarkota, Tohno Takaki (disuarakan oleh Kenji Mizuhashi) diliputi gusar yang membikin duduknya tak nyaman. Saat itu ia masih murid tahun pertama SMP, umurnya masih belasan awal, dan ia sendirian di antara orang-orang dewasa di dalam gerbong yang kebanyakan baru pulang kantor. Udara di luar sedang dingin-dinginnya, salju turun bergerombol tak habis-habis. Pakaian tebal sudah pasti menutupi seluruh bagian tubuh Takaki, hanya kepalanya yang masih telanjang dan dari sana embusan napasnya yang berkabut tampak terburu-buru. Takaki perlu melakukan perjalanan itu. Ia sudah berjanji kepada Akari (Yoshimi Kondo) untuk saling bertemu di tanggal 4 Maret pukul 7 malam; tanggal yang menandai setahun perpisahan mereka di Tokyo.
Setahun sebelumnya, mereka memandangi dengan takjub kelopak-kelopak bunga Sakura yang berguguran dari pepohonan. Akari sempat membeberkan sebuah teori yang bilang bahwa kelopak Sakura itu jatuh menyentuh tanah dalam kecepatan 5 cm per detik. Saat itu Takaki dan Akari masih sama-sama tinggal di Tokyo, bersekolah pula di SD yang sama. Informasi mengenai kecepatan jatuh Sakura itu sebenarnya tidak terlalu berarti bagi Takaki karena mereka sedang berada di momen kelulusan sekolah. Saat esok datang, mereka tak akan berada di dalam kelas yang sama lagi. Lebih berat lagi, Akari bahkan sedang bersiap-siap meninggalkan Tokyo dan tinggal di luar kota. Ayahnya akan berdinas di Togichi dan mau tidak mau Akari harus ikut. Maka, yang paling berarti bagi Takaki di hari tersebut adalah ucapan berikutnya yang keluar dari mulut Akari tentang harapan agar mereka bisa dipertemukan kembali (“It’d be great if we could watch the cherry blossoms fall again together next year”).
Jarak Tokyo dan Toguchi kurang-lebih sejauh 100 km. Bukan jarak yang terlalu jauh sebenarnya. Dengan kereta api jarak tersebut bisa ditempuh dalam hitungan jam, lewat surat-menyurat mereka bisa saling bertukar kabar dalam kurun 1-2 hari saja. Awalnya, kemungkinan-kemungkinan tersebut jadi sedikit penawar bagi kerinduan mereka. Namun, masalah baru muncul saat Takaki ternyata juga harus pindah sekolah ke luar kota mengikuti pekerjaan ayahnya, dan kota itu adalah Kagoshima yang berjarak sekitar 1.000 km dengan Toguchi. Dengan begitu, kemungkinan pertemuan jadi semakin menipis dan keterpisahan mereka terasa semakin kentara.
Di tahun 90-an teknologi komunikasi tentunya belum secanggih sekarang. Surat adalah medium komunikasi yang masih umum digunakan, dan bila membandingkan dengan apa yang bisa dilakukan manusia zaman sekarang tentunya itu punya banyak keterbatasan yang harus ditolerir. Telepon pun tidak bisa digunakan setiap waktu karena ada biaya yang cukup mahal untuk setiap panggilan antarkota, dan setiap rumah pun belum tentu memasang telepon. Maka jarak benar-benar jadi hal penting yang memengaruhi hubungan dua manusia, apalagi mereka yang terikat asmara di usia belia, yang bahkan masih tak punya kuasa untuk menentukan tempat hidup. Surat-menyurat yang dilakukan Takaki dan Akari hanya jadi pertukaran teks yang disuarakan oleh kepala masing-masing sambil diikuti upaya menyedihkan memunculkan bayangan lawan bicaranya di sana.
Seseorang mungkin akan mengatakan kalau anak SMP belum cukup umur untuk bicara cinta; satu-satunya yang mereka rasa itu hanyalah cinta monyet, cinta main-main yang tak lain dari sekadar tiruan menggelikan atas pencitraan romansa orang dewasa─yang juga sama menggelikan. Takaki dan Akari mungkin belum mengerti apa itu cinta, tapi satu perasaan nyata yang tak bisa ditampik mendekap keduanya secara benar-benar adalah kesepian. Kesepian itu jadi akar jiwa yang pada satu cabangnya menumbuhkan rasa takut, kekhawatiran, sedih, dan kekecewaan. Tapi pada cabangnya yang lain itu juga menumbuhkan rasa rindu dan sukacita atas kenangan-kenangan yang telah terlalui, yang pada saatnya nanti bisa memekarkan apa yang disebut cinta.
Akari: “I was surprised to hear that you were the one transferring schools this time. We both get used to transferring schools when we were little. But still… Kagoshima. That’s kind of far away, isn’t it? It’s no longer a distance where I can just jump on a train and see you whenever I want. So… I guess… that makes me feel a little lonely.”
Pengakuan atas kesepian yang dialami masing-masing agaknya sudah cukup jadi pernyataan yang selevel dengan cinta. Bagaimanapun juga, pesan-pesan tersirat di baliknya menyampaikan kebutuhan akan kehadiran satu sama lain untuk bisa disentuh, didekap, atau sebatas dipandang dari dekat. Namun, pernyataan tersebut juga perlu diikuti pembuktian, dan Takaki melakukannya dengan naik kereta sendirian di malam hari menuju kota Akari tinggal. Itu kesempatan terbaiknya sebelum ia pergi dari Tokyo. Selain modal keberanian, modal lain yang dimilikinya adalah memori yang perlu dihidupkan ulang tentang berdua di perpustakaan saat murid-murid lain berolahraga di lapangan; atau saat mereka membahas mahluk-mahluk prasejarah dari periode Cambria sambil menyantap french fries di sebuah kedai.
Tapi salju turun dengan sangat deras malam itu. Kereta api yang ditumpangi Takaki harus singgah beberapa waktu di beberapa stasiun untuk menunggu situasi kembali kondusif. Awalnya kereta itu hanya tertahan sekitar 4 menit, lalu di stasiun berikutnya karena salju semakin tebal kereta pun terpaksa berhenti 10 menit, dan terus bertambah di setiap stasiun. Puncaknya, kereta terpaksa istirahat di tengah-tengah rute selama 2 jam karena salju sudah tak bisa lagi diterobos. Alam seakan tak menghendaki pertemuan kedua bocah itu lagi.
Takaki hanya bisa menatap jam tangannya dengan pasrah. Waktu janjian mereka sudah terlewat jauh dan malam pun mulai mendekati larut. Di tengah keputusasaan itu, satu-satunya doa Takaki adalah semoga angin bisa menyampaikan pesan kepada Akari: tak usahlah menungguinya lagi (“Akari, please tell me… you’ve already… returned home”). Ia kembali dengan pasrah menatap jam di stasiun Togichi saat keretanya sampai di tujuan. Waktu sudah hampir menuju pukul setengah 12 malam, stasiun benar-benar terlihat sepi, dan kota pun sudah tak punya daya tersisa untuk melawan dingin yang menyengat.
Namun, alangkah kagetnya Takaki ketika ia menemukan sesosok perempuan yang dikenalnya duduk seorang diri di ruang tunggu stasiun dengan ditemani mesin pemanas di hadapannya. Dengan pakaian tebalnya Akari menundukkan kepalanya dalam kantuk dan dalam kesetiannya yang kokoh. Akari bisa saja memilih pulang ke rumahnya jam 9 malam tadi, ketika ia bisa merasakan bahwa menunggu 2 jam tanpa hasil sama saja dengan menyiksa dirinya sendiri. Tapi ia memilih untuk menunggu lebih lama lagi karena ia tahu Takaki akan datang meskipun tanpa berita tentang keterlambatannya. Dengan menunggu selama 4 jam lebih di tempat umum seperti itu Akari tidak hanya berkorban tetapi juga mempertaruhkan perasaannya dengan penuh keberanian. Seandainya Takaki memilih balik ke Tokyo di tengah perjalanannya, barangkali Akari masih menunggu di stasiun sampai esok pagi dalam kesia-siaan. Dan setelah itu, bukan tak mungkin, Akari akan meluncur jatuh dengan teramat sakit menuju kekecewaan.
Maka pertemuan yang penuh emosi itu dengan seketika meredakan dingin tanpa perlu banyak kata. Keduanya tidak hanya bersambut satu sama lain, tapi juga bersama-sama menyambut satu perasaan besar yang mewujud di tengah sepi. Tak heran kalau nasi kepal buatan Akari yang dilahap Takaki di ruang tunggu itu jadi nasi kepal terlezat yang pernah ditelan kerongkongannya. Segala-galanya terasa indah. Jarak telah ditaklukkan, waktu telah dihentikan, ruang jadi milik mereka berdua.
Mereka keluar dari stasiun lalu bermalam di sebuah pondok tak berpenghuni di dekat sana. Mereka berselimut-berdekapan, mengobrol banyak cerita sampai tertidur. Sebelum sampai ke pondok itu Takaki akan terus mengingat momen ketika mereka berciuman untuk pertama kalinya di bawah pohon Sakura yang bunga-bunganya telah meranggas. Ia takkan sanggup melupakan itu.
Pagi harinya, Takaki kembali pulang menaiki kareta pertama di stasiun. Saat keretanya mulai melaju dan perlahan-pasti meninggalkan Akari, Takaki pun tahu bahwa perpisahan ini akan kembali menghantuinya di hari-hari mendatang. Akhirnya, ke mana pun ia memandang ketiadaan Akari adalah hal pertama yang ditangkap kedua matanya.
Yang Mengembang Dalam Ruang
Pada bab berikutnya dalam kehidupan Takaki, ia menjalani kesehariannya di Kagoshima sebagai siswa SMA tingkat akhir dan tengah bersiap menuju jenjang baru dunia perkuliahan. Ia tumbuh jadi laki-laki yang lebih serius, stabil, bahkan aktif mengikuti kegiatan olahraga dan kali ini ia memilih panahan sebagai favoritnya. Ia tak menjalin hubungan romantis dengan siapa pun dan sepertinya tak tertarik untuk coba menjalaninya. Oleh karena itu ia sepertinya tak akan pernah menyadari bahwa ada seorang siswi yang diam-diam sangat menaruh hati kepadanya.
Kanae (Satomi Hanamura) sudah cukup lama menyimpan perasaannya atas Takaki, cukup lama untuk membuat teman-teman perempuan selingkarannya tahu akan hal itu. Ia adalah seorang pengagum rahasia yang rajin mengamati Takaki dari jauh, bahkan ketika ia berada di dekat Takaki sekalipun. Ia mengamati dari balik tembok saat Takaki berlatih melepaskan busur panah menuju sasaran. Ia sengaja menunggu di dekat parkiran setiap sore agar bisa pulang bareng Takaki sambil mengendarai motor masing-masing (“If I had a tail like a dog’s, I’m sure it’d be wagging back and forth right now, since I’d be unable to hide my happiness”). Ia bahkan belum memutuskan akan berkuliah di mana nanti karena perhatiannya selalu terhalang oleh perasaan besar terhadap Takaki.
Tapi pada tahap ini sebenarnya Takaki sedang mengalami pergolakan batin yang kompleks dalam mengolah perasaan-perasaannya yang masih tersisa kepada Akari. Ia seakan terjebak pada upaya-upaya untuk menghadirkan Akari ke hadapannya seperti dengan melamun atau memimpikannya. Mungkin karena jarak yang terlampau jauh ia tidak lagi mengunjungi Akari secara personal. Tapi ia juga tidak berusaha terhubung dengan Akari lewat surat atau panggilan telepon seperti yang dulu dilakukannya secara sering padahal alat komunikasi sudah semakin canggih. Ia memiliki handphone yang bisa ia gunakan kapan saja, tapi anehnya ia lebih suka menulis pesan-pesan curhat yang tak pernah ia kirimkan, hanya disimpan buat dirinya sendiri. Ia seperti dengan sengaja mentransformasi Akari dari sosok riil ke sosok imaji, dan ia begitu terikat dengan bayangannya itu.
Maka bisa dikatakan: kalaupun Takaki mencintai Akari, yang dicintainya itu adalah gagasannya, bukan lagi orangnya. Lebih tepatnya lagi adalah gagasan yang ia persepsikan sendiri yang menyangkut pada kenangan-kenangan romantis yang selalu hidup dalam pikirannya. Gagasan yang belum tentu masih sama dirasakan Akari di kota nun jauh di sana.
Kanae sebenarnya menangkap gelagat tersebut yang kemudian ia artikan sebagai nilai keunikan Takaki sebagai karakter yang tak dimiliki cowok-cowok lain di sekolahnya. Takaki yang tampak seperti penyendiri, tak tersentuh, lepas dari sekitarnya yang riuh, gemar memandangi langit dari hamparan padang rumput, adalah kemisteriusan yang sangat menarik. Kanae tak tahu apa yang ada dan sedang berlangsung di balik mata Takaki. Yang ia tahu Takaki adalah sepaket karisma yang begitu memikat hati.
Sampai kemudian, setelah beberapa hari pulang sekolah melewati senja bersama Takaki─dan itu terus menumpukkan rasa cintanya, Kanae memutuskan untuk menyatakan perasaannya kepada Takaki. Ia merasa harus segera mengutarakannya sebelum Takaki hijrah lagi ke Tokyo untuk berkuliah di sana. Momennya sebenarnya sudah sangat mendukung. Motor Kanae mogok, lalu Takaki menawarkan untuk menemaninya pulang sambil berjalan kaki menempuh sore yang siap habis. Artinya, tersedia durasi yang lebih lama untuk berada dalam ruang yang sama dengan Takaki.
Tapi bibir Kanae malah kelu. Tak ada kata-kata terucap di antara mereka. Sejurus kemudian keheningan mereka mendadak dipecahkan oleh gemuruh sebuah roket yang meluncur dari kejauhan. Takaki memandangnya dengan takjub, roket yang dengan anggun menembus atmosfer itu. Seketika itu pula Kanae tersadar bahwa selama ini Takaki memang selalu melihat dan berharap kepada sesuatu yang berada jauh di luar sana.
Kanae: “I felt like I somewhat came to understand why Tohno-kun was different from the other boys. And at the same time I clearly realized that Tohno-kun wasn’t really looking at me. Which is why, on that day, I couldn’t say a word to him. Tohno-kun is really kind, but he was always looking far beyond me. Far beyond me, towards something in the distance. I’m sure I wouldn’t be able to give Tohno-kun what he truly desires. But still, despite that, tomorrow, the day after, and even beyond that, I know I’ll still be helplessly in love with him.”
Dengan firasat tersebut maka Kanae lebih memilih, dengan penuh kepasrahan, melepaskan Takaki dari rasa kepemilikannya. Walaupun masih belum jelas apakah Takaki memiliki orang lain atau dimiliki orang lain, tapi justru Kanae menyadari bahwa ruang yang belum jelas itu memang bukan tempatnya. Dengan menyatakan di dalam hatinya─sambil melepas air mata, “I’m begging you… please… don’t be so nice to me,” Kanae pun secara tak langsung menyatakan selesai kepada hasratnya untuk memiliki Takaki. Dan sebagai gantinya, persis seperti Takaki, ia memilih untuk mencintai gagasannya akan cinta.
Yang Bertumpu Pada Waktu
Takaki dan Kanae sepertinya menganut paham yang sama dalam urusan cinta. Cinta bagi mereka dimaknai sebagai sesuatu yang konseptual, yang hidup dan berkembang dalam idealisme masing-masing sehingga baik Takaki dan Kanae merasa cukup dengan “kebungkaman” mereka.
Kanae, misalnya, lebih memilih untuk diam tak mengungkapkan rasa cintanya karena tak yakin perasaannya akan berbalas. Ia akhirnya lebih memilih untuk membayangkan saja objek cintanya itu sambil menangis sampai tertidur. Mungkin ada harapan nanti Takaki akan muncul di mimpinya dan di situ mereka bisa menjalin suatu hubungan yang intim. Bagi Kanae, barangkali hanya dengan begitu gagasannya tentang mencintai Takaki akan terus bertahan dan bertumbuh.
Begitu pula Takaki, yang setelah beberapa tahun hanya bisa menjadikan Akari sebagai sosok yang muncul dalam mimpinya. Sama seperti Kanae, dulu ia pun tak sempat menyampaikan isi hatinya ketika mengunjungi Akari di Toguchi. Surat cintanya yang dibungkus amplol terhempas oleh tiupan angin di stasiun dan menerbangkannya entah ke mana (“It was filled with all the things I had to tell her. All the things I wanted her to hear”). Ia memang berhasil mencium bibir Akari tapi sesuai pengakuannya, momen itu ternyata juga menyembulkan sejumlah perasaan abstrak dalam dirinya yang membuatnya justru dihantui oleh rasa kehilangan. Setelah pertemuan mereka, perasaannya terhadap Akari selalu berjangkar kepada momen ciuman tersebut yang ternyata mengombang-ambingnya di antara kutub “memiliki” dan kutub “kehilangan”.
Takaki: “In that moment, I felt like I knew where eternity, our hearts and our souls, all lay. I felt as though we had shared all the experience of my 13 years. And then… in the next moment… I was suddenly filled with an insufferable sadness. Akari’s warmth, and her soul. How could I take them in and where could I bring them? I felt that sad because I didn’t have those answers. I clearly knew that from that point on, we wouldn’t be together forever. The overwhelming weight of our lives to come and the uncertainty of time hung over us. But… the creeping anxiety that had taken hold of me would soon gradually melt away. And all that remained would be the feeling of Akari’s soft lips.”
Balik lagi, setelah bertahun-tahun ini Takaki tak lagi surat-menyurat dengan Akari, yang tentunya akan bisa tetap menjaga api hubungan mereka tetap intens. Oke, zaman mungkin sudah berubah, surat sudah ketinggalan zaman, sekarang Takaki memiliki handphone tapi tetap saja tak ada kontak yang terjadi dengan Akari; pesan-pesan yang ditulisnya pun hanya dibiarkan menumpuk di inbox SMS-nya. Barangkali ia pun sama seperti Kanae, ia telah berfirasat bahwa di luar sana Akari sudah punya pujaan hati yang lain. Maka, jika cinta itu bisa dihayati sebagai gagasan dan pada praktiknya tak harus memiliki, satu yang bisa menguji kekuatannya adalah sang waktu.
Waktulah yang mengorkestrasi kisah ini. Visualisasi yang disajikan sutradara Makoto Shinkai banyak menyelingi narasi atau alur dengan detail-detail tempat dan benda yang turut melingkupi cerita. Loker di lorong sekolah, kilau cahaya lampu di stasiun, sepasang kotak susu kemasan dari mini market, dan lainnya, tak sekadar jadi pelengkap estetis dalam scene melainkan sebagai penanda historis dalam kronologi kisah tokoh-tokohnya. Hal tersebutlah yang membuat kisah ini seolah-olah sebuah perjalanan waktu yang menelusuri banyak ruang ingatan di balik kepala Takaki dan Kanae sebagai si pendongeng. Rasanya seperti menyaksikan proses mengingat-ingat yang didiktekan oleh sekelebat tempat dan benda yang menandai tiap peristiwa. Waktu menuntun mereka lagi untuk mengevaluasi dan mengonfirmasi perasaan-perasaan yang masih tersisa.
Waktu membawa Takaki ke masa sekarang di mana ia telah menjadi pria dewasa dan bekerja di sebuah perusahaan teknologi di Tokyo. Waktu juga yang telah membawa Akari kembali datang ke Tokyo, bukan untuk Takaki, tapi untuk mengunjungi tunangannya karena resepsi pernikahannya tinggal menghitung hari. Waktu telah membawa Akari kepada perjalanan cinta yang lain dan siap menuju level selanjutnya yaitu komitmen. Sementara itu, waktu juga mempreteli ketahanan diri Takaki pelan-pelan sampai ia larut dalam depresi (“Through the act of living itself, sadness piles up here and there”). Hubungannya dengan seorang pacar berada di ambang retak, pekerjaannya pun tak cukup melapangkan semangatnya; seperti yang sudah bisa ditebak, ia masih membayangkan Akari.
Akhirnya, sang sutradara sepertinya menawarkan sebuah spekulasi: bagaimana kalau Takaki dan Akari dipertemukan lagi dalam jarak yang dekat dan ruang yang sama. Tak berhenti sampai di situ, momen utama dari skenario tersebut sesungguhnya adalah tentang bagaimana Takaki mengakhiri “hubungan” cintanya dengan Akari.
Mereka berpapasan di sebuah persimpangan rel kereta, berjalan saling berlawanan arah, dan begitu sampai di seberang rel Takaki seperti baru sadar dan membalikkan badan. Namun pandangannya terhalang oleh sebuah kereta api yang tiba-tiba datang melintas. Setelah seluruh gerbong kereta lewat, tak ada siapa-siapa lagi di seberang sana, dan Takaki hanya tersenyum. Mungkin setelah selama ini ia akhirnya menyadari bahwa perasaannya hanya bergerak satu arah saja, sama seperti kereta api yang berjalan di atas rel. Dan sama seperti yang barusan terjadi, selama ini Takaki hanya bisa melihat perempuan yang dicintainya pergi melewatinya sambil berharap perempuan itu masih ada di seberang, menunggunya dan menatapnya balik. Dalam senyumnya itu, agaknya Takaki bisa menyimpulkan bahwa waktu merupakan variabel penentu bagi setiap perasaan dalam dirinya, entah itu cinta, rindu, kesedihan, dan juga kehilangan. Waktulah yang membuat sebentuk perasaan bisa menguap atau tumbuh tidak dalam kesia-siaan tapi bersama kedewasaan.
oleh: Ikra Amesta
3 notes
·
View notes
Text
Finished this last October and kept forgetting to post it. It’s a drawing of me and reps of my favorite shows/video games/cartoons/anime/etc. over the years.
From top to bottom, left to right:
Mark Lilly (Ugly Americans) Threebrain (Threebrain.com) Mr. Game & Watch (Game & Watch) Makoto Konno (The Girl Who Leapt Through Time) Haruhi Suzumiya (The Melancholy of Haruhi Suzumiya) Samus Aran (Metroid) Jase (Killing Spree) Me Kazuma Ikezawa (Summer Wars) Clare (Claymore) Chiyo Mihama (Azumanga Daioh) Strong Bad (Homestar Runner) Chris McLean (Total Drama) Spy Fox (Spy Fox) Deimos Rising Ship (Deimos Rising) Link (The Legend of Zelda) Kirby (Kirby) Villager (Animal Crossing) Moon and Hopi Painting (Koyaanisqatsi) Mario (Super Mario Bros.) InuYasha (InuYasha) Mii (Nintendo Wii) Male Singer (Guitar Hero III: Legends of Rock) Sgt. Henry Blackburn (Battlefield 3) Pablo Sanchez (Backyard Sports) Lelouch Lamperouge (Code Geass) Ness (Earthbound) Saya Otonashi (Blood+) Hank J. Wimbleton (Madness Combat) Sim (The Sims) Fred Chexter (Chex Quest) Kyuta (The Boy and the Beast) Master Shake (Aqua Teen Hunger Force) Ichigo Kurosaki (Bleach) Otto Matic (Otto Matic) Crazy Jay the Ninja (Stickpage.com) Fox McCloud (Star Fox) Ryuko Matoi (Kill la Kill) Klayman (Klay World) Little Mac (Punch-Out!!) Hiroshi-kun and Hiroko-chan (Otakon) Xiao Xiao (Xiao Xiao) Popuko and Pipimi (Pop Team Epic) Olimar (Pikmin) Nathan Explosion (Metalocalypse) Revy Two Hands (Black Lagoon) Captain Underpants (Captain Underpants) Lloyd Irving (Tales of Symphonia) Sailor Moon (Sailor Moon) Pajama Sam (Pajama Sam) Tank Dempsey (Call of Duty Zombies) Ace Ambling (Ballmastrz: 9009) Hana, Ame, and Yuki (Wolf Children) Takaki Tohno and Akari Shinohara (5 Centimeters per Second) Inkling (Splatoon) Summer Slaughter Mascot (The Summer Slaughter Tour) Dante Hicks (Clerks: The Animated Series) Panty and Stocking (Panty and Stocking with Garterbelt) Mirai (Mirai of the Future) Mordecai and Rigby (Regular Show) Lewistown Tiger (Lewistown Elementary School) Tintin (The Adventures of Tintin) Ash Ketchum (Pokémon) Taichi “Tai” Kamiya (Digimon) Sabotage Ninja (Liquid Generation) WYB Employee (Whack Your Boss) Pete and Pete (The Adventures of Pete and Pete) Tonka Joe (Tonka) Champion (The Triplets of Belleville) Oldies 100.3 Logo (WBIG 100.3) Weebl and Bob (Weebl and Bob) Putt Putt (Putt Putt) Ben and Becky Brightly (Big Thinkers) Kid Pix (Kid Pix) Mac and Bloo (Foster’s Home for Imaginary Friends) Thanks for Running Turkey (Thanks for Running) Cobra (Age of Empires 2) Test Drive Driver (Test Drive) Yuki Nagato (The Disappearance of Haruhi Suzumiya)
4 notes
·
View notes
Text
5 centímetros por segundo (秒速5センチメートル) (2007) Director: Makoto Shinkai, Actores: Kenji Mizuhashi, Yoshimi Kondou, Satomi Hanamura, Ayaka Onoue.
Escrita por Shinkai y estrenada en 2007, 5 centímetros por segundo es una historia hermosa que reflexiona sobre el amor, la soledad y la vida desde los ojos de un hombre joven que parece nunca haber pertenecido a ningún lado.
Tohno Takaki recuenta su vida en tres etapas, todas marcadas por alguna especie de amor encontrado o perdido, todas tocadas por un momento especial: su primer beso ante un árbol de sakura marchito en medio de una nevada. Es a partir de ese momento, y durante ese viaje en tren, que toma tres etapas de su vida y las traduce a reflexiones, preguntándose qué es el amor y la soledad.
De esta película pueden decirse muchas cosas (todas positivas), y lo mejor es sacar de en medio lo obvio: es una obra maestra, y sé que lo digo mucho, quizás, pero no sé si sea el efecto de mi corazón o un par de ojos inocentes con los que la veo. Estaba muy emocionado por ver esta película, no sabía bien de qué trataba, y sin embargo, logró satisfacer las expectativas que todos los trabajos de Shinkai (Your Name, Weathering With You, The Garden of the Words, Children Who Chase Lost Voices) me han impreso. No sólo la estética visual es hermosa y única, sino que en ella se ven ya retazos del genio que, siete años después, lo llevaría a la fama mundial. Esta historia es sumamente sensible y delicada, y Shinkai la ha ejecutado con un extraordinario amor y cuidado, casi se puede ver el temblor de su mano entretejiendo los hilos de lo que sucede en esta película.
La soledad es un tema que, muchas veces, no afrontamos nosotros mismos, ni ante el espejo ni ante la sociedad, y, he de decir, para muchos hombres resulta aún más difícil medir sus sentimientos y traspasarlos más allá de un rostro de infinita tranquilidad. Esta película maneja un diálogo interno que resuena siempre con el rostro calmo de Takaki, que quizás está más convulsionado en su marea interior que cualquiera de los personajes.
La historia de un amor imposible y la distancia que existe entre los amantes es un concepto que se ha estudiado mucho, sin embargo la maestría de Shinkai para ver lo que hay más allá de ese amor ferviente y esa soledad abrumadora es lo que hace que esta película nos deje con esa sensación de impotencia; achicopalados a final de cuentas.
Llámenme loco, pero leyendo a Mishima recientemente, he podido notar una que otra referencia entre nuestro protagonista y Ryuji Tsukazaki, así como un poco con Puedo escuchar el mar, profundizando más en un pasado algo displicente, que se siente como una ola de calor que recorre el cuerpo con lentitud. Puedo escuchar el mar es melancolía, 5 centímetros por segundo es desesperación: la desesperación de sentirse incompleto y vacío y, al bajar la vista, ver que a uno nada le falta, que uno lo tiene todo, y cuando se pregunta qué es todo no hay respuesta clara, ¿qué es lo que quieres?, no sé, dejar de sentirme así.
Es quizá mi simpatía hablando porque yo mismo me he sentido así alguna vez. Esta película me dejó pensando más de lo que debería, la terminé casi a las dos de la madrugada y la única idea que quedaba en mi cabeza era la palabra "estancamiento", fuerte y clara, yendo y viniendo como las olas del mar.
Hay una frase que me tocó como no esperaba: "Me quedé mirando al paisaje desde la ventana del tren para siempre". Si algo puede resumir esta película es esta frase, al igual que un hermoso cuadro cerca del principio, cuando Takaki va caminando por la nieve calmado mientras que Akari corre emocionada. Esto sólo refleja el envidiable talento de Shinkai para componer.
Comprendo que todos estamos solos, esa idea ya no me molesta como lo hacía antes, pero qué pasa cuando dentro de nosotros, de nuestra soledad, nos damos cuenta de que nos hemos abandonado a nosotros mismos. ¿Se puede vivir otra vez?, ¿algo cambiaría?
Les dejo el tráiler y no puedo dejar de recomendárselas ampliamente, aunque eso sí, si sienten que no pueden con las emociones, quizás es mejor verla con calma.
Tráiler:
youtube
#5 centimeters per second#makoto shinkai#kenji mizuhashi#yoshimi kondou#satomi hanamura#ayaka onue#japan#anime#anime review#anime style#japan anime#2007#cinema#animation#your name#the garden of the words#weathering with you
4 notes
·
View notes
Text
Anime: 5 Centimeters per Second (秒速5センチメートル) - 2007
Director: Makoto Shinkai
This is one of my favourite anime films of all time. It’s not a generic love story where the male and female lead fall in love and everything is perfect but a story of separation using realistic characters who have realistic backstories. This movie is split into 3 parts: part 1 is called ‘Cherry Blossom’, part 2 is called ‘Cosmonaut’ and part 3 is called ‘5 Centimeters Per Second’. Part 1 follows the story of Tohno Takaki and Akari Shinohara and how they are gradually moving further and further away from each other. Even though they are in love, this movie shows a realistic example of how not everything can be overcome by love. Takaki visits Akari for the last time in this part, taking a long and delayed train ride. Part 2 is mostly narrated from the viewpoint of Kanae Sumida who is a high school classmate of Takaki. I love this part as it shows how Kanae had a backstory and a life before she met Takaki, different from a lot of anime I’ve seen before where the characters seem to only exist in a bubble. This part, called ‘Cosmonaut’ follows Kanae (who is in love with Takaki) and her journey of finding herself. She decides one day, after surfing her first wave in 6 months, that she will tell him how she feels but backs out last minute as she realises that Takaki was never looking at her, but at something far beyond (who the audience can guess is Akari). Part 3, ‘5 Centimeters Per Second’, shows Takaki and Akari’s life as adults. Takaki has quit his office job and still hasn’t moved on from Akari whereas Akari has now gotten engaged and moved on from Takaki. At the end of the film, in the train scene (my favourite scene), Takaki and Akari meet again while crossing a level crossing, however a train blocks their view of each other. When the train moves, Takaki sees that Akari has left and walks away - signifying his moving on. Even though this film is only around an hour long, it is one of my favourite anime films as it is realistic and the art is absolutely beautiful. I would whole-heartedly recommend.
3 notes
·
View notes
Text
Takaki Tohno 😭😭
““She was always alone for some reason.””
— 5 Centimeters Per Second (via naturaekos)
17K notes
·
View notes
Photo
Film animasi ini berkisah tentang >> "aku cinta kamu", "kamu cinta aku", tapi "kita tidak bisa bersama", masalah klasik tentang "long distance relationship". Berawal dari cinta dua orang anak SMP yang sama-sama saling menyukai satu sama lain karena mereka selalu bersama-sama, hingga salah satunya pindah. dan begitulah berakhir sad ending karena tidak sesuai dengan harapan "hidup bahagia berdua selamanya", karena hingga akhir mereka berdua tidak pernah benar-benar dipertemukan lagi dan si wanita sudah akan menikah dengan lelaki lain sedangkan si lelaki masih belum bisa move on dari cinta pertama masa kecilnya yang bahkan dia tidak tahu dimana si-cinta pertama berada. Untuk film animasi romantis mungkin ini memang bagus, tapi yah, buat belajar aja bahwa dikehidupan nyata tak hanya mengandung dimensi "aku cinta kamu" "kamu cinta aku" "tapi kita tidak bisa bersama", banyak sekali dimensi yang enggak bisa dimasukin ke film karena apa? karena durasi. ya itu bedanya, kehidupan di film hanya memotret paling lama 3 jam, sedangkan kehidupan nyata dari lahir sampai mati. nggak ada habisnya. kita hanya bisa belajar bahwa kita tidak pernah tahu kepada siapa saja kita akan dipertemukan oleh-Nya, bisa saja dipertemukan dengan seorang yang kita tak bisa lupa, terpatri dalam ingatan, mungkin pun membekas dalam hati. pun bisa saja dipertemukan kepada dia yang bahkan sekarang kita lupa namanya siapa. pertemuan dan perpisahan adalah momen yang wajar, hanya saja terkadang memori kita masih hidup dalam kehidupan di masa lalu, ya kaya bang Takaki Tohno ini, masih selalu ingat mbak Akaki Shinohara meskipun hidupnya telah berjalan kemana-mana. Source of the images : pinterest
1 note
·
View note
Quote
Y una mañana, cuando por fin comprendí que me había perdido todo lo hermoso de esta vida, supe que había alcanzado mi límite, y dejé de buscarla...
Takaki Tohno
1 note
·
View note
Text
Top 10 Bộ phim hoạt hình Nhật Bản hay nhất mọi thời đại
Bạn là một người đam mê các phim hoạt hình nhật bản. Bạn thích những bộ phim hoạt hình nhẹ nhàng tình cảm. Vậy hãy cùng tìm hiểu top 10 bộ phim hoạt hình nhật bản hay nhất những năm 2014, 2015, 2016, 2017 nhé.
Mộ Đom Đóm
Đây là một bộ phim lẻ ý nghĩa. Bộ phim nói về tình cảm của 2 anh em Setsuko và Seita ở trong bối cảnh giai đoạn cuối của Chiến tranh thế giới 2 ở Nhật Bản. Mọi chuyện bắt đầu khi người mẹ mất trong trận thả bom của không quân Mỹ vào thành phố Kobe, hai anh em phải sống nhờ nhà dì. 2 Anh em đã trải qua cuộc sống khó khăn. Cuối câu chuyện, hình ảnh bé gái Setsuko gầy gò, chết vì thiếu . Một bộ phim đã cho chúng ta biết rằng người dân phải chịu đựng những gì khi chiến tranh xảy ra.
Cô bé người cá Pynyo
Đây là một bộ phim kể về một cô bé người cá Pynyo khi cô chạy chốn khỏi quốc vương của mình thì bị mắc kẹt trong chiếc lọ thủy tinh ở một bị trấn nhỏ ven biển. Và cô bé đã gặp cậu bé Sonsuke nhưng sau đó lại bị cha bắt lại. Cô bé cố gắng chạy trốn và làm mọi cách để có thể trở thành người. Đây là một bộ phim nhẹ nhàng, vui vẻ với những tình huống ngộ nghĩnh.
Đứa con của quỷ
Nghe cái tên là chúng ta biết đây là một bộ phim buồn và bi thương.Xem phim này các bạn sẽ cảm thấy kịch tính và đầy xúc động vì những gì đã trải qua. Bộ phim kể về một cậu bé sinh ra trong thời kì đói kém nhất của Nhật Bản, chỉ vì đói kém mà vừa sinh ra đã bị chính mẹ ruột của mình nướng ăn, sau đó cậu đã biến thành một con quỷ, tấn công bất cứ thứ gì cậu gặp được, cho đến khi cậu gặp được sư thầy. Sau cái chết của Asura- cậu bé quỷ đã tìm đến với Phật pháp và thay đổi
Vùng đất linh hồn
Đây là một bộ phim từng được lọt vào tốp ”20 phim hoạt hình hay nhất thế kỉ 21″. Bộ phim kể về một vùng đất xa lạ, mà mọi thứ có thể xảy ra ở vùng đất này. Từ bộ phim ta nhận ra được những bài học, giá trị sâu sắc từ chuyện môi trường ô nhiễm, bóc lột sức lao động hay xâm phạm trẻ em, đến lòng hiếu thảo, tình người và cả một thế giới thần đạo của người Nhật.
Centimet trên giây
Đây là một bộ phim nổi tiếng được nhiều người biết đến. Một bộ phim kể về chuyện tình của Takaki Tohno. Mở đầu câu chuyện là một lời hứa con trẻ đã dẫn dắt người xem lần lượt đi qua 3 quãng thời gian quan trọng trong cuộc đời Takaki Tohno và đều liên quan tới tình yêu của anh dành cho một người con gái…Câu cuyện tình cảm nhẹ nhàng, sâu lắng và đầy sự tiếc nuối, khiến chúng ta nhận ra rằng :Tình yêu vốn là sự mất mát, thay vì nuối tiếc hãy chấp nhận khi nó thay đổi.
Hàng xóm của tôi là Totoro
Bộ phim nhật bản kể về cuộc phưu lưu của hai chị em Satsuki và Mei và những người hàng xóm của họ. Mei tình cờ gặp được một con thú ở trong rừng trong một lần đi chơi lạc, cô bé đặt tên con thú ấy tên là Totoro, sau đó Satsuke muốn được nhìn thấy con thú ấy nhiều hơn. Trong một lần chờ bố về xe bus, 2 chị em đã gặp được Totoro và cuộc phiêu lưu của họ bắt đầu. Đây là một bộ phim với những hình ảnh đẹp, nhẹ nhàng.
The Cat retunrns
Bộ phim có tên gọi khác là Sự trả ơn của Mèo. Đây là bộ phim có nhiều cảnh đẹp, tình tiết hài hước thú vị. Bộ phim kể về cô gái Haru trong một lần cứu chú mèo trên đường về, nào ngờ đó là hoàng tử của xứ sở Mèo bí mật. Một ngày kia cô được mời đến xứ sở ấy nhưng thực chất là một âm mưu nhằm bắt cóc cô, và Baron đã tìm mọi cách để cứu cô. Một một phim hoạt hình đáng để bạn xem đấy.
Thư gửi MoMo
Câu chuyện kể về cô bé MoMo sống cô lập khi cha cô qua đời, cô bé không thích giao tiếp với xung quay, hay thu mình và không thích kết bạn. Câu chuyện bắt đầu khi cô tìm thấy lá thư dang dở của cha và mọi thứ thay đổi với sự xuất hiện của những người bạn bí ẩn.
Công chúa sói
Một bộ phim kể về thú nuôi người, cô công chúa Sói. Bộ phim với những tình tiết li hì, hình ảnh được mô tả đẹp và chân thực nhất với những nét vẽ bằng tay hoàn hảo đến từ Miyzaki. Một bộ phim hay và bạn cũng sẽ thấy được rằng trí tưởng tượng tuyệt vời của tác giả về những linh hồn rừng, vị thần rừng ban phát và lấy đi sự sống của vạn vật.
Tòa lâu đài di động của Howl
Bộ phim đầy bí ẩn, ly kì và nhiều tình tiết đặc biệt. Đây là mộ phim hoạt hình đáng để bạn xem, nếu không sẽ thật đáng tiếc đó! Xem bộ phim bạn sẽ thấy như chính mình gia nhập cuộc vào cuộc phưu lưu của Sophie trên chính lâu đài của Howl- Phù thủy đẹp trai.
Ngoài ra còn không thể không nhắc tới những bộ phim huyền thoại gắn liền với tuổi thơ thiếu nhi việt nam như :
Doremon
7 Viên ngọc rồng (Dragon ball )
Naruto
One Piece
Pokemon
Thám tử lừng danh conan
Inuyasha
Bài viết trên giới thiệu Top 10 Bộ phim hoạt hình Nhật Bản hay nhất mọi thời đại. Mỗi bộ phim là một câu chuyện với những tình tiết hấp dẫn,chắc hẳn sẽ không làm bạn thất vọng. Các bộ phim đều full và được đăng tải trên các trang youtube hay những địa chỉ xem phim online khác.
The post Top 10 Bộ phim hoạt hình Nhật Bản hay nhất mọi thời đại appeared first on Bán Quần Áo giày Dép Đồng Hồ Nước Hoa Thời Trang YankeeCrosleyParts.
0 notes
Photo
5 Centimeters Per Second - Byōsoku Go Senchimētoru (2007)
#animeedit#animationedit#5 centimeters per second#takaki tohno#akari shinohara#anime#animation#gif#gifs#*#briseyda
3K notes
·
View notes