#SuratUntukEsti
Explore tagged Tumblr posts
Text
Surat (yang terlambat) Untuk @estipilami
Pukul 20:26 di Jakarta bagian utara kini.
Semua terasa biasa; cucianku baru rampung, kuselesaikan sambil mengulang-ulang lagu Anaheim – Nicole Zefanya dalam gumaman.
Banyak yang menggodaku mulai menulis lagi dalam 3 hari terakhir. Lagu itu salah satu penyumbangnya. Namun semua berhenti di niat, dan justru benar-benar terlaksana ketika aku mampir ke laman tumblr dan melihat notifikasi surat darimu.
Semesta memang kadang lucu, Ti.
Ketika kita merasa butuh melakukan sesuatu—meskipun bukan hal yang sangat penting—tiba-tiba hal itu terlaksana dengan kebetulan-kebetulan yang seperti sudah terencana; meskipun kita telah menunda-nunda.
Oh ya, tak perlu bertanya rindu. Itu terlalu banyak, sampai akupun malu mau bilang: WOY! AKU JUGA KANGEN TAUK!
Sebab rindu yang ditumpuk terlalu lama, ditambah dengan janji lewat kata-kata, hanya akan berujung pada ‘nanti’ untuk tunda berikutnya.
Jika kesibukan alasannya, aku tahu itu dusta. Kita selalu punya waktu—kalau mau.
Jika jarak yang jadi alasannya, aku tahu itu juga tak sepenuhnya benar. Faktanya, aku lebih sering menghabiskan akhir pekan di selatan Jakarta, namun urung aku menghubungi kamu.
Namun tidak seperti ‘nanti’ yang lain, untuk yang satu ini aku sama sekali tidak keras kepala menunggunya.
Sesekali, mengintip satu-dua halaman social mediamu membuatku lega. Aku percaya bahwa semesta di bagian sana selalu mengasuhmu sehingga hatimu baik-baik saja. Aku percaya hati yang baru saja merayakan hari lahirnya itu semakin kuat dan bahagia sekarang.
Aku senang kamu memulai dan terus menerus mengembangkan hobi-hobi baru, inspirasi-inspirasi baru. Aku bersyukur kamu tidak terkungkung hari-hari, hal-hal, dan orang-orang yang tidak kamu cintai.
Banyak hal yang terjadi beberapa tahun ke belakang saat kita berhenti bertukar kabar, Ti.
Satu hal yang kupelajari betul-betul; jangan terlalu membenci sesuatu, karena bisa jadi suatu saat takdir menuntun kita melakukan hal yang kita benci.
Semesta di bagianku sekarang gemar berputar sesukanya, Ti. Hari ini aku benci A, besok bisa jadi aku harus melakukan A. Hari ini aku memilih B, besok bisa jadi aku lupa dengan B. Begitu seterusnya.
Rasanya hidupku sudah bukan jadi keputusanku lagi.
Perkara isi mengisi hati juga salah satunya. Sudah terlalu banyak yang lalu lalang, numpang singgah, dan numpang lewat. Aku sudah dalam posisi mati rasa—susah dibuat jatuh, tapi juga tidak mudah diminta lupa.
Sekalinya jatuh, benar-benar tak sanggup lagi bangun dengan hati yang sehat.
Capek, Ti.
Semakin ‘capek’, semakin pula pertanda bahwa aku butuh seseorang yang kucari—dan mencariku—itu.
Jadi, jika ada temanmu yang seagama denganku dan sedang mencari partner ke pelaminan, jangan lupakan aku.
Meskipun hatinya sama babak belur, aku tak keberatan belajar saling mengobati.
*Loh?
Hahahaa.. Aku bercanda, ya. Tapi serius, :))
But one thing for sure, aku kangen, Ti.
Sungguh!
Dari aku,
yang baru rampung menghabiskan tumpukan cucian seminggu, terus senyum-senyum baca suratmu.
040318 21:26
9 notes
·
View notes