#Senja Jingga
Explore tagged Tumblr posts
Text
Senja itu, kita duduk berhadapan. Di sebuah kafe dari gedung menjulang. Belum ada pengunjung lain yang datang. Kita hanya berduaan. Menenggak kopi hazelnut racikan barista berpengalaman. Kamu sibuk menatap layar melanjutkan pekerjaan. Sedang aku sibuk mengagumi; antara senja yang memesona atau kamu yang menawan.
Senja membuatku berdecak pada kesementaraan. Sedang kamu adalah sosok yang semoga membersamai hingga keabadian. Pesona senja yang menjingga hanya dapat dinikmati saat petang menjelang. Sedang pesona kebaikanmu semoga dapat aku sesap hingga waktu yang tak terbilang. Pada kamu dan senja, aku mencintai kalian. Semoga bermakna pula bahwa aku mengagumi Tuhan Semesta Alam 🤍
Bpn, 080823
88 notes
·
View notes
Text
Di ufuk barat, senja memeluk langit dengan hangatnya, membawa nuansa magis yang membuka pintu menuju dunia mimpi. Cahaya kuning keemasan merayap lembut di antara awan, menciptakan lukisan alami yang menenangkan jiwa. Angin pun berbisik lirih, memanggil hati untuk mengembara dalam khayalan yang tak terbatas. Di saat senja memeluk mimpi, jiwa terasa bebas, mengarungi lautan imajinasi tanpa batas. Momen ini, ketika siang berpamitan kepada malam, adalah panggilan lembut bagi kita untuk mengejar cita-cita dalam pelukan mimpi.
1 note
·
View note
Text
Bintangnya tidak terlalu banyak, senja belum sepenuhnya usai
1 note
·
View note
Text
Senja ini menyapa, dengan warna jingga yang memudar. Seolah ingin melukis, kesedihan yang merayap di hatiku. Aku terdiam, memandang langit yang mulai gelap, Terlalu merindukanmu, hingga rasa itu menggerogoti jiwaku.
Setiap sudut ruangan, mengingatkan tentangmu. Lagu kesukaanmu yang mengalun lembut di udara. Semua itu membuat rinduku semakin menggebu.
Aku ingin meneleponmu, menanyakan kabar, Menceritakan tentang hari-hariku, yang terasa hampa tanpamu. Namun, aku sadar, itu semua hanyalah khayalan, Kau tak lagi ada, di sisi ku untuk mendengarkan.
Aku terjebak dalam lautan rindu, Terombang-ambing, tak tahu harus berlabuh di mana. Hatiku meronta, ingin segera bertemu, Namun, takdir berkata lain, kita terpisah jarak.
Aku berjanji, akan terus mencintaimu, Walau rindu ini menusuk kalbu, Dan air mata ini tak henti menetes. Aku akan menyimpan kenangan kita. Sebagai harta berharga, yang tak ternilai harganya.
Semoga suatu hari nanti. Rindu ini akan terobati, Dan aku bisa bertemu denganmu lagi. Namun, jika takdir berkata lain. Aku akan tetap mencintaimu. Sampai akhir hayatku
22 notes
·
View notes
Text
Pesan Singkat Satu Arah; untukmu; Semangat✨
kepada pemeluk lara yang akhirnya bisa berhasil mendamaikan diri bertemu dengan orang baik.
Memang sengaja ku tulis surat ini ditengah tenangnya malam, sunyi, dan mampu menuangkan segala keresahan yang berbaris dalam pikiranku yang ramai itu.
Hai, perkenalkan aku pelipur lara yang lugu gemar bercanda hingga pandai menutup luka dengan melukis tawa diwajahku. Senang rasanya bertemu denganmu yang kini aku kira masih sama seperti dulu. Entah bagaimana skenario Semesta mengaturnya. Kau dan aku terjebak di garis Interaksi.
Aku ingin merayakan bahagiaku dengan sederhana. Menari, berlari ditepian pantai dimana air sedang surut-surutnya menikmati senja yang tak ingin ku lewatkan sedetikpun apapun itu. Menghirup udara hingga terbaring tenang disapu ombak yang berkejaran. Menengadah menatap langit jingga, meletakkan segala rindu dan harapnya. Bahwa apa yang Aku lihat itulah yang kuinginkan. Seperti mereka yang masih bersandar dan mampu bercerita dalam dekapan Bundanya.
Benar kata Nadine Amizah "Tertawalah tertawa, Peluk semua doa, Tertawalah semoga semesta, Mendengar kita, Belajar menelan apa pun aman yang ada"
27 notes
·
View notes
Text
SAUDADE
Aku melihat siang tengah menemui penghujung usianya. Di kejauhan tampak senja menyapa sang cakrawala dengan manja. Semburat biru ungu dan jingga saling menarik dan bertumbuk memecah dalam gurat-gurat warna baru. Tiba-tiba langit menggelap tanpa petanda, yang sesegera hujan menumpahkan seluruh airmata pada bumi yang gersang akan keping kerinduan, padamu.
Didekap deras rintiknya, aku mengayunkan langkah menyusuri jalan pulang yang dulu pernah kulalui bersamamu. Masih lekat dalam ingatan, jemari yang saling menggenggam, senyum yang saling merengkuh dan hati yang bersetubuh. Ujung-ujung bibirku naik perlahan, sesegera menyunggingkan kehangatan.
Aku melintasi kembali kenangan-kenangan yang menetap pada buncah-buncah yang terdalam. Entah itu damainya pelukmu atau lekat tatapmu yang mampu melampaui asa-asa jiwa yang tersembunyi. Hanya engkau yang mampu mendedah segala emosi diri yang pernah sebegitu terkekang angkuh logikaku. Aku lupa memberinya nama, rasa itu.
Aku menyadari aku tak lagi merasakan kehilangan yang pernah nyaman menemani sisi-sisi hati. Pedih yang dulu pernah membelenggu tangisku, menderu-deru bak kisaran angin yang mengoyak ketenangan batin.
Engkau tak lagi bisa membersamai. Tenanglah hidupmu disana dengannya. Demimu aku akan merayakannya; takdir yang bergenta-genta. Aku pun menemukan diriku dalam kedamaian menawan yang aku kesulitan untuk menjabarkan. Apa yang engkau tinggalkan akan teguh terjaga tak tergugat oleh ruang, jarak atau niskala sang waktu.
Tak mengapa, aku kini bisa leluasa memelukmu dalam doa serta serpih-serpih yang tersisa dari kita saja. Lara tak lagi membekukan luka. Ia menuntunku penuh kelembutan pada apa yang pernah singgah dalam satu masa hidupku; ketenteraman mencintaimu.
15 notes
·
View notes
Text
Senja datang dengan kesepian yang dalam, Memantulkan bayang kesendirianku. Di bawah langit berwarna jingga yang pudar, Aku terdiam dalam kesedihan yang mengalir.
-jeritmalam
#puisipendek#puisi#puisiindonesia#menulis puisi#puisihati#photooftheday#sajak puisi#photogram#poetry#quotes#sajakpendek#sajak cinta#sajak rindu#sajak#sajak patah#sajakindonesia#puisiromanpicisan#puisirindu#puisi rindu#puisisastra#puisi sedih
14 notes
·
View notes
Text
Perayaan sang senja, jingga yang kurindui dengan rasa yang berbeda.
7 notes
·
View notes
Text
Sebait renungan; saat Jingga bercerita
Tim yang nggak mau nutup jendela as permanent walaupun kalo siang xilaww nya bukan maen wkwk. Padahal ranghorang ikhlas mengorbankan jilbab dan tote bagnya buat tirai wkwk.
Bukan ga mau ngorbanin jilbab or mager cari penutup, but sesederhana kalo bisa liat langit dengan segala cuacanya, mendung, cerah, senja, atau kalau pas hujan bisa liat jatuhnya air ke tanaman aja rasanya kek teduh banget. Semilir semilir seger hehe.
Terus kalo malem kadang suka kebangun, liat jendela nampak langit, kadang bulan lagi cantik cantikanya, bintang lagi kelap kelip, atau cuma gelap lekat aja tu hati rasanya kek lebih adem. Kadang kalo pikiran lagi bundet jadi lebih jernih dan bisa lebih legowo, tenang.
Dari langit, aku belajar cara olah rasa. Perihal menata hati agar bisa seluas langit dalam menicintai dan menapaki takdir. Bisa secantik langit dalam mengekspresikan dan menerima segala cuaca. Hujan, angin, cerah, atau panas pun semua terbingai apik. Juga bisa secantik langit dalam menyambut pagi atau menutup sore dengan warna yang paling mengagumkan. Tak peduli segelap apapun malam dan sepanas apapun siang, semua hanya perlu waktu dan sabar untuk menjumpai fase indahnya.
Secantik langit, mengagumkan💫
@leucaenaleucocephala
8 notes
·
View notes
Text
Untuk Suatu Saat
Aku ingin menjadi sesuatu yang tidak lelah untuk dipelajari. aku juga ingin menjadikan kamu sebagai bagian hidup yang aku pelajari setiap hari. Aku tau, banyak ego yang berkemelut bersama meratap setiap malam hanya untuk mempertanyakan banyak hal. tapi bagiku itu adalah kelengkapan dari hidupku yang biasa. Hidup sebagai manusia yang bertengkar dengan ego setiap harinya. Hadirnya kamu, aku berharap dapat menjadikan diriku dan cerita ini sebagai tempat untuk belajar dan berserah.
Untuk suatu saat, jika waktu ikut serta mengaamiinkan setiap doa yang terpanjat, aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku mulai mengusahakan langkah ini jauh dari sebelum mimpi kita bertemu. Aku meyakini bahwa sebuah upaya tidak akan datang secepat aku berharap, akan ada langkah bahkan jalan yang mungkin berputar mengitari banyak pikiran dan hatiku.
Waktu akan senantiasa bersama denganku saat aku menuju pelataran senja tempat biasa aku menemukanmu, tenggelam bersama mega jingga yang mungkin kamu tatap bersamaan dengan aku memanjaatkan doa ditepian dermaga paling serius kepada Tuhan. Doa-doa kita mungkin tengah bertarung di langit dan berseteru siapa yang dapat hadir sebagai peng-aamiin-an paling nyata suatu saat nanti.
Kepada Tuhan yang menghidupkan cinta, aku sangat berharap langkah dan upaya yang kita seriuskan dapat membawa kita kepada pertemuan yang diridhoi. Semua panjatan tentang aku, kamu, mimpi kita atau bahkan soal rumah sederhana yang banyak makna, aku haturkan dengan kepasrahan agar Tuhan dapat mengahadirkan kita diwaktu yang ia sebut paling terbaik.
Sehat dan senantiasa menjaga diri. Kita memerlukan banyak energi untuk pengikhlasan luarbiasa untuk banyaknya doa-doa.
Aku berharap, kamupun juga
Majalengka, 24 Februari 2024. 10.02 WIB
13 notes
·
View notes
Text
Seperti kalimat yang tidak menemukan akhir, itu aku.
Berjalan bersama rasa abu-abu.
Aku tidak bisa lagi melihat warna walau aku tahu bahwa matahari masih bercahaya. Bahwa senja masih jingga. Bahwa langit malam masih indah karena ada bintang.
Setelah melewati berbagai macam jalan yang membuatku cemas bertanya-tanya apa lagi yang akan aku temui didepan sana,
aku lelah.
Draff 11 September 2023
8 notes
·
View notes
Text
Tak selamanya senja itu jingga.
Kadang langitnya warna abu-abu monyet...
2 notes
·
View notes
Text
Mengapa Senja dan Fajar, Jingga?
Warna senja dan fajar terutama disebabkan oleh fenomena yang disebut sebagai penyebaran. Ketika sinar matahari melewati atmosfer Bumi, ia berinteraksi dengan partikel dan molekul di udara. Gelombang cahaya yang lebih pendek, seperti biru dan ungu, lebih mudah tersebar oleh molekul di atmosfer, sementara gelombang cahaya yang lebih panjang, seperti merah dan jingga, tersebar lebih sedikit.
Selama matahari terbit dan terbenam, matahari berada lebih rendah di langit, dan sinar matahari harus melewati bagian yang lebih besar dari atmosfer Bumi. Hal ini menyebabkan lebih banyak penyebaran gelombang cahaya yang lebih pendek, yang mengakibatkan warna biru dan ungu tersebar dari garis pandang kita. Akibatnya, gelombang cahaya yang lebih panjang, terutama merah dan jingga, mendominasi warna yang kita lihat selama waktu-waktu ini.
Oleh karena itu, warna jingga atau oranye pada senja dan fajar adalah hasil dari penyebaran cahaya oleh atmosfer Bumi, dengan gelombang cahaya yang lebih panjang, seperti merah dan jingga, lebih terlihat oleh mata kita.
1 note
·
View note
Text
Kala Karma Menyapa : Karl Madhàve
Pagi yang perlahan membuka selimutnya di kota Bandung, dengan embun yang masih bergantung di dedaunan, seolah-olah menyimpan rahasia alam semesta, meneduhkan hati ribuan orang yang sedang bergejolak. Dingin yang merambat perlahan mengingatkan bahwa hari ini, setiap hari sebelumnya, adalah langkah menuju sesuatu yang belum dimengerti. Namaku, Karl Madhàve—sepintas terdengar janggal dan berat di mulut. Ada sesuatu yang kontras antara bunyi nama itu dengan realitas yang kujalani. Karl Madhàve, nama yang seolah tersesat di antara deretan nama-nama yang lebih akrab di telinga nusantara, tak seperti nama-nama lokal Jawa lain yang menggema dengan filosofi dan sejarah panjang.
Namun, di balik nama yang tampak eksentrik itu, mengalir darah Jawa yang kental dalam nadi-nadiku; tak ada campuran lain. Hanya saja, ayahku, seorang pengagum aristokrasi dan sejarah dunia, terlampau terpesona oleh negeri-negeri Eropa, khususnya Prancis, memberi nama itu dengan penuh kebanggaan. Karl, katanya, diambil dari tokoh-tokoh agung yang ia kagumi—pemikir besar, raja-raja di Eropa yang seolah hidup hanya dalam kepala ayahku. Madhàve, nama yang ia dengar dari kisah Hindu kuno, ia kaitkan dengan seorang pejuang suci dalam kitab Sansekerta, meskipun aku tak pernah menemukan riwayat yang sama. Kombinasi itu, meski terdengar eksotis, tak pernah terasa seperti milikku sendiri. Sudah berkali-kali aku mencari maknanya, di buku tua dan di sudut-sudut internet, namun nama itu tetap sunyi, tanpa pesan yang bisa kupegang.
Tapi apa sebenarnya arti dari sebuah nama? Bagiku, itu tak lebih dari rangkaian suara yang menghiasi identitas. Tak ada yang lebih penting dari kenyataan yang kini terbentang di depanku—Bandung, dengan segala pesonanya. Paris van Java, kota dengan kabut tipis yang membelai lembut di pagi hari, dan senja yang seolah-olah menari di langitnya yang jingga. Aku tiba di sini bukan untuk mencari nafkah sebagai pegawai kantoran, bukan pula sebagai akademisi yang sibuk dengan buku-buku tebal. Aku datang sebagai pengembara, seorang penulis cerita tanpa kata—seorang fotografer. Pekerjaan formal mungkin tak menunggu di ujung jalan, tapi aku percaya lensa kameraku bisa menghidupiku, setidaknya cukup untuk makan dan secangkir kopi hitam di pagi hari. Dan di sinilah aku, berjalan di antara gang-gang sempit dan jalan-jalan penuh sejarah, ditemani oleh lensa kameraku yang tak pernah lelah menyapu pemandangan, mencari sepotong kehidupan yang tersembunyi di balik bisingnya kota ini.
Dalam dunia fotografi, aku bukanlah Karl yang biasa dikenal orang sekelilingku. Di antara komunitas seniman visual Bandung, aku dikenal dengan nama lain—Karma— singkatan dari Karl Madhàve. Sebuah nama yang kupilih sendiri, lahir dari filosofi bahwa apa yang kita tangkap melalui lensa hanyalah pantulan dari apa yang kita bawa dalam diri. Karma, bagiku, bukan hanya nama samaran, tapi juga simbol dari caraku memandang dunia. Setiap jepretan kamera adalah sebuah takdir kecil, yang kuabadikan dalam bingkai, dan kuhadirkan kembali pada dunia dengan perspektif yang telah kuwarnai dengan perasaanku. Nama itu, Karma, terasa lebih cocok—seolah-olah ia mengalir alami, tanpa beban sejarah atau ekspektasi, hanya suara yang sederhana namun sarat makna.
Bandung adalah kanvasku, dan Karma adalah penanya. Setiap sudut jalan Braga yang kulewati menyimpan cerita; bangunan tua yang berdiri kokoh di tengah arus modernisasi ini seakan berbisik padaku. Di antara riuh rendah pejalan kaki yang berlalu-lalang, sibuk dengan dunia mereka. Sama sekali tak peduli pada kehadiranku, namun aku melihat mereka semua— peduli kepada setiap detail yang mereka tinggalkan— tatapan kosong diantara langkah tergesa, tawa kecil dari mereka, atau cahaya yang memantul dari kaca-kaca jendela tua. Aku ingin menangkap mereka semua, bukan hanya sebagai objek visual, tetapi sebagai cerita yang bernafas, yang hidup di setiap celah retak dinding dan di setiap gemuruh redam angin antara persimpangan jalan.
Orang tuaku, meski merestui jalanku, sering bertanya dalam diam di meja makan: kapan anak mereka akan menemukan "pekerjaan sungguhan"? Tapi mereka tak pernah mengerti bahwa bagi seorang seperti aku, seni bukan sekadar pekerjaan. Ini adalah kehidupan itu sendiri—ini adalah caraku membaca dunia, memahami dan berbicara dengannya. Melalui Karma, aku tak hanya menangkap momen, tapi juga menulis ulang sejarah-sejarah kecil yang mungkin terlupakan. Di jalanan yang ramai ini, aku merasa tak hanya hidup, tapi hadir—seperti halnya embun di pagi hari, tenang namun tak bisa diabaikan.
cr. do not repost or copy paste my ideas.
#sajak indonesia#28haribersajak#puanberaksara#hujan#membaca#kumpulan puisi#cerita#bandung#prosa#cerpen#cerita fiksi#novel#roleplay#na jaemin#jaemin#sajak#biography#tulisan#writers on tumblr#perjalanan#original character#alternate universe
4 notes
·
View notes
Text
Kelak,
Bersamamu kan kunikmati semburat jingga
Malu-malu meninggalkan singgasana dengan kita yang saling bercengkrama
Kau dan aku
Duduk di beranda menatap senja yang mulai membisu
Kita bercerita, saling menukar rasa
Berapi-api mengisahkan Palestina
Bersemangat menyusun langkah menuju-Nya
Bersama aroma jahe yang diseduh dengan cinta
Kau tertawa,
Seakan impian kita t'lah sampai di pelupuk mata
Katamu, tunggu saja
Allah mendengar segala yang kita pinta
Apa itu termasuk agar kita bersama kembali di surga?
Kutanya
Dan, kau mengusap ubun-ubunku mesra
38 notes
·
View notes
Text
PENGHARAPAN
tinta demi tinta mewarnai lembaran kanvas yang tersirat. menjabarkan sebuah kalimat menjadi kan makna. pikiran yang hanya tertuju pada satu titik. meluapkan asa nya dalam sebuah kalimat. sebagaimana itu yang ada dalam nyatanya. namun tidak bisa berlari hanya berjalan, pikirnya
dan tidak terima ketika ia mengejar senja. mengabaikan nya seakan masih ada dilain hari. namun ketika hari yang ditunggu pun tidak seperti yang dibayangkan. hanya kelabu dan tidak seperti senja yang dipikirkan
terus dan terus kelabu tak ada jingga menghiasinya
Jakarta, 9 Agustus 2023
2 notes
·
View notes