#Saturasi
Explore tagged Tumblr posts
Text
0 notes
Text
“Dok saya minta disuntik mati saja”
Kalimat ini datang dari seorang bapak tua ketika dirawat di bangsal karena sesak napas. Semalam sebelumnya, aku menerima pasien ini di IGD. Saat itu dua lelaki lain yang mengantar hanya berujar: bapak ini tidak punya siapa-siapa, Dok.
Aku menyimpulkan bahwa yang mengantar ini adalah tetangga-tetangganya.
Ketika di IGD ia bicara tersengal-sengal, bernapas mencucu, otot-otot antar rangkanya terlihat jelas retraksinya. Sesaknya tidak membaik dengan penguapan, alhamdulillah saturasi oksigennya baik. Rontgen paru menegakkan adanya penyakit paru obstruktif kronis. Melihat rekam medisnya yang tebal, pasien ini ternyata sering bolak-balik dirawat di RS untuk keluhan serupa.
Ketika dengar keinginannya akan kematian, miris rasanya. Sebagai dokter kami tentunya mengupayakan yang terbaik. Dari medis dan dukungan moral, termasuk rawat bersama ke sejawat psikiatri atau menghadirkan rohaniawan.
Tapi yang kucermati adalah rasa kesepiannya. Ditakdirkan sakit dan ditakdirkan menghadapinya sebatang kara, tentu bukan ujian yang mudah.
Kilas balik ke 2 bulan lalu, ketika aku dirizqikan Allah merasakan point of view pasien: dirawat inap selama 6 hari. Setelah pulang pun, pemulihannya cukup lama. Baik pemulihan fisik, maupun mental. Mental terpukul karena rasa campur aduk mendengar diagnosis dokter, adanya pengobatan rutin yang kini harus diikuti, pun perubahan gaya hidup.
Genap dua bulan sejak tegaknya diagnosisku, Allah pertemukan dengan pasien ini. Bukan suatu kebetulan.
Aku terenyuh, teringat bagaima selama 6 hari dirawat inap tidak sekali pun Allah biarkan aku merasa kesepian. Walau tidak ada keluarga yang bisa menemani, Allah hadirkan banyak manusia tulus yang membantu, menemani, dan memberikan dukungan serta doa. Semoga Allah balas kebaikan kalian semua yaa.
Hari-hari berikutnya pun, Allah juga kirimkan banyak kemudahan. Dan Allah kirimkan: ketenangan hati.
Sampailah aku satu titik di mana aku hanya bisa bersyukur. Bersyukur menjadi seorang muslim, menjadi hamba yang memiliki Allah yang Maha Kuat, Maha Bijaksana. Bahkan, sekalipun merasa lemah hati dan fisik: Allah hadirkan kekuatan, dan Allah hadirkan mereka-mereka yang mengingatkanku pada Allah.
Mengingatkanku bahwa sakit adalah makhluq ciptaan Allah. Maka berdamailah dengan sakitmu, sebagaimana sabda Nabi Ayyub alaihissalam, yang dirizqikan sakit 18 tahun, kulit terkelupas namun hati tidak sedikit pun bergoyah,
“Ya Allah aku ikhlas dengan sakitku, tapi jagalah hati dan lisanku tetap menyebut nama-Mu.”
-h.a
Semoga berkenan mendoakan pasienku, si Bapak agar dilapangkan hatinya, diluaskan sabarnya. Aamiin.
111 notes
·
View notes
Text
Menjepit di Ujung Jari
Tiba waktu keempat dalam satu minggu. Hari pertama pada bulan yang baru. Mentari mulai menyapa meski cakrawala sedikit kelabu. Seakan pertanda akan datangnya hujan seiring berjalannya waktu. Sayup-sayup terdengar dua raga berbincang dengan merdu.
Secangkir teh hangat dan sepiring pisang goreng tersaji rapi. Sang tuan dan nyonya tengah berbincang dengan perasaan lega hati. Meski pada sang tuan sedikit tersendat bunyi. Perihal rendahnya angka yang muncul pada tubuhku kemarin hari. Namun, segala yang terjadi tak mengurangi kebiasaan antara mereka setiap hari.
Terkenang kejadian malam lalu. Seketika sang tuan amat berat mengambil napas kala beradu. Seperti kesusahan mencari oksigen pada saat itu. Tak perlu waktu lama diambilnya aku dari balik kotak biru. Lantas dijepitnya pada telunjuk jari yang lesu. Hingga terbaca angka sembilan puluh satu. Sedangkan seharusnya tertulis angka diatas sembilan puluh lima untuk batas minimal itu. Penawar ampuh pun langsung diberikan tanpa menunggu.
Masa ini sang tuan tak genting lagi. Sembari menikmati teh hangat, kembali dijepitnya aku pada telunjuk ujung jari. Terbaca angka sembilan puluh delapan pada diri ini. Pertanda kadar oksigen pada tubuhnya normal kembali. Dibuktikan dengan meningkatnya saturasi. Tanpa terasa aku pun ikut berlega hati.
Ukuran tubuhku begitu mini. Meski demikian aku amat membantu untuk mendeteksi kadar oksigen pada jasmani. Dikenal juga sebagai pembaca tingkat saturasi. Aku adalah oksimeter, mampu membaca kadar oksigen hanya dengan menjepit pada ujung jari.
3 notes
·
View notes
Text
Sabtu dan Ahad lalu, adalah hari yang panjang dan cukup menguras energi.
Sabtu pagi, kami dapat kabar, mbah putri kami dari pihak ayah masuk ICU karena keadaannya drop sejak jumat malam. Pagi itu juga, bapak minta dipesankan tiket kereta. Sorenya kami jemput sekaligus ikut tilik simbah yang ternyata sudah dirujuk ke IGD rumah sakit lain. Hingga malam, IGD masih mengobservasi keadaan simbah. Simbah berusia 92 tahun tapi kondisi kesehatan beliau baru drop 1 tahun belakangan ini. Simbah yang kukenal sangat aktif bergerak, dan masih bisa aktivitas mandiri. Bahkan hampir tak pernah absen di acara pernikahan cucu-cucunya termasuk saat aku dan adekku nikah.
Hingga suatu hari, simbah dikabarkan drop setelah ikut persiapan haji yang diketahui beban aktivitasnya cukup padat. Simbah sakit (detailnya kurang paham), sampai saat itu kujenguk, simbah tidak mengenaliku. Biasanya simbah bisa mengenali cucu dan cicitnya meski banyak sekali jumlahnya. Tapi simbah yang kulihat saat itu sungguh berbeda. Alhamdulillah, beberapa hari di rumah sakit simbah bisa pulang. Tapi simbah tak lagi aktif seperti sebelumnya. Mulai sulit ingat cucu dan cicitnya, bahkan anaknya. Aktivitas mandi dan lainnya harus dibantu. Kadang kondisi simbah bisa fit dan normal lagi tapi naik turun. Hingga kemarin kami dapat kabar simbah masuk rumah sakit lagi bahkan dirujuk. Kondisinya menurun bahkan sempat kritis. Hingga akhirnya berhembus nafas terakhirnya pada ahad pagi, 18 Februari 2024 pukul 02.40 wib...
Dua hari itu aku ikut membersamai proses dari simbah kritis hingga wafat. Aku banyak merenung. Simbah insyaAllah adalah seorang ibu yang sholihah... Sebagian besar dari 9 anak beliau datang menemaninya. Kita serasa kumpul lebaran ramenya. Memang, kalau yang mendampingi penuh, hanya beberapa anak beliau yang tinggal dekat dengan beliau. Tapi maasyaAllah, yang lain langsung datang saat dengar kabar simbah kritis.
Aku juga sempat melihat bagaimana kondisi simbah saat menjelang wafat. Aku awalnya sempat ragu untuk masuk ruangan, gak tega setelah dengar kabarnya. Tapi kuberanikan diriku... Simbah mengalami penurunan saturasi oksigen sehingga nafasnya sesak. Pakde yang stand by disamping simbah mulai memperdengarkan kalimat tauhid berulang-ulang. Yang aku pikirkan, bagaimana akhir hidupku nanti ya Rabb...
Saat kudengar simbah wafat dan dibawa ke rumah, proses begitu cepat. Tetangga dan kerabat langsung sigap menyiapkan proses pemakaman meski itu dini hari. Simbah pun dimandikan setelah azan shubuh berkumandang. Dan anak-anak beliaulah yang memandikan. Aku merenung lagi, ya Allah... Mampukah aku menunjukkan baktiku untuk orangtuaku kelak sebagaimana mereka?
Aku merenung panjang sekali... Bagaimana dengan akhir hidupku?
Bagaimana aku nanti saat sakaratul maut? Mudahkah? Beratkah?
Adakah orang-orang mau mengurus jenazahku? Adakah yang menyolatkanku? Adakah yang tulus mendoakanku?
Sungguh, hakikatnya yang kita butuh di akhir usia hanya maaf dan doa. Bukan lagi harta atau tahta. Masalahnya, banyak dari kita yang terlena dengan waktu, merasa hidup mati kita aman-aman saja...
Kita menyibukkan diri dengan hal-hal receh, dan membesar-besarkan masalah dunia
Padahal kain kafan kita mungkin sedang ditenun...
4 notes
·
View notes
Text
Refleksi Tahun kedua
Tahun 2022 meninggalkan jejak begitu dalam di kehidupan saya. H-tiga minggu sebelum sidang master program, Bapak meninggal dunia.
Waktu itu saya sudah diambang kepasrahan dan keputus-asaan. Alhamdulilah, saya berhasil melanjutkan dan menyelesaikan studi master ini tepat waktu, regardless bagaimana proses dan hasilnya.
Secara kesehatan mental, sepertinya sudah tidak lagi sama dengan sewaktu Bapak masih ada. Saya sudah tidak lagi bersemangat untuk melanjutkan studi di Korea.
Saya kurang paham atas apa yang sebenarnya terjadi. Saya merasa masih belum menemukan ritme kerja lagi pasca Bapak meninggal. Namun, satu yang saya yakini, bahwa saya harus menyelesaikan amanah ini sebaik mungkin, walaupun terbata-bata dan terseok-seok di hari-hari akhir ini. Karena ini merupakan salah satu amanah yang Bapak titipkan, “Lekas diselesaikan, agar lekas pulang”.
Opini saya, ini karena saya sudah saturasi dengan kehidupan dan ritme kerja di Korea. Sudah tidak lagi se-excited dulu waktu pertama kali datang. Rindu ini sudah membuncah untuk bertemu dengan keluarga di Indonesia, setelah dua tahun lamanya saya merantau untuk menuntut ilmu. Saya paham atas keadaan ini, namun pada kenyataannya, saya masih cukup sulit untuk mengendalikan diri dan berkonsentrasi.
Satu bulan terakhir ini, konsentrasi saya pecah, saya menjadi seperti robot. Hanya datang dan melakukan apa yang diperintahkan, tanpa ada proses untuk mencerna dan memahami lebih jauh, apa yang bisa saya kembangkan dan apa yang bisa saya tambahkan. Saya menjadi robot. Keadaan ini diperparah dengan seringnya miskomunikasi dengan Professor. Beliau orang yang baik, tapi dengan versinya, bukan dengan versi khalayak umum. Kita sama-sama orang Asia, tapi beliau lebih banyak menggunakan western-culture dalam pendekatan dan pola pikirnya.
Ada beberapa tipe orang yang mampu membaca dan memahami ekspresi dan perasaan lawan bicara dengan hanya berinteraksi dalam sesaat, namun ada juga yang tidak. Singkat cerita, Prof saya merupakan orang yang arah pendekatan personalnya berbeda dengan saya. Jadi ya demikian, beberapa hal menjadi tak sederhana lagi.
Mungkin ada beberapa catatan untuk saya pribadi di awal tahun ini.
Pertama adalah tentang keluarga, sudah saatnya pulang, berkumpul dengan keluarga dan mulai membangun apa yang harusnya dibangun sejak lama. Untuk mewujudkan keluarga sakinah itu masih terbatas ruang dan waktu, jadi sekarang saatnya untuk pulang. Melipat waktu dan melunasi rindu.
Ke depan nya, masih bisa lanjut lagi untuk kuliah program doktor di Indonesia, nggak harus di luar negeri. Masalah netizen yang nyinyir, yasudahlah, toh mereka nggak akan menanggung beban kita juga. Yang struggle hidup di luar negeri ini ya kita, yang jauh dari keluarga ya kita, yang bahkan ketika sakit pun kita sendiri yang berjuang, mereka tak akan mau membantu. Jadi, biarkanlah mereka berkata apa. Whatever. Rasa nyaman dan tenang ketika dekat dengan keluarga merupakan sebuah hal yang tak tergantikan.
Kedua, mengenai masalah kemampuan akademik dan penguasaan bahasa asing. Mungkin ada sebuah hikmah yang bisa diambil dari perjalanan dua tahun ini tentang hal tersebut. Ilmu bisa dicari dan dipelajari dengan semangat serta ketekunan. Namun, hal itu belum cukup jika ada permasalahan lain yang mengganggu pikiran kita, yaitu kesehatan mental kita.
Ketiga, semua sudah punya jalan hidup masing-masing. Ada waktunya, ada fasenya, ada gilirannya, dan semua itu sudah pada koridor rejeki masing-masing. Bahagia mereka belum tentu menjadi bahagia kita. Begitupula kesusahan kita, belum tentu juga menjadi kesusahan mereka. Spektrum kehidupan ini begitu luas. Jadi lebih baik untuk menyiapkan hati yang lapang serta rasa syukur yang melebihi rasa sambat.
Meninggalkan keluarga selama dua tahun lamanya merupakan pengembaraan yang panjang. Ada suka duka, tangis dan tawa. Semua ini dapat terlewati karena atas izinNya.
Terima kasih atas semua yang telah digariskan oleh Allah di tahun ini. Semoga untuk kedepannya, semua diberikan jalan yang terbaik, menurut Allah.
Lagi-lagi, kita manusia hanya sampai koridor berharap, berusaha, dan berpasrah. Mengenai bagaimana nanti hasilnya, masih ada pada koridor genggamanNya
Sampai jumpa, 2022!
Daejeon, South Korea, 04th January 2023
#tulisan#ceritakita#randomstory#lifestory#randomtulisan#kehidupan#cerpen#kisah#muhasabahdiri#muhasabah#ntms#ikhlas#refleksi#2022
8 notes
·
View notes
Text
Hayu sehat dong cintaku!
Ternyata nemo keterusan, sesek nafasnya semalem muntah jg kepancing batuk2. Ibu bapak blg besok pagi ke dokter aja. Dianterlah sama ibu ke dokter bertiga kirain mau sama bapak jg berempat, bapak riweuh wae weekend mah.. Ceritanya dah aja masuk ruangan, duh baru aja bulan lalu ktemu dokter ini udah kesini lg huft. Ceritain keluhan ini itu, diperiksa aja ternyata dadanya bunyi, trus aku blg aku punya asma, trus kalo kena cuaca dingin/ngebul alergi lsg flu. Yah fix kemungkinan besar anaknya asma jg. Di cek jg saturasinya cuma 84 yg normalnya 95, lanjut di nebu aja. Huhu kasian nemo, maafin ibu nak nurunin teh malah penyakit, mudah2an ngga parah ya krn ibu jg termasuk asma yg ngga parah alhamdulillah.. Setelah di nebu saturasi mayan naik jadi 88, selanjutnya dikasih obat aja. Neneknya janji beliin mainan katanya tadi yaudah lsg cari aja ke pasar uber, milih sendiri ckck bocil.. Abistu jajan KFC deh buat maksi.
Pulang2 mau exercise udah niat dari kmarin, gaskeun yakan.. Sambil digangguin bocil2 hadeuhhh. Mayanlah 20menit lebih hampir 2km, speed lari 5,0 aja.. Kalo jalan cepat diturunin ke 4,5 haaaa seger bgttt ngoprot keringet, dipantau sama bapak nanyain brp keluar kalorinya? 120an haha.. Abistu lanjooottt nimbun junkfood. Jadi plusplos bukan~
Nemo sakit ibu ikhtiar biar sehat
Kata bapak @sagarmatha13 "hayu kita rajin olahraga yang, rajin beberes rumah biar ngga ngebul"
Yaa letsgowwww kamimah. Semoga istiqomah yaa aamiinn. Semangat sehat, ikhtiar yaa
3 notes
·
View notes
Text
Pulang dari Makassar dengan kabar kondisi ibu yang terus mengalami kemunduran, saat itu pula aku sudah mempersiapkan perpisahan dengannya. Jauh-jauh hari bayangan ibu akan pergi terlintas begitu jelas di kepala ku. Seperti bagaimana saat ibu harus pergi tanpa berpamitan, atau mungkin ibu pulang dengan memberi kabar dari berbagai pertanda.
Bukan berharap ibu pergi lebih cepat, tapi siapa yang bisa menyangkal jika kematian bisa datang kapan saja? Bahkan sepanjang perjalanan menemani ibu, aku sering membayangkan aku duluan yang pulang. Tapi aku tak pernah sanggup menghadapi scene itu berputar dalam kepala ku.
Sampai suatu ketika kalimat perpisahan itu pernah terucap dalam obrolan kami berdua, "biar ibu aja yang meninggal duluan. Biar kamu punya pahala mendoakan ibu." Sampai menuju maut saja ibu masih sibuk memikirkan hidup ku.
Tepat di tanggal ini, pagi sekali setelah shalat subuh aku menuju pintu ICCU. Kaca tebal yang mengelilingi ruangan itu terasa dingin sekali. Kabut yang menutupi setiap celahnya tidak memberi kesempatan apapun yang terlihat kondisi didalam. Hari itu saat aku melangkah ke ruangan, terbesit harapan untuk kembali hidup. Maklum dalam seminggu aku kehilangan diri sepenuhnya.
Ingat sekali, di hari itu aku berencana akan membaca buku kembali. Aku akan mencuci baju-baju yang tertumpuk selama seminggu, mungkin jika sempat aku akan menyapu rumah dan membersihkan tempat tidur ibu setelah aku selalu kehilangan kendali apa yang perlu aku kerjakan setiap hari.
Harapan itu muncul begitu indah, apalagi sesaat sebelum mengunjungi ibu aku terbangun dari tidur tak sengaja setelah shalat subuh. Suara khas ibu ku terdengar mengaji dalam mimpi, seperti yang sering ku dengar sejak kecil saat aku memilih tidur diatas sajadah disamping ibu mengaji.
Satu pintu dua pintu terlewati, aku dihadapkan dengan selang infus, pengalir oksigen dan segala bentuk kabel melekat ditubuhnya. Alat monitoring terus berderit menunjukan kondisi ibu terkini, dilayar monitor aku membaca derap detak jantung, kadar gula sampai saturasi oksigen ibu saat itu. Kondisi cukup menenangkan dan membuat ku optimis dihari itu ibu akan sembuh lebih cepat.
Aku mengajak ibu berbincang sedikit, sampai pada akhirnya aku harus mengatakan kalimat yang cukup berat untuk dikatakan, tapi aku sangat sadar kalimat itu harus terucap.
"Mak, apa yang sakit?" kalimat basa-basi yang sering ku tanyakan saat melihat ibu dalam kondisi tidak baik-baik saja.
"Mak, kasih tau Rita mana yang sakit?" Aku merasakan air mataku mengalir perlahan tapi dengan cepat ku usap tanpa ampun.
"Sakit, ya, Mak? Mak kalau mau pamit pulang, nggakpapa Mak. Mak Pulang duluan." terjenggal suaraku ditenggorokan saat kalimat itu terucap, "jangan khawatirkan Rita. Ada Bapak yang bakal ngurus Rita."
Ibu merespon dengan cepat, napasnya panjang membuat badannya sedikit terangkat, sesak napas sampai membuat layar minitor dan suara seperti alarm ruangan berbunyi. Reflek aku mendekatkan kepala ditelinga ibu, men-talqin dan menggiring untuk menyebut asma Allah. Entah, kenapa aku begitu tenang tanpa rasa panik menghadapi kejadian itu. Tak lama kemudian para perawat dengan cepat membuka pintu, mempersilahkan aku untuk segera meninggalkan ruangan.
Keadaan membaik, tapi kulihat wajah ibu sudah tidak seperti biasanya. Hari itu ia jauh lebih cerah. Dalam langkah meninggalkan ruangan aku berharap semua akan membantu kondisi ibu lebih baik. Tiba-tiba aku teringat satu hal. Lupa memegang kaki ibu. Kebiasaan yang sering ku lakukan setiap kali bertemu.
Kata orang jika suhu kaki sudah berubah, maka kondisi seseorang bisa juga berubah. Saat sakit rasakan suhu kakinya, saat sehat perhatikan pula suhu kakinya, dan katanya saat seseorang akan bertemu ajalnya, ruhnya akan terlebih dulu meningglakan jasad dari kakinya.
___
Ahad, 27 Maret 2022.
Selang 21 hari setelah hari kelahiran ku di tanggal 6 Maret, ibu berpulang. Kembali pulang kepada Allah. Beliau sepenuhnya milik Allah. Benar apa yang ku duga, Ibu akan sehat di hari itu. Tidak akan ada rasa sakit dunia yang akan ibu hadapi.
Dan mulai saat itu dunia ku benar-benar berubah. Tidak ada yang baik-baik saja. Setiap hari aku memintal benang bernama rindu, setiap saat aku berusaha berdamai meski aku terus berusaha untuk ikhlas dan ridha. Tapi siapa yang bisa mengukur hati? bahwa kesedihan itu tetap melekat dalam jiwa seorang anak yang ditinggal mati ibunya.
Ternyata tahun sebelumnya yang sudah ku persiapkan menyambut hari ini tiba, tidak cukup mampu membuat ku kuat menghadapinya. Bahkan aku lebih payah dibanding orang-orang yang tidak pernah mempersiapkan kehilangan.
Seberapa siap kehilangan itu disiapkan, kenyatanyaan tidak ada yang pernah siap menghadapi kehilangan. Rasa penyesalan belum menjadi anak yang baik, rasa kurang ku yang belum mampu memberi kebahagiaan seorang anak kepada ibunya terus saja menghantui ku.
Tapi setidaknya dihari itu aku sudah menepati janji untuk merawat ibu dan mengurus jenazah ibu sampai ke liang lahat. Seperti kalimat yang sering ku katakan sejak kecil.
"Mak nggak usah khawatir, nanti yang mengurus Mak itu Rita." Rita kecil begitu optimis dengan impiannya, meskipun ia tidak tau apa resiko yang akan dihadapi. Di hari itu satu cita-citaku diijabah Tuhan, merawat ibu sepenuhnya, memandikan ibu sampai di hari akhir hidupnya, dan akhirnya mengkhantarkan ke peristirahatan terakhir, tempat awal mula pertemuan abadi itu dimulai.
Sekarang Rita yang terkadang masih menjadi anak kecil ini ingin tetap bercita-cita. Bertemu kembali dengan ibunya dialam akhirat, ditempat terbaiknya Allah, di syurga yang paling indah. InsyaaAllah..
Allahummaghfirlaha Warhamha Wa’afiha Wa’fuanha..
5 notes
·
View notes
Text
Fotografi Makanan
Jika kami menulis artikel ini sekitar satu dekade yang lalu, ceruk fotografi makanan akan jauh lebih sulit untuk ditembus. Untungnya, generasi media sosial saat ini telah mempengaruhi kita untuk terus mengambil foto makanan kita, baik untuk bersenang-senang atau untuk tujuan pemasaran.
Dengan spesifikasi ponsel kamera saat ini, bahkan mungkin tidak perlu menggunakan kamera mandiri profesional. Ponsel kamera yang layak dan pencahayaan yang tepat sudah cukup untuk bidikan makanan yang benar-benar menggiurkan.
Pastikan saja white balance yang benar diatur untuk mendapatkan warna yang akurat. Anda juga dapat meningkatkan saturasi gambar Anda (terutama merah dan kuning) di pasca-pemrosesan untuk membuat makanan Anda terlihat lebih menarik.
0 notes
Text
Apple Menangkan Paten Saturasi Oksigen untuk Smartwatch
http://dlvr.it/TFnPFX
0 notes
Text
Begini kondisi saturasi oksigenku kalo lepas oksigen. Jauh dari kata normal. Padahal 2 hari ini bakal ada kegiatan di Kalikajar, dan itu full dari pagi sampai sore.
Kangen rasanya bisa aktivitas tanpa gangguan.
Sehat yuk, izin berangkat siang ndak papa. Yg penting kondisimu normal dulu.
12 Oktober 2024
0 notes
Text
Malam Tahun Baru di IGD
Malam tahun baru. Selepas maghrib, suara sirine ambulans memecah keheningan. Aku bergegas turun dari mushala, mendapati seorang lelaki dewasa korban kecelakaan dilarikan ke IGD. Mengerang-ngerang gelisah.
“Dok. Pasien kecelakaan tunggal, terlempar dari motor. Di lokasi sempat muntah darah.” Lapor salah satu warga, yang merupakan satu di antara sekian banyak penolong korban.
Lalu semua terjadi begitu cepat, dari manajemen jalan napas yang terobstruksi darah sampai infus dan monitor. Kesadaran pasien terus menurun.
Aku ikut berdebar, melihat tensi dan saturasi pasien yang tidak kunjung stabil. Sementara keluarga pasien tidak kunjung hadir.
“Keluarga pasien masih dicoba dicari dan dihubungi, Dok.” Kata perawat.
Walau telah sebulan ini resmi menjadi dokter internsip di IGD dan Ditakdirkan beberapa kali mendapat pasien kondisi kritis.. malam ini terasa sangat menguras energi.
Energi akal, emosi dan juga fisik.
Hasil pemeriksaan menunjukkan ada perdarahan dalam rongga dada pasien.
Selepas Isya, seorang bapak usia 50-an masuk ke IGD.
“Dok, saya orang tua dari pasien.”
Akhirnyaa… batinku.
“Baik pak, saya jelaskan dulu kondisi anak bapak ya..” jawab rekan dokterku.
“Gak perlu Dok.. yang penting langkah berikutnya harus seperti apa, Dok.” Jawab sang ayah. Kentara sekali gurat wajah panik dan air suaranya yang bergetar dengan kecemasan.
Kami mencoba menjelaskan kepada keluarga mengenai kondisi pasien serta upaya menstabilkannya, agar dapat dirujuk ke RS lebih besar untuk penanganan lanjutan.
Namun Allah menghendaki skenario lain,
“Apneu!”
Seketika kita semua berdiri, wajah terpalingkan ke bed pasien.
Monitor menunjukkan pasien henti napas. Tensi tidak stabil.
Dokter dan perawat bergegas mengambil posisi dan tugas masing-masing. Aku sempat mengambil giliran CPR 2 siklus. Alat selang napas lalu dipasang. Detak jantung pasien semakin pelan.
Lalu nyawanya berpulang ke sisi-Nya.
Sang ayah terkulai lemas, tidak percaya.
“Dok, tidak ada yang bisa dilakukan?
Dok, anak saya tadi masih pamit pergi.
Dok, ini beneran anak saya sudah nggak ada?”
Ya Allah, siapa sangka? Aku tertampar: memang ternyata kematian tidak dapat diprediksi. Tidak ada jaminan menit depan, masih Allah beri kita kehidupan.
Kadang hadir pasien kritis, prediksi dokter akan perburukan namun pasien justru pulang sehat.
Kadang hadir pasien jauh-jauh dari luar kota, ke Jogja karena menengok cucu.. namun ditakdirkan sakit dan diwafatkan di hari Jumat.
Lalu ada pasien ini, yang ternyata tidak sempat diperlihatkan tahun 2023.
“Permisi, pasien atas nama xx di sebelah mana Dok?”
Kami mendapati beberapa orang silih berganti hadir, entah itu temannya atau keluarganya.
Aku memerhatikan mereka, membuka gordyn, melihat badan pasien terbujur di atas bed, tertutup selimut, lalu sontak menangis atau menarik napas kaget. Seolah tidak percaya, tidak mungkin.
Aku ikut menghela napas.
“Iya Hab, sepertinya beliau orang baik, banyak yang ngunjungin daritadi.” Ujar temanku.
Aku pulang malam itu, masih dalam transisi emosi. Euforia tahun baru, tidak menarik lagi.
Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (QS Al A’raf:34)
Untuk kita yang dipertemukan dengan 2023, selamat merindukan akhir husnul khatimah..
-h.a.
111 notes
·
View notes
Text
Sushumna Nadi
Berjalan di sepanjang tulang belakang dan sampai ke puncak kepala, Sushumna Nadi adalah saluran energi utama yang dilalui Kundalini Shakti . Diterjemahkan sebagai'Pikiran gembira' atau 'pikiran yang paling baik hati', namanya menyiratkan bahwa ketika saluran energi ini jernih dan mengalir bebas, kita mendapatkan manfaat dari kondisi mental dan emosional yang lebih bahagia dan lebih bersemangat. Kadang-kadang Sushumna Nadi disebut sebagai Brahma Nadi, dengan 'Brahma' yang mewakili yang ilahi, absolut, atau wujud Tuhan. Beberapa orang mungkin merasa bahwa ketika mengalami kondisi ekstase dan kegembiraan, mereka dapat terhubung dengan pemahaman mereka tentang keilahian atau Keilahian.
Sepanjang saluran energi halus utama ini terdapat tujuh cakra utama dari tulang ekor hingga puncak kepala. Cakra-cakra tersebut adalah: Muladhara, Svadisthana, Manipura, Anahata, Vishuddi, Ajna, dan Sahasrara. Ketika cakra-cakra tersebut 'berputar' dengan baik dan dalam keadaan seimbang tanpa hambatan apa pun, energi Kundalini Shakti potensial di pangkal tulang belakang bebas mengalir ke atas sepanjang Sushumna Nadi. Bermeditasi pada cakra-cakra, melakukan asana untuk merangsang energi agar mengalir melalui cakra-cakra tersebut seperti gerakan memutar, memutar balik, dan menekuk tubuh ke belakang, serta mentransmisikan berbagai bentuk pranayama (teknik pernapasan) semuanya bertujuan untuk melatih jalur yang jelas agar energi dapat mengalir. Jika Anda pernah mengikuti kelas yoga Kundalini, Anda mungkin juga pernah berlatih Kriya – serangkaian latihan yoga khusus yang dimaksudkan untuk menyeimbangkan cakra dan membangkitkan energi potensi kewanitaan di pangkal tulang belakang.
Bernapas melalui hidung
Pranayama melibatkan latihan pernapasan yang hampir selalu fokus pada pernapasan melalui hidung. Ini adalah kemampuan yang kurang mendapat perhatian tetapi sangat penting yang kita miliki. Pentingnya hal ini semakin dikenal luas dengan dipopulerkannya yoga, serta metode seperti Oxygen Advantage karya Patrick McKeown, dan bukuBreath karya James Nestor dalam beberapa tahun terakhir.
Manusia bernapas melalui hidung, menyaring kotoran dan bakteri melalui saluran hidung saat menghirupnya, dan memungkinkan penyerapan oksigen yang tepat. Kita juga mampu bernapas jauh lebih efisien, meningkatkan saturasi oksigen dalam darah, otak, dan jaringan, serta memengaruhi sistem saraf. Tindakan bernapas melalui hidung itu sendiri berfungsi untuk memperlebar saluran hidung dan meningkatkan fungsi pernapasan. Inilah sebabnya mengapa mereka yang menderita masalah pernapasan sering kali menganggap pranayama bermanfaat .
Lubang hidung kiri atau kanan?
Bukan hanya latihan sederhana bernapas melalui hidung yang bermanfaat bagi kita. Namun, lubang hidung yang kita pilih untuk bernapas juga dapat berdampak besar pada kondisi kita. Latihan yoga tradisional Swara Yoga adalah rangkaian syair yang agak rahasia tentang gerakan, pola, dan kekuatan pernafasan. Dalam bukunya Breath, James Nestor menjelaskan; Shiva Swarodaya menjelaskan bagaimana satu lubang hidung akan terbuka untuk membiarkan napas masuk sementara lubang hidung lainnya akan menutup dengan lembut sepanjang hari. Pada suatu hari, lubang hidung kanan menguap saat bangun untuk menyambut matahari; pada hari-hari lain, lubang hidung kiri terbangun saat bulan purnama”.
Tulisan tersebut menyatakan – dan penelitian anekdot menunjukkan – bahwa ritme aktivasi lubang hidung kiri dan kanan (dikenal sebagai 'siklus hidung') ini dialami oleh seluruh umat manusia, dan terutama dipengaruhi oleh aktivitas matahari dan bulan. Studi juga menunjukkan bahwa lubang hidung benar-benar mengubah dominasi sepanjang hari, biasanya terkait dengan perasaan emosional kita, serta lingkungan kita.
0 notes
Text
Kamu juga perlu diobati.
Ruang gawat darurat nampak sibuk sekali, ada banyak petugas medis yang berlarian ke sana kemari sambil berteriak-teriak dengan bahasa yang tidak semua manusia mengerti.
Sementara itu, di sisi yang lain, Soonyoung mondar-mandir gelisah, menunggu dokter yang memeriksa Jihoon keluar dan memberikan kepastian mengenai keadaan tetangga barunya itu. Ia terus menggigit ujung jemarinya karena gugup dan cemas.
Tirai masih tertutup, kegundahan Soonyoung meletup-letup. Hingga akhirnya, seorang dokter yang sepertinya sudah mencapai usia setengah abad keluar dari bilik pemeriksaan, wajahnya bijaksana dan terlihat sangat berpengalaman dalam hal mengobati kesakitan manusia di muka bumi.
“Apakah Anda adalah wali dari Tuan Lee?” tanya dokter sambil membetulkan posisi kaca matanya.
“Iya, dok. Saya temannya,” jawab Soonyoung segera.
“Pasien saat ini sudah ditangani. Setelah melalui beberapa tahap pemeriksaan, Tuan Lee menderita gastroesophageal reflux disertai dengan demam tinggi. Singkatnya, pasien mengalami masalah pada sistem pencernaan yang bisa disebabkan oleh pola makan tidak sehat, istirahat yang tidak cukup, atau disebabkan oleh stress berat. Pasien kesulitan bernapas dan saturasi oksigennya cukup rendah, jadi kami pasangkan selang oksigen. Kita observasi terlebih dahulu dalam beberapa jam ke depan, jika kondisinya membaik dan demamnya turun, Tuan Lee diperbolehkan untuk pulang malam ini. Anda tidak perlu khawatir.”
Soonyoung mengangguk-angguk saja. Meskipun dokter mengatakan padanya untuk tidak khawatir, nyatanya rasa cemas itu tetap tidak hilang.
Setelah dokter pergi meninggalkannya, Soonyoung menghampiri Jihoon yang tertidur di atas ranjang emergency room, wajahnya nampak lelah.
Tidak berapa lama kemudian, dokter yang sama kembali datang menghampiri Soonyoung.
“Ini! Plester untuk luka di jemari Anda,” kata sang dokter sambil menunjuk jemari-jemari Soonyoung yang sudah berdarah di beberapa bagian.
Entah sejak kapan kebiasaan ini datang, Soonyoung selalu mengigit dan mengelupaskan kulit jemarinya setiap kali ia sedang mengalami kecemasan.
“Terima kasih,” Soonyoung membungkukkan tubuhnya dengan kikuk.
“Sama-sama. Anda tidak perlu cemas dan khawatir, Tuan. Teman Anda pasti baik-baik saja,” balas dokter sambil menepuk bahu Soonyoung, bermaksud untuk menenangkannya.
0 notes
Text
Sakit yang mana lagi yang lebih menyesakkan dari kehilangan Ibu untuk selamanya. Kehilangan Ibu disaat menjadi Ibu sangat menyesakkan dada, rasanya sakit, hancur lebur. Hari ini 40hari kepergian Ibu, tapi semua memori detik2 sebelum Ibu pergi itu masih sangat-sangat jelas dikepala. Masih sangat jelas hari Selasa 23 Juli 2024 saat aku datang ke ICU jenguk Ibu, Ibu terlihat tersenyum, Ibu minta dipegang tangannya sambil pengen ngajak ngobrol tapi suara Ibu sudah tidak keluar, Ibu hanya pakai bahasa isyarat, Ibu tanya aku pulang sama siapa, Ibu nunjukin tangannya diinfus, Ibu makan harus pakai selang NGT, Ibu nanyain anak wedokku di mana. Masih sempat hari itu aku nunggui Ibu di ICU sampai siang, Ibu beberapa kali minta diambilkan minum. Tapi semakin siang saturasi Ibu mulai naik turun, Ibu mulai gelisah, semuanya Ibu peluk satu-satu. Bapak, kakak, mbak tutik, kak dul, aku, bulek kar, lek wak, swmua Ibu peluk satu-satu tanpa Ibu ucapin apapun. Setelah semua Ibu peluk, Ibu mulai tenang, mulai bisa tidur. Tapi kami pikir itu adalah keadaan Ibu yang akan membaik. Tapi perawat di ICU sudah memberikan clue untuk dibacakan yasin karena kondisi Ibu yang tidak stabil dari siang. Magrib aku dan mbak Tutik baca yasin di samping kanan kiri Ibu, kakak baca yasin untuk Ibu di mushola. Setalah baca yasin, Ibu tidur tenang sekali, jadi aku pulang sm mbak Tutik untuk gantian jaga sama kak Dul. Gak ada yg berprasangka jelek Bu. Semua berdoa berharap Ibu bisa pulang bisa berkumpul lagi sama anak cucu dan menantu Ibu. Tapi jam 03.50 Ibu "tindak" tanpa ada yang tau🥹 ternyata pelukann sebelum magrib itu adalah salam perpisahan dari Ibu untuk kami. Pagi itu rasanya seperti mimpi Bu. Bahkan aku gak bisa langsung nangis saat dengar kabar Ibu. Aku masih terpaku gak percaya, tapi tangisku baru pecah pas telpon suamiku, bener2 langsung sesenggukkan sampai gak bisa ngomong Buk. Dan semakin pecah saat jenazah Ibu sampe rumah, dan kak dul langsung meluk aku. Ya Allah rasanya hancur duniaku, bahkan aku sampe teriak masih gak percaya Ibu sudah pergi, bahkaam saat melihat jenazah Ibu aku masih berharap Ibu masih beenafas seperti biasa. Allah...ternyata sesakit ini, tapi semuanya harus ikhlas karenna Ibu sudah gak sakit lagi, sudah gak degdegan lagi dadanya, sudah gak lagi merasakan makan yang semmuanya rasanya jd gak enak pas dimakan. Ibu sudah tidur tenang, sudah istirahat dengan damai. Sudah tidak lagi harus masak dan beres2 rumah yang selalu membuat Ibu capek. Sebelum Ibu pergi semua sudah berjaga-jaga untuk segala kemungkinan rerburuk dari kesehatan Ibu yang selalu menurun tapi ya Bu tetap saja sedih tetap saja sakit kehilangan setengah dari hidup kami anak-anak Ibu. Semuanya selalu kangen dapat telpon dari Ibu, karena setiap hari Ibu itu selalu telpon satu-satu anaknya, bergiliran. Ya walau hanya sekedar tanya sudah makan belum, masak apa. Sesimple itu tapi ketika hilang ya itu yang dicari🥹 Bu Ibu, semoga semua doa yang kupanjatkan yang kukirimkan untuk Ibu itu cukup ya Bu untuk Ibu di sana. Jangan sedih ya Bu, semua anak-anak Ibu akann selalu hidup rukun dan saling membantu. Ibu sudah membesarkan anak-anak yang hebat yang saling menyayangi satu sama lain, mungkin Ibu gak akan khawatir karena ada kakak yg selalu sayang sama adek2nya. Bu Ibu, semoga Ibu tau betapa kami sayang sekali sama Ibu, pun Bapak juga sangat sayang sama Ibu. Bahkan Bapak juga merasa kehilangan sosok Ibu. Semoga Ibu tenang ya di sana, di tempat terbaik di sisi Allah.
Al-Fatihah🤲
*31/Agust/2024
0 notes
Text
Teknik Pengeditan Foto Photobooth yang Wajib Anda Ketahui
Photobooth telah menjadi salah satu fitur favorit di berbagai acara seperti pernikahan, pesta ulang tahun, dan acara korporat. Bukan hanya karena keseruannya, tetapi juga karena hasil foto yang bisa menjadi kenang-kenangan berharga. Namun, untuk mendapatkan hasil foto yang maksimal, teknik pengeditan foto memegang peranan penting. Berikut ini beberapa teknik pengeditan foto photobooth yang wajib Anda ketahui:
1. Koreksi Warna (Color Correction)
Koreksi warna adalah langkah pertama yang harus dilakukan dalam mengedit foto photobooth. Terkadang, pencahayaan di lokasi acara tidak ideal, sehingga warna foto terlihat kurang natural. Dengan koreksi warna, Anda bisa menyesuaikan kecerahan, kontras, dan saturasi agar foto terlihat lebih hidup dan menarik.
Cara Melakukan Koreksi Warna:
Gunakan alat seperti Brightness/Contrast dan Curves di software pengeditan seperti Adobe Photoshop atau Lightroom.
Sesuaikan White Balance untuk memastikan warna putih tampak benar dan alami.
Gunakan preset atau filter warna untuk menciptakan nuansa tertentu yang diinginkan.
2. Retouching
Retouching merupakan teknik untuk memperbaiki kekurangan pada foto, seperti noda di wajah, kerutan, atau ketidaksempurnaan lainnya. Dengan retouching, Anda bisa membuat subjek foto terlihat lebih sempurna tanpa menghilangkan keaslian mereka.
Langkah-langkah Retouching:
Gunakan alat Spot Healing Brush atau Clone Stamp untuk menghapus noda atau jerawat.
Gunakan alat Dodge and Burn untuk mempertegas highlight dan bayangan, memberikan dimensi pada wajah.
Pastikan tidak berlebihan dalam retouching agar hasilnya tetap alami.
3. Menambahkan Efek Khusus
Efek khusus bisa menambahkan keseruan dan keunikan pada foto photobooth. Efek ini bisa berupa frame, sticker, atau filter khusus yang disesuaikan dengan tema acara.
Contoh Efek Khusus:
Frame: Tambahkan bingkai yang sesuai dengan tema acara, seperti frame bunga untuk pernikahan atau frame lucu untuk pesta ulang tahun.
Sticker: Tambahkan stiker lucu seperti topi, kacamata, atau kumis untuk memberikan kesan fun pada foto.
Filter Khusus: Gunakan filter yang dapat mengubah mood foto, seperti filter vintage atau black and white.
4. Penyesuaian Komposisi (Cropping dan Straightening)
Terkadang, foto yang dihasilkan photobooth perlu sedikit penyesuaian komposisi agar terlihat lebih proporsional dan menarik. Teknik cropping dan straightening bisa digunakan untuk memperbaiki posisi dan sudut foto.
Cara Melakukan Penyesuaian Komposisi:
Gunakan alat Crop untuk memotong bagian foto yang tidak perlu dan fokus pada subjek utama.
Gunakan alat Straighten untuk meluruskan foto yang miring atau tidak sejajar.
5. Menambahkan Teks dan Watermark
Menambahkan teks dan watermark bisa memberikan identitas pada foto, terutama jika foto tersebut akan dibagikan di media sosial. Anda bisa menambahkan nama acara, tanggal, atau logo photobooth sebagai watermark.
Cara Menambahkan Teks dan Watermark:
Gunakan alat Text untuk menambahkan teks pada foto.
Pilih font yang sesuai dengan tema acara dan pastikan teks mudah dibaca.
Tambahkan watermark dengan transparansi rendah agar tidak mengganggu tampilan foto.
Kesimpulan
Mengedit foto photobooth membutuhkan perhatian pada detail dan kreativitas. Dengan teknik-teknik pengeditan seperti koreksi warna, retouching, menambahkan efek khusus, penyesuaian komposisi, dan menambahkan teks atau watermark, Anda bisa menghasilkan foto yang tidak hanya bagus, tetapi juga berkesan dan memorable. Selamat mencoba dan semoga foto-foto Anda semakin menarik!
0 notes
Text
Apa arti kata membaik? Mungkin tergantung aspek mana yang dinilai membaik. Kondisi detak jantung, tekanan darah, saturasi, dan kriteria pemeriksaan medis lain yang normal di monitor, mungkin hanya satu kriteria. Tapi ada kesadaran yang tidak kembali. Ada memori yang tetap hilang. Ada fungsi tubuh yang juga sudah sangat melemah, bahkan sekedar gerakan refleks yang sederhana.
Setelah beberapa hari berada di ruang isolasi, melihat pasien - pasien yang terbaring, beberapa diantaranya hanya berkedip atau batuk, membuat saya memikirkan banyak hal. Hidup, ada kalanya semenyeramkan itu untuk dialami.
1 note
·
View note