#Polisi Bungkam
Explore tagged Tumblr posts
lintassulawesi ¡ 4 days ago
Text
Mafia BBM dan Tambang Ilegal Kuasai Sijunjung, Wartawan yang Berani Dibungkam!
Pantau24jam.com– Kasus persekusi terhadap empat wartawan di Tanjung Lolo, Kecamatan Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, menguak realitas mengerikan: mafia BBM subsidi dan tambang emas ilegal beroperasi bak “pemerintah bayangan” yang kebal hukum. Wartawan Disiksa, Dirampok, Nyaris Dibakar Hidup-Hidup Empat wartawan—Suryani (Nusantararaya.com), Jenni (Siagakupas.com), Safrizal…
0 notes
mediaatimess ¡ 4 years ago
Text
Lindsey Leslie Stuart Murka Namanya Dihubungkan dengan Keretakan Rumah Tangga Rachel Vennya dan Niko Al Hakim
Kabar penyebab keretakan rumah tangga antara Rachel Vennya dan Niko Al Hakim mulai menemui titik terang. Setelah banyak netizen yang membagikan foto kebersamaan Lindsey Leslie Stuart dengan Niko Al Hakim beredar di Twitter.
Dugaan perselingkuhan yang dilakukan oleh pria berusia 27 tahun dengan Lindsey Leslie Stuart ini diyakini menjadi penyebab keretakan rumah tangga Rachel Vennya dan Niko Al Hakim.
Namun hingga saat ini, Rachel Vennya dan Niko Al Hakim sama-sama belum menanggapi kabar tersebut. Mereka masih bungkam soal isu Perselingkuhan Niko dengan Lindsey Leslie Stuart yang menyebabkan retaknya rumah tangga mereka.
Foto-foto kedekatan Niko Al Hakim dengan Lindsey Leslie Stuart yang dijadikan dasar tudingan perselingkuhan telah sampai ke telinga wanita keturunan Australia ini.
Ia murka karena tidak merasa melakukan perselingkuhan dengan Niko Al Hakim. Bahkan sahabat Anya Geraldin ini akan melaporkan ke polisi atas tudingan pencemaran nama baik.
"Sebetulnya fitnah ini disebarkan sudah lumayan lama, pada saat itu aku pun sudah melaporkan ke pihak berwajib perihal pencemaran nama baik, tapi aku ga pernah mau membesar2an dan mengangkat kasus ini ke social media. Aku ngga kenal dengan pihak W. Disini aku hanya mau menegaskan bahwa berita yang beredar itu tidak benar. 100% FITNAH," tulis Lindsey Leslie Stuart di akun Instagram pribadinya.
Seperti diketahui, Selebgram Rachel Vennya telah melayangkan gugatan cerai kepada Niko Al Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada 20 Januari 2021 dengan nomer perkara 381/PdtG/2021/PAJS.
Sidang perdana perceraian Rachel Vennya sudah digelar pada Selasa, 2 Februari 2021 dengan agenda mediasi dan hanya dihadiri oleh Niko Al Hakim.
Dalam sidang cerai perdana ini, Niko Al Hakim hadir menjalani sidang. Sementara, Rachel Vennya absen. Jadwal sidang cerai Rachel Vennya dan Niko Al Hakim kembali akan digelar pada 9 Februari 2021.
Sebelumnya, selebgram dengan 5 juta followers itu mencuri perhatian karena melepas hijabnya.
Menurut Rachel, sang suami tidak masalah dengan penampilan terbarunya dan ingin dia bahagia.
Permasalahan rumah tangga juga tidak pernah ia lontarkan dan Niko memilih untuk bungkam. Namun pada 21 Januari 2021, di Instagram Story Rachel menulsi "Divorse its okay."
Tapi kemudian postingan tersebut dihapus. Tapi sejumlah Instagram gosip terlanjur mengabadikan dan mengunggah unggahan tersebut.
Dan akhirnya di chanel YouTube Boy Williami Rachel Vennya mengakui bahwa hubunagn dengan Niko sudah di ujung tanduk.
“Aku emang sekarang lagi di kondisi paling bawah kalau soal hubungan. Kondisi yang paling buruk lah. Tapi, aku gak mau orang-orang berspekulasi pernikahan aku itu selama ini buruk. Aku selalu merasa ini bakal lewat kok,” ungkap Rachel Vennya pada Boy William
Clarissa Hawes
0 notes
beritalkorea22 ¡ 5 months ago
Text
EXID merayakan ulang tahun mereka yang ke-12 pada tanggal 13 Agustus KST. Hani memilih bungkam diduga karena imbas kontroversi malpraktik yang melanda Yang Jae Woong sang tunangan.
Tumblr media
- EXID merayakan ulang tahun ke-12 mereka pada tanggal 13 Agustus KST, dengan anggotanya berbagi pesan menyentuh hati di media sosial. Namun, Hani memilih untuk tetap bungkam dan tidak meramaikan perayaan itu, kemungkinan besar karena kontroversi yang sedang berlangsung terkait tunangannya, Yang Jae Woong.
Member EXID seperti Solji, Jeonghwa, Hyerin, dan LE berbagi pesan hangat dengan penggemar mereka, yang dikenal sebagai LEGO, mengekspresikan rasa terima kasih dan cinta mereka. Namun, Hani memilih untuk tidak membuat pernyataan publik.
Keheningan dari Hani datang menyusul insiden mengejutkan yang melibatkan Psikiater Yang, kepala klinik tempat seorang pasien (A) meninggal dengan tragis. A dirawat di klinik Yang untuk pengobatan kecanduan penekan nafsu makan Diatamin tetapi meninggal 17 hari kemudian. Otopsi oleh Badan Forensik Nasional mengarah pada obstruksi usus sebagai penyebab kematian yang mungkin.
Keluarga almarhum menuduh staf klinik melakukan kelalaian, dengan klaim bahwa meskipun A mengalami kesulitan dan memohon bantuan, dia malah ditahan dan dibius alih-alih mendapatkan perawatan medis yang semestinya. Rekaman CCTV yang dirilis oleh keluarga tampaknya mendukung klaim ini, memperlihatkan A menunjukkan gejala parah saat ditahan, dengan sedikit tindakan yang dilakukan oleh staf medis.
Keluarga A telah mengajukan tuntutan pidana terhadap staf klinik atas pembunuhan karena kelalaian dan mengajukan keluhan ke Komisi Hak Asasi Manusia Nasional Korea (NHRCK), yang telah memulai penyelidikan. Polisi juga telah melancarkan penyelidikan terkait kemungkinan pelanggaran hukum medis oleh klinik tersebut.
Sebagaui tambahan, kemarahan publik semakin memuncak dengan pengungkapan bahwa obat-obatan sedatif dan penenang yang diberikan kepada A ditemukan dalam konsentrasi yang hampir mematikan selama otopsi. Catatan medis menunjukkan bahwa A mengalami kesulitan beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit yang tidak familiar, namun tetap diberikan dosis berlebihan dari obat-obatan psikotropika.
Menyusul insiden tersebut, Hani menghadapi kecaman, dengan banyak yang mengkritik dia dan Yang karena mengumumkan pernikahan mereka yang akan datang pada bulan September hanya empat hari setelah kematian pasien tersebut. Akibatnya, Hani sebagian besar menarik diri dari aktivitas publik dan menjaga profil rendah sejak berita itu muncul.
0 notes
baliportalnews ¡ 2 years ago
Text
Pria di Buleleng Setubuhi Anak di Bawah Umur Hingga Hamil
Tumblr media
BALIPORTALNEWS.COM, BULELENG - Pria berinisial PAA (22) asal salah satu desa di Kecamatan Banjar, Buleleng nekat menyetubuhi seorang anak di bawah umur hingga hamil, pada Februari 2023 lalu. Korban tak berkutik gegara pelaku mengancam akan membongkar perselingkuhan ibunya. Kasat Reskrim Polres Buleleng AKP Picha Armedi, pada Senin (24/7/2023) mengatakan, peristiwa ini terjadi sekitar pukul 18.00 WITA saat korban yang baru berusia 15 tahun berinisial KD belanja di warung yang berada di dekat rumah pelaku. Lebih lanjut, AKP Picha menuturkan saat korban selesai belanja pelaku tiba-tiba menarik tangan korban menuju kebun kopi yang lokasinya tidak jauh dari rumah pelaku. Saat itu pelaku memaksa korban untuk berhubungan badan dengannya. Karena korban menolak, pelaku mengancam akan membongkar perselingkuhan ibunya. Kala itu korban menolak dan mencoba melawan, namun tanpa berpikir panjang pelaku dengan paksa menelanjangi korban dan langsung menyetubuhinya. Setelah hawa nafsunya terpenuhi pelaku meninggalkan korban di TKP begitu saja. Setibanya di rumah korban yang masih trauma akan peristiwa yang dialaminya memilih bungkam dan tidak menceritakan hal tersebut kepada siapapun. "Tiga hari kemudian pelaku kembali melakukan hal yang sama. Modus pelaku bujuk rayu," ungkap Kasat Reskrim Polres Buleleng, AKP Picha Armedi. Kemudian, AKP Picha menyebut, orang tua korban baru mengetahui peristiwa ini saat mengajak korban berobat ke bidan. Dimana bidan mengklaim bahwa korban positif hamil dan diperkirakan akan melahirkan Desember mendatang. "Saat itu korban baru berani menceritakan peristiwa yang dialami, Jadi dilaporkan ke polisi. Pelaku sudah diamankan, kasus masih dalam proses penyidikan," terangnya. Kini pelaku disangkakan Pasal 81 UU RI No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman minmal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.(dar/bpn) Read the full article
0 notes
jdynner ¡ 3 years ago
Text
Bisakah Dunia Pendidikan Bebas Dari Kekerasan Seksual?
Ketika saya sedang melakukan riset untuk penelitian skripsi saya pada tahun 2015, saya harus melakukan penelitian melalui berita-berita di koran yang merupakan salah satu bukti sejarah otentik. Saya meneliti berita dari tahun 1987 sampai 2004, jadilah saya mondar-mandir keliling perpustakaan di Jakarta dan Semarang untuk mengambil sebanyak mungkin berita yang berhubungan dengan skripsi saya waktu itu, koran-koran lama itu kebanyakan sudah dibundel menjadi satu. Yang menyenangkan dari proses ini adalah saya bisa membaca dan melihat berita, iklan, sampai gosip terhangat pada masa-masa itu. Sampai suatu hari, saya harus mencari sumber dari tahun 1995.
Saya menemukan satu berita yang cukup menarik perhatian. Berita itu dimuat di harian Suara Pembaruan tanggal 13 Desember 1995 dan berada di halaman pertama yang berjudul: “Dua Siswa Dikeluarkan Dari SDN Karena Orang Tua Lapor Anaknya Diperkosa Guru”. Isi beritanya kurang lebih seperti ini, ada orang tua murid dari SDN 78 Kampung Air Mangkok, Desa Air Itam di Pangkalpinang yang melaporkan bahwa anaknya yang duduk di kelas 5 SD, menjadi korban perkosaan oleh oknum kepala sekolah dan dua guru ke polisi. Dua anak yang menjadi judul berita itu adalah dua adik korban. Perkosaan itu terjadi pada Mei 1995, korban, yang dalam berita itu memakai nama Lifa, diajak naik motor dan kemudian dibawa ke sebuah rumah dan diberikan obat, Lifa kemudian diperkosa di sana. Lifa diancam oleh si Kepala Sekolah, jika cerita ini bocor, maka dia tidak akan dinaikkan kelas ke kelas 6 dan dua adiknya yang bersekolah di tempat yang sama akan dikeluarkan. Anak ini awalnya bungkam, bejatnya, pelaku mengajak dua oknum lainnya untuk memperkosa korban dari Mei 1995 sampai November 1995. Lifa yang tidak tahan pun mengadu ke orang tuanya, yang kemudian mengadukan kemalangan anaknya ke Polsek Pangkalpinang II. Naas, pelaku memakai posisinya sebagai Kepala Sekolah dan kemudian mengeluarkan kedua adiknya dari sekolah dan ketiga pelaku hanya ditahan selama dua hari saja dan kembali mengajar.
Saya hanya berhasil mendapatkan perkembangan kasus itu pada berita yang dimuat Suara Pembaruan tanggal 23 Desember 1995. Kesimpulan saya, mungkin efek dari berita yang masuk ke surat kabar nasional beberapa hari yang lalu, kemudian mendapat atensi yang besar dari pemerintahan pusat kala itu. Dalam berita yang berjudul: “Kasus Kepala Sekolah Perkosa Murid Diambil Alih Polres Bangka”, diberitakan bahwa kasus ini diambil alih oleh Polres Bangka, korban juga diperiksa secara intensif dengan “menanyakan ciri-ciri badan pelaku”. Ketiga pelaku juga ditarik ke dinas P dan K, untuk memberikan kesempatan kepada pihak berwajib melakukan penyelidikan. Diberita itu, terungkap bahwa dua oknum guru yang diajak untuk memperkosa tersebut dikenal memiliki moral yang bejat, salah satunya bahkan ada yang pernah mengajak muridnya untuk mencuri ayam warga di SDN sebelumnya. Desakan untuk menindak tegas pelaku ternyata juga dilontarkan oleh seorang tokoh masyarakat yang juga mantan ketua DPD AMPI waktu itu, Hasan Said.
Sayangnya, berita yang saya dapatkan hanya dua berita itu saja. Mungkin karena kala itu saya sedang sibuk skripsi dan tidak terlalu memperhatikan, tapi kalau diingat-ingat, berita ini tidak banyak dimuat, yang hanya saya tahu hanya ada di Suara Pembaruan saja, saya tidak tahu apakah berita ini sampai di radio atau televisi, karena ketika kasus ini terjadi, saya baru berumur 4 tahun. Saya pikir, untung saja berita ini berhasil masuk ke ranah nasional, sehingga hak dan suara korban jadi lebih didengarkan. Seandainya orang tua korban tidak melaporkan ke polisi dan tidak terdengar wartawan, mungkin kasus ini akan terkubur selamanya dan Lifa trauma seumur hidup. Keluarganya sangat berani dan suportif, padahal mereka tahu kalau sangat mungkin korban sekeluarganya akan mengalami intimidasi yang besar dari kepala sekolah dan guru-guru bejat itu.
Dua dekade lebih setelah kasus keji itu, ternyata kasus seperti di atas, masih merupakan salah satu masalah besar dalam dunia pendidikan Indonesia. Bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), menyebut kekerasan seksual di dunia pendidikan termasuk ke dalam “Tiga Dosa dalam Dunia Pendidikan”, selain Bullying dan Intoleransi. Kita, terutama perempuan, pasti masih ingat bagaimana orang tua kita sendiri jarang ada yang melek dengan sex education. Alih-alih mengajarkan, yang ada malah memberi celana sebagai dalaman rok sekolah (yang dikenal juga sebagai short), menyuruh anaknya “untuk berperilaku baik supaya tidak dianggap kecentilan”, dan tidak duduk mengangkang. Berdasarkan pengalaman saya, karena pesan itulah yang membuat saya kecil dulu sangat membatasi pertemanan saya dengan anak laki-laki dan sangat menjaga posisi duduk atau perilaku saya. Tapi tetap saja, ada saja anak lelaki yang nakal (dan tidak paham sex ed tentunya) yang suka bertindak aneh, salah satunya adalah memasang rautan yang mempunyai kaca di sepatunya dengan tujuan mengintip bagian dalam rok anak perempuan. Pernah sekali waktu ada seorang kawan yang melaporkan kejadian ini ke guru, tapi teman laki-laki itu hanya ditegur seadanya saja dan guru saya malah menyalahkan teman karena dianggap salah karena tidak memakai short-nya. Tindakan seperti ini yang sebenarnya keliru, seandainya si Guru menegur dan menghukum si anak laki-laki, otomatis si murid perempuan merasa tidak takut untuk melapor dan anak laki-laki jadi mengetahui bahwa mengintip rok anak perempuan itu bukanlah tindakan yang sopan.
Banyak juga cerita mengenai pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan, entah di sekolah, universitas, atau bahkan asrama, yang tidak pernah dilaporkan. Alasan korban untuk tidak melapor antara lain karena tidak ingin dikeluarkan dari sekolah, rasa tidak berdaya karena takut mengalami tekanan dari pelaku, takut dengan stigma kepada korban kekerasan seksual sampai khawatir karena tidak ada yang percaya dengan ceritanya. Akhirnya banyak kasus kekerasan seksual, pelecehan seksual yang berakhir menjadi cerita urban legend atau gosip belaka saja.
Ketika saya sedang menyiapkan bahan untuk tulisan ini, ada beberapa kasus kekerasan seksual yang terjadi di sekolah dan di universitas. Kasus yang pertama adalah seorang oknum guru SMA di Minahasa Utara yang terekam kamera sedang meraba payudara muridnya ketika sedang mengajar. Sedangkan yang di universitas adalah kasus di IAIN kediri, yakni mahasiswi dilecehkan oleh dosen pembimbingnya ketika sedang bimbingan. Kasus-kasus ini menimbulkan gejolak di publik, terutama netizen. Mereka berharap pelaku dihukum seberat-beratnya dan tetap mengawasi perkembangan kasusnya. Seperti yang terjadi di IAIN Kediri, korban yang melapor ke kampus sempat dibungkam oleh pihak kampus. Begitu beritanya beredar luas, banyak orang yang memberikan dukungan kepada korban, termasuk para alumni universitas yang beramai-ramai membuat petisi agar kasus ini cepat tuntas.
Apa yang terjadi di IAIN Kediri sebenarnya adalah contoh klasik bagaimana instansi pendidikan menangani kasus kekerasan seksual di lembaganya. Sama seperti yang terjadi pada SDN 78 Kampung Air Mangkok 26 tahun yang lalu, pihak sekolah atau kampus lebih memilih “cara-cara praktis” seperti, mengeluarkan korban dari lembaga pendidikannya, menegur mereka yang berani bersuara, memberi cuti kepada pihak yang bermasalah, dan bila kasusnya sudah terlanjur menyebar, cepat-cepat klarifikasi dan kalau sempat, salahkan korbannya, tapi kalau kontroversi lagi ya klarifikasi lagi, sama seperti yang terjadi pada kasus yang menimpa Agni beberapa tahun yang lalu. Para pelaku juga tidak segan-segan memakai relasi kuasa untuk membungkam korbannya. Lembaga pendidikan kita memang lebih memilih “nama baik instansi” dibanding membersihkan diri dari oknum-oknum cabul yang menyalahi jabatannya.
Kasus seperti ini harus menjadi perhatian lebih bagi kita, Sekjen DPR RI, Indra Iskandar dalam webinar “ Bergerak Bersama Mewujudkan UU Penghapusan Kekerasan Seksual” pada Maret 2021 bahwa angka kekerasan seksual pada 2020, meningkat sebanyak 6% dibanding tahun sebelumnya. Kemendikbudristek sendiri sedang menyiapkan Peraturan Menteri (PerMen) untuk mengatasi dan menangani kasus kekerasan seksual di bangku kuliah, sayangnya masih belum bisa diperkirakan kapan PerMen itu disahkan atau apakah PerMen ini bisa juga diaplikasikan ke jenjang pendidikan di bawahnya. PerMen ini akan berisikan 7 pasal bagaimana mencegah dan menangani bila adanya kasus kekerasan di lingkungan kampus, sampai pengawasan dan sanksi yang akan diberikan oleh kementerian. Dengan adanya PerMen ini, kampus harus melakukan pendampingan yang baik dan memberikan keadilan kepada korban, serta menindaklanjuti dengan tegas seluruh kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus.
PerMen ini saya apresiasi dengan baik, meskipun mungkin masih jauh dari yang diharapkan, tapi setidaknya menunjukkan bahwa kekerasan seksual di dunia pendidikan itu ada dan menjadi tameng bagi korban untuk mendapatkan perlindungan yang seharusnya. Di satu sisi, saya bersyukur dengan adanya internet. Saya paham bahwa tidak semua yang ada di internet itu positif, tapi bagi korban, mereka bisa mendapatkan pertolongan yang lebih besar dan mudah melalui internet, seperti mencari konseling, kantor bantuan lembaga hukum, atau bergabung dengan komunitas-komunitas ramah perempuan, bantuan psikologis seperti yang tersedia di aplikasi FIA (Female In Action), atau sekedar membagikan kisahnya secara anonim di media sosial.
Akhir kata, apa yang pernah terjadi pada tahun 1995, seharusnya sudah tidak boleh terjadi lagi di masa sekarang. Sudah seharusnya pelaku kekerasan seksual dihukum yang setimpal dan korban diberikan ruang yang aman dan nyaman untuk melapor dan memiliki hak untuk pulih untuk melanjutkan hidup di masa depan mereka. Salah satu tokoh kulit hitam, Malcolm X, berkata, “Pendidikan adalah tiket ke masa depan. Hari esok dimiliki oleh orang-orang yang mempersiapkan masa depan.”
Refleksi dari kata-kata Malcolm X di atas, Apakah kita masih diam saja melihat kekerasan seksual di dunia pendidikan kita? Apakah kita harus diam melihat saudara, teman, adik, pacar kita rusak masa depannya karena apa yang mereka alami di sekolah? Mari kita pikirkan bersama.*****
dibawah ini adalah gambar dari koran Suara Pembaruan mengenai kasus Lifa tahun 1995: (dok:pribadi)
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
8 notes ¡ View notes
alineaberkata ¡ 4 years ago
Text
[11] Sorak Sorai dan Parau
Seberapa penting kah suara bagi manusia?
Entah itu suara yang dapat terdengar atau pun suara yang dapat dipermainkan seperti yang Bahtera kenal sejak kecil yaitu kotak suara. Bagi Bahtera selama dunia ini belum menemukan titik teradilnya, suara masih sangat penting digunakan namun tak penting untuk didengar. Berkali-kali sorak sorai menjadi latar belakang Bahtera tumbuh, di umurnya yang ke-lima tahun ia sudah ikut turun ke jalan melihat orang berlalu lalang  berbicara bebas atau terkadang berteriak menuntut hak mereka di depan sebuah bangunan mewah yang pagarnya berduri besi.
Orasi penuh ambisi dari pria tua di atas tumpukan kayu itu menimbulkan reaksi Bahtera yang saat itu merupakan salah satu balita yang ikut aksi unjuk rasa, terdiam sebentar kemudian menangis tak nyaman. Di dalam tangisannya ia bertanya, untuk apa mamahnya siang bolong begini ikut berkumpul dengan banyak orang yang berteriak kencang pada bangunan tinggi yang pemiliknya seolah tuli dan bisu? demi keadilan, kata seorang buruh yang memberikannya sebotol air mineral di tengah hiruk piruk aksi unjuk rasa tempo itu.
Dengan bergulirnya waktu yang meninggalkan manusia tanpa jejak, bukti keadilan itu tak kunjung nyata. Bahkan beberapa buruh yang wujudnya masih lekat dalam ingatan Bahtera sudah berpulang sebelum haknya terpenuhi. Kini aksi itu telah diregenerasi oleh wajah-wajah baru dengan tujuan yang berbeda, ada yang benar mempertaruhkan haknya, ada yang ditunggangi kelompok politik tertentu, bahkan ada yang menjadikan demonstrasi sebagai pundi-pundi rupiah.
Namun Bahtera masih tetap berdiri kokoh di antara wajah palsu itu, bodo amat dengan berapa ribu uang yang sering ditawarkan sebagai imbalan bungkam. Ia tak tergiur dengan permainan kuno itu, lagian untuk apa bertahun-tahun berjuang di jalanan kalau yang ia dapatkan hanya sepeser uang yang seharusnya memang miliknya sebagai rakyat.  Ya Tuhan sesusah itukah meminta pertanggung jawaban dari kematian kakaknya?
Dua belas tahun yang lalu saat umurnya menginjak lima tahun, kakak sulungnya merenggang nyawa di rumah tepat Bahtera meniup lilin angka lima. Seharusnya ia dapat mendengar riuh suara tepuk tangan yang meriah namun sayangnya kala itu sirine ambulan yang memprioritaskan nyawa kakaknya menulikan telinga Bahtera kecil yang tak mengerti apa-apa. Jerit tangisan mamah membuat Bahtera terasingkan di hari bahagiannya, seandainya saja Bahtera tak menghembuskan napas untuk mematikan lilin itu mungkin kakaknya masih ada di sini bersamanya.
Serangan jantung akibat kerja berlebihan adalah sebuah alasan kematian yang masih menyesakkan untuk diterima Bahtera dan keluarga. Bahtera selalu bertanya, apakah manusiawi menyuruh kakaknya bekerja lembur tiga hari berturut-turut hanya untuk mendapatkan satu hari cuti di ulang tahunnya. Sebenarnya luka lama itu akan lekas terikhlas kalau seandainya tidak terulangi lagi, kalau seandainya pelaku dari kejahatan itu tak bebas bermuslihat di balik meja jabatan.
...
Sebuah gas air mata dilemparkan ke arah massa, orang-orang yang tak terima itu balik menyerang dengan melemparkan batu dan menerobos pagar yang menjadi batas massa berdemo. Polisi berhamburan dari barisannya mencoba menahan massa yang membludak masuk, sesekali terjadi baku hantam dari keduanya. Bahtera melihat ke depan, seorang polisi telah mengincarnya dari tadi karena celana seragam Bahtera terlalu mencolok dengan pendemo yang lain. Ia langsung pergi dari area demo yang saat itu sudah kacau balau, gas air mata dilemparkan kemana-mana, aparat keamanan memukul tanpa ampun beberapa pendemo yang membuat kegaduhan, ban yang dibakar berserakan menimbulkan asap hitam pekat yang dapat mengganggu penglihatan dan pernapasan, Bahtera lari dengan cepat tak tentu arah mencari tempat persembunyian yang tepat untuk menghilang dari kejaran polisi. Sekarang Bahtera memasuki perumahan yang cukup jauh dari tempat demo, aparat itu masih ada sosoknya dibelakang sana. Ia melihat di ujung jalan ada satu rumah yang pagarnya sedikit terbuka, tak berlama-lama lagi ia langsung masuk ke rumah itu tanpa memikirkan pemiliknya, dari balik pagar ia dapat mendengar polisi itu berlari terus menerus tak menyadari keberadaanya.
"Ngapain kamu di situ?" tanya seseorang dari arah dalam.
Mata Bahtera terbuka lebar langsung menatap orang yang bertanya sambil mengatur napasnya. "Ikut sembunyi bang, bentar lagi juga gue keluar." Pria yang menurut Bahtera secara penampilan lebih tua darinya mengambil paksa banner bekas demo tadi di tangannya. Membaca kalimat pendek yang tercetak di sana. "Jangan dirusak bang, bikinnya mahal gue gak punya uang lagi."
"Masih kecil udah ikut demo, emang lu ngerti atau dibayar?" tanyanya meremehkan, pertanyaan itu sedikit membangkitkan emosi Bahtera.
"Kalau gak tahu apa-apa gak usah asal ngomong!" tegas Bahtera pendek, sekarang sesak menyergap tubuhnya antara kehabisan napas akibat berlari tadi atau emosinya yang tersulut oleh kata-kata pria di depannya. "Nama lu?" tanya pria itu mengembalikan bannernya.
"Bahtera, eh bang gue boleh minta minum gak?" jawab Bahtera tersenggal-senggal karena pernapasannya tak berjalan dengan baik. "Masuk," kata pria itu.
Bahtera memasuki rumah yang cukup luas namun sunyi seolah tak berpenghuni, ia duduk di sofa abu-abu di ruang tamu. Pria pemilik rumah itu pergi ke belakang rumah membawa minuman untuknya, tak ada rasa malu dalam diri Bahtera karena haus semakin menggerogoti tenggorokannya. Ia perhatikan ruang tamu sederhana bernuansa putih abu itu, menurutnya rumah ini sangat merepresentasikan kesepian, satu lampu hias yang berdiri di ujung ruangan, lukisan-lukisan abstrak yang Bahtera tak mengerti, tak ada foto manusia di bingkai foto juga tak ada tanaman yang setidaknya dapat menghidupkan suasana. Pria itu datang dari arah dapur membawa satu teko dan dua cangkir di nampannya dan kemudian duduk di sampingnya.
"Ini minum dulu." Suruhnya.
"Ini gak ada sianidanya kan?" tanya Bahtera pada pria itu sambil memicingkan matanya.
"Gak tahu diri banget sih lu, dah minum aja emangnya tampang gue keliatan kaya kriminal gitu?" omel pria itu.
"Bang sekarang penjahat itu enggak bisa dilihat dari penampilannya. Noh liat diluar sana bajunya aja rapih make dasi tapi kelakuannya lebih bejat."
"Kenapa lu ikut demo? mana bolos sekolah lagi."
"Menurut wikipedia, unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok. Masa gitu aja kagak tahu bang."
"Ya gue juga tahu kaya gitu mah, maksudnya tujuan demo lu tuh buat apa. Gue lihat di banner lu boikot-boikot perusahaan gitu sedangkan lu kan keliatannya belum kerja."
"Lu percaya gak sih bang kalau gue udah demo hampir dua belas tahun lamanya?"
"Dih malah balik nanya. Tergantung, kalau lu jujur menjelaskan gue percaya karena gue juga tahu keadilan di sini emang susah didapetin."
"Gue mau cerita, dua belas tahun lalu kakak gue meninggal dunia karena peraturan yang gak manusiawi. Dikira gue sehabis kejadian itu bisa bikin kapok perusahaan tersebut tapi nyatanya manusia gak seberharga itu dibanding profit, tahun berikutnya dan sampai sekarang banyak orang-orang yang senasib dengan kakak gue. Peraturan itu tetap berjalan padahal udah dilaporkan beberapa kali, massa udah bersuara, dibuktikan dengan orang yang berguguran, dan tahun ini dalang dibalik semuanya asik-asik aja nongol di papan kampanye." Tutur Bahtera.
"Nyokap bokap lu mengijinkan lu?"
"Awalnya nyokap gak apa-apa lagian dia yang pertama kali bawa gue ke jalan tapi sekarang dia selalu khawatir sama gue, pas waktu itu gue pernah pulang babak belur dihajar aparat. Kalau bokap gak tahu sih gue belum pernah ketemu dia dari kecil tapi dia sering ngirimin gue duit padahal gue gak tahu gimana bentukannya."
"Kok lu berani sih padahal bisa aja sewaktu-waktu akhirnya lu gak bisa pulang."
"Biarinlah bang, ini tuh mungkin salah satu cara gue minta maaf sama kakak gue."
"Gue setuju cara minta maaf itu banyak bentuknya tapi dunia ini gak akan menemui titik adilnya karena manusia sendiri mempunyai egonya masing-masing. Dengan begitu lu bakal memberikan seluruh hidup lu buat minta maaf, seriusan lu mau idup kaya gitu?"
"Bang lu tuh gak akan ngerti, lu bayangin kejadian ini membentuk sebuah belenggu di keluarga gue. Mamah belum ikhlas sama sekali, setiap sore dia masih sering nanyain kakak gue udah pulang atau belum atau ngamuk setiap denger sirine ambulan. Kakak kedua gue kesana kemari banting tulang buat nyeimbangin finansial keluarga karena bokap gak tentu ngirimin uang, hasil dari kerjanya pun gak banyak dan terkadang itu buat dia stres. Semuanya jadi berantakan gara-gara ulang tahun gue." Amarah Bantera mulai memuncak.
"Tapi rasa bersalah itu gak akan bisa ngebalikin keadaan, gue gak bisa bantu lu, orang lain gak bisa bantu lu, uang gak bisa bantu lu, yang bisa bantu adalah diri lu sendiri. Apa yang harus lu lakuin? berdamai dengan keadaan itu. Berlarut dari rasa bersalah itu kesalahan besar, itu cuma bikin lu bergerak di tempat walaupun lu udah berusaha melangkah sejauh mungkin."
"Terus apa yang harus gue lakuin menurut lu?"
"Hilangin rasa bersalah itu mulai dari sekarang, jaga yang sekarang masih ada, kakak kedua lu dan mamah. Selama ini keluarga lu hanya bergelut dengan masa lalu sehingga lu gak bisa natap sesuatu secara positif, coba dimulai dari diri lu sendiri karena biasanya positive vibes itu bisa nular."
"Dan mulai gak ikut unjuk rasa lagi gitu?"
"Enggak, gue cuma mau membenahi tujuan lu bukan untuk menghentikan, kalau memang harus diadili ya adili lah tanpa harus menyakiti lu."
Dalam suatu kasus terkadang mengungkapkan kebenaran untuk suatu keadilan memang menyakitkan namun kesalahan yang diketahui banyak orang dan tak kunjung diadili karena kurangnya materi lebih menyakitkan.
Bahtera mengambil cangkir air minumnya di meja, percakapan singkat yang membuat emosinya terkuras. Pria di sampingnya sekarang sedang memandangi deretan lukisan di dinding. Bahtera mengeluarkan ponselnya di saku hoodie yang ia pakai, banyak panggilan tak terjawab dari mamahnya membuat ia bersiap untuk pulang.
"Bang makasih minumnya juga makasih mau denger cerita gue. Kapan-kapan gue bakal bales kebaikan abang, gue pamit pulang yah mamah udah nelepon."
"Sama-sama Bahtera, gue juga bilang makasih karena akhirnya gue nerima tamu lagi setelah sekian lama tinggal di sini, tapi kayanya kita gak bisa ketemu lagi deh minggu besok gue pulang ke Bandung dan gak akan balik lagi kesini."
"Hidup itu lucu ya bang, baru aja ketemu dah pisah lagi. Gue duluan ya bang dah."
Bahtera meninggalkan rumah itu, ada rasa yang berbeda dalam dirinya seperti rasa lega sehabis menangis kencang. Setelah lumayan jauh dari rumah pria tadi ia kembali melihat kebelakang, ada hal yang lupa ia tanyakan, nama pria itu. Seandainya mereka memperkenalkan diri masing-masing dulu walaupun tak dapat berjumpa lagi ia bisa berkomunikasi dengan pria itu lewat media sosial. Sebenarnya ia tadi intip sebentar kertas di laci ruang tamu yang terdapat nama seseorang, Sewindu Danindra. Namun ia pikir lagi mungkin itu hanya judul lagu yang disukai pria itu.
Sebuah mobil hitam menutupi jalan masuk ke dalam rumahnya. Baru saja Bahtera mengucapkan salam, badannya membeku diikuti raut wajah terkejut. Di depannya ada seorang pria tua menggunakan kemeja khas kantor yang rapih dengan kacamata tertengger di telinganya, pria yang sering ia lihat dan yang selalu ia benci kapanpun melihatnya. Wajah dan tubuh pria itu persis dengan sosok pendamping seseorang di papan reklame kampanye.
"Bahtera, ini bapak," kata pria tersebut.
4 notes ¡ View notes
hujankopi24 ¡ 5 years ago
Text
Sudah Saatnya Berjalan, Tapi Jangan Buru Buru!!!!
Siang ini begitu menyengat, tapi tidak bagi Rusmini. Pagi, siang dan malam hidupnya akan selalu mendung, akan turun hujan tapi tidak pernah jadi. Menjadi seorang wanita karir dengan satu orang anak tidak mudah, Rusmini harus banyak membagi waktu antara mengurus anak, dan pekerjaan. Setelah menjadi ibu tunggal, Rusmini memang harus bangkit dan berjuang atas segala yang terjadi sekarang, juga nanti. Bagi rusmini tidak ada yang lebih bahagia dari hidup dengan kasih dan cinta, menyertai tumbuh kembang anak hingga menjadi kebanggaan orang tua. Rusmini bukan memilih untuk menjadi wanita karir, namun harus. Agar hidupnya dengan sang anak terus berjalan. Tidak berhenti. Ini bukan pilihan, sebab ini keharusan yang sakral. Terlalu banyak yang getir, hingga hanya untuk bekerja bukan lagi persoalan.
 ***
 1998, Yogyakarta.
Rembulan di Yogyakarta masih sama, bersinar meski sesekali redup tidak di sengaja. Barangkali rumah yang di bangun telah usang atau runtuh, itu sebabnya banyak yang merayakan kesedihan dengan duduk manis di rumah sambil melihati gelapnya malam, termasuk aku. Hidup dengan seorang ibu yang menghidupi anaknya dari menjadi kupu-kupu malam. Hidup kami berkecukupan, tidak kurang sedikitpun bahkan lebih lebih. Rumah mewah, mobil, butik butik yang sudah memiliki cabang, semua di olah ibu sendiri dari hasil melucuti dompet para lelaki yang haus belaian. Ibu tidak pernah mangkal, atau menjajakan tubuhnya di pinggir jalan. Bahkan yang aku dengar, ibu tidak pernah ke sarkem atau sekedar main kesana. Ibu tidak memiliki germo, ibu berdiri sediri, hingga tidak banyak yang tau kalau ibu seorang gundik. Warga banyak yang hormat, sebab kekayaan ibu dan donasi ibu ke tempat tempat ibadah dan warga kampung yang miskin setiap bulan tidak pernah absen. Mungkin ibu bahagia begini, atau sebaliknya aku tidak pernah tanya. Aku hanya perduli aku adalah seorang anak yang lahir dari seorang Rahim wanita baik dengan lelaki baik. Biar waktu yang menjelaskan.
Senja membuat aku begitu terpesona, dengan kemerah-merahannya. Meski tidak semua senja hadir di setiap sore. Aku selalu menunggu senja, dengan bapak di pinggiran jalan malioboro. Bapak memang suka mengajakku kesana, setelah pagi hingga menjelang sore bapak menghabiskan waktunya memahat patung untuk di jual. Aku selalu menemani bapak bersama musik musiknya, mengambil uang recehan yang di beri secara sukarela dari orang orang yang lewat, berkenalan dengan orang-orang baru membantu Mas Burhan misalnya, melukis sketsa wisatawan yang ingin di abadikan momennya dengan mengambil harga secara sukarela juga. Semua serba sukarela, untuk sebuah karya seni banyak orang menganggap murah. Padahal dari itulah banyak orang menggantungkan hidupnya. Termasuk aku, bapak dan ibu. Hingga di senja ini, bapak masih dengan harmonica dan gitar yang tergantung di leher untuk terus mengumpulkan rupiah demi melanjutkan hidup dan meneruskan pendidikanku. Bapak memang begitu, aku tidak boleh berhenti sekolah. Hingga di bangku menengah atas, bapak ingin sekali anaknya mendapatkan Pendidikan terbaik, aku yakin uang SPP sebesar 10.000 rupiah terbilang besar jumlahnya. Bapak harus menabung dari sisa uang yang di buat untuk makan demi membuat anak tunggalnya memperoleh wawasan melebihi apa yang orang tuanya dapat. Di balik senyum dan rambut yang Panjang, bapak memilih untuk diam ketika berulang kali ibu menghabiskan uang bapak, membelanjakan sesuka hati, membeli kebutuhan tresier. Bapak memaklumi, sebelum membawa ibu ke Yogyakarya, ibu adalah wanita terkaya di desanya, wanita budha di kasta brahmana. Bapak membawa lari ke Yogyakarta sebab cinta kepada ibu sangat besar, ibu pun begitu. Namun cinta akan selalu kalah dengan kebutuhan, ada yang harus di penuhi. Bukan hanya dua, namun isi rumah dan tempat lindung. Menjadi seorang pemahat tidak membuat bapak bisa mencukupi kebutuhannya. Ibu tidak menuntut, namun bapak sendiri tidak ingin membuat wanita yang di cintainya terluka. Aku tidak tau urusan orang dewasa, tapi mau tidak mau, suatu hari aku akan menjadi wanita dewasa.
Sorenya, setelah senja kembali memerah. Aku memunguti sebagian harapan yang aku tuangkan bersama dengan  beberapa tumpuk buku yang sengaja aku beli untuk menghidupkan aku kembali. Beberapa waktu sengaja aku buat begini, untuk tidak terlalu penuh. Aku jatuh kembali setelah patah hati pertama kehilangan bapak. Memasuki tahun terberat hilang tidak membuat aku takut, justru bersama membuat aku begitu gila. Burhan, namun aku memanggilnya dengan sebutan Semesta. Tubuhnya yang tinggi semampai dengan rambut gondrong dan kumis tebal yang di miliki membuat aku ingin sekali berlama-lama dengannya. Semesta menyembunyikan berbagai persoalan di antara titik titik yang di gambar lewat kertasnya sampai aku dan semsesta tidak menjadi satu rumah. Sejak pernikahanku dengan lelaki pilihan ibu, semesta terus menjadikan aku wanita paling istimewa bercerita segala keluh kesah yang menumpuk di kepalaku. Baginya aku akan tetap menjadi seorang wanita keras kepala yang menetap di hatinya, tanpa tapi, tanpa alasan, dan selalu begini.
Lelaki pilihan ibu memang tidak kurang dari segalanya, harta, tahta dan ketampanan. Namun satu hal; lelaki pilihan ibu tidak memiliki sprema yang kuat untuk menembus indung telurku. Hingga di angka 4 tahun pernikahan, kami masih berdua tanpa tambahan anggota baru. Waktu itu aku ingat jelas, setelah menghabiskan banyak minum dengan Burhan, aku mampir di huniannya yang penuh dengan kanvas, sesak tapi aku menyukai yang begini. Aku mengaku, aku manusia gagal. Menjadi istri orang namun memilih hidup dengan lelaki lain. Suamiku tidak masalah, asal ketika suami pulang, aku sudah harus di rumah, melayaninya sebagaimana seorang istri yang baik pada umunya. Entah, pernikahan macam apa ini. Mau tidak mau hidup harus terus berjalan begini, suka tidak suka.
Malam itu seperti biasanya, aku harus pulang sebelum jam 10 malam, sampai di rumah dengan cantik, tubuh yang wangi dan menyediakan makanan untuk di lahap berdua. Sebelum jam 10 , aku telah berkemas, bergegas merapikan baju dan tubuh yang masih telanjang. Membenahkan rambut untuk selalu terlihat rapi. Semesta memang selalu membuat aku kuwalahan. Tubuhnya yang begitu aku cinta dan harumnya yang selalu aku rindukan sebagai pertanda bahwa dengannyalah aku bisa melewati hidup yang sulit ini. Sampai di rumah, aku selalu menyiapkan segala keperluan suamiku dengan baik. Namun ada yang aneh, suamiku pulang lebih awal. Duduk di sofa dan menungguku dengan senyum yang tipis.
“Ada yang harus kita bicarakan.” Begitu kalimatnya menyapaku.
Aku duduk di sampingnya dengan nafas yang sedikit gemetar. Baru pertama kalinya suamiku pulang lebih awal begini.
“Aku butuh seorang anak, suruh Burhan menghamilimu.” Kalimatnya tegas tidak pernah terbata-bata.
“Hah, kau gila. Pasti Burhan tidak mau, ini urusan darah dagingnya.”
“Selama ini, aku rela kau tidur dengan lelaki itu, aku rela istriku di bagi. Aku hanya minta seorang anak, salah ?”. Suamiku pergi menuju kamarnya, membawa banyak harapan yang di tumpahkan ke aku. Hari ini tidak ada makan malam. Tidak ada bercerita panjang di meja makan tentang apa yang terjadi pada hari ini.
 ***
Senja saja tidak pernah bisa di tebak kapan akan muncul atau kapan akan menghilang. Senja begitu rahasia. Setiap datangnya selalu menjadikan sebuah kerinduan. Sejak aku hamil, tubuhku semakin kurus mengering, hanya perutku yang membuncit. Di usia kandunganku 3 bulan, aku mendapati Burhan di bunuh di kamar kostnya. Tubuhnya di temukan penuh dengan lupa cabik. Polisi telah menyelidiki, namun sampai kini belum ada kejelasan siapa pelakunya. Aku telah kehilangan 2 lelaki terbaik, bapak dan Burhan. Pemilik dari janin yang ada di kandunganku ini. Aku dan Burhan sepakat, setelah bayiku lahir, kami akan pergi jauh. Berdua. Meninggalkan suamiku dan juga Yogya. Bersembunyi-sembunyi begini sangat tidak enak dan butuh gelisah yang cukup besar. Kematian Burhan memang sangat janggal, hingga di kelahiran anakku, polisi belum juga bisa menyelesaikan kasus pembunuhan yang terjadi pada seorang seniman yogya di kamar kostnya. Aku hampir kehilangan harapan, ingin menuntut keadilan namun polisi akan bungkam dengan uang.
Anakku tumbuh dengan cinta kasih yang penuh, dengan kasih dan sayang yang luar biasa. Suamiku begitu bahagia. Dari awal hingga anakku berkembang, suamiku telah menemani aku begitu luar biasa. Cinta dan kasihnya semakin bertambah setiap harinya setelah kepergian Burhan, namun luka di dadaku di tinggalkan Burhan tidak akan bisa sembuh. Tak lama dari itu, suamiku meninggal akibat serangan jantung. Mobil jenazah yang di kawal oleh polisi khusus mendatangi rumahku dengan embawa peti berisi suamiku. Kataya suamiku di temukan tewas sewaktu perjalanan dinas ke Bali. Usia anakku baru 5 tahun. Dan aku harus menanggung beban terberat kehilangan orang orang yang menyayangiku. Remuk ? jangan di tanya lagi. Beberapa kebenaran aku dapatkan sekarang. Aku menemukan beberapa foto dan sim card baru di laci kamar milik suamiku. Setelah aku memandangi dengan seksama, seperti tidak asing dengan dua orang yang berada pada gambar. Memang sudah sedikit using, tapi aku yakin penglihatanku tidak salah. Ibuk terlihat cantik dengan rambut tergerai. Aku ingat ibu memiliki rumah di Bali yang di biarkan kosong tidak berpenghuni. Dan suamiku sering sekali melakukan perjalanan dinas ke Bali. Entah sejak kapan. Tapi benar, suamiku memiliki hubungan khusus dengan ibuku. Tubuhku kelu, nyaris tidak memiliki energi. Sudah puluhan tahun aku memang tidak bertemu dengan wanita yang melahirkan aku. Bukan tidak mau, namun ibu tidak ingin di temui pasca aku menikah dengan suamiku.
Siapa sangka, kalau pilihan memang harus di buat untuk menunjukkan seberapa besar kita mencintai seseorang. Aku tau hidup ini bukan hanya aku saja yang menderita. Ada banyak kepala yang memiliki pemikiran yang jauh lebih baik dari aku, ada banyak hati yang memiliki perasaan lebih kuat dari aku. Aku memilih untuk mengasuh anakku sendiri, tanpa kawin. Menikmati setaiap inchi tubuh yang terus tumbuh meski tidak setiap hari bersamanya. Bagiku tidak ada ibu yang gagal melahirkan seorang anak, yang ada hanya ibu yang gagal mensyukuri itu, dan semoga aku bukan bagian dari itu. Aku mencintai anakku yang begini, aku mencintai hidupku yang begini. Tidak ada yang lebih indah dari senja yang kemerah merahan. Sudah saatnya berjalan, tapi jangan terburu buru. Pilihan harus di buat dengan cerdas, agar semua Langkah tidak menjadikan kita manusia yang paling bersalah. Aku tidak pernah menyesal tidak menikah dengan Burhan,bahkan aku juga tidak menyesal telah menikah dengan suamiku. Tidak ada penyesalan yang harus aku lakukan, sebab hidup begini; berjuang dan terus berjuang adalah pilihan yang aku buat. Mau tidak mau aku dan anakku harus tetap hidup. Semoga Ibu, Burhan, dan suamiku selalu dalam lindung cinta kasih Tuhan.
  Rina.Elfatah
11 notes ¡ View notes
umpan-balik ¡ 5 years ago
Text
Pagi Kuliah, Siang Aksi Lalu Pulang Rindu
Tumblr media
Membaca buku kian terasa pelik saat ini, banyak buku yang terbeli lalu hanya tersimpan rapi, bertumpuk dengan buku lainnya bercampur baur, dan bersama berdebu. Sebenarnya ada hasrat yang tertahankan untuk segera menyelesaikan mereka satu per satu untuk mengetahui ide-ide baru, sesuatu yang baru,bak menemui jarum dalam jerami.
Pasti asyik sekali membaca buku fiksi Sabda Armandio Alif yang berjudul “Dekat dan Nyaring” atau buku Henry Manampiring “Filosofi Teras” sambil menyereput rokok Relax di setiap batangnya menemani membuka halaman demi halaman, dua buku yang sangat ramai dibicarakan orang-orang pada review-review buku pada timeline linimasa. Pasti akan terasa menggembirakan membaca buku terbaru Petrik Metanasi “Negeri Para Jenderal” sambil ngopi saset.
Tapi situasi hari ini, membuat saya dan buku sementara berjarak. Ada perasaan hinggap yang membuat menahan-nahan untuk tidak terus larut dalam bacaan. Paling jika bersentuhan dengan buku itu masih bacaan yang lama sekitar bulan lalu dan jauh dari kata kelar untuk menyudahinya. Atau paling kalau membaca buku pun itu buku-buku tentang mata kuliah demi menyelesaikan tugas akhir, segera!
Prahara menyoal gelombang aksi mahasiswa membuat saya untuk masuk dalam pusara dan tidak hanya tinggal diam. Memang ada benarnya juga kata mendiang Wiji Tukul yang sebenarnya saya kurang sepakat di awal: “apa guna banyak baca buku, lalu mulut kau bungkam?”, begitu dalam menyentil.
Hari demi hari kondisi kita saat ini mendekati demokrasi tiang gantung yang hanya menunggu pisau guletin menyayatnya, bagaimana tidak, wakil rakyat kita dan Presiden Idol dengan label orang baik kok tiba-tiba terkena ejakulasi amat dini untuk mengesahkan RUU-RUU yang ngawur. Salah satunya adalah ingin mencampuri begitu dalam ruang persona kita, mencampuri urusan kita, kekasihku, saat bertemu, padahal menggaransi rindu saja tidak mampu.
Kedua lembaga dari istana dan senayan justru ketika datang protes, tidak tinggal diam, begitu responsif dan cekatan dalam menerima protes, tapi dengan tindak laku yang bukannya meredam amarah dari KAMI rakyat, mahasiswa, anak-anak STM, Persatuan Ojek Online, serikat buruh dan masyarakat sipil lainnya.
Gas air mata disemprotkan, pentungan begitu ringannya memukul pundak demonstran, hingga tidak tak tanggung melepas peluru tajam kepada mahasiswa, nyawa dianggap tidak berarti dengan dalih NKRI Harga Mati, mengingatkan kembali ungkapan: darah itu merah jendral, bagi kami generasi yang lahir pasca orde baru kini terasa dekat sekali. Orde Baru 2.0? Mungkin saja benar unggahnya, kini terasa sekali, di rumah kami Ibu Pertiwi.
Polisi pikiran terus membuntuti kita, seperti yang dirasakan oleh Winston lakon utama dalam buku fiksi termahsyur George Orwell, 1984 yang dikejar-kejar oleh Si Bung Besar. Negara kini dengan mudahnya memantau gerak-gerik kita dan siap menjebloskan siapa saja yang tidak sepaham, selurus duga mereka, kini hal itu begitu karib ditemui. Cuitan twitter berujung jeruji, menggalang donasi untuk kemanusiaan disalah kaprahi.
Maka semua tergetar, berteriak bersuara menolak. Kota-kota kini terbakar, bukan untuk merusak, mereka yakin hidup akan lebih baik ke depan dan jika semua penolakan tidak diindahkan mereka yakin hidup bakal hancur lebur. Masih ada harapan untuk mengubah, tinggal si Bung besar, semoga mau mendengar.
Amarah itu kian nyata, jika mereka berusaha untuk dihentikan, yang ada justru amukan, Para gerakan mahasiswa selalu yakin tidak ada perjuangan yang sia-sia, begitupun generasi 98’ yang langgas menumbangkan orde baru, gigih berjuang, betungkus lumus untuk menyalakan harapan untuk hidup yang lebih baik, Jadi mungkin sebaiknya tidak mengutuk atau mengkerdilkan gerakan dan berbicara di depan awak media, seolah menjeleterehkan bahwa gerakan ini murni ditunggangi.
Sebaiknya, sebaiknya tidak perlu frontal semacam itu, bukankah lebih baik mengirim pesan langsung kepada teman-teman mahasiswa yang kini tidak dipungkiri memilik akun media sosial pribadi, memberi wejangan dan dorongan penuh, tentang bagaimana gerakan diakomodir seperti seharusnya dilakukan pada hari ini. Duduklah dan saksikan saja, kami yakin kalian adalah orang tua yang maha asyik, dikenang pula.
Mari melihat generasi ini bekerja, berekrspresi sembari mengepalkan tangan, kami sedang bercakap wahai tuan dan puan dengan kepongahan, saya teringat sepenggal puisi Dea Anugrah ‘Tentang Percakapan’: kau memintaku berkisah tentang pergantian musim, protes-protes di jalan raya, kota-kota jauh yang bangkit melawan penguasa, namun tiada yang kumiliki selain kata-kata berbisik seperti akar bakau dan nada bicara seorang pengidap asma.
Generasi Z yang kerap dipandang sebelah mata disertai sinisme meninggi dalam paradaban, dicap generasi apatis, doyan hidup gaya hedonis, hanya tahu menahu soal fun, food serta fesyen. Generasi Z, sebuah kelompok demografi yang lahir di antara pertengahan 1990-an sampai 2010-an. Tumbuh berkembangnya mereka kerap disertai stigamtisasi bahwa mereka apatis, mudah cemas, tak berani ambil risiko serta pragmatis menyoal urusan duit.
Namun gelombang aksi di berbagai penjuru kota hari ini, memukul dan menyapu semua keraguan pada mereka, Generasi Z turun ke gelanggan aksi dan ikut membakar diri. Bahkan lebih asyik dalam mengekspresikan diri dibanding dengan generasi sebelumnya, yang kini duduk di gedung DPR dengan ruangan dingin ber-AC.
Generasi Z sudah membuktikan diri, alih-alih dicap sebagai tumbuh apatis, nyatanya mereka concern, up to date dan mengikuti perkembangan dunia apalagi tanah air mereka tentang permasalahan sosial-politik sekitar.
Bukan tanpa alasan, mereka Gen-Z tumbuh dipupuk dengan fasiltas mumpuni yang mungkin tidak dirasakan generasi sebelumnya. Mereka tumbuh saat hal-hal ajaib dan serba cepat dan lumer bermunculan, mereka tumbuh bersama internet, ponsel pintar hingga media sosial untuk mengekspresikan sikap.
Pada point pentingnya mereka yang juga sering disebut generasi kiwari ingin menyampaikan bahwa demokrasi itu penuh keceriaan, lepas dan tidak terlalu kaku seperti pada jaman orde keropos pak Harto.
Betul, mereka datang dengan aksi yang tidak kikuk membicarakan masalahnya, berbagai poster dibentangkan bukan bertulis, “NKRI Harga Mati”  atau “Penjajah di Negeri Sendiri” yang pada saat reformasi 98’ banyak dibentangkan. Atau berteriak memininta sang penguasa—Soerhato—untuk langsung saja turun dari tahta kepemimpinannya.
“NEGARA BENAR-BENAR DARURAT SAMPAI BUCIN IKUT DEMO”, “TIDAK PERLU GAS AIR MATA, NEGERI INI SUDAH NANGIS” atau salah satu yang terbaik versiku, “PATAH HATI TETAP IKUT AKSI”. Mereka berdemonstrasi berteriak lantang atas ketidakadilan, disungging pula selera humor yang tidak kering.
Syahdan, mereka bukan segerombolan anak-anak yang masih perlu lebih diasuh, mereka tahu kok mana kedzoliman, ketidakadilan, kebatilan. Walau sebenarnya persoalan kecemasan tak pernah selesai dari generasi ini, doyan melankonlia, mendayu-dayukan perasaan mereka.  
5 notes ¡ View notes
journeyofkay ¡ 6 years ago
Text
PATAH HATI YANG PALING PATAH
“Sayang, pernah baca cerita pendek milik Seno Gumira Ajidarma? Sepotong Senja untuk Pacarku?”
Mari kita analogikan tulisan ini sebagai surat elektronik untukmu — walaupun aku tulis dan dapat dibaca umum, tapi aku akan bicara perihal kita. Ya, ini adalah surat cinta dan ini hanya untuk kamu. Bukan sok romantis, hanya saja kita sudah kehilangan ruang untuk bicara. Entah bagaimana menyebutnya, kehilangan atau dihilangkan. Kamu tentu sudah paham; kita menghilang.
Sebentar, perlu aku bertanya kabar untuk mengawali surat ini?
Sayang, bagaimana kabarmu?
Bagaimana perkembangan pentasmu? bukankah waktu pentasnya sudah dekat? semoga semuanya baik-baik saja. Aku tahu kamu adalah pria yang terencana, kamu penuh pertimbangan matang dan perihal pentas ini bukan hal yang sulit bagimu.
Bagaimana kabar Jakartamu hari ini? Apa kamu masih bisa nyanyi-nyanyi di jalan sambil mengendarai kendaraanmu? Masih seringkah bersepeda menjelang sore?
Ada yang kamu rindu dari kota kecilku? Samarinda yang sudah semrawut– katamu.
Adalah kamu dan lantai bumi, kedai kopi tempat kita bertemu pertama kalinya lagi–setelah perpisahan yang menjadi sekat bertahun-tahun. Ngomong-ngomong, apa masih boleh aku rindu?
Seperti setiap percakapan kita sebelumnya, rasanya aku juga perlu menceritakan hari-hariku bukan? Hari-hari tepatnya setelah kamu menyerah dan memilih pergi. Sayang, benar yang pernah kamu bilang, bahwa tidak ada yang berubah dengan rutinitas kita setelah ini. Aku masih berkutat dengan pensil dan target tahunanku, kamu tentu dengan duniamu — yang belum berhasil aku selami dengan penuh. Aku masih menghabiskan waktu di kamar sampai malam, jadi penulis amatiran, katamu.
Saat ini, sepulang sekolah, aku sudah terbiasa berhenti menunggu ponselku berbunyi. Berhenti menunggu kamu memberi kabar bahwa kegiatanmu selesai, menunggu ceritamu tentang hari ini, menunggu kamu meluapkan hasil observasimu tentang dunia, menunggu kamu bilang “Aku juga rindu!” kemudian memberikan ciuman selamat tidur sebagai akhir dari percakapan kita. Aku sudah memilih berhenti menunggu kamu, Sayang.
“Sayang, pernah baca cerita pendek milik Seno Gumira Ajidarma? Sepotong Senja untuk Pacarku?”
Apa kamu ingat pertanyaanku saat itu?
��Belum” jawabmu. Aku berniat menceritakan cerita itu padamu, tapi sayangnya kamu menunjukan keengganan saat itu. Belum saatnya, pikirku.
Tapi kini kita sudah kehilangan ‘nanti’.
Sayang, cerita ini begitu romantis. Sukab, sang tokoh mencuri sepotong senja untuk pacarnya. Bukan hanya senja yang ia curi! Melainkan “lengkap dengan bau laut, desir angin dan suara hempasan ombak. Ada juga kepak burung-burung dan lambaian pohon-pohon nyiur…” Ia merelakan semesta kehilangan, sementara ia jadi sosok yang diburu karena mencuri pemandangan paling menakjubkan itu.
Cinta membuatnya begitu nekat, sayang.
Sukab menceritakan perjalanannya mencuri senja dengan sangat berani, tanpa ada rasa takut sedikitpun padahal polisi mencari-carinya di mana-mana. Jelas sekali, yang terpatri dalam benaknya hanya satu; memastikan senja yang ia curi itu utuh tiba di tangan kekasihnya, Alina, dan tentu ia yakin Alina akan senang mendapatkan hadiah potongan cakrawala nan indah itu. Tapi aku tidak akan ikut mengutuknya karena memilih mencuri senja untuk seorang wanita, aku justru iri dengan wanita itu, sayang. Ia tidak perlu banyak kata-kata untuk menjelaskan betapa ia mencintai wanita itu. Beruntungkah dia?
Aku jadi teringat, saat pertama kali mendaki. Aku dibuat-Nya takjub berkali-kali, Sayang. Kami summit dini hari, dan alam malam hari itu indahnya bukan main. Lampu-lampu rumah penduduk menghilangkan kesan garang dari alam dan malam. Matahari terbit juga tak kalah menakjubkan dari senja yang digadang-gadang banyak penyajak itu, sayang. Sungguh, yang terpikirkan olehku saat itu hanya satu, semua paket ini diberikan Tuhan lengkap sekali jika ada kamu!
Aku tidak ingin terlalu syahdu — seperti Sukab, berfikir untuk memotong cakrawala sebesar kartu pos dan mencurinya. Aku hanya ingin kita menikmati hal seperti itu bersama, mungkin nanti di lain hari. Kamu tahu Sayang? Aku mulai mengerti, mencintai sejadi-jadinya ternyata rasanya begini. Tak heran Sukab benar-benar nekat.
Sepuluh tahun kemudian, Seno Gumira Ajidarma menulis kembali cerita pendek berisi surat balasan dari Alina untuk Sukab berjudul “Jawaban Alina.”
Surat itu membuatku sedih, Sayang. Ternyata senja yang dikirimkan Sukab sedemikian rupa untuk Alina, baru tiba setelah sepuluh tahun kemudian. Dan yang paling menyedihkan adalah senja — hadiah paling romantis itu menjadi bencana luar biasa yang menenggelamkan dunia. Alina yang disayang-sayang, tidak lain adalah perempuan yang setelah sepuluh tahun kemudian sudah berbahagia dengan suami dan anaknya — bukan Sukab dan bukan pula buah hati mereka.
“….sekali lagi, aku tidak mencintai kamu. Kalau toh aku kelihatan baik selama ini padamu, terus terang harus aku katakan sekarang, sebetulnya aku cuma kasihan. Terus terang aku kasihan sama kamu Sukab, mencintai begitu rupa tapi tidak tahu yang kamu cintai sebetulnya tidak mencintai kamu. Makanya jangan terlalu banyak berkhayal Sukab, pakai otak dong sedikit, hanya dengan begitu kamu akan selamat dari perasaan cintamu yang tolol itu…”
Sepenggal cuplikan Jawaban Alina.
Kamu tahu apa akhirnya dari cerita ini Sayang? dunia berakhir begitu saja hanya karena cinta yang ternyata bertepuk sebelah tangan. Sungguh, betapa ironinya cerita ini, Sayang. Akhir kutipan jawaban Alina menyentilku, mengingatkan aku pada perasaanku yang juga sama tololnya dengan perasaan milik Sukab.
Sayang, aku juga tidak tahu apakah kamu juga mencintaiku?
Toh perihal kita sama ironinya dengan cerita ini. Cerita pendek yang aku suka ini tak ubahnya hanya cerita cinta tragis, Sayang. Pilihanmu begitu tepat untuk tidak mendengarkan cerita ini saat itu.
Kamu, Alina sayang, dan Aku, Sukab yang malang.
Apa cerita pendek milik Seno Gumira Ajidarma ini adalah representasi dari kita?
Aku akan mengakhiri surat ini dengan begitu banyak tanda tanya. Adalah hakmu untuk memilih bungkam atau menjawabnya. Yang tidak perlu kamu khawatir adalah baik kamu menjawab ataupun tidak, toh tidak akan merubah apa-apa; kita akan tetap pada kita yang seperti ini. Kita tidak akan berjalan beriringan lagi Sayang, tenang, kamu akan tetap pada rutinitasmu, begitu juga aku dengan rutinitasku; mencintaimu.
Selamat tinggal perihal Jakarta dan deretan wacana kita.
.
.
.
Kayla Aziza
Samarinda, Mei 2019
11:05
Tumblr media
9 notes ¡ View notes
bacotberbobot ¡ 6 years ago
Text
Giovanni Brusca: Pembunuh Bayaran Tersadis dalam Sejarah Mafia
Sepanjang hidupnya, pria ini disebut-sebut pernah menghabisi nyawa sekitar 200 orang. Orang ini memang begitu kejam, bahkan dianggap sebagai pembunuh bayaran paling sadis dalam sejarah mafia. Dia adalah Giovanni Brusca.
Orientasi 
Brusca lahir dari keluarga mafia di San Giuseppe Jato, sebuah daerah di Palermo, Italia, pada 20 Februari 1957. Kakek buyut dan kakeknya adalah mantan petani yang kemudian diangkat menjadi anggota kelompok mafia setempat. Sementara ayahnya, Bernardo Brusca, adalah godfather lokal yang kelak dihukum seumur hidup karena berbagai kasus pembunuhan berencana.
Pekerjaan pertama Brusca adalah sopir pribadi Bernardo Provenzano, seorang Don seperti ayahnya. Sejak itu pangkatnya naik menjadi bagian grup pembunuh bayaran Corleonesi (sebuah faksi di dalam jejaring mafia Sisilia yang mendominasi Cosa Nostra pada 1980-an dan 1990-an) yang berada di bawah komando Salvatore "Totò" Riina. Sejak ayahnya ditangkap pada 1989, Brusca-lah yang menggantikannya sebagai capomandamento. Kedegilan Brusca pun tak terbendung. Ia menjelma monster haus darah. Sebab itu pula ia punya beberapa julukan: “Algojo”, “Eksekutor”, dan terakhir yang paling sering disebut orang, “Si Babi”.
Peristiwa 1
Sebuah kasus tahun 1993 menunjukkan betapa sadisnya Brusca. Ia menculik, membunuh, lalu merendam bocah berusia 11 tahun bernama Giuseppe Di Matteo ke dalam larutan asam. Di Matteo adalah anak dari Santino Di Matteo, biasa dikenal dengan nama Mezzanasca, salah satu anggota Cosa Nostra dari wilayah Altofonte. Ketika tertangkap pada 1992, Santino secara mengejutkan bersedia bekerja sama dengan aparat untuk mengungkap kasus pembunuhan dua hakim pemberani anti-mafia, Giovanni Falcone dan Paolo Borsellino. Mengetahui hal tersebut, Salvatore Riina berang bukan main. Ia pun mengutus Brusca untuk menghabisi Santino.  Dalam konteks waktu itu, tugas tersebut jelas terbilang mahaberat. Dengan status Salvatore Riina sebagai pemimpin dalam Corleonessi, siapapun yang hendak menangkapnya tak hanya wajib memiliki nyali besar dan anggota yang mumpuni, tapi juga butuh strategi yang brilian. Untuk menyelesaikan kasus ini, Falcone turut dibantu Tomasso Buscetta. Mantan mafia yang ditangkap di rumah persembunyiannya di dekat hutan Amazon ini bersedia menjadi informan pemerintah—atau "pentiti" dalam istilah Italia. Kesediaan Buschetta menjadi pentiti membuat dunia mafia mengecam dirinya sebagai pengkhianat. Namun demikian, ia tidak merasa seperti itu dan justru menganggap Salvatore Riina-lah yang pengkhianat karena telah melanggar 'etika' mafia dengan membunuh para bos mafia lain, juga wanita beserta anak-anak, agar dapat berkuasa sepenuhnya, sesuatu yang sangat diharamkan dalam kode etik kejahatan mafia. Hal lain yang membuat Buscetta bersedia adalah karena ia punya dendam kepada Salvatore Riina lantaran dua anaknya turut dibunuh. Atas bantuan Buscetta, sebanyak 474 anak buah Riina berhasil diringkus dan 338 orang dinyatakan bersalah. Begitu banyaknya jumlah tahanan, maka pemerintah Italia bahkan harus membuat jeruji khusus yang dinamakan Maxiprocesso (Maxi Trial). Demikian pula ketika pengadilan para tersangka yang juga diselenggarakan secara berbeda pada Desember 1987. Keberhasilan ini membuat pamor Falcone dan Borsellino melangit. Khusus Falcone, ia pun dijagokan menjadi Ketua Pengadilan Palermo.
Namun, setelah voting dilakukan, Falcone ternyata kalah oleh sosok hakim lain yang dikenal memiliki kedekatan dengan Riina. Walhasil, ratusan anak buah yang sebelumnya dinyatakan bersalah dari Maxi Trial dibebaskan. Tak hanya itu, Riina yang masih muntab dengan kedua hakim pemberani tersebut ingin mereka mati. Ia pun mengutus Brusca untuk menjadi eksekutor. Hasilnya: Keduanya tewas dalam ledakan bom masing- masing pada 23 Mei 1992 dan 19 Juli 1992. Kelak tragedi itu dinamakan Capaci Bombing. Kasus tersebut dengan segera membuat rakyat Sisilia berang bukan main. Riina dan komplotannya pun diburu habis-habisan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Sisilia, mereka menolak bungkam terhadap mafia. Dan kemarahan itu membuahkan hasil: pada 15 Januari 1993, Riina berhasil ditangkap. Keberhasilan ini salah satunya berkat Balduccio Di Maggio, sosok mafia lain yang berkolaborasi dengan aparat setelah ia mendapat kabar akan dihabisi Riina. 
Komplikasi Pada November 1993, Santino, yang menjadi salah satu tokoh penting dalam eksekusi Falcone dan Borsellino, juga bersedia menjadi pentiti bagi pengadilan. Mengetahui hal ini, Brusca kalap. Muncullah kemudian ide untuk menculik anak Santino, Giuseppe. Menurut pengakuan salah satu penculik, Gaspare Spatuzza, komplotan mereka berpakaian seperti polisi dan mengatakan kepada Giuseppe bahwa ia dibawa untuk menemui ayahnya yang kala itu tengah berada dalam lindungan aparat. Giuseppe diculik selama 26 bulan oleh Brusca. Selama ratusan hari itu pula ia mengalami siksaan dan berbagai foto mengerikannya kerap dikirim ke Santino agar ia bungkam. Ketika Santino akhirnya mencoba bernegosiasi, Brusca yang sudah tak tahan memutuskan membunuh Giuseppe dengan cara dicekik. Tak hanya itu, tubuh Giuseppe juga direndam ke dalam tong berisi cairan asam. Dalam istilah Italia, tindakan bengis macam itu disebut sebagai lupara bianca: sebuah upaya menghalangi penyelidikan dengan menghancurkan barang bukti. Tapi, lebih dari itu, Brusca memang sengaja melakukannya agar keluarga Giuseppe, terutama Santino sebagai ayahnya, tidak dapat menguburkan jasad sang anak.
Reorientasi
Brusca akhirnya ditangkap pada 20 Mei 1996 di sebuah rumah kecil di Agrigento ketika ia sedang makan malam bersama keluarganya. Penangkapan tersebut dirayakan oleh puluhan polisi. Mereka bersorak sorai, menyembunyikan klakson, hingga saling berpelukan. Beberapa mencopot topeng untuk menunjukkan mereka tidak lagi takut kepada mafia. Brusca didakwa hukuman seumur hidup karena berbagai kasus kejahatan, terutama sebagai salah satu dalang pembunuhan Falcone dan Borsellino. Untuk mencari keringanan, Brusca kemudian bersedia menjadi pentiti. Namun, sejak tiga bulan pertama, keterangannya banyak yang tidak dapat diverifikasi. Sampai kemudian ia membocorkan rahasia: pembunuhan Falcone melibatkan Menteri Dalam Negeri Italia kala itu, Nicola Mancino. Atas berbagai informasi yang diberikan, Brusca pun diberi “hadiah”: diizinkan keluar dari penjara selama satu minggu setiap 45 hari untuk menemui keluarganya. Bagaimana dengan Santino ketika mengetahui Brusca berhasil ditangkap? Syahdan, keduanya pernah bersemuka langsung di pengadilan saat pengambilan sumpah untuk menjadi pentiti. Santino pun segera berseru kepada hakim: "Saya menjamin kolaborasi saya, tetapi untuk hewan ini saya tidak menjamin apa pun. Jika Anda meninggalkan saya sendirian dengannya selama dua menit, saya akan segera memotong kepalanya!"
5 notes ¡ View notes
aprilspaces ¡ 2 years ago
Text
Apa yang Sebenarnya Terjadi di Ujung Jakarta?
Tumblr media
23/05/19
ミ Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara
Kalau boleh sedikit cerita, jurusan kuliahku mungkin terlihat tidak memiliki benang merah dengan isu sosial politik masa kini. Aku pun sempat berpikir seperti itu.
Tetapi, semesta berkata lain. Buktinya hari ini, lebih tepatnya bulan ramadhan ini, aku lagi-lagi diberi kesempatan untuk mendengar dan berbagi. Lewat tugas Pengantar Teori, aku diajak meneliti kehidupan warga di kampung ini.
Kampung Akuarium.
Walaupun target utama penelitian ini adalah material culture, ada satu hal yang ternyata lebih menarik untuk dibahas.
Perasaan kecewa.
Bingung? Ya sebentar, aku kan belum mulai cerita.
Teman-teman mungkin pernah dengar mengenai sengketa kepemilikan lahan Kampung Akuarium di era mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama.
Kampung Akuarium merupakan pemukiman warga yang pada tahun 2016 lalu terpaksa harus digusur oleh pemerintah daerah karena tidak memiliki izin mendirikan bangunan secara resmi. Area gusuran tersebut konon akan direvitalisasi menjadi cagar budaya, katanya.
Rasanya untuk saat ini, tidak ada yang bisa dipercaya oleh warga Kampung Akuarium. Sakit hati dan trauma beberapa tahun lalu begitu membekas dalam ingatan mereka.
Senin, 11 April 2016, mereka dipaksa meninggalkan rumah yang sudah puluhan tahun mereka singgahi. Dalam sekejap, bangunan hunian mereka rata oleh tanah.
Warga masih ingat betul bahwa 2014 lalu, Jokowi pernah membuat kontrak politik di sini. Isinya kurang lebih menjanjikan mereka sertifikat resmi dan tidak akan melakukan penggusuran terhadap kampung ini. Warga kecewa, pada akhirnya mereka tetap tergusur akibat suatu kepentingan.
Pak Taopaz adalah salah satu dari sejumlah pendemo di depan istana negara yang berani mengutarakan kekecewaannya. Menurutnya, memang bukan Jokowi yang melakukan penggusuran, tetapi Ahok. Namun sebagai yang pernah memiliki janji dengan warga di sini, seharusnya Jokowi melakukan sesuatu, tidak diam saja. Mengingat pemerintah pusat memiliki kewenangan lebih ketimbang pemerintah daerah.
Ia juga mengeluhkan lumpuhnya perekonomian warga saat penggusuran terjadi, trauma anak-anak, serta dampak yang paling terasa saat mereka harus tinggal di bedeng/tenda selama berminggu-minggu karena tidak tahu lagi harus rehat di mana.
Setiap aksi dan protes yang warga lakukan, bukan ditanggapi, malah di kriminalisasi. Bahkan terkadang warga sering diamankan, lalu diberi jabatan dalam pemerintahan agar bungkam.
Sebagai orang yang diberi amanah memimpin Kampung Akuarium, Pak Taopaz berterus terang bahwa dirinya kerap kali ditegur orang-orang suruhan pemerintah.
“Pergerakan massa 21-22 Mei, saya nggak melakukan apa-apa. Saya nggak melakukan pengerahan masa. Tapi kenapa ada telfon ini, itu, polisi, polsek, polres, segala macem. Dia bilang ada pengerahan massa. 4 bus bapak  mengerahkan massa, bapak jangan kemana-mana,” keluh Pak Taopaz, ketua RT Kampung Akuarium di kediamannya sore ini. (23/05/18)
Warga Kampung Akuarium sudah sulit untuk percaya dengan pemerintah. Bagi mereka, tidak ada yang bisa dipercaya.
Saat ini, warga Kampung Akuarium tidak punya apa-apa. Usaha yang selama ini mereka lakukan tinggal kenangan. Bentuk Kampung Akuarium yang kita lihat saat ini merupakan hasil dari perjuangan para warga menuntut keadilan.
Pemerintah daerah yang baru memang sudah membangunkan shelter dari triplek yang cukup layak sebagai tempat tinggal sementara mereka. Namun mereka tetap menuntut penuh harap agar dibangunkan hunian permanen seperti dulu sebelum penggusuran terjadi.
Terus terang, mendengar segala keluhan rakyat seperti ini membuatku sedih. Rasanya ingin sekali ikut memperjuangkan hak mereka. Dengan ini, aku berharap aku tidak sendiri. Turun ke jalan mungkin sudah bukan tren lagi. Satu-satunya cara untuk merubah suatu sistem adalah dengan terjun langsung ke dalamnya.
Sangat menyenangkan jika teman-teman, khususnya mahasiswa yang menjadi harapan bangsa mau bersinergi. Atau setidaknya belajar untuk memahami, mencoba untuk peduli, dengan polemik di negeri sendiri.
N :
Sebenarnya warga tidak serta merta menolak penggusuran. Mereka mengajukan permohonan kelonggaran waktu selama kurang lebih 2 bulan. Namun pemerintah tidak memberikannya. Pemerintah malah menggusur paksa tanpa mengikuti standar operasional prosedur. Mereka tambah marah ketika mengetahui bahwa pemda tidak memiliki sertifikat resmi atas tanah ini. Setahun setelah penggusuran tidak juga ada pembangunan, tidak ada masterplan apapun yang pemerintah tunjukkan ke warga. Tetapi sebelum penggusuran, pemerintah daerah sudah memberi bantuan alternatif berupa rumah susun yang dapat warga tempati sebagai ganti.
Jadi sebenarnya, siapa yang harus disalahkan?
0 notes
lampung7com ¡ 3 years ago
Text
Kekasih Dea Onlyfans Bungkam Usai Diperiksa Polisi soal Video yang Viral
Kekasih Dea Onlyfans Bungkam Usai Diperiksa Polisi soal Video yang Viral
LAMPUNG7COM | Kekasih Dea Onlyfans yang belakangan diketahui bernama Dicky Reno Zulpratomo (32) telah selesai menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus video porno. Ia diperiksa karena diduga menjadi pemeran pria di dalam video porno yang menjerat Dea. Di lansir dari kumparan, Dicky keluar dari gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada Jumat (1/4) sekitar pukul 19.55 WIB. Dia mengenakan…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
rtriosepta ¡ 3 years ago
Text
Suasana haru menyelimuti pemakaman, isakan tangis membasahi tanah kuburan. Dentuman tembakan mengiringi jalannya proses pemakaman ayahku. Seorang perwira menengah di kesatuannya, tentu beliau menjadi orang yang cukup disegani oleh rekan sesama polisi. Namun, sekarang tentu berbeda beliau hanya akan menjadi kenangan yang akan mekar dalam ingatan.
Di dunia ini tidak ada yang namanya hidup abadi, semua makhluk hidup akan mengalami kematian. Dan di dunia ini juga banyak hal yang sudah kita rencanakan dengan sempurna, tak selalu berjalan seperti dugaan kita sebelumnya. Apa yang telah aku rencanakan tidak semulus apa yang aku pikirkan. Ada saja penolakan demi penolakan saat aku meyakini akan sukses melewatinya.
Satu Minggu setelah kepergian ayah, aku memandangi foto beliau yang terpajang rapi di dinding ruang tamu. Dadaku sesak, hatiku rasanya seperti ditikam duri tajam. Saat kesedihanku memuncak, ibu juga bertanya perihal masa depanku, pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulut ibu dan terkirim manis kepadaku. Aku bungkam seribu bahasa, hanya ada tangisan sendu yang mengobrak-abrik perasaanku.
Aku berbeda pandangan dengan ibu perihal masa depanku. Sejak awal kuliah S-1 dulu, aku sangat menekuni dunia kepenulisan dan berharap suatu hari nanti aku melahirkan karya yang fenomenal dan laris manis bagi pembacanya. Atau melahirkan sajak-sajak yang sangat terkenal seperti penulis legendaris Sapardi Djoko Damono dan juga memiliki novel yang kemudian diangkat menjadi layar lebar seperti novel tenggelamnya kapal Van der Wijck karangan Buya Hamka. Aku tidak mengerti mengapa ibu memiliki pandangan yang berbeda, ibu ingin aku menjadi seperti ayah yang berpakaian rapi dan gagah sambil memegang senjata yang melambangkan keberanian dan rela berkorban demi keamanan negara.
"Mengapa ibu tidak mendukungku" Aku terus menggerutu di dalam hati.
"Inilah hidup Genta, perjalanan menuju kesuksesan tidak semudah membalikkan telapak tangan, kamu harus percaya dengan apa yang kamu impikan dan yakini ibumu bahwa dengan menulis masa depanmu lebih baik" ada suara asing yang terdengar didalam jiwaku.
Hampir dua jam lamanya aku masih terpekur menahan sesak dan memikirkan cara untuk menyelesaikan kekalutanku. Jam dinding di kamarku berbunyi bergantian dengan hembusan nafasku. Aku merutuki banyak hal. Tentang takdir, kesempatan dan berbagai hal yang akan aku jadikan alasan terhadap kemelut hidup yang membelengguku. Namun menangis menjadi cara terbaik saat ini dalam menghadapi kekalutanku.
Entah sudah berapa kali tulisanku ditolak penerbit ditambah keinginan ibu yang mendesak ku menjadi seperti ayah. Namun sepertinya Allah belum mengizinkan ku untuk memiliki sebuah karya yang dibukukan dan ingin mengujiku terlebih dahulu dengan kemelut hidup yang membuatku redup.
Keesokan harinya saat sesampainya aku di kampus, aku menyempatkan untuk sholat di Musala Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang (UNP). Sudah tahun keempat aku menjadi mahasiswa disini dan akan menghadapi sidang skripsi. Dengan berat hati, aku segera melangkah ke perpustakaan menemui teman-temanku. Kami berjanji untuk mencari jurnal yang berkaitan dengan skripsi.
"Kamu kenapa Genta?" Tanya sahabatku Nindy
"Tak apa, aku baik-baik saja" jawabku.
"Udah nggak usah bohong sama aku. Aku tahu bagaimana kamu, kita sudah berteman sejak SMA" balas Nindy.
Tiba-tiba Suryani datang memotong obrolanku dengan Nindy. Suryani adalah pacarku, namun aku sudah tidak nyaman bersamanya. Tingkahnya yang seperti kanak-kanak dan selalu ingin dimanja dan tak pernah mengerti keadaanku.
"Gen... habis ini kita nonton yuk!" Ucap Suryani memotong pembicaraan.
"Aku tidak bisa, aku ingin melanjutkan riset tulisan ku sehabis ini" balasku menolak ajakan Suryani.
"Kamu ini selalu saja mementingkan tulisanmu itu, aku ini pacarmu atau bukan sih?" Tanya Suryani.
"Bukan, mulai saat ini kita tak ada lagi hubungan, aku tak tahan dengan keegoisanmu yang terus memaksaku" jawab Genta kepada Suryani.
Nindy yang masih berada disampingnya terkejut mendengar Genta memutuskan suryani, meskipun ia telah lama menaruh hati pada Genta dan ini bisa menjadi peluang untuk menyatakan perasaannya kepada Genta. Namun, ia tahu rasanya tak akan berbalas. Nindy merasa Genta tak mungkin menaruh perasaan yang sama kepadanya.
Satu Minggu sebelum acara Tabuik diadakan di Pariaman. Aku sempat mengajak Nindy untuk menyaksikan acara tersebut. Ia begitu antusias menyambutnya, ia mempersiapkan dengan matang jadwalnya kedepan agar tidak bentrok saat acara nanti.
Gadis mungil berhidung pesek, berambut pendek dengan suara yang lembut itu telah lama menjadi sahabatku. Jika waktu sekolah ia berwajah kusam beda dengan sekarang, ia tampak cantik, mungkin karena polesan make up-nya atau kecantikannya baru muncul saat dewasa. Aku tak tahu."Ah sial, mengapa aku memikirkannya dan mengapa ia melintas di kepalaku?" Tanyaku pada diri sendiri.
Malam sebelum acara Tabuik diadakan aku berbincang hangat dengan ibu. Sudah lama aku tak merasakan keharmonisan ini di tubuh keluargaku sendiri.
"Ibu sudah makan?" Tanyaku kepada Ibu.
"Tentu... Bagaimana kuliah kamu? Apakah ada masalah? Kamu masih menulis?" Ibu balas bertanya kepadaku.
"Semuanya aman Bu" Sial, aku diberondong pertanyaan demi pertanyaan. Namun aku mengalihkan pembicaraan tersebut sebelum obrolan kami menjadi lebih buruk.
"Aku besok mau pergi melihat Tabuik, ibu mau ikut?" Tanyaku kepada ibu.
"Tidak, ibu mau dirumah saja" balas ibu dan ia berlalu pergi ke kamarnya.
Memang semenjak kepergian ayah, ibu lebih banyak berdiam diri di kamar dan sesekali keluar kamar menanyakan kabarku dan pertanyaan demi pertanyaan lainnya.
Jam dinding di kamarku membuatku terkejut. Berbunyi nyaring dan menunjukan waktu pukul 9 pagi. Aku bergegas untuk mandi dan bersiap-siap untuk pergi bersama Nindy.
Kring...kring...kring bunyi telepon genggam ku mempercepat aku selesai mandi. Tenyata, panggilan masuk dari Nindy.
"Hai, gimana udah siap? Jangan bilang belum mandi? Kebiasaan....hahaha" tanya Nindy dengan tawa yang lepas.
"Udah dong, jangan asal ngomong ya" balasku.
1 note ¡ View note
radarlampungtv ¡ 3 years ago
Text
Sopir Ditahan 8 Hari, PT Sindex Ekspress Bungkam
Sopir Ditahan 8 Hari, PT Sindex Ekspress Bungkam
PT Sindex Ekspress bungkam terkait penahanan sopir oleh Kepolisian Sektor Tanjungkarang Barat. Sosok pemilik yang meminta pihak kepolisian melakukan penahanan terhadap Arsiman hingga kini belum memberikan klarifikasi. Selain itu kantor PT Sindex Ekspress kosong. #PTsindex #Polisi #sopir Informasi dan Berita Lainnya Simak di Website : https://radartvnews.com Follow akun twitter kami :…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
hanjuang-id ¡ 4 years ago
Text
Ni Ketut Tantri The Great
Tumblr media
Ni Ketut Tantri Saya mungkin akan dilupakan oleh Indonesia.. Tapi Indonesia adalah bagian hidup saya.. ~ K'TUT TANTRI ~ Masih sangat disayangkan banyak yang tidak tahu perjuangan wanita bule untuk negeri ini. Disiksa Jepang nyaris membuat ia gila bahkan tewas. Tapi tak menyurutkan hatinya untuk memperjuangkan negeri barunya itu. Bahkan Bung Tomo terkesiap saat menyaksikan, dengan tenangnya K'tut Tantri menyiarkan bombardir tentara Inggris pada Kota Soerabaia dengan menulis catatan. “Saja tidak akan meloepakan detik-detik di kala Tantri dengan tenang mengoetjapkan pidatonja di moeka mikropon, sedangkan bom-bom dan peluru-peluru mortir berdjatoehan dengan dahsjatnja di keliling pemantjar radio pemberontakan,” tulis Bung Tomo. K’tut Tantri lahir di Glasgow Skotlandia dengan nama Muriel Stuart Walker, pada 18 Februari 1899. Ia adalah anak satu-satunya dari pasangan James Hay Stuart Walker dan Laura Helen Quayle. Setelah Perang Dunia I, bersama sang ibu, ia pindah ke California, Amerika Serikat (AS). Kelak di Negeri Paman Sam, Tantri bekerja sebagai penulis naskah dan antara 1930 hingga 1932 ia kawin dengan Karl Jenning Pearson. Tantri memutuskan pindah ke Bali setelah ia menonton film berjudul, “Bali, The Last Paradise”. Hal itu ia ungkapkan gamblang dalam bukunya, “Revolt in Paradise” yang terbit pada 1960. “Pada suatu sore saat hujan rintik-rintik, saya berjalan di Hollywood Boulevard, saya berhenti di depan sebuah gedung bioskop kecil yang memutar film asing, mendadak saya memutuskan untuk masuk. Film asing tersebut berjudul “Bali, The Last Paradise”. "Saya menjadi terpesona”, tulis Tantri. “Sebuah film yang menunjukkan contoh kehidupan penduduk yang cinta damai, penuh rasa syukur, cinta, dan keindahan. Ya, saya merasa telah menemukan kembali hidup saya. Saya merasa telah menemukan tempat saya ingin tinggal,” ujar dia dalam bukunya. Selang beberapa bulan kemudian, Tantri tiba di Pulau Dewata. Kala itu ia bersumpah mobil yang dikendarainya hanya akan berhenti jika sudah kehabisan bensin dan kelak ia akan tinggal di tempat pemberhentian terakhirnya itu. Ternyata mobil Tantri kehabisan bensin di depan sebuah istana raja yang pada awalnya ia yakini adalah pura. Dengan langkah hati-hati ia memasuki tempat itu dan tak berapa lama kemudian perempuan itu diangkat sebagai anak keempat oleh Raja Bangli Anak Agung Gede –sejumlah sumber menyebut ia menyamarkan nama asli sang raja. Tantri menetap di Bali sejak 1934 dan ketika Jepang mendarat di Pulau Dewata, ia berhasil melarikan diri ke Surabaya. Di kota inilah ia mulai membangun hubungan dengan para pejuang kemerdekaan. Di Surabaya, Tantri bergabung dengan radio yang dioperasikan para pejuang pimpinan Sutomo atau akrab disapa Bung Tomo. Dan ketika pecah pertempuran hebat pada 10 November 1945, tanpa gentar, Tantri berpidato dalam bahasa Inggris sementara hujan bom dan peluru mortir terjadi di sekeliling pemancar radio. “Aku akan tetap dengan Rakyat Indonesia, kalah atau menang. Sebagai perempuan Inggris barangkali aku dapat mengimbangi perbuatan sewenang-wenang yang dilakukan kaum sebangsaku dengan berbagai jalan yang bisa kukerjakan", Tulisnya dalam Revolt in Paradise. Pilihannya untuk bergabung dalam perjuangan Bangsa Indonesia meraih kemerdekaan itu membuat kalangan pers internasional menjulukinya “Surabaya Sue” atau penggugat dari Surabaya. Ia diketahui mulai akrab dengan dunia politik setelah menjalani diskusi intens dengan Anak Agung Nura — putra tertua raja yang mengangkatnya sebagai anak. Menyadari dirinya menjadi target Jepang, Tantri memutuskan sembunyi di Solo. Namun nahas, keberadaanya diketahui Jepang dan akhirnya ia pun ditahan Kempetai –satuan Polisi Militer Jepang. Perempuan itu dibawa ke sebuah penjara di daerah Kediri. Kondisi selnya sangat memprihatinkan, tempat tidurnya hanya beralaskan tikar kotor, bantal yang terbuat dari merang sudah menjadi sarang bagi kutu busuk, sementara berfungsi sebagai jamban adalah lubang di tanah dengan seember air kotor di sampingnya. Tantri hanya diberi makan dua hari sekali, itu pun hanya segenggam nasi dengan garam. Hasilnya, berat badannya turun 5 kilogram dalam minggu pertama. Kelaparan dan kejorokan memang menjadi senjata andalan Jepang ketika itu. Ini ditujukan untuk mematahkan semangat para tahanan sehingga mereka mau memberi informasi yang dibutuhkan. Kendati mengalami bertubi-tubi penyiksaan bahkan nyaris dieksekusi, Tantri memilih tetap bungkam ketika disodori pertanyaan terkait dengan aktivitas bawah tanahnya. Dan setelah ditahan kurang lebih selama tiga minggu, ia pun dibebaskan. Pasca-kebebasannya, ia diberi dua pilihan. Kembali ke negerinya dengan jaminan pengamanan Tentara Indonesia atau bergabung dengan para pejuang. Tantri memilih opsi kedua. Pada satu waktu, ia diculik oleh sebuah faksi Tentara Indonesia dan diminta untuk siaran di “radio gelap” yang mereka kelola. Namun ia berhasil dibebaskan oleh pasukan Bung Tomo. Ketika pemerintahan Indonesia pindah ke Yogyakarta, ia pun bergabung sebagai penyiar di Voice of Free Indonesia era 1946-1947. Dan ia dilaporkan pernah menjadi mata-mata yang berhasil menjebak sekelompok pengkhianat. Mara bahaya senantiasa mengincar Tantri. Sementara ketenaran dan kerelaannya untuk berkorban membuatnya menjadi rebutan sejumlah faksi politik. Ia diutus oleh pemerintah Indonesia ke sebuah konferensi pers yang dihadiri wartawan dan koresponden kantor berita dan media massa asing untuk mengisahkan rakyat begitu bersemangat mendukung perjuangan kemerdekaan. Berbeda dengan propaganda Belanda yang menyebutkan bahwa pemerintahan Sukarno – Hatta tak mendapat dukungan. Tantri juga pernah dikirim ke Singapura dan Australia dalam rangka menggalang solidaritas internasional. Tanpa visa ataupun paspor dan dengan hanya bermodal kapal tua yang dinakhodai seorang pria berkebangsaan Inggris, ia berhasil lolos dari blokade laut Belanda. Dari Singapura ia bergerak ke Belanda demi menggalang dana dan melakukan propaganda. Ia berhasil, sebuah demonstrasi mahasiswa terjadi di perwakilan pemerintahan Belanda di Negeri Kincir Anging itu. K’tut Tantri menetap di Indonesia selama 15 tahun, sejak 1932 hingga 1947. Pada tanggal 10 November 1998, pemerintah Indonesia mengganjarnya dengan Bintang Mahaputra Nararya atas jasanya sebagai wartawan sekaligus pegawai di Kementerian Penerangan pada 1950. Tantri yang juga memiliki darah bangsa Viking –sehingga dikenal sebagai pemberani dan gemar petualangan– tutup usia pada Minggu 27 Juli 1997. Perempuan yang perjalanan hidupnya akan segera difilmkan itu, meninggal dunia di sebuah panti jompo di pinggiran Kota Sydney, Australia, tempat ia menjadikan permanent resident sejak 1985. Perempuan yang disebut sebagai salah satu perintis hubungan persahabatan Indonesia – Australia itu memang tak pernah mengangkat senjata atau tutup usia sebagai warga negara Indonesia. K’tut Tantri justru memanfaatkan identitasnya sebagai orang asing berbahasa Inggris untuk mengambil peran dalam ranah diplomasi yang mengedepankan komunikasi dan jelas yang dilakukannya itu penuh risiko. Dalam tulisan di buku catatan hariannya sebelum meninggal ia menulis ….. "Semua yang aku lakukan untuk Indonesia mungkin tak tercatat di buku sejarah Indonesia, mungkin Indonesia akan melupakanku, namun indonesia adalah bagian hidupku, jika aku mati tabur abuku di pantai Bali.." Saat wanita gagah ini meninggal di peti jenasahnya ditutupi bendera Merah Putih dan di beri renda-renda khas Bali seperti permintaannya. Abu jenasahnya di tabur di Pantai Kuta seperti pintanya. ~ Catatan dari sumber yang tidak diketahui ~ Hanjuang – Cipta Karya Silih asih, silih asuh, silih asah.. Siliwangi..!!! Read the full article
1 note ¡ View note
1suara ¡ 4 years ago
Text
Catat 15 Orang Mati Ditembak Saat AG, LBH Sebut Polisi Beri Uang Bungkam
Catat 15 Orang Mati Ditembak Saat AG, LBH Sebut Polisi Beri Uang Bungkam
Suara.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengajak publik untuk mengingat instruksi Kapolda Metro Jaya soal tenembak mati siapapun pelaku kejahatan saat Asian Games berlangsung pada 2018. Dari catatannya, sebanyak 15 orang meninggal dunia, 41 ditembak hingga lumpuh dan 2.000 orang ditangkap. Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Saleh Al Ghifari mengatakan bahwa 15 orang…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes