#Petaka Dunia Pendidikan
Explore tagged Tumblr posts
Text
Petaka Dunia Pendidikan, FDS Bakal Di Ganyang Jika Dipaksa
New Post has been published on https://ngawipost.com/2017/08/petaka-dunia-pendidikan-fds-bakal-di-ganyang-jika-dipaksa/
Petaka Dunia Pendidikan, FDS Bakal Di Ganyang Jika Dipaksa
NgawiPost.com || Persoalan terhadap permberlakuan Five Day School (FDS) satu kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy memang sejak awal dirasa janggal. Sebab kenyataanya langsung mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat didaerah tentunya kebijakan FDS harus segera ditarik dengan satu keputusan yang jelas.
Seperti di Ngawi, Jawa Timur, pemberlakuan lima hari sekolah bakal tidak mendapatkan tempat bahkan ditolak dengan mentah-mentah oleh masyarakatnya. Dan kabar baik itupun bukan tanpa sebab, Bupati Ngawi Budi Sulistyono dengan tegas menolak keberadaan FDS.
Di Ngawi soal FDS belum melaksanakan dan kita tolak mengapa itu terjadi apabila diterapkan akan menimbulkan gejolak di masyarakat. Pembatalan itu sebagai tindak lanjut atas surat yang dikeluarkan Gubernur Jatim pada pertengahan Juni 2017 lalu, terang Kanang panggilan akrab Bupati Ngawi beberapa hari lalu.
Pernyataan tegas Kanang ini selaras dengan sikap PCNU Ngawi maupun organisasi Muslimat NU. Mereka tidak menghendaki adanya kegaduhan dalam sistim pendidikan nasional, sepadan dengan itu apabila kebijakan FDS terus digulirkan tidak menutup kemungkinan akan melakukan aksi turun ke jalan sebagai bentuk protes kepada pemerintah.
Masih soal FDS, dikalangan legislative Ngawi dengan gamblangnya meminta kepada eksekutif untuk tidak menerapkan kebijakan ala Mendikbud Muhajir Effendy. Seperti yang disampaikan Fraksi Persatuan dan Kebangkitan Bangsa (FKB) dalam rapat paripurna DPRD Ngawi dua hari kemarin.
FKB menilai kebijakan FDS tidak lebih bentuk pemaksaan sekaligus mencederai prinsip deliberasi sosial serta pengingkaran terstruktur terhadap kearifan lokal. Lebih dari itu FKB menyebut hadirnya kebijakan FDS akan menimbulkan kontroversi dan kegaduhan di titik simpul masyarakat paling bawah dan mengancam keutuhan kohesi sosial.
Jika diterjemahkan secara luas apa yang dikatakan FKB ini tidak lain adalah, pengaplikasian FDS dilihat dari sisi ekonomi, psikologi, sosiologi dan berbagai logi-logi yang lainnya tidak memperlihatkan kepositifanya. Sudut pandang ini dilihat dari sisi internal misalkan dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) bahwa karakteristik bangsa moderat dan demokratis yang dimiliki oleh Indonesia tak lain dan tak bukan terlahir dari proses pendidikan baik formal, non formal maupun informal.
Dan keberadaan NU selama ini dengan kapasitasnya sebagai ormas keagamaan memegang peranan penting dalam ranah edukasi. Hampir seluruh warga Nahdhiyin merasakan madrasah diniyah (madin) yang tidak terlalu formal. Madin memegang kontribusi besar yang selama ini tidak terurai. namun jika FDS benar-benar diterapkan, maka cepat atau lambat, Madin akan segera punah dari bumi Indonesia. (pr)
0 notes
Link
Dunia terus bertransformasi menjadi kian digital. Bahkan, digitalisasi di hampir semua aspek kehidupan saat ini seperti ekonomi dan bisnis, pendidikan, kesehatan, pelayanan publik
0 notes
Text
Becoming A Woman in Indonesia; From My Perspectives.
Does every people really have a freedom?
...
Teman-teman perempuanku datang dari berbagai latar belakang. Sejujurnya aku bukan orang yang mudah bergaul, tapi lingkar pertemananku kupikir cukup besar untuk aku bisa menulis ini. Semasa SMP, tidak semua dari kami bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Ada beberapa temanku yang memutuskan untuk putus sekolah dan bekerja, atau menikah. Aku tidak begitu menaruh perhatian pada mereka, tapi setelah menginjak usia dua puluh aku mulai berpikir soal: ‘kenapa?’. Kenapa mereka bisa mengambil keputusan seperti itu di usia yang belum genap lima belas? Mungkin kamu akan bertanya, dari mana aku yakin kalau itu adalah keputusan mereka sendiri. Aku hanya yakin, aku hanya menatap mata mereka saat kami bicara dan aku merasa yakin.
Nyatanya di tempatku tinggal, tidak sedikit yang masih berpikir bahwa perempuan hanya perlu ada di dua tempat, dapur dan kasur. Bukannya berada di seminar nasional, kantor, kampus, atau pergi dari desa ke desa dalam rangka pengabdian. Aku mengakui bahwa privilege yang aku punya, salah satunya adalah kebebasan memilih dan ruang untuk mengembangkan diri. Tapi ada berapa banyak perempuan yang tidak punya kesempatan seperti aku?
Banyak, banyak sekali di negara kita yang luas ini.
Teman-temanku yang menikah dini sekarang harus puas hanya sebagai ibu rumah tangga dengan tiga sampai empat orang anak untuk diurus. Setiap siang mereka akan berkumpul, membicarakan apapun dan siapapun yang bisa dibicarakan lalu pulang ke rumah untuk mencuci, mengepel, dan mengerjakan berbagai pekerjaan rumah lainnya. Dari sudut pandangku, pola hidup seperti itu adalah sebuah penjara. Mungkin teman-temanku tidak berpikir demikian, tapi dari sekian mereka yang berstatus sama, ada yang berkata: “Ya, dijalanin aja, nasibnya udah gini.”
Menjadi perempuan di Indonesia berarti kehilangan banyak hak untuk memilih. Di usia dua puluh dua, orang-orang akan mulai bertanya padamu kenapa kamu belum menikah. Pertanyaan itu sangat sederhana, tapi sekali kamu menjawab, pertanyaan lain akan berarak datang padamu seperti kereta. Sudah ada calon atau belum, kenapa belum juga menikah, kapan target menikah, dan hal-hal merepotkan lainnya. Kadang, jawaban bahwa kamu tidak ingin menikah dulu bahkan tidak cukup membungkam mereka. Mereka akan mulai berkhotbah tentang jangan menikah di usia yang terlalu tua, lalu menyambungkannya pada semua aspek yang bisa mereka kaitkan; agama, kultur, biologi, dan lain-lainnya.
Orang-orang tidak terlalu suka pada wanita yang ambisius. Menurut mereka, tidak peduli apapun mimpimu, bagaimanapun perkembangan karirmu di kantor, apapun yang ingin kamu lakukan di dalam hidup semasa masih muda, tidaklah penting karena kamu pada akhirnya akan tetap tinggal dan diam di bawah komando seorang laki-laki. Wanita yang ambisius mereka bilang tidak bisa menurut, padahal menjadi wanita tidak lantas mewajibkan kita semua untuk menjadi orang yang patuh.
Menjadi wanita berarti menyerahkan kebebasan berpakaianmu, karena orang-orang akan bungkam saat menyaksikan laki-laki bertelanjang dada tapi akan kebakaran janggut saat melihat lengan seorang perempuan terbuka. Kamu harus dipaksa mengikuti standar kesopanan orang lain, standar pakaian orang lain, bahkan meski kamu punya standar dan kenyamananmu sendiri, orang-orang tidak akan peduli. Ketika kamu memutuskan memakai hijab, niqab dan menutup seluruh tubuhmu, orang akan mengolokmu dan mengataimu ‘ninja’. Tapi saat kau memakai celana dan baju pendek, orang-orang akan menyalahkanmu dan bilang bahwa kamu mengundang untuk diperkosa.
Menjadi wanita itu merepotkan. Ada satu jerawat muncul di wajahmu dan seluruh dunia merasa perlu mengomentari itu. Perjalanan karirmu akan menjadi lebih terhambat karena semua orang menganggap perempuan terlalu sering menilai dengan ‘perasaan’ ketimbang ‘logika’, padahal kemampuan berpikir tidak ditentukan oleh gender. Keinginanmu untuk menempuh pendidikan doktoral di luar negeri akan tersandung cibiran orang-orang yang bilang: “Buat apa sekolah tinggi-tinggi, toh nantinya balik ke dapur juga”. Mimpimu untuk berkeliling di pedalaman Indonesia akan tersandung kekhawatiran tidak berasalan orang-orang yang datang dari: ‘Ya soalnya kamu cewek’ tanpa ada alasan pasti. Bahkan saat kamu dilecehkan, diperkosa, dipreteli dari setiap inci kebebasan yang kamu miliki, orang-orang tidak akan membelamu sama sekali. Mereka akan berkata bahwa kamu lah yang membawa petaka itu untuk dirimu sendiri.
Menjadi perempuan berarti harus siap untuk bekerja dan berjuang sendiri mencari kebebasanmu. Kebebasan untuk memilih kehidupan yang ingin kamu jalani. Kebebasan untuk melakukan apapun yang kamu kehendaki. Menjadi perempuan di Indonesia memang berat dan merepotkan, tapi bukan berarti kebebasan kita begitu jauh dari jangkauan.
Dewasa ini, ketika perempuan mulai menciptakan tempat untuk bicara, orang-orang belajar untuk menjadi pendengar. Suara-suara yang kerap dianggap kecil itu kini terdengar nyaring dan lantang. Satu-persatu kebebasan yang semula dilucuti darimu itu kini sedikit demi sedikit kembali mendekat. Sebab pada hakikatnya, selama kamu belum lelah untuk terus bangkit setelah jatuh, dunia akan dengan sendirinya menurut. Tempat untukmu menjadi merdeka pasti ada. Mungkin tidak sekarang, atau besok, tapi kelak ia akan menunjukkan diri.
Kupikir hanya menyoal waktu sampai perempuan tidak perlu lagi peduli pada standar kecantikan yang orang-orang paksakan. Tinggal menunggu waktu sampai perempuan mampu menaklukkan rasa takut yang orang-orang tanamkan pada setiap inci kulitnya yang terjangkau pandangan. Tinggal menunggu waktu sampai perempuan bisa mengejar setiap ambisi yang orang-orang paksa untuk ia kubur dalam.
Kemerdekaan kita, sejatinya, mungkin masih jauh dari pandangan. Tapi bukan berarti mustahil sama sekali.
Salam,
Lou.
0 notes
Text
Sepenggal Kisah Masa Remaja dan Kanker Stadium Empat: Petaka atau Anugrah?
Ingin sekaliku kisahkan secara rinci pertarunganku yang belum usai selama 6 tahun terakhir dalam membantai setiap sel kanker yang masih bersemayam di tubuh ini. Sel kanker yang menghalangiku untuk kembali mencicipi kesehatan yang sudah lama kudambakan nikmatnya. Apalagi sel kanker tersebut sempat mengganas hingga dua kali. Kali pertama tahun 2013, kanker membuatku tak mampu bernapas tanpa alat bantu. Kali kedua tahun 2016, kanker membuat separuh badanku sempat mengalami kelumpuhan. Jangankan berdiri, dudukpun saat itu aku tak mampu. Mengerikan rasanya, terlebih bagi diriku yang sangat mencintai berbagai aktivitas fisik, mulai dari berjalan kaki, menari, bersepeda, hingga lari. Namun bila kuceritakan semuanya dengan rinci, yang ada aku seperti menuliskan buku autobiografi kehidupanku saja. Hah, itu tidak mungkin kulakukan sekarang. Rasanya belum pantas dan tepat. Belum saatnya kutuliskan itu semua, sebab pertarungan ku melawan kanker belumlah usai. Jadi, biarlah kutuliskan garis besarnya saja, dengan harapan ada pelajaran yang dapat diambil dari setiap peristiwa yang terjadi.
Saat itu umurku baru saja memasuki angka 17 pada tanggal 25 Desember 2012. Aku masih duduk di bangku kelas 2 SMA ketika pertama kali menemukan benjolan sebesar kelereng di leher kanan ku setelah aku sembuh dari demam tinggi beberapa hari sebelumnya. Aku kemudian dibawa ke RS Awal Bros Pekanbaru oleh kedua orangtuaku dan menemui dokter penyakit dalam disana, beliau bernama dr. Yani. Cek lab pun dilakukan, bahkan hingga 2x dengan dua dokter lab yang berbeda, dan mereka semua terutama dr. Yani itu masih saja bersikeras bahwa aku telah terkena TBC. Sebuah diagnosa yang kemudian ku ketahui 100% SALAH. Diagnosa yang mengantarkanku pada keganasan kanker Limfoma Hodgkin, istilah medis untuk kanker kelenjar getah bening, dan beruntungnya, saat itu aku sudah memasuki stadium-4.
Bagaimana akhirnya aku tahu penyakitku sesungguhnya adalah kanker kelenjar getah bening dan bukan TBC? Jawabannya adalah, setelah aku kemudian dirujuk ke RSUP Persahabatan di Jakarta Timur 8 bulan kemudian. Dokter disanalah yang memberitahukan kondisiku yang sebenarnya, memberikan diagnosa yang tepat setelah mereka memeriksa ulang hasil biopsi ku. Singkat cerita, sebelum aku dirujuk ke RSUP Persahabatan dan masih berobat di RS Awal Bros, setelah 8 bulan aku rutin mengonsumsi obat yang salah yaitu obat TBC, berbagai keluhan mulai kurasakan. Benjolan di leherku semakin besar, yang awalnya hanya di sisi kanan, sudah merambat ke sisi kiri. Napasku sesak. Batukku hampir sebulan tak kunjung sembuh. Tubuhku terasa lemah dan lemas setiap harinya. Setiap malam pakaianku basah dibanjiri keringat, sekalipun aku tidur di ruangan ber-AC. Akhirnya aku kembali ke RS Awal Bros Pekanbaru untuk kemudian dibiopsi di ruang operasi dengan bius total. Saat terbangun, ternyata aku sudah terbaring di ruang ICU dengan berbagai alat yang terpasang di tubuhku, termasuk ventilator yang membuatku masih bisa bernapas dan bertahan hidup. Baru kemudian aku tahu bahwa aku sempat koma beberapa jam dan sama sekali tak bernapas akibat paru-paruku yang sudah penuh terisi cairan akibat kanker yang telah menyebar. Baru kemudian juga aku tahu bahwa pada saat itu banyak orang yang mengira aku akan segera menemui ajalku. Namun jika memang belum saatnya, maka keajaiban dari Allah akan selalu datang menghampiri.
“Benar-benar sebuah mukjizat”, itu lah kalimat yang sering kali kudengar dari banyak orang ketika mereka melihat aku yang masih hidup dan dapat kembali beraktivitas seperti biasa setelah beratnya perjuangan yang kulalui pada saat itu. Terbaring selama 10 hari di ICU dengan kondisi yang sangat memprihatinkan, hidup hanya karena dibantu oleh alat-alat medis, siapa yang menyangka orang itu (aku) akan kembali pulih? Namun itulah yang terjadi, berkah tiada tara dari Yang Maha Kuasa.
Perlahan kondisiku mulai membaik, akupun kembali pada rutinitasku sebagai pelajar SMA di SMAN 8 Pekanbaru, Riau. Aku harus belajar dengan giat demi mengejar berbagai ketertinggalan pelajar maupun ujian susulan akibat sebulan lebih diopname di RSUP Persahabatan, dan 4 bulan selanjutnya harus bolak-balik Jakarta-Pekanbaru untuk menyelesaikan kewajiban kemo dan sekolah. Ya, aku harus berjuang keras untuk sembuh dari kanker Limfoma Hodgkin stadium 4 sekaligus berjuang demi masa depanku untuk lulus SMA dan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi impian. Kampus UI dengan jurusan Ilmu Komunikasi adalah impianku. Impian yang terlalu tinggi untuk diwujudkan jika melihat kondisiku pada saat itu. Namun siapa sangka, setelah perjuangan dan rasa sakit yang kucoba abaikan sebaik mungkin, akhirnya aku dinyatakan lulus UN dengan nilai yang sangat memuaskan serta lulus sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia. Sungguh, hadiah terindah yang diberikan Allah setelah perjuangan berat yang kulalui sepanjang tahun tersebut. Bergumam aku di dalam hati, “Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan, wahai Intan Khasanah?”.
Jika di dunia pendidikan aku berhasil meraih salah satu impianku, lantas bagaimana dengan di dunia medis? Bagaimana kondisi kesehatanku setelah berbagai terapi yang kulalui? Apakah aku telah dinyatakan sembuh dari kanker? Ternyata setelah dilakukan ct-scan sebanyak 2 kali di tahun 2013 dan 2014, tubuhku masih belum bersih dari kanker, tinggal sedikit lagi memang. Aku pun dianjurkan untuk kembali kemo dengan dosis yang lebih tinggi. Namun karena aku sudah begitu lelah menanggung derita kemo, akhirnya aku memilih untuk kabur dari medis dan mencoba pengobatan lain.
Kabur dari medis adalah sebuah keputusan teramat bodoh yang pernah kulakukan. Betapa bodohnya aku yang sempat mempercayai janji-janji palsu dari pengobatan alternatif yang kupilih saat itu. Keputusan yang kini sangat kusesali, karena hal itulah yang membuat kanker di tubuhku kembali menggila dua tahun kemudian. Disini aku tidak bermaksud untuk menjelekkan semua pengobatan alternatif, tentu alternatif yang benar akan memiliki andil terhadap kesehatan seseorang, tapi dengan syarat tidak mengabaikan pengobatan medis. Sayangnya aku terjebak di pengobatan alternatif yang salah, dilakukan bukan oleh orang yang memiliki latar belakang kedokteran atau ilmu kesehatan sama sekali. Pengobatan alternatif yang menjanjikan kesembuhan tanpa sedikitpun bantuan medis, rasanya tidak masuk akal bukan?
Coba tebak apa ganjaran yang kudapatkan setelahnya. Tubuhku kembali terjangkit kanker, namun dengan penyebaran yang berbeda. Jika kali pertama kanker menyebar ke paru-paru, kali kedua kanker menyebar ke tulang belakang. Kanker itu telah membuatku sempat tak mampu berjalan, bahkan untuk duduk dan mengangkat leher pun aku tak sanggup. Belum lagi rasa sakit luar biasa yang harus kutanggung. Hal itu terjadi akibat saraf-saraf di tulang belakang dan beberapa ruas tulang leher ku telah digerogoti oleh sel kanker dan tumor yang bersarang disana. Sungguh, itu adalah mimpi terburuk yang pernah kualami seumur hidupku.
Selama itu aku harus kembali berjuang, rutin melakukan terapi, baik itu kemoterapi, radioterapi, fisioterapi, hingga tomoteraphy. Aku juga kembali harus terbaring di meja operasi untuk mengangkat tumor yang bersarang di tulang belakang ku itu, dan kembali bermalam di ICCU selama 2 hari. Jika dihitung, total pengobatan yang sudah kulalui dari tahun 2013 hingga awal 2018 antara lain, aku sudah menjalani 6x operasi (2 operasi kecil, 3 operasi sedang, dan 1 operasi besar). Aku juga sudah melalui 17x kemoterapi, 70x radiasi (50x dengan radioterapi dan 20x dengan alat tomotherapy), serta fisioterapi yang tak kuhitung sudah berapa kali. Fisioterapi yang kulakukan untuk melatih motorik kaki ku agar dapat berfungsi normal seperti sedia kala.
Alhamdulillah, kini aku sudah mampu berdiri serta berjalan kembali. Aku bahkan sudah bisa berlari meski belum sekencang dulu sebelum kanker menggerogoti saraf-saraf di tulang belakangku tepat saat aku baru memasuki usia 20 tahun. Kini aku sedang menunggu jadwal kemoterapi (lagi, dengan dosis tinggi untuk membombardir seluruh sel kanker si parasit, meski sel-sel sehat ku juga akan mati), serta jadwal pet-scan yang akan dilakukan segera setelah pembombardiran kanker selesai.
Jujur saja, aku takut. Aku trauma dengan kemo. Aku lelah dengan segala efeknya yang memuakkan. Namun apalah daya jika pasrah adalah satu-satunya pilihan yang tersedia selama proses pengobatan ini. Lakukan saja, daripada dipikirkan, yang ada aku bisa jadi gila. Daripada melihat sisi buruknya, lebih baik kutolehkan kepala ini pada sisi baik kanker, melihatnya sebagai “hadiah” dari Allah, sebagai sarana pengampunan dosa secara cuma-cuma. Karena melalui kanker, kudapati banyak sekali orang-orang yang ternyata menaruh perhatian dan kepedulian padaku. Orang-orang yang bahkan tak pernah kuduga sama sekali. Kutemui indahnya rasa syukur dari setiap perputaran waktu yang dulu jarang sekali kuhargai. Tak ada lagi istilah take it for granted di kehidupanku. Selain itu, ada satu hal yang benar-benar kuyakini dan kujadikan pegangan hidup, bahwa kanker mungkin saja bisa menggerogoti fisik seseorang, melemahkan dan bahkan merusak fungsi berbagai organ tubuh manusia, namun tidak dengan mentalnya. Takkan ada yang mampu menyentuh dan menghancurkan mental serta semangat seseorang kecuali atas izinnya sendiri.
13 notes
·
View notes
Text
Karena Kita Memang Harus Belajar Bertanya
Hari ini di Grha Sabha Permana, UGM mendapatkan kehormatan dengan kedatangan dua orang pemenang nobel. Acara dengan tajuk Bridges ini menghadirkan Dr. Sir Richard J. Roberts dan Prof. Sheldon L. Glashow. Saya mungkin kurang familiar dengan Dr. Sir Richard J. Roberts karena perbedaan bidang keilmuan, namun Prof. Sheldon Glashow adalah salah satu orang yang paling berjasa dalam penjelasan beta decay - dan fisi nuklir pada umumnya. Saya sudah mencoba menurunkan ekspektasi saya terhadap materi kuliah tamu ini mengingat majemuknya audiens yang hadir. Saya mencoba tidak membandingkan dengan Sievert Lecture* atau kuliah pembuka di acara keilmuan lain.
Tapi petaka itu datang di sesi pertanyaan.
Mengingat kapasitas pembicara sebagai pemenang nobel saya berharap saya akan mendengar pertanyaan yang lebih berkelas daripada penjabaran teori konspirasi. Ada lagi pertanyaan mengenai bagaimana sistem pendidikan yang baik, pertanyaan yang lebih tepat disampaikan pada menteri pendidikan bukan pemenang nobel. Selanjutnya pertanyaan mengenai bagaimana cara mendapatkan dana untuk riset, pertanyaan yang lebih tepat untuk Menristekdikti. Belum lagi ada peserta yang seperti kerasukan (Mpok) Sylviana Murni dan menjelaskan selama nyaris 2 menit tanpa pertanyaan yang jelas. I MEAN LIKE, WHAT THE DAMN HELL.
Saya selalu husnudzon dengan menganggap bahwa tidak ada pertanyaan yang buruk. Tapi mengingat kapasitas pembicara menanyakan hal seperti di paragraf sebelumnya adalah hal yang tidak tepat. Pertanyaan tentang what’s the global trend of scientific research? atau Which one do you think will be the next scientific breaktrough, particle physics, nuclear or artificial intelligence? atau kenapa engineer seperti aku tak bisa bersama dengannya yg scientist? #eh. Pertanyaan yang sesuai dengan mayoritas S1 dan mungkin inspirasi untuk fokus riset selanjutnya.
Teringat perkataan salah satu dosen saya, “Jawaban yang baik bersumber dari pertanyaan yang baik pula.” Sudah saatnya kita belajar memberikan pertanyaan (termasuk etika bertanya) yang baik. Hal ini berguna untuk menggali sebanyak mungkin ilmu dan belajar dari orang dengan pengalaman dan prestasi sekelas pemenang nobel. Untuk bisa “mencuri” sedikit ilmu dan pendapatnya, pemenang nobel je.
Yuk mari biasakan berpikir kritis. Biasakan bertanya, jadilah skeptis. Mulai dari diri sendiri, kelas, dan kehidupan. Karena jawaban yang baik bersumber dari pertanyaan yang baik.
*Sievert Lecture: Kuliah dari pemenang Sievert Award, salah satu penghargaan tertinggi di dunia proteksi radiasi. Kebetulan pernah menghadiri langsung salah satunya.
3 notes
·
View notes
Text
Game On.
Cisitu, 21 Mei 2019
Wow sudah lama aku nggak menulis lagi, semenjak situs tumblr di-ban pemerintah (haha alesan).
Sekarang aku sudah memasuki pendidikan apoteker dan semester 1 telah usai, tetapi menurutku masih 1/3 jalan karena masih ada PKPA (Praktik Kerja Profesi Apoteker) dan ujian-ujian, baik ujian internal kampus maupun ujian UKAI (Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia).
Puncaknya agendanya kurasa Jum’at kemarin yaitu sewaktu pengundian tempat PKPA. Awalnya aku udah menyiapkan mental, apapun tempat yang kudapat aku akan terima. Namun, biasa setelah berinteraksi dengan teman-teman, pilihanku mulai goyah haha. Seperti misalnya aku mendengar dari temenku tempat X itu gini-gini, tempat Y itu blablabla loh, tempat A itu keren langsung terjun ke lapangan nggak kaya tempat Z dan seterusnya. Memang ya rumput tetangga terlihat lebih hijau. Karena aku akhirnya goyah, aku pun mencoba bertukar tempat untuk mendapat Apotek impianku, supaya bisa berguru dengan expert apoteker yang berkecimpung di bidang klinis (pernah di RS). Tapi apa daya walau sudah dapat kuliah negosiasi, sepertinya pengalaman praktisku masih kurang mumpuni untuk bisa mencapai win-win solution (haha), dari lebih dari 5 percobaan, tidak ada satupun yang diterima (T.T).
Yasudahlah, lagipula waktu itu aku berdoanya agar diberi tempat yang aku bisa belajar paling banyak dan paling bisa mengembangkan diri. Nah tapi poinnya bukan aku curhat karena aku kecewa (halah alesan haha), namun itu hanyalah salah satu pemicu perubahan mindset-ku.
Dari fixed mindset ke growth mindset. Aku terbiasa berpikir bahwa pilihanku itu harus yang terbaik karena salah dalam memilih ditakutkan akan menimbulkan masalah di masa depan. Simpelnya, salah itu petaka. Awalnya aku berpikir begitu, tapi akhir-akhir ini aku paham bahwa aku tidak bisa selalu ngotot dengan keinginanku kalau sudah tidak ada hal dalam jangkauanku yang bisa diperjuangkan lagi. Kurasa salah memilih itu bukan petaka, lagipula aku tidak akan pernah sempurna di dunia ini, tapi aku bisa selalu berkembang setiap harinya. Belajar dari setiap kesalahan dan memperbaikinya di sepanjang perjalanan. Belajar, belajar, dan terus belajar. Justru karena kita tidak sempurna, kita bisa berkembang menjadi lebih baik tiap harinya.
Makanya, aku mengubah mindset-ku dari salah itu petaka menjadi salah itu biasa, dalam arti bukan kesalahan yang disengaja ya (-_-) dan bahwa kita menjadikan kesalahan itu sebagai pelajaran untuk ke depannya. Kurasa kalau begitu salah pun punya artinya sendiri.
Dan aku akan membuktikkan bahwa perkembangan seseorang tidak hanya ditentukan oleh tempat/lingkungan dia berada, tetapi juga seberapa maksimal orang tersebut bisa memanfaatkan potensi tempat/lingkungan-nya. Kabar burung yang kudengar biarlah berlalu, hanya sugesti saja, tergantung kitanya juga. I’ll give my best in my place while catching up to you guys. Aku akan menunjukkan bahwa aku (yang menurutku berada di tempat yang unfavorable) juga bisa mencapai posisi yang dicapai oleh orang dengan tempat yang favorable. Game On.
0 notes
Text
Dunia Maya Seperti Ini
Selanjutnya kita akan membahas sosok seorang Gianluigi Buffon di media berita bola. Penjaga gawang yang memiliki tinggi badan seratus sembilan puluh satu sentimeter ini telah disponsori oleh perusahaan penghasil sepatu dari Jerman bernama Puma sepanjang karirnya menghalau si kulit bundar di atas lapangan hijau dimana Gianluigi Buffon juga mengenakan sarung tangan serta sepatu sepakbola bermerk Puma, sekaligus juga telah membintangi beberapa iklan produsen sepatu berlambang jaguar tersebut di televisi sejak ia baru bergabung dengan La Vecchia signora atau Juventus dan memutuskan untuk menjadi kiper.
Selain itu, Gianluigi Buffon juga pernah membintangi iklah Pepsi yang tayang di layar kaca berita bola dunia, termasuk sebuah iklan untuk pergelaran piala dunia tahun dua ribu dua yang diselenggarakan di Korea Selatan dan Jepang dimana ketika itu penjaga gawang yang pernah mengenyam bangku pendidikan olahraga sepakbola menghalau si kulit bundar diatas lapangan hijau di akademi muda Parma ini berdiri disamping pemain sepakbola lainnya seperti David Beckham dari Inggris, Raul Gonzalez asal Spanyol, dan juga Roberto Carlos pemain Brasil, berhadapan melawan satu tim pemain sumo.
Gianluigi Buffon mengaku sebagai seorang pejudi handal dan seseorang yang gemar sekali bermain kartu poker serta di tahun dua ribu sembilan, penjaga gawang yang memiliki tinggi seratus sembilan puluh satu sentimeter ini dipekerjakan oleh PokerStars untuk mengiklankan produk mereka. PokerStars sendiri merupakan sebuah perusahaan asal Amerika Serikat yang bergerak dibidang permainan kartu berita bola indonesia dan sudah sangat terkenal dimancanegara namun tidak di Indonesia karena pemerintah kita melarang hal itu sebagai salah satu dari bentuk perjudian.
Berikutnya, Gianluigi Buffon juga muncul di sampul depan permainan video game sepakbola Pro Evolution Soccer, disingkat PES tahun dua ribu delapan edisi Italia bersama dengan bintang sampul global Cristiano Ronaldo asal Portugal yang kala itu masih membela Manchester United. Permainan videogame buatan Konami dari Jepang ini mengundang banyak sekali pemain karena memang tidak bisa dipungkiri bahwa anak muda senang sekali memainkan game seperti ini, namun tidak diketahui apakah para pemain sepakbola juga hobi memainkan permainan yang sama dengan profesi mereka masing - masing dan petaka bagi seluruh tim.
Kemudian Gianluigi Buffon juga ada di sampul video game sepakbola lainnya berjudul FIFA buatan produsen video game asal Amerika Serikat, Electronic Arts Sports dan disitu, Gianluigi Buffon bersama dengan Manuel Neuer dari Jerman, Iker Casillas dari Spanyol, serta Petr Cech yang menjaga gawang Republik Ceko menjadi bagian dari tim berisikan penjaga gawang terbaik pada FIFA versi dua ribu empat belas. Tidak hanya di kehidupan nyata saja namun kemampuan Gianluigi Buffon dalam menjaga gawangnya menghalau si kulit bundar di atas lapangan juga diakui di dunia maya seperti ini.
0 notes
Photo
Ini Prinsip-Prinsip Pendidikan Berbasis Fitrah Bagi Anak Usia Dini
MALANGTODAY.NET - Pengetahuan tak akan artinya bila yak didukung oleh dengan moral yang kuat. Tentu ada banyak cara dalam menciptakan atmosfir moral yang baik bagi anak. Salah satunya adalah dengan pendidikan berbasis fitrah anak. Celakanya, bila prinsip dasar tidak diketahui maka layaknya mengenderai mobil tanpa tahu cara membawanya, akan berakhir dengan petaka. Ustadz Harry Santosa, penulis buku best seller fitrah based education menjelaskan bahwa agar konsepsi yang akan ditanamkan kepada anak berubah menjadi petensi maka orang tua harus memahami perkembangan fitrah si anak. Salah satunya adalah fitrah keimanan. "Perintah salat adalah salah satu caranya, tujuannya untuk beradab kepada Allah", ucapnya dalam workshop parenting yang diselnggarakan oleh Rumah Inspirasi Keluarga Malang belum lama ini. "Ajarkan anak juga untuk peduli dengan dunia sosial di luarnya", lanjutnya. Cara seperti ini menurutnya akan mempengaruhi fitrah keimanan anak. Indikator tumbuhnya fitrah keimanan dengan baik pada tahap usia 0-6 tahun, sedangkan pada tahap usia 7-10 tahun anak sudah harus melakukan shalat dengan ikhlas. Jika masih belum ikhlas maka perlu proses pembangkitan cinta pada Allah melalui keteladanan harus diperkuat. "Ada masa 3 tahun untuk mengokohkan fitrah keimanan sehingga diharapkan pada usia 10 tahun (anak) tidak perlu dipukul", timpalnya. Setelah fitrah keimanan anak terbangun, selanjutnya kembangkan fitrah bakat anak. Cara yang paling gampang dilakukan menurutnya adalah dengan melakukan tour de Talents atau kunjungan ke beragam profesi yang relevan untuk membuka wawasan anak. Cara di atas pada dasarnya juga akan berpengaruh pada penguatan konsep belajar anak, sehingga dengan sendirinya fitrah belajar anak akan berkembang secara otomatis. Tak lupa ia, mengingatkan agar orang tua selalu mengajarkan anak untuk belajar dari alam di sekitarnya. “Learning is not for Learning, but Learning is for Innovation. Dorong anak untuk melakukan ekpedisi, eksplorasi, riset sederhana di alam”, pungkasnya. Selain fitrah belajar, yang perlu dikembangkan oleh orang tua adalah fitrah individualitas. Fitrah individualitas sendiri bergerak dari fase konsepsi ego sentris ke fase penyadaran sosio sentris. Jika anak terpuaskan Fitrah Individualitasnya pada usia 0-6 tahun maka pada usia 7-10, anak akan nampak mudah mengembangkan Fitrah sosialitasnya, misalnya lebih percaya diri, mudah membuat keputusan (bukan peragu) dan sangat empati dan suka berbagi. “Cara membangunnya beri anak tanggung jawab sosial sederhana dalam proyek bersama di rumah atau di masyarakat”, tuturnya. Fitrah yang terakhir yang tak kalah pentinga adalah fitrah Jasmani. fitrah ini bergerak dari penguatan konsepsi pola jasmani seperti pola makan, pola tidur, pola gerak, pola bersih dan lain sebagainya, kepada penyadaran potensi jasmani berupa kesadaran untuk beraktifitas secara sehat baik aktifitas makan, aktifitas olahraga, aktifitas tidur, aktiftas kebersihan. Cara yang paling efektif untuk membangun fitrah ini menurutnya adalah dengan menggali potensi yang ada pada anak. “Beberapa anak mungkin punya bakat di bidang terkait fisik seperti olahraga, beladiri maka perlu lebih didalami itu”, jelasnya. (Sem/end)
Source : https://malangtoday.net/inspirasi/gaya-hidup/ini-prinsip-prinsip-pendidikan-berbasis-fitrah-bagi-anak-usia-dini/
MalangTODAY
0 notes
Text
[THR untuk mahasiswa IPB]
masih dengan isu yang lagi melangit akhir - akhir ini, menyudutkan dan sangat kuat. seolah mengambil satu ikan di laut dan menganggap bisa mewakili semua jenis di samudra. menarik kembali waktu yang telah sekian lama berlalu seolah tidak terima yang jelas - jelas sudah ada klarifikasinya. yah ini tak lain tentang kekhalifahan. nih cek sob klarifikasinya.
coba kita perluas lagi deh frame pandangan kita. saya ingin mengaajak teman - teman meyimak isi dari kuliah umum Panglima TNI Gatot Nurmantyo kemarin. (https://www.youtube.com/watch?v=plYY_Ktc8LA)
*FAKTANYA* 1. kita akan mendapat bonus demografi yang megakibatkan habisnya oil dan energi maka makanan. dan makanan. dan yang harus kawan - kawan ketahui penyedia makanan dan oil akan ada di equator, indonesia punya semua itu. *bahkan presiden soekarno pernah mengingatkan Kekayaan alam Indonesia Suatu saat nanti akan membuat Iri Negara - negara di Dunia* pada saat pelantikan presiden pun pak jokowi menyampaika *kaya akan Sumberdaya Alam justru dapat menjadi petaka buat kita.*
2. Dari 250juta penduduk indonesia hanya 10% yang mengenyam pendidikan tinggi. dan inilah yang nantiya akan jadi harapanbagsa ini.
*MASALAHNYA* 1. Banyak negara yang takut bila kita akan menjadi negara maju dan apapun isu strategis di negara kita pasti akan gunakan untuk memecah belah kita, termasuk 10% yang berlebel Mahasiswa.
2. bila kita masih mau di adu, mau sampai kapan bangsa ini menjadi sapi perah? badannya di suruh bekerja. susunya diambil, darahnya di hisap, dan daginggnya di makan habis.
*SOLUSINYA* 1. Manusiaya yang harus kita bangunkan. manusianya yang kita optimalkan. sumberdaya mahasiwanya yang kita satukan pandangan. Dengan apa?
di IPB kita mencoba bangun garis kordinasi. garis yang menjadi pegangan bersama seluruh organisasi maha siswawa (Ormawa). Rancangan Umum Kaderisasi namanya. garis dimana sinergisitas antar Ormawa sesuai tugas, Fungsi, dan peran mereka untuk memepertajam peran pertanian dan pangan. dimana penanaman nilai disetiap jenjang mahasiswa.
namun tidak bisa di pungkiri kawan - kawan. kita butuh teknologi. kita butuh sehat. kita butuh hukum yang menjadi kontrol, kita butuh seni. kita butuh inovasi dan semua disiplin ilmu yang kita tekuni.
bila kita sudah berdiri diatas kaki sendiri dan kita berkaya untuk bumi pertiwi insayallah bangsa ini akan menjadi harmoni.
THR kali ini kita semoga dapat hati yang bersih kembali. kita buka mata dan fikiran lebih luas lagi untuk menyambut hari raya idul fitri. semoga allah SWT menerima amal kita. dan menjadikan kita pribadi yang lebih baik lagi.
Bintoro Pujo Prawiro Mahasiswa Intitut Pertanian Bogor
0 notes
Text
Pengcab Forki Tobasa Periode 2016-2020 Dilantik, Ketua Tonny Simanjuntak SE
Tobasa (SIB) -Pengurus Forki Propinsi Sumatera Utara, melantik pengurus Cabang Federasi Olahraga Karate-do Indonesia Kabupaten Toba Samosir periode 2016-2020 di Pendopo Rumah Dinas bupati Toba Samosir, Selasa (9/5) dengan Ketua Tonny Simanjuntak SE, ditandai penyerahan SK dan petaka. Ketua FORKI Sumut DR H Rahmat Syah melalui Fahrurozy menyebutkan, untuk mencapai satu prestasi puncak harus diawali dengan proses pembinaan tidak bisa dilakukan secara instan. Mutlak diperlukan sebuah wadah atau organisasi yang solid dan mempunyai program yang jelas sangat berperan dalam manjalankan roda pembinaan yang berkesinambungan. Walaupun pembinaan atlet olahraga bukanlah hanya menjadi tanggungjawab Cabor saja, tetapi juga menjadi tanggungjawab bersama mulai dari pemerintah tingkat kecamatan, Kabupaten sampai pusat, pengusaha dan lembaga lainnya. Pengurus FORKI Sumut mengakui, Kabupaten Toba Samosir merupakan gudangnya atlet-atlet yang berpotensi untuk menjadi juara nasional dan juara dunia terutama untuk olahraga keras yang salah satunya cabang olahraga karate. Melalui pelantikan Pengcab Forki Tobasa ini, olahraga karate akan dituntut prestasi pada even-even lokal, daerah, nasional dan internasional. Dan berkeyakinan dibawah pembinaan Bupati Tobasa, khususnya cabang olahraga karate akan lebih baik seiring dengan potensi sumber daya manusia dan sumber alamnya, dengan penilaian sangat mendukung terhadap perkembangan pembangunan baik fisik maupun mental, sebut Ketua bidang organisasi FORKI Sumut. Ketua Pengcab Forki Tobasa Toni Simanjuntak SE mengharapkan dukungan dari semua lapisan para pengurus Forki demi memajukan cabang olahraga karate dengan mencakup prestasi atlet. Dengan kepengurusan yang baru ini dapat memberikan dampak positif yang membuat lebih maju lagi ke depannya. Pada pelantikan yang dihadiri juga H Sudarmaji Bendahara Umum FORKI Sumut, Bupati Tobasa diwakili Plt kepala Dinas Pendidikan Tobasa P Panjaitan, Binahar Napitupulu yang turut menyampaikan sambutan, juga dihadiri sejumlah anggota DPRD Tobasa termasuk Wakil Ketua DPRD Tobasa Asmadi Lubis. Adapun Pengurus Pengcab Forki Tobasa periode 216-2020 ini dipimpin ketua Tony Simanjuntak yang merupakan wakil ketua DPRD Tobasa dengan wakil ketua I Drs Biduan Siahaan, wakil ketua II Drs Bangun Hutajulu, Wakil ketua III Marimbun Marpaung, Sekretaris Wandi Sihombing SPd, Wakil Sekretaris Drs Rademak Nababan dan Bendahara Jhonson Siahaan SSos serta bidang-bidang. (H01/f) http://dlvr.it/P75bSD
0 notes