#Pemandangan Laut
Explore tagged Tumblr posts
Text
Loccal Collection Hotel Labuan Bajo, Hotel Labuan Bajo Mirip Santorini
Hotel Labuan Bajo Mirip Santorini – Labuan Bajo, destinasi eksotis di Indonesia, telah menambahkan kilauan baru dalam bentuk Hotel di Labuan Bajo ala Santorini yaitu Loccal Collection Hotel. Dengan kombinasi gemerlapnya laut dan keindahan arsitektur khas Santorini, hotel ini menawarkan pengalaman menginap yang tak terlupakan di tengah keindahan alam yang memukau. Review Hotel Labuan Bajo Mirip…
View On WordPress
#Arsitektur Santorini#Hotel Eksotis#Hotel Labuan Bajo#Hotel Mewah#Pemandangan Laut#pengalaman menginap#Review Hotel#Santorini Style
0 notes
Text
Yang hilang kan arahnya, bukan kamu :)
“Perasaan hilang arah adalah saat kamu merasa bingung, bukan?” Ini sebuah pertanyaan sekaligus pernyataan.
Aku tersentuh mendapati pesan cintaNya yang tersirat dalam Q.S Luqman ayat 31, yang juga mengajarkanku, bahwa kita sebagai manusia diibaratkan kapal yang sedang berlayar dalam lautan kehidupan.
Allah berfirman bahwa kapal yang berlayar di laut adalah salah satu dari banyak nikmat yang diberikan-Nya kepada manusia. Tanpa izin dan kekuasaan-Nya, kapal tidak akan bisa berlayar dengan aman.
Kita sering berpikir bahwa arah angin yang mengarahkan kapal, namun sejatinya, Allah-lah yang mengarahkan kapal tersebut.
Jadi, tidak apa jika merasa hilang arah; yang penting, kamu tidak kehilangan diri sendiri. Karena identitas dan nilai seseorang tetap utuh, meskipun kita mungkin merasa tidak tahu jalan mana yang harus ditempuh.
Jika dirasa ombak terlalu kencang dan membuatmu kehilangan arah, tenanglah, nikmati pemandangan lautan yang luas itu. Sebab Allah tak memberi kita sisa-sisa rahmatNya.
If Allah want it to be, it will be.
Ruang semesta, 16624.
301 notes
·
View notes
Text
Berlayar Kembali
Menenggok kembali segala badai sepanjang usia ini bukanlah hal mudah untuk melewatinya, tak jarang gegabah, panik, dan terburu-buru menjadi bumbu di setiap berlayar. Pernah melaju kencang, tapi pernah juga berhenti di tengah lautan lumayan lama. Akibat ombak yang membuat kapal ini terombang-ambing.
Apakah pernah jatuh ? Jangan di tanya, aku pernah terjatuh dan hampir ke palung lautan, tapi dengan pertolongan-Nya masih ada kekuatan untuk berenang menuju kapal.
Aku hampir mati karena tidak bisa bernafas lama di dalam air, tapi beruntungnya sebelum berlayar aku sudah memasang alat-alat pengaman untuk mengantisipasi ketika tengelam; ada pelampung, kaca mata, dan ada oksigen. Aku mempersiapkannya jauh sebelum memutuskan berlayar. Tapi ini bukan tentang kapal dan bukan juga lautan, tapi tentang iman dan prinsip yang di pegang. Kebaikan dan kebermanfaatan, santun dan jujur, pemberani namun tetap beradab. Ah sungguh prinsip yang susah-susah gampang untuk di pegang kuat-kuat.
Sejauh apapun perjalanan membawaku, meskipun aku terseok dan tersungkur setiap waktu, kebingungan bahkan di rundung kesedihan. Asal iman itu masih ada, asal iman itu ada di hati, Allah akan terus membersamai..
Iman yang membawaku berlayar kembali, iman yang terus membuatku tetap hidup dan menghidupi. Cita-cita dan impian yang terus membuatku terbangun. Jikalau nanti aku terjatuh kembali, jika nanti aku kembali lebam dan berdarah lagi. Aku akan selalu mencoba mengingat-Nya sebelum mengingat selain-Nya. Bersebab tenang adalah kunci untuk mengurai segala bentuk masalah dan sakit hati.
Dalam secuil perjalanan ini, aku akan berlayar lagi. Entah di laut yang tenang atau gemuruh, entah di angin yang sejuk atau ribut, bahkan tidak peduli di langit terang atau gulita, aku akan tetap berdiri menghadapinya, hingga suatu saat yang pasti pemandangan indah di depan sana bisa tampak oleh mata.
Dan aku masih berharap di waktu yang dekat aku tidak berlayar sendiri. Bersamamu mungkin?
-ssn
13 notes
·
View notes
Text
Di tengah kehidupan yang kalang kabut terhantam krisis seperempat baya, sepertinya bengong menjadi salah satu aktivitas yang ternyata aku menikmatinya. Terlebih bengong dengan pemandangan hamparan air laut. Duduk diam menepi kemudian berefleksi. Dari lautan yang membentang, aku selalu merasa kecil. Sekecil debu diluasnya semesta. Juga selalu teringat Surah Al-Kahfi ayat 109.
“Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”
Memang, manusia nanggung dewasa satu ini sering lupa kalau dibanding kesedihan, nikmat-Nya jauh lebih banyak untuk diingat, dimaknai dan disyukuri.
5 notes
·
View notes
Text
-Nitip kenangan-
Dokumentasi take off Bandara Sentani Jayapura, bulan Oktober lalu.
Selama tinggal di Merauke belum pernah pergi-pergi keluar kota atau daerah lain di Papua (ngirit, hehe) , cuma pernah transit di Bandara Sentani 1 jam saja, waktu perjalanan dari Jawa ke Merauke. Jadi kebayang riwehnya kayak apa.
Alhamdulillah bulan lalu diberi kesempatan untuk berkunjung ke Jayapura dan aku langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Jayapura itu kayak kota yang ada di imajinasiku ketika baca novel fiksi. Pemandangan bukit hijau dipadukan dengan lautan, ah indah.
Kota ini seperti terbagi menjadi tiga wilayah besar, dimana ketiganya memiliki keindahan dan keunikannya masing-masing.
Sentani menyimpan perbukitan hijau ditemani birunya laut, pemadangan itu juga yang akan menemani perjalanan menuju wilayah kedua yaitu Abepura, sudah mulai kota tetapi belum kota banget. Masih ditemani pemandangan bukit hijau, kemudian menuju perjalanan ke wilayah berikutnya yaitu kota Jayapura itu sendiri, mulai ada pemandangan gedung-gedung tinggi khas kota besar. MasyaAllah indah pokoknya, lengkap, kota ada, pemandangan alam ada, laut ada, pantai ada.
Lalu aku mulai membayangkan seandainya harga tiket pesawat antar pulau di Indonesia itu terjangkau, mungkin Papua akan menjadi salah satu destinasi favorit penduduk Indonesia.
Dan seandainya aman dari KKB, mungkin gunung-gunung disini sudah jadi tujuan para pencinta alam.
Semoga para pemimpin bisa amanah untuk menyelesaikan berbagai permasalah di pulau indah ini.
3 notes
·
View notes
Text
---
Bukan sebuah kebetulan, jika perjalanan-perjalanan itu membawanya pada beberapa kisah untuk direkam dalam tulisan. Bahkan, sebagian barangkali cukuplah saja mendekam dalam ingatan diam-diam.
Ia berkata lirih pada dirinya sendiri, "Ayo kita pulang, tersesat pada banyak perjalanan lagi."
Maka, ia bergegas mengemas pakaian ke dalam ransel hitam kesayangannya. Peralatan sabun mandi, kosmetik, krim siang krim malam, uang tunai, lengkap dengan baju tidur dan kaos kaki motif kucing kesayangannya. "Untuk beberapa hari saja, (lagi) aku ingin minggat dari kota yang membosankan ini," gumamnya.
Sudah terbayang di kepalanya perjalanan berjam-jam di kereta ekonomi tipe C ; hiruk pikuk orang-orang, bau keringat, bau pesing toilet kereta, bau nasi bekal penumpang di dalam tas kresek, suara mesin roda kereta; sementara dirinya sibuk tenggelam dalam pikirannya sendiri. Menatap kosong ke luar jendela: di depannya pemandangan gersang bukit-bukit, sawah-sawah hijau, rumah-rumah kayu mungil di pemukiman penduduk atau pinggiran rel kereta api, sambil membayangkan hal-hal jauh yang tak terpikirkan sebelumnya. Pikirannya larut melebur tenggelam dalam perjalanan yang panjang dan melelahkan itu. Dan kalau sudah bosan, dibacanya buku kesayangan untuk mengusir kebosanannya itu.
Dengan sebuah kebetulan yang dituliskannya juga, ia mengepak hari-hari bahagia tanpa dibayang-bayangi beban kerja; membunuh waktu sendirian di sebuah kota yang asing, yang dimana orangorang tak kenal dan bahkan tak tahu siapa namanya. Malam hari, ia akan tertidur tanpa perlu memikirkan apa-apa. Melupakan rasa sakit sebentar, ngilu-ngilu yang diciptakan oleh rasa kecewa pada keadaan, dan di pagi hari ia akan terbangun dengan semangat menyala-nyala; mencari sarapan enak di kedai kuliner yang disarankan orang-orang di internet, lalu setelahnya pulang ke penginapan dengan perut kenyang sambil memikirkan nanti mau makan malam di mana dan makan apa.
Perjalanan-perjalanan itu tentu membuatnya kecanduan. Tak pernah dipikirkannya bahwa bepergian sendirian sungguh seseru ini. Dulu ia hanyalah perempuan naif yang takut kemana-mana sendirian. Tak pernah dipikirkannya bahwa perjalanan-perjalanan ini justru bisa membantunya membunuh kesepian. Tak pernah disangkanya perjalanan-perjalanan ini justru memberinya keberanian baru. Ia seperti menemukan lagi gairah hidup dan dirinya yang baru. Tak pernah diduganya perjalanan-perjalanan ini akan membawanya pada pelarian dan penolakan sekaligus; keramaian yang kadang bikin mual tapi sepi yang asing, ia juga menikmatinya.
Perjalanan-perjalanan itu, telah memberi kejut-kejut baru dalam kehidupannya. Melintas laut; bertemu orang-orang asing di stasiun, di peron kereta, di warung-warung kopi yang ia singgahi. Dilipatnya rasa muaknya pada kehidupan, kecewanya pada orang-orang; kini ikut berpindah ke dalam ransel hitam di punggungnya. Ia bahkan tak sempat mencari persembunyian dalam jejak-jejak perjalanan, di tanah yang kering dan bau asap-asap bus kota yang memenuhi rongga paru-parunya.
Perjalanan ini akan membawanya ke banyak perjalanan-perjalanan yang lain lagi. Masih begitu banyak tempat yang ingin ia singgahi. Dengan sebuah kebetulan yang lain, yang juga dituliskannya. begitulah, janjinya. Ia akan menabung ingatan perasaan; pada seseorang yang pernah ditemuinya. Yang kepada sepasang bibirnya, ia mendaratkan ciuman yang kikuk dan sebentar-sebentar. Yang di hamparan dadanya, ia menawarkan setangkup dekapan di tengah-tengah percakapan yang hangat dan panjang. Yang kepada dirinya, ia memberikan buku sebagai kado manis awal perjumpaan.
Hingga demikianlah perjalanan itu akan menuliskan semua kebetulan-kebetulan ke dalam dirinya. Ia akan mengingat betapa canggungnya mengakhiri perjalanan tanpa pelukan-pelukan dan ciuman selamat tinggal.
"sebab aku akan kembali," desahnya, di dalam kereta kepulangan.
"Sebab aku akan kembali lagi mengecup sepasang bibir yang kikuk,itu lagi."
/2024
2 notes
·
View notes
Text
wahai kekasihku
aku tidak tau bagaimana menggambarkan dirimu, hadirmu hanya mampu aku ramu dalam ikhtiar demi ikhtiar memperbaiki diriku yang sangat jauh dari kata sempurna, untukmu dalam mendampingi atau untuk mendidik amanah-amanah yang Al Waddud berikan kelak.
kekasihku, dimanapun kamu berada aku ingin mengabadikan kamu disini dalam halaman tumblrku, yang bahkan mungkin tak ter-jamah olehmu tapi setidaknya untukku setiap hari dalam penantian ini, kamu ada disini, dalam postingan-postingan random ini.
disini, langit dan laut juga pada kiblat yang sama, pemandangan indah ini, kamu ada. kamu harus tau aku sengaja menunggumu disini, aku hanya ingin menjemput dan dijemputmu disini entah pada hari apa dan pada waktunya nanti kita dua orang asing ini menjadi jodoh yang diatur semesta untuk beradu rayu, mungkin terdengar tidak masuk akal, tapi aku percaya ada benang merah yang mengingat dua orang asing yang berjodoh, mungkin kita pernah bertaut dalam sebuah foto yang tak disengaja, atau mungkin disini pertemuan itu terjadi, karna postingan-postingan ini mungkin?
Wallahu A'lam Bishawab.
8 notes
·
View notes
Text
[Sekolah Di Atas Bukit] - The Nature Conservacy
Bagussss bangett terharu huhu. Jadi libur tiga hari kemarin kupakai jalan-jalan ke Kaltim (tepatnya Berau) lewat buku ini. Buku kumpulan pengalaman yang ditulis oleh pekerja konservasi di The Nature Conservacy (TNC) ini bener-bener ngasih gambaran yang cukup lengkap tentang apa-apa aja yang dilakukan para pegiat konservasi lingkungan. Yang paling menarik tentu aja pas bagian jalan-jalan masuk hutan, entah untuk survey atau mengantar peneliti dari mancanegara.
Perjalanan ini bukanlah kunjungan pertamaku ke hutan lindung ini. Tetapi di hati selalu terbersit rasa bahagia dan rindu akan suasana hutan. Tak tahan rasanya untuk segera tiba di sana, menikmati kedamaian dan kesejukannya.
Rasanya ikut damai dan tentram waktu membaca deskripsi pemandangan hijaunya Hutan Lindung Sungai Lesan. Ikut ngos2an waktu menyusuri hutan yang jalannya terjal dan mendaki. Ikut deg2an waktu membayangkan seorang diri di dalam hutan yang sunyi dan gelap. Ikut sedih waktu ada salah seorang warga yang memburu dan memakan daging orangutan karna mereka tidak tahu kalau orangutan itu ternyata di lindungi. Dan ikut terharu waktu ada nelayan yang memutuskan berhenti menangkap ikan dengan bom karna itu merusak ekosistem laut.
Tuh kan buku ini lengkap banget. Segala macam pengalaman yang dirasakan oleh berbagai pekerja di TNC diceritakan panjang kali lebar. Mulai dari sulitnya melakukan pengambilan data di dalam hutan, berbagai pelatihan dan pendidikan yang TNC berikan untuk warga sekitar dan sekolah2 (supaya mereka lebih melek dan peduli pada isu lingkungan), dilanjutkan berbagai diskusi dan konsolidasi yang TNC lakukan baik di konferensi internasional, di aparat pemerintah, di perusahaan pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan), sampai ke nelayan dan ekosistem laut di Berau. Semuanya di lakukan hanya supaya kelestarian alam terjaga. Sehingga anak cucu kita di masa depan nanti juga dapat merasakan alam seperti yang saat ini kita rasakan.
Staf TNC di lapangan memang ujung tombak TNC dalam melakukan program konservasi, namun para staf yang melakukan tugas-tugas konservasi dari balik meja memberikan dorongan tenaga yang kuat agar tombak itu dapat melayang tinggi dan menancap sejauh yang diinginkan TNC.
Buku ini ngasih banyak pengetahuan tentang konservasi alam, perubahan iklim, emisi karbon. Banyak banget yang aku dapat dari buku ini, misalnya perusahaan kehutanan itu harusnya punya suatu peta pemanenan yang bisa membantu mereka memetakan pohon mana yang akan mereka tebang. Kemudian alat yang digunakan untuk memotong pohonnya juga bukan pakai buldoser yang panjang pisaunya lima meter itu. Soalnya kalau nggak ada peta pemanenan yang jelas nanti buldoser yang buat nebang pohon tadi malah nggak jelas kan rute jalannya kemana. Jadi udah boros bahan bakar, banyak pohon yang masih muda juga jadi ikut ketebang sama pisau buldoser tadi. Buku ini juga menjabarkan tentang emisi karbon. Soalnya di Indonesia tahun 2005 emisi karbon dari penggundulan hutan itu adalah yang paling besar (sampai 48 persen!).
Nggak cuma ngomongin pengalaman di dalam hutan, buku ini juga menceritakan perjuangan Indonesia dan TNC pada konferensi internasional tentang perubahan iklim. Ada suatu skema yang diperjuangkan TNC untuk mengalihkan sebagian utang Indonesia menjadi dana hibah konservasi untuk menjalankan proyek pelestarian alam. Juga diceritakan bagaimana kemajuan ekonomi yang diciptakan negara-negara maju justru berdampak negatif pada negara lainnya.
Butterfly effect menggambarkan bagaimana satu kesalahan kecil yang dilakukan pemerintah atau masyarakat akan menimbulkan bencana pada masa mendatang. Bagaimana bubuhan tanda tangan pena pemerintah pada selembar surat izin konsesi hutan untuk tambang atau perkebunan sawit akan memberi dampak merusak yang besar.
Aduh pokoknya lengkap bangettt, nggak bisa diceritain semua disini. Kalau aku selesai baca buku ini jadi agak lumayan mikir sedikit (wkwk bukan overthinking ya karna sedikit aja thinking-nya). Di salah satu bagian buku dikatakan bahwa perusahaan dan warga mau ikut serta dalam program yang digaungkan TNC karna mereka berharap mendapatkan insentifnya. Sebagai manusia biasa, aku juga tidak memungkiri kalau dibalik semua hal yang aku lakukan pasti aku mengharapkan imbalan. Tapi kenapa gitu ya, kenapa kita gak bisa turut serta ambil peran dalam pelestarian lingkungan semata karna kita menyadari bahwa alam ini anugerah Allah yang mesti kita jaga. Kenapa kesadaran itu aja nggak cukup untuk jadi alasan kita melakukan sesuatu?
Tapi aku sedih karna aku juga nggak pernah ngapa-ngapain. Bahkan sesederhana meminimalisir penggunaan tissue, plastik dan kertas bungkus nasi misalnya. Padahal aku kan punya pilihan untuk pakai lap aja daripada tissue, bawa totebag biar gausah pakai plastik, bawa tempat makan biar gausah dibungkus kertas. Itu kan sebenernya hal-hal sederhana yang kalau dilakukan dengan konsisten bisa berdampak kok. Kalau pun nggak berdampak ke dunia ya paling nggak berdampak untuk diriku sendiri. Iya kan syah? Gimana sih aku ini.
Ohya dan satu lagii, lewat buku ini aku jadi tahu ada pekerjaan yang namanya pekerja konservasi, peneliti di bagian konservasi (ada banyak sih ada yang bagian survey orangutan, peneliti untuk peta pemanenan hutan) macem-macem dan kayaknya seruu! Kenapa ya dulu pas SMA pilihan pekerjaan di masa depan rasanya sempit sekali, padahal kalau mau membuka mata lebih lebar kayaknya banyak loh pilihan2nya. Cuma ya itu udah telatt wkwk.
Oke sekian review panjang kali lebar ini, semoga jadi memotivasi untuk ikut serta mengambil peran dalam menjaga lingkungan. Buku bagus wajib banget dibaca ini mah, ada di ipusnas nggak antri, happy reading!
2 notes
·
View notes
Text
Istirahat sejenak.
Tidak ada rencana untuk duduk menepi disini. Pulang dari RS jam 15.00 Wita lewat.Lihat pom bensin desa terbuka, tapi tidak bawa cukup uang. Jadilah aku terus ke rumah dan balik lagi.
Cuaca hatiku lagi sedih hari ini. Perjalanan balik ke rumah lagi, tiba-tiba teringat bapak. Jadilah aku bersenandung lagunya gita gutawa dengan lantangnya dibalik masker dan helm. Kepikiran saja buat meluapkan semua perasaan dijalanan tanpa harus di dengar orang.
Kuputuskan melajukan motor melewati rumah biar bisa terus bersenandung hingga lega hinggap di hatiku. Setidaknya aku ingin melihat pantai. Ada hamparan pantai di sepanjang pinggiran jalan dua desa dari desa tempatku. Kurang lebih 15 menit sudah bisa menikmatinya juga hembusan angin sepoi yang bisa menenangkan hati.
Ah seperti akan menyenangkan bisa duduk di bawah sana, pikirku. Setelah sampai di ujung tanjung, kuputar balik lagi melewati dua warung beriringan di pingir jalan sepanjang tanjung itu. Seratus meter dari warung aku putar balik lagi karena melihat cela bisa turun di samping warung untuk bisa ke pantai dan yup pesanlah es cincau sebagai alasan sekaligus membantu perekonomian orang lain kan. Meski tanpa membeli pun aku bisa saja turun ke pantai itu.
Pantai yang kudatangi ini bukan pantai yang biasa dikunjungi orang atau tempat wisata .Pantai wisatanya ada dekat rumah juga, masih satu garis lurus dengan pantai ini. Hanya aku dari dulu mau kesini.
Gimana ya membahasakannya? Bisa dibilang karena letaknya sangat dekat dengan tepi jalan jadi tidak digunakan untuk komersial. Penduduk setempat juga hanya turun saat pantai surut dan tidak ada rumah di sepanjang jalan tanjung ini. Cuma dua warung yang kusebutkan.
Pemandangan laut, naungan pohon, angin yang berhembus, dan sinar matahari yang menembus dedaunan menguapkan lelahnya hati. Sungguh hanya butuh udara segar biar energi negatifnya keluar. Alhamdulillah karya yang Maha Kuasa selalu bisa menenangkan hati dan tidak lupa juga untuk berbicara pada-Nya di tempat itu. Serupa doa yang bergulir sebab terharu akan kuasa-Nya yang kadang lupa untuk ku syukuri lagi.
Terima kasih ya Allah. Apapun yang aku lewati hari ini, langkahku tidak sekedar kebetulan melainkan ada campur tangan-Mu di sana.
#ceritaanakrantau #ceritakuhariini
Tolitoli, 12 Agustus 2024
3 notes
·
View notes
Text
Kenapa Bali? Tempat Paling Banyak Di Kunjungi Turis
Inilah beberapa alasan kenapa bali menjadi tempat yang paling ramai di kunjungi turis dari mancanegara.
1.Keindahan Alam: Pulau Bali memiliki berbagai pemandangan alam yang menakjubkan, mulai dari pantai-pantai berpasir putih seperti Kuta, Seminyak, dan Nusa Dua, hingga sawah terasering hijau di Ubud. Gunung-gunung seperti Gunung Agung dan Gunung Batur juga menjadi daya tarik bagi pecinta petualangan dan hiking.
2.Iklim Tropis: Bali yang hangat sepanjang tahun sangat disukai oleh wisatawan dari negara-negara beriklim dingin. Mereka dapat menikmati sinar matahari, laut, dan berbagai kegiatan luar ruangan seperti snorkeling, surfing, dan diving.
3.Kehidupan Malam yang Meriah: Bali juga terkenal dengan kehidupan malam yang meriah, terutama di daerah seperti Kuta dan Seminyak. Berbagai klub malam, bar, dan restoran yang tersebar di sepanjang pantai menawarkan hiburan bagi para wisatawan setelah seharian menikmati keindahan alam pulau ini.
4.Budaya yang Kaya: Bali dikenal dengan kekayaan budayanya yang kental, terutama dalam upacara, tarian, dan seni Hindu yang masih dilestarikan secara rutin. Pura-pura indah seperti Tanah Lot dan Besakih menjadi daya tarik bagi wisatawan yang ingin merasakan keindahan budaya Bali.
5.Biaya Hidup yang Terjangkau: Selain itu, Bali juga terkenal dengan biaya hidup yang terjangkau. Dengan nilai tukar yang menguntungkan, para wisatawan dapat menikmati standar hidup yang lebih tinggi dengan biaya yang relatif rendah. Akomodasi, makanan, dan layanan lainnya dapat diperoleh dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan negara asal mereka.
2 notes
·
View notes
Text
Pada awal plot, kamu terlihat secantik pelangi karena memiliki kontras warna kehidupan yang kuat. Pemandangan sesaat yang hanya terlihat dalam jangka waktu singkat. Namun, semuanya berubah ketika pemikiran kita berbeda hingga timbul kegaduhan. Tidak ada kedamaian dalam pertemanan kita, yang ada hanyalah pasang surut seperti air laut. Aku telah merencanakan rencanaku, begitu juga dengan kamu yang telah merencanakan rencanamu. Namun, kamu tidak mau mengerti tentang pemikiranku dan begitu keras hingga menuduh diriku tak bersungguh-sungguh dengan apa yang telah aku katakan. Lalu, bagaimana caranya memulihkan pertemanan kita? Yang ada hanyalah bagian akhir kita. Kita tidak punya cerita lagi, hanya saling diam dan tidak bersuara, menjalani kehidupan biasa layaknya sudah berpisah seperti yang diceritakan dalam lagu ini.
6 notes
·
View notes
Text
Menemukan Surga Penginapan: Hotel Labuan Bajo Dekat Pantai yang Mengagumkan
Hotel Labuan Bajo Dekat Pantai – Labuan Bajo, sebuah surga tersembunyi di ujung timur Indonesia, bukan hanya dikenal dengan keindahan alamnya yang memukau, tetapi juga sebagai rumah bagi sejumlah hotel eksklusif yang menyajikan pengalaman tak terlupakan. Salah satu daya tarik utama wisatawan adalah hotel-hotel yang berlokasi dekat dengan pantai, memberikan akses mudah dan pemandangan luar biasa.…
View On WordPress
#Destinasi Wisata Indonesia#hotel bintang lima#hotel dekat pantai#Hotel Labuan Bajo#Pantai Labuan Bajo#pemandangan laut Labuan Bajo#penginapan eksklusif
0 notes
Text
Terima kasih Alam
Memandang langit saat senja
Memandang laut dengan ombaknya yang bergemuruh
Memandang pegunungan dengan banyaknya kehidupan didalamnya
Membuatku sadar masih banyak hal hal indah di dunia ini yang belum kujelajahi
Mendengarkan suara angin ketika berkendara
Mendengarkan bunyi air hujan jatuh mengenai bumi
Mendengarkan suara suara hewan di tempat yang sunyi
Membuatku sadar bahwa begitu banyak suara suara alam yang sangat menenangkan
Ketika aku merasa aku sendirian aku bermain bersama mereka
Aku berbicara kepada mereka
Aku berterimakasih kepada mereka
Atas pemandangan yang menyejukkan mata dan suara yang menenangkan jiwa
9 notes
·
View notes
Text
☁🌟Aku dan Langit.. ☁🌟
🌦
Aku adalah orang yang selalu berhasil berkali-kali jatuh cinta pada langitt.....
Aku jatuh cinta pada langit,, saat ia menampakkan diri dengan biru cerahnya ketika siang hari telah datang......
🌦
Aku jatuh cinta pada langit,, ketika awan putih berarak,, terlukis panorama dengan latar birunya.....
🌦
Aku jatuh cinta pada langit,, saat hujan reda,,, maka lengkungan pelangi melintas indah dengan segala keragaman warnanya......
🌦
Aku jatuh cinta pada langit,, saat ia berwarna merah saga,,, dan gradasi warnanya di waktu senja,, meneduhkan,, terlebih ketika aku memandang dari tepi laut, dan menengadah padanya.....
🌦
Aku jatuh cinta pada langit,, ketika waktu malam datang,,, langit kembali berhias,, dengan awan, taburan bintang,, dan sinar bulannya.....
🌦
Aku jatuh cinta pada langit,, ketika datang waktu pagi,,, suasana "lungun" Setelah fajar,, udaranya sejuk,, menyegarkan menyambut matahari datang bersama sinarnya....
🌦
Pernah ada waktu aku menaiki bukit,, pemandangan dari bukit di waktu itu menawarkan pemandangan yang tak kalah kerennya,,, seakan ada samudra di bawah langit yang sedang menyelimuti bumi,, pemandangan itu,, membuatmu semakin cinta tinggal di dataran tinggi gayo ini..... 😍
🌦Berkali² aku melihat langit,, berkali² juga aku jatuh cinta kepada-Nya..... 🌦
🌦
Tapi ada kalanya,,, aku ketakutan,, harap² cemas ketika melihat langit.... Terlebih ketika awan hitam datang,, bergulung² mengundang petir,,, angin bertiup kencang,, suara guruh menggelegar dan bumi pun bergetar.... Aku semakin takut menatap langit......
🌦
Terlebih saat membaca ayat-ayat-Nya,, kelak langit itu akan terbelah dan menjadi merah mawar seperti kilauan minyak,, hatiku semakin pilu,, ketika membayangkan langit.....
🌦
Tapi setiap membicarakan langit,, aku semakin kenal dengan pencipta-Nya..... Semakin mengagumi,, sekaligus...menjadi semakin takut karenanya....
🌦
Melalui langit,, aku semakin kenal dengan pencipta-Nya,,, langit yang ku lihat,, mencerminkan pencipta-Nya..... Ia mempunyai keindahan (surga) sekaligus mempunyai hal² yang sangat kita takutkan (Azab)......
🌦
Bahkan melalui langit,, mengantarkan aku semakin jatuh cinta pada ayat² lainnya,, terlebih ayat² yang mengatakan "PERHATIKANLAH"......
🌦
Sungguh dinda... Cukup banyak ayat,,, yang meminta perhatian darimu.... Dan ayat² yang tersemat kata "LIHATLAH".....
🌦Ayoo,, dinda,, lihatlah,,, perhatikanlah.... Agar engkau tahu,, seperti apa kemauan Rabb-Mu terhadap dirimu.... 🤗🤗🌦
13 notes
·
View notes
Text
Selamat berlayar
"Dan berlayarlah kita renda keluarga..." -nasyid
Dulu bingung sekali dengan diksi berlayar, berlabuh dan sebagainya tersemat bagi orang-orang yang memulai hidup barunya. Akhir-akhir ini sepulang dari perjalanan sering bingung di atas motor dan pikirannya random sekali. Tepat sekali! Memikirkan diksi berlayar. Hahaha.
"Selamat berlayar!"
"Akhirnya kamu berlabuh jua!"
Handeh. Kenapa sih harus yang lautan gitu? Kenapa ndak 'selamat take off!' 'wah dah landing niih..'. Atau ndak, 'weh dah mau parkir hati nih?' dan sebagainya.
Dan randomnya lagi, "kalau parkir hati, nanti ada petugas parkir liar pula. Di lautan mana ada parkir liar." Ya begitulah.
serius mode on dimulai
Nah, gini, ehem.
Jadi, kalian tau tidak?
Di lautan, ndak ada orang jualan ditepi jalan. Ndak ada lampu merah, ndak ada rambu-rambu lalu lintas, kita ndak paham cuaca seperti apa ditengah lautan, apakah badai, cerah dan berawan, kita ndak paham ombak dilautan nanti bagaimana apakah tenang apakah sedang ngamuk, ndak ada orang jual bahan bakar dipertengahan jalan, dsb.
Kalau kendaraan darat, kita bisa berhenti kapanpun kita mau. Mau buang air, bisa berhenti dulu. Mau lapar, bisa mampir dulu.
Kalau kendaraan udara, kita bisa pantau bagaimana cuaca hari ini, apakah bisa terbang apa delay untuk sementara waktu? *dapat nasi kotak *eh skip. Berkat bantuan satelit, pilot bisa memperkirakan penerbangan akan berjalan mulus atau sebaliknya, didalam pesawat pun kita bisa atur suhu udaranya.
Namun, di lautan, kita mesti menyiapkan bekal. Siapkan baju hangat, kalau malam dingin sangat *makan pop mie enak. Mesti menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan saat mengarungi lautan luas, dibutuhkan nakhoda yang paham dengan samudera.
Makanya saya pikirkan dengan pernikahan. Pernikahan ibarat mengemudikan sebuah kapal. Kita butuh nakhoda yang paham tentang misteri laut (read: kehidupan). Sebelum berlayar, kita butuh bekal. Entah itu iman, ilmu, materi, dsb. Karena di lautan luas yg dapat menolong diri hanyalah kita sendiri. Kita ndak paham badai apa didepan sana, makanya dibutuhkan kerjasama nakhoda dan awak kapal. Dan yang utama sekali, siapkan pelampung, entah sewaktu-waktu kapal bisa oleng dihantam karam.
Penumpang yang diatas kapal kadang merasa mabuk oleh guncangan lautan. Tapi dilain waktu suguhan pemandangan lautan juga menyejukan pandangan mata. Memang lautan tidak selalu menjadi kontonasi buruk, disaat bersamaan lautan banyak menyimpan kejutan bahagia.
Nah, dari berlayar, nakhoda dan awak kapal beserta penumpang memang harus satu tujuan. Jadi mereka saling bahu membahu untuk mencapai tepian.
Sedikit menyisipkan quote dari Buya Hamka, "nakhoda yang baik bukanlah yang pandai mengemudikan kapal, namun yang paham rahasia lautan.."
Sekilas kerandoman belakangan ini
Padang, 20 September 2023
4 notes
·
View notes
Text
Anak Koin (Episode 1)
Matahari mulai berada di ketinggian ujung kepala, tapi kenyataannya tak ada satu orang pun yang mau menyerah pada pertandingan ini. Semua melangkah tanpa ragu, berlinang keringat sampai didada pun tidak pernah dirasa walau harus berpeluh berkali-kali.
Diujung dermaga anak-anak berseragam menggelatakkan tas, sepatu, dan seragam ditempat biasa. Bukan ditempat nyaman dan bersih, melainkan diujung aspal yang mereka anggap aman. Lagi pula siapa juga yang mau mengambil baju lusuh itu. Yang ada orang-orang akan berinisiatif memindahkan ke tong sampah. Karena pemandangan ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu, tentu saja tindakan itu tidak yang pernah dilakukan siapapun—sekalipun itu petugas pelabuhan.
Serentak mereka hanya menggunakan celana kolor menenggelamkan diri menuju badan kapal. Tidak ada srmburat lelah ataupun kepedihan, mereka tertawa begitu riang seolah dunia sedang mengajak mereka bermain dalam nasib yang tidak pernah mereka pinta.
Satu, dua, mungkin sampai lima mereka berhambur menyebarkan diri. Berenang tanpa pelampung mereka saling menenggelamkan kepala masing-masing sambil terkekeh bahagia. Oh, dunia ini indah bagi mereka yang menikmati penuh dengan rasa syukur.
Sedang satu anak diujung warung beratap payung pelangi itu masih berdiri tak bergeming menghabiskan es teh dalam kantong plastik. Dia menikmati kesejukan air es sebelum akhirnya memilih berlari dengan tangan masih pontang panting menghabiskan isinya.
"Amaaaarrr.. Ganti dulu bajumu!" seorang ibu paruh baya berdiri melihat anak lelakinya menghamburkan diri menuju dermaga.
"Nanti saja bu, besok sudah ganti seragam," amar setengah teriak tapi memilih tetap berlari.
Isi air esnya sudah habis menyisakan bongkahan kecil es batu. Kemudian pandangan Amar beralih ke ujung kakinya yang masih terbungkus sepatu, kemudian menyadari kalau ia salah mengambil keputusan. Lari kembali ia menuju warung payung pelangi.
"Ibu bawa sandal?" Amar terengah-engah.
"Sopo hang ngongkon sandale ditingal?" (re:bahasa using, siapa yang nyuruh sandalnya ditinggal?)
"Aku pikir pasti ibu bawain." Amar terlalu bahagia dengan sepatu barunya, ia melupakan sadal jepit yang biasa ia kantongi didalam tas.
Tanpa mengatakan apapun, Amar melepas sepatu dan menggulung kaos kaki dibawa meja jualan Ibunya. Ia sadar sepatu itu harus tetap utuh sampai lulus sekolah. Sampai dua atau tiga tahun mendatang. Itu kenapa ia meminta ukuran yang lebih besar, antisipasi jika kakinya akan bertumbuh lebih cepat sedang ibunya belum tentu bisa membelikan sepatu baru.
"Bu, ini nanti dibawa pulang, ya, kalau Amar pulang sore." Ia menutup sepatu itu dengan kantong kresek bersih, mengingat bagaimana Bu Laila memanggilnya sewaktu upacara seminggu yang lalu. Ujung bibir Amar membentuk sudut begitu tipis, rasa bahagianya masih lekat didalam dada.
Tanpa berpamitan, Amar berlari menenggelamkan diri. Berseru riang dengan kawan lainnya. Ia tidak bisa mengingat dengan pasti kapan ia memulai aktivitas ini. Mengejar uang lima ratus perak sambil berebut ditengah laut. Satu sama lain akan saling berkejaran didalam air. Menenggelamkan kepala dengan menggerakan kaki sekuat tenaga. Satu persatu saat koin itu melayang, dan mereka selalu mendapatkan cerita untuk dibawa pulang. Sedang orang-orang diatas kapal akan mendapatkan kepuasaan karena memberikan kebahagian. Setelah mendapatkan koin mereka akan tertawa karena berhasil memenangkan pertandingan. Meskipun antar satu sama lain saling bersaing, semua itu tidak pernah merusak persahabatan anak koin ini. Yang ada pertengkaran mereka hanya disebabkan karena merasa kalah jika berenang kurang lama.
Tangan kecil itu tidak pernah menengadah, mereka berdiri karena kebahagiaan. Kalau dikira-kira apa yang dilakukan Amar, Anin, Tain, Dito, Rahman, dan yang lain pula tidak jauh seperti menunjukan seni pertunjukan macam mengamen, atau mungkin menari dengan pakaian badut.
Satu-satu kapal melintasi selat bali, pergi dari ujung pulau Jawa kemudian datang kembali dari Bali. Entah dari kedatangan ataupun keberangkatan, rata-rata atraksi anak koin adalah cerita yang menyenangkan.
Berjam-jam berenang saku amar sudah terasa berat, itu artinya koin yang ia dapatkan hari ini sudah cukup untuk membeli apapun yang ia inginkan. Semua yang beredam segera mengayuhkan kaki menuju tepi dermaga. Mereka masih tertawa menceritakan ekspresi orang-orang yang memberikan koin diatas kapal. Anak-anak ini hanya merasa terheran bagaimana orang dewasa begitu antusias dengan aktivitas yang mereka lakukan. Padahal apa yang mereka kerjakan tidak berarti apa-apa untuk membuat kehidupan orang berubah.
Tetapi disisi lain, para pengguna kapal sedang beradu banyak cerita didalam kepala. Sedang saat itu ketika melihat anak koin berenang membuat bayangan yang ada didalam kepalanya teralih dalam beberapa menit.
"Sesuk aku nak tuku es krim aice sing ndek warung ngarep sekolahan." Seru Anin, satu-satunya anak perempuan berdarah Jawa yang tersesat dalam pertemanan ini. (Re: jawa, besok aku mau beli es krim Aice di warung depan sekolah.)
"Tiap hari es krim terus, Nin!" Rahman menjawab kesal.
"Yang beda rasanya, lah. Tadi kan sudah rasa melok, besok pengen nyoba rasa mangga." Serga Anin penuh antusias.
Suara mereka terdengar samar, selagi mereka berdebat, Amar sedang tenggelam dengan pikirannya sendiri. Selama menjadi anak koin ia tidak pernah menggunakan uangnya buat jajan berlebihan. Ia tidak tahu untuk apa uang itu saat ia berusaha dengan tertib memasukan didalam leher ayam tanah liat
Kata Bu Laila jika hemat bisa jadi pangkal kaya, mungkin Amar ingin menjadi kaya saja. Tapi ia tidak tahu kapan menjadi kaya itu akan terjadi dalam hidupnya.
Matahari hampir kembali kebatas cakrawala, Amar makin bergegas pulang. Payung pelangi milik ibunya sudah tergulung rapi, itu tandanya semua orang sudah bergegas pulang.
Suara tahrim berkumandang lebih cepat membuat amar semakin was-was. Kenyataan pertama yang akan ia hadapi adalam mendapat dampratan sapu lidi di depan pintu, kedua dia harus segera berlari ke sungai agar bisa datang tepat waktu ke surau Pak Haji Gus Ali.
Setalah berjalan hampir sepuluh menit, mereka berhasil memasuki gang rumah masing-masing. Anak kecil itu berlarian tanpa di instruksi menyadari kepulangan yang terlalu sore ini bisa membawa huru-hara disetiap rumah.
"Habis isya aku kerumah mu!" Seru Tain melambaikan tangan kepada Dito sebelum belok kanan. Satu persatu saling menyahut ingin ikut pula ke rumah Dito. Selain untuk melihat kucing kakak Dito yang puluhan ekor itu, ini juga modus agar mereka mendapatkan jawaban PR tanpa perlu berpikir lebih keras. Maklum diantara kelima anak koin ini cuma Dito yang bisa diandalkan soal mengerjakan tugas.
Tapi tidak dengan Amar, ia hanya terdiam tidak mengatakan apapun dan lari begitu cepat.
Setiba didepan pintu Amar tidak menemukan siapapun, ia sudah mengira jika Ibunya sedang berdiri bak pasukan TNI sambil membawa senjata. Karena merasa takut terlambat ke surau, ia bergegas mengambil timba sabun dan handuk. Bukan menuju kali, tapi ia memilih berbelok ke sumur tetangga. Ini bukan waktunya untuk berenang lagi.
"Budhe, ikut mandi ya!" Amar menarik tali penimba air. Badan sekecil itu harus berkutat dengan cerita hidup yang keras. Meskipun tubunya tidak terlalu besar, beruntungnya timba berisi air itu tidak menarik tubuhnya yang kurus.
Sambil menyiramkan air diseluruh tubuh, Amar berpikir kemana orang-orang pergi. Apakah Ibu juga pergi ke surau? Ah, mana mungkin. Ibu senangnya sholat dirumah. Bagaimana dengan Mba Indah? Masa iya Mba Indah belum juga pulang sekolah? aku termenung tetapi terus melakukan aktivitas ku.
12 notes
·
View notes