Tumgik
#NasDem Gorontalo
hargo-news · 28 days
Text
Rustam Akili Sudah Sembuh, NasDem Batal Ganti Posisi Pendamping Tonny Uloli
Hargo.co.id, GORONTALO – Partai NasDem batal mengganti posisi calon wakil gubernur (Cawagub) pendamping Tonny Uloli sebagai calon gubernur (Cagub). Ya, partai yang mengusung misi restorasi itu, tetap pada keputusan awalnya, yakni Rustam Akili. Beberapa pekan sebelumnya, NasDem berencana mengganti Rustam Akili di posisi Cawagub, lantaran penyakit yang dideritanya. Namun, menjelang pendaftaran…
0 notes
himpunid · 3 months
Text
Dugaan Penistaan Profesi Pers, Rum Pagau Bakal Dilaporkan ke DP dan DPP Partai NasDem
HIMPUN.ID – Polemik dugaan pencemaran nama baik, fitnah, dan penistaan profesi pers yang melibatkan Rum Pagau terus berlanjut. Aliansi Jurnalis Gorontalo (AJG) berencana melaporkan kasus ini ke Dewan Pers dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem, menuntut keadilan dan perlindungan atas profesi mereka. Hal itu disampaikan Ketua Umum DPD Pro Jurnalismedia Siber (DPD PJS) Jhojo Rumampuk, melalui…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
realitajayasaktigroup · 4 months
Text
Syarif Mbuinga Temui Iskandarsyah Rama Datau, Ada Apa?
Rekonfunews.com, Pohuwato – Mantan Bupati Pohuwato 2 periode (2009 – 2014 dan 2014 – 2021) Syarif Mbuinga, bertemu Ketua Garda Pemuda Nasdem Provinsi Gorontalo, Iskandarsyah Rama Datau, pada Selasa (22/5/2024). Bertempat di salah satu restoran ternama di Jakarta, tampak hadir dalam pertemuan tersebut, Aleg Deprov Gorontalo terpilih dari Partai Nasdem, Dapil Pohuwato-Boalemo, Mikson Yapanto, serta…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
kbanews · 1 year
Text
Mantap! Tiga Partai Pengusung Anies di Gorontalo Sambangi Markas Relawan
GORONTALO | KBA – Partai pengusung Anies Baswedan di Gorontalo semakin solid dengan relawan pendukung calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan kunjungan dari NasDem, Demokrat, dan PKS secara bersamaan ke sekretariat DPW Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES) Gorontalo kemarin, Rabu, 16 Agustus 2023. Ketua DPW ANIES Gorontalo Syahrudin…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
malangtoday-blog · 5 years
Photo
Tumblr media
Profil Rachmat Gobel: Utusan Khusus Presiden Jokowi, Kini Wakil Ketua DPR
Rachmat Gobel, Wakil Ketua DPR Periode 2019-2024. Foto: Ricardo/JPNN.com
jpnn.com, JAKARTA – Berikut ini merupakan profil Rachmat Gobel yang kini menjadi wakil ketua DPR periode 2019-2024.
Hanya butuh waktu tiga tahun menjadi kader Partai NasDem, sebelum dipercaya menjadi wakil ketua DPR. Modal Rachmat hanya satu: bakat jadi seorang pelobi ulung yang ia pelajari secara otodidak selama berkarir sebagai pengusaha.
Rachmat Gobel merupakan tokoh nasional asal Gorontalo yang lahir pada 3 September 1962. Dia memulai karirnya sebagai pengusaha sekitar tahun 1980-an, saat ia mewarisi PT National Gobel yang didirikan ayahnya, Thayeb Mohammad Gobel, pelopor industri elektronik di Indonesia serta penerima bintang jasa “Satya Lencana Pembangunan”.
Namun, Rachmat tidak langsung menempati posisi strategis dalam awal karirnya sebagai pengusaha. Padahal, ia merupakan lulusan Ilmu Perdagangan Internasional di Chuo University, Jepang, serta memiliki pengalaman kerja di Kantor Pusat Masushita Group, perusahaan manufaktur bidang elektronik, di Osaka.
Dalam periode awalnya berkarir di Indonesia pada 1988, PT National Gobel yang didirikan Thayeb justru mempekerjakan Rachmat sebagai tenaga pelatih di pabrik baterai milik perusahaan.
Tugas itu Rachmat lakoni selama satu tahun hingga ia “dipromosikan” ke jajaran menengah dengan tanggung jawab lebih besar, merancang perencanaan bagi manajemen perusahaan. Saat itu, Rachmat mengisi posisi sebagai asisten presiden direktur PT National Gobel. Perusahaan itu saat ini dikenal dengan nama PT Panasonic Manufacturing Indonesia.
Setelah beberapa tahun bekerja sebagai perencana, Rachmat diberi kepercayaan menempati posisi sebagai Direktur Perencanaan PT National Gobel pada 1991-1993,kemudian Wakil Direktur Utama pada 1993-2002, dan akhirnya menjabat Direktur Utama pada 1994.
Dalam periode 1988-1994, Rachmat belajar arti pentingnya mengetahui secara langsung bisnis yang didirikan ayahnya dari seluruh tingkatan. Bekal pengetahuan itu nantinya membantu Rachmat membuat strategi bisnis yang menyelamatkan perusahaan itu dari krisis politik dan moneter pada 1997-1998 melalui pembaharuan kerja sama antara Matsushita-Gobel pada 2000.
Source : https://malangtoday.net/flash/nasional/profil-rachmat-gobel-utusan-khusus-presiden-jokowi-kini-wakil-ketua-dpr/
MalangTODAY
0 notes
harianpublik-blog · 7 years
Text
Ahok Effect, Jokowi Korban Berikutnya?
Ahok Effect, Jokowi Korban Berikutnya?
Tumblr media Tumblr media
Ahok Effect, Jokowi Korban Berikutnya?
Harianpublik.com – Ahok-Djarot kalah telak pada Pilkada DKI putaran dua, 19 April silam. Selisih angkanya nyaris 16%. Anies-Sandi meraup 57,96 persen. Sedangkan paslon petahana cuma mengantongi suara 42,04%.
Ahok shok berat. Itu pasti. Ahok uring-uringan, sangat boleh jadi. Para Ahoker kalang-kabut. Mereka sulit move on. Beragam manuver pun mereka lakukan. Antara lain, membanjiri Balai Kota dengan karangan bunga dan balon. Tapi karena akhirnya terbukti ribuan karangan bunga itu dipesan oleh orang yang sama dari florist yang sama juga, maka sebagian kalangan menyebutnya sebagai “bunga karangan.”
Laiknya sebuah pertempuran, ada pemenang juga ada pecundang. Itu biasa, biasa banget. Umumnya para pecundang menderita luka-luka. Ada yang ringan, sedang , juga ada yang berat. Bahkan tidak sedikit juga yang nyawanya putus.
Nah, dalam deretan pasukan Ahok ini banyak juga yang menjadi korban. Mereka bisa individu, bisa juga institusi, lembaga atau parpol. Pastinya, kelompok Parpol pengusung dan pendukung adalah para korban. Mereka adalah PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, PPP, dan PKB.
PDIP keok dimana-mana
Dari semua Parpol pendukung dan pengusung Ahok, korban paling parah tentu saja PDIP. Mereka bukan saja harus menelan pil pahit kekalahan telak tersebut. Sialnya lagi, mereka juga kena dampak buruk Ahok atau yang biasa disebut Ahok effect. Maklum, sepanjang berkuasa menjadi gubernur menggantikan Jokowi, mantan Bupati Belitung Timur itu meninggalkan rekam jejak yang amat buruk. Prilaku kasar, kata-kata kotor, kinerja jeblok, keberpihakan kepada pengembang yang kelewatan, dan terindikasi terlibat dalam seabrek kasus korupsi. Dan, tentu saja, yang sangat monumental adalah mulut comberannya yang menista surat Al Maidah ayat 51.
Efek negatif Ahok langsug menerjang PDIP. Indikasinya gampang sekali. Parpol pemenang Pemilu dengan suara sekitar 19 persen itu harus menerima kenyataan pahit. Dari Pilkada di 101 daerah (7 provinsi, 76 kabupatan, dan 18 kota) serentak 15 Februari 2017 silam, banyak , jagoannya yang tumbang.
Kekalahan telak partai Moncong Putih itu terjadi di Pilgub Bangka Belitung, Banten, Gorontalo, dan Jakarta. Di ajang pemilihan walikota, PDIP keok di Payakumbuh, Pekanbaru, Tasikmalaya, Salatiga, Kendari, Kupang, Ambon, dan Kota Jogja selisih suara sangt tipis. Begitu juga saat bertarung di Pilbub. Calon-calon dari PDIP terkapar di Tapanuli Tengah, Kampar, Muaro Jambi, Pringsewu, Mesuji, Bekasi, Cilacap, Hulu Sungai Utara, Barito Kuala, Kep Sangihe, Banggai Kepulauan, Kolaka Utara, Buton, Lembata, Maluku Tenggara Barat, Halmahera Tengah, Sarmi, Kep Yapen, dan Jayapura.
Pertanyaannya, adakah fenomena ini menjadi bahan bacaan bagi Megawati dan para elit PDIP lainnya? Bagaimana mereka menyikapi bergelimpangannya jagoan PDIP yang keok dihajar lawannya?
PDIP hancur
Dalam sebuah obrolan santai, seorang pengurus pusat PDIP pernah mengeluhkan kondisi ini. Lelaki yang mengaku baru saja pulang dari keliling di sejumlah daerah mengatakan, rakyat sudah emoh kepada PDIP. Bahkan tidak terlalu keliru jika dikatakan rakyat sesungguhnya kecewa dan marah kepada Megawati dan PDIP.
“Rakyat menganggap PDIP adalah partai sarang koruptor, partai penampung PKI, tidak berpihak kepada wong cilik, terlalu mengutamakan pengusaha, khususnya para pemilik proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta. Rakyat juga kecewa karena PDIP mengusung Ahok yang menistakan agama orang lain,” ujarnya dengan masygul.
Kalau mau jujur, lanjut dia, faktor PDIP yang mengusung Ahok di Pilkada DKI menjadi paling dominan dari sederet persepsi negatif tadi. Inilah yang memberi andil besar bagi kekalahan calon-calon PDIP di banyak Pilkada. Inilah Ahok effect dengan dampak negatifnya yang sangat mengerikan!
Sejatinya, kekalahan Ahok memang pelajaran yang amat berharga bagi PDIP. Bagaimana mungkin partai pemenang pemilu 2014 bisa remuk-redam begitu rupa karena seorang Ahok. Rasa sakit itu kian terasa, manakala mengingat Basuki bukanlah anggota apalagi kader partai. Dia hanyalah politisi kutu loncat yang entah karena apa dan bagaimana, tiba-tiba saja mampu merebut menjadi pilihan Megawati.
Apakah tampilnya Ahok sebagai calon yang diusung mengkonfirmasi bahwa PDIP tidak punya kader yang mumpuni? Kalau jawabnya tidak, maka semestinya ada penjelasan yang masuk akal atas hal ini. Soal deal-deal khusus, misalnya. Tentang apa dan seperti apa deal-deal itu, mungkin hanya Mega-Ahok dan Allah Yang Maha Kuasa saja yang tahu persis.
Tapi terlepas dari itu semua, yang nyaris pasti, masa depan PDIP pada Pemilu dan Pilpres 2019 memang jadi sangat gawat. Pada Pemilu 2014 partai yang selalu membawa-bawa foto Soekarno dalam kampanyenya itu berhasil meraup 19 persen suara. Tentu angka ini menjadi dreaming day alias mimpi di siang bolong. Bukan mustahil suara partai ini bakal melorot ke 10-12 persen saja.
Suara PDIP bakal terjun ke 10-12 persen? Sepertinya terdengar sarkatis. Tapi sebetulnya tidak. Ini serius. Kekalahan telak Ahok di Pilkada DKI adalah sinyal yang amat kuat. Bagaimana mungkin pasangan yang begitu percaya diri karena backing dari segala penjuru bisa dikalahkan dengan demikian memalukan?
Siapa pun yang berakal waras dan berhati nurani pasti bisa melihat, betapa pasangan Basuki-Djarot (Badja) didukung oleh semua sumber daya yang ada. Taipan dengan dana yang nyaris tak terbatas bersama mereka. Jaringan media mainstream mendukung penuh, baik terang-terangan atau malu-malu kucing. Negara dengan seluruh birokrasinya bekerja ekstra keras untuk memenangkannya. Kecurangan dan politik uang dipertontonkan secara massif dan amat telanjang menjelang pada hari pencoblosan. Tapi toh, Allah berkehendak lain. Badja ternyata terjungkal dengan tragis.
Harus belajar
Penistaan agama Islam oleh Ahok memang jadi salah satu kontributor tumbangnya calon arogan ini. Itulah harga yang harus dia bayar karena berani dengan pongah masuk ke wilayah paling sensitif, agama orang lain. Tapi kalau mau jujur, untuk Jakarta, pengaruh agama mungkin tidak sangat dominan. Mungkin porsi agama plus-minus sekitar 50% bagi penduduk DKI yang belakangan makin permisif dan sekuler.
Yang harus diingat, Pemilu melibatkan seluruh penduduk di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Buat orang di daerah, agama masih menjadi faktor amat penting. bisa dibayangkan, bagaimana nasib PDIP di mata rakyat kelak. Ingat, rakyat mengidentifikasi PDIP sebagai partai penampung PKI dan pendukung penista agama. Wuih…
Pada titik ini saya ingin mengingatkan Presiden Jokowi. Nasib mengenaskan serupa dengan PDIP bukan mustahil akan dialami pada Pilpres 2019. Maaf, ya, pak Presiden, rakyat kadung beranggapan anda membela dan melindungi Ahok. Paling tidak begitulah persepsi rakyat pada reklamasi Pantai Utara Jakarta dan kasus penistaan agama.
Sekarang semuanya terpulang pada anda, Pak Presiden. Anda harus bisa membuktikan persepsi publik tadi keliru. Caranya gampang saja. Jangan bela dan lindungi Ahok, apalagi memasukkan dia ke dalam kabinet yang konon akan segera ada kocok ulang lagi.
Ahok itu sumber masalah. Ahok itu ibarat kecoa beracun, yang kemana-mana menebarkan penyakit. Kecoa jenis ini tidak cukup disemprot dengan pestisida serangga. Ia harus diinjak sampai mejret. Itu pun dengan catatan, anda harus menggunakan alas kaki, supaya kuman dan baketeri si Ahok, eh kecoa tadi tidak menyusup ke pori-pori kaki. Semoga belum terlambat.
Oleh Edy Mulyadi, Direktur Prorgam Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)
[opinibangsa.id / rmol]
Sumber : Source link
0 notes
hargo-news · 2 months
Text
Dapat Restu Rachmat Gobel, Syamsu Botutihe Sah jadi Pendamping Merlan di Pilkada Bone Bolango
Hargo.co.id, GORONTALO – Teka-teki siapa yang akan menjadi wakil dari Merlan Uloli di Pilkada Bone Bolango akhirnya terjawab. Sosok itu adalah Syamsu Botutihe. Syamsu bukanlah wajah baru di panggung perpolitikan Bone Bolango. Ya, dia pernah duduk sebagai anggota legislatif (Aleg) DPRD Bone Bolango dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Di Pileg 2024, Syamsu pindah ke Gelora dan menjadi Caleg dari…
0 notes
himpunid · 4 months
Text
Tindak Lanjut Dugaan Pelecehan Jurnalis, PJS Bakal Gelar Rapat Bersama Sejumlah Organisasi Pers
HIMPUN.ID – Dewan Pimpinan Daerah Pro Jurnalismedia Siber (DPD PJS) Provinsi Gorontalo berencana menggelar rapat koordinasi dan konsolidasi, bersama sejumlah organisasi pers yang ada di Provinsi Gorontalo. Ketua PJS Provinsi Gorontalo, Jhojo Rumampuk mengatakan, agenda itu membahas isu krusial terkait pelecehan terhadap profesi jurnalis yang diduga dilakukan Ketua DPD Partai NasDem Boalemo. Tidak…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
anurullahi · 6 years
Text
Kehangatan Yang Hilang di 2019
Kasus dugaan pelanggaran kampanye kembali menyeret korban baru. Kini, kasus tersebut menimpa Slamet Ma’arif, Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212. Polresta Solo menetapkan Slamet Ma’arif sebagai tersangka pada Jumat (7/2/2019). Slamet dilaporkan oleh Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma’aruf Amin Solo, Her Suprabu ke Badan Pengawas Pemilu Solo karena diduga melakukan pelanggaran kampanye di luar jadwal saat tablig akbar PA 212 di Gladak, Solo (Tribun Kaltim, 12/2/19).
Satu minggu setelahnya kembali terjadi kasus pelaporan serupa yang dilakukan oleh Ahmad Dhani, seorang musisi sekaligus kader dari Partai Gerindra terhadap Edi Firmanto, seorang caleg dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) atas tuduhan persekusi dan pengeroyokan. Menurut keterangan Ahmad Dhani, Edi Firmanto adalah orang yang bertanggungjawab atas pelaporan dirinya ke Polda Jatim sehingga membuatnya ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik terkait video yang melibatkan dirinya saat aksi #2019GantiPresiden diadakan di Surabaya. (Surabaya Tribunnews, 19/10/18)  
Sengketa politik nyatanya tidak hanya menyasar pada kalangan  elit. Ada kasus yang lebih ironis di Gorontalo yang diakibatkan oleh perbedaan pandangan politik yang membuat sebuah keluarga berselisih tajam satu sama lain. Dua makam dengan nisan atas nama Masri Dunggio dan Siti Aisyah dipindahkan dari pekuburan keluarga ke tempat lain akibat berselisih paham terkait pilihan calon legislatif. Ironisnya, pemilik pekuburan keluarga tersebut adalah Awano Hasan yang merupakan keponakan dari Masri Dunggio. Menurut surat kabar, tindakan Awano Hasan dilatarbelakangi oleh penolakan keluarga Masri Dunggio untuk memilih adik iparnya yang merupakan caleg dari partai Nasdem. Namun menurut keterangan Kepala Desa setempat sengketa ini tidak dilandasi oleh motif politik tetapi masalah internal keluarga yang kebetulan memuncak di tahun politik (Kompas, 13/1/19).
Kita boleh merasa miris ketika membaca sejumlah berita di atas. Konflik yang sebenarnya hanya melibatkan individu atau kelompok kecil ini sebenarnya adalah hal sepele yang tidak layak membesar apalagi mengundang provokasi. Namun karena konflik tersebut terjadi di tahun politik maka membuat ikatan emosional publik yang mulai melek politik semakin mengental. Ada rasa simpatik berwatak politis yang tumbuh dari publik atas apa yang menimpa para elit atau kelompok masyarakat lain ketika konflik tersebut melibatkan mereka yang memiliki pandangan politik yang sejalan. Uniknya rasa simpatik ini bisa muncul meskipun tidak ada ikatan biologis apalagi hubungan sosial secara langsung di antara mereka. Rasa simpatik ini adalah hal yang manusiawi meskipun untuk saat ini lebih didasarkan atas ikatan politis yang sifatnya temporal. Pada titik ini makna politik mengalami paradoks, yaitu berhasil mempersatukan tetapi pada saat yang sama juga memisahkan.
Dalam kacamata pedagogik, polemik di masyarakat menjelang pilpres 2019 ini sebenarnya secara tidak langsung juga memberikan pendidikan hukum bagi warga negara. Wacana pendidikan hukum ini bisa dilihat dari berbagai berita yang bersliweran perihal pelaporan atas sengketa pemilu ini. Mulai dari pelaporan atas ujaran kebencian, penistaan agama, kampanye di luar jadwal resmi, hingga sengketa keluarga akibat perbedaan pilihan politik. Berangkat dari berita yang bersliweran tersebut sebenarnya memberikan gambaran kepada masyarakat untuk mulai sadar hukum. Meskipun dari serangkaian kasus tersebut menyisipkan pesan bahwa di tahun politik ini, wacana hukum bukan lagi untuk menghadirkan ketenangan tetapi menghasilkan keributan. Selain itu, salah satu kondisi ideal yang diharapkan selama “ketegangan 2019” ini adalah upaya penguatan kembali wacana supremasi hukum. Sebuah kondisi dimana hukum menyasar pelanggar tanpa pandang bulu. Pejabat, artis, musisi, maupun rakyat jelata memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan otoritas sudah sepatutnya mewujudkan semangat keadilan ini dengan menjalankan peran mereka yang sesuai amanat konstitusi. Namun jika melihat kondisi faktual yang terbaru saat ini, sudahkah hukum bekerja dengan adil?
Mengembalikan Kehangatan
Maraknya kasus pelaporan ini secara filosofis didasari oleh hilangnya kehangatan dalam berwarganegara. Kehangatan berwarganegara adalah sebuah kondisi dimana masyarakat mampu menempatkan dirinya dengan baik sebagai mahkluk sosial dan mahkluk politik (zoon politicon). Sebagai mahkluk sosial, masyarakat adalah sekumpulan manusia yang memiliki kecenderungan untuk saling membutuhkan dan melengkapi sesamanya melampaui dimensi ras, suku, agama, bahkan politik. Sedangkan sebagai mahkluk politik, masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bekerjasama dan menyusun strategi untuk menghadirkan kesejahteraan kolektif. Kedua anasir ini adalah ruh yang mengilhami terciptanya masyarakat yang memiliki karakter negarawan. Masyarakat yang mampu mengelola perbedaan di antara mereka dengan bijak dalam upaya mendatangkan kesejahteraan bersama. Sayangnya, jika berkaca pada fakta saat ini, kehangatan berwarganegara hanya menjadi sebuah diskursus minor. Atau jika tidak berlebihan, hilang dalam suasana politik 2019 ini.  
Penulis berpandangan sedikitnya ada tiga faktor yang membuat hilangnya kehangatan berwarganegara di tengah masyarakat. Pertama, krisis kebijaksanaan. Kedua, krisis literasi. Ketiga, peran aktor politik.
Pertama, adalah perihal kebijaksanaan. Kebijaksanaan adalah satu hal yang mulai pudar di tengah masyarakat kita. Kebijaksanaan secara historis adalah akar dari diskursus yang membentuk kontruksi sosial masyarakat Indonesia untuk hidup toleran di tengah suasana dan kondisi yang heterogen. Kebijaksanaan sudah tercermin sejak masyarakat Indonesia ada pada masa menjelang kemerdekaan dan pascakemerdekaan. Sebagai contoh, mari kita tengok latar belakang sosiologis dari perumusan Pancasila. Pembentukan dasar negara adalah hal fundamental yang harus disusun dengan mengutamakan kepentingan kolektif. Mengingat Indonesia pada saat itu terdiri dari unsur yang heterogen, jelas menjadi sebuah tantangan berat untuk menemukan titik temu. Namun dalam upaya untuk mencapai tujuan kolektif, para perumus kala itu menyepakati untuk menetapkan Pancasila berikut butir-butir di dalamnya sebagai sebuah kesepakatan kolektif meskipun sempat terjadi perdebatan alot antara kelompok Islamis dan Nasionalis di awal.
Sebagai contoh lain, kesepakatan untuk membentuk Indonesia sebagai negara kesatuan (NKRI) adalah cermin dari kebijaksanaan yang perlu diteladani. Rakyat kala itu mengerti bahwa pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) akan membeikan otonomi lebih besar. Raja-raja kecil akan diuntungkan. Namun elemen masyarakat Indonesia kala itu telah berpikir melampaui zamannya. Mereka memandang pembentukan RIS adalah langkah yang tidak bijak mengingat hal tersebut hanya semakin meruncingkan segmentasi masyarakat (bangsa, suku, agama, ras) dan bertentangan dengan upaya untuk merdeka seutuhnya. Mereka mengerti bahwa kebijakan segmentatif melalui pembentukan RIS adalah upaya untuk melemahkan persatuan sebagai jembatan kemerdekaan. Bertolak dari pikiran tersebut akhirnya rakyat yang kala itu terpisah oleh dimensi suku, ideologi, bangsa, dan agama berkomitmen untuk mencari titik temu dan mengelola perbedaan di antara mereka sebagai sebuah ujian kebijaksanaan. Buah dari kebijaksanaan tersebut adalah terciptanya –meminjam istilah Soekarno- sebuah jembatan emas, kemerdekaan dan kesatuan negara.
Dari catatan historis di atas kita bisa melihat bahwa kebijaksanaan warga negara muncul di tengah ujian dinamika sebuah republik yang baru lahir. Kemampuan masing-masing individu untuk menempatkan kepentingan kolektif di atas kepentingan pribadi adalah tantangan besar bagi sebuah negara baru dengan masyarakat yang heterogen kala itu. Namun kemampuan mereka mengelola heterogenitas tersebut berhasil menjelma menjadi sebuah kekuatan besar untuk saling menguatkan, melengkapi, dan memperkaya satu sama lain sehingga mengantarkan Indonesia kala itu menjadi bangsa yang kuat. Pada titik tersebut kebijaksanaan warga negara adalah kunci untuk melahirkan persatuan yang kuat. Bangsa yang kuat hanya mampu dipimpin oleh kepemimpinan yang kuat. Sedangkan kepemimpinan yang kuat adalah cerminan dari soliditas rakyat yang kuat.
           Kedua, adalah krisis literasi. Menurut riset yang dilakukan oleh UNESCO pada tahun 2012, indeks minat baca masyarakat Indonesia menduduki posisi sebagai salah satu negara yang terendah dalam lingkup global. Dalam bahasa yang sederhana dari riset tersebut disimpulkan bahwa jika ada 1000 orang di dalam sebuah kelompok maka hanya ada 1 orang saja yang memiliki minat baca tinggi. Minat baca masyarakat Indonesia yang minim adalah bencana intelektual di tengah pesatnya arus informasi saat ini.
Era intenet of things memungkinkan arus informasi mengalir dengan pesat dan bisa diakses secara real time. Kemudahan untuk memperoleh informasi ini sebenarnya sebuah keuntungan untuk perkembangan literasi digital bagi masyarakat Indonesia. Namun jika tidak waspada ia akan membawa pada bencana digital. Sebagai contohnya adalah tumbuhnya wacana hoax saat ini. Wacana ini sebenarnya tumbuh bersama dengan pesatnya informasi. Berita kini tidak hanya bisa diakses dari situs berita resmi tetapi juga bisa bersumber dari sosial media. Bahkan tidak jarang sumber berita di sejumlah situs resmi tersebut diperoleh dari sosial media. Sesuatu yang viral selalu menarik perhatian banyak orang meskipun tidak jarang kebenaran dari peristiwa tersebut belum teruji validitasnya. Ditambah pada era post-truth ini, manusia lebih mengedepankan ikatan emosi ketimbang fakta objektif di lapangan sehingga fenomena sosial ini semakin menyuburkan tumbuhnya hoax di tengah masyarakat. Hoax akhirnya mendorong potensi masyarakat untuk berselisih. Membentuk polarisasi masyarakat yang saling mereproduksi ujaran kebencian satu sama lain. Kehangatan hilang dalam percakapan sehari-sehari dikarenakan ketidakmampuan mereka menyaring dan mengelola informasi dengan baik. Ketidakmampuan ini adalah akibat dari kemampuan literasi masyarakat yang minim, yaitu rendahnya minat mencerna informasi dengan teliti melalui pembacaan yang kritis. Pada titik ini sebenarnya hoax bisa dibatalkan dengan meningkatkan fungsi literasi. Oleh karena itu ketika fungsi literasi meningkat secara perlahan akan mengembalikan fungsi akal sehat. Akal yang sehat akan membangun sikap bijak dalam mengelola informasi sehingga terwujud percakapan warga negara yang hangat.        
           Ketiga adalah peran aktor politik. Pada hakikatnya politik adalah kegiatan yang dilakukan secara kolektif untuk menghadirkan kesejahteraan kolektif. Dalam upaya mewujudkan tujuan tersebut diperlukan strategi yang mengedepankan tuntunan moral yang dipegang secara teguh sehingga dalam proses menuju tujuan tersebut bisa berjalan dalam kaidah yang positif. Kaidah-kaidah postitif ini tercermin melalui ucapan, perilaku, dan pikiran dari para aktor politik.
Dalam politik, perselisihan adalah keniscayaan. Perdebatan adalah keharusan. Namun kedua wujud friksi di atas adalah wacana yang diperlukan dalam kegiatan politik sebagai upaya untuk memperkaya khazanah pengetahuan dan alternatif kebijakan, bukan untuk semakin menjauhkan diri pada tujuan. Premis di atas adalah kondisi ideal yang bisa diciptakan oleh para aktor politik ketika mengedepankan tuntunan moral bernegara, yaitu kesediaan untuk mengedepankan sikap kenegarawanan. Namun kondisi faktual yang terjadi saat ini di tahun politik 2019 adalah kondisi yang berkebalikan. Para oknum aktor politik mengkapitalisasi pengaruh dan sumberdaya yang dimiliki semata-mata untuk saling menyerang dan menjatuhkan. Celakanya sebagian pertengkaran mereka justru tidak dibangun dengan dasar argumen tetapi berdasar pada sentimen. Pesatnya arus informasi dan kebebasan pers semakin membuka ruang pertengkaran hingga meluber ke massa akar rumput. Sialnya lagi, terjadi disfungsi pada sebagian pers yang seharusnya bertanggung jawab untuk meredakan panas di akar rumput namun sebaliknya mengipasi api kecil di massa akar rumput melalui pemberitaan dengan headline bernada provokatif bahkan tendensius. Konsekuensinya, sebagian publik yang tidak cukup bijak mengelola informasi dengan mudahnya latah terprovokasi oleh berita maupun perilaku yang ditampilkan oleh junjungan mereka. Pertengkaran yang sebelumnya bersifat elitis menjelma menjadi pertengkaran yang populis. Jika model komunikasi politik seperti ini terus dipertahankan oleh para aktor politik, tidak menutup kemungkinan akan membuka front di tengah masyarakat sehingga mereka saling berhadapan.
Dalam rangka mengembalikan kehangatan, kuncinya terdapat pada sikap elit yang berpengaruh besar pada sikap populasi. Jika sikap elit menunjukan keteladanan yang baik maka akan membawa masyarakat pada perilaku yang baik. Selain itu fungsi pers juga perlu dikoreksi. Pers bertanggungjawab untuk menyampaikan berita yang objektif, tanpa dikurangi dan tanpa ditambahkan, apalagi bekerja sesuai dengan pesanan pemodal. Maka dalam hal ini, pers juga memikul tanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan politik kepada masyarakat melalui penyampaian informasi yang berkualitas. Media massa adalah etalase bagi publik dalam upaya menyampaikan pesan untuk lebih berhati-hati dan bijak dalam mengelola pandangan politik di tengah kehidupan masyarakat yang dinamis. Berita di media massa adalah alternatif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat perihal nilai-nilai yang harus ditaati bersama untuk menjaga kehangatan.
Kehangatan dalam bermasyarakat adalah hak setiap manusia. Kehangatan hanya mampu dicapai ketika kita mampu menghadirkan titik temu ketimbang titik seteru. Kita tidak perlu bersepakat atas setiap ketidaksepakatan. Hal yang kita perlukan adalah kemampuan mengelola perbedaan dengan cara yang bijak dan tetap mengedepankan kemaslahatan bersama.  
     oo.�__Y�9�
0 notes
liputanviral-blog · 6 years
Text
9 Parpol terima penganugerahan keterbukaan informasi publik dari KIP
Liputanviral - Sembilan partai politik mendapatkan penganugerahan dari Komisi Informasi Pusat (KIP) karena telah mengimplementasi keterbukaan informasi publik. Mereka adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan). Selanjutnya, ada Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai NasDem, dan Partai Demokrat. Sembilan partai tersebut meraih predikat cukup informatif. Wasekjen Partai NasDem, Siar Anggreta Siagian mengatakan, partainya sudah meraih penganugerahan keterbukaan informasi publik dari KIP sebanyak empat kali. Penghargaan tersebut diperoleh berkat pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dan website partai. "Website khusus keterbukaan informasi publik sudah kami buat, kemudian juga laporan dana tahunan dari APBN itu juga dipublikasi di website," jelasnya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (5/11). Siar Anggreta berharap, ke depan KIP membuat terobosan baru dengan memberikan ranking bagi parpol yang telah mengimplementasi keterbukaan informasi publik. Dengan begitu, parpol akan semakin terpacu untuk memberikan informasi kepada masyarakat. "Bagi saya ini bagus karena memang khususnya parpol membutuhkan motivasi sendiri untuk bisa memberikan keterbukaan informasi kepada masyarakat. Masyarakat ini perlu tahu banyak pa saja kegiatan partai politik. Berita-berita sudah, tapi mungkin ada hal lain seperti kebijakan strategi itu perlu diakses," ujarnya. Selain itu, Siar Anggreta meminta KIP segera menyampaikan kepada masyarakat daftar nama partai yang sudah mengimplementasi keterbukaan informasi publik. Sehingga masyarakat tahu partai apa saja yang berkomitmen dalam keterbukaan informasi publik. "Parpol kan sudah berpartisipasi jadi giliran KIP menyosialisasikan kepada masyarakat bahwa partai ini yang telah aktif, yang mengikuti keterbukaan informasi publik, ini partai yang layak didukung. Sehingga ada keseimbangan," kata dia. Dalam laporan penganugerahan keterbukaan informasi badan publik tahun 2018, selain sembilan parpol ada 8 kementerian yang cukup informatif. Yaitu Kemenkop UKM, Kemenag, Kemensos, Kemenkes, Kementerian BUMN, Kementerian Kelautan dam Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kemende PDTT. Sementara itu, ada dua kementerian yang informatif, yakni Kemeterian Keuangan dan Kemenkominfo. 10 Kementerian lainnya meraih predikat menuju informatif yakni Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, KemenPU PR, Kemensetneg, Kemenlu, Kemenperin, Kemenaker dan KemenPAN RB. Untuk kategori pemerintah provinsi, yang meraih predikat informatif adalah Jateng, DKI Jakarta, Kalbar, dan Jabar. Terdapat lima Pemprov yang menuju informatif yaitu Aceh, NTB, Kalteng, Sumbar, dan Sumsel. Ada enam Pemprov yang meraih predikat cukup informatif yakni Jatim, Kaltim, Banten, Sumut, Papua, dan Bali. Pada kategori lembaga negara atau lembaga pemerintah non kementerian, ada tiga lembaga yang mendapat penganugerahan informatif yakni BATAN, Bank Indonesia, dan Lembaga Antariksa dan Penerbangan. Sementara LKPP, KY, LIPI, BPKP, Arnas RI, BPPT, MK, DPR RI, BPK, dan BPOM menuju informatif. Selanjutnya ada enam lembaga yang meraih predikat cukup informatif yaitu BSN, BIG, Setkab, BPJS Kesehatan, Lemhanas, dan BNN. Sedangkan kategori Lembaga Non Struktural, ada dua lembaga yang informatif yaitu PPATK, BPM, dan Bawaslu RI. Sementara KPK dan KPU menuju informatif. BPWSM, Komnas HAM, dan Ombudsman RI cukup informatif. Sementara untuk kategori BUMN, PT Pelabuhan Indonesia III dan PT Kereta Api Indonesia meraih predikat informatif. Adapun PT Taspen dan PT Bio Farma menuju informatif. Sedangkan PT PLN, Perum Perhutani, dan Perum Jasa Tirta II cukup informatif. Pada kategori perguruan tinggi negeri, ada satu kampus yang informatif yaitu IPB. Tujuh kampus menuju informatif, mereka adalah Universitas Tanjungpura, Universitas Indonesia, Umiversitas Brawijaya, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Padang, Universitas Negeri Malang, dan Institut Teknologi Bandung. 18 Kampus lainnya meraih predikat cukup informatif yakni Universitas Padjajaran, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Khairun, Universitas Sriwijaya, Politeknik Negeri Padang, Politeknik Negeri Semarang, Universitas Bengkulu, dan Universitas Lampung. Kemudian Universitas Udayana, Isi Padang Panjang, Umiversitas Sebelas Maret, Universitas Negeri Yogyakarta, Isi Denpasar, Politeknik Negeri Batam, Universitas Andalas, Universitas Jenderal Sudirman, Universitas Airlangga, dan Universitas Negeri Gorontalo. Read the full article
0 notes
kemocengrapi · 6 years
Text
Pileg 2019, Ini Daftar 38 Eks Koruptor yang Ditetapkan Jadi Caleg
JAKARTA, dawainusa.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah resmi menetapkan Daftar Caleg Tetap (DCT) Pileg 2019. Dari daftar itu, terdapat 38 mantan narapidana korupsi atau koruptor yang masuk dalam DCT.
Melansir Suara.com, ketua KPU Arief Budiman menuturkan telah menetapkan DCT dan menindaklanjuti putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait hasil sengketa mantan narapidana korupsi yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Hal itu kata Arief sesuai keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah membatalkan Peraturan KPU (PKPU) Nomer 20 Tahun 2018, sehingga mantan narapidana korupsi boleh mencalonkan sebagai caleg.
Baca juga: ICW Dorong Masyarakat Hukum Parpol Pengusung Caleg Eks Koruptor
“Hari ini KPU sudah menetapkan DCT dan sudah menindaklanjuti fakta-fakta hukum baru, dari putusan sengketa di Bawaslu, Putusan JR di MK, maupun yang dikeluarkan MA. KPU sudah menindaklanjutinya dengan teliti, dan dituangkan dalam keputusan kita,” kata Ketua KPU Arief Budiman di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol Jakarta Pusat, Kamis (20/9).
Berkenaan dengan itu, Komisioner KPU Ilham Saputra menyebutkan ada 38 orang mantan narapidana korupsi yang masuk kedalam DCT. Menurutnya, hanya mantan narapidana korupsi yang mengajukan sengketa yang masuk dalam DCT.
“Ada 38 orang, hanya yang mengajukan ajudikasi saja yang diakomodir, sesuai SE kita yang kita kirim ke KPU provinsi, kabupaten/kota,” tutur Ilham.
Berikut 38 Daftar Nama Caleg Mantan Koruptor
Nama-nama Mantan Narapidana Korupsi (Koruptor) yang Jadi Caleg untuk Tingkat DPRD Provinsi.
Baca juga: Soal Larangan Koruptor Jadi Caleg, Antara UU Pemilu dan Moralitas?
Partai Gerindra
1. Mohamad Taufik dari Dapil DKI 3
2. Herry Jones Kere dari Dapil Sulut
3. Husen Kausaha dari Dapil Maluku Utara
Partai Golkar
4. Hamid Usman dari Dapil Maluku Utara 3
Partai Berkarya
5. Meike Nangka dari Dapil Sulut 2
6. Arief Armaiyn dari Dapil Malut 2
Partai Perindo
7. Smuel Buntuang dari Dapil Gorontalo 6
Partai PAN
8. Abdul Fattah dari Dapil Jambi 2
Partai Hanura
9. Midasir dari Dapil Jateng 4
10. Welhelmus Tahalele dari Dapil Malut 3
11. Ahmad Ibrahim dari Dapil Malut 3
Partai PBB
12. Nasrullah Hamka dapil Jambi 1
Tingkat DPRD Kabupaten/Kota
Partai Gerindra
1. Alhajar Syahyan dari Dapil Tanggamus
2. Ferizal dari Dapil Bangka Belitung
3. Mirhammuddin dari Dapil Bangka Belitung
Partai PDIP
4. Idrus Tadjil
Partai Golkar
5. Heri Baelanu dari Dapil Pandeglang
6. Dede Widarso dari Dapil Pandeglang
7. Saiful T Lami dari Dapil Tojo Una-una
Partai Nasdem
8. Abu Bakar dari Dapil Raja Lebong 4
9. Edi Ansori dari Dapil Raja Lebong 3
Partai Garuda
10. Julius Dakhi dari Dapil Nias Selatan
11. Ariston Moho dari Dapil Nias Selatan
Partai Berkarya
12. Yohanes Marinus Kota dari Dapil Ende 1
13. Andi Muttamar Mattotorang dari Dapil Bulukumba 3
Partai PKS
14. Maksum DG Mannassa dari Dapil Mamuju 2
Partai Perindo
15. Zulkifri dari Dapil Pagar Alam 2
Partai PAN
16. Masri dari Dapil Belitung 2
17. Muhammad Afrizal dari Dapil Lingga 3
18. Bahri Syamsu Arief dari Dapil Cilegon 2
Partai Hanura
19. Warsit dari Dapil Blora 3
20. Moh. Nur Hasan dari Dapil Rembang 4
Partai Demokrat
21. Jones Khan dapil Pagar Alam 1
22. Jhony Husban dapil Cilegon 1
23. Syamsudin dapil Lombok Tengah
24. Darmawaty Dareho dapil Manado 4
Parati PKP Indonesia
25. Matius Tungka dapil Poso 3
26. Joni Cornelius Tondok dapil Toraja Utara.*
Selengkapnya: Pileg 2019, Ini Daftar 38 Eks Koruptor yang Ditetapkan Jadi Caleg
#dawai
0 notes
wartakanlah · 6 years
Text
Pileg 2019, Ini Daftar 38 Eks Koruptor yang Ditetapkan Jadi Caleg
JAKARTA, dawainusa.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah resmi menetapkan Daftar Caleg Tetap (DCT) Pileg 2019. Dari daftar itu, terdapat 38 mantan narapidana korupsi atau koruptor yang masuk dalam DCT.
Melansir Suara.com, ketua KPU Arief Budiman menuturkan telah menetapkan DCT dan menindaklanjuti putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait hasil sengketa mantan narapidana korupsi yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Hal itu kata Arief sesuai keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah membatalkan Peraturan KPU (PKPU) Nomer 20 Tahun 2018, sehingga mantan narapidana korupsi boleh mencalonkan sebagai caleg.
Baca juga: ICW Dorong Masyarakat Hukum Parpol Pengusung Caleg Eks Koruptor
“Hari ini KPU sudah menetapkan DCT dan sudah menindaklanjuti fakta-fakta hukum baru, dari putusan sengketa di Bawaslu, Putusan JR di MK, maupun yang dikeluarkan MA. KPU sudah menindaklanjutinya dengan teliti, dan dituangkan dalam keputusan kita,” kata Ketua KPU Arief Budiman di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol Jakarta Pusat, Kamis (20/9).
Berkenaan dengan itu, Komisioner KPU Ilham Saputra menyebutkan ada 38 orang mantan narapidana korupsi yang masuk kedalam DCT. Menurutnya, hanya mantan narapidana korupsi yang mengajukan sengketa yang masuk dalam DCT.
“Ada 38 orang, hanya yang mengajukan ajudikasi saja yang diakomodir, sesuai SE kita yang kita kirim ke KPU provinsi, kabupaten/kota,” tutur Ilham.
Berikut 38 Daftar Nama Caleg Mantan Koruptor
Nama-nama Mantan Narapidana Korupsi (Koruptor) yang Jadi Caleg untuk Tingkat DPRD Provinsi.
Baca juga: Soal Larangan Koruptor Jadi Caleg, Antara UU Pemilu dan Moralitas?
Partai Gerindra
1. Mohamad Taufik dari Dapil DKI 3
2. Herry Jones Kere dari Dapil Sulut
3. Husen Kausaha dari Dapil Maluku Utara
Partai Golkar
4. Hamid Usman dari Dapil Maluku Utara 3
Partai Berkarya
5. Meike Nangka dari Dapil Sulut 2
6. Arief Armaiyn dari Dapil Malut 2
Partai Perindo
7. Smuel Buntuang dari Dapil Gorontalo 6
Partai PAN
8. Abdul Fattah dari Dapil Jambi 2
Partai Hanura
9. Midasir dari Dapil Jateng 4
10. Welhelmus Tahalele dari Dapil Malut 3
11. Ahmad Ibrahim dari Dapil Malut 3
Partai PBB
12. Nasrullah Hamka dapil Jambi 1
Tingkat DPRD Kabupaten/Kota
Partai Gerindra
1. Alhajar Syahyan dari Dapil Tanggamus
2. Ferizal dari Dapil Bangka Belitung
3. Mirhammuddin dari Dapil Bangka Belitung
Partai PDIP
4. Idrus Tadjil
Partai Golkar
5. Heri Baelanu dari Dapil Pandeglang
6. Dede Widarso dari Dapil Pandeglang
7. Saiful T Lami dari Dapil Tojo Una-una
Partai Nasdem
8. Abu Bakar dari Dapil Raja Lebong 4
9. Edi Ansori dari Dapil Raja Lebong 3
Partai Garuda
10. Julius Dakhi dari Dapil Nias Selatan
11. Ariston Moho dari Dapil Nias Selatan
Partai Berkarya
12. Yohanes Marinus Kota dari Dapil Ende 1
13. Andi Muttamar Mattotorang dari Dapil Bulukumba 3
Partai PKS
14. Maksum DG Mannassa dari Dapil Mamuju 2
Partai Perindo
15. Zulkifri dari Dapil Pagar Alam 2
Partai PAN
16. Masri dari Dapil Belitung 2
17. Muhammad Afrizal dari Dapil Lingga 3
18. Bahri Syamsu Arief dari Dapil Cilegon 2
Partai Hanura
19. Warsit dari Dapil Blora 3
20. Moh. Nur Hasan dari Dapil Rembang 4
Partai Demokrat
21. Jones Khan dapil Pagar Alam 1
22. Jhony Husban dapil Cilegon 1
23. Syamsudin dapil Lombok Tengah
24. Darmawaty Dareho dapil Manado 4
Parati PKP Indonesia
25. Matius Tungka dapil Poso 3
26. Joni Cornelius Tondok dapil Toraja Utara.*
Selengkapnya: Pileg 2019, Ini Daftar 38 Eks Koruptor yang Ditetapkan Jadi Caleg
https://www.dawainusa.com/pileg-2019-ini-daftar-38-eks-koruptor-yang-ditetapkan-jadi-caleg/
0 notes
malangtoday-blog · 6 years
Photo
Tumblr media
Catat, Ini Daftar Caleg Eks Koruptor yang Lolos Pemilu 2019!
MALANGTODAY.NET – Jelang Pemilihan Legislatif 2019 (Pileg 2019), berbagai polemik terjadi merupakan hal yang biasa. Pada helatan yang akan datang, polemik yang mengemuka adalah seputar diperbolehkannya partai politik (parpol) mengusung calon legislatif (caleg) yang merupakan eks napi korupsi. Hal ini diketahui melalui pengumuman sah yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kamis (20/9/2018) lalu. Dalam pengumuman tersebut, sebanyak 13 dari 16 parpol mengusung caleg eks napi korupsi. Hanya PKB (nomor urut 1), PPP (nomor urut 10) dan PSI (nomor urut 11) yang tidak mengusung caleg mantan tahanan korupsi. Baca Juga: Rusak Lapak Pedagang Buah, 2 Preman di Singosari Diringkus Polisi Sebelumnya, nama-nama ini dinyatakan tidak memenuhi kriteria berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan napi koruptor. Akan tetapi, mereka mengajukan gugatan yang kemudian diloloskan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Bahkan Mahkamah Agung (MA) membatalkan PKPU 20/2018 karena dinilai bertentangan dengan UU Pemilu. Dilansir dari Kompas.com, berikut ini daftar caleg eks napi korupsi
Partai Gerindra (2)
Taufik (DKI Jakarta 3)
Herry Jones Kere (Sulawesi Utara)
Husen Kausaha (Maluku Utara)
Alhajad Syahyan (Tanggamus)
Ferizal (Belitung Timur)
Mirhammuddin (Belitung Timur)
PDI-P (3)
Idrus Tadji (Poso 4)
Partai Golkar (4)
Hamid Usman (Maluku Utara 3)
Hai Baelanu (Pandeglang)
Dede Widarso (Pandeglang)
Saiful T. Lami (Tojo Una-Una)
Partai Nasdem (5)
Abu Bakar (Rejang Lebong 4)
Edi Ansori (Rejang Lebong 3)
Partai Garuda (6)
Julius Dakhi (Nias Selatan)
Ariston Moho (Nias Selatan)
Partai Berkarya (7)
Meike Nangka (Sulawesi Utara 2)
Arief Armaiyn (Maluku Utara 2)
Yohanes Marinus Kota (Ende 1)
Andi Muttamar Mattotorang (Bulukumba 3)
Baca Juga: Rusak Lapak Pedagang Buah, 2 Preman di Singosari Diringkus Polisi
PKS (8)
Maksum DG Mannassa (Mamuju 2)
Partai Perindo (9)
Samuel Buntuang (Gorontalo 6)
Zulfikri (Pagar Alam 2)
PAN (12)
Abdul Fattah (Jambi 2)
Masri (Belitung Timur 2)
Muhammad Afrizal (Lingga 3)
Bahri Syamsu Arif (Cilegon 2)
Partai Hanura (13)
Midasir (Jawa Tengah 4)
Welhelmus Tahalele (Maluku Utara 3)
Ahmad Ibrahim (Maluku Utara 3)
Warsit (Blora 3)
Moh. Nur Hasan (Rembang 4)
Partai Demokrat (14)
Jones Khan (Pagar Alam 1)
Jhony Husban (Cilegon 1)
Syamsudin (Lombok Tengah 1)
Darmawaty Dareho (Manado 4)
Baca Juga: Rusak Lapak Pedagang Buah, 2 Preman di Singosari Diringkus Polisi
PBB (15)
Nasrullah Hamka (Jambi 1)
PKPI (16)
Matius Tungka (Poso 3)
Joni Cornelius Tondok (Toraja Utara)
Sudah tahu siapa saja namanya? Catat dan perhatikan dengan seksama serta gunakan hak pilihmu dengan bijak. Salam demokrasi!
Penulis: Raka Iskandar Editor: Raka Iskandar
Source : https://malangtoday.net/flash/nasional/caleg-eks-koruptor-lolos-pemilu-2019/
MalangTODAY
0 notes
gosulsel · 7 years
Text
Wakil Wali Kota Gorontalo Yakin Cicu Layak Gantikan Danny - Gosulsel
JAKARTA, Gosulsel.com - Ketua DPD NasDem Kota Makassar, Andi Rachmatika Dewi kembali mendapat sokongan untuk bertarung di Pilkada Makassar 2018 mendatang. Dukungan tersebut tidak hanya hadir dari NasDem se-Makassar dan DPW NasDem Sulsel. Cicu -sapaan akrabnya, menjadi pusat perhatian pada kegiatan...
http://gosulsel.com/2017/10/25/wakil-wali-kota-gorontalo-yakin-cicu-layak-gantikan-danny/
#AndiRachmatikaDewi #IndiraMulyasariParamastuti #Nasdem
0 notes
hargo-news · 5 months
Text
Pilkada Kabgor: Sofyan Puhi Yakin Dapatkan Rekomendasi NasDem
Hargo.co.id, GORONTALO – Sofyan Puhi yakin bisa mendapatkan rekomendasi Partai Nasional Demokrat (NasDem) untuk menjadi calon Bupati Kabupaten Gorontalo pada Pilkada yang akan dilaksanakan serentak tahun ini. Hal itu ditegaskan langsung oleh Sofyan saat diwawancarai seusai mendaftarkan diri di Partai Kebangkitan Nasional (PKB), selasa (30/4/2024). “Saya yakin 100 persen akan mendapatkan…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
himpunid · 4 months
Text
Pernyataan Alyun Hippy Dianggap Tidak Sesuai Kejadian
HIMPUN.ID – Pernyataan resmi tentang provokasi massa aksi yang disampaikan oleh humas DPW Partai NasDem Gorontalo, Alyun Hippy mendapat kecaman langsung dari Ketua Pro Jurnalismedia Siber. Menurut Jhojo Rumampuk, pernyataan Alyun Hippy dianggap tidak sesuai kejadian dan fakta yang ada dilapangan. Dikatakan Jhojo, seluruh Jurnalis dan Kepolisian yang mengawal aksi yang akan menuju Polda Gorontalo…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes