#Nama perempuan yang artinya seseorang yang bersinar
Explore tagged Tumblr posts
Text
Filosofi Dibalik Judul Menanti Pagi dan Arti Nama Para Tokoh Utama
Salah satu alasan memilih tumblr sebagai platform menulis tantangan 30 DWC karena tidak banyak orang yang aku kenal mengakses tumblr, bahkan mungkin hampir tidak ada yang akan membaca tumblr aku. Pada umumnya mereka berselancar di instagram ataupun tiktok. Sementara tumblr sudah banyak ditinggalkan oleh orang-orang, bahkan para artis tumblr di masa lalu pun sudah tidak aktif lagi. Jadi aku merasa lebih aman untuk menulis secara jujur tanpa khawatir dihakimi.
Kali ini, aku ingin bercerita tentang filosofi dibalik pemilihan judul novel pertamaku ‘Menanti Pagi’ dan arti nama para tokohnya. Novel pertama aku ini sebenarnya secara garis besar, sekitar 80% mungkin adalah kisahku sendiri. Hanya memang didramatisir sedemikian rupa agar lebih hidup. Jadi kejadian yang ada di novel tetap fiksi. Hanya ide ceritanya saja yang berasal dari kisahku.
Jadi dulu, setelah lulus kuliah sampai bertahun-tahun lamanya, aku berada di titik terendah dalam hidup. Banyak sekali kegagalan yang aku alami di berbagai bidang kehidupan sehingga memunculkan banyak kekhawatiran tentang masa depan. Salah satunya tentang pasangan hidup. Saat itu, pada umumnya, orang-orang yang seumuran sudah pada sukses dari tolok ukur manusia. Mereka sudah punya pekerjaan yang mapan, punya pasangan hidup, punya anak-anak yang lucu, sementara aku belum punya semua itu. Di satu sisi, adikku yang umurnya 10 tahun lebih muda akan segera menikah. Jadi masa-masa itu aku anggap sebagai masa kegelapan.
Selayaknya manusia pasti tidak ingin terus menerus berada dalam kegelapan kan? Ingin juga mengalami terang dalam hidupnya. Oleh karena itu, novelnya diberi judul ‘Menanti Pagi’, kisah seseorang yang menanti sembari berjuang untuk merasakan cahaya pagi. Pagi di novel ini dianalogikan sebagai jodoh. Walaupun kenyataannya penyebab kegelapannya bukan hanya perihal romansa, tapi karena ini novel bergenre romansa islami, jadi ‘pagi’ dianalogikan sebagai jodoh.
Dari menentukan judul, tentu hal yang tidak kalah pentingnya lagi adalah tentang nama dan karakter tokoh. Nama tokoh perempuannya adalah Alifia Inara. Alifia artinya lembut atau ramah, sedangkan Inara artinya berkharisma dan pintar. Jadi kalau digabungkan Alifia Inara artinya perempuan yang lembut, berkharisma dan pintar. Mengapa memilih nama ini? Alasannya karena kata orang apa yang kita tulis itu bisa menjadi doa. Seperti yang aku bilang bahwa tema besar novel adalah kisahku, jadi aku berharap bisa menjadi sosok seperti arti nama Alifia Inara. Kalau dilihat dari kenyataan, karakter lembut dan pintar sudah ada (haha narsis sedikit). Namun, karakter berkharisma itu sangat-sangat bukan aku. Jadi nama itu dipilih agar memotivasi sekaligus doa untuk bisa menjadi berkharisma dan anggun.
Lalu, nama tokoh laki-lakinya adalah Arka Rafqi Al Subhi. Arka artinya Matahari. Rafqi artinya lembut. Al Subhi artinya subuh atau pagi. Jadi kalau digabung Arka Rafqi Al Subhi adalah matahari pagi yang bersinar lembut. Mengapa memilih nama itu? Sesuai judul novel yaitu menanti pagi, jadi aku mencari nama tokoh laki-lakinya yang berarti pagi yang selalu identik dengan terbitnya matahari. Jadilah aku memilih Arka dan Al Subhi. Matahari buatku juga melambangkan kepemimpinan yang gagah dan tegas. Namun karena matahari pagi, sinar kepemimpinannya terasa hangat dan tidak terik. Lalu, mengapa memilih Rafqi? Alasan yang sama dengan pemilihan Alifia Inara. Apa yang ditulis itu bisa menjadi doa. Nama itu aku pilih sebagai bentuk doa. Jadi kalau suatu hari nanti Allah menganugrahi aku pasangan hidup, aku berharap dia seperti sosok Arka Rafqi Al Subhi yang bisa memimpin dengan tegas tapi lembut dan bijaksana.
Itulah filosofi dibalik pemilihan judul dan nama tokoh Novel Menanti Pagi. Nah, jadi kalau kalian pecinta novel, janganlah hanya larut dalam ceritanya! Cobalah lihat sedetail mungkin dari pemilihan judul, nama tokoh, latar belakang tempat dan lain sebagainya! Karena bisa jadi ada filosofi dibalik itu semua yang akan semakin membuat bermakna dan indah sebuah cerita.
Setelah ini, aku ada rencana menulis buku prosa yang judulnya adalah ‘Menuju Pagi’. Ada yang bisa menebak filosofi dibalik judul ‘Menuju Pagi?’
Mungkin sebagian besar akan menebak bahwa menuju pagi artinya sosok tokoh akan bertemu paginya yang dianalogikan sebagai jodoh. Namun itu salah. Setelah aku mengalami berbagai hal dan juga mengamati sekitar, rasanya sungguh tidak bijaksana kalau cahaya pagi itu hanya dianalogikan sebagai jodoh atau hal-hal yang bersifat materi dan keduniaan lainnya. Karena kalau seperti itu, maka kita akan selalu merasa gelap ketika hal-hal yang diinginkan belum kita dapat. Padahal yang namanya manusia kan selalu punya keinginan dunia. Nanti setelah mendapat jodoh, pasti ingin punya anak. Setelah ada anak satu, ingin satu lagi. Setelah ada anak, ingin punya mobil. Setelah punya mobil, nanti ingin punya rumah. Kalau seperti itu, kita akan merasa gelap terus dong karena keinginan tidak akan pernah habis.
Jadi ‘Menuju Pagi’ di sini bermakna menuju ketenangan diri, menuju keikhlasan, menuju keridaan atas semua takdir yang Allah beri. Menuju diri yang mampu menganggap apa pun yang Allah takdirkan dalam hidup adalah anugrah sehingga mampu bersyukur dengan sebenar-benarnya.
Aku berpikir, jika kita mampu memiliki perasaan seperti itu, maka apa pun yang terjadi, kita tidak akan pernah merasa gelap. Apa pun yang terjadi, kita akan tetap mampu merasakan adanya cahaya dalam hidup kita. Itulah arti ‘Pagi’ dari judul buku ‘Menuju Pagi’ yang draftnya masih ada dalam angan.
Doakan buku itu bisa selesai ditulis dan diterbitkan, lalu yang terpenting, aku dan mungkin kalian yang membaca bisa menjadi diri yang seperti ‘pagi’.
0 notes
Text
Arti Nama Febe Dan Rangkaian Namanya
Arti Nama Febe Dan Rangkaian Namanya
Arti Nama Febe – tanyanama.com. Pengaruh arti nama bagi kehidupan anak sangatlah penting. Sebab sebuah nama serta makna nama akan berguna sepanjang kehidupan. Sama halnya dengan nama anak perempuan haruslah mengandung makna nama feminim seperti sifat anak perempuan pada umumnya.
Nama bayi modern Febe menjadi pilihan terbaik saat ini. Kata Febe diambil dari negara dan bahasa Yunani. Dalam arti…
View On WordPress
#Arti Febe#Makna Nama Febe#Maksud Nama Febe#Nama perempuan yang artinya seseorang yang bersinar#Rangkaian Nama Febe
0 notes
Text
Khadijah Hilya Zhafira
Abie senang sekali menceritakan bagaimana hari-harinya di kantor padaku. Pada satu hari ia menceritakan percakapannya dengan salah satu rekan kerjanya yang berasal dari Sudan, Osman, tentang nama anak kedua kami. Kurang lebihnya, percakapan mereka adalah seperti ini.
Osman : “Masyaa Allah. Mabruk. Siapa namanya?”
Abie : “Hilya.”
Osman : “Hulya?” (anggapan Osman adalah namanya Julia yang dibaca Hulya)
Abie : “La. Namanya Hilya. Artinya perhiasan.”
Osman : “Oh, ya ya. Tapi dibaca Hulya kan?”
Abie : “Wahai, Osman. Lihat! Aku mengambil kata Hilya dari Al-Quran. (Abie menunjukkan ayat 14 di surat an-Nahl pada Osman)
Osman : “Oh, Hilya. Masyaa Allah, perhiasan dari lautan. Seperti lu’lu’ wa marjan? Masyaa Allah, Masyaa Allah. Namanya indah.
*lu’lu’ artinya mutiara, marjan artinya batu permata yang berasal dari karang merah yang ada di kedalaman lautan.
Menanyakan nama bayi memang sudah menjadi hal yang biasa ketika mendengar kabar sebuah kelahiran. Begitu juga saat Abie berbincang dengan atasannya yang berasal dari Palestina. Ketika Abie menjawab bahwa nama putri kami adalah Hilya, ia terheran dan menanyakan kenapa memberi nama seperti itu. Katanya, nama itu biasa dipakai perempuan Yahudi. Setelah Abie jelaskan lebih lanjut, barulah ia sadar bahwa ia salah dengar. Yang ia dengar pertama kali adalah kata Ilya, bukan Hilya.
Aku dan Abie sebagai orang tua tentunya ingin memberikan nama terbaik pada putra-putri kami. Selain menjadi tanda bagi si anak, nama juga menjadi suatu harapan dari orang tua agar anak memiliki akhlak yang baik sesuai namanya. Kami berdua sadar bahwa pemberian nama terbaik pada si anak sudah menjadi suatu urgensi tersendiri. Buktinya, terdapat beberapa dalil yang menyebutkan tentang nama-nama yang Allah cintai, tentang kebiasaan masyarakat yang memberi nama dengan nama–nama para Nabi dan orang-orang saleh. Tak hanya itu, dalam memberikan nama pada anak, juga terdapat hal-hal yang harus diperhatikan, seperti nama-nama yang diharamkan, agar kita dapat menghindari memberikan nama yang dilarang. Itulah mengapa memberikan nama terbaik menjadi sangat penting.
Tentang pemberian nama, ada sebuah pepatah arab berbunyi, “Dari namamu, aku bisa mengetahui bagaimanakah ayahmu.” Memang pemberian nama pada anak adalah menjadi hak dari seorang ayah, bukan ibunya. Karena nasab seseorang itu adalah pada ayahnya. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa tidak ada perselisihan di antara para ulama mengenai ayah yang berhak memberi nama anak. Dan Abie, menggunakan haknya dengan persiapan yang cukup matang. Mulai dari banyak membaca kitab agama sampai bertanya kepada gurunya, seorang ustadz yang sedang menempuh pendidikan master di Riyadh. Tak hanya itu, Abie juga mengizinkanku untuk turut andil dalam pemberian nama terbaik bagi anak kami.
Dulu, rasanya tidak begitu panjang prosesnya saat mencari nama untuk anak pertama kami, Hamza, yang seorang laki-laki. Setelah belajar agama, Abie ingin menamainya Abdullah, salah satu nama yang paling dicintai Allah. Lalu, ia juga ingin menambahkan kata Mumtaz. Dan ketika aku ditanya, aku ingin namanya Hamza karena aku suka kisah si Singa Allah ini yang begitu tangguh memperjuangkan jalan kebenaran. Sehingga, anak pertama kami diberi nama Abdullah Mumtaz Elhamza.
Lain dulu, lain sekarang. Anak kedua kami berjenis kelamin perempuan. Pengetahuan kami masih sangat terbatas tentang nama-nama yang baik dan cocok digunakan sebagai nama anak perempuan. Yang pasti Abie ingin menamainya Khadijah. Selebihnya, ia memintaku untuk membantunya memberikan tambahan namanya.
Mulanya, aku ingin mengambil rangkaian kata dalam al-Quran yang memiliki arti yang baik dan indah. Terinsipirasi oleh nama seorang teman, ialah ”Lisana Sidqin Aliyya“ yang diambil dari surat Maryam ayat 50 yang memiliki arti buah tutur yang baik dan mulia. MAsyaa Allah, cantik sekali namanya. Oleh sebab itulah, aku juga ingin menamai anak dengan penggalan dalam al-Quran, seperti “an-Najmu Tsaqib” yang berarti bintang yang bersinar tajam, diambil dari Surat ath-Thariq ayat 3. Pilihan lainnya adalah “Khairatun Hisan” berarti yang baik-baik dan jelita (mengacu pada arti kata sebelumnya, yaitu bidadari-bidadari di dalam surga), diambil dari surat ar-Rahman ayat 70. Namun, setelah kami berkonsultasi pada ustadz, kami mengambil keputusan untuk menggunakan kata per kata saja, bukan dalam rangkaian kata. Beliau mengatakan tidak apa-apa mengambil kata-kata dalam al-Quran untuk menamai anak selama tetap dalam kaedah Bahasa Arab yang benar. Dan rupanya, pilihan rangkaian kata dari kami seperti Khairatun Hisan akan menyalahi kaedah Bahasa Arab jika disandingkan dengan nama Khadijah di depannya. Karena khairatun itu adalah bentuk jamak dari kata khair, sedangkan Khadijah adalah seorang yang berdiri sendiri, bukan kumpulan orang yang banyak.
Dari proses yang tidak sebentar dan membuat kami belajar lebih banyak lagi tentang penamaan dan Bahasa Arab, akhirnya Abie memutuskan menamai anak perempuan kami Khadijah Hilya Zhafira – خديجة حلية ظفر
Khadijah, diambil dari nama istri Rasulullah ﷺ, Khadijah binti Khuwailid. Perempuan yang memiliki banyak keutamaan, yaitu menjadi muslimah pertama, wanita penghuni surga Allah, dan keutamaan-keutamaan lainnya.
Hilya, diambil dari kata dalam al-Quran pada surat an-Nahl ayat 14, yang berarti perhiasan.
Zhafira, memiliki arti beruntung. Diambil dari kata dalam perpatah arab Man Shabara Zhafira yang bermakna siapa yang bersabar akan beruntung. Abie mengetahui pepatah tersebut dari novel yang pertama kali ia baca, yaitu trilogi Negeri 5 Menara karya A. Fuadi.
0 notes
Link
Surat Al-Lahab adalah firman Allah Ta’ala yang berisi celaan kepada salah seorang paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selalu mengobarkan permusuhan kepada pribadi dan dakwah yang diserukan oleh beliau. Ia bernama Abdul ‘Uzza bin Abdil Muthalib atau Abu ‘Utaibah; tetapi lebih dikenal dengan nama Abu Lahab karena wajahnya yang memerah (makna lahab adalah api yang bergejolak). Dalam tafsir Al-Azhar Buya Hamka mengungkapkan bahwa disebut dengan gelar itu karena Abu Lahab mukanya itu bagus, terang bersinar dan tampan. Sedangkan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyebutnya dengan ungkapan: “Gelar ini pantas untuknya karena ia akan dimasukkan ke dalam naar yang menyala-nyala yang mengeluarkan lidah api yang dahsyat.”[1]
Surat ini dinamakan pula Al-Masad (tali terbuat dari sabut). Hal ini berkaitan dengan isteri dari Abu Lahab yang bernama Arwa yang juga bersekongkol dan bahu membahu dengan suaminya dalam memusuhi Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia bergelar Ummu Jamil: Ibu dari kecantikan! Dia adalah saudara perempuan dari Abu Sufyan. Sebab itu dia adalah ‘ammah (saudara perempuan ayah) dari Mu’awiyah dan Ummul Mu’minin Ummu Habibah.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyebutkan bahwa dalam mensikapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para paman beliau terbagi menjadi tiga kelompok:
Kelompok yang beriman, berjihad bersama beliau dan tunduk kepada Allah Rabb sekalian alam.
Kelompok yang mendukung dan menolong beliau, namun tetap kafir.
Kelompok yang ingkar dan berpaling. Mereka ini kafir terhadap agama beliau.
Adapun kelompok pertama, seperti Al-Abbas bin Abdul Muthalib dan Hamzah bin Abdul Muthalib. Sedangkan yang mendukung serta menolong tetapi masih tetap dalam kekafiran, seperti Abu Thalib. Kelompok ketiga yaitu yang ingkar dan berpaling, seperti Abu Lahab.[2]
Asbabun Nuzul
Sebab turunnya ayat ini diterangkan dalam riwayat berikut.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَصَعِدَ إِلَى الْجَبَلِ فَنَادَى يَا صَبَاحَاهْ فَاجْتَمَعَتْ إِلَيْهِ قُرَيْشٌ فَقَالَ أَرَأَيْتُمْ إِنْ حَدَّثْتُكُمْ أَنَّ الْعَدُوَّ مُصَبِّحُكُمْ أَوْ مُمَسِّيكُمْ أَكُنْتُمْ تُصَدِّقُونِي قَالُوا نَعَمْ قَالَ فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا تَبًّا لَكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ إِلَى آخِرِهَا
“Dari Ibnu Abbas bahwa suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Bathha`, kemudian beliau naik ke bukit seraya berseru, ‘Wahai sekalian manusia.’ Maka orang-orang Quraisy pun berkumpul. Kemudian beliau bertanya, ‘Bagaimana, sekiranya aku mengabarkan kepada kalian, bahwa musuh (di balik bukit ini) akan segera menyergap kalian, apakah kalian akan membenarkanku?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda lagi, ‘Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan bagi kalian. Sesungguhnya di hadapanku akan ada adzab yang pedih.’ Akhirnya Abu Lahab pun berkata, ‘Apakah hanya karena itu kamu mengumpulkan kami? Sungguh kecelakanlah bagimu.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya: ‘TABBAT YADAA ABII LAHAB.’ Hingga akhir ayat.” (HR. Bukhari no. 4972 dan Muslim no. 208)
Tadabbur Ayat 1:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
“Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan binasalah ia.”
Ayat ini adalah bantahan kepada Abu Lahab ketika ia berkata:
أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا تَبًّا لَكَ
“Apakah hanya karena itu kamu mengumpulkan kami? Celaka engkau!”
Perkataan Abu Lahab ini menurut Syaikh Al-Utsaimin adalah untuk meremehkan. Artinya, ini adalah perkara sepele, sehingga tidak perlu mengumpulkan para pemimpin Quraisy. Yang demikian ini sama seperti perkataan musyrikin yang diungkapkan dalam firman Allah Ta’ala,
أَهَذَا الَّذِي يَذْكُرُ آلِهَتَكُمْ
“Apakah ini orang yang mencela ilah-ilah kalian?” (Al-Anbiyaa: 36)
Melalui ayat pertama ini Allah Ta’ala membantah dan mencela Abu Lahab dengan celaan yang sangat keras yang akan berbuah kehinaan baginya hingga hari kiamat tiba:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
“Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan binasalah ia.”
At-Tabaab artinya Al-Khasaar yaitu kerugian. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala,
وَمَا كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلَّا فِي تَبَابٍ
“Dan tipu daya Fir’aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian” (Al-Mu’min : 37)
Allah Ta’ala memulai dengan menyebutkan tangan sebelum yang lainnya, karena kedua tanganlah yang sering bekerja dan bergerak, mengambil dan memberi, dan lain-lain.
Dalam Tafsir Al-Azhar disebutkan bahwa penyebutan kedua tangan artinya usahanya akan gagal. Bukan saja usaha kedua belah tangannya yang akan gagal, bahkan dirinya sendiri, rohani dan jasmaninya pun akan binasa. Apa yang direncanakan Abu Lahab di dalam menghalangi dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah ada yang akan berhasil.
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa ayat ini menunjukkan do’a kejelekan. Abu Lahab merugi, putus harapan, amalan dan usahanya sia-sia. Sedangkan makna (وَتَبَّ), maksudnya adalah kerugian dan kebinasaan atasnya akan terlaksana.[3]
Salah satu riwayat yang menyebutkan kegigihan Abu Lahab dalam menghalangi dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diungkapkan oleh Rabiah Bin Abbad Ad-Daili radliyallahu ‘anhu,
رَأَيْتُ أَبَا لَهَبٍ بِعُكَاظٍ وَهُوَ يَتْبَعُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا قَدْ غَوَى فَلَا يُغْوِيَنَّكُمْ عَنْ آلِهَةِ آبَائِكُمْ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفِرُّ مِنْهُ وَهُوَ عَلَى أَثَرِهِ وَنَحْنُ نَتْبَعُهُ وَنَحْنُ غِلْمَانُ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ أَحْوَلَ ذَا غَدِيرَتَيْنِ أَبْيَضَ النَّاسِ وَأَجْمَلَهُمْ
“Aku melihat Abu Lahab di pasar ‘Ukazh mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang sedang berdakwah, red.) dengan berseru, ‘Wahai manusia, orang ini telah sesat. Janganlah kalian tersesat olehnya sehingga meninggalkan tuhan-tuhan bapak kalian’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjauh darinya, namun Abu Lahab tetap mengikutinya. Kami pada waktu itu masih anak-anak, membuntuti (Abu Lahab) yang aku melihatnya seakan-akan aku melihat orang yang juling, yang rambutnya di kepang dua, kulitnya sangat putih dan sangat tampan di antara mereka”. (HR. Ahmad)[4]
Tadabbur Ayat 2:
مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
“Tidak bisa mencukupinya harta maupun apa yang diusahakan olehnya.”
Dalam Taisir al-Karim ar-Rahman (2/1307), Syaikh As-Sa’di menyebutkan makna ayat ini artinya: “(Abu Lahab, red.) tidak akan bisa menolak azab Allah dengan harta atau apa yang diusahakan olehnya.”[5]
Syaikh Al-Utsaimin menyebutkan bahwa kata مَا (maa) dalam ayat ini berkemungkinan mempunyai makna istifham (pertanyaan) yang berarti: “Manfaat apa yang ia dapatkan dari hartanya dan apa yang ia usahakan?” Jawabnya: “Tidak ada sama sekali.” Atau juga bermakna nafy (penolakan), berarti maknanya: “Tidaklah bermanfaat kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.”
Kedua makna tersebut menurut beliau saling berkaitan, yaitu bahwa harta dan apa yang ia usahakan tidak bermanfaat sedikitpun untuknya. Padahal menurut kebiasaan, harta itu bermanfaat. Harta dapat dijadikan alat penebus jika seseorang ditawan musuh, “Jika engkau membebaskanku maka aku akan memberimu uang sekian-sekian”. Dengan meminta harta sedikit atau banyak, musuhnya akan membebaskannya. Selain itu jika seseorang sakit atau lapar, maka ia dapat memanfaatkan hartanya. Harta sangatlah bermanfaat, namun dikatakan tidak bermanfaat jika tidak dapat menyelamatkan pemiliknya dari neraka. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,
مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
Yakni hartanya tidak dapat menyelamatkannya dari siksaan Allah Ta’ala. Kemudian Firman-Nya,
وَمَا كَسَبَ
Dikatakan maknanya adalah anaknya. Yakni, tidak bermanfaat baginya harta dan anaknya. Sebagaimana yang dikatakan Nabi Nuh ‘alaihis salam,
رَبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي وَاتَّبَعُوا مَنْ لَمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَوَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا
“ Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka…” (Nuh : 21)
Maka mereka artikan وَمَا كَسَبَ ialah anak. Pendapat ini juga didukung dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ، وَإِنَّ أَوْلاَدَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ.
“Sesungguhnya sebaik-baik apa yang kalian makan ialah (berasal) dari usaha kalian, dan sesungguhnya anak-anak kalian adalah (hasil) dari usaha kalian.” (HR. Tirmidzi, No. 1358)
Pendapat yang benar adalah ayat tersebut lebih umum dari yang demikian. Ayat di atas mencakup anak. Juga mencakup harta yang sedang ia usahakan untuk ia dapatkan, juga mencakup apa yang ia usahakan untuk meraih kemuliaan dan kehormatan. Setiap usaha yang dilakukan untuk menambah kemulian dan kehormatan, tidak bermanfaat untuknya sedikitpun,
مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
“Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan”
Tadabbur Ayat 3:
سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
“Kelak dia akan masuk ke dalam neraka yang menyala-nyala.”
Artinya kelak dia akan dikepung oleh jilatan api neraka dari segala sisi.[6] Huruf س pada سَيَصْلَى menurut Syaikh Al-Utsaimin, adalah untuk ‘at-tanfis’ yang menunjukkan ‘al-haqiqah’ (hakiki) dan al-qurb (waktu dekat). Yakni, Allah Ta’ala mengancam Abu Lahab dalam waktu dekat akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Karena kemewahan dunia, dan bagaimanapun lamanya tinggal di dunia, tetap saja dikatakan akhirat itu dekat. Sehingga manusia yang ada di alam barzakh merasa sebentar walaupun tahun demi tahun yang panjang telah berlalu.
Allah Ta’ala berfirman,
يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ
“Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.” (Al-Ahqaaf : 35).
Sesaat yang ada di siang hari tentunya waktu yang sangat singkat.[7]
Kehinaan yang ditimpakan kepada Abu Lahab bahkan telah Allah Ta’ala segerakan di dunia ini. Saat terjadi perang Badar, ia tidak melibatkan diri karena takut mati. Namun, kebenciannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu dahsyat. Olehnya itu, ia menyewa al-Ash bin Hisyam bin al-Mugirah untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan 4.000 Dirham.
Mendengar kemenangan mujahidin Islam di Badar, Abu Lahab jatuh sakit dan dijangkiti penyakit bisul atau sejenis cacar yang menyebabkan kematiannya. Di riwayat lain, penyakit anehnya ini disebabkan oleh bekas pukulan Ummu al-Fadhl yang melukai bagian kepalanya dengan tiang balok. Dia melampiaskan dendam atas penganiayaan Abu Lahab yang menampar muka Abu Sufyan bin al-Harits bin Abdul Muttalib setelah kecewa mendengar darinya berita kemenangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat-sahabatnya.
Mayat Abu Lahab selama 3 hari 3 malam terlantar. Semua orang jijik dari bau busuk yang menyengat dari jasadnya. Olehnya itu, tidak seorangpun yang berani mengurusnya, apa lagi menguburkannya, termasuk putra-putranya. Ia pun dibungkus dengan kain dan dibawa pergi ke sebuah tempat yang agak terisolir dari perkampungan, kemudian dilempar dengan batu hingga tubuhnya terkubur dan tidak kelihatan oleh tumpukan batu tersebut.[8]
Tadabbur Ayat 4:
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
“Demikian juga istrinya sang pembawa kayu bakar.”
Ummu Jamil, yakni Arwa binti Harb bin Umayyah, istri Abu Lahab, seperti telah disebutkan sebelumnya, biasa membantu suaminya dalam kekufuran, penentangan dan pembangkangan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, pada hari kiamat, ia pun akan mengalami nasib yang sama dengan Abu Lahab, disiksa di neraka Jahannam.
Ada beberapa tafsiran ulama berkenaan dengan kalimat: حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
Pertama, pembawa kayu bakar maksudnya adalah Ummu Jamil sering menyebar namimah.
Mujahid menafsirkan bahwa ungkapan ‘sang pembawa kayu bakar’ merupakan kiasan yang bermakna orang yang suka mengadu-domba. Dahulu, Ummu Jamil suka menebar fitnah demi mengadu-domba antara nabi dan para sahabatnya dengan kaum musyrikin. Karena perbuatannya itulah yang menyebabkan dia dijuluki sebagai sang pembawa kayu bakar.[9]
Kedua, sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud Ummu Jamil pembawa kayu bakar adalah karena kerjaannya sering meletakkan duri di jalan yang biasa dilewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah pendapat yang dipilih Ibnu Jarir Ath Thobari.
Ketiga, sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud (حَمَّالَةَ الْحَطَبِ) adalah Ummu Jamil biasa mengenakan kalung dengan penuh kesombongan. Lantas ia katakan, “Aku aku menginfakkan kalung ini dan hasilnya digunakan untuk memusuhi Muhammad.” Akibatnya, Allah Ta’ala memasangkan tali di lehernya dengan sabut dari api neraka.
Tadabbur Ayat 5:
فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ
“Yang di lehernya ada tali (kalung) dari sabut.”
Al-jid ialah al-‘unuq artinya leher. Hablun ialah tali, al-masad adalah sabut. Ummu Jamil pergi ke gurun dengan membawa tali untuk mengikat kayu-kayu berduri yang akan ia letakkan di jalan yang dilalui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, na’udzubillah min dzalik. Hal ini mengisyaratkan rendahnya cara berfikir, karena ia menghinakan dirinya sendiri. Seorang wanita dari kabilah yang terkemuka dari kalangan suku Quraisy pergi ke gurun dengan melilitkan tali sabut di lehernya. Tetapi demi untuk menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ia rela melakukannya.[10]
Sedangkan Ibnu Katsir menjelaskan maksud ayat ini adalah di leher Ummu Jamil kelak ada tali sabut dari api neraka. Sebagian ulama memaknakan masad dengan sabut. Ada pula yang mengatakan masad adalah rantai yang panjangnya 70 hasta. Ats-Tsauri mengatakan bahwa masad adalah kalung dari api yang panjangnya 70 hasta.[11]
Ibrah dari Surat Al-Lahab
Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya bahwa Tuhan menurunkan Surat tentang Abu Lahab dan isterinya ini akan menjadi pengajaran dan i’tibar bagi manusia yang mencoba berusaha hendak menghalangi dan menantang apa yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya, karena memperturutkan hawa nafsu, mempertahankan kepercayaan yang salah, tradisi yang lapuk dan adat-istiadat yang karut-marut. Mereka menjadi lupa diri karena merasa sanggup, karena kekayaan ada. Disangkanya sebab dia kaya, maksudnya itu akan berhasil. Apatah lagi dia merasa bahwa gagasannya akan diterima orang, sebab selama ini dia disegani orang, dipuji karena tampan, karena berpengaruh. Kemudian ternyata bahwa rencananya itu digagalkan Tuhan, dan harta-bendanya yang telah dipergunakannya berhabis-habis untuk maksudnya yang jahat itu menjadi punah dengan tidak memberikan hasil apa-apa. Malahan dirinyalah yang celaka. Demikian Ibnu Katsir.[12]
Maraji’:
Abu Lahab dan Ummu Jamil, Suami-istri yang Kehilangan Tangan Peradaban, Muhammad Widu Sempo
Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka
Faedah Surat Al Lahab, Celakalah Abu Lahab!, Muhammad Abduh Tuasikal
Tafsir Surat Al-Lahab, Abu Mushlih Ari Wahyudi
Tafsir Surat Al-Lahab, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Catatan Kaki:
[1] Lihat: Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka dan Tafsir Juz Amma, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
[2] Lihat: Ibid.
[3] Lihat: Tafsir Al-Qur’anul Adzim, Ibnu Katsir
[4] Hadits dikutip dari situs: http://www.mutiarahadits.com
[5] Dikutip oleh: Abu Mushlih Ari Wahyudi.
[6] Lihat: Ibid.
[7] Dikutip oleh Ust. Muhammad Abduh Tuasikal dari Tafsir Juz Amma.
[8] Dikutip DR. Muhammad Widu Sempo dari Abu Hâtim ad-Dârimi al-Busti, at-Tsiqât. Vol. 1. Hlm. 34, Abu al-Qâsim al-Ashbahâni, Siyar as-Salaf as-Shalihin. Vol. 1, hlm. 589
[9] Dikutip dari ‘Umdatul Qari oleh Abu Mushlih Ari Wahyudi.
[10] Tafsir Juz Amma, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
[11] Lihat: Tafsir Ibnu Katsir
[12] Dikutip Buya Hamka dari Tafsir Ibnu Katsir.
Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2020/03/16/tadabbur-qs-al-lahab/
0 notes
Text
[Resume] : Tafsir Surah An Nuur (Bagian 1), Oleh: Ustadz Adi Hidayat Hafidzahullahu ta’ala
Masjid An Nur, 7 Al Muharram 1441 H
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
اَلسَلامُ عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اَللهِ وَبَرَكاتُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ,أَمَّا بَعْدُ MUQADDIMAH
Dalam bahasa arab ada yang namanya Muharram, Al Muharram, Haram, Mahram.
Muharram : segala sesuatu yang diharamkan
Al Muharram : Waktu untuk meninggalkan sesuatu yang muharram
Haram : Humum dari hal-hal yang muharram
Mahram : Segala sesuatu yang haram untuk dinikahi
Dalam kaidah bahasa arab, penambahan alif lam di depan sebuah kata salah satunya bisa untuk menjelaskan waktu untuk memulai aktifitas (contoh: Al Muharram). Ada juga untuk menjelaskan sesuatu yang sifatnya luas (contoh: Alhamdulillah, menjelaskan bahwa yang berhak atas segaaala pujian hanyalah Allah).
Diantara makna Al Muharram adalah jika ingin berhijrah, meninggalkan apa yang dilarang Allah, maka mulailah berlatih dari bulan ini.
Firman Allah dalam QS. At Taubah 36, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
4 bulan haram yang dimaksud dalam ayat diatas adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Al Muharram dan Rajab. Perbanyaklah beramal shaleh pada bulan-bulan ini. Khususnya berpuasa. Kenapa? Karena puasa adalah satu-satunya ibadah dalam islam yang merupakan ibadah komplit. Ketika seseorang melaksanakan puasa, otomatis puasanya akan bisa mencegah dirinya dari perbuatan maksiat.
Pada tanggal 10 Al Muharram sangat dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah Asyura. Seperti sabda Rasulullah, “Puasa ‘Asyura aku memohon kepada Allah agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu.” HR. Muslim. Juga berkata Ibnu Abbas, “Aku tidak pernah melihat Nabi benar-benar perhatian dan menyengaja untuk puasa yang ada keutamaannya daripada puasa pada hari ini, hari ‘Asyura dan puasa bulan Ramadhan.” HR. Bukhari dan Muslim.
————————————————————————
Dari Ustman bin Affan radhiallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Alquran dan mengamalkannya.” HR. Bukhari.
Sebuah kisah seorang sahabat bernama Abu Dzar Al Ghifari yang nama asli beliau adalah Jundub bin Junadah. Beliau berasal dari suku Ghifar, sebuah perkampungan yang masyarakatnya terkenal keras, suka merampok, dll. Singkat cerita, Jundub memeluk islam di zaman Rasulullah masih berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Namun karena keberanian Jundub, beliau tidak takut untuk bersyahadat di depan Ka’bah. Jundub kemudian pulang ke kampungnya. Jundub sudah memeluk islam, belajar Al Quran dan juga mengamalkannya. Atas rahmat Allah satu persatu masyarakat Ghifar yang terkenal keras pun memeluk islam. Kisah sahabat Abu Dzar Al Ghifari bisa di baca pada tautan berikut:
Abu Dzar Al Ghifari (bagian 1)
Abu Dzar Al Ghifari (bagian 2)
Dalam kitab kumpulan hadist arba’in An Nawawi, hadist ke-18 tentang kebaikan yang menghapus kesalahan:
Dari Abu Dzar, Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman, Mu’az bin Jabal radhiallahuanhuma dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam beliau bersabda : “Bertakwalah kepada Allah dimana saja kamu berada, iringilah keburukan dengan kebaikan niscaya menghapusnya dan pergauilah manusia dengan akhlak yang baik.” HR. Tirmidzi
Hadist ini menjelaskan bahwa jadilah orang baik, baik karena Allah. Maka kesalahan kitapun akan ditutupi dihadapan manusia lainnya oleh Allah. Tidak ada manusia yang sempurna. Dalam Al-Quran, malaikat dan syaitan sama-sama disebutkan sebanyak 88 kali. Syaitan tidak kenal benar, malaikat tidak kenal salah. Manusia berada diantara keduanya, yang membedakan kita dengan malaikat adalah dosa kita. Sedangkan yang membedakan kita dengan syaitan adalah taubat kita.
Allah berfirman dalam QS. Fathiir 32-33 bahwa orang yang belajar Al Quran, akan Allah perbaiki hidupnya dan dijanjikan surga Adn oleh Allah.
Salah satu dari banyaknya keistimewaan Al Quran adalah seperti hadist yang dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang keutamaan surah Al Baqarah dan Ali Imran, "Bacalah Al-Qur'an karena ia datang di hari kiamat sebagai pembela bagi yang membacanya. Bacalah Az-Zahrawain (dua cahaya) yaitu surah Al-Baqarah dan Ali 'Imran, karena keduanya akan datang di hari kiamat seperti dua awan putih atau dua naungan atau dua kerumunan burung sebagai pembela bagi yang membacanya. Bacalah surah Al-Baqarah, karena membacanya adalah berkah, meninggalkannya adalah kerugian, dan tidak mampu dilawan oleh penyihir.” HR. Muslim
Sesuai dengan tema bahasan hari ini, kita akan mulai belajar tafsir salah satu surah dalam Al Quran, yaitu surah ke-24 An Nuur.
Surah atau ayat dalam Al Quran dibagi menjadi 2 yaitu Makkiyah dan Madaniyah. Ada 2 definisi tentang keduanya.
Definisi pertama:
Makkiyah: Surat atau ayat yang turun di Kota Makkah
Madaniyah: Surat atau ayat yang turun di Kota Madinah
Defisini kedua (pendapat yang paling kuat):
Makkiyah: Surat atau ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sebelum fase hijrah beliau dari Makkah ke Madinah.
Madaniyah: Surat atau ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad setelah fase hijrah beliau ke Madinah. Walaupun surat atau ayat tersebut turunnya di Makkah, tapi waktunya setelah nabi hijrah maka termasuk Madaniyyah. Seperti QS. An Nashr merupakan surat Madaniyyah, padahal surat ini turun di Makkah ketika Rasulullah melaksanakan haji wada’ (Nabi kembali ke Makkah setelah dari Madinah).
Surah atau ayat Makkiyah cirinya adalah menjelaskan tentang tauhid (ditujukan untuk manusia pada umumnya). Sedangkan surah atau ayat Madaniyyah, cirinya adalah menjelaskan tentang ilmu-ilmu terapan, seperti fiqh ibadah, muamalah, dll. Ditujujukan untuk orang-orang beriman dan menjadi penuntun mereka untuk melakukan kebaikan-kebaikan dalam hidup.
Contoh, ketika Allah ingin menjelaskan tentang fungsi mata. Allah bisa saja menyebutkan bahwa fungsi mata adalah untuk melihat. Tapi, untuk orang-orang beriman, Allah rincikan fungsi mata tersebut. Seperti pada QS. An Nuur 30 (untuk laki-laki) dan An Nuur 31 (untuk perempuan). Allah sangat menegaskan kita orang beriman untuk menjaga pandangan, bahkan Allah khususkan ayat untuk laki-laki dan perempuan terpisah. Bagaimana mengamalkannya? Dengan membuktikan kepada iman kita kepada Allah, gunakan mata ini untuk melihat hal yang baik-baik saja. Karena ayat ini diturunkan untuk membedakan fungsi mata bagi orang yang beriman dan tidak beriman. Jangan sampai nanti di akhirat, mata kita terpisah hanya untuk dihisab sendiri atas apa yang pernah ia lihat.
Hisab penglihatan juga dijelaskan khusus oleh Allah pada QS. Al Israa 36, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”
Contoh lain, ketika Allah ingin menjelaskan fungsi lisan. Dalam QS. Al Hujurat 11-12 (kedua ayat ini langsung ditujukan untuk laki-laki dan perempuan, karena menggunakan lafadz Alladziina...). Ayat ini menjelaskan tentang larangan menggunakan lisan kita untuk mencela orang lain yang tidak layak dicela, larangan untuk berprasangka dan membicarakan kesalahan orang lain. Ayat ini juga menjadi pembeda lisan orang yang beriman dengan lisan orang yang tidak beriman.
Buktikanlah keimanan kita kepada Allah dengan mengamalkan perintah dan menjauhi larangan yang telah Allah sampaikan dalam Al Quran. Khususnya ayat-ayat yang memang ditujukan untuk orang-orang yang beriman.
Al Quran itu sangat baik dan indah penjelasannya. Seburuk-buruknya tingkah laku seseorang, yang dicela oleh Allah adalah perilakunya dan bukan orangnya. Seperti Fir’aun, Abu Lahab, keduanya itu bukanlah nama asli mereka. Kenapa? Karena boleh jadi ada orang yang bernama sama tapi perbuatannya tidak serupa. Kalau ada orang yang berbuat salah, jangan nama dan orang nya yang di eksploitasi, tapi perbuatannya. Dalam hukum Indonesia pun selalu menyebutkan inisial nama saja.
An Nuur artinya cahaya.
Nuur, makna dasarnya adalah pancaran dan/atau pantulan cahaya yang dapat menerangi objek di sekitarnya sehingga terlihat dengan jelas. Dari definisi dasar ini, bisa dibagi menjadi 2 kategori makna dasar Nuur.
Fisikal = Nampak Fungsi pertama nya Nuur adalah untuk menyinari objeknya. Contoh, dalam bahasa arab, Fajar sering disebut Nuur (Nuurun = fajar, kaitannya dengan sinar atau cahaya matahari). Cahaya dari sinar matahari itu yang menyebabkan benda-benda di sekitarnya nampak dengan jelas. Allah menerangkan tentang puasa pada QS. Al Baqarah 187 “................ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ.............” “........... maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar...........” Fungsi keduanya Nuur adalah untuk menjelaskan yang tidak bersinar tapi mampu memantulkan cahaya. Satu-satunya kitab suci yang menyatakan bahwa bulan memantulkan cahaya, adalah Al Quran. Pada QS. Yunuus 5, Allah menjelaskan, “........... هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا” “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya.......” Disebutkan Nuuran = memantulkan cahaya. Ketika bulan dapat menerangi objek-objek di sekelilingnya. Puncak dari semuanya yang dapat menjadikan segalanya terlihat adalah Allah. Allah menyebut dirinya اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ (Allah pemberi cahaya kepada langit dan bumi.) Ini terdapat dalam QS. An Nuur 35.
Metafisikal = Kiasan Pernahkan kita mendengar kalimat, “Dia datang membawa cahaya kebenaran.” atau “Maasyaa Allah, wajahnya memancarkan cahaya..”, dan lain sebagainya? Itu semua termasuk dalam kategori pengertian majas. Arti kedua contoh kalimat tersebut adalah dengan datangnya dia, semua yang belum jelas menjadi jelas sekarang. Makanya makna Nuur disini adalah sebagai tuntunan-tuntunan dalam kehidupan yang memberikan cahaya kepada kita untuk keluar dari kegelapan maksiat (dari situasi yang membingungkan kita antara yang halal/haram atau baik/buruk). Dalam QS. Al Baqarah 257, “.......... اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ” “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)......” Disebutkan dalam ayat ini bahwa Allah akan menjadi wali bagi orang-orang beriman, membimbing, mengarahkan, memberi petunjuk, memberi kenyamanan kepada hambaNya. Berbicara soal wali, makanya orang tua disebut wali bagi anaknya. Tugas wali disini tidak hanya sekedar menikahkan, tapi dia akan menjadi pembimbing dalam perjalanan pernikahan anaknya, menjadi konsultan. Bagi anak wanita, pertama kali yang berhak dimintai pendapat adalah ayahnya (walinya, orang tuanya). Dijelaskan juga bahwa jika dalam pernikahan ditemukan masalah, maka wali/orang terdekatnya lah yang berhak untuk menengahi. Seperti dalam QS. An Nisaa 35 “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Dari ayat ini juga dijelaskan bahwa puncak dari segala wali adalah Allah. Kalau hati kita masih ada iman, ketika akan melakukan maksiat akan ada suara hati kecil kita yang melarang. Tapi walaupun begitu, Allah akan tuntun dia kepada sesuatu yang lebih baik. Contoh, ketika kita kehilangan sandal di masjid, mungkin ada keinginan hati kita untuk mengambil sandal lain, tapi hati kecil berkata jangan, sembari beristighfar kepada Allah dan ikhlas dengan ketetapanNya. Bisa jadi Allah kirimkan orang lain yang dengan sukarela memberikan sandal untuk kita dengan kualitas yang lebih baik. Kalau ingin di bimbing Allah, tingkatkan iman. Karena iman selalu disandingkan dengan amal shaleh. Seperti dalam QS. Al ‘Ashr disebutkan bahwa orang-orang yang beruntung adalah mereka yang beriman dan mengerjakan amal shaleh serta saling menasehati dalam kebaikan.
Rumus sederhananya: Allah akan membimbing orang yang beriman, bagaimana caranya agar dibimbing Allah? Tingkatkan keimanan dengan perbanyak amal shaleh. Amal shaleh yang seperti apa? Semua yang diperintahkan oleh Allah, misalnya shalat, puasa, baca Al Quran, dan masih banyak lainnya.
Dalam QS. Al Baqarah 3, Allah sandingkan iman dengan perintah shalat. Dalam QS. Al Baqarah 183, Allah sandingkan iman dengan perintah puasa, dan masih banyak ayat-ayat lainnya yang menjelaskan iman dan amal shaleh.
Semua yang turun dari Allah adalah cahaya kehidupan. Cahaya terbaik yang Allah turunkan kepada kita adalah berupa firmanNya yang terkumpul dalam Al Quran. Allah turunkan Al Quran untuk menyinari kehidupan kita yang sebelumnya berada dalam kegelapan maksiat. Salah satunya ada surat An Nuur, yang isinya banyaaaaak sekali cahaya-cahaya tuntunan dari Allah untuk kehidupan kita. Dalam QS. Al A’raaf 157-158 Allah menyebutkan fungsi seorang Nabi dan Rasul adalah sebagai cahaya dariNya yang akan menjelaskan tuntunan-tuntunan Allah.
Secara garis besar, surat An Nuur berisi 10 pokok cahaya kehidupan yang akan membimbing setiap hamba untuk mendapatkan kemudahan, kenyamanan dan kesuksesan dalam hidup. 10 pokok tersebut antara lain:
Larangan berzina
Larangan menuduh tanpa bukti (fitnah)
Larangan menyebar berita bohong
Menampilkan hikmah dibalik setiap musibah
Larangan mudah menerima berita yang belum divalidasi
Larangan mencari dan mengeksploitasi kesalahan orang lain
Menunjukkan besarnya dosa lisan yang sering dianggap kecil
Larangan menikmati tersebarnya gosip yang menimpa orang beriman
Hukum sedekah bagi kerabat, khususnya kerabat dekat
Menghadirkan kunci harmoni dalam rumah tangga atau cara bagaimana kita mendapati rumah tangga yang harmonis.
Yang dimaksud dengan poin 4 adalah seperti kisah seorang ayah yang sedang makan, lalu kemudian datang tetangganya mengabarkan bahwa anak sang ayahwafat diterkam serigala. Sang ayah lalu mengucapkan Innalillahi wa innailaihi roji’uun, kemudian melanjutkan makannya. Tetangga heran, sampai dia mengulangi penyampaian kabar duka kepada sang ayah sebanyak 3x dan tetap dengan respon yang sama, sang ayah mengucapkan Innalillahi wa innailaihi roji’uun lalu melanjutkan makan nya. Lalu tetangga tersebut bertanya kenapa sang ayah terlihat santai. Lalu sang ayah berkata, “Bukankah tuntunan pertama dalam Al Quran (QS. Al Bawarah 156) ketika kita mendapat musibah adalah mengucapkan Innalillahi wa inna ilaihi roji’uun? Aku tergesa-gesapun dalam menyelesaikan makan ku ini tidak akan menghidupkan lagi anakku. Jadi buat apa? Lebih baik aku nikmati dengan penuh keimanan nikmat yang Allah berikan kepada saya berupa rezeki makanan ini.” Apakah sang ayah sedih? Tentu saja sedih. Tapi dibalik itu semua, atas dasar keimanan beliau kepada Allah, beliau menghadapi cobaan itu dengan penuh kesabaran dan husnudzan kepada Allah.
Sebelum membahas lebih jauh 10 pokok keutamaan surat An Nuur ini, masuk dulu ke ayat pertama. Karena, kalau kita tidak mengamalkan 1 ayat ini, mustahil 10 pokok tadi bisa diamalkan juga.
سُورَةٌ أَنْزَلْنَاهَا وَفَرَضْنَاهَا وَأَنْزَلْنَا فِيهَا آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ “(Ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya.” QS. An Nuur 1.
Wallahu a’lam bishshawwab
Wasalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
0 notes
Text
Prolog Kisah: Dimanapun Kita Menemukan Cintanya
Orisa Pradito, penulis karangan “My Lovely Friends....” persembahan Kalbe Farma.
Andaikata hati berbicara, saat dirimu yakin memilih seseorang yang berakal budi, baik, dan sangat membantu. Membuatmu berjiwa terang, seutuhnya yang dia pilih akan merasa untuk dicintai selamanya. Para pembaca setia blog ini, saya kembali lagi meluncurkan karya terbarunya yang lebih mengesankan. Tanpa ada duanya dalam kisah ini, nama saya selalu lebih handal bila diartikan saya seorang penulis cerita. Namun apalah dayanya sebuah karya yang baru ini dapat merasakan sensasi yang lebih baru. Dimanapun itu berada engkau yang kelak membacanya dari awal sampai akhir. Karangan satu ini memiliki unsur romantis yang sangat mendalam. Lebih dari itu, makna cinta dapat saya pandang dari karya cerita saya ini.
Lihatlah betapa seorang pekerja swasta itu sungguh mudah menyelesaikan tugas-tugas yang disampaikan atasan dengan begitu cepat. Akan tetapi dari sini karir dirinya masih belum selesai. Seberapa betahnya di lingkungan kerja yang baru ini membuat ia berani menantang segala sesuatu yang diingkan, walau terkadang waktu yang terus berjalan membuat aktivitas kerja dirinya semakin menguras tenaga. Awal dan akhir mungkin itu sudah biasa dilaluinya, namun disaat mereka ada yang memerlukan bantuan. Apa bisanya, dia mampu memperluas akal dirinya yang sungguh maksimal sehingga ia mampu meraih kehebatan di segala hari yang mendatang. Keberadaan itu sangat cukup untuk mengendalikan etika dirinya penuh kebijaksanaan.
Di balik segala profesi yang dikendalikan, sang karyawan itu menciptakan gagasan yang dibentuk lebih baru. Kalau itu sudah dilakukan gagasannya, kita pasti menghandalkan segala sesuatu apapun yang lebih baru. Namun apapun karya-karya yang dapat diperoleh, perasaan yang baik mencerminkan sifat dan kemampuan sebagai seorang karyawan. Harus teratur, tepat waktu dan bersifat benar saat menyelesaikan aktivitas apapun. Sumber kerja menjadi sumber yang sangat murni bilamana seorang karyawan itu bisa menilai karyanya untuk dikerjakan seketika. Siapa bilang jika seorang karyawan swasta itu mudah menggagas ide kerja mereka yang eksisten. Bahkan apa yang dilaluinya itu membuat saya betah bekerja sepanjang hari?
Setiap harinya seseorang pasti tekor bandar apabila berlebihan melakukan penyelesaian tugas-tugas tersebut secara tepat. Kehidupan profesi selalu melatarbelakangi dirinya untuk kemanusiaan dan kekekalan hidup. Setiap waktu untuk kerja, setiap waktu ada aktivitas yang bisa meningkatkan pola seseorang untuk membaharui individual yang sederajat. Atasan memberikan sebuah aktivitas apapun yang harus diselesaikan tetapi secepatnya sang pekerja harus bisa menghandalkannya. Kalaupun diatur lebih cepat entah harus bagaimana, karyawan itu ada banyak keinginannya di segala tugas yang disampaikan atasan untuk diselesaikan tanpa ragu-ragu. Nasib dirinya selalu terbebankan antara tugas dan bakat yang dilaluinya.
Hidup dewasa ini terlihat luas dan lebih baik. Bilamana tahu, ide seorang karyawan disini harus menumbuhkan cita-cita yang menjulang. Hal ini sudah disadarkan sejak dini. Namun karyawan yang selalu bekerja setiap hari idenya bisa berwujud apapun yang berbeda-beda. Biasanya setiap hari isi kerja selalu beda karakteristiknya atau disamakan dengan hari sebelumnya. Esok hari memang beda dan tak pernah disamakan di hari kemarin. Dikala pepatah Winston Churchill, “Sikap adalah hal kecil yang membuat perbedaan besar”. Itu artinya, sikap dirinya sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta atau negara itu selalu lebih berbeda-beda dari hari ke hari. Termasuk di segala aktivitas yang dikembangkannya.
Di samping kerja, pasti ada teman. Seseorang yang dekat sama sang pekerja itu bisa berakal baik atau buruk. Namun juga ada yang bersifat normal. Entah dia sedang fokus dalam tugas atau sedang asik-asikan memantau hasil kerja yang sudah diselesaikan. Ternyata itu semua sangat merelakan hatinya yang lebih baik. Karakter seorang teman dekat sang karyawan itu mempengaruhi ketenangan kerja yang lebih maksimal. Siapapun bisa menginspirasinya suatu saat. Kenyamanan kerja terhadap siapapun yang mengendalikannya dapat menciptakan karakter baru dalam dunia profesi. Ya, tugas dapat terbantu untuk selesai bila tidak ada seseorang yang lain disampingnya hanya sekadar untuk pertemanan saja.
Memang ada rasa kekhawatiran yang menyusut kalau kita sedang bekerja namun inspirasi yang didapat membuyar? Kita itu karyawan yang baik, berempati mengembangkan sumber daya yang bermutu. Kita butuh banyak energi yang diraih sedari dulu. Awal masuk kerja, bakat dan kemampuan dapat dinilai dari sifat yang dimiliki diri sendiri. Hingga selamanya bekerja, terkendali seutuhnya. Dialah calon karyawan tetap yang sangat pintar dan selalu ramah tamah kepada calon karyawan lainnya. Peluang tugasnya terkesan bagi dirinya yang hendak menyelesaikan suatu aktivitas kerjanya. Karena dia sudah menjadi bagian yang disesuaikan dari awal melamar kerja dan ditetapkan oleh personalia yang membantu.
Memudahkan menyelesaikan kerja bersama calon lainnya hal yang mampu mencerminkan individual dalam melaksanakan kerjanya. Kita semua harus selalu bekerjasama. Tak boleh terpecahkan sifatnya dan membuat kinerja menyusut seketika. Kita kerja, selalu ada karyanya. Seni bekerja yang lebih memuaskan membuat sang karyawan bisa meningkatkan mutu perusahaan maksimal. Semangatlah bagi yang menunjang cita-citanya sejak kecil dan tersenyumlah dimanapun berada saat melakukan aktivitas bekerja yang lebih giat. Inginkah kita semua bisa seperti itu? pastinya ada sifat rahasia dibalik keinginan bekerja yang benar-benar dikendalikan dengan seksama. Anda pasti kedapatan rahasianya.
Melibatkan karakter yang pro aktif terhadap rekan kerja yang menjadi kenalan kita semua berpeluang menciptakan inspirasi masa depan yang dikelola selama bekerja. Keinginan yang penuh harap, menjadikan pertumbuhan sang karyawan semakin lebih dipacu dalam mengendalikan pekerjaan apapun yang didapat selama bekerja di sebuah perusahaan. Sangat ditekuni bagi kalangan pekerja baru. Kita sebagai karyawan bersedia mendapat jenis tugas yang sangat beragam. Bersama teman dekatnya, selalu membantu untuk bisa memecahkan permasalahan yang didapat dari sumber tugas dan sumber tugas tersebut bisa dikontrol secepatnya sebisa apapun yang telah disampaikan dari atasan yang berlaku.
Itulah semua yang menjadi satu kata sumpah kepada karyawan yang aktif dalam perusahaan yang dilamarnya. Satu kata sumpahnya adalah “Kreatif”. Dalam bekerja, kita mengendalikan sesuatu yang lebih kreatif dan menciptakan segala jenis apapun yang berbeda-beda. Tidak mungkin ada perselisihan yang tidak pasti diuntungkan. Hanya semua ide karyawan yang tekun bekerja itu dapat memecah persoalan apa saja dan dimana saja kita bantu setiap waktu. Pertemanan dapat memenuhi lingkungan profesi di saat yang mendatang. Berbeda inspirasi, berbeda ilmu yang diajarkan terdahulu sebelum membuat pelaksanaan pekerjaan menjadi sungguh kreatif. Semua persahabatan akan berubah bila selamanya ini berhujung kepada cinta di bidang profesinya.
Berakalnya sebuah percintaan ditunjang dari teman dekat di kantornya.
Dilatarbelakangi sebuah profesi, seseorang selalu mendapatkan perasaan sayang terhadap teman yang sudah membantu kerja sepanjang hari. Biasanya seorang laki-laki harus tertuju kepada seorang perempuan yang tentunya masih melajang. Terkadang juga ada yang sudah berpasangan sejak dulu. Kemampuan karyawan yang aktif bekerja setiap waktunya melibatkan dirinya juga memiliki keinginan untuk bercinta terhadap calon karyawan lainnya. Tergantung pilihannya dia seperti apa, berdasarkan pengelihatannya, dirinya akan tetap setia menjadikan seorang karyawati di sebuah perusahaan dapat mengorbankan rasa kasih sayang yang tak ada duanya. Sebisa mungkin ia dapat merasakannya mulai dari sekarang.
Seandainya masa depan seorang karyawan yang bekerja itu memiliki karakter yang lebih berarti maknanya, maka calon karyawati yang juga teman dekat dimana selalu membantu menyelesaikan tugas milik karyawan tersebut bisa membawa keinginannya untuk menjadi satu cinta yang abadi. Walaupun kita dapat mengerti apa yang dirasakan sang pecinta sejati ini, kehidupan yang penuh cinta selalu lebih terpesona dan suatu saat nanti sang pecinta mampu berdekatan dengan pasangan pilihannya dengan sifat yang lembut hati. Seolah-olah harapan yang menunjang sang pecinta takkan pernah lepas sebagaimana wujud sebuah cinta itu dapat dijadikan tanda kemanusiaan yang penuh kerelaan karena cinta kasihnya begitu setia.
Dalam kisah ini, keinginan rasa cinta terhadap seseorang mempunyai sifat-sifat yang lebih romantis. Karya karangan yang sangat bermakna dengan sebuah tali percintaan mendalam melibatkan seni cerita begitu luar biasa. Beragam kisah yang dibuat mencolok kepada dunia profesi dan manusiawi yang dapat mengatur kekerabatan orang lebih baik. Dapat Anda baca satu per satu Entri kisah terbaru karangan saya ini yang penuh cinta dari yang lain. Hidup bagai sebuah cahaya mentari yang memantul di sebuah cermin dan mengarahkan seri cahaya ke diri kita. Bahkan ibaratkan hati itu adalah terang bintang yang bersinar di tubuh kita untuk mendambakan perasaan cintanya. Inilah sebuah kisah untuk temanku yang tersayang, “My Lovely Friends....”.
Isi Kisah.
Berdasarkan Karangan Cerita. 1.Prolog: Dimanapun Kita Menemukan Cintanya. 2.Mengawali Hari dengan Ujian. 3.Selamat Datang. 4.Karyawati Cantik. 5.Mendua. 6.Personal Comfort. 7.Iklan Kreatif. 8.Bunga dan Marlene. 9.Suatu Inovasi Baru. 10.Sinergi Kedepan. 11.Menyatu Hati. 12.Trifecta. 13.Terukir Perasaan. 14.Senandung Asmara.
Kumpulan Lagu. 1.Denganmu - Bunglon & Neri Per Caso. 2.Caught in the Middle - A1. 3.Jikalau kau Cinta - Judika. 4.Mimpi yang Sempurna - NOAH. 5.Wahai Sahabat - NOAH. 6.My Lovely Friends - Orisa Pradito. 7.Kukatakan Dengan Indah - NOAH. 8.Diatas Normal - NOAH. 9. Kekasih Terhebat - Anji Manji. 10.Seperti yang Kau Minta - Virzha. 11.Kutunggu kau Putus - Sheryl Sheinefia & Ariel. 12.Menghapus Jejakmu - NOAH. 13.Dara - NOAH. 14.Yang Terlupakan - NOAH & Iwan Fals. 15.Sara - Neri Per Caso. 16.Io Ci Saro - Neri Per Caso. 17.Senandung Idaman - Orisa Pradito.
Ucapan Terima Kasih atas Karya Karangan ini. 1.Tuhan Yang Maha Esa. 2.PT.Kalbe Farma Tbk. Atas beberapa sponsor: Cerebrovit, Fatigon, Fatigon Spirit, Kalpanax, Procold, Promag, Xon-Ce, Woods. 3.PT.Bintang Toedjoe. Atas beberapa sponsor: Bintang Toedjoe Masuk Angin, Extra Joss. 4.PT.Sanghiang Perkasa. Atas beberapa sponsor: Diabetasol, Entrasol, Morinaga Milk Industry Tokyo Japan. 5.Kalbis Institute. 6.Indonesia International Institute of Life Scienes (i3L). 7.Mc.Donalds. 8.Transjakarta Busway.
0 notes
Link
Surat Al-Lahab adalah firman Allah Ta’ala yang berisi celaan kepada salah seorang paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selalu mengobarkan permusuhan kepada pribadi dan dakwah yang diserukan oleh beliau. Ia bernama Abdul ‘Uzza bin Abdil Muthalib atau Abu ‘Utaibah; tetapi lebih dikenal dengan nama Abu Lahab karena wajahnya yang memerah (makna lahab adalah api yang bergejolak). Dalam tafsir Al-Azhar Buya Hamka mengungkapkan bahwa disebut dengan gelar itu karena Abu Lahab mukanya itu bagus, terang bersinar dan tampan. Sedangkan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyebutnya dengan ungkapan: “Gelar ini pantas untuknya karena ia akan dimasukkan ke dalam naar yang menyala-nyala yang mengeluarkan lidah api yang dahsyat.”[1]
Surat ini dinamakan pula Al-Masad (tali terbuat dari sabut). Hal ini berkaitan dengan isteri dari Abu Lahab yang bernama Arwa yang juga bersekongkol dan bahu membahu dengan suaminya dalam memusuhi Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia bergelar Ummu Jamil: Ibu dari kecantikan! Dia adalah saudara perempuan dari Abu Sufyan. Sebab itu dia adalah ‘ammah (saudara perempuan ayah) dari Mu’awiyah dan Ummul Mu’minin Ummu Habibah.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyebutkan bahwa dalam mensikapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para paman beliau terbagi menjadi tiga kelompok:
Kelompok yang beriman, berjihad bersama beliau dan tunduk kepada Allah Rabb sekalian alam.
Kelompok yang mendukung dan menolong beliau, namun tetap kafir.
Kelompok yang ingkar dan berpaling. Mereka ini kafir terhadap agama beliau.
Adapun kelompok pertama, seperti Al-Abbas bin Abdul Muthalib dan Hamzah bin Abdul Muthalib. Sedangkan yang mendukung serta menolong tetapi masih tetap dalam kekafiran, seperti Abu Thalib. Kelompok ketiga yaitu yang ingkar dan berpaling, seperti Abu Lahab.[2]
Asbabun Nuzul
Sebab turunnya ayat ini diterangkan dalam riwayat berikut.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَصَعِدَ إِلَى الْجَبَلِ فَنَادَى يَا صَبَاحَاهْ فَاجْتَمَعَتْ إِلَيْهِ قُرَيْشٌ فَقَالَ أَرَأَيْتُمْ إِنْ حَدَّثْتُكُمْ أَنَّ الْعَدُوَّ مُصَبِّحُكُمْ أَوْ مُمَسِّيكُمْ أَكُنْتُمْ تُصَدِّقُونِي قَالُوا نَعَمْ قَالَ فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا تَبًّا لَكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ إِلَى آخِرِهَا
“Dari Ibnu Abbas bahwa suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Bathha`, kemudian beliau naik ke bukit seraya berseru, ‘Wahai sekalian manusia.’ Maka orang-orang Quraisy pun berkumpul. Kemudian beliau bertanya, ‘Bagaimana, sekiranya aku mengabarkan kepada kalian, bahwa musuh (di balik bukit ini) akan segera menyergap kalian, apakah kalian akan membenarkanku?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda lagi, ‘Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan bagi kalian. Sesungguhnya di hadapanku akan ada adzab yang pedih.’ Akhirnya Abu Lahab pun berkata, ‘Apakah hanya karena itu kamu mengumpulkan kami? Sungguh kecelakanlah bagimu.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya: ‘TABBAT YADAA ABII LAHAB.’ Hingga akhir ayat.” (HR. Bukhari no. 4972 dan Muslim no. 208)
Tadabbur Ayat 1:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
“Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan binasalah ia.”
Ayat ini adalah bantahan kepada Abu Lahab ketika ia berkata:
أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا تَبًّا لَكَ
“Apakah hanya karena itu kamu mengumpulkan kami? Celaka engkau!”
Perkataan Abu Lahab ini menurut Syaikh Al-Utsaimin adalah untuk meremehkan. Artinya, ini adalah perkara sepele, sehingga tidak perlu mengumpulkan para pemimpin Quraisy. Yang demikian ini sama seperti perkataan musyrikin yang diungkapkan dalam firman Allah Ta’ala,
أَهَذَا الَّذِي يَذْكُرُ آلِهَتَكُمْ
“Apakah ini orang yang mencela ilah-ilah kalian?” (Al-Anbiyaa: 36)
Melalui ayat pertama ini Allah Ta’ala membantah dan mencela Abu Lahab dengan celaan yang sangat keras yang akan berbuah kehinaan baginya hingga hari kiamat tiba:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
“Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan binasalah ia.”
At-Tabaab artinya Al-Khasaar yaitu kerugian. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala,
وَمَا كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلَّا فِي تَبَابٍ
“Dan tipu daya Fir’aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian” (Al-Mu’min : 37)
Allah Ta’ala memulai dengan menyebutkan tangan sebelum yang lainnya, karena kedua tanganlah yang sering bekerja dan bergerak, mengambil dan memberi, dan lain-lain.
Dalam Tafsir Al-Azhar disebutkan bahwa penyebutan kedua tangan artinya usahanya akan gagal. Bukan saja usaha kedua belah tangannya yang akan gagal, bahkan dirinya sendiri, rohani dan jasmaninya pun akan binasa. Apa yang direncanakan Abu Lahab di dalam menghalangi dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah ada yang akan berhasil.
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa ayat ini menunjukkan do’a kejelekan. Abu Lahab merugi, putus harapan, amalan dan usahanya sia-sia. Sedangkan makna (وَتَبَّ), maksudnya adalah kerugian dan kebinasaan atasnya akan terlaksana.[3]
Salah satu riwayat yang menyebutkan kegigihan Abu Lahab dalam menghalangi dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diungkapkan oleh Rabiah Bin Abbad Ad-Daili radliyallahu ‘anhu,
رَأَيْتُ أَبَا لَهَبٍ بِعُكَاظٍ وَهُوَ يَتْبَعُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا قَدْ غَوَى فَلَا يُغْوِيَنَّكُمْ عَنْ آلِهَةِ آبَائِكُمْ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفِرُّ مِنْهُ وَهُوَ عَلَى أَثَرِهِ وَنَحْنُ نَتْبَعُهُ وَنَحْنُ غِلْمَانُ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ أَحْوَلَ ذَا غَدِيرَتَيْنِ أَبْيَضَ النَّاسِ وَأَجْمَلَهُمْ
“Aku melihat Abu Lahab di pasar ‘Ukazh mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang sedang berdakwah, red.) dengan berseru, ‘Wahai manusia, orang ini telah sesat. Janganlah kalian tersesat olehnya sehingga meninggalkan tuhan-tuhan bapak kalian’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjauh darinya, namun Abu Lahab tetap mengikutinya. Kami pada waktu itu masih anak-anak, membuntuti (Abu Lahab) yang aku melihatnya seakan-akan aku melihat orang yang juling, yang rambutnya di kepang dua, kulitnya sangat putih dan sangat tampan di antara mereka”. (HR. Ahmad)[4]
Tadabbur Ayat 2:
مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
“Tidak bisa mencukupinya harta maupun apa yang diusahakan olehnya.”
Dalam Taisir al-Karim ar-Rahman (2/1307), Syaikh As-Sa’di menyebutkan makna ayat ini artinya: “(Abu Lahab, red.) tidak akan bisa menolak azab Allah dengan harta atau apa yang diusahakan olehnya.”[5]
Syaikh Al-Utsaimin menyebutkan bahwa kata مَا (maa) dalam ayat ini berkemungkinan mempunyai makna istifham (pertanyaan) yang berarti: “Manfaat apa yang ia dapatkan dari hartanya dan apa yang ia usahakan?” Jawabnya: “Tidak ada sama sekali.” Atau juga bermakna nafy (penolakan), berarti maknanya: “Tidaklah bermanfaat kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.”
Kedua makna tersebut menurut beliau saling berkaitan, yaitu bahwa harta dan apa yang ia usahakan tidak bermanfaat sedikitpun untuknya. Padahal menurut kebiasaan, harta itu bermanfaat. Harta dapat dijadikan alat penebus jika seseorang ditawan musuh, “Jika engkau membebaskanku maka aku akan memberimu uang sekian-sekian”. Dengan meminta harta sedikit atau banyak, musuhnya akan membebaskannya. Selain itu jika seseorang sakit atau lapar, maka ia dapat memanfaatkan hartanya. Harta sangatlah bermanfaat, namun dikatakan tidak bermanfaat jika tidak dapat menyelamatkan pemiliknya dari neraka. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,
مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
Yakni hartanya tidak dapat menyelamatkannya dari siksaan Allah Ta’ala. Kemudian Firman-Nya,
وَمَا كَسَبَ
Dikatakan maknanya adalah anaknya. Yakni, tidak bermanfaat baginya harta dan anaknya. Sebagaimana yang dikatakan Nabi Nuh ‘alaihis salam,
رَبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي وَاتَّبَعُوا مَنْ لَمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَوَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا
“ Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka…” (Nuh : 21)
Maka mereka artikan وَمَا كَسَبَ ialah anak. Pendapat ini juga didukung dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ، وَإِنَّ أَوْلاَدَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ.
“Sesungguhnya sebaik-baik apa yang kalian makan ialah (berasal) dari usaha kalian, dan sesungguhnya anak-anak kalian adalah (hasil) dari usaha kalian.” (HR. Tirmidzi, No. 1358)
Pendapat yang benar adalah ayat tersebut lebih umum dari yang demikian. Ayat di atas mencakup anak. Juga mencakup harta yang sedang ia usahakan untuk ia dapatkan, juga mencakup apa yang ia usahakan untuk meraih kemuliaan dan kehormatan. Setiap usaha yang dilakukan untuk menambah kemulian dan kehormatan, tidak bermanfaat untuknya sedikitpun,
مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
“Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan”
Tadabbur Ayat 3:
سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
“Kelak dia akan masuk ke dalam neraka yang menyala-nyala.”
Artinya kelak dia akan dikepung oleh jilatan api neraka dari segala sisi.[6] Huruf س pada سَيَصْلَى menurut Syaikh Al-Utsaimin, adalah untuk ‘at-tanfis’ yang menunjukkan ‘al-haqiqah’ (hakiki) dan al-qurb (waktu dekat). Yakni, Allah Ta’ala mengancam Abu Lahab dalam waktu dekat akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Karena kemewahan dunia, dan bagaimanapun lamanya tinggal di dunia, tetap saja dikatakan akhirat itu dekat. Sehingga manusia yang ada di alam barzakh merasa sebentar walaupun tahun demi tahun yang panjang telah berlalu.
Allah Ta’ala berfirman,
يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ
“Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.” (Al-Ahqaaf : 35).
Sesaat yang ada di siang hari tentunya waktu yang sangat singkat.[7]
Kehinaan yang ditimpakan kepada Abu Lahab bahkan telah Allah Ta’ala segerakan di dunia ini. Saat terjadi perang Badar, ia tidak melibatkan diri karena takut mati. Namun, kebenciannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu dahsyat. Olehnya itu, ia menyewa al-Ash bin Hisyam bin al-Mugirah untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan 4.000 Dirham.
Mendengar kemenangan mujahidin Islam di Badar, Abu Lahab jatuh sakit dan dijangkiti penyakit bisul atau sejenis cacar yang menyebabkan kematiannya. Di riwayat lain, penyakit anehnya ini disebabkan oleh bekas pukulan Ummu al-Fadhl yang melukai bagian kepalanya dengan tiang balok. Dia melampiaskan dendam atas penganiayaan Abu Lahab yang menampar muka Abu Sufyan bin al-Harits bin Abdul Muttalib setelah kecewa mendengar darinya berita kemenangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat-sahabatnya.
Mayat Abu Lahab selama 3 hari 3 malam terlantar. Semua orang jijik dari bau busuk yang menyengat dari jasadnya. Olehnya itu, tidak seorangpun yang berani mengurusnya, apa lagi menguburkannya, termasuk putra-putranya. Ia pun dibungkus dengan kain dan dibawa pergi ke sebuah tempat yang agak terisolir dari perkampungan, kemudian dilempar dengan batu hingga tubuhnya terkubur dan tidak kelihatan oleh tumpukan batu tersebut.[8]
Tadabbur Ayat 4:
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
“Demikian juga istrinya sang pembawa kayu bakar.”
Ummu Jamil, yakni Arwa binti Harb bin Umayyah, istri Abu Lahab, seperti telah disebutkan sebelumnya, biasa membantu suaminya dalam kekufuran, penentangan dan pembangkangan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, pada hari kiamat, ia pun akan mengalami nasib yang sama dengan Abu Lahab, disiksa di neraka Jahannam.
Ada beberapa tafsiran ulama berkenaan dengan kalimat: حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
Pertama, pembawa kayu bakar maksudnya adalah Ummu Jamil sering menyebar namimah.
Mujahid menafsirkan bahwa ungkapan ‘sang pembawa kayu bakar’ merupakan kiasan yang bermakna orang yang suka mengadu-domba. Dahulu, Ummu Jamil suka menebar fitnah demi mengadu-domba antara nabi dan para sahabatnya dengan kaum musyrikin. Karena perbuatannya itulah yang menyebabkan dia dijuluki sebagai sang pembawa kayu bakar.[9]
Kedua, sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud Ummu Jamil pembawa kayu bakar adalah karena kerjaannya sering meletakkan duri di jalan yang biasa dilewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah pendapat yang dipilih Ibnu Jarir Ath Thobari.
Ketiga, sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud (حَمَّالَةَ الْحَطَبِ) adalah Ummu Jamil biasa mengenakan kalung dengan penuh kesombongan. Lantas ia katakan, “Aku aku menginfakkan kalung ini dan hasilnya digunakan untuk memusuhi Muhammad.” Akibatnya, Allah Ta’ala memasangkan tali di lehernya dengan sabut dari api neraka.
Tadabbur Ayat 5:
فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ
“Yang di lehernya ada tali (kalung) dari sabut.”
Al-jid ialah al-‘unuq artinya leher. Hablun ialah tali, al-masad adalah sabut. Ummu Jamil pergi ke gurun dengan membawa tali untuk mengikat kayu-kayu berduri yang akan ia letakkan di jalan yang dilalui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, na’udzubillah min dzalik. Hal ini mengisyaratkan rendahnya cara berfikir, karena ia menghinakan dirinya sendiri. Seorang wanita dari kabilah yang terkemuka dari kalangan suku Quraisy pergi ke gurun dengan melilitkan tali sabut di lehernya. Tetapi demi untuk menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ia rela melakukannya.[10]
Sedangkan Ibnu Katsir menjelaskan maksud ayat ini adalah di leher Ummu Jamil kelak ada tali sabut dari api neraka. Sebagian ulama memaknakan masad dengan sabut. Ada pula yang mengatakan masad adalah rantai yang panjangnya 70 hasta. Ats-Tsauri mengatakan bahwa masad adalah kalung dari api yang panjangnya 70 hasta.[11]
Ibrah dari Surat Al-Lahab
Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya bahwa Tuhan menurunkan Surat tentang Abu Lahab dan isterinya ini akan menjadi pengajaran dan i’tibar bagi manusia yang mencoba berusaha hendak menghalangi dan menantang apa yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya, karena memperturutkan hawa nafsu, mempertahankan kepercayaan yang salah, tradisi yang lapuk dan adat-istiadat yang karut-marut. Mereka menjadi lupa diri karena merasa sanggup, karena kekayaan ada. Disangkanya sebab dia kaya, maksudnya itu akan berhasil. Apatah lagi dia merasa bahwa gagasannya akan diterima orang, sebab selama ini dia disegani orang, dipuji karena tampan, karena berpengaruh. Kemudian ternyata bahwa rencananya itu digagalkan Tuhan, dan harta-bendanya yang telah dipergunakannya berhabis-habis untuk maksudnya yang jahat itu menjadi punah dengan tidak memberikan hasil apa-apa. Malahan dirinyalah yang celaka. Demikian Ibnu Katsir.[12]
Maraji’:
Abu Lahab dan Ummu Jamil, Suami-istri yang Kehilangan Tangan Peradaban, Muhammad Widu Sempo
Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka
Faedah Surat Al Lahab, Celakalah Abu Lahab!, Muhammad Abduh Tuasikal
Tafsir Surat Al-Lahab, Abu Mushlih Ari Wahyudi
Tafsir Surat Al-Lahab, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Catatan Kaki:
[1] Lihat: Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka dan Tafsir Juz Amma, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
[2] Lihat: Ibid.
[3] Lihat: Tafsir Al-Qur’anul Adzim, Ibnu Katsir
[4] Hadits dikutip dari situs: http://www.mutiarahadits.com
[5] Dikutip oleh: Abu Mushlih Ari Wahyudi.
[6] Lihat: Ibid.
[7] Dikutip oleh Ust. Muhammad Abduh Tuasikal dari Tafsir Juz Amma.
[8] Dikutip DR. Muhammad Widu Sempo dari Abu Hâtim ad-Dârimi al-Busti, at-Tsiqât. Vol. 1. Hlm. 34, Abu al-Qâsim al-Ashbahâni, Siyar as-Salaf as-Shalihin. Vol. 1, hlm. 589
[9] Dikutip dari ‘Umdatul Qari oleh Abu Mushlih Ari Wahyudi.
[10] Tafsir Juz Amma, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
[11] Lihat: Tafsir Ibnu Katsir
[12] Dikutip Buya Hamka dari Tafsir Ibnu Katsir.
Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2020/03/16/tadabbur-qs-al-lahab/
0 notes