#Nama perempuan yang artinya orang-orang yang menang
Explore tagged Tumblr posts
kikyamci · 16 days ago
Text
Fauziah Hannah Alnilam
Sejak awal kehadiranmu nak, banyak pelajaran yang kami dapatkan. Salah satunya meridhoi takdirNya. Maka salah satu ikhtiar ayah dan umma adalah memberikan nama terbaik untukmu. Nama yang didalamnya tersematkan doa dan harapan kami untuk masa depanmu.
Fauziah. Berasal dari bahasa arab yang artinya kemenangan. Doa dan harapan kami semoga setiap tapak hidupmu selalu teriring kemenangan disisiNya. Menang melawan nafsu jahat dalam dirimu, menang melawan rasa malas, menang untuk belajar dari setiap kegagalan, dan kemenangan tertinggi ketika kedua kakimu berhasil menapaki surgaNya.
Hannah. Ia adalah wanita peradaban. Istri dari 'imran sekaligus ibu dari Maryam. Keluarga mereka adalah keluarga teladan yang Allah muliakan dengan menjadikan salah satu nama surah dalam Al-qur'an, Ali 'imran. Keluarga imran dimana hannah adalah tiang utamanya. Ia seorang istri yang sholehah, ibu yang Allah mampukan mendidik anaknya menjadi perempuan penghulu surga, serta keturunannya menjadi salah satu Rasul utusan, nabi isa alaihissalam. Doa dan harap kami nak, semoga kelak engkau mewarisi sifat mulia hannah, menjadi tokoh perempuan peradaban, istri yang sholehah, tiang keluarga teladan, ibu yang mampu mendidik anak keturunannya menjadi orang yang beradab dan tokoh penting dalam sejarah.
Alnilam. Bintang raksasa berwarna biru dalam sabuk orion. Cahayanya terang dan sangat cantik. Dahulu ia dijadikan penunjuk arah. Alnilam adalah salah satu tanda kebesaran Allah dalam tata surya kita. Dalam bahasa arab ia juga berarti untaian mutiara. Doa dan harapan kami nak, semoga kelak kamu tumbuh menjadi perempuan bak untaian mutiara, mahal, jelita, dan bersinar.
Atas rahmat dan pertolongan Allah,
Fauziah Hannah Alnilam, penyejuk mata hati kami. Perempuan mulia dan taat, jelita dan bersinar seperti untaian mutiara, yang tapak hidupnya beriring kemenangan disisiNya.
Terimakasih sudah berjuang bersama. Mari terus bertumbuh, tunas, dan bermekaran.
Jambi, 30 Oktober 2024. (3,4 kg;50 cm).
-k
2 notes · View notes
anakperempuannet · 6 years ago
Text
Nama Bayi Perempuan: Rangkaian dan Arti Nama Lacolla
Nama Bayi Perempuan: Rangkaian dan Arti Nama Lacolla
Tumblr media
Arti Nama Lacolla – namaanakperempuan.net. Nama sebagai kebutuhan mendasar yang berpengaruh penting dalam kepribadian anak. Nantinya nama tersebut yang akan tersemat seumur hidupnya. Lebih dari itu nama mampu menjadi cerminan diri sang anak. Karena itu Ayah/Bunda harus bijak menamai anak perempuan. Teliti kembali makna dan maksud nama didalamnya.
Kini telah banyak nama bayi modern & indah beredar…
View On WordPress
0 notes
miftahulfikri · 5 years ago
Text
Rivera : Chapter 2
Tumblr media
“Jadi, siapa pilihan lu, Ver?” 
Sontak pandangannya berubah, sedang aku kembali mencoba menekuri kompas matanya yang lagi-lagi berulah. Ya, perempuan muda di hadapanku ini sedang resah. Rivera, Rivera. Kok permasalahan cinta bikin kamu sebingung ini?
“Gatau, ngga ngerti gue Nan,” keluhnya.
“Pola singularitas yang sama, lagi-dan-lagi,” Aku tersenyum. “Lu tuh anak Psikologi, sukanya ilmu jiwa, tapi sekarang kok bingung kalau jatuh cinta,”
Sepersekian detik, mulutnya memonyong dan meniupkan udara ke arah keningnya, layaknya bunyi angin dari ban yang gembos yang dapat menggerakkan beberapa helai poninya yang menyembul dari gelung rambutnya. Aku kagum sekaligus heran, kok perempuan bisa begitu cantik kalau melakukan hal itu ya?
Ia menggaruk lantai dengan pangkal sepatu loafer-nya, meregangkan kakinya yang sejak tadi bersilangan tampak tak karuan seperti keadaan hatinya. Bahasa tubuhnya sudah menunjukkan gelisah yang konkret. 
Sedang aku, hanya tersenyum melihatnya. Maksudku, melihat pokok permasalahannya mengenai lelaki, menurut perspektifku- sembari ya, menuntun ia mengeja jawaban apa yang ia inginkan bibirnya selaras dengan hatinya. Ya, ia bukan perempuan polos yang tak tahu jawaban dari pilihannya sendiri. Siapa bilang perempuan andal dalam menilai kerumitan lelaki? Boleh jadi teorinya dipelajari di kelas, tapi menemui beda tiap kepala tentu saja artinya berbeda lagi.
“Dua-duanya bikin nyaman,” ucapnya, sambil menyalakan batang mentol kedua.
“Nyaman dalam definisi apa, dulu?” sergahku.
“Ya gitu deh. Punya karakter masing-masing,”
“Ya itu mah pasti,” Kutangkap ekor matanya. “Masalahnya bukan itu. Tapi, gimana caranya supaya elu mampu memilih yang tepat untuk kondisi sekarang,”
“Maksud lu, Nan?” Kali ini Rivera menggeser kuda-kuda kursinya mendekat ke arahku.
Aku menghela nafas. Penjelasan soal logika kadang tak melulu mudah dimengerti oleh perempuan. Lelaki memang menang telak soal ini, bukan? Sialnya, dalam kasus ini yang justru harus memilih adalah perempuan, diantara dua kutub hatinya yang begitu bertentangan satu sama lain. 
“Kata dasarnya nyaman, ya. Tolong garisbawahi dulu ucapan gue,” aku mendeham. “Tolong matiin dulu itu rokok , asapnya ganggu, gue jadi gabisa mikir nih,”
Ia mengangguk pelan sembari menyilangkan lagi kakinya, merebahkan punggungnya di bahu kursi panjang  berukir yang sejak tadi tak digunakannya untuk bertopang. Kini badannya condong penuh ke arahku, bersikap menekuri arif setiap ucapku. I’ll give you the last shot, semoga kau mengerti.
“Tergantung lu sih, Ver. Rasa nyamannya eu sama sifat dua lelaki itu pasti punya gaya yang beda. Satu, ada sifat cowo yang bikin elu nyaman terlindungi. Ini bakal cocok banget kalau elu ngerasa hidup dan tantangan yang dijalanin tiap hari itu bikin ngga nyaman,”
“…. Misal, kaya tugas-tugas kuliah elu, atau kaya semacam kumpul himpunan, atau apalah, yang pokoknya ribet-ribet, pokoknya elu tuh sibuk, when you have through many hard times,” Sembari telunjukku mengacung, “Cowo ini yang pas buat meredam tensi stres lu, yang bakal ngerti lu di kala kesibukan, yang bisa ngatur waktunya buat tetap terhubung dengan lu, yang jadi es pendingin di hari-hari lu yang panas ngga jelas. Ya, lelaki gini cocok lah kalo gitu,”
Ia mengangguk. Sontak matanya melihat tanganku yang membentuk huruf V.
Tumblr media
“Dua, ada juga sifat cowo yang justru bikin elu keluar dari zona nyaman. Ngerti kan? Jadi, ini bakal pas kalau hidup lu itu terasa mengalir seperti biasa aja, ngga ada yang aneh, bahkan cenderung basi. Aktivitas elu mungkin gitu-gitu doang, segala tantangan bisa lu handle, sekolah-pulang-sekolah-pulang… dan bahkan kalau elu ngerasa bosan ngejalaninnya…”
“…Nah, cowo tipe gini yang lu butuhin banget. Yang suatu kali tiba-tiba ngajak elu pulang naik damri bareng, yang tiba-tiba dateng ke rumah kamu ngajak ngejain tugas sambil bawa sebuket bunga, atau yang bela-belain nyanyi pake gitar pas dari selasar kampus kalau lu lagi belajar di kelas. Gila sih emang, tapi yang kaya gini ada. Yang intinya bikin hidup lu lebih berwarna, yang bisa bikin roller coaster gitu, yang bikin elu bakal nanya ; kejutan yang dia buat hari ini kira-kira apa ya?”
Rivera menghembuskan nafasnya panjang, bernada sumbang. Kebingungannya ia jadikan alasan untuk menepuk-nepuk sweater birunya yang kejatuhan abu rokok sejak tadi. Tampaknya, logikanya yang berkelir sedang memilih, mencari-cari alasan terbaiknya untuk satu nama.
Sementara, aku terdiam dan menunggu setelah kuselesaikan kalimat pamungkasku. Barangkali, terang pilihannya untuk dapat dikatakannya sekarang juga. Atau justru kalimat bingung nan ambigu yang sama?
.
“Namanya siapa aja, sih?”
“Bernard.. ama Tarra, Nan” ujarnya, sambil merentangkan tangan menjangkau zippo miliknya.
“Jadi, mau ama siapa?” Pungkasku, sambil merampas zippo itu terlebih dulu.
“Gatau,” dia memaksa nyengir.
“Hehe,” tukasku, kesal. “Jangan pake perasaan mulu, napa. Sekali-kali logikaan coba! Dasar cewe,”
Ia berdeham. 
“Hehe,”
“Haha-hehe-haha-hehe, huuuuu,” Aku makin kesal dibuatnya. “Inget, asal ngga ganggu kuliahnya ya! Elu sendiri bilang semester kemarenan udah dapet dua nilai C matkul dosen killer, masa mau diulangin lagi?”
‘Iyaaaaa,” ucapnya, sambil memperagakan gerakan mencium ke arahku.
“Woy apaan, anjir!!” aku mengibaskan jemariku, sementara Rivera seperti biasa hanya terkekeh. Ia sudah sangat terbiasa menggodaku. Katanya, lelaki rikuh sepertiku enak untuk digoda. Paling tidak, tidak ada intensi membalas. Curang memang, ia sering mencubit dadaku sementara aku tidak bisa melakukan hal yang sama.
“Tapi, makasih ya Nan. Nanti deh, gue pilih nama yang terbaik. Jangan sampe salah pilih, jangan sampe nyakitin hati salah seorang dari mereka.” ujarnya diplomatis.
Aku tersenyum, mengacak-acak rambutnya. Sengaja kucuri jepit rambutnya, agar rambutnya tergerai bebas seperti kebingungannya yang sejak tadi menyanderanya. Ia masih setia dengan jepitan rambut dari kadoku dulu.
“Iya, Astari,” Aku tersenyum. “Duh, udah berapa orang pacar elu sih, Ver. Gebetan mah udah ngga keitung. Elu kok gampang banget jatuh cinta, kenapa deh?” tanyaku, sambil merogoh kocek mencari sebungkus kretek.
“Elu mau tau ngga rahasia penting,” cengirnya manis. “Gue sebagai anak psikologi itu demen banget sih mengenali karakter orang, kesan pada jiwa orang kan beda-beda. Lewat mata, yang katanya jendela jiwa. Lalu lewat kata-katanya, perbuatannya, kebiasannya, sampe ke pemikirannya,” ujarnya, sambil menyalakan lagi mentolnya bersamaku.
“Kalo gitu mah wawancara aja udeh, kenapa mesti pacaran? ribet,”
“Aduh, Nan. Gimana ya ngejelasinnya. Situasi gini butuh pengorbanan, musti nge-blend. Mengenali Psyche itu ngga cuma bisa kaya nyentuh permukaan air. Sekali waktu, elu harus nyelem ke dalemnya. Ini cara gue buat lebih ngerti, terutama pikiran lelaki ke perempuan kaya gue,”
Aku mencoba memahaminya dalam satu hembusan kretek yang panjang. Mengepulkannya ke atas kepala, membuat bulatan-bulatan yang berkelir dengan kebingunganku di udara.
“Nyelem mah elu kudu nikah dong ama dia. Ngga fair dong kalo cuma pacaran mah. Elu ngga tidur ama dia, ngga hidup dengan dia, ngga membersamai dia….”
Telunjuk Rivera menyentuh bibirku. “Iya iya, ini mah cuman snorkeling lah, ibaratnya. Serius amat hidup lu, Nan. Lah jadi keder gue, heran deh,”
“Iya, santai dong ah, gue cuman excited doang kali,” ujarku sembari menyusutkan posisi tegak bahuku. Mengedarkan pandangan sekeliling, aku merasa cukup nyaman berada di cafe kecil berornamen serba putih di bilangan jalan Maranatha ini. Kebetulan hari sedang hujan dan tidak sedang ramai orang. Seringkali dalam hening, aku tak sadar bisa menggumam sendiri. Kali ini soal perilaku Rivera yang membuatku heran, apakah dia sengaja untuk mencari sesuatu yang baik dengan menyakiti perasaan orang lain? Kadang bisa gila juga aku kalau menelusuri jalan pikirannya. Hanya saja dalam pikiranku, ada sedikit hal yang kusetujui ; bahwa dalam melakukan percobaan, seringkali memang membutuhkan korban.
Bersandar lalu menatap jendela, menghembuskan dua pertiga sisa kretekku dengan khidmat. Pacaran? Cih. Aku seperti tak mengenali lagi ujaran itu. Hampir dua tahun aku merasakan abrasi dalam hatiku soal keberanian menghadapi ancaman cinta-mencintai. Buatku, pengalaman cinta memang sekolosal itu ; berani berlayar, berani juga menghadapi resiko tenggelam. Hanya saja, aku waktu itu belum siap dan terkaget-kaget ketika perahu hubunganku limbung dengan seorang wanita yang sampai hari ini masih membekas ingatannya padaku. Ah, sial. Belum ada obatnya.
“Kenapa ngga elu aja sih, Nan, yang jadi pacar gue?”
Aku yang tadi sedang berada di kuadran masa lalu, seperti tertarik oleh suara lentik yang seperti petir di siang bolong. Untung, pikiranku masih sempat berhitung soal jawaban terbaik.
“Bukan tipe gue, elu mah,”
“Taik.” semburnya kesal.
“Yeeh, nyolot,”
“Trus, kenapa elu ngga pacaran sampe sekarang?”
“Males gue. Masih belum nemu aja, Ver”
“Secakep sih mantan lu? Siapa namanya, Alya ya? Yang dulu sempat lu ceritain? Sampe bikin elu jadi lelaki kikuk kaya gini, aduh. Padahal elu tipe yang bisa banget ngertiin cewe loh, Nan.”
“Udah lah, ngga usah diobrolin lagi,”
Rivera menangkap perubahaan moodku. Dengan segera ia menamatkan mentolnya dan membenamkannya ke dalam asbak. Lalu, ia bernyanyi tanpa lirik sembari melihatku mengatur kembali suasana hati. Ia agaknya sudah paham bagaimana caraku marah. Dan cara marahku adalah diam. Saat ketika diam seperti ini caranya yang paling membuatku segera lebih baik adalah memperdengarkan suara merdunya. Jujur, aku menikmatinya. Bagaimanapun, sosok perempuan ini memang spesial. Aku akui. Hal kecil seperti merokok bersama perempuan adalah sebuah kecanggungan bahkan tabu ; tetapi tidak terjadi bila aku bersama Rivera.
“Dah, yok balik,” aku menenggelamkan punting terakhirku.
“Yok,” Ia mengenakan jaket dan menggelung rambutnya, merampas lagi jepitan rambut ungu miliknya yang sejak tadi kuletakkan di atas meja.
“Mendung nih. Bawa si Cooper ngga?” ujarku, menanyakan mobilnya.
“Ngga. Lagian bodo amatlah basah dikit, deket kok kosan gue. Hayu aja cus balik,”
“Siap, princess..”
Kustarter Piaggioku, menawarkan boncengan sebentar ke depan kostnya sebelum aku menerjang hujan yang dinginnya terasa jeri. Meski begitu, seperti hari-hari biasanya, hubunganku dengan Rivera tampak berlangsung dengan baik-baik saja.
.
Bersambung...
Bandung, 18 April 2020. 
Cerita sebelumnya di sini.
41 notes · View notes
hanamaulida · 7 years ago
Text
#daripadadilemari: Kedudukan Perempuan dalam Islam - HAMKA
Tumblr media
Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau lebih dikenal dengan julukan Hamka atau Buya Hamka adalah seorang ulama besar Indonesia yang saya kagumi. Karena selain berdakwah secara lisan, beliau juga pandai menulis. Jadilah ilmu yang beliau siarkan tak lekang oleh waktu. Tulisan-tulisannya indah. Mendalam menyentuh kalbu. Bahkan bagi pembaca selain muslim.
Buku kedudukan perempuan dalam islam ini adalah karyanya yang ditulis pada tahun 1973. Beruntung saya masih bisa mendapatkan buku langka ini dengan kondisi yang masih baik. Meskipun kertasnya sudah menguning dimakan waktu :")
Pada intinya buku ini menjelaskan tentang kedudukan perempuan yang setara dengan lelaki. Artinya, islam tidak pernah meletakkan perempuan sebagai posisi 'kedua' dalam strata manusia. Selain itu, dibahas pula perdebatan umum yang muncul dari anggapan-anggapan yang mensalahtafsirkan 'feminis' dalam islam. Sehingga untuk permasalahan dalam konteks sekarang, buku ini cukup mampu menjawab.
Pembahasan buku ini diawali dengan surat An-Nisa ayat 1. Bahwa asal muasal manusia adalah satu, kemudian dijadikan dua dari yang satu tersebut, untuk setelahnya dipersatukan kembali (kisah Adam dan Hawa). Dari sini manusia perlu sadar bahwa secara fitrah keduanya saling memerlukan. Tentunya atas dasar takwa kepada Allah, agar kehidupan senantiasa berkah dan terpelihara.
Ayat pertama surat An-Nisa ini hanya satu diantara banyak ayat yang mengistimewakan kaum perempuan. Bahkan terdapat sebuah surat dalam Al-quran yang menggunakan nama perempuan (Maryam). Ini menandakan bahwa betapa Islam menempatkan perempuan pada derajat yang mulia.
Secara keseluruhan, buku ini sangat mencerahkan. Meskipun pembahasannya tidak terlalu dalam (karena buku juga hanya setebal 103 halaman), tapi cukup berguna untuk mengantarkan kita pada pemahaman mendasar tentang bagaimana Islam memposisikan perempuan.
Setiap bab di buku ini dilengkapi dengan ayat dan hadist sebagai acuan. Dan yang lebih menarik lagi, terdapat kisah-kisah keseharian Rasulullah, juga para sahabat yang menguatkan pemahaman.
Misalnya dalam bab "Penghargaan yang Sama". Diceritakan kala pertama Rasul menerima wahyu di gua hira. Peristiwa itu rupanya benar-benar mengguncang perasaan beliau. Bahkan membuat seluruh tubuhnya menggigil. Sehingga ketika sampai di rumah, Rasul langsung meminta Khadijah menyelimutinya sambil bergumam "inniqad khasyitu alla aqli!" Yang artinya "saya rasanya seperti akan gila!"
Lalu apa yang dikatakan Khadijah?
Dengan tenang ia berkata "Tidak, engkau tidak akan gila. Allah sekali-kali tidak akan mengecewakan engkau selama-lamanya. Sebab engkau adalah seorang yang selalu menghubungkan silaturahmi, kasih sayang terhadap siapa saja. .........dan engkau selalu menolong orang lain dalam menghadapi kesukaran hidup"
Kata-kata itulah yang membuat Rasulullah bangkit untuk memikul tanggungjawab sebagai utusan Allah. Sehingga bisa diartikan, bahwa kesuksesan yang dicapai Nabi Muhammad sebagian besar adalah karena hadirnya seorang perempuan di sampingnya.
Masyaa Allah ya. Saya sampai merinding waktu pertama kali baca kisah ini. Betapa penting sikap yang diambil seorang istri di saat-saat yang menentukan. Tak heran jika perempuan dijuluki sebagai tiang negara. Bukan sesuatu yang letaknya terlihat, namun perannya sangat signifikan bagi kokohnya sebuah bangunan.
Lalu dalam bab "Pembagian Tugas", diceritakan sebuah kisah tentang keresahan atas ketidakadilan yang pernah terlintas di benak sekelompok perempuan. Saya pikir kisah ini cukup mampu membantu kita memahami definisi "sama" antara tugas laki-laki dan perempuan.
Begini ceritanya...
Pada suatu hari datanglah seorang perempuan membawa titipan pertanyaan dari sesama kaum perempuan. Ia bertanya kepada Rasulullah:
"Ini soal jihad, ya Rasul. Laki-laki diperintahkan Allah untuk jihad. Kalau mereka menang, mereka mendapatkan pahala. Dan kalau mereka terbunuh mereka akan hidup di sisi Tuhan. Sedang kaum wanita adalah yang selalu menjaga rumah tangga. Apakah gerangan yang akan kami dapat?"
Rasulullah menjawab "Sampaikanlah kepada kawan-kawanmu, bahwasanya taat setia kepada suami dan mengakui akan hak suami adalah sama nilainya dengan perjuangan laki-laki yang engkau tanyakan itu. Cuma sayang sekali, sedikit diantara kalian yang patuh mengerjakannya..."
Ya, sekilas perempuan terkesan diberi tugas yang lebih "ringan" dari laki-laki sehingga secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa perempuan itu lemah. Tapi itulah indahnya Islam, memberikan tugas sesuai kodrat. Misalnya secara fisik, perempuan jelas lebih lemah daripada laki-laki. Maka laki-lakilah yang diamanahkan untuk memikul tugas berat, baik dalam medan perang maupun medan hidup (mencari nafkah).
Ujian sekaligus ladang amal perempuan (terutama bagi yang telah menikah) adalah ketaatan pada suami. Apakah ia sanggup menjaga kesetiaan? Apakah ia amanah dalam menjaga harta benda? Apakah ia sanggup bersabar dalam mendidik anak?
Begitupun laki-laki, punya tanggungjawab untuk memuliakan istrinya. Selain dalam bentuk nafkah, juga dalam memberikan ruang bagi perempuan untuk berkarya. Bebas menjadi dirinya, namun tetap dibimbing agar senantiasa sejalan dengan syariat.
"Kalau laki-laki hendak dimasukkan hitungan orang yang muliawan, hendaklah anggap mulia istrinya. Dan kalau istrinya dianggapnya hina, tanda dialah yang hina!" -Buya Hamka.
Demikianlah ulasan #persekutuanbuku kali ini. Mohon maaf kalau kepanjangan (karena banyak sekali hal baik yang sayang kalau nggak dishare). Semoga bermanfaat ya, #daripadadilemari.
Oh ya, saya rasa buku ini bukan hanya wajib dibaca oleh perempuan. Tapi juga laki-laki; agar semakin memahami, untuk selanjutnya memperlakukan kaum ini dengan lebih baik :)
31 notes · View notes
adiwisaksonoadi · 4 years ago
Text
Tumblr media
Banjaran (biografi) Prabu Salyo
Lakon Banjaran Karno dan lakon lain tentang tokoh Ngestino dan Pendowo pasti menyangkut nama Prabu Salyo. Siapakah sejatinya Prabu Salyo? Bagaimana perannya dalam perang besar trah Baroto alias Baroto yudo joyo binangun? Inilah lakon Banjaran Prabu Salyo dalam versi Jowo yang agak berbeda dengan versi India. Sila simak lakon Banjaran Prabu Salyo yang sarat makna ini.
Di masa muda namanya adalah Narasoma. Dia anak raja Mondoroko yaitu Prabu Mondropati. Dia memiliki adik perempuan bernama Madrim yang bakal menjadi istri kedua Pandu Dewonoto raja Ngestino dan memiliki anak kembar Nakulo dan Sadewo. Narasoma adalah seorang pangeran yang ganteng, cerdas, cekatan dan baik hati. Tidak heran kalau banyak wanita memimpikan dia sebagai suami. Meskipun banyak sekali peluang namun Narasoma belum tertarik dengan seorang wanitapun. Dia lebih tertarik untuk mencari ilmu dan berkelana. Kalau hidup di jaman modern dia pasti sudah jadi turis ke mana mana.
Suatu hari ketika tengah berkelana Narasoma tiba di sebuah padang rumput yag sangat indah. Narasoma istirahat sambil menimati keindahan pemandangan alam yang seperti taman. Di tengah semilir angin tiba tiba terlihat sesosok raksasa mendatangi Narasoma. Meskipun bertubuh tinggi besar dan bermuka sangar raksasa yang berpakaian jubah pendeta itu berlaku sangat santun. Dia menanyakan apakah benar dia berhadapan dengan Pangeran Narasoma. Setelah diiyakan dia memperkenalkan diri sebagai Begawan Bagaspati, seorang pendeta yang bertapa di Pertapaan Argo Belah (Gunung belah). Dia memiliki seorang putri cantik bernama Pujowati. Beberapa malam sebelumnya sang putri bermimpi bertemu dengan seorang pangeran bernama Narasoma yang sangat ganteng, pintar dan baik hati. Dalam mimpinya pangeran Narasoma mengajaknya menikah lalu mereka menjadi pasangan suami istri yang hidup bahagia. Begawan Bagaspati meyakini mimpi putrinya adalah benar dan itu adalah petunjuk dewata. Karena itu dia meminta kesediaan Narasoma untuk diajak pulang ke Argo Belah untuk dinikahkan dengan putrinya.
Narasoma terkejut lalu menjawab dengan tidak sopan bahwa anak raksasa pastilah tidak cantik jadi dia tidak bersedia menikahi anak Begawan Bagaspati. Sang Begawan sekali lagi mengatakan bahwa dia menyampaikan dengan baik baik dan mengharapkan tanggapan yang baik juga. Narasoma masih mengulangi jawaban sombongnya. Lantas Begawan Bagaspati mengatakan bahwa kalau terpaksa dia akan melakukan dengan jalan kekerasan.
Narasoma marah dan tetap tidak bersedia. Dia malah semakin melecehkan sang Begawan. Maka pecahlah pertarungan fisik antara keduanya. Narasoma lebih muda dan berilmu tinggi. Namun ternyata ilmu Narasoma tidak ada artinya buat sang Begawan. Dalam beberapa jurus saja Narasoma sudah tak berdaya. Dia lalu dibawa pulang ke Argo Belah dengan dimasukkan ke dalam _‘kancing gelung’_
Pertapaan Argo Belah ada di sebuah tempat yang sangat bersih dan indah meskipun tidak mewah. Setiba di sana Narasoma terkejut ketika diperkenalkan dengan Pujowati, putri Begawan Bagaspati. Pujowati ternyata sangat cantik jelita dan sexy. Narasoma seketika jatuh cinta dan bersedia menikahi Pujowati. Tidak lama kemudian pernikahan dilangsungkan di Argo Belah dengan disaksikan para murid sang Begawan Bagaspati.
Masa bulan madu mereka sangat indah. Mereka merasa sangat cocok dan saling mencintai. Tapi sebenarnya masih ada satu hal yang mengganjal di hati Narasoma, yaitu ayah mertuanya yang raksasa. Dia tidak berkenan dengan kenyataan itu. Narasoma mencari akal bagaimana caranya mengatasi hal itu. Kemudian suatu hari dia mengatakan kepada istrinya bahwa malam sebelumnya dia bermimpi memiliki bunga mawar yang cantik sekali tapi sayangnya bunga cantik itu dililit ular. Dia minta istrinya mengatakan mimpinya kepada ayahnya dan meminta tafsirnya.
Begawan Bagaspati paham maksud Narasoma dengan cerita mimpinya. Dia paham bahwa Narasoma mencinta putrinya tapi tidak mertuanya. Sang Begawan lalu memanggil Narasoma dan menyampaikan bahwa dia ikhlas pergi asal anaknya hidup bahagia. Namun sebelum mati dia memberikan dulu ilmunya yang sangat sakti yaitu yang disebut ‘Aji Condo Birowo’. Ajian ini kalau dirapal maka akan datang seorang raksasa yang siap melawan musuh Narasoma. Jika raksasa ini diserang dengan pedang misalnya, maka setiap tetesan darahnya akan dengan cepat tumbuh menjadi raksasa lain yang siap menyerang musuhnya. Dengan ilmu ini Begawan Bagaspati tidak pernah dikalahkan. Narasoma menyanggupi mendapat ilmu ini dan membahagiakan istrinya. Selain itu Bagaspati juga mengatakan bahwa tindakan Narasoma ini adalah dosa besar. Karena itu hukuman dewa akan jatuh kepadanya. Kelak ketika pecah perang besar Baroto yudo dia akan mati di tangan seorang satria yang berdarah putih. Saat itulah roh sang Begawan akan menjemputnya. Kemudian sang Begawan bersamadi lalu meminta kepada dewa agar hidupnya diakhiri. Tidak lama kemudian sang begawan meninggal.
Setelah Begawan Bagaspati meninggal Narasoma mengajak istrinya pulang ke Mondoroko. Beberapa lama kemudian ayahnya juga meninggal. Maka Narasoma lantas menggantikan ayahnya menjadi raja dengan gelar Prabu Salyopati. Istrinya Pujowati menjadi permaisuri dan diganti namanya menjadi Setyowati yang artinya wanita yang setia. Perkawinan mereka dianugerahi lima anak, tiga perempuan cantik dan dua anak laki laki. Anak pertama perempuan bernama Erawati. Dia akan menjadi istri Bolodewo, kakak Kresno yang menjadi raja di Manduro. Anak kedua adalah Surtikanti yang akan dijodohkan dengan Suyudono tapi kemudian pacaran dengan Karno. Anak ketiga adalah Banowati yang kemudian menikah dengan Suyudono alias Duryudono raja Ngestino. Anak keempat laki laki bernama Burisrowo yang fisiknya seperti raksasa. Anak kelima Rukmoroto.
Prabu Salyo sebenarnya lebih menyayangi Pendowo limo daripada Kurowo satus meskipun kedua pihak adalah saudaranya. Sebenarnya dia akan berpihak pada Pendowo dalam perang Baroto yudo tapi karena bujuk rayu Suyudono dan Sengkuni dia terpaksa memihak kepada Kurowo. Ketika pecah perang besar di Tegal Kurusetro itu Prabu Salyo ditunjuk menjadi senopati (panglima) pada hari pertama. Kesaktiannya tidak tertandingi sehingga di hari pertama Pendowo menderita kekalahan besar. Banyak prajurit mati. Kerugian terbesar adalah kematian tiga putra Prabu Matswopati dari Wiroto yang dulu melindungi Pendowo. Utoro adalah pahlawan pertama yang tewas dalam Baroto Yudo. Disusul Seto dan Wratsongko. Jadi dalam sehari tiga pahlawan Pendowo gugur. Itulah sebabnya orang Jowo sering memberi nama Utoro kepada anak laki laki pertamanya dengan harapan dia akan menjadi pahlawan pertama dalam keluarganya.
Setelah itu Prabu Salyo disimpan dulu oleh pihak Kurowo. Panglima hari kedua dan seterusnya diserahkan kepada orang lain dulu. Kemudian di hari ke delapan dia bertindak sebagai kusir Karno, menantunya sendiri. Meskipun demikian hatinya ada di pihak Arjuno. Karena itu ketika Karno membidik dengan panahnya dia mencambuk kudanya agar lari mendadak sehingga bidikan Karno meleset dan hanya mengenai mahkota Arjuno. Mestinya pertarungan itu dimenangi Karno kalau Salyo tidak mengganggu Karno.
Salyo Gugur
Di hari ketujuhbelas barulah Salyo ditunjuk sebagai senopati lagi. Dengan kesaktiannya dan kelihaiannya sebagai panglima perang maka pihak Pendowo menderita kerugian besar dan nyaris kalah. Tidak seorangpun satria mampu menang melawan Salyo. Kresno sang jendral Pendowo segera mencari akal dan mencari keterangan intelejen. Nakula dan Sadewa lalu diajukan menghadapinya. Akhirnya didapat informasi berharga bahwa Aji Condo Birowo hanya bisa dikalahkan oleh seorang satria yang berhati bersih, yaitu Judistiro yang selama hidup tidak pernah berbohong dan tidak pernah berkelahi.
Judistiro maju perang melawan Salyo tidak berbekal ilmu apapun karena dia memang tidak punya ilmu. Ketika sudah berhadapan dia hanya diam saja. Prabu Salyo lantas merapal imu andalannya yaitu Aji Condo Birowo. Seketika muncullah seorang raksasa yang sangar mendekati Judistiro dan mengancamnya. Tapi Judistiro tetap tenang dan diam saja. Dia hanya menatap tapi tidak memukul dan tidak menyerang. Ternyata Aji Condo Birowo tidak berdaya melawan Judistiro. Akhirnya si raksasa hilang musnah seperti asap. Di saat itulah Judistiro lalu melemparkan pusakanya yaitu jamus kalimosodo ke arah Salyo. Di saat irulah roh Begawan Bagaspati datang menjemput menantunya yang durhaka. Prabu Salyo pun gugur.
Hari sudah malam ketika Setyowati dikabari kematian suaminya. Dia lantas menyusul ke Tegal Kurusetra dengan hanya membawa obor. Satu per satu mayat prajurit dia tengok sampai akhirnya dia temukan jenazah suaminya. Setyowati lalu melakukan belapati, bunuh diri untuk menunjukkan kesetiaannya kepada suami. Adegan inilah yang paling mengharukan dalam pertunjukan wayang kulit. Saya pernah nonton Ki Timbul Hadiprayitno memainkan adegan ini. Dalam suasana pagi yang hening, Ki Timbul menembangkan _suluk_ (lagu) yang berirama pelan, diiringi _rebab_ (biola Jawa) dan _gender_ (perkusi) bersuara lirih. Dengan kombinasi alat musik tersebut yang dimainkan dengan nada pelan dan rendah dan suluk yang seakan merintih Ki timbul berhasil membangun suasana melankolis dan menyentuh hati sehingga para penonton terharu dan meneteskan air mata.
_Surem surem diwangkoro kingkin_ (Matahari bersinar suram seolah bersedih)
_Lir manguswa kang layon_ (Seolah mencium sang mayat)
-Ooong-
Tamat
0 notes
garamterang · 5 years ago
Text
Pergumulan Dengan Allah Mengubah Karakter
Tumblr media
Sermon Minggu 23 Februari 2020 Oleh Wahyudi Purnomo Kejadian 32:22-32
“Pada malam itu Yakub bangun dan ia membawa kedua isterinya, kedua budaknya perempuan dan kesebelas anaknya, dan menyeberang di tempat penyeberangan sungai Yabok. Sesudah ia menyeberangkan mereka, ia menyeberangkan juga segala miliknya. Lalu tinggallah Yakub seorang diri. Dan seorang laki-laki bergulat dengan dia sampai fajar menyingsing. Ketika orang itu melihat, bahwa ia tidak dapat mengalahkannya, ia memukul sendi pangkal paha Yakub, sehingga sendi pangkal paha itu terpelecok, ketika ia bergulat dengan orang itu. Lalu kata orang itu: "Biarkanlah aku pergi, karena fajar telah menyingsing." Sahut Yakub: "Aku tidak akan membiarkan engkau pergi, jika engkau tidak memberkati aku." Bertanyalah orang itu kepadanya: "Siapakah namamu?" Sahutnya: "Yakub." Lalu kata orang itu: "Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang." Bertanyalah Yakub: "Katakanlah juga namamu." Tetapi sahutnya: "Mengapa engkau menanyakan namaku?" Lalu diberkatinyalah Yakub di situ. Yakub menamai tempat itu Pniel, sebab katanya: "Aku telah melihat Allah berhadapan muka, tetapi nyawaku tertolong!" Lalu tampaklah kepadanya matahari terbit, ketika ia telah melewati Pniel; dan Yakub pincang karena pangkal pahanya.Itulah sebabnya sampai sekarang orang Israel tidak memakan daging yang menutupi sendi pangkal paha, karena Dia telah memukul sendi pangkal paha Yakub, pada otot pangkal pahanya.” - Kejadian 32:22-32 (TB)
Kisah yang aneh yang pasti berasal dari tradisi Yahwista ini menceritakan tentang Yakub dan Allah yang beradu kekuatan. Pergumulan itu mula-mula tampaknya dimenangkan Yakub. Setelah menyadari bahwa lawannya bukan manusia biasa melainkan tokoh ilahi, maka Yakub menuntut dari pada-Nya berkat. Kitab suci sendiri di sini mencegah diri dari menyebut nama TUHAN. Lawan Yakub itu juga tidak mau memberitahukan namanya. Pengarang suci memanfaatkan sebuah ceritera kuno guna menerangkan asal-usul nama Pniel yang menurut pengarang berasal dari kata peni'el, artinya: wajah Allah. Melalui kisah ini pengarang mau menjelaskan juga asal-usul nama Israel. Dan dengan demikian pengarang memberi ceriteranya suatu makna keagamaan: Moyang Israel tidak mau melepaskan Allah dan memaksa dari pada-Nya sebuah berkat yang mewajibkan Allah terhadap semua orang yang setelah Yakub mangkat menyebut dirinya dengan namanya Israel. Dengan demikian peristiwa itu kemudian dapat diartikan sebagai ibarat pergumulan batin dan berhasilnya doa yang dipanjatkan kepada Allah dengan tekun.
Saudaraku, Sering kali kesulitan yang besar dapat membuat kita lebih menghargai perjumpaan dengan Allah. Yakub juga mengalami hal itu pada malam sebelum ia berjumpa dengan Esau.
1. Karakter Buruk
Penipu, karakter yg melekat dalam diri Yakub. Dia diajari oleh ibunya Ribka untuk menipu ayahnya sendiri, kemudian menipu Esau kakaknya, dan kebiasaan menipu itu berlanjut ketika Yakub ikut Laban yang menjadi mertuanya. Kisah panjang Yakub yang diwarnai dengan berbagai liku-liku kehidupan seputar masalah ekonomi, jodoh, sosial dan politik, yang menguras energi dan melibatkan semua potensi yang dimiliki Yakub.  Karakter buruk yang melekat pada diri Yakub tidak mudah diubah oleh segala problema kehidupan yang dialami. Namun  Tuhan mempunyai rencana besar untuk Yakub, agar melalui Yakub bangsa-bangsa di dunia mengenal Tuhan Yang Benar dan  diberkati. Oleh karena itu Tuhan berkepentingan mengejar Yakub, bahkan mengubah karakternya supaya memenuhi syarat dan kapasitas sebagai alat memperkenalkan Tuhan Yang Benar dan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa di dunia.
Saudaraku , Sama seperti kita, Yakub bukanlah manusia sempurna. Ia bahkan merupakan seorang yang memiliki  banyak kelemahan. Dia tidak saja seorang penipu tapi juga pengecut. ketika ia mengetahui bahwa Esau kakaknya menyesal atas keputusannya menjual hak kesulungan kepadanya, bahkan Esau ingin membunuhnya dan merebut kembali hak kesulungannya, maka Yakub melarikan diri. Dengan demikian Yakub juga ketakutan. Alkitab juga melukiskan Yakub sebagai pribadi yang begitu takut pada kematian.
Saudaraku, bagaimana dengan kita? masihkah kita memiliki kelemahan-kelemahan seperti Yakub? Penipu, pengecut, penakut atau sejumlah kelemahan-kelemahan lain? Mungkin kita bukan penipu, tapi kurang bertanggung jawab. Mungkin bukan pengecut, tapi tidak gentle. Mungkin bukan penakut, tapi tidak berani berkorban, dan tidak berani bayar harga untuk Tuhan. Jika demikian kondisinya, maka kita perlu diubahkan oleh kuasa Tuhan.
Saudaraku, Yakub yang menyadari kelemahannya, ia memiliki iman yang sangat kuat, yaitu iman yang percaya dan berjuang untuk mendapatkan berkat Allah, sampai akhirnya ia mendapatkan berkat yang dibutuhkannya. Kita perlu belajar untuk memiliki iman seperti itu, yang percaya penuh akan kuasa Tuhan dan mau berjuang keras supaya Tuhan memberkati kita.
2. Karakter yg Diubahkan
Ditandai dengan perubahan nama dari Yakub menjadi Israel.
Saudaraku, Yakub yang tidak dapat tidur karena takut, mendapati dirinya bergumul dengan seorang pria hingga fajar menyingsing. Sungguh suatu pertarungan yang sengit dan menguras tenaga. Dari pertarungan ini Yakub memperoleh tiga hal; nama baru, pangkal paha yang sakit, dan sebuah kemenangan. Nama yang diberikan kepada Yakub menunjukkan pergumulannya dengan Allah serta keinginannya yang kuat untuk mendapat berkat. Pangkal paha yang sakit menunjukkan bahwa Yakub kini tidak lagi berjalan atas kekuatan fisiknya sendiri, tetapi berdasarkan kekuatan rohani. Namun hal yang paling aneh adalah bagaimana mungkin Yakub menang?
Saudaraku, bagaimana mungkin seseorang yang bergumul dengan Allah bisa memperoleh kemenangan? Kitab Hosea mengatakan bahwa Yakub dapat menang dalam pergumulannya dengan Allah bukan melalui kekuatan yang dimilikinya, tetapi dengan menangis dan memohon belas kasihan (Hos. 12:4, 5). Inilah kunci dari kemenangan Yakub dalam pergumulannya dengan Allah.Dari pergumulan sengit untuk memohon berkat dari Tuhanlah Yakub mendapatkan nama barunya, Israel.
Saudaraku, kita perlu menyadari pentingnya perubahan karakter. Jika tidak kita tidak mudah dipakai Tuhan. Memang bagi Tuhan tidak ada yang mustahil, tapi mengubah karakter kita Tuhan membutuhkan waktu dan proses. Lihatlah peristiwa pergulatan antara Yakub dengan Allah dan Manusia dalam kisah pinggir sungai Yabok ini, memberi petunjuk pentingnya pergumulan dalam hubungan yang serius antara manusia dengan Allah - menghasilkan perubahan karakter (Rom 8:28-29).
Nama Yakub, yang artinya seorang penipu ulung, kini diganti menjadi "Israel" yang artinya "dia bergumul dengan Allah"
Para pengikut Kristus kadang-kadang disebut "Israel milik Allah" (Gal 6:16) - yaitu, yang bergumul dengan Allah. Allah tidak ingin umat-Nya bersikap pasif, tetapi ingin agar mereka sungguh-sungguh mencari-Nya untuk memperoleh berkat dan kasih karunia dari-Nya (Mat 5:6; Mat 6:33; 7:7-8; 11:12; Luk 11:5-10).
0 notes
havermut · 7 years ago
Text
Di Sudut Surau
Terdampar seorang anak lelaki sedang menghapus air matanya yang hampir mengering, di suatu sudut masjid. Isak tangisnya masih bersisa. Wajahnya pun masih tertekuk, tak berani ia beradu pandang dengan orang di sekelilingnya.
Sebelumnya, aku mendengar sayup-sayup anak perempuan berkata dengan dialek khas tanah Pasundan, kepada temannya.
“Kamu teh ih, bilang-bilang dia ‘Udah mah gendut, nggak solat lagi’, ai kamu sendiri nggak pake jilbab.”
Sontak, kata-kata itu menggelitik batinku. Padahal di kala itu, aku sendiri sedang merampungkan sholatku yang tinggal salam. Kekhusyukanku lenyap tatkala mendengar celoteh mereka. Terdorong oleh rasa penasaran, buru-buru aku melipat mukena setelah bermunajat singkat.
Ku hampiri anak lelaki di sudut tadi. Kali itu dia sedang dihibur oleh seorang wanita paruh baya berwajah teduh yang ku duga ialah guru mengajinya. Wanita itu berusaha memenangkan sang anak lelaki. Dibesarkan hatinya dengan kata-kata yang bijaksana.
Tuturnya, “Nggak apa-apa, kamu mah hebat. Kemaren kan menang lomba pas tujuh belasan,”
“ayok dong, udahan ya nangisnya.”
Ku lihat, anak itu masih beringsut-ingsut juga. Lalu kusapa ia.
“Hai, kamu katanya kemaren menang lomba ya? Wah hebat! Yuk udah, nggak usah nangis lagi.”
Ia masih enggan untuk beranjak dari tempatnya.Tak bergeming. Di matanya masih tersimpan genangan air mata. Pun dengan pelupuk matanya yang masih basah. Ia menatapku dengan tatapan kosong. Wajahnya muram.
“Kamu menang lomba apa?” Aku masih berusaha.
“Lomba makan kerupuk.”
“Wah hebat! Oh iya, nama kamu siapa?”
“Dafa,” jawabnya singkat.
“Dafa udah sholat belum?”
“Belum.”
“Sholat yuk!”
Ajakanku hanya dijawab dengan gestur menaikkan bahu yang artinya dia tak ingin melakukannya.
“Oh yaudah. Dafa ke masjid mau ketemu temen-temen ya?”
“Bukan.”
“Abis ngaji?”
“Iya.”
“Oooh. Kita keluar yuk, pulang. Mau nggak?”
“Nggak.”
“Yaudah deh kalo gitu di sini aja. Tapi udahan ya nangisnya.”
Lalu ia tetap membatu. Aku pun berlalu karena harus melanjutkan aktivitas yang lain. Aku tak berhasil memenangkan hatinya. Tapi aku memperoleh pembelajaran darinya. Dari sudut surau itu.
Bahwasanya, anak-anak ternyata sudah mengerti nilai yang benar dan salah. Terbukti dari celetukan seorang anak perempuan yang mengatai anak lelaki tadi, yang menyudutkan keabsenannya dari melaksanakan sholat fardhu. Hanya saja, mereka belum mempunyai cukup ilmu untuk menyampaikan dengan baik. Maka dari itu, terkadang mereka mengatakan kebenaran dengan kata-kata yang sedikit intimidatif, murni karena belum mengertinya mereka, tanpa ada tendensi untuk menyudutkan.
Apa yang dikatakan anak perempuan yang satunya juga menunjukkan bahwa ia sudah mengerti kebenaran bahwa seharusnya perempuan itu menggunakan hijab, tetapi penyampaiannya juga masih khas anak-anak yang lugu.
Di sudut surau, secara tidak langsung, seorang anak lelaki memberikanku pelajaran penting tentang letak perbedaan antara orang dewasa dan anak-anak, yaitu kemampuan untuk menggunakan akal dengan baik. Terutama yang ada hubungannya dengan bertutur kata. Apakah mau, kita yang sudah dewasa ini, disamakan dengan anak-anak hanya karena belum bisa memilah kata-kata yang pantas meluncur dari mulut kita?
Rasulullah SAW pun bersabda bahwa jika kita tidak mempunyai kata-kata yang baik untuk disampaikan, maka diam jauh lebih baik. Apakah pantas kita mengeluarkan kata-kata yang jujur tetapi melukai hati lawan bicara? Terlebih jika padanan kata yang lebih baik masih tersedia. Pantaskah kita yang sudah dewasa ini mengedepankan ego untuk memainkan kata-kata hanya agar dianggap cerdas oleh lawan bicara, sementara kata-kata tersebut minim faedah dan berpotensi mencederai hatinya, dibandingkan menggugah semangatnya.
Di sudut surau, terletak ilmu yang berasal dari hikmah di balik peristiwa. Anak-anak tadi secara tidak langsung mengajarkanku bahwa sebagai orang dewasa, sebaiknya aku dapat lebih menjaga kata-kataku. Walaupun bertujuan untuk menyampaikan kebenaran, aku harus memperhatikan pemilihan kata yang ku gunakan. Tak ingin ku menyakiti pihak mana pun dengan kata-kataku. Jika dengan kejujuran ada pihak yang tersakiti, dapat dipastikan seharusnya pihak itu ialah aku, yang menyampaikan.
“Katakanlah dengan jujur walau itu pedih.” Artinya kepedihan itu seyogianya dirasakan oleh pihak yang menyampaikan. Karena jika yang merasakan kepedihan adalah lawan bicara, maka kata-kata pamungkas tersebut seharusnya, “Dengarkanlah yang jujur walau itu pedih.” -- Dalam Dekapan Ukhuwah
Dari sudut surau itu, akhirnya aku bisa memaknai dan meresapi hingga terpatri di hatiku, kata-kata yang sebelumnya hanya menjadi hiasan yang dibingkai secara imajiner di dalam benak. Kali ini, aku paham betul. Tak ada lagi alasan untuk tak menjaga perkataan. Dengan izin-Nya, aku pasti bisa. Aku harus bisa. Biidznillah.
Bandung, 18 Agustus 2017
Mutia Ulfi
5 notes · View notes
sinemeter · 5 years ago
Text
the post
Tumblr media
“I always wanted to be part of a small rebellion.”
Ini adalah cerita tentang surat kabar The Washington Post yang nekat menerbitkan berita rahasia tentang keterlibatan AS di perang Vietnam, dan bagaimana pemerintah kemudian berusaha membungkam media.
Tahun 1971, dan perang Vietnam sudah memasuki tahun yang ke-16, surat kabar The New York Times berani menerbitkan artikel tentang dosa-dosa pemerintahan AS terkait perang tersebut. Dosa yang paling jadi sorotan utama adalah tentang bagaimana para presiden dari mulai Dwight Eisenhower, John F. Kennedy, Lyndon B. Johnson, sampai Richard Nixon terus mengirim pasukan ke Vietnam meskipun tahu kalau AS tidak akan menang. Alasan utamanya adalah tentu saja menjaga nama besar AS agar tidak dipermalukan di mata dunia, maka peperangan harus terus dikobarkan sampai kemenangan itu datang.
Sumber berita The New York Times tidak main-main. Bukan dari gosip atau hoaks belaka tetapi dari dokumen rahasia resmi negara yang diberi judul Makalah Pentagon. Selain tentang kebijakan-kebijakan presiden tadi dokumen tersebut mengandung sebuah studi peperangan yang disusun oleh Menteri Pertahanan Bob McNamarra dan beberapa praktisi lapangan yang terjun langsung di perang Vietnam. Salah satu praktisi tersebut, Daniel Ellsberg, dengan kesadaran penuh sengaja memfotokopi seluruh berkas Makalah Pentagon karena tergerak untuk menguak kebenaran ke muka publik. Hasil fotokopian Ellsberg inilah yang kemudian sampai ke meja redaksi The New York Times, dan 3 tahun berselang dicetak di tajuk muka yang langsung membuat geger masyarakat dan memanaskan Gedung Putih.
Pemerintah langsung bereaksi keras dengan melakukan ancaman pembredelan, menyeret The New York Times ke meja hijau dengan tuduhan penghinaan dan pengkhianatan terhadap negara. Koran itu dipaksa berhenti beroperasi sampai proses peradilan beres. Salah satu surat kabar terbesar di AS dengan jutaan pembaca setia itu justru harus dihukum karena membeberkan kebenaran yang selalu ditutup-tutupi, meskipun pemerintah lebih dramatis menyebut perkara ini sebagai aksi fatal membocorkan rahasia negara.
Atas dalil pembeberan kebenaran itu juga The Washington Post ikut menerjunkan diri ke pusaran konflik media vs. pemerintah yang apinya masih sangat hangat. Sang editor eksekutif, Ben Bradlee (Tom Hanks), menegaskan bahwa inilah kesempatan untuk menunjukkan kekuatan media sebagai pengawal demokrasi dan penjaga konstitusi negara yang tak bisa dilumpuhkan oleh otoritas. Pers memiliki kenetralan yang tak bisa ditembus lobi-lobi atau bahkan ancaman dalam menerbitkan berita. Sifatnya yang tak berpihak ini memang selalu berpotensi memercikkan masalah bagi penguasa beserta kepentingan-kepentingannya. Adalah integritas serta keberanian yang bisa membuat pers menegakkan kepalanya di sekeliling todongan pistol-pistol demi menjaga benteng terakhir kebenaran. Tidak ada harga yang bisa membeli itu selain harga diri orang-orang di dalamnya sebagai mata dan telinga peradaban.
Roger: “If the government wins and we’re convicted, the Washington Post as we know it will cease to exist.”
Ben: “Well, if we live in a world where the government could tell us what we can and cannot print, then the Washington Post as we know it has already ceased to exist.”
Yang lucu adalah sebenarnya semua ini diawali oleh sebuah rivalitas sengit antara 2 media raksasa AS. The Washington Post selalu merasa ketinggalan beberapa langkah dari The New York Times dalam meliput peristiwa-peristiwa teraktual. Segala cara dilakukan, termasuk menyusupkan mata-mata ke kantor New York demi mendapat bocoran tentang berita tajuk utama yang akan terbit esok hari. Ketika The Post merasa di atas angin dengan liputan spesial tentang pernikahan anak perempuan presiden Nixon, di hari yang sama The Times menyentak perhatian dunia dengan berita Makalah Pentagon. Semua orang membeli dan membaca The Times, lalu anak-anak muda turun ke jalan melakukan protes antiperang, satu negara tercekam oleh kenyataan betapa munafiknya sikap pemerintah AS terhadap perang di wilayah Indo-Cina itu.
Tak tinggal diam, hari itu juga pemerintah langsung mengambil tindakan hukum buat mengadili The Times. Maka otomatis surat kabar itu berhenti beroperasi untuk sementara waktu dan momentum itu dimanfaatkan The Post dengan menerbitkan lebih banyak berita dari Makalah Pentagon. Jika The Times membutuhkan waktu sekitar 3 tahun untuk akhirnya berani mempublikasikan kiriman dokumen fotokopian dari Ellsberg, The Post hanya punya waktu kurang dari 10 jam untuk menyusun, mengedit, dan mencetak skandal rahasia negara itu. Waktu semepet itu jadi ujian tersendiri bagi Kay Graham (Meryl Streep) sebagai CEO baru perusahaan sekaligus wanita pertama yang memimpin sebuah media cetak di AS. Kay harus membuktikan kalau dirinya punya kemampuan dalam mengambil keputusan penting di mana dirinya tidak lagi dipengaruhi oleh para lelaki di sekitarnya -- Kay yang selalu gugup saat bicara dan kebetulan mewarisi jabatan tinggi dari suaminya yang meninggal bunuh diri, dan Kay yang menjual saham The Post ke publik dengan risiko kerugian besar jika omset perusahaannya anjlok. The Post mengambil langkah yang sama dengan The Times berikut ancaman yang sama pula: pembredelan dari pemerintah (“The only way to protect the right to publish is to publish”).
Tumblr media
Menjadi seorang Ben Bradlee di masa-masa ini berarti menggadaikan eksistensi diri kepada tekanan dan rasa malu yang datang bertubi-tubi. Reputasi The Post yang mulai menukik dibebankan ke pundaknya sebagai punggawa berita. Waktunya sebagian besar terkuras oleh pekerjaan, ketika ia baru sampai ruang tengah rumahnya sebuah panggilan telepon bisa membuatnya bergegas kembali ke pintu kantor. Gedung Putih di bawah Nixon memasukkan The Post dalam daftar hitam, reporter mereka dilarang meliput acara keluarga Nixon karena tulisan-tulisan sarkastik yang kerap mereka terbitkan. Bayangkan perasaan Ben di suatu pagi ketika korannya berhasil menaikkan cerita tentang pernikahan Nixon, sebagai kemenangan atas blokade pemerintah yang ternyata bisa ditembus oleh reporter yang menyamar, lalu The Times menerbitkan berita konspirasi politik AS sehingga ketika kedua koran itu disandingkan, The Post tampak seperti tabloid gosip selebritas. Dalam waktu kurang dari 2 hari Ben harus bisa menemukan narasumber dan dokumen utama yang mendukung headline The Times, karena tidak ada berita lain lagi yang tampaknya pantas diangkat.
Secara personal, berita tentang kebohongan yang dilakukan pemerintah AS terutama para presiden yang terlibat perang Vietnam sangat mempengaruhi kebangaannya sebagai warga negara. Ben cukup akrab dengan presiden Kennedy di masa-masa kepemimpinannya. Ia cukup sering diundang makan siang bersama di Gedung Putih, bahkan bersantai sambil menghisap cerutu berdua sambil berbagi cerita tentang apapun. Dalam pertemanan tersebut Ben merasa di sana ada rasa percaya yang saling terjalin. Maka setelah ia tahu bahwa di belakang itu semua Kennedy juga ikut andil menggodok terus perang Vietnam demi menutup-nutupi kekalahan AS, timbul jiwa patriotiknya justru untuk membongkar borok negeri adidaya tersebut. Ia merasa profesinya sebagai jurnalis selama ini telah dihina dengan terus menerbitkan berita-berita yang telah disamarkan dan dipugar oleh pemerintah. Terlebih lagi, ia merasa demokrasi AS telah dihina oleh rekayasa politik dari para pemimpinnya sendiri, langsung di depan muka rakyat.
Ben: “The night he was assassinated Tony and I were down at the Naval Hospital so we would be there to meet Jackie when she landed. She was bringing Jack’s body back on the plane from Dallas and she walked into the room. She was still wearing that pink suit with Jack’s blood all over it. She fell into Tony’s arms and they held each other for quite a long time. And then Jackie looked at me and said, ‘None of this, none of what you see, none of what I say, is ever going to be in your newspaper, Ben.’ And that just about broke my heart. I never thought of Jack as a source, I thought of him as friend. And that was my mistake. And it was something that Jack knew all along. The days of us all smoking cigars together down on Pennsylvania Avenue are over. Your friend McNamara’s study proves that. The way they lied. Those days have to be over. We have to be the check on their power. If we don’t hold them accountable, my God, who will?”
Ben kemudian menjadikan rumahnya ruang editorial dadakan. Beberapa wartawan senior hadir di situ menyaksikan datangnya dua dus tumpukan fotokopian Makalah Pentagon yang telah diserahkan langsung oleh Ellsberg kepada salah satu rekan kepercayaan Ben di sebuah tempat terpencil. Mereka bekerja sama menyusun lembar-lembar kertas fotokopian itu secara kronologis karena susunannya telah diacak Ellsberg demi alasan keamanan. Setelah melewati jam-jam yang melelahkan itu kemudian mereka masuk ke jam-jam stres menulis artikel yang akan diterbitkan The Post besok pagi. Jam 12 malam semuanya harus sudah naik cetak, artinya dalam waktu yang super padat itu para wartawan di rumah Ben harus menyelesaikan artikelnya, mengirimkan ke kantor The Post, disunting oleh editor, disusun huruf per hurufnya pada plat secara manual agar siap dicetak massal oleh mesin.
Beberapa blok dari rumah Ben, Kay Graham menimbang-nimbang keputusan untuk menerbitkan artikel Malakah Pentagon itu atau tidak. Ia dikelilingi oleh para dewan eksekutif The Post, seperti yang selalu terjadi, dan ialah satu-satunya perempuan yang ada. Masukan para eksekutif sudah jelas, bahwa The Post harus memperbaiki hubungannya dengan Gedung Putih khususnya di momen ini dan langkah radikal bukanlah skema yang bijak untuk perusahaan yang sahamnya baru saja go public. Kay setuju bahwa di tangannya nasib The Post berada dan keputusan yang ia ambil saat ini akan sangat menentukan keberlangsungan surat kabar itu. Tapi Kay mengingat bagaimana dulu ia sempat melepas putranya pergi ke Vietnam, sebuah niat tulus untuk memperjuangkan nama bangsa yang ternyata hanyalah permainan buruk yang sudah lama diketahui siapa pemenangnya. Kay akhirnya mengambil keputusan sendiri yaitu meminta Ben agar segera mencetak artikelnya pada tengah malam.
Keputusan Kay tentu saja bukan sekadar alasan personal, tetapi juga didasari atas tanggung jawabnya terhadap publik sebagai pemilik media. Bagaimanapun juga sudah jadi tugas media untuk berani menerbitkan berita dan tidak berpihak pada apapun atau siapapun selain kebenaran itu sendiri. Objektivitas media merupakan nilai moral yang menjamin bertahannya demokrasi serta melangsungkan jalannya peradaban manusia menuju tingkatan yang lebih baik.
Kay: “You know what my husband said about the news? He called it the first rough draft of history. That’s good, isn’t it? Well, we don’t always get it right, you know. We’re not always perfect, but I think if we just keep on it, you know. That’s the job, isn’t it?”
Maka bersama The Times, Kay dan Ben masuk ke gedung persidangan dengan kepala tegak. Mereka menghadapi ancaman nyata pembredelan tapi tidak ada ketakutan yang patut mereka hiraukan selain kegagalan mewartakan kebenaran di negara bebas ini. Anak-anak muda berkumpul mendukung mereka di luar gedung seraya meneruskan yel-yel antiperang yang mengobar semangat. Tak disangka-sangka surat kabar yang lain pun menunjukkan simpatinya dengan sengaja menerbitkan ulang artikel Makalah Pentagon dari The Times dan The Post di halaman depan mereka, semata-mata untuk meneriakkan besarnya kekuatan media yang tak akan sebanding dengan kuasa pemerintah sekalipun (“The press was to served the governed, not the governors”). Mungkin inilah yang membuat media selalu dibutuhkan, ia tidak hanya mewakili suara rakyat, suara pemerintah, atau bahkan suara Tuhan, tapi ia mewakili suara kebenaran; yang mana suaranya kerap dibungkam, wujudnya kerap tersembunyi, dan aromanya kerap tersamarkan, dan tetap ia selalu rela mengorbankan apa saja demi meraihnya lalu menyampaikannya ke depan pintu rumah orang-orang di pagi hari.
Tumblr media
oleh: Ikra Amesta
0 notes
kaumnocturnal · 5 years ago
Text
Tumblr media
Pernah ga, lo kehilangan sesuatu. Dan mau ga mau karena lupa banget sama barang itu dimana, sampe harus bongkar seisi kamar. PR lahyah pokoknya ~
Jadi...
Niatnya gue mau cari cincin yang udah lama gue ga pake karena sebuah alasan. Terus gue simpen rapi banget, sangking rapinya gue sampe lupa ditaro mana. Alih alih cari cincin yang hilang (belum ketemu lebih tepatnya) kegiatan cari mencari bisa gue jadiin moment berbenah untuk pilah pilih barang yang bisa gue hibahkan, buang, atau gue simpan kembali karena sisi sentimentil barang pada kenangannya. Ga cuma barang sih, note kecil kecil pun gue simpen. Karena dulu belum ada kemudahan dalam nulis pengingat macem di gadget, gue suka nulis di note kalender atau buku. Hahaha, ga habis pikir sih kok bisa ya gue nulis tentang beberapa moment yang bahkan sekarang perlu rekonstruksi waktu buat balikin memori dijaman catatan itu ada. Misalnya, tanggal bulan tahun pertama kali gue menstruasi. Kalo ga ada note itu, 100% gue lupa kapan tepatnya siklus hidup sebagai perempuan dewasa dimulai.
Berbenah pun menghantarkan gue pada penemuan sebuah kotak berisi kumpulan foto-foto dari masa silam. Mungkin ini faedahnya mencetak foto, karena saat softfile nya entah kemana, lo masih bisa punya kenangan untuk dibagi. Ya walaupun kenangan itu akan tetap ada di pikiran, selama memori otak masih sanggup nyimpennya.
Seuri seuri sorangan ( dibaca : ketawa tawa sendiri ) liat foto yang dulu diambil pake handphone paling keren di jamannya pas moment kejuaraan beladiri Taekwondo tahun 2009 yang diselenggarakan oleh salah satu SMA Negeri di Bogor. Di foto itu selain gue ada Kakak Devi, Sintia, sama Nurul. Cewek cewek unpredictable gimana garangnya kalo belum liat sendiri di arena tanding.
Sebagai tim yang memiliki harapan paling sedikit untuk menang, Kita sadar diri aja. Apalah artinya pendatang baru diantara tim dari perwakilan sekolah yang anggotanya sudah generasi ke generasi. Sabuk juga masih kuning, payah lah kalo di bandingin sama tim lain.
Kalo kata Sintia, kita anak ayam baru netes tapi udah di adu. Motivasinya saat itu pembelajaran, pelatih kita berupaya untuk mendidik mental berani menghadapi tantangan walaupun ada kemungkinan kekuatan lawan diatas kemampuan kita. Ini pertandingan, bukan aksi bunuh diri. Motivasi dan mental yang dibentuk tadi belum cukup . Setidaknya persiapan fisik, dan teknik bentanding juga diajarkan semaksimal mungkin menjelang kejuaraan. Ditambah saat itu ada sedikit iming iming dari Sabeum Amir, entah cuma asal ngucap atau motivasi beneran. Kalo salah satu dari Kita dapet juara,bakalan dia kasih puching pad ( semacam alat latihan akurasi tendangan ) yang menurut kita barang langka, karena ga mampu beli sendiri. Mahal cuy, hahahaha.
Beberapa hari sebelum pertandingan, ada technical meeting untuk menentukan kelas tanding. Strategi dari para pelatih, Kita berempat ga boleh ada di kelas tanding yang sama. Seinget gue dulu karena berat badan gue kurang dari kriteria kelas light Middle pilihannya cuma dua, Turun kelas yang artinya ada kemungkinan tanding sama temen satu tim atau saat itu juga gue naikin berat badan secara instan.
Akhirnya gue pilih opsi kedua, karena ga mungkin ngerubah strategi awal. Kuat ga kuat gue makan sama minum banyak dalam beberapa jam. Langsung ke lokasi registrasi buat nimbang ulang. Karena masih kurang, kayanya dulu gue tambah pake baju berlapis , lumayan nambah beberapa ons sampai berat gue masuk dalam kriteria kelas Light Middle.
Hari sabtu. Pagi pagi buta, dianterin bapak gue ke lokasi pertandingan, jangan tanya dikasih wejangan apa sebelum tanding. Ga ada sama sekali, paling mentok ditanya nanti pulangnya jam berapa. Karena semuanya tergantung sama hasil pertandingan. Kalo gue kalah dibabak penyisihan sore juga udah bisa balik,jadi gue bilang ga tau. Sebelum pergi, bapak gue cuma bilang kalo pulangnya malem dijemput lagi. Dengan kata lain, Bapak gue kepikiran anaknya ada peluang buat menang. ( perasaan gue aja sih saat itu ). Tapi, Memastikan gue pergi dan pulang dengan aman merupakan bentuk dukungan lebih dari sekedar kata kata. Paling ga ada alasan buat ngerasa optimis lolos babak penyisihan, minimal ga jadi peserta pertama yang gugur. Hehehe
Setelah upacara pembukaan, pertandingan resmi dimulai. Sorak sorak penonton dari supporter masing masing sekolah tumpang tindih sebut nama jagoan daei sekolahnya. Kita ber empat, ada kok supporter nya. Jumlahnya ga sampe ngabisin lima jari, tapi lumayan kasih stimulus. Gue pun lupa, diantara kita berempat siapa duluan yang masuk arena tanding. Karena kita ada kelas yang beda beda, jadi lokasi tunggunya mencar.
Masuk waktu ISHOMA 1. Duh makan pun ga tenang, kebayang pertandingan yang tadi masih sempet gue liat. Gimana susahnya buat nyuri satu point dari lawan, ngira ngira siapa dan udah sabuk apa lawan gue nanti, ngilunya ngeliat peserta yang kena tendang di bagian kepala. Biarpun ngilu tapi penonton malah sorak lebih kenceng karena pointnya paling gede. Duhhh... Campur aduk pokoknya. Selesai ISHOMA, deg degan gue makin kenceng, ditambah perut mules. Kalo nervous ada aja cobaan hidup. Ampun lah~
Kita berempat kembali mencar, walaupun saat itu kita ga bisa saling memberi dukungan dalam waktu lama. Tapi jarak arena kita ga jauh jauh banget, masih ada celah buat denger informasi di arena lain. Kabar Pertama gue denger Sintia bisa lolos tahap penyisihan, disusul Nurul juga bisa lolos. Sampe saat itu gue belum juga dipanggil buat tanding. Kebayang dua temen yang bisa lolos dan bocoran dari pelatih tentang siapa lawan beserta sabuknya yang gue liat udah 4 tingkat diatas gue. Sisi optimis sama perasaan takut ga sehebat mereka bersamaan ada di pikiran gue.
Tariiik nafas panjang, buang. Tarik nafas, buang. Terus aja gitu sambil bebacaan zikir apapun yang gue bisa. Sampe akhirnya nama gue dipanggil buat persiapan masuk arena. Gue yang dari sebelumnya udah pake pelindung ( Body - Hand Protector, Shin Guard, Nashimca, Gump Shield ) tinggal pake Head Guard sebelum masuk arena tanding. Karena harus di lakukan pengecekan langsung diarea kepala memastikan ga ada benda yang ngebahayain gue atau lawan apabila ada tendangan yang sampe ke kepala.
Pertama gue menginjakan kaki di matras arena, oh begini ya rasanya... Empuk kok, andai gue jatoh pun ga sakit sakit banget kayanya. ( Matrasnya itu sejenis lantai susun huruf atau angka yang ada di TK atau Paud ), liat liat sekitar arena banyak orang yang teriak teriak kasih dukungan, yang saat itu pun gue ga bisa mencerna mereka pendukung gue atau lawan. Ada sebagian yang nyebutin Nama gue "eca...eca" atau "Elsa...Elsa" entah siapa juga yang teriak itu, mata gue udah fokus sama lawan didepan.
Perempuan yang perawakannya ga jauh beda sama gue. Wasit mempersilahkan kita masuk, buat berhadapan.
Wasit kasih beberapa aba aba sebelum tanding.
"Chung..." ( Artinya biru ) lawan gue maju sedikit.
"Hong..." ( Artinya merah ) wasit nunjuk gue buat maju sedikit juga.
"Charyeot" ( Perhatian )
"Kyeongrye" , wasit kasih isarat tangan supaya kita berdua saling membungkuk bentuk salam hormat ke lawan sebelum tanding.
"Junbi..." Kita berdua udah pasang kuda kuda dasar, tangan dikepal.
"Shijak..." Instruksi wasit tanda pertarungan dimulai. Buat ngilangin gugup gue teriak "aaaaaaa..." terus mulai ngebaca gerakan lawan mau kemana.
Sekarang gue agak lupa sih, detail pertandingannya kaya gimana. Tapi yang masih gue inget, diawal pertandingan lawan lebih banyak nendang bagian badan walaupun ronde awal gue menang tipis. Sampe waktu istirahat yang sekitar 1 menitan gue menepi ke posisi pelatih sambil disuruh minum dan dikasih arahan buat fokus, ada celah setelah lawan nge defense ( posisinya macem ngajak pelukan ) terus mundur sedikit langsung aja tendang pake Dolyo Chagi ( tendangan ke arah badan sampe ulu hati, atau kepala lawan pake punggung kaki ).
Wasit kembali kasih instruksi, tanda istirahat selesai. Pertandingan berlanjut. Gue kembali berhadapan sama lawan, pas wasit bilang Shijak . Ga ada celah langsung gue tendang, lebih dari sekali di ulu hati lawan. Setelah dia nge defense tendangan gue makin banyak kena dilawan. Gue liat lawan mulai cape, please point gue harus nambah walaupun tendangan gue entah sesuai teknik atau enggak. Kalo ga salah,peserta yang lebih dulu mencapai 12 point dinyatakan menang.
Done !!! Gue menang, karena point 12 terpenuhi. Dinyatakan lolos ke babak selanjutnya, Gue langsung kasih penghormatan, jabat tangan lawan. Terus keluar arena.
Lupa deh, gimana lagi setelah itu yang ada di ingetan gue Kita berempat saling menguatkan ketika tau, Kaka Devi ga bisa lanjut berjuang karena ditaklukin sama lawannya. Sempet peluk pelukan, biar ga sedih.
Terus Sintia, yang juga harus puas dengan medali perunggu setelah ditaklukan lawannya buat ga masuk final. Kita tetep seneng. Sebagai tim dengan pengisi kelas tanding terdikit, pendatang baru pula. Udah bisa bawa satu medali perunggu.
Pokoknya singkat cerita, saat itu potensi dapet medali emas tinggal di Gue sama Nurul. Kita berdua masuk final, entah gimana lupa juga lawan siapa. Masing masing dari Kita tinggal satu kali tanding lagi. Dan Nurul berhasil nyabet Medali Emas pertama buat tim Taruna Andigha ( Nama sekolah gue ). Huanjaaay saat itu Kita seneng banget, pelatih juga takjub sama kemenangan Nurul. Kita berempat, kalo latihan kaya cewek cewek pada umumnya dikit dikit ketawa, banyakan ngelawaknya, apalagi Nurul. Kita sampe julukin dia "camen" sangking lawaknya anak itu diwaktu latihan. Rasanya makin berat beban moral gue, lagi lagi antara seneng sama takut muncul bersamaan.
Kayanya pertandingan gue masuk dalam sesi terakhir kejuaraan. Aula masih rame, tapi ga sepenuh pagi sampe sore tadi.
Sempet ngasih kabar ke orang rumah, batre hape udah low. Ga kepikiran juga cari tempat charger. Cuma kirim SMS ke Mamah Bapak kurang lebih isi pesannya gue bilang minta di jemput karena Elsa lanjut ke final. Doain ya.
Tapi gue ga nyebut jam berapa, padahal saat itu kayanya udah selesai solat isya. Sambil nunggu giliran tanding, kita bercanda canda sambil dengerin pelatih kasih tips. Sempet dikasih saran buat pake sabuknya Sabeum lain yang di level biru sama merah, biar lawan takut duluan. Si Nurul juga gitu soalnya, dia pake sabuk biru padahal aslinya kuning. Gue sempet kepikiran sih, tapi udahlah gampang itu sih tinggal pinjem. Di moment break itulah Kita mengabadikan beberapa moment, disalah satu foto Gue yang udah pake atribut hampir lengkap, Kaka Devi yang udah ga sedih, dan Nurul yang udah seneng dapet medali emas makin geser kelakuannya. Kalo diliat lebih seksama di foto, si Nurul majang dengan vulgar Nashimca yang belum gue pake. Sekedar informasi, gunanya Nashimca itu buat melindungi area sensitif perempuan, macem underwear yang dipake setelah celana Dobok ( seragam Taekwondo ) jangan tanya Sintia kemana, dia yang fotoin Gue betiga.
Kayanya gue lagi ketawain gayanya Nurul difoto, tetiba gue dapet kabar kalo di final nanti lawannya anak dari Club Focus SMA 4 Bogor. Pupus harapan gue buat nakutin lawan pake Sabuk minjem, dia pasti tau tim Taruna Andigha anak baru yakali ada yang lebih dari sabuk Kuning. Makin lemes setelah tau, ternyata lawan Gue Senior sabuk Biru yang perawakannya lebih gede tapi ga lebih tinggi dari gue, pernah beberapa kali pas latihan gabungan Club Focus ngeliat tendangan dia kuat. Huuuhhh... Panik gue saat itu.
Konsentrasi dukungan terbagi menjadi dua, pada prinsipnya walaupun Kita tanding ngebawa nama sekolah masing masing. Tapi dari awal kita di tanamkan sesama member Club harus saling dukung. Gue ga tau sih, dipertandingan sebelum ini ada atau enggak yang kasusnya sama, dimana lawan Lo adalah sesama anggota Club.
Sialnya lagi, Lawan yang juga senior gue asalnya dari SMA 4 Bogor. Hampir semua pelatih itu alumni situ. Kalo bisa dibilang SMA 4 Bogor basisnya Club Focus. Nah gue, setim aja cuma ber empat. Pendukung tetap dipastikan jumlahnya tiga.
Beruntungnya pelatih utama Sabeum Irwan, ditambah beberapa sabeum lain ( walaupun alumni SMA 4 ) tetep kasih dukungan full buat gue. Sederhana saat itu gue mikir, andaikan kalah dari Dia ( gue lupa namanya) semua akan maklum. Dan minimal medali perak udah ditangan.
Okey, all is well... all is well.
Sesi pertandingan final kelas Light Middle Putri dimulai.
Gue masuk ke arena, berdoa dalam hati supaya semua baik baik aja. Ikutin aba aba dari wasit, setelah penghormatan, bersiap pasang kuda kuda. Pas wasit bilang Shijak tanda dimulai nya pertandingan, seinget gue saat itu sempet down gara gara teriakan "aaaaaaa..." nya lawan lebih kenceng dari gue, ditambah gelagatnya yakin banget bakalan kasih tendangan buat gue sepenuh jiwa. Professional sih, di arena tidak ada kata kawan. Biarpun itu sesama anggota, senior atau junior. Kemenangan itu mutlak !
Ketebak dong, beberapa tendangan mendarat bebas di badan gue. Biarpun badan nya lebih gede, tapi gerakannya dia lebih lincah. Emang yaa jam terbang ga pernah bohong.
Saat itu yang ada dipikiran gue cuma selesain ronde pertama secepat mungkin. Kasih tendangan keras sesuai teknik minimal bukan tendangan barbar. Dan gue ga boleh kalah tenaga. Lawan gue cenderung agresif, nyerang gue terus. Tapi karena itu juga gue liat dia mulai cape, gerakannya ngelambat. Gue gunain celah itu buat kasih tendangan Dolyo Chagi beberapa dibadan dan coba peruntunganan mendaratkan tendangan di kepalanya.
Ronde pertama point kita saling kejar, 2 menit rasanya lama banget. Gue coba buat melampaui point lebih banyak, dengan ngincer tendangan langsung ngena di kepala. Gue sadar, kelebihan gue cuma lebih tinggi sekitar 5cm kalo dikira kira sekarang,dan manfaatin kondisi dia yang cape karena agresif nyerang. Sekali nendang di badan pointnya 1 itupun kalo kena dan bener. Kalo di kepala, kemungkinan dapet dapet point 3. Kena sama benernya gue ga pikirin, yang penting coba.
Sempet gagal, alhasil dia bisa nendang gue disekitar area bokong. Kenceng pula, cenut cenut. Entah sih saat itu masuk itungan point atau malahan ngurangin point lawan, liat point yang ga jauh beda gue lagi lagi mau coba tendang dibagian kepala berharap dapet point 3 langsung. Biar 12 point gue tercapai, dan ronde pertama berakhir. Break lah pokoknya...
Gue ambil ancang-ancang, pas dia lengah setelah berusaha nedang lagi dan berhasil gue tangkis.
"taaaaakkkkk"... Kurang lebih bunyi nya begitu kalo punggung kaki Lo nyentuh head guard yang dipake lawan. Well, gue menang di ronde pertama.
Gue cuma denger riuh diarena tanding setelah itu, Gue fokus sama instruksi pelatih yang minta gue jangan takut buat nendang dikepala. Ga usah ragu...
Gue liat di sisi lawan, dia lagi disuruh atur napas.
Setelah minum, sedikit peregangan di area bokong. Lumayan loh itu cenut cenut nya masih kerasa di tulang kering. Kembali kita berdua dipersilahkan masuk arena tanding ronde kedua.
Selain gerakan lawan yang berkurang lincahnya, tendangan sama agresifnya masih sama kuat. Gue berharap tendangan dia ga mendarat di area bokong lagi, sakitnya lumayan bikin gue hilang daya sedikit.
Gue berusaha ngimbangin agresif nya dia, dia tendang gue bales tendang. Dengan kecepatan dia yang melemah karena cape, gue coba buat kasih tendangan lebih banyak. Mau ga mau gue mesti ngelakuinnya dengan cepet biar akurat. Upaya itu berhasil, sampe point gue cenderung nambah. Tapi gue pun mulai ikutan cape, lupa juga sih detailnya gimana sampe gue bisa punya tenaga buat mendaratkan satu tendangan akurat dikepala dia. Sampe senior gue jatoh, macem orang pingsan. Pertandingan berhenti, gue diem dong . Pas wasit nyamperin dia yang setengah sadar, tapi ga ada tindakan medis cuma ada obrolan macem ada tanya jawab gitu.
Gila, apa iya gue bikin senior pingsan sekali tendang. Pertandingan pertama gue, apa iya bikin orang lain cedera. Satu menit berlalu, senior gue dinyatakan kalah karena ga sanggup ngelanjutin pertandingan.
Gue menang Sah. Perasaan seneng, sakit (karena 2 kali kena tendang diarea bokong), khawatir senior gue kenapa napa soalnya kondisi terakhir dia dibawa ke kerumunan sudut basis pendukungnya macem yang kaya sesek nafas.
Pelatih gue bilang "heh jangan nangis !" Tau deh saat itu gue terharu apa sakit, atau keduanya dalam satu moment. Ga nyangka bisa menang juara 1 padahal anak pendatang baru.
Beres disalamin beberapa pelatih dan anak Club Focus, gue langsung cek hp ngabarin orang rumah kalo menang dan minta bapak buat jemput. Abis itu hape gue mati total. Harapan gue saat itu SMS gue udah ke kirim. Tapi yaudah, kalo emang harus pulang sendiri yang saat itu udah hampir jam 11 malem. Gue cari alternatifnya nanti ( dulu ga ada gojek ) setelah upacara penutupan selesai.
Masing masing kelas tanding bergantian dipanggil juaranya, buat naik podium nerima medali.
Sintia, Nurul, baru Gue yang ngerasain naik podium.
Eh ternyata belum selesai, ada pengumuman juara umum 1-3 . Nah disini Kita ber empat ga gitu antusias sih, soalnya apa juga yang diharapkan dari empat anggota.
Pas disebutin Juara Umum 3, Taruna Andigha. Lahhh, nama sekolah gue tuh. Sebagai sekolah dengan perolehan point medali terbanyak. Ternyata 2 medali emas ditambah 1 perunggu nilainya lumayan banyak, yang lain juga kayanya heran. Yang tepuk tangan juga ga begitu banyak, cape kali ya udah malem. Hahahaha buat juara lainnya gue lupa dari sekolah apa, yang berbekas dimemori gue cuma kesan ga terduga dari kemenagan yang kita peroleh.
Kaka Devi maju buat nerima Piala Juara Umum, setelah itu kita berempat mengabadikan moment kaya foto diatas deh.
Dear Kaka Devi, Sintia, Nurul.
Akhirnya Kita punya puching pad sendiri ( hasil nagih janjinya sabeum Amir). Hehehehe
Cewek cewek tangguh ku, temen seperjuangan dalam latihan sampe kaki melepuh, pejuang wara wiri ku dari sekolah satu ke sekolah lainnya demi tambah jam latihan, sobat minggu pagi ku disaat cewek lain menikmati hari liburnya, kita tetep dateng latihan sampe tengah hari baru bisa leyeh leyeh layaknya anak rumahan.
Dari semua hal yang kita lewati bersama, walaupun pada akhirnya gue memutuskan berhenti berjuang jadi atlet profesional. Tidak lagi meneruskan ujian demi ujian kenaikan tingkat. Sebuah kebanggan pernah berada satu tim bersama kalian.
Su Go Ha Saet Sem Ni Da.
Tambahan :
Beres acara itu, gue baru inget kalo nasib pulang naik apa belum terpecahkan. Dan ternyata bapak gue udah ada dong di depan gerbang lokasi pertandingan, entah sudah berapa lama.
Yang pasti gue pulang dengan bangga, tapi tetep aja bapa gue ga ada ucapan selamat atau apa gitu.
__ep
0 notes
anakperempuannet · 6 years ago
Text
Nama Bayi Perempuan: Rangkaian dan Arti Nama Lacole
Nama Bayi Perempuan: Rangkaian dan Arti Nama Lacole
Tumblr media
Arti Nama Lacole – namaanakperempuan.net. Seorang anak selalu menjadi dambaan setiap pasangan. Apalagi saat kelahiran sang anak, Ini saatnya kewajiaban orangtua untuk memberikan nama bagus & modern. Tetap perhatikan makna serta maksud nama bayi yang diambil.
Arti terbaik akan berpengaruh pada karakter pribadinya. Contohnya Lacole yang berasal dari bahasa serta negara Italia. Nama perempuan Lacole…
View On WordPress
0 notes
inno-indrasandi-blog · 7 years ago
Text
INNO
Yak, akhirnya saya punya satu wadah buat mengekspresikan dan bebas bercerita mengenai apapun tentang saya di post ini. Di sini halal halal aja kayaknya kalau mau pamer, karena yeah... This post will literally tell you about my lil’ autobiography.
Sebelumnya, pernah punya temen namanya Inno nggak? Yeah, mungkin nama Inno harusnya dimiliki oleh kaum Adam ya, hal-hal kayak gini kebukti nggak cuma karena rata-rata mayoritas Inno adalah nama cowok, tapi karena saya sudah puluhan kali mendapati orang-orang asing yang baru saja mengontak saya (sesuai keperluan masing-masing, ex: online shop, dll) memanggil saya dengan sebutan “mas”, padahal jelas-jelas saya sering pake display picture perempuan, haha.
Boleh lah saya flashback, kembali di masa saya kecil di mana saya dulu selalu mempertanyakan kepada orang tua saya, mengapa saya diberi nama Inno. Begini percakapannya. Saya ingat saat itu saya sedang berusia 7 tahun.
“Ma, namanya dek Inno kan Yasinta Retno Alifia Indrasandi, kenapa kok nggak dipanggil Fia aja? Kan namanya bagus. Nggak kayak Inno, nama cowok.”
“Dulu pas mama ngandung, Mama bilang ke Papa. Pokoknya mau anaknya cewek, cowok, tetep panggilannya Inno. Unik aja dek, nggak ada yang nyamain. Biar anaknya Mama unik juga.”
Yeah, I was born with Yasinta Retno Alifia Indrasandi. Yasinta diambil dari kata Yasin, yang yaaa... kita nggak tau apa itu artinya, Retno diambil dari nama nenek (Ibunya Ayah) yang artinya wanita, Alifia means anak pertama diambil dari kata ‘Alif’, dan Indrasandi adalah gabungan nama dari kedua orang tua saya, yaitu Bambang Retnandi dan Iin Indraswati. Okay... here is my parents.
Tumblr media Tumblr media
Okay, back again. Sekarang, saya sangat bersyukur mengapa saya dilahirkan dengan nama Inno, karena memiliki nama yang nggak semua orang punya itu cukup feeling gifted:). Mau lanjut? Oke lanjut.
How about my life? Since the first day I came into the universe until this 2017? Ya, bisa dibilang saya orang yang nomaden. Kok bisa? Saya lahir di Malang, 5 Agustus 1996, saya diasuh oleh kedua kakek nenek saya yang berada di Malang, tak lama setelah itu ketika saya playgroup saya dipindahkan ke Surabaya ikut dengan orang tua saya, lalu TK saya balik lagi ke Malang karena kebetulan saat itu nenek saya sedang menjabat sebagai kepala sekolah. SD saya ditarik lagi untuk ikut orang tua di Surabaya hingga SMP, dan akhirnya SMA saya menambatkan hati saya di Bumi Arema, namun tak lama kemudian saya kembali ke Surabaya, hingga saat ini saya berpijak dan berkuliah di Despro. Kedengarannya sangat aneh, tetapi seru juga. Maka nggak heran, kalau saya deket banget sama kakek nenek saya. There they are..
Tumblr media
Dari mereka saya cukup belajar banyak hal. They’re still my biggest shelter, lah menurut saya. Setiap saya suntuk dengan “panasnya Surabaya”, saya selalu mengagetkan mereka dengan mengetuk pintu rumah mereka secara tiba-tiba, istilahnya kabur, padahal sih seeking for some refreshment.. hehe.
But, saya nggak kalah sayangnya sama kakek saya yang dari ayah (sadly, nenek udah ngga ada, jadi saya akan lebih banyak cerita mengenai kakek saya fluently). Kakek saya dari ayah ini cukup mempengaruhi saya dari segi how I deal with my passion. Meskipun saya selalu ke Malag, namun ketika saya berkunjung ke rumah kakek saya selalu diajarkan banyak hal mengenai seni. Kalau bisa dibilang, beliau adalah guru les saya :) ah, tak sekedar guru les. Guru :) sejak kecil, beliau selalu mengajarkan saya dan mentraining saya untuk menggambar, hingga akhirnya beliau membentuk saya untuk menjadi pribadi yang haus akan perlombaan dimanapun (meskipun saya jarang menang juga). there he is.. (mungkin saya akan post mengenai beliau di post selanjutnya)
Tumblr media
Intinya, bagaimana saya dibentuk ialah tidak lepas dari peran mereka. A very deep pleasure. :)
3 notes · View notes
ummuasmaa · 5 years ago
Text
*✋🏻📝NASEHAT IMAM ASY-SYAFI'I*
🎋Ar-Rabi’ mengatakan: Aku mendengar Syafi’i mengatakan,
“Apabila kalian mendapati di dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ikutilah hal itu dan tinggalkan pendapatku.” [1]
🎋Ar-Rabi’ berkata: Aku mendengar beliau -Imam Syafi’i- mengatakan,
“Langit manakah yang akan menaungiku. Bumi manakah yang akan menjadi tempat berpijak bagiku. Jika aku meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian aku tidak berpendapat sebagaimana kandungan hadits tersebut.” [2]
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Demi Rabbmu, sekali-kali mereka tidaklah beriman, hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim/pemutus perkara atas segala perselisihan yang terjadi diantara mereka, kemudian mereka tidak mendapati kesempitan di dalam hati mereka, dan mereka pasrah kepadanya secara sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa’: 65)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Tidaklah pantas bagi seorang beriman, lelaki atau perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara lantas masih ada bagi mereka pilihan lain dalam urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)
🍀Al-Buwaithi berkata: Aku mendengar Syafi’i mengatakan,
“Hendaklah kalian berpegang kepada para ulama hadits, sesungguhnya mereka adalah manusia yang paling banyak kebenarannya.” [3]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Akan senantiasa ada sekelompok orang diantara umatku ini yang menang -di atas kebenaran- tidaklah membahayakan mereka orang yang menelantarkan mereka hingga tegak hari kiamat.” (Muttafaq ‘alaih)
Para imam; Imam Abdullah bin al-Mubarak (wafat 181 H), Yazid bin Harun (wafat 206 H), Ali bin al-Madini (wafat 234 H), Ahmad bin Hanbal (wafat 241), dan Imam Bukhari (wafat 256 H) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘kelompok’ di dalam hadits tersebut adalah as-habul hadits (pengikut hadits).
🔵Imam Ahmad bin Hanbal berkata,
“Seandainya mereka bukan as-habul hadits maka aku tidak tahu lagi siapakah mereka itu?” [4]
Wallahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Catatan Kaki:
[1] Lihat Tarajim al-A’immah al-Kibar, hal. 55
[2] Lihat Tarajim al-A’immah al-Kibar, hal. 56
[3] Lihat Tarajim al-A’immah al-Kibar, hal. 63
[4] Lihat Nasha’ih Manhajiyah Li Thalib ‘Ilmi as-Sunnah an-Nabawiyah, hal. 18
Sumber : https://muslim.or.id/10692-nasehat-imam-asy-syafii.html
*Repost by :*
📡 Syiar Tauhid Aceh 96.1 FM
Daftar Group WhatsApp:
*Ketik: #Nama #Alamat #Jenis Kelamin*
*0852 1414 2314*
Barakallahufikum
0 notes
dinahartasya · 5 years ago
Text
Tentang Kehilangan Diri
Hari ini aku menonton film NKCTHI lagi yang kedua kali. Lebih karena ingin benar-benar memahami lagi makna sebuah memori, kehidupan, dan keluarga. Waktu nonton yang pertama kali, mungkin aku lebih karena penasaran. Soundtrack nya bagus-bagus, teaser nya juga sudah menguras jiwa, interview dari si Penulis maupun Sutradaranya yang mengatakan bahwa film ini benar-benar sebuah masterpiece, karena itu aku menonton film ini di hari pertama film ini tayang.
Dan yang kedua kalinya, hari ini, aku ingin lebih memerhatikan lagi setiap alurnya, setiap pesannya, setiap karakternya, yang mungkin bisa menjadi semangat baru untuk aku melanjutkan hidup. Karena, aku hampir lupa rasanya mencintai di dalam keluarga, dan mencintai diri sendiri.
Dua tahun ini adalah tahun terberatku untuk menemukan diriku sendiri. Aku lupa rasanya bermimpi. Aku lupa rasanya hidup dalam sebuah rencana. Aku lupa rasanya menjalani hidup dengan penuh misi. Semua terasa datar. Aku, kehilangan diriku. Aku lupa untuk apa aku hidup.
Waktu Bapak meninggal, aku ingat sekali kalau aku saat itu tidak menangis. Bukan karena aku tidak sedih, tapi, jiwaku kosong, seperti mati rasa. Aku cuma bisa terdiam melihat semuanya. Dan sejak itu pula, aku tidak punya semangat lagi, karena orang yang selalu aku ingin banggakan adalah Bapak. Aku ingin Bapak menyebut namaku lagi di depan keluarga besar, teman-temannya, dan kolega-koleganya, bahwa beliau bangga denganku.
“Anak saya, Dina, kemarin baru pulang dari Jepang. Dia dapat beasiswa.”
“Anak saya, Dina, ini anak perempuan saya satu-satunya, kemarin menang lomba nulis.”
“Anak saya, Dina, ini dia pinter. Gak bisa jauh saya dari dia.”
“Ini dia nih, anak saya perempuan satu-satunya. Anak kesayangan saya.”
Hidupku sangat berharga. Aku juga selalu punya waktu khusus untuk jalan-jalan berdua saja sama Bapak. Setiap jalan berdua, Bapak bilang,
“kamu itu, akan selalu dilindungi sama Bapak, dan kedua abangmu.”
“kamu sayang kan sama Bapak?”
“Bapak tuh selalu pengen kamu hidupnya nyaman, baik. Senang kan kamu, kehidupanmu semuanya terpenuhi?”
“Kamu suka gak sama nama lengkap kamu? Nama kamu itu artinya cantik banget.”
Aku merasa aman. Tidak peduli kalau orang melabeli aku anak manja. Sampai keluarga besarku sudah paham, dimana ada Bapak, harus selalu ada Dina.
Bapak yang juga selalu mengajakku tiap kali Bapak bertemu dengan kolega-koleganya. Entah itu di restoran, hotel, kantor, luar kota sekalipun. Bapak, sangat menyayangi aku. Dan aku selalu siap melakukan apapun, asal Bapak bangga.
Aku juga punya mimpi sendiri, tentu. Tapi, akan menjadi lebih berharga jika mimpiku juga menjadi hal yang bisa membuat Bapak bangga dan kembali menyebut namaku dimanapun beliau berada.
Tidak pernah ada bayangan di kepalaku bagaimana rasanya jika Bapak gak ada. Aku bahkan sampai berpikir, “suatu hari, kalau memang sudah waktunya meninggal, aku berharap kalau aku yang meninggal duluan sebelum Bapak. Aku tidak mau merasakan perihnya kehilangan Bapak.”
Tapi ternyata, takdir Allah berkata lain. Bapak meninggal duluan. Dan Allah masih mengizinkanku untuk hidup hingga detik ini. Di sisi lain, aku merasa kalau Allah juga mengabulkan doaku. Yaitu doa “aku tidak mau merasakan perihnya kehilangan Bapak.” Aku tidak merasa perih, tapi, aku mati rasa. Saking mati rasanya, aku pun sempat kehilangan ambisi untuk melanjutkan hidup.
Aku kembali mempertanyakan makna kehidupan lagi, yang ujung-ujungnya juga menjadi sebuah pertanyaan yang mengarah ke teologis. Tapi, menurutku, pertanyaan tersebut pun sebenarnya multiplier effect karena Bapak meninggal. Jadinya aku overthinking dan memikirkan hal-hal yang tak perlu aku pikirkan, sebenarnya.
Ada aspek lain yang membuatku kenapa kehilangan, apalagi ditinggal meninggal, menjadi momok terberat dalam hidup. Karena aku takut, memori yang pernah dihabiskan bersama, lambat laun menjadi cerita yang terlupakan. Dan aku juga takut, memoriku bersama Bapak menjadi hilang dan tak berbekas. Tapi sayangnya, “Dina” yang saat itu—dan mungkin masih hingga hari ini—fragile dan vulnerable, terus berkubang dalam “mati rasa” dan tidak bisa melakukan apa-apa untuk “memperjuangkan” memori tersebut menjadi sebuah kenangan yang bisa aku simpan sampai kapanpun.
Ketika menonton NKCTHI lagi, hal yang membuatku menangis adalah, bahwa masa lalu, adalah bagian yang takkan pernah hilang dari diri kita saat ini, dan selamanya. Ketika Aurora merasa kesal dengan Ayahnya, tapi ternyata dia sangat menyayangi Ayahnya karena kenangan indah masa lalu yang tetap tak hilang, seberapapun menyebalkan sang Ayah ketika beranjak tua. Ya, aku bahkan bisa bilang, sebenarnya Ayah Narendra di film tersebut, sudah berhasil menanamkan kenangan terbaik untuk anak-anaknya. Flashback masa lalu ketika Angkasa juga punya masa-masa indah bersama Ayah ketika masih kecil, sehingga Angkasa pun tak ragu memajang foto dia bersama Ayah di rumah barunya.
Aku jadi berpikir, yang membuatku mati rasa dan tidak punya semangat hidup sebenarnya adalah, justru karena Bapak sebenarnya udah menanamkan kenangan terbaik bersamaku, tapi aku yang terlalu bodoh karena tidak bisa move on dan melihat horizon yang lebih luas, bahwa sekarang giliran aku yang harus menanamkan kenangan terbaik untuk orang lain di sekelilingku.
Bahwa legacy terbaik yang ditinggalkan Bapak, harusnya bisa aku preserve, agar dengan itu aku bisa terus merasa “dekat” dengan Bapak, dan tidak merasakan kehilangan, sambil terus melanjutkan hidup.
Mungkin kalau Bapak melihatku dari atas sana, mungkin Bapak “geram” untuk menyuruhku terus berjalan, dan tidak diam di tempat. Maaf ya, Pak.
Selalu menarik ketika sebuah film malah bisa menjadi pengingat bahwa hidup kita berharga. Bahwa kenangan kita berharga. Bahwa diri kita berharga. Bahkan kembali menemukan diri kita—diriku sendiri.
Aku akan kembali melanjutkan hidup dengan segala mimpi yang sempat tertunda karena kehilangan. Dan berusaha, untuk bisa memberikan kenangan terbaik untuk orang-orang disekitarku, seperti apa yang sudah Bapak lakukan kepadaku. Kenangan terbaik, yang bisa membuat aku bangga untuk bercerita di masa depan, tentang kenangan apa yang terjadi di “hari ini”—di setiap harinya.
0 notes
hi-khoirotun · 6 years ago
Text
Aku Sedang Bersembunyi
Jangan mencari aku di mana pun, kau tak akan menemukanku. Sejauh apapun kamu mencari, karena memang aku yang berniat untuk bersembunyi.
Di antara banyaknya manusia yang berlomba-lomba mengutarakan perasaan, memberi beberapa kode agar seseorang menyadari perasaannya, aku lebih suka seperti ini. Menyembunyikan diri dari kehidupanmu, hingga mungkin kamu lupa kalau kamu pernah bertemu manusia sepertiku. Aku lebih suka menyimpan rapat-rapat perasaan ini, lalu kutuangkan dalam prosa atau puisi yang merangkum semua tentangmu. Aku lebih suka membunuh mati rindu yang hadir, lalu menghidupkannya kembali ketika aku benar-benar ingin. Aku lebih suka membungkus rapat semua kenangan tentangmu, yang singkat, namun sangat berkesan, lalu sesekali kutengok ketika aku benar-benar perlu.
Tak apa, jika kau tidak menyadari keberadaanku. Aku justru senang, karena aku tak perlu menjadi orang lain dalam menyayangimu. Biar saja doaku yang mengenalmu. Biar saja Allah yang mengenalkanmu dengan doa-doa lirih yang setiap hari kupanjatkan. Merayu-Nya agar jika suatu hari nanti orang itu benar-benar kamu, kamu akan selalu dijaga dalam kebaikan dan dijauhkan dari kedzaliman.
Bukankah cara mencintai yang paling rahasia adalah dengan mendoakan?
Toh jika kelak orang itu benar-benar kamu, aku bisa menceritakan bagaimana sulitnya memilih diam di antara mayoritas perempuan yang mengejarmu. Bagaimana rasanya mencoba untuk tidak peduli disaat tanya tentang kabarmu diam-diam kucuri. Dan kalaupun orang itu kelak bukan kamu, aku juga tidak akan bersedih. Kita tidak harus selalu menang dalam memperjuangkan, kan? Karena hanya dengan bersembunyi aku mampu menyayangimu tanpa menjauhkanku dari Tuhanku.
Jika sekarang ada nama lain yang kau sebut dalam doamu, aku juga tak masalah. Allah punya semua cara untuk mengubah nama itu. Dan perasaan bukan barang dagangan yang bisa dibarter begitu saja, bukan? Sekarang, teruslah berjalan dalam garis waktumu. Aku pun demikian. Jika kelak Tuhan membiarkan kita berjalan dalam garis waktu yang sama, itu artinya Dia sudah menjawab setiap doa yang kuselipkan di setiap sujudku.
Rini Khoirotun Nisa,
Yogyakarta, 25 Mei 2018.
0 notes
adiwisaksonoadi · 4 years ago
Text
Tumblr media
Petruk dadi ratu
Tokoh punokawan adalah cerita _‘carangan’_ , maksudnya karya penulis atau dalang Indonesia sendiri, bukan karya penulis India. Tidak jelas siapa penulis atau penuturnya pertama kali. Maka kita hanya bisa membuat perkiraan. Di kitab kidung dari masa Jawa Hindu tokoh ini belum muncul. Jadi diperkirakan mereka lahir ketika Islam sudah masuk ke Jawa. Mungkin di jaman Demak, ketika Mas Karebet mengepalai proyek penulisan cerita wayang barulah cerita ini muncul. Perkiraan lain mengatakan wali songo adalah penggagas lakon lakon _carangan_ untuk menyampaikan ajaran Islam. Sampai sekarang banyak versi lisan tentang punokawan, termasuk Petruk. Siapa bapaknya misalnya ada berbagai versi. Bagaimana kisah si Petruk? Mari kita simak.
Konon Petruk adalah anak seorang gendruwo dari negri antah berantah. Sedangkan versi lain mengatakan Petruk adalah anak seorang pendeta sakti. Sejak kecil dia diberi nama Pecruk. Dia juga dilatih ilmu kesaktian sehingga tumbuh menjadi seorang pemuda yang cukup tangguh. Ketika sudah beranjak dewasa Petruk ingin menambah pengalamannya dengan merantau. Ayahnya mengijinkan maka Petruk lalu berkelana ke berbagai wilayah.
Suatu hari Petruk berjumpa dengan seorang pemuda bernama Sukodadi (versi lain Sukonandi), seorang alumni pertapaan juga. Perjumpaan mereka dimulai dari saling pandang dengan ekspresi tidak sedap lalu bertukar omongan tidak enak lalu memanas sehingga akhirnya terjadi bentrokan fisik. Pertarungan seru berlangsung sampai beberapa hari (konon kata ki dalang) dan tidak ada kalah menang. Sampai suatu hari Sang Hyang Ismaya alias Semar lewat di sana. Semar dengan sigap bertindak. Dia melerai dan menyabarkan kedua pemuda yang masih panas hati. Akhirnya berkat kesabaran dan kelembutan Semar mereka berdua berdamai. Mereka sepakat mengakhiri permusuhan dan bahkan sepakat bersaudara. Mereka lalu diangkat anak oleh Semar. Pecruk disebut Petruk dan Sukodadi dinamai Gareng. Mereka lalu ikut tinggal di padepokan Karang Tumaritis, tempat tinggal Semar. Saatitu Semar sudah menjadi punokawan para Pendowo. Tugasnya menjadi pembantu, penasehat dan penghibur para satria Pendowo Limo. Kebetulan Petruk dan Gareng memiliki sifat humoris. Jadi mereka ikut menghibur para Pendowo dengan lawakannya, dan juga dengan nyanyian dan tarian.
Dalam pagelaran wayang kulit klasik mereka muncul setelah lewat tengah malam dalam satu babak yang dinamai _goro goro_. Babak ini didahului babak pertama berupa sidang pleno kabinet membahas suatu masalah lalu dilanjutkan babak konflik awal dua pihak. Di babak _goro goro_ inilah mereka melawak, menembang untuk menghibur para satria yang sedang pusing memikirkan masalah negara. Tidak jarang di babak ini Semar menyampaikan nasehatnya yang bisa menjadi petunjuk penting memecahkan masalah para satria.
Ada sebuah lakon terkenal tentang Petruk yaitu lakon _‘Petruk dadi ratu’_ (Petruk jadi raja). Dalam bahasa Jawa _ratu_ artinya raja tapi bisa diterapkan untuk laki laki juga, beda dengan bahasa Indonesia yang hanya untuk perempuan.
Cerita ini diawali dengan keributan di kraton Ngamarta di suatu malam. Para prajurit penjaga lengah sehingga tidak menyadari ada maling masuk ke istana. Tapi ketika si maling mau lari dia ketahuan lalu dikejar oleh sekelompok prajurit. Rupanya mereka terkecoh karena si maling manyamar menjadi Gatotkoco sehingga lolos masuk ke istana. Barulah setelah dia mencuri pusaka andalan yaitu Kalimosodo, dia ketahuan perwira jaga dan diburu. Tapi si perwira dengan mudah dikalahkan dan Gatotkoco palsu lari. Ini menimbulkan kecurigaan prajurit jaga lalu mereka mengejarnya.
Di alun alun para prajurit dengan mudah dikalahkan oleh si maling yang ternyata prajurit perempuan bernama Mustoko Weni dari negri Iman imantaka. Ketika semua prajurit pengejar sudah KO dan Mustoko Weni akan kabur muncullah Gatotkoco asli. Mendengar keributan dia segra datang dan menyadari ada maling Gatotkoco segera menghalanginya. Terjadilah bentrokan hebat. Dalam beberapa jurus Gatotkoco berhasil merebut pusaka Kalimosodo. Melihat Petruk menonton perkelahian di dekatnya Gatotkoco melemparkan pusaka tersebut kepadanya sambil menyuruh Petruk mengembalikan pusaka ke kraton.
Petruk dengan sigap membawa lari pusaka tersebut ke arah kraton yang tidak jauh dari alun alun. Tapi sayang mendadak di depan Petruk muncullah Adipati Karno dari Ngestino (Hastinapura). Dia meminta pusaka itu tapi Petruk dengan tegas menolaknya. Karno marah lalu dengan tanpa belas kasihan membunuh Petruk dengan keris pusakanya. Petruk tewas mengenaskan dan pusaka direbut oleh Karno. Tapi ternyata kebetulan ayah kandung Petruk yang berupa gendruwo melihat kejadian itu. Dia tidak mau melihat anaknya gagal. Maka dia lantas beralih rupa menjadi Prabu Suyudono, raja Ngestino. Di bawah gelapnya pohon beringin dia mencegat Karno dan meminta pusaka itu dan menyuruh Karno segera pulang ke Ngestino. Karno tidak menyadari kalau itu Suyudono palsu dengan senang hati menyerahkannya. Gendruwo ayah Petruk lalu memakai kesaktiannya menyembuhkan anaknya. Petruk seketika sembuh. Gedruwo lalu memerintahkan Petruk bersembunyi dulu sementara waktu sampai keadaan tenang.
Petruk mematuhi perintah ayahnya. Dia membawa pusaka Kalimosodo bersembunyi di sebuah desa. Ternyata berkat keampuhan pusaka Kalimosodo itu Petruk menjadi sakti mandraguna. Kabar tentang kesaktiannya tersebar luas ke mana mana sehingga banyak orang menjadi tunduk patuh padanya. Ketokohan Petruk dengan cepat berkembang dan akhirnya dia mengangkat dirinya sendiri menjadi raja dengan gelar Prabu kantong bolong Tong tong sot bel geduwel beh.
Tidak lama kemudian Prabu Kantong bolong menyerang negeri tetangganya. Satu per satu negeri lain jatuh karena tidak ada yang mampu menandingi kesaktian sang Prabu Kantong Bolong. Bahkan negri Ngestino juga sudah ditaklukkan. Rajanya Suyudono alias Duryudono sudah menyerahkan negrinya kepada Kantong Bolong. Akibatnya ternyata gawat sekali. Kondisi Ngestino memburuk dengan cepat karena Kantong bolong tidak mampu bekarja baik. Dia hanya berfoya foya menghamburkan kekayaan negara sehingga rakyat sangat menderita.
Prabu Yudistiro raja Ngamarto segera mengumpulkan saudaranya Pendowo Limo dan penasehatnya Kresno untuk membahas perkembangan situasi keamanan negara pasca jatuhnya Ngestino. Sang Prabu memerintahkan tentara Ngamarto segera disiagakan untuk mengantisipasi serangan Kantong bolong. Tapi Kresno punya usulan unik. Dia mengusulkan kepada raja Yudistiro agar meminta Semar menemui Kantong bolong untuk meredam ambisi Kantongbolong. Awalnya kerabat Pendowo tidak setuju tapi karena mereka segan kepada Kresno akhirnya menyetujui. Semar pun diperintahkan pergi ke Ngestino untuk menemui Kantong bolong.
Esok harinya Semar berangkat ke Ngestino disertai Bagong dan Gareng tapi Petruk tidak ikut. Agaknya kemarin Kresno sudah curiga karena dalam sidang pleno Petruk tidak hadir. Semar tidak membawa pasukan pengawal tapi serombongan pemain gamelan lengkap dengan gamelannya. Setelah sampai di Ngestino Semar meminta ijin menemui Prabu Kantong bolong untuk menghiburnya. Awalnya prajurit penjaga tidak memberi ijin karena melihat penampilan Semar yang hanya seperti rakyat kebanyakan. Lalu Semar minta disampaikan saja bahwa dia ingin bertemu raja untuk menghiburnya dengan lagu lagu kesukaan raja. Setelah disampaikan Kantong bolong bersedia keluar.
Semua petinggi dan pasukan terkejut ketika melihat mereka bertemu. Kantong bolong yang biasanya galak dengan musuh musuhnya dan biasanya dengan mudah mengalahkan musuh musuhnya kali ini berubah menjadi ramah. Semar, Gareng dan Bagong meminta ijin untuk memainkan gamelan dan bernyanyi. Mereka lalu diajak masuk ke istana dan dijamu. Semar, Gareng dan Bagong lalu bernyanyi dan menari lagu lagu kesukaan Petruk yang biasa mereka mainkan di Karang Tumaritis. Prabu Kantong bolong asik bernyanyi dan berjoged (termasuk lagu _‘pamer bojo’_) sehingga dia lupa dengan peran barunya. Seketika Prabu Kantongbolong berubah kembali lagi menjadi Petruk.
Semar lalu menasehati Petruk agar kembali ke Karang Tumaritis menjadi punakawan Pendowo lagi. Petruk menyadari kesalahannya. Dia meminta maaf kepada semuanya lalu ikut Semar pulang ke Karang Tumaritis. Keadaan pun berangsur pulih.
Ada beberapa tafsiran atas cerita ini. Salah satunya mengatakan cerita itu adalah sindiran kepada penguasa penjajah di masa lalu. Diperkirakan cerita ini lahir di Yogyakarta di abad 19. Gambaran Petruk yang tinggi besar berhidung panjang, berambut panjang dengan kucir memang mirip ciri orang Belanda.
Memang karya sastra penuh metafora. Ada yang tersurat dan ada yang tersirat. Semua orang berhak memiliki tafsirannya sendiri namun sejatinya tidak mudah membuat tafsiran yang akurat. Diperlukan banyak pengetahuan atas sastra, sejarah, situasi sosial politik dsb. Jadi sila melakukan _‘reading between the lines’_. Bagaimana dengan kondisi negara antah berantah lur? Sila ceritakan.
0 notes
fineatlast-blog · 7 years ago
Text
23 april 2016
Cerita sebelumnya: 22
aku baru saja melewati tiga bulan memuakkan sambil menyesali hidupku yang sudah-sudah. merasa sakit hati, kesal dan malu atas keberadaanku di titik ini. 
dan ketika sebuah ajakkan mendaki gunung sampai ditelingaku, dengan cukup berat hati, niat separuh tapi kesungguhan hati yang ingin lepas dari penat, pada akhirnya aku iya-kan untuk turut serta. keberangkatanku kali itu tanpa sedikitpun ekspektasi, berbagai tatapan kosong karena malas mengimajinasikan apapun, dan menenangkan diri karena kali ini amarahku akan bersemayam di antara khalayak ramai.
Harinya: 23
jujur saja, pagi buta hari itu kau dan teman-temanmu seolah benar-benar lupa caranya untuk diam. aku yang semula tertidur kemudian terusik dengan kehadiran kalian. sebagian diantaranya bersapa ria, ada pula yang berdiskusi tentang nama-nama yang tidak aku kenal sebelumnya. entahlah, intinya kebisingan itu membuatku ingin buang air dan turun ke kamar mandi -- yang sekaligus jadi kala pertama takdir bercanda: kita berpapasan di tangga.
“misi mas”
“eh iya mari”
yang berlanjut dengan aku bersalaman denganmu, sebelum melanjutkan tidur. selanjutnya berbagi batang rokok di dua tempat berbeda, di samping kolam ikan dan disamping hamparan gunung. berlanjut pula pertanyaan seputar perkuliahan dan pekerjaan; “yaa hidup kan pilihan mas”, kataku waktu itu menimpali ceritamu tentang hidupmu. selanjutnya ada beberapa pertanyaan aneh darimu tentang make-up ku dan anak perempuan lain.
menjelang sore, ada aku dan kamu, berbatas kaca dengan hamparan gunung dan sawah. bersenandung tentang laki-laki di atas bukit, dan selamanya -- sampai jadi debu. “ini pengawalan cerita terbaik yang aku punya”.
matahari mulai tenggelam dan aku duduk dibelakangmu, mendengar dengan seksama berbagai senandungmu untuk lagu-lagunya mayer. meskipun aku sangat malas dengan mayer -- si playboy itu, tapi sungguh aku tersenyum dengar senandungmu.
tapi sebelum itu, ada aku yang bersikukuh bahwa mobil temanmu itu bukan bermasalah pada bannya, tapi pada dudukan bannya. lalu kau dan aku bertaruh, berakhir dengan aku yang menang hahahaha sungguh aku sangat puas waktu itu (mungkin memang sudah ditakdirkan aku akan selalu menang -- alias memaksa menang dalam segala perdebatan kita hahaha).
selanjutnya ada aku yang berharap-harap untuk sekelompok pendakian denganmu, meskipun tidak berakhir demikian, hahaha. dua-tiga kali ledekan tentang aku rindu kamu di basecamp gunung itu. entahlah apa yang saling dirindukan dari dua orang asing.
lalu aku kembali menemukanmu di permulaan tanah menanjak, yang kemudian menjadi perjalanan beriringan ditemani batang-batang rokok putih ringan yang berjasa mempersatukan. ada pula kala duduk berdua melihat bulan, bersandar ke semak-semak tajam sebelum kemudian melanjutkan perjalanan -- diiringin pertanyaan dan ledekkanku tentang kisah cintamu yang lalu-lalu.
“gini deeh, kalau bisa naik terus sampai atas nggak pake berenti entar gue pijitin”
“aih nggak kuat keram gini kakinya”
“yaudah berenti dulu aja”
“tapi nanti tetep dipijitin kan? haha”
dua-tiga kali aku mendorong tasmu, memudahkanmu untuk naik. dua-tiga kali sebelumnya kamu mengulurkan tanganmu, memudahkanku untuk naik. sampai akhirnya ada aku, api unggun dan kamu. mungkin saat itu. disitu.
lalu aku, disebelahmu. terselamatkan.
Esoknya: 24
aku -- yang bodohnya tanpa sengaja memelukmu. dan kamu, yang bodohnya dengan sengaja menahan pelukanku. lalu kita diantara kabut, tetap tersenyum dan sesekali tertawa, walau dalam hati menyesal keluar tenda andai bisa melanjutkan potongan cerita sebelumnya. huff.
selanjutnya ada beberapa jepretan foto dan daging-daging tortilla yang mewangi diantara tenda-tenda. dan sisihan makanan untukmu sebelum habis direbut para zombie. selanjutnya tersisa kita dan pepohonan, gitar kecil kemarin dan lagu-lagu acak yang dikumandangkan seadanya suara kita.
sebelum akhirnya beberapa kesadaran bahwa ternyata aku takut kita berpisah sejak pertama kali berkenalan. berbagai aralku menutur langkah pergimu hari itu, berbagai pertanyaanku yang mendesakmu hari itu. sedih rasanya hari ini aku ceritakan tentang semua ini. apa sejak sebelumnya kamu tau bahwa seluruh hal itu -- ini artinya?
tapi setidaknya detik itu kamu mau merunduk dan menolongku. mengikat tali sepatu. setidaknya hari itu kamu meninggalkan benda itu di tasku. dan setidaknya hari itu kamu memelukku di persimpangan itu..
tapi, aku bersyukur untuk hari itu yang menghadirkan hari-hari selanjutnya, sampai tiba dihari ini. dan aku bersyukur untuk hari ini -- kau disampingku.
0 notes