Tumgik
#Nama laki-laki yang artinya Pekerja yang rajin
bayilelakiku · 6 years
Text
Rangkaian Nama Bayi Laki Laki Dan Artinya: Befriel
Rangkaian Nama Bayi Laki Laki Dan Artinya: Befriel
Tumblr media
Arti Nama Befriel – bayilelakiku.com. Kelahiran putra kecil dalam sebuah keluarga pastilah disambut penuh sukacita. Namun, ditengah kebahagiaan, jangan lupakan kewajiban orangtua untuk menamai sang putra. Saat memilih nama anak, selidiki selalu arti nama tersebut.
Akhir-akhir ini memang banyak sekali pilihan nama bayi laki laki modern. Tetapi nama bayi tak harus sulit, cukup dua atau tiga kata…
View On WordPress
0 notes
tanyanamabayi · 6 years
Text
Arti Nama Dedalo Dan Rangkaian Namanya
Arti Nama Dedalo Dan Rangkaian Namanya
Tumblr media
Arti Nama Dedalo – tanyanama.com. Kerap kali arti dari sebuah nama anak disepelekan oleh para orangtua. Bahkan banyak orangtua asal memberikan nama bagi sang anak tanpa mengerti artinya. Semestinya jangan pernah mengabaikan arti nama sang anak.
Jika Ayah/ bunda tengah memilih nama bayi disini lah tempat paling tepat. Pada tulisan kali ini kami akan membahas nama Dedalo kata bahasa dari Yunani ini…
View On WordPress
0 notes
adiwisaksonoadi · 4 years
Text
Tumblr media
Arjuno wiwoho
Kata wiwoho artinya mulia, dimuliakan. Jadi frasa itu artinya Arjuno yang dimuliakan atau mendapat kemuliaan. Karena artinya baik maka nama Wiwoho ini sering dipakai di kalangan orang Jawa. Cerita ini adalah salah satu karya anak bangsa yaitu Empu Kanwa yang hidup di abad ke 11 di kerajaan Kediri, Jatim. Judul lengkapnya Kekawin Arjuno wiwoho. Karakternya memang diambil dari wiracarita Mahabarata tapi plotnya dan narasinya sepenuhnya karya Empu Kanwa. Berikut ini resumenya.
Sejak Pendowo dan Kurowo masih kecil friksi di antara mereka sudah terasa. Di masa awal itu penyebabnya masih sekedar sifat saja di antara mereka yang kontras. Pendowo yang rajin, sabar, serius, pekerja keras, jujur berbenturan dengan sifat Kurowo yang egois, mau menang sendiri, malas, tamak, serakah, tidak jujur, manja dan pemarah. Kurowo sering merebut bahkan mencuri barang barang milik Pendowo. Awalnya Pendowo mengalah tapi kadang emosi mereka meledak sehingga terjadi pertengkaran dan bahkan perkelahian. Setelah remaja menjelang dewasa potensi konflik makin berkembang karena mereka sama sama merasa sebagai pewaris tahta Ngestino (Hastinapura). Pandu Dewonoto ayah dari Pendowo Limo adalah raja Ngestino maka mereka merasa berhak menjadi pewaris tahta. Raja yang saat itu sedang berkuasa adalah Destoroto. Dia kakak laki laki dari Pandu. Ketika Pandu masih hidup dia tidak diangkat menjadi raja karena sejak lahir sudah buta. Tapi ketika Pandu mati muda maka dialah yang diangkat menjadi raja dengan mengandalkan adiknya Widuro sebagai penasehat ketika harus mengambil keputusan pelik. Anaknya adalah Kurowo (artinya keturunan Kuru) yang berjumlah seratus. Maka Kurowo ini merasa berhak juga menjadi raja.
Sejak kecil sampai remaja Pendowo Limo tetap tinggal di istana Ngestino. Raja Destoroto mengangkat Begawan Durno seorang pendeta yang mumpuni menjadi mahaguru di istana Ngestino. Tugasnya mengajari Kurowo dan Pendowo dalam ilmu perang dan kenegaraan. Karena sifat Pendowo yang positif maka prestasi mereka jauh di atas Kurowo. Di antara semua muridnya Arjunolah yang paling menonjol. Arjuno menjadi murid kesayangan Begawan Durno. Dia menguasai dengan sangat baik ilmu perang dan terutama ketrampilan memanah. Suatu sat pernah diadakan pertandingan perang antara kedua kubu itu dan pemenangnya adalah Pendowo limo. Kenyataan ini menambah dendam di hati Kurowo yang memang iri dengki.
Di tengah ketegangan yang semangkin meningkat itu Pendowo limo semangkin serius menyiapkan kekuatan untuk mengantisipasi perang yang bakal pecah. Di antara Pendowo limo Arjuno dan Brotoseno yang paling kuat dalam ilmu perang. Meskipun demikian mereka masih terus berupaya meningkatkan kekuatan. Maka suatu hari Arjuno bertekad melakukan _topo broto_ (bertapa). Dia lantas mamakai busana sederhana, bukan busana kasatrian atau kaprajuritan (busana formal dan tempur) dan berangkat sendirian ke gunung Indrokilo.
Di gunung Indrokilo Arjuno tinggal di sebuah gua dan mengganti identitasnya menjadi Begawan Ciptoning. Di dalam gua itulah dia bertapa mengurangi makan, minum dan tidur. Setiap hari kegiatannya hanya memuja dan memuji yang maha kuasa. Saking intensifnya Arjuno melakukan olah batin maka getarannya dirasakan sampai ke kahyangan. Para dewa merasakan getaran kuat orang bertapa. Maka Betoro Guru lalu memerintahkan Betoro Narodo mencari tahu siapa orang yang sedang bertapa dan apa permintaannya.
Narodo lantas turun ke _Ngarcopodo_ (dunia) untuk menemui Arjuno yang sedang bertapa di lereng gunung Indrokilo. Dia menanyakan kepada Arjuno apa sebabnya bertapa dan apa permintaannya kepada para dewa. Arjuno menjawab bahwa dia sedang prihatin dengan keadaan di Ngestino khususnya keadaan Pendowo limo yang selalu dizalimi Kurowo. Dia sampaikan permohonan perlindungan kepada dewa. Dia juga memohon diberi kekuatan apabila suatu hari pecah perang antara Pendowo dengan Kurowo. Narodo lalu kembali ke kahyangan untuk menyampaikan permohonan tersebut.
Narodo melapor ke Betoro Guru. Mereka lalu berdiskusi dan Betoro Guru memutuskan akan menguji dulu sampai di mana keteguhan Arjuno. Apabila dia lulus ujian itu maka Betoro Guru berkenan memberikan sebuah senjata ampuh berupa panah. Betoro Guru juga memerintahkan kepada Narodo untuk mengirimkan tujuh bidadari tercantik di kahyangan untuk menggoda Arjuno. Maka diturunkanlah tujuh orang bidadari tercantik dari kahyangan. Di antaranya adalah Dewi Wilutomo, Dewi Tari, Dewi Tara, Dewi Suprobo dll. Mereka masuk ke gua Arjuno dan menggodanya. Ini sunguh sebuah godaan yang sangat berat buat Arjuno karena dia adalah seorang _lelananging jagad (play boy)_. Arjuno adalah seorang laki laki yang memiliki daya tarik yang luar biasa sehingga banyak sekali wanita yang terpikat dengan dia. Bukan hanya gadis bahkan istri orangpun banyak yang terpesona dengan Arjuno. Bahkan tanpa dirayupun sudah banyak yang dengan suka rela menyerahkan diri. Meskipun demikian ketika sedang bertapa Arjuno sangat teguh dalam tekadnya sehingga dia sama sekali idak tergoda. Justru para bidadari itulah yang jatuh cinta kepadanya. Tapi Arjuno tetap tidak mau melayani. Akhirnya para bidadari menyerah. Mereka pulang ke kahyangan dan melapor bahwa misi mereka gagal.
Narodo lantas turun ke gua di gunung Indrokilo sambil membawa hadiah untuk Arjuno berupa sebuah panah pusaka. Kepada Arjuno disampaikan bahwa dia ditakdirkan sebagai satria dengan tugas utama menjaga keamanan, melindungi rakyatnya dan menegakkan keadilan serta kebenaran. Itulah sebabnya dia diberi senjata sakti tersebut. Kemudian dia ditugaskan mempertahankan istana para dewa di kahyangan Jonggring salaka yang sedang diserang bangsa raksasa di bawah pimpinan raja Niwata kawaca. Namun sebelumnya Arjuno harus melindungi warga lerang gunung itu yang sedang diancam bahaya. Narodo juga berjanji Arjuno akan diberi hadiah tujuh bidadari tercantik di kahyangan yang pernah ditugasi menggodanya.
Setelah terkabul permohonannya Arjuno turun gunung untuk melaksanakan tugas mulianya. Tidak lama kemudian dia sampai ke desa di lereng gunung Indrokilo. Desa itu sudah sepi, tidak ada orang berani keluar rumah karena sudah beberapa lama diganggu oleh seekor _celeng_ (babi hutan) yang ganas. Celeng itu tidak hanya memakan hasil pertanian mereka tapi juga menyerang manusia. Sudah banyak korban yang jatuh. Warga juga sudah mencoba melawan dengan senjata tajam. Tapi _celeng_ itu selalu menang meskipun dikeroyok rame rame.
Arjuno mengelilingi desa itu untuk mencari _celeng_ pengganggu. Tidak lama kemudian dia melihat dari jauh seekor _celeng_ berlari mendatanginya. _Celeng_ itu bukan sembarang _celeng_ tapi _celeng_ yang besar sekali dan buas sekali. Sejatinya dia adalah jelmaan seorang raksasa. Dengan cepat Arjuno melepaskan panah saktinya yang baru saja didapat dari Betoro Narodo. Arjuno adalah murid terbaik Begawan Durno yang sudah menguasai ilmu _Sirwendo_ alias ilmu membidik dan dia juga juara panahan di Ngestino. Tidak ada kesulitan buatnya membidik _celeng_ yang sedang berlari ke arahnya. Panah itu tepat mengenai _celeng_ yang lantas jatuh sambil mengeluarkan suara keras lalu mati. Arjuno berlari mendatangi celeng tersebut untuk mencabut anak panahnya. Namun ketika sudah di depan _celeng_ dia terkejut melihat ada dua anak panah tertancap di badan _celeng_. Lebih terkejut lagi ketika mendadak terdengar suara seseorang dari arah lain. Di sana berdiri seorang satria gagah memegang busur. Dia mengatakan bahwa anak panahnyalah yang tepat mengenai jantung _celeng_ sehingga mati seketika. Arjuno tidak terima. Dia juga mengatakan anak panahnyalah yang lebih dulu mengenai _celeng_ maka dialah yang membunuh _celeng_ tersebut.
Pertengkaran semangkin memanas sehingga berlanjut menjadi perkelahian. Arjuno selama ini belum pernah terkalahkan dalam setiap perkelahian karena itu dia sangat percaya diri. Apalagi dia baru saja mendapat pencerahan dan kesaktian dari dewa. Tapi ternyata kali ini dia membentur batu. Satria itu ternyata sangat kuat dan cepat gerakannya sehingga Arjuno terdesak terus dan akhirnya dipukul jatuh. Dia yang murid terbaik Begawan Durno ternyata terpaksa mengakui keunggulan satria itu. Tiba tiba satria itu berubah wujud menjadi dewa Siwa. Arjuno menyembah dan memohon maaf.
Arjuno diperintahkan menuju ke kahyangan Jonggring salaka yang sedang dikepung tentara raksasa dibawah pimpinan Niwata Kawaca. Mereka menyerang kahyangan karena lamaran Niwata Kawaca kepada seorang bidadari tidak dikabulkan para dewa. Sekarang raja raksasa ini mengancam akan menghancurkan Jonggring salaka dan memaksa menikahi bidadari idamannya. Para dewa mengerahkan bala tentaranya tapi dengan mudah mereka dikalahkan tentara raksasa. Untung para dewa masih bisa menyelamatkan diri di dalam benteng. Kedatangan Arjuno segera disambut serangan tentara raksasa. Karena kesaktiannya tidak ada seorangpun tentara raksasa mampu mengalahkannya. Akhirnya Arjuno berhadapan langsung dengan Niwata Kawaca.
Pertarungan satu lawan satu segera terjadi dengan seru. Arjuno mengeluarkan segala macam jurus saktinya yang selama ini berhasil mengalahkan semua musuhnya. Tapi ternyata semua kesaktian Arjuno tidak ada artinya sama sekali buat Niwata Kawaca. Semua pukulan, tendangan, tebasan pedangpun tidak mempan. Bahkan panah sakti pemberian dewa yang baru saja dia dapatkan sama sekali tidak mampu melukai kulit Niwata Kawaca. Dengan nada melecehkan Niwata Kawaca mempersilahkan Arjuno memilih bagian tubuhnya yang mana yang akan diserang. Akhirnya terpaksa Arjuno melarikan diri agar selamat adari amukan sang raja raksasa sambil menantang besoknya dia akan datang lagi.
Malam harinya Arjuno memohon petunjuk para dewa agar bisa memenangi perang dengan raja raksasa itu. Narodo yang datang memberi petunjuk bahwa seorang bidadari Dewi Suprobo akan diutus kepada Niwata Kawaca. Dia ditugasi berpura pura mau menjadi istri Niwata Kawaca tapi sejatinya mencari rahasia kelemahan sang raja.
Esok harinya Niwata Kawaca sangat girang ketika tentara para dewa menyerahkan Dewi Suprobo kepadanya dengan syarat serangan dan kepungan dihentikan dan berjanji akan mengadakan pernikahan. Niwata kawaca menyanggupi syarat itu. Kepungan segera dibubarkan. Sang raja raksasa segera memperlakukan Dewi Suprobo dengan sangat baik. Ketika makan siang hari itu dia diberi hidangan terbaik dan dilayani dengan baik. Saking senangnya Niwata Kawaca memiliki calon istri bidadari idaman hatinya maka kewaspadaanya surut. Dia tidak menyadari bahwa sang dewi sedang memata matainya. Sambil makan siang sang dewi memuji muji sang raja setinggi langit sambil menanyakan rahasia kesaktiannya. Karena mabuk cinta sang raja membocorkan rahasianya bahwa kelemahannya terletak di mulutnya. Semua senjata tidak akan mempan di seluruh tubuhnya kecuali di mulutnya. Kalau dia diserang di mulutnya maka dia bisa mati. Dewi Suprobo diam diam menyampaikan rahasia ini kepada Arjuno.
Dengan berbekal pengetahuan ini esok harinya Arjuno sekali lagi menantang Niwata Kawaca untuk bertarung satu lawan satu. Niwata Kawaca yang pernah menang merasa yakin dia akan menang lagi. Dia bahkan mempersilahkan Arjuno memakai senjata apa saja yang dia sukai. Sambil mementang busurnya Arjuno memancing Niwata Kawaca terus berbicara. ketika mulutnya terbuka maka secepat kilat anak panah pusaka meluncur dan masuk ke mulut Niwata kawaca. Sang raja raksasa tewas seketika.
Para dewa menyambut hangat kemenangan Arjuno. Dia diberi penghormatan tinggi di kahyangan Jonggring salaka dan dinikahkan dengan tujuh bidadari tercantik di kahyangan. Salah satunya adalah Dewi Suprobo.
Tafsir
Saya punya tafsir atas cerita ini. Paling tidak ada dua hal yang saya tafsirkan dari cerita ini. Pertama adegan Arjuno membunuh _celeng_ dengan panah yang ternyata bersamaan dengan seorang satria jelmaan dewa. Saya yakin maksud Empu Kanwa adalah keberhasilan manusia itu tergantung pada usaha manusia itu sendiri plus ijin Allah. Manusia wajib berupaya dengan baik. Ini adalah syarat keberhasilan mencapai apapun. Tapi ijin Allah mutlak diperlukan. Apabila Allah sudah memberi ijin maka upaya manusia akan berhasil. Sebaliknya sebaik apapun upaya jika Allah tidak memberi ijin maka pasti gagal.
Tafsir kedua saya tentang kelemahan Niwata Kawaca di mulutnya. Kegagalan manusia bisa karena mulutnya, alias omongannya. Jadi kita harus menjaga omongan. Jangan sampai ada omongan jelek, tidak sopan, apalagi makian, pelecehan, gibah dsb. Segala sesuatu akan kembali kepada pelakunya, termasuk lisan. Omongan buruk akan kembali kepada pelakunya. Jadi dalam jangka panjang akan merugikan. Maka harus dihindari.
Itulah yang saya tangkap dari cerita Arjuno Wiwoho. Mungkin masih ada lagi metafora lain dari Empu Kanwa yang belum saya tangkap. Sila diutarakan.
1 note · View note
andintyaaaaa · 7 years
Text
On Leadership
kamu pernah dipimpin?
atau kamu sering memimpin?
sebenarnya saya engga tau kenapa harus nanya dua hal di atas tapi saya pikir dua hal di atas cocok untuk jadi pembuka tulisan ini. haha.
Jadi awal mulanya begini..
Sepanjang perjalanan pulang barusan, selepas buka puasa bersama dengan teman-teman volunteer Center for Indonesian Policy Studies, tiba-tiba saya teringat dengan mantan saya. #Eh..
Hahaha ga deng, lebih tepatnya mantan asisten saya waktu dulu masih merintis Omoi House -yang sekarang bernama Gift Matters dan sedang hiatus-, bernama Hani (nama sebenarnya). Saya masih ingat dulu proses saya merekrut Hani. Dari sekian banyak pelamar yang mengirim CV ke kantor saya, cuma Hani yang intens terus menerus mengirim dan menanyakan prosesnya. 
Seperti perempuan kebanyakan yang bisa luluh karena kegigihan laki-laki yang mendekatinya (this is just a metaphor, cause I am not this type of woman, seriously), saya pun jadi penasaran dengan Hani dan berpikir, since I need the person urgently, I think it's better to accept someone who seem like she really wants it. And so it became, Hani diterima dan menjadi bagian dari Omoi House bersama dengan dua adik magang yang saat itu membantu saya.
Sebelum Hani mulai bekerja, saya sempat memikirkan akan jadi pemimpin yang bagaimana ya saya? saat itu dengan jumawanya saya pikir saya akan jadi seorang Ibu boss yang sabar, penyayang, pengasih, baik hati, pembimbing, rajin menabung dan sebagainya.
Ternyata?
dengan Hani saya belajar bahwa saya waktu itu tidak sesabar yang saya pikir. Saya jadi mengerti bahwa saya telah menilai diri saya lebih tinggi daripada kualitas yang saya miliki. Saya masih ingat momentum dimana saya marah ke Hani karena belum bisa menggunting dengan rapi, sehingga membuat saya harus bekerja dua kali. Karena saat itu tujuan utama saya mencari asisten adalah untuk membantu pekerjaan yang sifatnya fisik (mengingat usaha saya waktu itu di bidang crafting, jadi jenis pekerjaan fisiknya seperti menggunting, mengelem, melipat, dsb.). Pernah di suatu kali saya sampai membuang hasil pekerjaan Hani karena saking kecewa dan sedang capeknya, hingga membuat Hani menangis, karena saya bilang "Buat apa aku nerima kamu kalau kamu enggak bisa bantu aku?"
Dan sejak saat itu Hani jadi pendiam, enggak berani lagi ajak saya makan ke warung ayam favoritnya. Saya pun sukses membangun jurang atasan dan bawahan. Saya akhirnya berpikir, bahwa yang salah bukan Hani, tapi saya.
Ya kenapa lo terima tanpa memberi tes keterampilan tangan dulu?
Kenapa lo enggak latih dia dulu sebelum mulai kerja?
Kenapa lo kasih kerjaan yang langsung susah?
Kenapa lo enggak bikin probation week?
Kenapa lo buru-buru?
dan kenapa lainnya.
Saya sadar, sayalah yang sudah gagal dalam memimpin Hani, bukan Hani yang gagal sebagai pegawai.
.
Di lain kesempatan, gantian saya yang dipimpin.
Dengan semangat mencari mentor, saya bersedia memberikan karya terbaik bagi masyarakat, bangsa, negara dan dunia. Oh salah deng, itu Tri Prasetya Siswa SMA saya dulu. Ketika saya akhirnya punya kesempatan untuk dipimpin oleh seseorang yang saya hormati, saya selalu berusaha give the extra miles untuk perusahaan tempat saya bekerja.
Kalau yang diminta A, saya coba buat sampai A+, dan seterusnya. Karena pernah merasakan posisi menjadi pimpinan, saya belajar mengerti hasil bagaimana yang diinginkan seorang pemimpin dari subordinate-nya.
Tapi ada satu kesalahan yang tidak sempat saya cegah untuk kemudian timbul dalam pikiran saya. Saya jadi menanam ekspektasi terlalu tinggi pada atasan saya, berharap dia akan menghargai saya dengan cara yang saya harapkan, dan berekspektasi bahwa beliau akan menjadi seorang pemimpin yang saya bayangkan.
Mengapa hal tersebut salah?
Because we can't expect anything from anyone in this world.
We can't and we may not.
Why? 
Sekarang tanya saja ke diri kita masing-masing, seneng enggak kalau dibebani ekspektasi? Probably most of you would say no. --> sok tau.
Terlepas dari karakter personal pimpinan saya di perusahaan yang lalu, saya harus tetap melihat pada diri saya sendiri dulu sebelum menilai orang lain.
Kalau pun memang pimpinan saya belum memiliki kualitas leadership yang baik, tugas saya adalah men-support kekurangan tersebut dengan menyampaikan pendapat saya secara langsung, bukan dengan misuh-misuh di belakang dan mengeluhkan personality beliau. 
Kenapa?
Coba bayangkan diri kamu ketika salah dalam memimpin, lebih memilih untuk mendengar langsung pendapat dan saran dari bawahan kamu, atau meninggalkan kamu tanpa memberi masukan apa-apa?
.
Memimpin dan dipimpin, pada akhirnya merupakan kesatuan yang akan terus kita alami dalam hidup. Menurut saya setiap orang harus merasakan kedua posisi tersebut dengan kesadaran penuh akan tugas masing-masing. Menjadi pemimpin mungkin kelihatannya merupakan suatu tanggung jawab yang keren. Siapa coba yang enggak bangga kalau di kartu namanya tertera "Project Leader" atau "Chief Bla Bla Bla". Tapi sebelum kamu berbangga hati dengan titel tersebut, sudahkah kamu menyediakan ruang kosong dalam pikiran untuk menerima berkas saran dan kritik dari subordinate kamu?
Karena ketika memimpin, bukan artinya kamu telah memiliki ruang berpikir sendiri untuk menunjukkan bahwa kamu-lah yang paling benar, pintar, tahu, dan sebagainya, tapi tentang bagaimana setiap pikiran dari bawahan kamu mampu berperan di dalam ruang tersebut.
Menurut saya, memimpin adalah proses untuk berbagi.
Berbagi ruang pikir, ilmu, waktu, tenaga, hati. 
Dan proses untuk belajar sebanyak-banyaknya tentang banyak aspek kehidupan di sekitar kita, dari mulai aspek psikologis, manajemen, finansial, dan sebagainya.
Bukan sekedar titel tanpa fondasi yang diberikan sekonyong-konyong karena kamu baru membuat start-up atau karena kamu anak Bapak X yang bisa langsung punya jabatan tinggi dalam suatu perusahaan.
Menjadi yang dipimpin pun, bukanlah pekerjaan yang sepele. Tidak semua orang mampu dan mengerti bagaimana cara menjadi subordinate yang baik. Wajar memang, karena manusia pada dasarnya punya ego yang besar, dan konon dipercaya Tuhan sebagai pemimpin bumi. 
Tapi ketika kita punya kesempatan untuk menjadi yang dipimpin, itu artinya kita sedang punya tiket berharga untuk belajar mengerti. 
Mengerti bahwa pemimpin kamu hanya manusia biasa yang tanpa kamu, perusahaan tidak dapat berjalan dengan baik.
Mengerti bahwa mengeluh tidak akan membuat pekerjaan kamu jadi lebih ringan.
Mengerti bahwa dalam bekerja, semakin baik hasil pekerjaanmu bukan atasan kamu yang diuntungkan melainkan diri kamu sendiri yang berkembang dengan lebih baik.
Dan ke-mengerti-mengerti-an lainnya yang mungkin, ketika kamu mau melihat lebih dekat, kamu mungkin akan surprised, betapa besarnya peran kamu sebagai seorang subordinate dalam perusahaan.
.
Pengalaman selama dua tahun memimpin Omoi dengan jumlah pekerja yang paling banyak hanya pernah tiga orang tersebut sudah memberikan saya banyaaaak sekali pelajaran dan membuat saya semakin mengerti tentang kekurangan dan kelebihan diri saya.
Tapi pengertian terhadap diri tersebut tidak akan muncul kalau saya tidak gagal dulu dan tidak mau mereka ulang tiap momen dan belajar dari perspektif yang lain.
Sementara itu, pengalaman saya selama kurang dari setahun dipimpin oleh sosok yang menurut saya masih perlu banyak belajar tentang kepemimpinan membuat saya sadar seberapa besar ego saya sebagai seorang manusia, dan membuat saya makin mengerti faktor apa yang membuat seseorang menjadi good leader or bad leader.
Memang tidak semua orang mampu menjadi pemimpin kelompok yang baik, but leadership can be learned, and it starts with you, leading yourself.
So, shall we learn to lead ourselves first?
Yuk! :D
1 note · View note
mojokco · 10 years
Text
Cina
Nama aslinya Lau Xiang Hau tapi nama sehari-hari yang digunakan Steven Laurence. Ibu, bapak, adik, dan anggota keluarganya yang lain memanggilnya Aven kecuali kakeknya yang memanggilnya A Hau. Di Jakarta, dia bersama bibi dan satu adiknya tinggal di rumah kontrakan persis di belakang rumah saya. Usahanya kelontong: menjual beras, gula, minyak goreng, rokok, dan sebagainya.
Saya lupa, sejak kapan saya mengenal Steven tapi kami dan beberapa tetangga yang lain, hampir setiap malam bertamu di rumah mas Adi yang tak jauh dari rumah kontrakan Steven. Kami saling berbagi cerita tentang apa saja. Mulai soal politik, agama, ras, makanan, cincin akik, olahraga sampai perkara seks. Kebetulan di antara kami memang berasal dari latar belakang yang berbeda.
Mas Oka Zakaria yang rumahnya paling mentereng di antara kami adalah keturunan Arab dari Surabaya. Mas Yo jebolan arsitek dari Semarang. Dia anak mantan bupati di salah satu kabupaten di Jawa Tengah. Ada Pak Namin yang pensiunan sipil tentara yang asli Betawi. Dia punya tanah luas dan bisnis rumah kontrakan termasuk rumah yang disewa oleh Steven. Mas Adi ahli pompa air dan listrik. Dia ponakan kesayangan Pak Namin. Lalu ada mas Basuki, ahli AC mobil dan penggemar motor trail yang berasal dari Kediri. Sesekali muncul Pak Husein dari Madura bersama Pak Udin [Betawi] yang suka meledek orang yang sok pintar; dan kadang Pak Kadir yang pensiunan tentara dan berkumis tebal juga ikut nimbrung.
Dari cerita Steven, saya tahu, Steven berasal dari Pontianak. Usianya baru 19 tahun. Dia ketutunan Cina suku Tiong Hua. Nama Lau Xiang Hau adalah pemberian dari kakeknya, sementara nama Steven pemberian ayahnya. Dia tak tahu atau tak bisa menjelaskan kenapa ayahnya memberi nama Steven, dan tidak memberi nama Cina. Dia hanya tahu, nama Lau Xiang Hau menurut kakeknya adalah nama yang bagus.
Suatu malam, saya meminta dia untuk memberi nama Cina kepada saya. Muncullah nama: Mai Khe Hin. Kata dia, nama itu cocok buat saya yang selalu bicara ceplas-ceplos dan apa adanya. Dua hari kemudian, Steven mengganti nama Cina saya menjadi Liu Thing Hek. “Saya tak tahu artinya Pak Rusdi, tapi kata kakek, itu nama yang bagus,” kata Steven.
Steven memang mengidolakan kakeknya, dan kakeknya juga sangat menyayanginya karena Steven merupakan cucu pertama dan laki-laki. Kakeknya pula yang mengajarkan Steven banyak hal, antara lain soal makanan. Kakek Steven, misalnya mengajarkan untuk tidak makan daging anjing. Konon, orang yang makan daging anjing akan digonggong bila kebetulan bertemu dengan anjing. Steven meyakini ajaran kakeknya itu, karena seorang temannya yang doyan makan anjing ternyata memang selalu digonggong oleh anjing. “Kalau ular saya doyan Pak Rusdi. Dagingnya enak,” kata Steven.
Dari cerita Steven pula, saya tahu, alasan dia pindah ke Jakarta: ingin mengubah nasib. Di Pontianak, dia hanya tamat SMP dan pekerjaannya hanya mencangkul di ladang membantu kakeknya. Dan di Jakarta, Steven termasuk pekerja ulet. Dia misalnya rela mengangkut gas atau galon air mineral ke rumah para pembelinya.
Karena tekadnya hendak mengubah nasib itu, sejak dua atau tiga bulan lalu, Steven ikut Paket C, sekolah persamaan SMA yang lokasinya tak jauh dari tempat kami tinggal. Dia terpengaruh oleh Iqbal, anak Aceh-Medan yang juga lulusan SMP yang pernah saya sarankan untuk melanjutkan sekolah di Paket C. Lalu setiap malam selama kurang-lebih 3 jam selepas maghrib, mereka berdua rajin bersekolah. Steven juga tertarik dengan ide saya untuk meneruskan kuliah di Universitas Terbuka bila kelak lulus Paket C.
Semalam saya menjumpai Steven di rumah mas Adi, sibuk membuka laptop dan mengotak-atik sambungan internet bersama Adam dan mas Yo. Ketika saya tanya, apakah dia sudah bersekolah, Paket C itu; Steven menjawab tidak. Dia lalu bercerita, mulai pekan ini, pola belajar di Paket C berubah. Para murid tidak lagi masuk malam melainkan siang selepas ashar hingga menjelang maghrib. “Saya tak bisa setiap malam sekolah, Pak Rusdi. Saya harus menjaga toko,” kata Steven.
0 notes