#Nama Perempuan yang artinya Disayangi
Explore tagged Tumblr posts
anakperempuannet · 6 years ago
Text
Nama Bayi Perempuan: Rangkaian dan Arti Nama Theofila
Nama Bayi Perempuan: Rangkaian dan Arti Nama Theofila
Tumblr media
Arti Nama Theofila – namaanakperempuan.net. Persiapan apa yang telah Ayah/ bunda siapkan dalam menunggu kelahiran anak perempuan ketiga? Tidak serta merta kebutuhan utama bayi saja yang dipersiapkan, Tetapi juga harus mencari nama anak wanita modern paling terbaru. Telisik lebih jauh bagian arti namanya.
Contoh arti nama anak perempuan terbaik telah kami sediakan bagi orangtua salah satunya kata…
View On WordPress
0 notes
sundarirespati · 4 years ago
Text
Memilih Nama.
Nama Aisha sudah ada di dalam kepalaku sejak akhir tahun kuliah. Mungkin karena memilih nama anak perempuan lebih gampang dibanding nama anak laki-laki atau mungkin karena aku terlalu banyak dikelilingi saudara dan keponakan perempuan sehingga aku tidak sempat membayangkan punya anak laki-laki.
Pas hamil, aku dan Mas Her diskusi tentang nama anak. Aku usulkan nama Aisyah. Pokoknya nama anakku Aisyah. Kalau Mas Her terserah, yang penting namanya tiga suku kata. Aku pengen nama anakku bawa nama ayahnya, jadi dapat dua suku kata, Aisyah dan Nur. Gayatri, Kanya, dan Gita sempat jadi pilihan untuk kata ketiga. Tapi kebingungan. Mas Her sampai beli e-book makna nama anak wkwkwkwk.
Sampai akhirnya kami memutuskan untuk berkonsultasi ke @namasikecil yang lagi hits di IG. Waktu itu aku lihat di postingan salah satu selebgram kalau dia dapet nama anaknya setelah konsul ke tim namasikecil.
Mungkin ada yang nganggep ini lebay, tapiiii meeeennnnn, nyari nama anak tu seru kali lho! Kita punya banyak doa untuk anak kita, pengen dijadikan satu atau lebih kata yang akan menempel di anak kita selama hidupnya di dunia, tapi bingung apaaaaaaaa wkwkwk
Aku pengen anakku menjadi anak yang shalihah, cerdas, bercahaya, penyayang dan disayangi orang-orang disekitarnya, jadilah nama anak kami Aisha, diambil dari nama istri Rasulullah dengan harapan anak kami memiliki sifat dan sikap baik beliau, Nayyira yang bermakna sama dengan Nur yang artinya cahaya, serta Kinasih yang berarti kasih sayang.
Semoga Allah kabulkan doa-doa kami.
Heeu, IIIIICCHHAAAAAAAAAAA-KUUUU!!!
111 notes · View notes
dirawae · 8 years ago
Text
Tulisan : [Srikandi Skripsweet]
Awal mula sidang usulan masalah sekitar 16 Februari 2016 (lumayan banget hampir 1 tahun). Penelitian yang aku ambil ternyata tak seremeh yang aku bayangkan, pasalnya gonta-ganti metode itu waaaw, sesuatu sekali.   
Awal-awal bimbingan rajin syekali, hingga suatu saat ketika dunia ini dipenuhi kebahagiaan karena sudah bisa bekerja dan menghasilkan 'duit' sendiri, akhirnya skripsweet ini terlupakan. Fokus kerja, dan bersenang-senang. Sesekali buka laptop ya untuk melihat apa ada film baru atau belum. 
Aah pokoknya gada kamus 'yuk kerjain skripsweet'. Sampai beberapa kali dapat wa dari dosen pembimbing.   
"Dira, kamu kan mahasiswa bimbingan saya bukan? Ayo-ayo kapan ke kampus?" tanya beliau padaku.    
OMG Dir, kamu lupa bersyukur!! Disaat yang lain penuh ujian karena dospem nya susah ditemui, ini dospem yang sayang sama kamu ngehubungin kamu Loh! Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?   Dua dospem yang sangat super dupeer baik Ya Allah ditakdirkan untukku, akunya malah leha-leha. Heu heu. Maafin dira Pak Agus, Bu Saleha. 
Beberapa bulan bimbingan, ketika diri ini sudah merasa siap, ku utarakan aku ingin sidang. Kemudian beliau-beliau berkata hal serupa, "kamu belum siap, tenang, sabar dulu ya. Jangan buru-buru, hasil ga akan baik."   
Pas dibilang itu, sejatinya ingin banget wisuda Februari ini, namun apa daya ketika ayah dan ibu dari skripsweet ini belum mengijinkan. Ridho sidang ridho dospem. Meski kejadian itu bikin sembab mata. Hingga pada suatu kesempatan.   
Dari pihak jurusan mengatakan dibuka kembali sidang. Dan akupun memberanikan diri mengatakan, "pak, bu, insyaAllah 2 pekan lagi dibuka sidang. Bolehkah dira ikut sidang?"   
"Siapkan dulu berkas-berkasnya, karena agak ribet, biar kamu ga repot, Senin kita bimbingan"   
Allahuakbaar, aaakk terhuraaaaa. Izin pun keluar, dan aku mengikuti saran beliau, yakni mengurus semua berkas persiapan sidang yang lumayan ribet kesana kemari. Namun, atas saran beliau, ketika sudah penentuan hari H nya, menjadi sangat siap, karena tidak terkuras untuk kesana kemari tenaganya.
Dan saat-saat yang menentukan itu tiba. 
Tumblr media
"Teh, uwe ga sanggup hadapi situasi ini" chat aku kepada si teteh yang sering dijuluki 'the lucky women'.    
"Udah, pokoknya Taha 25-29, Robithoh sambil bayangin muka penguji, istigfar banyak-banyak" jawabnya dengan penuh keteguhan.   
Ya teteh yang satu ini emang beneran 'lucky' dalam hal apapun, efek deket sama Allah kali ya. Meskipun yang sering kali kami lakukan adalah hal konyol (ada part nanti cerita ini).   
"Lu udah usaha, tinggal tawakalnya. Nih ditularin keberuntungan!" Sambil mengirim gambar **** (sensor).   
Kun Fayakun! Kalimat maha dahsyat yang hanya Allah punya. Allah bicara nih sama Dira. Aku satu-satunya perempuan dalam sidang 260117, dan aku tampil PERTAMA. Ladies First berlaku dalam sidangku.   
"Gerogi ga, Dir jadi yg pertama?" tanya kawanku selepas aku keluar ruangan. 
Tumblr media
 "Uwe manusia biasa yang punya rasa takut jugaaak keleuus (bhaak)" 
Pas masuk ruang sidang, sempet PPT yang aku buat se-perpek mungkin itu, nyalanya aneh kedap kedip. Sampe penguji "ada masalah? Ganti laptop aja?" Membuat suasana hatiku makin dagdigdug. Terus aku pejamin mata dan baca Taha 25-29. Simsalabim! Ppt pun siap, dan aku mulai presentasi.   
Tumblr media Tumblr media
Muke gue, ampuun. Hasil jepretan dari dosen pembimbing sesaat setelah presentasi. Up to date banget dosen uwe langsung di-sent ke wa hahaha.
"Kamu anggap aja, pengujimu itu orang yang gatau apa-apa tentang cerita kamu, kaya kamu lagi cerita sama temen-temen." Pesan dospem aku penuh mantap.   
 Jeng jeng jeng jeng....    
"Huwaaaah, saya belum pernah lihat presentasi skripsi jadi suasana ceramah kaya gini" sahut seorang penguji. .
-___-   
"Ini modal yang luar biasa, ini unik, bikin 3 jurnal yah. Nanti 1 jurnalnya bareng saya" timpal penguji yang lain. Bhaaak! Skripsi aku aja lama pak, bikin 3 jurnal? Ampuuuuun pak ampuuun (hanya bisa berkata dalam hati) .   
"Kenapa ga ambil Kuanti? Ga suka statistik atau ga mau ketemu saya?" Wkwkkw bapakkeeee sudah cukup 2 tahun kita bertemu (lagi-lagi hanya dalam hati bisa terucap). 
Dan komen terakhir ini dari penguji yang terkenal WOW bangetlah di jurusan (ditakuti). Bersyukur luar biasa, apa ini yang dinamakan efek 'doa robithoh' ya? Wallahualam. 
Tapi ini juga berkat doa doa sanak sodara, kawan sejawat, akhi ukhti yang sholeh shalehah, karena Doa-doa orang yang disayangi Allah tentu diijabah. Terimakasih sudah mau 'sudi'mendoakan hamba seuprit ini.   
"Kira-kira yudisium jam berapa pak?" Tanya seorang kawan kepada petugas sidang.     
"Tunggu saja" jawab beliau singkat.   
Perjuangan belum berakhir, Dir. Menunggu Yudisium lebih gemeteran daripada menunggu antrian ke dokter saat berobat, menunggu antrian loket di stasiun. Tapi aku kurang tau apa rasanya sama kaya menunggu jodoh atau tidak (Skip Part Ini).   
"Silahkan masuk sesuai absen" pinta petugas sidang kepada kami bertujuh.   "Bismillah, kita buka Yudisium pada sore hari ini dengan membaca Basmallah, disini saya akan membacakan 2 keputusan untuk Anda sekalian. Keptusannya hanya Lulus atau Tidak Lulus. Jika Lulus saya ucapkan Selamat, dan jika Tidak, maka tunggu pemberitahuan selanjutnya untuk kapan sidang ulang. Saya bacakan yang lulus terlebih dahulu.”    
Jreng jreng jreng. Bla bla bla. 
Hingga urutan nama sebelum aku persis "dinyatakan lulus dengan sangat memuaskan" kemudian giliranku.   
 Aku tercengang, ketika pimpinan sidang tidak menyebut namaku, namun melewatkan namaku kemudian nama setelahku. Aku mulai pucat pasi, dan tanganku gemetaran penuh keringat dingin. Berkali-kali aku angkat dan mengucap, "Mohon maaf pak, saya belum kesebut" setiap kali aku mengangkat tangan kemudian teringat 'Saya akan membacakan yang lulus terlebih dahulu'.   
Deg...   
 Aku terdiam hingga akhir nama yang dibacakan. Aku pasrah, aku berkali-kali istigfar, apa salahku Ya Rabb sampai ngga lulus. Aku menunggu namaku dipanggil.   "Terakhir, saudari Indira Sanjaningtyas dengan ini dinyatakan (jeda lama banget, muka pimpinan sidang berubah murung) LULUS Dengan Pujian." 
"IPK perubahan akhirnya, belum saya sebutkan, karena belum dihitung total"   Allahuakbar, aku menangis ketakutan campur aduk bergembira dan sedih ahh nano nano rasanya. 
Tumblr media
Tak kupikirkan mau sangat memuaskan atau pujian saat itu, yang penting ada kata lulus.   
 Kemudian pimpinan sidang kembali mengatakan "lulus dengan pujian, artinya mendapat skor tertinggi". Sampai aku menanyakan pada temanku apa arti lulus dengan pujian artinya, dan dia hanya tertawa. -___-   Alhamdulillah alhamdulillah alhamdulillah..   
Sampai sekarang masih kerasa deg degannya kalau ingat pas yudisium. 
Dan officially alhamdulillah Indira Sanjaningtyas, S. I. Pus.   
Tumblr media
Terimakasih, jzk khair semua semua semua orang yang sudah ngejapri doa, ngekhususin doa, nemenin ga tidur, nemenin nonton drama, nemenin jalan-jalan, nemenin jualan, nemenin ngaji, nemenin nangis, nemenin marah, ngasih arahan ini dan itu, support biaya, nemenin makan, selalu setia setiap saat. .
Aku bersyukur punya kalian semua. Aak, terima kasih telah ada di hidup seorang INDIRA SANJANINGTYAS.   Dalam frame ga muat kalau semua orang dalam hidup aku masukin. Mohon maaf ini perwakilan. Hehe
ditulis ulang  ketika tak bisa ikut aksi
Jatinangor,  11 Februari 2017
Srikandi Skripsweet,
(Indira Sanjaningtyas)
2 notes · View notes
pesantrenpandeglang · 7 years ago
Text
Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
Darunnajah.com Nama Mush’ab bin Umair mungkin tidak terlalu populer di perbincangkan seperti shahabat shahabat Rasulullah saw lainnya, seperti halnya shahabat Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Salman Al Farisi, Bilal bin Rabah hingga Khulafaur Rasyidin. Meski demikian tidak dipungkiri Mush’ab bin Umair adalah salah satu shahabat Rasulullah saw yang mengagumkan dan menyandang gelar ‘Pemuda terbaik di Zamannya’ yang Rasulullah saw pernah bersabda tentangnya.
“Aku tidak pernah melihat seorangpun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Siapakah sebenarnya Mush’ab bin Umair itu?
Mush’ab bin Umair adalah seorang pemuda dari keturuan bangsa Quraisy, Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin kilab al Abdari al Qurasyi. Ia dilahirkan 14 tahun setelah Rasulullah saw lahir tepatnya pada tahun 585 M.
Ia adalah seorang pemuda yang sangat beruntung, lahir dari keturunan bangsawan Quraisy yang memiliki limpahan harta, disayangi oleh orang tuanya dan sangat dihormati oleh semua orang. Hingga Imam Ibnu Atsir menggambarkan tentang keadaan Mush’ab bin Umair, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang kaya, sandalnya adalah sandal al hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik dan dia adalah pemuda Mekah yang peling harum sehingga semerbak wangi parfumnya meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang ia lewatinya”. (al Jabiri, 2014: 19)
Sebagai pemuda yang memiliki segalanya tidak membuatnya lupa diri. Memiliki orang tua yang sangat sayang yang mau serta mampu memberikan apapun yang diinginkan dengan sekejab. Namun tidak membuat dirinya terlena dan terbawa suasana, dimana dia hidup di masa jahiliah yang lingkungannya menyembah berhala, khamar sebagai minumannya, judi adalah aktifitasnya, pesta dan perzinaan merupakan hal yang biasa. Inilah yang harus di contoh oleh pemuda zaman sekarang, Mush’ab bin Umair yang tidak goyah oleh lingkungan, Mush’ab bin Umair yang punya prinsip dalam hidupnya.
Pada awal Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu untuk berdakwah, beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi mulai dari keluarganya, shahabat, kerabat dan orang-orang yang dikenalnya untuk mengenalkan agama Tauhid yang mulia, hingga akhirnya masuklah agama islam yang diawali oleh istri tercintanya Khodijah, yang disusul sepupunya Ali bin Ali Thalib dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah serta shahabat shahabat lainnya yang kemudian di namakan ‘Assabiqunal Awwalun’ yang artinya orang-orang yang pertama kali masuk Islam pada masa Rasulullah saw berdakwah secara rahasia/sembunyi. Dan Mush’ab bin Umair salah satu didalamnya.
Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang pandai dan bijak dalam memilih pilihan untuk kehidupannya. Meski hidup dilingkungan jahiliyah namun ia tidak terbawa dalam rusaknya akhlak yang mewarnai kesehariannya. Dan akhirnya Allah yang Maha Kuasa memberikan cahaya di hati nuraninya dengan sampainya ajaran agama islam yang mulia yang di bawa oleh pemuda bergelar Al Amin.
Meski dilakukan secara sembunyi – sembunyi dakwah Rasulullah saw akhirnya sampai ke telinga Mush’ab bin Umair, setelah mengetahui ajaran yang dibawa oleh rasulullah saw, Mush’ab yang selalu teliti dalam mengambil keputusan memantapkan hatinya untuk memeluk agama Islam, ia pun mendatangi Nabi Muhammad saw di rumah al Arqam bin Abi al Arqam di bukit Shafa pusat dakwah Rasulullah saw pada saat itu untuk menyatakan keimanannya.
Seperti shahabat lainnya yang memeluk agama Islam Mush’ab bin Umair juga menyembunyikan keislamannya dihadapan semua orang terutama kedua orang tuanya yang merupakan orang terpandang di kalangan bangsa Quraisy. Meski sembunyi – sembunyi ia tidak pernah alpa dalam menghadiri majlis Rasulullah saw untuk mendalami pengetahuan tentang agama islam. Karena ketekunan dan kepandaian yang dimilikinya, Mush’ab bin Umair menjadi salah satu shahabat yang memiliki pengetahuan tentang Islam yang paling dalam, oleh karena itu ia diutus Rasulullah saw berdakwah ke Madinah untuk pertama kalinya yang kemudian disebut sebagai Duta Islam pertama.
Allah berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 2 dan 3 yang berbunyi:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Artinya, “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (2) Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”. (3) (QS. Al Ankabut: 2-3)
Hari dimulainya ujian bagi Mush’ab bin Umair telah tiba,  ketika ia sedang beribadah kepada Allah swt, Utsmani bin Thalhah tanpa sengaja melihatnya yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua Mash’ab. Mulai saat itulah ujian dari Allah swt datang kepadanya, ujian yang akan menentukan siapa sebenarnya Mash’ab? Ujian yang akan membuatnya di kagumi oleh Rasulullah dan para shahabat shahabanya, ujian yang menjadikan ia sebagai pemuda yang patut untuk di tauladani oleh pemuda sepanjang masa.
Begitu orang tua Mash’ab mengetahui ia meninggalkan agama nenek moyang nya dan memeluk agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ibundanya marah besar ia mengancam Mash’ab tidak akan memberinya makan bahkan akan menyiksanya bila tidak meninggalkan agama islam dan kembali ke agama nenek moyangnya. Sebagai seorang pemuda yang cerdas dan memiliki prinsip teguh dalam hidupnya, jiwa Islam yang sudah mendarah daging dalam tubuh Mash’ab menjadikannya tetap kukuh dengan pilihannya dan siap menerima apapun yang akan diberikan kepadanya.
Berbagai siksaan dari orang tuanya sendiri ia terima dengan teguh tanpa melawan sebagai bentuk ketaatan kepda orang yang sudah membesarkannya. Makanan lezat tidak lagi ia jumpai, pakaian yang indah tak lagi menempel di badan kekarnya, Mash’ab yang dulunya di puji oleh semua orang kini hampir tidak ada yang bisa mengenalinya. Namun, itu bukanlah hal yang besar baginya, meski tidak lagi mendapat makanan yang bisa masuk ke perutnya, yang berubah menjadi pukulan mendarat ditubuhnya mulusnya, walau berbagai siksaan ia terima tidak sedikitpun terbayang dalam benaknya untuk mengkhianati dua kalimat syahadat yang pernah diucapkannya di hadapan Rasululllah saw.
Banyak shahabat Rasulullah yang kagum dengannya, hingga mengungkapkannya dalam bentuk syair syair yang indah, begitu juga dengan Rasulullah saw yang takjub sehingga beliau bersabda tentangnya, “Sungguh aku melihat Mash’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakannya dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda pemuda Quraisy yang semisal dengannya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai Ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…”. (HR. Hakim)
Mash’ab bin Umair sebagai duta islam yang pertama memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam terutama saat di utus Rasulullah saw untuk berdakwah ke Yatsrib (nama Madinah saat itu). Dengan kedalamannya akan Al Qur’an dan As Sunnah, lihai dalam cara penyampaiannya, disertai kecerdasan dalam berargumentasi dan ketenangan dalam bertutur membuat semua orang menerima dakwahnya.
Ketangkasannya dalam berdakwah terlihat saat ia berhadapan dengan pemuka suatu kaum di Yatsrib yang bernama Saad bin Muadz. Dengan ungkapan yang santun ia berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau anda duduk dan mendengar (apa yang akan saya sampaikan). Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”.  Dengan senang hati Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih baik”. Diawali dengan bacaan Al Qur’an nan syahdu, Mash’ab menjelaskan tentang Islam kepada Saad.
Dengan penyampaian yang sempurna, membuat Saad pun terkesan dan tertarik kepada islam, iapun berkata kepada Mash’ab, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk agama Islam?” Mash’ab menjawab dengan santun, “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkanlah dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Saad pun mengikuti apa yang dikatakan Mash’ab.
Setelah Saad bin Muadz memeluk agama Islam, ia pun segera mengumpulkan seluruh kaumnya, dengan nada yang tegas ia berkata, “wahai Bani Adbu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?”. Serentak kaumnya menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya dan paling lurus tabiatnya”. Saat itulah dengan kewibawaannya ia menyerukan suara yang lantang kepada kaumnya, “Haram bagi laki laki dan perempuan di antara kalian berbicara denganku sampai ia beriman kepada Allah swt dan Rasul Nya”.
Dengan ketegasan yang ditunjukan oleh Saad bin Muadz, serentaklah seluruh kaumnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan masuk Islam disaksikan juga oleh Mush’ab bin Umair.  Dengan pertolongan Allah swt, Mush’ab bin Umair diberikan kemudahan dalam menyampaikan agama Islam di bumi Yatsrib yang kemudian Rasulullah saw dan shahabatnya hijrah dari Mekah ke Yatsrib, setelah Rasulullah saw di Yatsrib kota tersebut dikenal dengan nama Madinah an Nabawiyah.
Selain aktif dalam berdakwah menyiarkan agama Islam, Mush’ab bin Umair juga turut serta dalam beberapa peperangan yang dilakukan oleh umat Islam dan Rasulullah saw. Ia selalu mendapat tempat istimewa disetiap pertempuran yang diikuitinya yakni sebagai pemegang bendera Islam. Dan perang terakhir yang beliau ikuti adalah perang Uhud dimana beliau menjadi salah satu mujahid dalam pertempuran yang berlangsung di bukit Uhud pada tahun 625 M tersebut.
Seorang shahabat Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sang mujahid Mush’ab bin Umair dengan indah. Dengan ketangkasannya dalam berperang, dengan gagah berani Mush’ab melaju ke medan perang dengan menggenggam bendera islam ditangan kanannya dan sebuah pedang disebelah tangan kirinya. Dari kejauhan ada pasuka musyrik yang mengincar Mush’ab, dia mengira yang memegang bendera Islam adalah Nabi Muhammad saw, dengan keganasannya ia langsung menyerang Mush’ab, ia menebas tangan kanannya yang memegang bendera dan terputuslah tangan kanan Mush’ab bin Umair namun dengan sigap tangan kirinya mengambil alih bendera islam yang akan terjatuh.
Melihat bendera Islam masih berkibar, pasukan kafir Quraisy yang bernama Ibnu Qumai ah al Laitsi kembali menyerang Mush’ab bin Umair, kali ini tangan kirinya yang menjadi incarannya. Ditebaslah tangan kiri Duta islam pertama Islam tersebut hingga terputus terpisah dari jasadnya, meski kedua tangannya telah terputus namun semangat juang Mush’ab bin Umair masih besar, karena begitu dalam rasa cintanya kepada Islam membuatnya ingin memberikan seluruh hidupnya untuk Islam, didekaplah bendera perang Islam tersebut agar masih tetap berkibar di arena pertempuran, hingga akhirnya anak panah merobohkan tubuh, bendera sekaligus nyawanya dari atas kuda perangnya.
Akhir dari perjuangan pemuda yang telah menggadaikan kenikmatan dunia dengan keindahan yang tidak akan pernah sirna yakni surga. Setelah perang usai, Rasulullah saw mengumpulkan para syuhada untuk dikuburkan dan ketika melihat jasad Mush’ab bin Umair beliau mendo’akan kebaikan untuknya.
Sebagai pemuda muslim sudah sepantasnya kita mengambil contoh dari perjuangan dan pengorbanan Mush’ab bin Umair untuk Islam, pemuda yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, mengamalkan setiap yang dipelajarinya dan mendakwahkannya kepada ummat karena Allah swt. Pemuda yang memiliki pandangan ke masa depan, ia rela meninggalkan kenikmatan dunia yang fana untuk menggapai kemuliaan yang abadi di akhirat Nya. Wallahu ‘Alam
(red/Aa)
from WordPress http://ift.tt/2D285wW via IFTTT
1 note · View note
mzuhdymcorp · 7 years ago
Text
Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
Darunnajah.com Nama Mush’ab bin Umair mungkin tidak terlalu populer di perbincangkan seperti shahabat shahabat Rasulullah saw lainnya, seperti halnya shahabat Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Salman Al Farisi, Bilal bin Rabah hingga Khulafaur Rasyidin. Meski demikian tidak dipungkiri Mush’ab bin Umair adalah salah satu shahabat Rasulullah saw yang mengagumkan dan menyandang gelar ‘Pemuda terbaik di Zamannya’ yang Rasulullah saw pernah bersabda tentangnya.
“Aku tidak pernah melihat seorangpun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Siapakah sebenarnya Mush’ab bin Umair itu?
Mush’ab bin Umair adalah seorang pemuda dari keturuan bangsa Quraisy, Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin kilab al Abdari al Qurasyi. Ia dilahirkan 14 tahun setelah Rasulullah saw lahir tepatnya pada tahun 585 M.
Ia adalah seorang pemuda yang sangat beruntung, lahir dari keturunan bangsawan Quraisy yang memiliki limpahan harta, disayangi oleh orang tuanya dan sangat dihormati oleh semua orang. Hingga Imam Ibnu Atsir menggambarkan tentang keadaan Mush’ab bin Umair, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang kaya, sandalnya adalah sandal al hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik dan dia adalah pemuda Mekah yang peling harum sehingga semerbak wangi parfumnya meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang ia lewatinya”. (al Jabiri, 2014: 19)
Sebagai pemuda yang memiliki segalanya tidak membuatnya lupa diri. Memiliki orang tua yang sangat sayang yang mau serta mampu memberikan apapun yang diinginkan dengan sekejab. Namun tidak membuat dirinya terlena dan terbawa suasana, dimana dia hidup di masa jahiliah yang lingkungannya menyembah berhala, khamar sebagai minumannya, judi adalah aktifitasnya, pesta dan perzinaan merupakan hal yang biasa. Inilah yang harus di contoh oleh pemuda zaman sekarang, Mush’ab bin Umair yang tidak goyah oleh lingkungan, Mush’ab bin Umair yang punya prinsip dalam hidupnya.
Pada awal Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu untuk berdakwah, beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi mulai dari keluarganya, shahabat, kerabat dan orang-orang yang dikenalnya untuk mengenalkan agama Tauhid yang mulia, hingga akhirnya masuklah agama islam yang diawali oleh istri tercintanya Khodijah, yang disusul sepupunya Ali bin Ali Thalib dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah serta shahabat shahabat lainnya yang kemudian di namakan ‘Assabiqunal Awwalun’ yang artinya orang-orang yang pertama kali masuk Islam pada masa Rasulullah saw berdakwah secara rahasia/sembunyi. Dan Mush’ab bin Umair salah satu didalamnya.
Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang pandai dan bijak dalam memilih pilihan untuk kehidupannya. Meski hidup dilingkungan jahiliyah namun ia tidak terbawa dalam rusaknya akhlak yang mewarnai kesehariannya. Dan akhirnya Allah yang Maha Kuasa memberikan cahaya di hati nuraninya dengan sampainya ajaran agama islam yang mulia yang di bawa oleh pemuda bergelar Al Amin.
Meski dilakukan secara sembunyi – sembunyi dakwah Rasulullah saw akhirnya sampai ke telinga Mush’ab bin Umair, setelah mengetahui ajaran yang dibawa oleh rasulullah saw, Mush’ab yang selalu teliti dalam mengambil keputusan memantapkan hatinya untuk memeluk agama Islam, ia pun mendatangi Nabi Muhammad saw di rumah al Arqam bin Abi al Arqam di bukit Shafa pusat dakwah Rasulullah saw pada saat itu untuk menyatakan keimanannya.
Seperti shahabat lainnya yang memeluk agama Islam Mush’ab bin Umair juga menyembunyikan keislamannya dihadapan semua orang terutama kedua orang tuanya yang merupakan orang terpandang di kalangan bangsa Quraisy. Meski sembunyi – sembunyi ia tidak pernah alpa dalam menghadiri majlis Rasulullah saw untuk mendalami pengetahuan tentang agama islam. Karena ketekunan dan kepandaian yang dimilikinya, Mush’ab bin Umair menjadi salah satu shahabat yang memiliki pengetahuan tentang Islam yang paling dalam, oleh karena itu ia diutus Rasulullah saw berdakwah ke Madinah untuk pertama kalinya yang kemudian disebut sebagai Duta Islam pertama.
Allah berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 2 dan 3 yang berbunyi:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Artinya, “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (2) Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”. (3) (QS. Al Ankabut: 2-3)
Hari dimulainya ujian bagi Mush’ab bin Umair telah tiba,  ketika ia sedang beribadah kepada Allah swt, Utsmani bin Thalhah tanpa sengaja melihatnya yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua Mash’ab. Mulai saat itulah ujian dari Allah swt datang kepadanya, ujian yang akan menentukan siapa sebenarnya Mash’ab? Ujian yang akan membuatnya di kagumi oleh Rasulullah dan para shahabat shahabanya, ujian yang menjadikan ia sebagai pemuda yang patut untuk di tauladani oleh pemuda sepanjang masa.
Begitu orang tua Mash’ab mengetahui ia meninggalkan agama nenek moyang nya dan memeluk agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ibundanya marah besar ia mengancam Mash’ab tidak akan memberinya makan bahkan akan menyiksanya bila tidak meninggalkan agama islam dan kembali ke agama nenek moyangnya. Sebagai seorang pemuda yang cerdas dan memiliki prinsip teguh dalam hidupnya, jiwa Islam yang sudah mendarah daging dalam tubuh Mash’ab menjadikannya tetap kukuh dengan pilihannya dan siap menerima apapun yang akan diberikan kepadanya.
Berbagai siksaan dari orang tuanya sendiri ia terima dengan teguh tanpa melawan sebagai bentuk ketaatan kepda orang yang sudah membesarkannya. Makanan lezat tidak lagi ia jumpai, pakaian yang indah tak lagi menempel di badan kekarnya, Mash’ab yang dulunya di puji oleh semua orang kini hampir tidak ada yang bisa mengenalinya. Namun, itu bukanlah hal yang besar baginya, meski tidak lagi mendapat makanan yang bisa masuk ke perutnya, yang berubah menjadi pukulan mendarat ditubuhnya mulusnya, walau berbagai siksaan ia terima tidak sedikitpun terbayang dalam benaknya untuk mengkhianati dua kalimat syahadat yang pernah diucapkannya di hadapan Rasululllah saw.
Banyak shahabat Rasulullah yang kagum dengannya, hingga mengungkapkannya dalam bentuk syair syair yang indah, begitu juga dengan Rasulullah saw yang takjub sehingga beliau bersabda tentangnya, “Sungguh aku melihat Mash’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakannya dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda pemuda Quraisy yang semisal dengannya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai Ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…”. (HR. Hakim)
Mash’ab bin Umair sebagai duta islam yang pertama memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam terutama saat di utus Rasulullah saw untuk berdakwah ke Yatsrib (nama Madinah saat itu). Dengan kedalamannya akan Al Qur’an dan As Sunnah, lihai dalam cara penyampaiannya, disertai kecerdasan dalam berargumentasi dan ketenangan dalam bertutur membuat semua orang menerima dakwahnya.
Ketangkasannya dalam berdakwah terlihat saat ia berhadapan dengan pemuka suatu kaum di Yatsrib yang bernama Saad bin Muadz. Dengan ungkapan yang santun ia berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau anda duduk dan mendengar (apa yang akan saya sampaikan). Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”.  Dengan senang hati Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih baik”. Diawali dengan bacaan Al Qur’an nan syahdu, Mash’ab menjelaskan tentang Islam kepada Saad.
Dengan penyampaian yang sempurna, membuat Saad pun terkesan dan tertarik kepada islam, iapun berkata kepada Mash’ab, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk agama Islam?” Mash’ab menjawab dengan santun, “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkanlah dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Saad pun mengikuti apa yang dikatakan Mash’ab.
Setelah Saad bin Muadz memeluk agama Islam, ia pun segera mengumpulkan seluruh kaumnya, dengan nada yang tegas ia berkata, “wahai Bani Adbu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?”. Serentak kaumnya menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya dan paling lurus tabiatnya”. Saat itulah dengan kewibawaannya ia menyerukan suara yang lantang kepada kaumnya, “Haram bagi laki laki dan perempuan di antara kalian berbicara denganku sampai ia beriman kepada Allah swt dan Rasul Nya”.
Dengan ketegasan yang ditunjukan oleh Saad bin Muadz, serentaklah seluruh kaumnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan masuk Islam disaksikan juga oleh Mush’ab bin Umair.  Dengan pertolongan Allah swt, Mush’ab bin Umair diberikan kemudahan dalam menyampaikan agama Islam di bumi Yatsrib yang kemudian Rasulullah saw dan shahabatnya hijrah dari Mekah ke Yatsrib, setelah Rasulullah saw di Yatsrib kota tersebut dikenal dengan nama Madinah an Nabawiyah.
Selain aktif dalam berdakwah menyiarkan agama Islam, Mush’ab bin Umair juga turut serta dalam beberapa peperangan yang dilakukan oleh umat Islam dan Rasulullah saw. Ia selalu mendapat tempat istimewa disetiap pertempuran yang diikuitinya yakni sebagai pemegang bendera Islam. Dan perang terakhir yang beliau ikuti adalah perang Uhud dimana beliau menjadi salah satu mujahid dalam pertempuran yang berlangsung di bukit Uhud pada tahun 625 M tersebut.
Seorang shahabat Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sang mujahid Mush’ab bin Umair dengan indah. Dengan ketangkasannya dalam berperang, dengan gagah berani Mush’ab melaju ke medan perang dengan menggenggam bendera islam ditangan kanannya dan sebuah pedang disebelah tangan kirinya. Dari kejauhan ada pasuka musyrik yang mengincar Mush’ab, dia mengira yang memegang bendera Islam adalah Nabi Muhammad saw, dengan keganasannya ia langsung menyerang Mush’ab, ia menebas tangan kanannya yang memegang bendera dan terputuslah tangan kanan Mush’ab bin Umair namun dengan sigap tangan kirinya mengambil alih bendera islam yang akan terjatuh.
Melihat bendera Islam masih berkibar, pasukan kafir Quraisy yang bernama Ibnu Qumai ah al Laitsi kembali menyerang Mush’ab bin Umair, kali ini tangan kirinya yang menjadi incarannya. Ditebaslah tangan kiri Duta islam pertama Islam tersebut hingga terputus terpisah dari jasadnya, meski kedua tangannya telah terputus namun semangat juang Mush’ab bin Umair masih besar, karena begitu dalam rasa cintanya kepada Islam membuatnya ingin memberikan seluruh hidupnya untuk Islam, didekaplah bendera perang Islam tersebut agar masih tetap berkibar di arena pertempuran, hingga akhirnya anak panah merobohkan tubuh, bendera sekaligus nyawanya dari atas kuda perangnya.
Akhir dari perjuangan pemuda yang telah menggadaikan kenikmatan dunia dengan keindahan yang tidak akan pernah sirna yakni surga. Setelah perang usai, Rasulullah saw mengumpulkan para syuhada untuk dikuburkan dan ketika melihat jasad Mush’ab bin Umair beliau mendo’akan kebaikan untuknya.
Sebagai pemuda muslim sudah sepantasnya kita mengambil contoh dari perjuangan dan pengorbanan Mush’ab bin Umair untuk Islam, pemuda yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, mengamalkan setiap yang dipelajarinya dan mendakwahkannya kepada ummat karena Allah swt. Pemuda yang memiliki pandangan ke masa depan, ia rela meninggalkan kenikmatan dunia yang fana untuk menggapai kemuliaan yang abadi di akhirat Nya. Wallahu ‘Alam
(red/Aa)
from Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
0 notes
pondokpesantren · 7 years ago
Text
Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
Darunnajah.com Nama Mush’ab bin Umair mungkin tidak terlalu populer di perbincangkan seperti shahabat shahabat Rasulullah saw lainnya, seperti halnya shahabat Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Salman Al Farisi, Bilal bin Rabah hingga Khulafaur Rasyidin. Meski demikian tidak dipungkiri Mush’ab bin Umair adalah salah satu shahabat Rasulullah saw yang mengagumkan dan menyandang gelar ‘Pemuda terbaik di Zamannya’ yang Rasulullah saw pernah bersabda tentangnya.
“Aku tidak pernah melihat seorangpun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Siapakah sebenarnya Mush’ab bin Umair itu?
Mush’ab bin Umair adalah seorang pemuda dari keturuan bangsa Quraisy, Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin kilab al Abdari al Qurasyi. Ia dilahirkan 14 tahun setelah Rasulullah saw lahir tepatnya pada tahun 585 M.
Ia adalah seorang pemuda yang sangat beruntung, lahir dari keturunan bangsawan Quraisy yang memiliki limpahan harta, disayangi oleh orang tuanya dan sangat dihormati oleh semua orang. Hingga Imam Ibnu Atsir menggambarkan tentang keadaan Mush’ab bin Umair, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang kaya, sandalnya adalah sandal al hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik dan dia adalah pemuda Mekah yang peling harum sehingga semerbak wangi parfumnya meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang ia lewatinya”. (al Jabiri, 2014: 19)
Sebagai pemuda yang memiliki segalanya tidak membuatnya lupa diri. Memiliki orang tua yang sangat sayang yang mau serta mampu memberikan apapun yang diinginkan dengan sekejab. Namun tidak membuat dirinya terlena dan terbawa suasana, dimana dia hidup di masa jahiliah yang lingkungannya menyembah berhala, khamar sebagai minumannya, judi adalah aktifitasnya, pesta dan perzinaan merupakan hal yang biasa. Inilah yang harus di contoh oleh pemuda zaman sekarang, Mush’ab bin Umair yang tidak goyah oleh lingkungan, Mush’ab bin Umair yang punya prinsip dalam hidupnya.
Pada awal Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu untuk berdakwah, beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi mulai dari keluarganya, shahabat, kerabat dan orang-orang yang dikenalnya untuk mengenalkan agama Tauhid yang mulia, hingga akhirnya masuklah agama islam yang diawali oleh istri tercintanya Khodijah, yang disusul sepupunya Ali bin Ali Thalib dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah serta shahabat shahabat lainnya yang kemudian di namakan ‘Assabiqunal Awwalun’ yang artinya orang-orang yang pertama kali masuk Islam pada masa Rasulullah saw berdakwah secara rahasia/sembunyi. Dan Mush’ab bin Umair salah satu didalamnya.
Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang pandai dan bijak dalam memilih pilihan untuk kehidupannya. Meski hidup dilingkungan jahiliyah namun ia tidak terbawa dalam rusaknya akhlak yang mewarnai kesehariannya. Dan akhirnya Allah yang Maha Kuasa memberikan cahaya di hati nuraninya dengan sampainya ajaran agama islam yang mulia yang di bawa oleh pemuda bergelar Al Amin.
Meski dilakukan secara sembunyi – sembunyi dakwah Rasulullah saw akhirnya sampai ke telinga Mush’ab bin Umair, setelah mengetahui ajaran yang dibawa oleh rasulullah saw, Mush’ab yang selalu teliti dalam mengambil keputusan memantapkan hatinya untuk memeluk agama Islam, ia pun mendatangi Nabi Muhammad saw di rumah al Arqam bin Abi al Arqam di bukit Shafa pusat dakwah Rasulullah saw pada saat itu untuk menyatakan keimanannya.
Seperti shahabat lainnya yang memeluk agama Islam Mush’ab bin Umair juga menyembunyikan keislamannya dihadapan semua orang terutama kedua orang tuanya yang merupakan orang terpandang di kalangan bangsa Quraisy. Meski sembunyi – sembunyi ia tidak pernah alpa dalam menghadiri majlis Rasulullah saw untuk mendalami pengetahuan tentang agama islam. Karena ketekunan dan kepandaian yang dimilikinya, Mush’ab bin Umair menjadi salah satu shahabat yang memiliki pengetahuan tentang Islam yang paling dalam, oleh karena itu ia diutus Rasulullah saw berdakwah ke Madinah untuk pertama kalinya yang kemudian disebut sebagai Duta Islam pertama.
Allah berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 2 dan 3 yang berbunyi:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Artinya, “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (2) Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”. (3) (QS. Al Ankabut: 2-3)
Hari dimulainya ujian bagi Mush’ab bin Umair telah tiba,  ketika ia sedang beribadah kepada Allah swt, Utsmani bin Thalhah tanpa sengaja melihatnya yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua Mash’ab. Mulai saat itulah ujian dari Allah swt datang kepadanya, ujian yang akan menentukan siapa sebenarnya Mash’ab? Ujian yang akan membuatnya di kagumi oleh Rasulullah dan para shahabat shahabanya, ujian yang menjadikan ia sebagai pemuda yang patut untuk di tauladani oleh pemuda sepanjang masa.
Begitu orang tua Mash’ab mengetahui ia meninggalkan agama nenek moyang nya dan memeluk agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ibundanya marah besar ia mengancam Mash’ab tidak akan memberinya makan bahkan akan menyiksanya bila tidak meninggalkan agama islam dan kembali ke agama nenek moyangnya. Sebagai seorang pemuda yang cerdas dan memiliki prinsip teguh dalam hidupnya, jiwa Islam yang sudah mendarah daging dalam tubuh Mash’ab menjadikannya tetap kukuh dengan pilihannya dan siap menerima apapun yang akan diberikan kepadanya.
Berbagai siksaan dari orang tuanya sendiri ia terima dengan teguh tanpa melawan sebagai bentuk ketaatan kepda orang yang sudah membesarkannya. Makanan lezat tidak lagi ia jumpai, pakaian yang indah tak lagi menempel di badan kekarnya, Mash’ab yang dulunya di puji oleh semua orang kini hampir tidak ada yang bisa mengenalinya. Namun, itu bukanlah hal yang besar baginya, meski tidak lagi mendapat makanan yang bisa masuk ke perutnya, yang berubah menjadi pukulan mendarat ditubuhnya mulusnya, walau berbagai siksaan ia terima tidak sedikitpun terbayang dalam benaknya untuk mengkhianati dua kalimat syahadat yang pernah diucapkannya di hadapan Rasululllah saw.
Banyak shahabat Rasulullah yang kagum dengannya, hingga mengungkapkannya dalam bentuk syair syair yang indah, begitu juga dengan Rasulullah saw yang takjub sehingga beliau bersabda tentangnya, “Sungguh aku melihat Mash’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakannya dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda pemuda Quraisy yang semisal dengannya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai Ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…”. (HR. Hakim)
Mash’ab bin Umair sebagai duta islam yang pertama memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam terutama saat di utus Rasulullah saw untuk berdakwah ke Yatsrib (nama Madinah saat itu). Dengan kedalamannya akan Al Qur’an dan As Sunnah, lihai dalam cara penyampaiannya, disertai kecerdasan dalam berargumentasi dan ketenangan dalam bertutur membuat semua orang menerima dakwahnya.
Ketangkasannya dalam berdakwah terlihat saat ia berhadapan dengan pemuka suatu kaum di Yatsrib yang bernama Saad bin Muadz. Dengan ungkapan yang santun ia berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau anda duduk dan mendengar (apa yang akan saya sampaikan). Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”.  Dengan senang hati Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih baik”. Diawali dengan bacaan Al Qur’an nan syahdu, Mash’ab menjelaskan tentang Islam kepada Saad.
Dengan penyampaian yang sempurna, membuat Saad pun terkesan dan tertarik kepada islam, iapun berkata kepada Mash’ab, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk agama Islam?” Mash’ab menjawab dengan santun, “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkanlah dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Saad pun mengikuti apa yang dikatakan Mash’ab.
Setelah Saad bin Muadz memeluk agama Islam, ia pun segera mengumpulkan seluruh kaumnya, dengan nada yang tegas ia berkata, “wahai Bani Adbu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?”. Serentak kaumnya menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya dan paling lurus tabiatnya”. Saat itulah dengan kewibawaannya ia menyerukan suara yang lantang kepada kaumnya, “Haram bagi laki laki dan perempuan di antara kalian berbicara denganku sampai ia beriman kepada Allah swt dan Rasul Nya”.
Dengan ketegasan yang ditunjukan oleh Saad bin Muadz, serentaklah seluruh kaumnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan masuk Islam disaksikan juga oleh Mush’ab bin Umair.  Dengan pertolongan Allah swt, Mush’ab bin Umair diberikan kemudahan dalam menyampaikan agama Islam di bumi Yatsrib yang kemudian Rasulullah saw dan shahabatnya hijrah dari Mekah ke Yatsrib, setelah Rasulullah saw di Yatsrib kota tersebut dikenal dengan nama Madinah an Nabawiyah.
Selain aktif dalam berdakwah menyiarkan agama Islam, Mush’ab bin Umair juga turut serta dalam beberapa peperangan yang dilakukan oleh umat Islam dan Rasulullah saw. Ia selalu mendapat tempat istimewa disetiap pertempuran yang diikuitinya yakni sebagai pemegang bendera Islam. Dan perang terakhir yang beliau ikuti adalah perang Uhud dimana beliau menjadi salah satu mujahid dalam pertempuran yang berlangsung di bukit Uhud pada tahun 625 M tersebut.
Seorang shahabat Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sang mujahid Mush’ab bin Umair dengan indah. Dengan ketangkasannya dalam berperang, dengan gagah berani Mush’ab melaju ke medan perang dengan menggenggam bendera islam ditangan kanannya dan sebuah pedang disebelah tangan kirinya. Dari kejauhan ada pasuka musyrik yang mengincar Mush’ab, dia mengira yang memegang bendera Islam adalah Nabi Muhammad saw, dengan keganasannya ia langsung menyerang Mush’ab, ia menebas tangan kanannya yang memegang bendera dan terputuslah tangan kanan Mush’ab bin Umair namun dengan sigap tangan kirinya mengambil alih bendera islam yang akan terjatuh.
Melihat bendera Islam masih berkibar, pasukan kafir Quraisy yang bernama Ibnu Qumai ah al Laitsi kembali menyerang Mush’ab bin Umair, kali ini tangan kirinya yang menjadi incarannya. Ditebaslah tangan kiri Duta islam pertama Islam tersebut hingga terputus terpisah dari jasadnya, meski kedua tangannya telah terputus namun semangat juang Mush’ab bin Umair masih besar, karena begitu dalam rasa cintanya kepada Islam membuatnya ingin memberikan seluruh hidupnya untuk Islam, didekaplah bendera perang Islam tersebut agar masih tetap berkibar di arena pertempuran, hingga akhirnya anak panah merobohkan tubuh, bendera sekaligus nyawanya dari atas kuda perangnya.
Akhir dari perjuangan pemuda yang telah menggadaikan kenikmatan dunia dengan keindahan yang tidak akan pernah sirna yakni surga. Setelah perang usai, Rasulullah saw mengumpulkan para syuhada untuk dikuburkan dan ketika melihat jasad Mush’ab bin Umair beliau mendo’akan kebaikan untuknya.
Sebagai pemuda muslim sudah sepantasnya kita mengambil contoh dari perjuangan dan pengorbanan Mush’ab bin Umair untuk Islam, pemuda yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, mengamalkan setiap yang dipelajarinya dan mendakwahkannya kepada ummat karena Allah swt. Pemuda yang memiliki pandangan ke masa depan, ia rela meninggalkan kenikmatan dunia yang fana untuk menggapai kemuliaan yang abadi di akhirat Nya. Wallahu ‘Alam
(red/Aa)
from Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
0 notes
Text
Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
Darunnajah.com Nama Mush’ab bin Umair mungkin tidak terlalu populer di perbincangkan seperti shahabat shahabat Rasulullah saw lainnya, seperti halnya shahabat Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Salman Al Farisi, Bilal bin Rabah hingga Khulafaur Rasyidin. Meski demikian tidak dipungkiri Mush’ab bin Umair adalah salah satu shahabat Rasulullah saw yang mengagumkan dan menyandang gelar ‘Pemuda terbaik di Zamannya’ yang Rasulullah saw pernah bersabda tentangnya.
“Aku tidak pernah melihat seorangpun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Siapakah sebenarnya Mush’ab bin Umair itu?
Mush’ab bin Umair adalah seorang pemuda dari keturuan bangsa Quraisy, Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin kilab al Abdari al Qurasyi. Ia dilahirkan 14 tahun setelah Rasulullah saw lahir tepatnya pada tahun 585 M.
Ia adalah seorang pemuda yang sangat beruntung, lahir dari keturunan bangsawan Quraisy yang memiliki limpahan harta, disayangi oleh orang tuanya dan sangat dihormati oleh semua orang. Hingga Imam Ibnu Atsir menggambarkan tentang keadaan Mush’ab bin Umair, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang kaya, sandalnya adalah sandal al hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik dan dia adalah pemuda Mekah yang peling harum sehingga semerbak wangi parfumnya meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang ia lewatinya”. (al Jabiri, 2014: 19)
Sebagai pemuda yang memiliki segalanya tidak membuatnya lupa diri. Memiliki orang tua yang sangat sayang yang mau serta mampu memberikan apapun yang diinginkan dengan sekejab. Namun tidak membuat dirinya terlena dan terbawa suasana, dimana dia hidup di masa jahiliah yang lingkungannya menyembah berhala, khamar sebagai minumannya, judi adalah aktifitasnya, pesta dan perzinaan merupakan hal yang biasa. Inilah yang harus di contoh oleh pemuda zaman sekarang, Mush’ab bin Umair yang tidak goyah oleh lingkungan, Mush’ab bin Umair yang punya prinsip dalam hidupnya.
Pada awal Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu untuk berdakwah, beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi mulai dari keluarganya, shahabat, kerabat dan orang-orang yang dikenalnya untuk mengenalkan agama Tauhid yang mulia, hingga akhirnya masuklah agama islam yang diawali oleh istri tercintanya Khodijah, yang disusul sepupunya Ali bin Ali Thalib dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah serta shahabat shahabat lainnya yang kemudian di namakan ‘Assabiqunal Awwalun’ yang artinya orang-orang yang pertama kali masuk Islam pada masa Rasulullah saw berdakwah secara rahasia/sembunyi. Dan Mush’ab bin Umair salah satu didalamnya.
Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang pandai dan bijak dalam memilih pilihan untuk kehidupannya. Meski hidup dilingkungan jahiliyah namun ia tidak terbawa dalam rusaknya akhlak yang mewarnai kesehariannya. Dan akhirnya Allah yang Maha Kuasa memberikan cahaya di hati nuraninya dengan sampainya ajaran agama islam yang mulia yang di bawa oleh pemuda bergelar Al Amin.
Meski dilakukan secara sembunyi – sembunyi dakwah Rasulullah saw akhirnya sampai ke telinga Mush’ab bin Umair, setelah mengetahui ajaran yang dibawa oleh rasulullah saw, Mush’ab yang selalu teliti dalam mengambil keputusan memantapkan hatinya untuk memeluk agama Islam, ia pun mendatangi Nabi Muhammad saw di rumah al Arqam bin Abi al Arqam di bukit Shafa pusat dakwah Rasulullah saw pada saat itu untuk menyatakan keimanannya.
Seperti shahabat lainnya yang memeluk agama Islam Mush’ab bin Umair juga menyembunyikan keislamannya dihadapan semua orang terutama kedua orang tuanya yang merupakan orang terpandang di kalangan bangsa Quraisy. Meski sembunyi – sembunyi ia tidak pernah alpa dalam menghadiri majlis Rasulullah saw untuk mendalami pengetahuan tentang agama islam. Karena ketekunan dan kepandaian yang dimilikinya, Mush’ab bin Umair menjadi salah satu shahabat yang memiliki pengetahuan tentang Islam yang paling dalam, oleh karena itu ia diutus Rasulullah saw berdakwah ke Madinah untuk pertama kalinya yang kemudian disebut sebagai Duta Islam pertama.
Allah berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 2 dan 3 yang berbunyi:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Artinya, “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (2) Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”. (3) (QS. Al Ankabut: 2-3)
Hari dimulainya ujian bagi Mush’ab bin Umair telah tiba,  ketika ia sedang beribadah kepada Allah swt, Utsmani bin Thalhah tanpa sengaja melihatnya yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua Mash’ab. Mulai saat itulah ujian dari Allah swt datang kepadanya, ujian yang akan menentukan siapa sebenarnya Mash’ab? Ujian yang akan membuatnya di kagumi oleh Rasulullah dan para shahabat shahabanya, ujian yang menjadikan ia sebagai pemuda yang patut untuk di tauladani oleh pemuda sepanjang masa.
Begitu orang tua Mash’ab mengetahui ia meninggalkan agama nenek moyang nya dan memeluk agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ibundanya marah besar ia mengancam Mash’ab tidak akan memberinya makan bahkan akan menyiksanya bila tidak meninggalkan agama islam dan kembali ke agama nenek moyangnya. Sebagai seorang pemuda yang cerdas dan memiliki prinsip teguh dalam hidupnya, jiwa Islam yang sudah mendarah daging dalam tubuh Mash’ab menjadikannya tetap kukuh dengan pilihannya dan siap menerima apapun yang akan diberikan kepadanya.
Berbagai siksaan dari orang tuanya sendiri ia terima dengan teguh tanpa melawan sebagai bentuk ketaatan kepda orang yang sudah membesarkannya. Makanan lezat tidak lagi ia jumpai, pakaian yang indah tak lagi menempel di badan kekarnya, Mash’ab yang dulunya di puji oleh semua orang kini hampir tidak ada yang bisa mengenalinya. Namun, itu bukanlah hal yang besar baginya, meski tidak lagi mendapat makanan yang bisa masuk ke perutnya, yang berubah menjadi pukulan mendarat ditubuhnya mulusnya, walau berbagai siksaan ia terima tidak sedikitpun terbayang dalam benaknya untuk mengkhianati dua kalimat syahadat yang pernah diucapkannya di hadapan Rasululllah saw.
Banyak shahabat Rasulullah yang kagum dengannya, hingga mengungkapkannya dalam bentuk syair syair yang indah, begitu juga dengan Rasulullah saw yang takjub sehingga beliau bersabda tentangnya, “Sungguh aku melihat Mash’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakannya dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda pemuda Quraisy yang semisal dengannya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai Ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…”. (HR. Hakim)
Mash’ab bin Umair sebagai duta islam yang pertama memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam terutama saat di utus Rasulullah saw untuk berdakwah ke Yatsrib (nama Madinah saat itu). Dengan kedalamannya akan Al Qur’an dan As Sunnah, lihai dalam cara penyampaiannya, disertai kecerdasan dalam berargumentasi dan ketenangan dalam bertutur membuat semua orang menerima dakwahnya.
Ketangkasannya dalam berdakwah terlihat saat ia berhadapan dengan pemuka suatu kaum di Yatsrib yang bernama Saad bin Muadz. Dengan ungkapan yang santun ia berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau anda duduk dan mendengar (apa yang akan saya sampaikan). Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”.  Dengan senang hati Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih baik”. Diawali dengan bacaan Al Qur’an nan syahdu, Mash’ab menjelaskan tentang Islam kepada Saad.
Dengan penyampaian yang sempurna, membuat Saad pun terkesan dan tertarik kepada islam, iapun berkata kepada Mash’ab, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk agama Islam?” Mash’ab menjawab dengan santun, “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkanlah dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Saad pun mengikuti apa yang dikatakan Mash’ab.
Setelah Saad bin Muadz memeluk agama Islam, ia pun segera mengumpulkan seluruh kaumnya, dengan nada yang tegas ia berkata, “wahai Bani Adbu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?”. Serentak kaumnya menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya dan paling lurus tabiatnya”. Saat itulah dengan kewibawaannya ia menyerukan suara yang lantang kepada kaumnya, “Haram bagi laki laki dan perempuan di antara kalian berbicara denganku sampai ia beriman kepada Allah swt dan Rasul Nya”.
Dengan ketegasan yang ditunjukan oleh Saad bin Muadz, serentaklah seluruh kaumnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan masuk Islam disaksikan juga oleh Mush’ab bin Umair.  Dengan pertolongan Allah swt, Mush’ab bin Umair diberikan kemudahan dalam menyampaikan agama Islam di bumi Yatsrib yang kemudian Rasulullah saw dan shahabatnya hijrah dari Mekah ke Yatsrib, setelah Rasulullah saw di Yatsrib kota tersebut dikenal dengan nama Madinah an Nabawiyah.
Selain aktif dalam berdakwah menyiarkan agama Islam, Mush’ab bin Umair juga turut serta dalam beberapa peperangan yang dilakukan oleh umat Islam dan Rasulullah saw. Ia selalu mendapat tempat istimewa disetiap pertempuran yang diikuitinya yakni sebagai pemegang bendera Islam. Dan perang terakhir yang beliau ikuti adalah perang Uhud dimana beliau menjadi salah satu mujahid dalam pertempuran yang berlangsung di bukit Uhud pada tahun 625 M tersebut.
Seorang shahabat Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sang mujahid Mush’ab bin Umair dengan indah. Dengan ketangkasannya dalam berperang, dengan gagah berani Mush’ab melaju ke medan perang dengan menggenggam bendera islam ditangan kanannya dan sebuah pedang disebelah tangan kirinya. Dari kejauhan ada pasuka musyrik yang mengincar Mush’ab, dia mengira yang memegang bendera Islam adalah Nabi Muhammad saw, dengan keganasannya ia langsung menyerang Mush’ab, ia menebas tangan kanannya yang memegang bendera dan terputuslah tangan kanan Mush’ab bin Umair namun dengan sigap tangan kirinya mengambil alih bendera islam yang akan terjatuh.
Melihat bendera Islam masih berkibar, pasukan kafir Quraisy yang bernama Ibnu Qumai ah al Laitsi kembali menyerang Mush’ab bin Umair, kali ini tangan kirinya yang menjadi incarannya. Ditebaslah tangan kiri Duta islam pertama Islam tersebut hingga terputus terpisah dari jasadnya, meski kedua tangannya telah terputus namun semangat juang Mush’ab bin Umair masih besar, karena begitu dalam rasa cintanya kepada Islam membuatnya ingin memberikan seluruh hidupnya untuk Islam, didekaplah bendera perang Islam tersebut agar masih tetap berkibar di arena pertempuran, hingga akhirnya anak panah merobohkan tubuh, bendera sekaligus nyawanya dari atas kuda perangnya.
Akhir dari perjuangan pemuda yang telah menggadaikan kenikmatan dunia dengan keindahan yang tidak akan pernah sirna yakni surga. Setelah perang usai, Rasulullah saw mengumpulkan para syuhada untuk dikuburkan dan ketika melihat jasad Mush’ab bin Umair beliau mendo’akan kebaikan untuknya.
Sebagai pemuda muslim sudah sepantasnya kita mengambil contoh dari perjuangan dan pengorbanan Mush’ab bin Umair untuk Islam, pemuda yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, mengamalkan setiap yang dipelajarinya dan mendakwahkannya kepada ummat karena Allah swt. Pemuda yang memiliki pandangan ke masa depan, ia rela meninggalkan kenikmatan dunia yang fana untuk menggapai kemuliaan yang abadi di akhirat Nya. Wallahu ‘Alam
(red/Aa)
from Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
0 notes
sdislamdarunnjah · 7 years ago
Text
Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
Darunnajah.com Nama Mush’ab bin Umair mungkin tidak terlalu populer di perbincangkan seperti shahabat shahabat Rasulullah saw lainnya, seperti halnya shahabat Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Salman Al Farisi, Bilal bin Rabah hingga Khulafaur Rasyidin. Meski demikian tidak dipungkiri Mush’ab bin Umair adalah salah satu shahabat Rasulullah saw yang mengagumkan dan menyandang gelar ‘Pemuda terbaik di Zamannya’ yang Rasulullah saw pernah bersabda tentangnya.
“Aku tidak pernah melihat seorangpun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Siapakah sebenarnya Mush’ab bin Umair itu?
Mush’ab bin Umair adalah seorang pemuda dari keturuan bangsa Quraisy, Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin kilab al Abdari al Qurasyi. Ia dilahirkan 14 tahun setelah Rasulullah saw lahir tepatnya pada tahun 585 M.
Ia adalah seorang pemuda yang sangat beruntung, lahir dari keturunan bangsawan Quraisy yang memiliki limpahan harta, disayangi oleh orang tuanya dan sangat dihormati oleh semua orang. Hingga Imam Ibnu Atsir menggambarkan tentang keadaan Mush’ab bin Umair, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang kaya, sandalnya adalah sandal al hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik dan dia adalah pemuda Mekah yang peling harum sehingga semerbak wangi parfumnya meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang ia lewatinya”. (al Jabiri, 2014: 19)
Sebagai pemuda yang memiliki segalanya tidak membuatnya lupa diri. Memiliki orang tua yang sangat sayang yang mau serta mampu memberikan apapun yang diinginkan dengan sekejab. Namun tidak membuat dirinya terlena dan terbawa suasana, dimana dia hidup di masa jahiliah yang lingkungannya menyembah berhala, khamar sebagai minumannya, judi adalah aktifitasnya, pesta dan perzinaan merupakan hal yang biasa. Inilah yang harus di contoh oleh pemuda zaman sekarang, Mush’ab bin Umair yang tidak goyah oleh lingkungan, Mush’ab bin Umair yang punya prinsip dalam hidupnya.
Pada awal Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu untuk berdakwah, beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi mulai dari keluarganya, shahabat, kerabat dan orang-orang yang dikenalnya untuk mengenalkan agama Tauhid yang mulia, hingga akhirnya masuklah agama islam yang diawali oleh istri tercintanya Khodijah, yang disusul sepupunya Ali bin Ali Thalib dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah serta shahabat shahabat lainnya yang kemudian di namakan ‘Assabiqunal Awwalun’ yang artinya orang-orang yang pertama kali masuk Islam pada masa Rasulullah saw berdakwah secara rahasia/sembunyi. Dan Mush’ab bin Umair salah satu didalamnya.
Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang pandai dan bijak dalam memilih pilihan untuk kehidupannya. Meski hidup dilingkungan jahiliyah namun ia tidak terbawa dalam rusaknya akhlak yang mewarnai kesehariannya. Dan akhirnya Allah yang Maha Kuasa memberikan cahaya di hati nuraninya dengan sampainya ajaran agama islam yang mulia yang di bawa oleh pemuda bergelar Al Amin.
Meski dilakukan secara sembunyi – sembunyi dakwah Rasulullah saw akhirnya sampai ke telinga Mush’ab bin Umair, setelah mengetahui ajaran yang dibawa oleh rasulullah saw, Mush’ab yang selalu teliti dalam mengambil keputusan memantapkan hatinya untuk memeluk agama Islam, ia pun mendatangi Nabi Muhammad saw di rumah al Arqam bin Abi al Arqam di bukit Shafa pusat dakwah Rasulullah saw pada saat itu untuk menyatakan keimanannya.
Seperti shahabat lainnya yang memeluk agama Islam Mush’ab bin Umair juga menyembunyikan keislamannya dihadapan semua orang terutama kedua orang tuanya yang merupakan orang terpandang di kalangan bangsa Quraisy. Meski sembunyi – sembunyi ia tidak pernah alpa dalam menghadiri majlis Rasulullah saw untuk mendalami pengetahuan tentang agama islam. Karena ketekunan dan kepandaian yang dimilikinya, Mush’ab bin Umair menjadi salah satu shahabat yang memiliki pengetahuan tentang Islam yang paling dalam, oleh karena itu ia diutus Rasulullah saw berdakwah ke Madinah untuk pertama kalinya yang kemudian disebut sebagai Duta Islam pertama.
Allah berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 2 dan 3 yang berbunyi:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Artinya, “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (2) Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”. (3) (QS. Al Ankabut: 2-3)
Hari dimulainya ujian bagi Mush’ab bin Umair telah tiba,  ketika ia sedang beribadah kepada Allah swt, Utsmani bin Thalhah tanpa sengaja melihatnya yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua Mash’ab. Mulai saat itulah ujian dari Allah swt datang kepadanya, ujian yang akan menentukan siapa sebenarnya Mash’ab? Ujian yang akan membuatnya di kagumi oleh Rasulullah dan para shahabat shahabanya, ujian yang menjadikan ia sebagai pemuda yang patut untuk di tauladani oleh pemuda sepanjang masa.
Begitu orang tua Mash’ab mengetahui ia meninggalkan agama nenek moyang nya dan memeluk agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ibundanya marah besar ia mengancam Mash’ab tidak akan memberinya makan bahkan akan menyiksanya bila tidak meninggalkan agama islam dan kembali ke agama nenek moyangnya. Sebagai seorang pemuda yang cerdas dan memiliki prinsip teguh dalam hidupnya, jiwa Islam yang sudah mendarah daging dalam tubuh Mash’ab menjadikannya tetap kukuh dengan pilihannya dan siap menerima apapun yang akan diberikan kepadanya.
Berbagai siksaan dari orang tuanya sendiri ia terima dengan teguh tanpa melawan sebagai bentuk ketaatan kepda orang yang sudah membesarkannya. Makanan lezat tidak lagi ia jumpai, pakaian yang indah tak lagi menempel di badan kekarnya, Mash’ab yang dulunya di puji oleh semua orang kini hampir tidak ada yang bisa mengenalinya. Namun, itu bukanlah hal yang besar baginya, meski tidak lagi mendapat makanan yang bisa masuk ke perutnya, yang berubah menjadi pukulan mendarat ditubuhnya mulusnya, walau berbagai siksaan ia terima tidak sedikitpun terbayang dalam benaknya untuk mengkhianati dua kalimat syahadat yang pernah diucapkannya di hadapan Rasululllah saw.
Banyak shahabat Rasulullah yang kagum dengannya, hingga mengungkapkannya dalam bentuk syair syair yang indah, begitu juga dengan Rasulullah saw yang takjub sehingga beliau bersabda tentangnya, “Sungguh aku melihat Mash’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakannya dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda pemuda Quraisy yang semisal dengannya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai Ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…”. (HR. Hakim)
Mash’ab bin Umair sebagai duta islam yang pertama memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam terutama saat di utus Rasulullah saw untuk berdakwah ke Yatsrib (nama Madinah saat itu). Dengan kedalamannya akan Al Qur’an dan As Sunnah, lihai dalam cara penyampaiannya, disertai kecerdasan dalam berargumentasi dan ketenangan dalam bertutur membuat semua orang menerima dakwahnya.
Ketangkasannya dalam berdakwah terlihat saat ia berhadapan dengan pemuka suatu kaum di Yatsrib yang bernama Saad bin Muadz. Dengan ungkapan yang santun ia berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau anda duduk dan mendengar (apa yang akan saya sampaikan). Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”.  Dengan senang hati Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih baik”. Diawali dengan bacaan Al Qur’an nan syahdu, Mash’ab menjelaskan tentang Islam kepada Saad.
Dengan penyampaian yang sempurna, membuat Saad pun terkesan dan tertarik kepada islam, iapun berkata kepada Mash’ab, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk agama Islam?” Mash’ab menjawab dengan santun, “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkanlah dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Saad pun mengikuti apa yang dikatakan Mash’ab.
Setelah Saad bin Muadz memeluk agama Islam, ia pun segera mengumpulkan seluruh kaumnya, dengan nada yang tegas ia berkata, “wahai Bani Adbu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?”. Serentak kaumnya menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya dan paling lurus tabiatnya”. Saat itulah dengan kewibawaannya ia menyerukan suara yang lantang kepada kaumnya, “Haram bagi laki laki dan perempuan di antara kalian berbicara denganku sampai ia beriman kepada Allah swt dan Rasul Nya”.
Dengan ketegasan yang ditunjukan oleh Saad bin Muadz, serentaklah seluruh kaumnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan masuk Islam disaksikan juga oleh Mush’ab bin Umair.  Dengan pertolongan Allah swt, Mush’ab bin Umair diberikan kemudahan dalam menyampaikan agama Islam di bumi Yatsrib yang kemudian Rasulullah saw dan shahabatnya hijrah dari Mekah ke Yatsrib, setelah Rasulullah saw di Yatsrib kota tersebut dikenal dengan nama Madinah an Nabawiyah.
Selain aktif dalam berdakwah menyiarkan agama Islam, Mush’ab bin Umair juga turut serta dalam beberapa peperangan yang dilakukan oleh umat Islam dan Rasulullah saw. Ia selalu mendapat tempat istimewa disetiap pertempuran yang diikuitinya yakni sebagai pemegang bendera Islam. Dan perang terakhir yang beliau ikuti adalah perang Uhud dimana beliau menjadi salah satu mujahid dalam pertempuran yang berlangsung di bukit Uhud pada tahun 625 M tersebut.
Seorang shahabat Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sang mujahid Mush’ab bin Umair dengan indah. Dengan ketangkasannya dalam berperang, dengan gagah berani Mush’ab melaju ke medan perang dengan menggenggam bendera islam ditangan kanannya dan sebuah pedang disebelah tangan kirinya. Dari kejauhan ada pasuka musyrik yang mengincar Mush’ab, dia mengira yang memegang bendera Islam adalah Nabi Muhammad saw, dengan keganasannya ia langsung menyerang Mush’ab, ia menebas tangan kanannya yang memegang bendera dan terputuslah tangan kanan Mush’ab bin Umair namun dengan sigap tangan kirinya mengambil alih bendera islam yang akan terjatuh.
Melihat bendera Islam masih berkibar, pasukan kafir Quraisy yang bernama Ibnu Qumai ah al Laitsi kembali menyerang Mush’ab bin Umair, kali ini tangan kirinya yang menjadi incarannya. Ditebaslah tangan kiri Duta islam pertama Islam tersebut hingga terputus terpisah dari jasadnya, meski kedua tangannya telah terputus namun semangat juang Mush’ab bin Umair masih besar, karena begitu dalam rasa cintanya kepada Islam membuatnya ingin memberikan seluruh hidupnya untuk Islam, didekaplah bendera perang Islam tersebut agar masih tetap berkibar di arena pertempuran, hingga akhirnya anak panah merobohkan tubuh, bendera sekaligus nyawanya dari atas kuda perangnya.
Akhir dari perjuangan pemuda yang telah menggadaikan kenikmatan dunia dengan keindahan yang tidak akan pernah sirna yakni surga. Setelah perang usai, Rasulullah saw mengumpulkan para syuhada untuk dikuburkan dan ketika melihat jasad Mush’ab bin Umair beliau mendo’akan kebaikan untuknya.
Sebagai pemuda muslim sudah sepantasnya kita mengambil contoh dari perjuangan dan pengorbanan Mush’ab bin Umair untuk Islam, pemuda yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, mengamalkan setiap yang dipelajarinya dan mendakwahkannya kepada ummat karena Allah swt. Pemuda yang memiliki pandangan ke masa depan, ia rela meninggalkan kenikmatan dunia yang fana untuk menggapai kemuliaan yang abadi di akhirat Nya. Wallahu ‘Alam
(red/Aa)
from Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
0 notes
abdillahrebonding · 7 years ago
Text
hai, apa kabar akhlak?
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", [QS. Al-Araf (7): 172]
apa kau ingat itu tuan nona? ternyata: setiap dari kita telah melakukan sebuah persaksian dengan Allah di alam ruh! sebelum kita hidup di alam dunia, saat masih berbentuk janin umur 4 bulan, saat Allah tiupkan ruh.
aku tentu tidak ingat. tapi maasyaAllah.. Allah telah memperingati ku melalui firman-Nya dalam Al-Qur'an pada ayat di atas. supaya di hari akhir kelak, tidak akan ada alasan untuk mengelak. naudzubillah.
wajar kita memperingati sesuatu untuk mengingat kembali hal hal penting pada momen2 tertentu. beberapa hari lalu kalender masehi kita menunjukkan hari libur nasional untuk memperingati maulid nabi. maulid nabi? apa yang perlu diperingati? ini yang tengah lamat lamat aku coba pahami.
in bahasa, maulid berarti hari kelahiran. maulid nabi bisa diartikan hari kelahiran nabi. serupa hari natal untuk para penganut kristiani, natal juga istilah umum yang berarti hari kelahiran, kelahiran isa al masih (oops bener ga sih? mm,, walau ini juga hal yang menarik untuk dibahas, tapi aku tidak akan mengaji tentang natal saat ini).
aku sadar, peringatan maulid nabi itu jatuh pada tgl 12 rabiul awal: hari kelahiran pribadi Muhammad bin Abdullah, bukan hari pengangkatan beliau menjadi nabi. jadi aku melihatnya lebih seperti merayakan hari ulang tahun? padahal setauku Allah tak pernah mensyariatkan itu. walau terkadang ak juga senang melakukannya.. astagfirullah.
terlepas dari itu semua, ak mencoba memaknai maulid nabi, salah satunya melalui salah satu firman-Nya dalam QS. Al-Anbiya (21): 107, yang artinya:
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."
aku mulai membayangkan rasanya mendapatkan rahmat itu seperti dikasihi oleh orang tua, saudara-saudara, it's feel like : aku merasa disayangi. dan jika diutusnya Rasul itu bentuk kasih sayang dari Allah, dimana Rasul sebagai rahmatan lil alaamiin, pasti rasanya juga lebih real. but, adakah kita merasakan itu? kalau tidak, bukankah itu berarti ada yang salah dengan kita? barangkali selama ini kita belum meng-ushwah pada Rasul? :(
mencoba menyederhanakan hal ini, dengan flashback sejarah pada jaman jahilliyah dulu. jaman saat wanita benar benar tidak dihargai. bagaimana tidak: pada jaman itu, perempuan tidak punya hak, dianggap benda (jika dalam syariat islam diperbolehkan memiliki 4 orang istri, di jaman ini seorang pria sah-sah saja menikahi 100 orang wanita, dan bisa ditukar dengan istri pria lain), anak-anak perempuan dikubur hidup2). setelah masuknya islam: perempuan dihargai, kebersihan dan kesehatan diatur (kebayang jaman jahiliyah tidak mengenal yang namanya mandi). sungguh terasa kasih sayang Allah melalui utusan-Nya).
mengutip salah satu hadist, ���..sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR. Al-Bayhaqi)
bicara tentang akhlak, apa sih akhlak itu? sederhananya akhlak merupakan tabiat, sikap yang spontan tanpa proses pemikiran. ketika Anda terkaget kemudain keluar nama binatang, sederhananya, begitulah akhlak anda. Rasul pernah bersabda,
"sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik diantara kalian kepada istrinya dan aku adalah orang yang paling baik diantara kalian kepada istriku." (HR. at-Tirmidzi)
Rasul ketika pribadinya dihina, ia tidak pernah marah. namun ketika islam dihina, Rasul marah. pernah dikisahkan, Rasul setiap melewati suatu tempat ketika hendak shalat di masjid, ia selalu di'ludahi' oleh seseorang yang membencinya. Rasul tidak marah. hal itu terus terjadi sampai suatu hari Rasul mendapati ia yang 'rutin' me'ludahi'nya tidak melakukannya, sepulang dari masjid Rasul bertamu ke rumahnya. didapatinya si fulan sedang sakit, dan tidak seorangpun sekalipun sahabat dekatnya yang telah menjenguknya. pada akhirnya, si fulan masuk islam. maasyaaAllah. ketika pribadinya dihina, Rasul tidak pernah marah. namun berbeda, ketika islam dihina, Rasul marah. sungguh Rasul memiliki akhlak yang agung.
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." [QS. Al-Qalam (68): 4]
okay. sampai sini aku sudah bisa meyimpulkan tentang makna peringatan maulid nabi: Rasul itu ranhmatan lil alaamiin, harus dicontoh / di ushwah, apanya yang dicontoh? segala sisi kehidupannya, akhlaknya, apa hal utama yang Rasul serukan? dalam QS. An-Nahl (16) : 36
"Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu', maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)."
setiap ummat ada Rasul nya. dan setiap Rasul menyerukan hal yag sama: ani'budullah wajtannibut thagut (sembahlah Allah saja dan tinggalkanlah thagut."
wallahu'alam bishawab. mari bersama sama memaknai peringatan maulid nabi dengan benar. sekarang, ketika memperingati maulid nabi, aku segera untuk memperbaiki akhlak: setidaknya akhlak ku dan akhlak keluarga ku. sudahkah sesuai dengan apa yang Allah inginkan? dengan apa yang Allah minta? islam itu adil, secara hukum qishas, hal buruk bisa dibalas, tapi memaafkan itu lebih mulia.
tuan nona, mari kita hidupkan sunnah Rasul di kehidupan pribadi, di kehidupan keluarga. pantang membuat dalih : "itukan nabi, aku kan manusia biasa.." karna pada dasarnya nabi juga manusia, dan menjadi percontohan untuk manusia. memang berat, tapi masih bisa dikejar. bismillah.
0 notes
ailemame · 7 years ago
Text
Firhani
     Aku selalu suka nama yang kearab-araban, terlebih nama yang diambil dari potongan ayat Al-Quran. Namaku, sama sekali tak disebut di dalamnya. Saat aku tanya pada Mama tentang arti namaku, Mama bahkan tak bisa menjawab. Tapi tak apa, katanya, nama itu adalah nama yang paling cocok untuk bayi perempuan terakhirnya. Pasti ada harapan baik juga di dalam namaku, meskipun tak tersirat pada setiap kata untuk panggilanku.
Perkenalan
      Nama lengkapnya adalah Resty Ra'uf Firhani, atau lebih akrab disapa dengan Hani. Dia adalah salah satu ukhti kesayanganku, yang pernah ku sebut dalam catatan sebelumnya.
     Allah mempertemukan kami dalam satu tugas wajib setiap mahasiswa bernama KKN. Di sana, aku ‘dipaksa’ untuk tinggal satu atap selama 45 hari bersama 7 kawan lainnya, salah satunya adalah Hani. Kenapa aku bilang ‘dipaksa’? Karena saat itu keadaanku sedang tak baik. Aku... sedang dalam ‘proses menyakitkan’ tahun kedua. Itu, ‘proses menyakitkan’ yang ku bahas juga di catatan sebelumnya. Aku menjadi satu-satunya mahasiswi yang sama sekali tak produktif, dalam timku. Aku saat itu, hanyalah badan bernyawa tanpa akal di kepala.
     Oh, di sini aku mau ceritakan tentang Hani. Seseorang yang punya peran penting dalam hidupku, menuntunku untuk bangkit kembali dan mengenal Allah lebih dekat. Dialah yang mengajariku untuk mencintai Allah dengan sebegitunya. Tahu tidak? Hingga sekarang, menerima SMS atau chat dari Hani lebih membuatku deg-degan karena grogi, dibanding bila ada SMS dari dosen atau.. *uhuk* chat dari ikhwan yang terkadang menggoyahkan iman. *skip*
      2 tahun lalu Hani dengan ramah berkenalan denganku, tapi aku menanggapinya dengan sikap dingin. Aku sudah membangun tembok setebal mungkin ketika melihat penampilannya untuk pertama kali.
     Sebentar, biar ku jelaskan dulu bagaimana penampilan Hani.
     Saat itu aku masih memakai kacamata jahiliyah. Aku masih memandang aneh kerudung lebar yang dikenakan Hani. Juga gamis longgar dan kaus kaki yang selalu membungkus kakinya. Dalam hatiku terbesit “Pasti anak rohis nih!”. 
     Dari awal kuliah, aku selalu jaga jarak dengan teman yang kerudungnya lebar, yang pakai gamis, yang selalu pakai kaos kaki, yang menutup rapat auratnya. Aku merasa tak cocok bergaul dengan mereka. Pertama, karena aku merasa minder, aku jelas bukan wanita sholihah selevel mereka. Kedua, karena aku merasa belum siap untuk membuka wawasan tentang ilmu agama lebih jauh lagi, bergaul dengan mereka artinya harus ‘mengupgrade’ diri. Ketiga, ah ini hanya common sense yang sama sekali salah. Saat itu, aku selalu menganggap mereka ‘sok’. Ya, namanya juga iri. Aku tak punyai apa yang mereka punya.
     Aku punya teman anak rohis, hanya beberapa. Itupun hanya teman yang numpang absen nama dalam urutan daftar temanku. Hanya sebatas kenal, tahu nama, sekelas dalam satu makul, atau kenalan sesaat. Jadi, dapat teman KKN dengan penampilan begitu rasanya seperti penjara bagiku. Penjara 45 hari.
Tentang Firhani
     Hani selalu dengan ikhlas memakai gamis dan kerudung lebarnya. Bahkan kadang saat tidur, dia hanya melepas kerudungnya saja. Itupun masih menyelimuti kepalanya dengan selembar kain. Saking takutnya kalau-kalau ada teman laki-laki yang nyelonong masuk ke kamar kami. Padahal kamar kami selalu terkunci, tertutup rapat untuk laki-laki.
     Lokasi KKN kami berada di salah satu desa pesisir laut utara, kota Demak. Kami menghabiskan September-Oktober kami di sana. Akhir musim panas, pancaroba, menanti musim hujan yang tak kunjung tiba. Cuacanya sudah pasti sangat panas. Tapi Hani tak pernah sekalipun dengan sengaja membiarkan kulitnya disentuh angin segar di luar sana. Dia selalu melapisinya dengan kain tebal, pakaiannya.
     Aku sempat bertanya-tanya dalam hati, “Emangnya gak gerah apa? Aku yang pake baju tipis aja gerah banget. Apalagi dia orang Wonosobo, habitat aslinya sejuk dan cenderung dingin. Terus sekarang di Demak cuacanya panas banget. Gak kaget apa?”
     Kemudian, pertanyaan yang hanya ku simpan dalam hati itu dijawab olehnya dengan foto profil BBM dengan tulisan yang kurang lebih begini bunyinya;
     “Aku berkerudung bukan karena aku sudah lebih baik. Aku berkerudung karena ini adalah bentuk baktiku kepada orangtuaku, upayaku melindungi mereka dari panasnya api neraka. Bentuk baktiku atas perintah Allah, Tuhanku.”
     Hani juga sering berkata, “Tak apa kepanasan di dunia, insyaallah nanti di akhirat adem.” atau “Aku bukan anak rohis, Ema. Aku cuma mencoba berpakaian dengan benar, yang sesuai dengan syariat islam. Pak Ketua tu lho yang anak rohis heheh”.
     Aku yang saat itu masih jahiliyah, masih sering buka tutup kerudung di depan laki-laki yang bukan mahram, menganggap tulisan dan perkataan itu sebagai sindiran untukku, yang ditujukan untuk menyudutkanku. Aku sama sekali tak menganggap tulisan dan perkataan itu sebagai reminder oleh sesama saudara muslim yang menyayangiku. Astagfirullahaladzim, maafkan buruk sangkaku kepadamu, Han.
     Hani adalah gadis yang ceria. Dari sinar matanya, siapapun yang melihatnya pasti bisa merasakan semangat berapi-api. Dia selalu bergerak ke sana ke mari dengan gesit dan lincah. Hatinya lembut, siapapun yang berada di dekatnya pasti akan merasa disayangi olehnya. Terlebih dengan anak kecil, sepertinya Hani suka sekali dengan anak kecil. Aku percaya, Hani adalah calon ibu yang baik untuk anak-anaknya kelak. Antusiasnya terhadap hal-hal baru membuatku ciut. Aku jelas berbanding terbalik dengan kepribadiannya yang energik tapi tetap hangat.
     Meski demikian, aku pernah menemukan Hani tampak murung dan sedih di sudut kamar.
     Saat itu angin kemarau sedang bertiup kencang. Melalui jendela kamar kami yang terletak di lantai 2 rumah posko KKN tempat kami tinggal, angin yang walaupun panas tapi terasa sejuk bagi kami, karena di kamar kami tak memiliki fasilitas kipas angin atau pendingin ruangan yang lainnya. Hani membuka jendela kamar lebih lebar, melongokkan kepalannya keluar. Anak rambutnya bergoyang-goyang menyambut angin senja yang menerpa. Di bibirnya tersunngging sebuah senyum, betapa nikmat dan syukur dapat dilihat melalui binar matanya. Tangannya menengadah ke luar jendela, membelai udara. Karena kamar kami terletak di lantai 2, membuka jendela lebih lebar agaknya tak akan menjadi masalah, orang lain tak akan bisa melihat dengan jelas ke arah kami.
     Baru saja aku hendak ikut senyum, tertular kebahagiaan yang memancar dari wajahnya, air mukanya tiba-tiba berubah mendung. Secepat mungkin dia berusaha menutup jendela rapat-rapat. Wajahnya pucat, nafasnya memburu, panik bukan main. Lantas dia mengucapkan astaghfirullahaladzim sebanyak-banyaknya, terlihat jelas sekali ada penyesalan di sana.
     Belum sempat aku bertanya mengapa, kawanku yang lain sudah jauh lebih dulu menanyainya.
     “Ada Mas Vandra (nama disamarkan) di jendela sebelah. Yaa Allah aku lagi nggak pake kerudung. Rambutku terlihat olehnya. Astaghfirullahaladzim. Dia dadah-dadah. Yaa Allah..” Hani menjawab dengan gemetar, tangannya menelangkup ke dada. Sesal tiada tara tampak jelas di wajah yang biasanya ceria itu.
     Sekali lagi, aku merasa tersindir. Hani baru sekali terlihat rambutnya oleh lelaki yang bukan mahramnya, itupun tak sengaja, dia sedih bukan main. Menyesal habis-habisan, bertaubat dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Sedangkan aku, aku masih merasa biasa saja. Aku bahkan merasa tak punyai dosa, tak tau diri. Padahal berkali-kali auratku nampak di depan lelaki yang bukan mahramku.
     Saat itu aku memang merasa tersindir, tapi bukan malu kemudian. Melainkan marah. Sungguh saat itu aku masih dalam kebodohan yang nyata. Hatiku sekeras batu, enggan menerima hidayah yang hadir melalui sikap, tingkah laku, perkataan, dan perbuatan Hani. Padahal jelas sekali saat itu Allah mengirimkan Hani untuk ku jadikan jalan pembuka menuju Allah. Tapi sekali lagi, aku benar-benar menolak semuanya. Aku jahiliyah.
     “Yaudah sih, Mas Vandra kan emang iseng orangnya. Lagian juga dia gak sengaja lihatnya. Udahalah gakpapa.” Pikirku enteng.
     “Aku selalu berusaha sekeras mungkin untuk melindungi diriku sendiri, melindungi orangtuaku, menjaga auratku. Kalau dia bangga bisa melihatku tanpa kerudung, maka sia-sia usahaku selama ini. Astaghfirullahaladzim, yaa Allah..” Baru kali itu, aku melihat Hani gusar, kecewa, dan marah pada dirinya sendiri dan teman-teman. Sekali lagi, aku tertampar.
     Sepanjang hari, bahkan sampai pada hari terakhir KKN dan seterusnya, Hani bersikap dingin pada Mas Vandra. Mencoba lebih menjaga jarak dengan manusia tengil yang paling tua diantara kami. Hani merasa harga dirinya telah direnggut dengan kejadian di jendela sore itu.
Mengenal Allah
     Setelah program KKN usai, hubunganku dengan Hani hanya sebatas teman yang ‘aku punya kontak hapenya’. Kami beda jurusan, beda gedung kampus, tak ada lagi urusan yang mengharuskan kami untuk bertemu. Masa penjara selama 45 hariku telah usai.
     Lima bulan berlalu, hidayah menghampiriku, ku jemput ia di depan pintu. Aku mulai sadar untuk berbenah diri. Untuk pertama kalinya aku ke kampus dengan mengenakan kerudung lebar yang menutup hingga ke dada, rok, dan kaos oblong longgar yang membuatku tampak lebih mengembang. Aku malu, deg-degan. Aku sudah memperkirakan seluruh kata-kata kasar yang akan ditujukan padaku, meski maksud teman-temanku hanya bercanda. Tapi bercanda tak seserius itu, kawan.
     Hatiku mulai menggigil, keistiqamahanku diuji, imanku goyang sedikit. Aku butuh seseorang untuk menguatkanku. Dari beberapa teman yang sudah berkerudung syar’i yang ku punya, entah mengapa saat itu yang terbesit dalam benakku hanyalah Hani. Sifat hangatnya masih bisa ku rasakan bahkan saat kami sudah tak pernah berkomunikasi.
     Aku mendatanginya. Menerima kembali hidayah yang dulu Allah titipkan pada Hani melalui tutur kata dan perilakunya.
     “Nanti datanglah ke kosku, aku punya sesuatu buat kamu.” Kata Hani melalui chat BBM.
     Aku sudah menceritakan semuanya, niatku untuk berubah jadi lebih baik, juga cemoohan teman-temanku terhadap pakaian syar’iku. Meski hanya lewat tulisan dalam chat, aku bisa merasakan kebahagiaannya yang mengetahui perubahanku. Hani juga segera menghiburku dengan kata-kata dapat membuat tenang iman yang goyang.
     Sore itu adalah pertemuan pertama kami setelah program KKN usai. Sepanjang jalan menuju kosnya hatiku tak berhenti berdebar-debar. Malu, penasaran, grogi, segala perasaan tercampur aduk dalam hatiku. Sesuatu apa yang mau diberinya untukku? Ah, aku selalu suka hadiah. Hani bilang mau beri sesuatu untukku, itu berarti hadiah. Kurang lebih ku artikan begitu.
     “Assalamualaykum..”
     “Waalaykumsalaam. Eeehh Ema! Sini, sini masuk!” Hani menyambutku dengan ceria. Dia tak banyak berubah. Hani masih orang yang memiliki hati selembut sutra. Di matanya sama sekali tak ada pandangan merendahkan atau mengejekku, seperti yang dilakukan beberapa teman kampusku. Dia bahkan seolah menganggapku sudah dari dulu berpakaian syar’i. Kekhawatiranku hilang, aku menghembuskan napas lega.
     “Duduk dulu, Ma. Sebentar aku selesaikan nyapu dulu ya.” Gerakannya yang gesit dan lincah tak harus membuatku menunggu lama. Beberapa saat kemudian Hani menyalakan laptop. “Eh, yaa Allah aku lupa bilang! Kamu bawa flashdisk nggak? Aduh, flashdiskku lagi kepake soalnya. Maaf aku lupa bilang. Ada nggak kamu bawa?”
     Flashdiskku memang biasanya selalu ada di tas dan ku bawa kemana-mana. Aku merogoh isi tasku dan memberikan benda kecil itu pada Hani. ‘Untuk apa? Sebenarnya apa yang mau dia kasih?’ Isi kepalaku sibuk dengan pertanyaan itu. Tak memperhatikan Hani yang sedang meng-copy sesuatu dari laptopnya ke flashdiskku. Basa basi bertanya kabar tentang diri sendiri dan kabar teman-teman lain membantu meredakan kecanggunganku.
     Aku sudah bilang pada Hani, aku tak bisa berlama-lama karena aku akan pulang ke rumah. Takut kesorean. Hani yang memahami keadaanku segera mencabut flashdisk dari laptopnya yang baru saja di isi sesuatu olehnya. Flashdisk itu kemudian dimasukannya ke dalam sebuah godie bag kecil bersama sebuah benda lainnya. ‘Itu pasti hadiah buatku!’ Pikirku kekanak-kanakan.
     “Itu tadi flashdisknya udah ku isi sama video-video kajian dari beberapa ustadz. Nanti bisa dilihat sendiri. Aku biasanya dengerinnya sambil nyapu, nyetrika, atau beres-beres kamar. Enjoy aja. Oh iya, sama ada kerudung buat kamu di dalem situ. Heheh.” Hani menyerahkan ‘hadiah’ itu untukku.
     “Makasih, Han.” Aku hampir kehabisan kata-kata.
     “Sama-sama. Semangat ya! Jangan takut, ada Allah.” Sekali lagi senyumnya mengembang, dari sana aku bisa merasakan ketulusannya. Hatiku terasa hangat dibuatnya. Jika saja aku tak malu untuk menangis, maka saat itu aku sudah menangis terharu.
    Selama perjalanan pulang ke rumah aku memikirkan banyak hal. Aku menerka-nerka apa tema video kajian yang diberi Hani untukku? Aku memikirkan apa yang sebenarnya dirasakan oleh Hani ketika melihat perubahanku? Sebenarnya juga aku masih merasa malu berdiri dihadapannya, berlaku hingga sekarang. Sebelum bertemu dengannya, aku disibukkan dengan pikiran-pikiran negatif. Khawatir akan banyak hal yang mungkin terjadi ketika aku menemuinya. Tapi ternyata yang ditampilkan Hani hanyalah senyum dan dan sapa yang menghangatkan hati. Semua kekhawatiran yang ku pikirkan sebelumnya sama sekali tak terjadi. Maafkan aku, sudah suudzon padamu, Han.
    Hani menjadi donatur semangat terbesar untukku. Menyarankanku untuk fokus pada hijrahku saja, jangan dengarkan cemoohan orang lain di luar sana. Hani memang tak banyak menjelaskan dengan rinci aku harus bagaimana, pun tak setiap hari dia bisa menyemangatiku. Tapi melihat Hani mencintai dan merawat dirinya sendiri karena Allah, membuatku sadar bahwa selama ini aku masih kurang banyak bersyukur. Aku kurang akrab dengan Allah. Aku terlalu sibuk dengan rasa sakit akibat patah hati yang ku alami, aku tak tahu jika ternyata Allah merindukanku, rindu akan tangisku untuk-Nya.
    Melihat semangat dan ketulusan Hani untuk dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya yang dia lakukan karena Allah, membuatku sekali lagi mengenal Allah lebih dekat. Mencintai karena Allah, melakukan sesuatu karena Allah, meninggalkan sesuatu yang dilarang-Nya, pun karena Allah. Bahwasanya Allah Maha Besar, Maha Melihat, Maha Teliti. Allah mengawasiku kapanpun dan dimanapun. Tak ada satupun yang bisa ku sembunyikan dari-Nya.
Pernikahan
    Bulan September tahun 2016 Hani menikah. Dia berjodoh dengan orang Wonosobo, tepat seperti doa yang sering dia panjatkan pada Allah. Pertemuan pertama mereka terjadi di Masjid Ulul Albab - UNNES. Aku tak tahu bagaimana detail ceritanya, yang ku tahu, beberapa saat setelah pertemuan pertama tersebut, Mas Primasadi bertamu ke rumah Hani. Meminta izin pada kedua orangtua Hani untuk mempersunting putri sulung mereka.
    “Akupun nggak nyangka kalo tahun ini bakal nikah. Pertemuan pertama di depan MUA coba. Yaa Allah sungguh nggak nyangka, MUA jadi tempat pertama kami ketemu.” Hani menceritakan sedikit kisahnya melalui chat BBM. Meski hanya sebatas tulisan, aku bisa memvisualisasikan bagaimana ekspresinya saat itu. Tentu saja dengan semangat berapi-api dan binar mata yang memancarkan kebahagiaan.
    “MaasyaaAllah, surprise sekali ya Allah tu. Aku jadi penasaran, nanti ‘dia’ku datang dengan cara apa, hehe.” Balasku. Aku turut bahagia mengetahui bahwa beberapa hari kemudian dia akan resmi menjadi istri orang.
    “Dengan cara apa? Waahh kejutan banget, Ma. Allah tuh ya ngasih kejutan nggak disangka-sangka.” *DEG* Berkat kata-kata Hani yang ini, aku jadi bisa lebih sabar menunggu ‘jemputan’ yang masih dirahasiakan oleh Allah.
     Semarang - Wonosobo bukanlah jarak yang dekat. Butuh waktu sekitar 2-3 jam perjalanan kendaraan roda dua. Eh, motor ya, bukan sepeda. Tahu Hani akan menikah aku sangat excited sekali. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk menghadiri pernikahannya. Jarak segitu bukanlah masalah. Masalahnya adalah, saat itu kebetulan sekali semua teman-teman se-KKN kami berhalangan hadir. Hanya aku yang punya waktu luang. Sempat goyah dan ragu, apakah aku akan ke Wonosobo sendirian? Setelah dipikir-pikir lagi, akhirnya aku nekad untuk pergi sendiri. Walaupun awalnya sempat dilarang oleh Mama, tapi bukan si bungsu namanya kalau tidak ngeyel.
     Perjalanan ke Wonosobo mengingatkanku pada Sumbing, Sindoro, Sikudi, dan Pakuwojo yang pernah ku daki. Oh, dan Kawah Sikidang juga tentunya. Baru kali itu aku nyetir motor sendirian sampai ke Wonosobo. Biasanya ramai-ramai dengan teman, iring-iringan, dan aku berada di jok belakang. Kalau bukan karena nikahanmu, Han, aku tak akan pernah merasakan betapa asyik dan pegelnya naik motor sendiri dengan jarak sejauh itu.
     Tiba di pernikahan Hani, aku seperti itik kehilangan induknya. Kondangan, di tempat yang jauh, sendirian. Bisa bayangkan? Dulu aku sempat punya phobia keramaian, aku tak bisa pergi ke tempat ramai sendirian. Kalau kumat phobianya bisa sampai bikin pusing, gemetaran, sesak napas, hingga lemas. Untung saja, hari itu aku tidak mengalami empat efek samping itu. Hanya saja antara malu, takut, tapi senang lihat Hani akhirnya bisa bergandeng tangan dengan Mas Primasadi. Seumur-umur aku kenal Hani, baru hari itu aku melihatnya bahagia dengan menggenggam tangan lelaki lain. Eh bukan lelaki lain ya, kan sudah sah jadi suami.
     Hani menggenggam erat tangan suaminya. Maa syaa Allah, Hani yang selama ini menjaga dirinya, menjaga kehormatannya, bersikap tegas kepada lelaki yang bukan mahramnya, uring-uringan jika Mas Vandra dan Babas (teman KKN yang lainnya, nama disamarkan) sudah kelewatan jauh menggodanya, hari itu menggelendot manja di lengan suaminya. Sungguh pemandangan yang membuat hatiku semakin.... baper.
     Betapa beruntungnya Mas Primasadi memiliki istri seperti Firhani. Betapa beruntung pula Firhani dinikahi lelaki pemberani seperti Mas Primasadi.  Barakallahuma wa baraka 'alaika wa jamaa bainakuma fii khair.
     Hani sudah memetik buah kesabarannya selama ini. Manis. Aku yang hanya penonton saja, dapat ikut menikmati kesegarannya. Melalui pemandangan ini pula, aku jadi lebih bersemangat untuk lebih tegas menolak bersalaman dengan lelaki yang bukan mahram. Demi kehormatan diriku, demi buah kesabaran yang akan ku panen, demi Allah.
Terimakasih, Firhani.
     Untukmu, yang telah ditakdirkan Allah hadir dalam kehidupanku, terimakasih sudah menjadi inspirasi. Terimakasih sudah mengajari aku untuk mencintai Allah dengan sebegitunya. Terimakasih untuk tak pergi saat aku mencoba membangun tembok tebal di hadapanmu. Terimakasih atas kesediaanmu untuk menunjukkan betapa besar cinta Allah pada kita. Terimakasih untuk video kajian dan kerudungnya. Terimakasih..
     Biarlah nanti Allah yang membalas kebaikanmu. Semoga tercatat dalam buku amal sholihmu. Untuk bekal perjalanan akhiratmu.
     Jazakillah khairan katsiiraa, Resty Ra’uf Firhani.
Sudah baca, Han? Jadi gitu, Han. Ada yang salah ndak? Dimaafkan ya kalo ada yang salah. wkwk
Kalo mau ngerespon tulisan ini, nanti personal chat aja ya, hehe.
nb: Sebelum tulisan ini diposting, aku ijin dulu sama Hani untuk memosting tulisan tentang dia. Diijinkan, karena dia juga mau baca hahahahaah.
Sekian~
0 notes
anakperempuannet · 6 years ago
Text
Nama Bayi Perempuan: Rangkaian dan Arti Nama Inoke
Nama Bayi Perempuan: Rangkaian dan Arti Nama Inoke
Tumblr media
Arti Nama Inoke – namaanakperempuan.net. Anak perempuan yang baru lahir pasti akan disambut dengan penuh rasa senang oleh anggota keluarganya. Untuk Ayah / Bunda jangan sampai terlena untuk segera mencari nama anak perempuan. Saat memilih nama bayi, harus jeli dengan arti nama yang dikandung.
Nama anak wanita kini telah semakin modern. Kata Inoke diambil dari bahasa Hawai bisa jadi referensi…
View On WordPress
0 notes
anakperempuannet · 6 years ago
Text
Nama Bayi Perempuan: Rangkaian dan Arti Nama Velove
Nama Bayi Perempuan: Rangkaian dan Arti Nama Velove
Tumblr media
Arti Nama Velove – namaanakperempuan.net. Pemilihan kata bagi calon bayi perempuan tentu menjadi kegiatan membahagiakan bagi para orangtua. Tetapi, banyak dari orang tua yang masih kebinggungan memilih nama untuk putri pertamanya.
Contohnya dengan nama bayi perempuan modern Velove nan bermakna ini berasal dari bahasa & negara Inggris-Amerika. Bahkan cocok dipakai sekedar untuk nama awalan sang…
View On WordPress
0 notes
anakperempuannet · 6 years ago
Text
Nama Bayi Perempuan: Rangkaian dan Arti Nama Maryla
Nama Bayi Perempuan: Rangkaian dan Arti Nama Maryla
Arti Nama Maryla – namaanakperempuan.net. Nama anak perempuan dapat diambil dari banyak ide dan inspirasi. Apapun referensinya, yang harus diperhatikan calon Ibu / Bapak yaitu arti, makna nama maupun maksud nama yang baik.
Jika Anda sedang mencari nama bayi perempuan modern, maka Anda telah tiba di tempat tepat. Disini kami akan membahas arti nama Maryla. Maryla tak diragukan lagi sangat cocok…
View On WordPress
0 notes
anakperempuannet · 6 years ago
Text
Nama Bayi Perempuan: Rangkaian dan Arti Nama Calianda
Nama Bayi Perempuan: Rangkaian dan Arti Nama Calianda
Arti Nama Calianda – namaanakperempuan.net. Pernahkah Anda menyadari bahwa nama dapat berdampak pada jodoh atau kehidupan romantis? Sebuah penelitian menemukan, orang yang bernama kurang lazim akan diabaikan oleh pengunjung lain di situs pencarian pasangan. Dapat disimpulkan bahwa pemilihan nama dan arti nama anak haruslah dipikirkan baik-baik karena terkait nasib masa depan putri kita.
Perkemban…
View On WordPress
0 notes
mzuhdymcorp · 7 years ago
Text
Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
Darunnajah.com Nama Mush’ab bin Umair mungkin tidak terlalu populer di perbincangkan seperti shahabat shahabat Rasulullah saw lainnya, seperti halnya shahabat Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Salman Al Farisi, Bilal bin Rabah hingga Khulafaur Rasyidin. Meski demikian tidak dipungkiri Mush’ab bin Umair adalah salah satu shahabat Rasulullah saw yang mengagumkan dan menyandang gelar ‘Pemuda terbaik di Zamannya’ yang Rasulullah saw pernah bersabda tentangnya.
“Aku tidak pernah melihat seorangpun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Siapakah sebenarnya Mush’ab bin Umair itu?
Mush’ab bin Umair adalah seorang pemuda dari keturuan bangsa Quraisy, Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin kilab al Abdari al Qurasyi. Ia dilahirkan 14 tahun setelah Rasulullah saw lahir tepatnya pada tahun 585 M.
Ia adalah seorang pemuda yang sangat beruntung, lahir dari keturunan bangsawan Quraisy yang memiliki limpahan harta, disayangi oleh orang tuanya dan sangat dihormati oleh semua orang. Hingga Imam Ibnu Atsir menggambarkan tentang keadaan Mush’ab bin Umair, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang kaya, sandalnya adalah sandal al hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik dan dia adalah pemuda Mekah yang peling harum sehingga semerbak wangi parfumnya meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang ia lewatinya”. (al Jabiri, 2014: 19)
Sebagai pemuda yang memiliki segalanya tidak membuatnya lupa diri. Memiliki orang tua yang sangat sayang yang mau serta mampu memberikan apapun yang diinginkan dengan sekejab. Namun tidak membuat dirinya terlena dan terbawa suasana, dimana dia hidup di masa jahiliah yang lingkungannya menyembah berhala, khamar sebagai minumannya, judi adalah aktifitasnya, pesta dan perzinaan merupakan hal yang biasa. Inilah yang harus di contoh oleh pemuda zaman sekarang, Mush’ab bin Umair yang tidak goyah oleh lingkungan, Mush’ab bin Umair yang punya prinsip dalam hidupnya.
Pada awal Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu untuk berdakwah, beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi mulai dari keluarganya, shahabat, kerabat dan orang-orang yang dikenalnya untuk mengenalkan agama Tauhid yang mulia, hingga akhirnya masuklah agama islam yang diawali oleh istri tercintanya Khodijah, yang disusul sepupunya Ali bin Ali Thalib dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah serta shahabat shahabat lainnya yang kemudian di namakan ‘Assabiqunal Awwalun’ yang artinya orang-orang yang pertama kali masuk Islam pada masa Rasulullah saw berdakwah secara rahasia/sembunyi. Dan Mush’ab bin Umair salah satu didalamnya.
Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang pandai dan bijak dalam memilih pilihan untuk kehidupannya. Meski hidup dilingkungan jahiliyah namun ia tidak terbawa dalam rusaknya akhlak yang mewarnai kesehariannya. Dan akhirnya Allah yang Maha Kuasa memberikan cahaya di hati nuraninya dengan sampainya ajaran agama islam yang mulia yang di bawa oleh pemuda bergelar Al Amin.
Meski dilakukan secara sembunyi – sembunyi dakwah Rasulullah saw akhirnya sampai ke telinga Mush’ab bin Umair, setelah mengetahui ajaran yang dibawa oleh rasulullah saw, Mush’ab yang selalu teliti dalam mengambil keputusan memantapkan hatinya untuk memeluk agama Islam, ia pun mendatangi Nabi Muhammad saw di rumah al Arqam bin Abi al Arqam di bukit Shafa pusat dakwah Rasulullah saw pada saat itu untuk menyatakan keimanannya.
Seperti shahabat lainnya yang memeluk agama Islam Mush’ab bin Umair juga menyembunyikan keislamannya dihadapan semua orang terutama kedua orang tuanya yang merupakan orang terpandang di kalangan bangsa Quraisy. Meski sembunyi – sembunyi ia tidak pernah alpa dalam menghadiri majlis Rasulullah saw untuk mendalami pengetahuan tentang agama islam. Karena ketekunan dan kepandaian yang dimilikinya, Mush’ab bin Umair menjadi salah satu shahabat yang memiliki pengetahuan tentang Islam yang paling dalam, oleh karena itu ia diutus Rasulullah saw berdakwah ke Madinah untuk pertama kalinya yang kemudian disebut sebagai Duta Islam pertama.
Allah berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 2 dan 3 yang berbunyi:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Artinya, “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (2) Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”. (3) (QS. Al Ankabut: 2-3)
Hari dimulainya ujian bagi Mush’ab bin Umair telah tiba,  ketika ia sedang beribadah kepada Allah swt, Utsmani bin Thalhah tanpa sengaja melihatnya yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua Mash’ab. Mulai saat itulah ujian dari Allah swt datang kepadanya, ujian yang akan menentukan siapa sebenarnya Mash’ab? Ujian yang akan membuatnya di kagumi oleh Rasulullah dan para shahabat shahabanya, ujian yang menjadikan ia sebagai pemuda yang patut untuk di tauladani oleh pemuda sepanjang masa.
Begitu orang tua Mash’ab mengetahui ia meninggalkan agama nenek moyang nya dan memeluk agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ibundanya marah besar ia mengancam Mash’ab tidak akan memberinya makan bahkan akan menyiksanya bila tidak meninggalkan agama islam dan kembali ke agama nenek moyangnya. Sebagai seorang pemuda yang cerdas dan memiliki prinsip teguh dalam hidupnya, jiwa Islam yang sudah mendarah daging dalam tubuh Mash’ab menjadikannya tetap kukuh dengan pilihannya dan siap menerima apapun yang akan diberikan kepadanya.
Berbagai siksaan dari orang tuanya sendiri ia terima dengan teguh tanpa melawan sebagai bentuk ketaatan kepda orang yang sudah membesarkannya. Makanan lezat tidak lagi ia jumpai, pakaian yang indah tak lagi menempel di badan kekarnya, Mash’ab yang dulunya di puji oleh semua orang kini hampir tidak ada yang bisa mengenalinya. Namun, itu bukanlah hal yang besar baginya, meski tidak lagi mendapat makanan yang bisa masuk ke perutnya, yang berubah menjadi pukulan mendarat ditubuhnya mulusnya, walau berbagai siksaan ia terima tidak sedikitpun terbayang dalam benaknya untuk mengkhianati dua kalimat syahadat yang pernah diucapkannya di hadapan Rasululllah saw.
Banyak shahabat Rasulullah yang kagum dengannya, hingga mengungkapkannya dalam bentuk syair syair yang indah, begitu juga dengan Rasulullah saw yang takjub sehingga beliau bersabda tentangnya, “Sungguh aku melihat Mash’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakannya dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda pemuda Quraisy yang semisal dengannya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai Ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…”. (HR. Hakim)
Mash’ab bin Umair sebagai duta islam yang pertama memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam terutama saat di utus Rasulullah saw untuk berdakwah ke Yatsrib (nama Madinah saat itu). Dengan kedalamannya akan Al Qur’an dan As Sunnah, lihai dalam cara penyampaiannya, disertai kecerdasan dalam berargumentasi dan ketenangan dalam bertutur membuat semua orang menerima dakwahnya.
Ketangkasannya dalam berdakwah terlihat saat ia berhadapan dengan pemuka suatu kaum di Yatsrib yang bernama Saad bin Muadz. Dengan ungkapan yang santun ia berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau anda duduk dan mendengar (apa yang akan saya sampaikan). Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”.  Dengan senang hati Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih baik”. Diawali dengan bacaan Al Qur’an nan syahdu, Mash’ab menjelaskan tentang Islam kepada Saad.
Dengan penyampaian yang sempurna, membuat Saad pun terkesan dan tertarik kepada islam, iapun berkata kepada Mash’ab, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk agama Islam?” Mash’ab menjawab dengan santun, “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkanlah dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Saad pun mengikuti apa yang dikatakan Mash’ab.
Setelah Saad bin Muadz memeluk agama Islam, ia pun segera mengumpulkan seluruh kaumnya, dengan nada yang tegas ia berkata, “wahai Bani Adbu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?”. Serentak kaumnya menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya dan paling lurus tabiatnya”. Saat itulah dengan kewibawaannya ia menyerukan suara yang lantang kepada kaumnya, “Haram bagi laki laki dan perempuan di antara kalian berbicara denganku sampai ia beriman kepada Allah swt dan Rasul Nya”.
Dengan ketegasan yang ditunjukan oleh Saad bin Muadz, serentaklah seluruh kaumnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan masuk Islam disaksikan juga oleh Mush’ab bin Umair.  Dengan pertolongan Allah swt, Mush’ab bin Umair diberikan kemudahan dalam menyampaikan agama Islam di bumi Yatsrib yang kemudian Rasulullah saw dan shahabatnya hijrah dari Mekah ke Yatsrib, setelah Rasulullah saw di Yatsrib kota tersebut dikenal dengan nama Madinah an Nabawiyah.
Selain aktif dalam berdakwah menyiarkan agama Islam, Mush’ab bin Umair juga turut serta dalam beberapa peperangan yang dilakukan oleh umat Islam dan Rasulullah saw. Ia selalu mendapat tempat istimewa disetiap pertempuran yang diikuitinya yakni sebagai pemegang bendera Islam. Dan perang terakhir yang beliau ikuti adalah perang Uhud dimana beliau menjadi salah satu mujahid dalam pertempuran yang berlangsung di bukit Uhud pada tahun 625 M tersebut.
Seorang shahabat Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sang mujahid Mush’ab bin Umair dengan indah. Dengan ketangkasannya dalam berperang, dengan gagah berani Mush’ab melaju ke medan perang dengan menggenggam bendera islam ditangan kanannya dan sebuah pedang disebelah tangan kirinya. Dari kejauhan ada pasuka musyrik yang mengincar Mush’ab, dia mengira yang memegang bendera Islam adalah Nabi Muhammad saw, dengan keganasannya ia langsung menyerang Mush’ab, ia menebas tangan kanannya yang memegang bendera dan terputuslah tangan kanan Mush’ab bin Umair namun dengan sigap tangan kirinya mengambil alih bendera islam yang akan terjatuh.
Melihat bendera Islam masih berkibar, pasukan kafir Quraisy yang bernama Ibnu Qumai ah al Laitsi kembali menyerang Mush’ab bin Umair, kali ini tangan kirinya yang menjadi incarannya. Ditebaslah tangan kiri Duta islam pertama Islam tersebut hingga terputus terpisah dari jasadnya, meski kedua tangannya telah terputus namun semangat juang Mush’ab bin Umair masih besar, karena begitu dalam rasa cintanya kepada Islam membuatnya ingin memberikan seluruh hidupnya untuk Islam, didekaplah bendera perang Islam tersebut agar masih tetap berkibar di arena pertempuran, hingga akhirnya anak panah merobohkan tubuh, bendera sekaligus nyawanya dari atas kuda perangnya.
Akhir dari perjuangan pemuda yang telah menggadaikan kenikmatan dunia dengan keindahan yang tidak akan pernah sirna yakni surga. Setelah perang usai, Rasulullah saw mengumpulkan para syuhada untuk dikuburkan dan ketika melihat jasad Mush’ab bin Umair beliau mendo’akan kebaikan untuknya.
Sebagai pemuda muslim sudah sepantasnya kita mengambil contoh dari perjuangan dan pengorbanan Mush’ab bin Umair untuk Islam, pemuda yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, mengamalkan setiap yang dipelajarinya dan mendakwahkannya kepada ummat karena Allah swt. Pemuda yang memiliki pandangan ke masa depan, ia rela meninggalkan kenikmatan dunia yang fana untuk menggapai kemuliaan yang abadi di akhirat Nya. Wallahu ‘Alam
(red/Aa)
from Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
0 notes
mzuhdymcorp · 7 years ago
Text
Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
Darunnajah.com Nama Mush’ab bin Umair mungkin tidak terlalu populer di perbincangkan seperti shahabat shahabat Rasulullah saw lainnya, seperti halnya shahabat Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Salman Al Farisi, Bilal bin Rabah hingga Khulafaur Rasyidin. Meski demikian tidak dipungkiri Mush’ab bin Umair adalah salah satu shahabat Rasulullah saw yang mengagumkan dan menyandang gelar ‘Pemuda terbaik di Zamannya’ yang Rasulullah saw pernah bersabda tentangnya.
“Aku tidak pernah melihat seorangpun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Siapakah sebenarnya Mush’ab bin Umair itu?
Mush’ab bin Umair adalah seorang pemuda dari keturuan bangsa Quraisy, Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin kilab al Abdari al Qurasyi. Ia dilahirkan 14 tahun setelah Rasulullah saw lahir tepatnya pada tahun 585 M.
Ia adalah seorang pemuda yang sangat beruntung, lahir dari keturunan bangsawan Quraisy yang memiliki limpahan harta, disayangi oleh orang tuanya dan sangat dihormati oleh semua orang. Hingga Imam Ibnu Atsir menggambarkan tentang keadaan Mush’ab bin Umair, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang kaya, sandalnya adalah sandal al hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik dan dia adalah pemuda Mekah yang peling harum sehingga semerbak wangi parfumnya meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang ia lewatinya”. (al Jabiri, 2014: 19)
Sebagai pemuda yang memiliki segalanya tidak membuatnya lupa diri. Memiliki orang tua yang sangat sayang yang mau serta mampu memberikan apapun yang diinginkan dengan sekejab. Namun tidak membuat dirinya terlena dan terbawa suasana, dimana dia hidup di masa jahiliah yang lingkungannya menyembah berhala, khamar sebagai minumannya, judi adalah aktifitasnya, pesta dan perzinaan merupakan hal yang biasa. Inilah yang harus di contoh oleh pemuda zaman sekarang, Mush’ab bin Umair yang tidak goyah oleh lingkungan, Mush’ab bin Umair yang punya prinsip dalam hidupnya.
Pada awal Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu untuk berdakwah, beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi mulai dari keluarganya, shahabat, kerabat dan orang-orang yang dikenalnya untuk mengenalkan agama Tauhid yang mulia, hingga akhirnya masuklah agama islam yang diawali oleh istri tercintanya Khodijah, yang disusul sepupunya Ali bin Ali Thalib dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah serta shahabat shahabat lainnya yang kemudian di namakan ‘Assabiqunal Awwalun’ yang artinya orang-orang yang pertama kali masuk Islam pada masa Rasulullah saw berdakwah secara rahasia/sembunyi. Dan Mush’ab bin Umair salah satu didalamnya.
Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang pandai dan bijak dalam memilih pilihan untuk kehidupannya. Meski hidup dilingkungan jahiliyah namun ia tidak terbawa dalam rusaknya akhlak yang mewarnai kesehariannya. Dan akhirnya Allah yang Maha Kuasa memberikan cahaya di hati nuraninya dengan sampainya ajaran agama islam yang mulia yang di bawa oleh pemuda bergelar Al Amin.
Meski dilakukan secara sembunyi – sembunyi dakwah Rasulullah saw akhirnya sampai ke telinga Mush’ab bin Umair, setelah mengetahui ajaran yang dibawa oleh rasulullah saw, Mush’ab yang selalu teliti dalam mengambil keputusan memantapkan hatinya untuk memeluk agama Islam, ia pun mendatangi Nabi Muhammad saw di rumah al Arqam bin Abi al Arqam di bukit Shafa pusat dakwah Rasulullah saw pada saat itu untuk menyatakan keimanannya.
Seperti shahabat lainnya yang memeluk agama Islam Mush’ab bin Umair juga menyembunyikan keislamannya dihadapan semua orang terutama kedua orang tuanya yang merupakan orang terpandang di kalangan bangsa Quraisy. Meski sembunyi – sembunyi ia tidak pernah alpa dalam menghadiri majlis Rasulullah saw untuk mendalami pengetahuan tentang agama islam. Karena ketekunan dan kepandaian yang dimilikinya, Mush’ab bin Umair menjadi salah satu shahabat yang memiliki pengetahuan tentang Islam yang paling dalam, oleh karena itu ia diutus Rasulullah saw berdakwah ke Madinah untuk pertama kalinya yang kemudian disebut sebagai Duta Islam pertama.
Allah berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 2 dan 3 yang berbunyi:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Artinya, “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (2) Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”. (3) (QS. Al Ankabut: 2-3)
Hari dimulainya ujian bagi Mush’ab bin Umair telah tiba,  ketika ia sedang beribadah kepada Allah swt, Utsmani bin Thalhah tanpa sengaja melihatnya yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua Mash’ab. Mulai saat itulah ujian dari Allah swt datang kepadanya, ujian yang akan menentukan siapa sebenarnya Mash’ab? Ujian yang akan membuatnya di kagumi oleh Rasulullah dan para shahabat shahabanya, ujian yang menjadikan ia sebagai pemuda yang patut untuk di tauladani oleh pemuda sepanjang masa.
Begitu orang tua Mash’ab mengetahui ia meninggalkan agama nenek moyang nya dan memeluk agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ibundanya marah besar ia mengancam Mash’ab tidak akan memberinya makan bahkan akan menyiksanya bila tidak meninggalkan agama islam dan kembali ke agama nenek moyangnya. Sebagai seorang pemuda yang cerdas dan memiliki prinsip teguh dalam hidupnya, jiwa Islam yang sudah mendarah daging dalam tubuh Mash’ab menjadikannya tetap kukuh dengan pilihannya dan siap menerima apapun yang akan diberikan kepadanya.
Berbagai siksaan dari orang tuanya sendiri ia terima dengan teguh tanpa melawan sebagai bentuk ketaatan kepda orang yang sudah membesarkannya. Makanan lezat tidak lagi ia jumpai, pakaian yang indah tak lagi menempel di badan kekarnya, Mash’ab yang dulunya di puji oleh semua orang kini hampir tidak ada yang bisa mengenalinya. Namun, itu bukanlah hal yang besar baginya, meski tidak lagi mendapat makanan yang bisa masuk ke perutnya, yang berubah menjadi pukulan mendarat ditubuhnya mulusnya, walau berbagai siksaan ia terima tidak sedikitpun terbayang dalam benaknya untuk mengkhianati dua kalimat syahadat yang pernah diucapkannya di hadapan Rasululllah saw.
Banyak shahabat Rasulullah yang kagum dengannya, hingga mengungkapkannya dalam bentuk syair syair yang indah, begitu juga dengan Rasulullah saw yang takjub sehingga beliau bersabda tentangnya, “Sungguh aku melihat Mash’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakannya dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda pemuda Quraisy yang semisal dengannya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai Ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…”. (HR. Hakim)
Mash’ab bin Umair sebagai duta islam yang pertama memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam terutama saat di utus Rasulullah saw untuk berdakwah ke Yatsrib (nama Madinah saat itu). Dengan kedalamannya akan Al Qur’an dan As Sunnah, lihai dalam cara penyampaiannya, disertai kecerdasan dalam berargumentasi dan ketenangan dalam bertutur membuat semua orang menerima dakwahnya.
Ketangkasannya dalam berdakwah terlihat saat ia berhadapan dengan pemuka suatu kaum di Yatsrib yang bernama Saad bin Muadz. Dengan ungkapan yang santun ia berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau anda duduk dan mendengar (apa yang akan saya sampaikan). Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”.  Dengan senang hati Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih baik”. Diawali dengan bacaan Al Qur’an nan syahdu, Mash’ab menjelaskan tentang Islam kepada Saad.
Dengan penyampaian yang sempurna, membuat Saad pun terkesan dan tertarik kepada islam, iapun berkata kepada Mash’ab, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk agama Islam?” Mash’ab menjawab dengan santun, “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkanlah dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Saad pun mengikuti apa yang dikatakan Mash’ab.
Setelah Saad bin Muadz memeluk agama Islam, ia pun segera mengumpulkan seluruh kaumnya, dengan nada yang tegas ia berkata, “wahai Bani Adbu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?”. Serentak kaumnya menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya dan paling lurus tabiatnya”. Saat itulah dengan kewibawaannya ia menyerukan suara yang lantang kepada kaumnya, “Haram bagi laki laki dan perempuan di antara kalian berbicara denganku sampai ia beriman kepada Allah swt dan Rasul Nya”.
Dengan ketegasan yang ditunjukan oleh Saad bin Muadz, serentaklah seluruh kaumnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan masuk Islam disaksikan juga oleh Mush’ab bin Umair.  Dengan pertolongan Allah swt, Mush’ab bin Umair diberikan kemudahan dalam menyampaikan agama Islam di bumi Yatsrib yang kemudian Rasulullah saw dan shahabatnya hijrah dari Mekah ke Yatsrib, setelah Rasulullah saw di Yatsrib kota tersebut dikenal dengan nama Madinah an Nabawiyah.
Selain aktif dalam berdakwah menyiarkan agama Islam, Mush’ab bin Umair juga turut serta dalam beberapa peperangan yang dilakukan oleh umat Islam dan Rasulullah saw. Ia selalu mendapat tempat istimewa disetiap pertempuran yang diikuitinya yakni sebagai pemegang bendera Islam. Dan perang terakhir yang beliau ikuti adalah perang Uhud dimana beliau menjadi salah satu mujahid dalam pertempuran yang berlangsung di bukit Uhud pada tahun 625 M tersebut.
Seorang shahabat Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sang mujahid Mush’ab bin Umair dengan indah. Dengan ketangkasannya dalam berperang, dengan gagah berani Mush’ab melaju ke medan perang dengan menggenggam bendera islam ditangan kanannya dan sebuah pedang disebelah tangan kirinya. Dari kejauhan ada pasuka musyrik yang mengincar Mush’ab, dia mengira yang memegang bendera Islam adalah Nabi Muhammad saw, dengan keganasannya ia langsung menyerang Mush’ab, ia menebas tangan kanannya yang memegang bendera dan terputuslah tangan kanan Mush’ab bin Umair namun dengan sigap tangan kirinya mengambil alih bendera islam yang akan terjatuh.
Melihat bendera Islam masih berkibar, pasukan kafir Quraisy yang bernama Ibnu Qumai ah al Laitsi kembali menyerang Mush’ab bin Umair, kali ini tangan kirinya yang menjadi incarannya. Ditebaslah tangan kiri Duta islam pertama Islam tersebut hingga terputus terpisah dari jasadnya, meski kedua tangannya telah terputus namun semangat juang Mush’ab bin Umair masih besar, karena begitu dalam rasa cintanya kepada Islam membuatnya ingin memberikan seluruh hidupnya untuk Islam, didekaplah bendera perang Islam tersebut agar masih tetap berkibar di arena pertempuran, hingga akhirnya anak panah merobohkan tubuh, bendera sekaligus nyawanya dari atas kuda perangnya.
Akhir dari perjuangan pemuda yang telah menggadaikan kenikmatan dunia dengan keindahan yang tidak akan pernah sirna yakni surga. Setelah perang usai, Rasulullah saw mengumpulkan para syuhada untuk dikuburkan dan ketika melihat jasad Mush’ab bin Umair beliau mendo’akan kebaikan untuknya.
Sebagai pemuda muslim sudah sepantasnya kita mengambil contoh dari perjuangan dan pengorbanan Mush’ab bin Umair untuk Islam, pemuda yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, mengamalkan setiap yang dipelajarinya dan mendakwahkannya kepada ummat karena Allah swt. Pemuda yang memiliki pandangan ke masa depan, ia rela meninggalkan kenikmatan dunia yang fana untuk menggapai kemuliaan yang abadi di akhirat Nya. Wallahu ‘Alam
(red/Aa)
from Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
0 notes