#Mengungsi
Explore tagged Tumblr posts
Text
Tebar Selebaran, Tentara 'Israel' Menyuruh Warga Gaza Mengungsi ke Selatan
GAZA (Arrahmah.id) — Tentara Israel menyebar selebaran memerintahkan penduduk Kota Gaza, Palestina, untuk mengungsi ke selatan, Kota Deir al-Balah. Israel menyebut Kota Gaza akan menjadi zona perang yang berbahaya. Dilansir Anadolu Agency (10/7/2024), militer menyebarkan selebaran yang menyerukan warga untuk segera meninggalkan Kota Gaza. Warga sipil diminta berpindah ke selatan menuju Zawaida…
0 notes
Text
Terdampak Banjir, Ratusan Warga Bone Bolango Mengungsi
Hargo.co.id, GORONTALO – Sebanyak 206 KK yang terdiri dari 328 jiwa di dua desa yang ada di Kecamatan Bone, Kabupaten Bone Bolango terdampak banjir, Rabu (19/6/2024). Informasi yang dihimpun media ini, berdasarkan keterangan BPBD Kabupaten Bone Bolango, hujan dengan intensitas sedang hingga lebat mengguyur wilayah tersebut sejak pukul 10.00 Wita. Hujan yang terus mengguyur sampai pukul 19.00 Wita…
View On WordPress
0 notes
Text
Sepenggal Tulisan Bising Diri Sendiri [ Bag. 2]
***
Bising, bising sekali omongan orang lain tentang keluargaku. Aku sudah bias, mana peduli mana yang hanya gosip. Ayah yang menafkahi kami dengan harta yang haram, ibu yang jarang dirumah, kami yang tercabik-cabik nama baiknya. Aku malu sekali. Aku hanya bisa berdo'a semoga suatu saat nanti mereka diberi hidayah oleh Tuhan.
Saat aku Kelas 3 SMA, Ayah jatuh sakit, parah sekali. Habis fasilitas yang kami punya, mulai dari rumah, transportasi, alat komunikasi. Mobilitas hidup kami benar benar hancur. Mungkin ini cara Tuhan membersihkan dosa masa lampau keluarga ini. Kakakku mengungsi di rumah kerabat, dekat dengan kampusnya. Aku terpaksa diasuh oleh yayasan tempatku bersekolah, aku yang setiap hari mencicipi masakan yang entah seperti apa rasanya. Tapi bagiku itu lebih enak kebanding memakan harta haram ayah.
Hampir setahun ayah sakit, akhirnya menemukan titik terang. Apa ayah bertaubat dari pekerjaannya? Tidak. Dan aku terpaksa masih betah diasuh yayasan lagi.
Satu bulan kemudian, pandemi menyerang. Itu tidak berpengaruh terhadap pekerjaan ayah. Aku berjanji tidak ingin lagi memakan harta haram. Aku kembali bertahan di asrama yang berukuran 3x5 m ini. Aku menghidupi mimpi-mimpiku sendiri sejak tahun itu. Masa kejayaan orang tua yang telah habis, kata orang. Aku menarik diri dari keramaian satu tahun itu, lebih dari puasa sosmed yang anak muda sekarang katakan. Aku harus segera menuntaskan perjuangan ini, hingga lulus bersekolah. Aku mengajar di surau seberang sekolah dan berdagang untuk sampingan.
"Nanti kalau udah lulus SMA, langsung kerja!!! Bales budi orang tua!!!" Ujar salah satu bibi dari ayah saat lebaran. Berat sekali bertemu keluarga besar ayah yang berpikiran kolot, dan setolol itu. seolah anak lahir, diasuh kedua orang tua berarti sama dengan berhutang. Bukankah itu kewajiban orang tua membesarkan anak? siapa pula yang menginginkan dilahirkan? "nasib tersial adalah dilahirkan" celoteh filsuf yunani seolah memenuhi kepalaku.
Aku ingin pulang, tapi entah kemana.
Aku bisa saja mengambil beasiswa prestasi di perkuliahan, berkat sertifikat lomba yang sering kujuarai. tapi reguler, yang berarti akan hidup dengan harta haram keluargaku lagi. Dan itu juga berarti aku harus hidup berdesakkan di kontrakkan petak, karena rumah ludes terjual. Akhirnya aku memilih jalan dengan mencoba berbagai beasiswa keagamaan, dan berakhir di asuh oleh salah satu yayasan pesantren terkemuka di kota ini. Seratus persen!!! Tentunya setelah mengikuti panjangnya seleksi. Persetan! Aku hanya ingin keluar dari lingkaran iblis ini.
Sesekali ibu menelponku dan ingin mengirimiku uang, tapi aku tak pernah mau lagi.
Berat sekali rasanya, kamu bisa membayangkan?
Memasuki tahun ke dua menjadi santri yayasan, Ayah mendapat hidayah, berhenti dari pekerjaannya, do'aku terkabul, terimakasih Tuhan. Ia berdagang, Ibu masih bergelut menjadi ART semenjak badai melanda keluarga kami. Pembersihan dosa, ujarku dalam hati.
Tahun kedua merupakan tahun terberatku di tempat ini, tuntutan dari yayasan semakin banyak, maklum, beasiswa seratus persen. "Kalian harus bener belajar di sini, setoran 2 lembar perhari, hadist juga, kitab pun jangan terlewat. Makanan yang hari ini kalian makan ga gratis, donatur, UMMAT yang membiayai kalian! Malu kalian kalau makan tapi gasampe target!!!" Bentak salah seorang ustadz kami. Semenjak itulah lidahku mati rasa memakan makanan yang di sungguhkan di sana.
Ajaib, aku berhasil lulus lebih cepat dari kalender pendidikan. Berbagai target di sana telah kucapai. Alhamdulillah. Aku bisa pulang ke rumah. Aku berjanji tidak ingin pulang sebelum pendidikan selesai di sana. Sisanya hanya persiapan mengabdi.
Liburan semester 4 dari total 6 semester, aku kembali ke rumah. Aku tersenyum melihat kontrakkan petakan. Tak apa, ujarku, Aku ikhlas, Tuhan. Kebanding menempati harta haram yang mendarah daging di setiap sudut tembok. Satu hal yang baru kusadari, ibu jarang di rumah, Terlibat hutang selepas badai keluarga kami.
Ayah? yang ayah lakukan hanyalah duduk di teras, tatkala di rumah, lebih sering makan dan tidur di rumah saudaranya yang kolot dan bodoh itu. aku dan kakakku (yang satu tahun kedepan akan menikah) terpaksa berkecimpung melunasi hutang mereka. kami menyisihkan uang dari keringat kami sendiri. Adikku? Adik kecilku bahkan masih kelas 2 SMP, ia masih terlalu lugu untuk memahami kondisi keluarga kami, yang ada dipikirannya mungkin masih bermain dan mencari jati diri.
Akhir semester 6, hutang mereka habis dan lunas, begitu pula tabunganku dan tabungan menikah kakak. Kakakku terpaksa menikah sederhana. habis sudah dream wedding dia, "gapapa, yang penting halal dulu." Ujarnya. Ya Tuhan, aku melihat wajah paling ikhlas di wajah kakakku. Bahkan aku menangis saat menuliskan ini.
Aku ingin pulang, tapi entah kemana.
Saat ini aku sudah bisa menabung diam-diam, aku ingin melanjutkan sekolah, aku juga ingin mempersiapkan masa depan. Tidak banyak, tapi aku ingin memulai rumah tangga lebih siap nantinya.
Aku ingin pulang, tapi entah kemana. Aku ingin sekali saja tidur, nyenyak, tenang, tanpa memikirkan apa yang akan datang, hari esok, tuntutan. Tanpa memikirkan keluargaku yang begitu berkecamuk. Aku ingin sekali beranjak. Meninggalkan semua ini. Keluarga... yang membuat hidupku segetir seperti ini.
Kamu bisa bayangkan? Kontrakkan ini, tepatnya keluarga ini, bising sekali, sehingga aku tidak bisa mendengar diriku sendiri.
Aku hanya perlu terus berlayar, mengembara, jika besok pun kalian tidak lagi mendengar kabarku, mungkin aku tersesat di samudera atau di suatu pulau, atau bisa juga kapalku karam, sebab perjalanan ini kususuri sendiri.
*****
Satu jam aku menceritakan detail kejadian menyakitkan itu kepada seseorang yang kupanggil "umi". Pandanganku kosong, aku ingin menangis tapi tak memiliki tenaga. Sudah terkuras, aku tak memiliki kalimat sedih untuk menggambarkan itu semua.
Tiba tiba pelukan menghantamku. Umi memelukku sembari terharu.
"De, kamu sekarang udah umi anggap anak umi. Jangan pernah ngerasa sendiri ya de. Umi bangga sama kamu, kamu hebat."
Tangisku baru pecah. Saat aku menyadari bahwa ada orang lain, bukan dari keluargaku, yang memiliki sebongkah hati sehangat itu. Aku tak lagi mampu menahan hebatnya kesedihanku. Aku tak mampu lagi membohongi perasaan sedihku. Aku menangis. Aku benar-benar merasa ditemani. Kebisingan ini sedikit mereda. Penerimaan. Kepercayaan diri yang lama hilang seolah hadir kembali. Kekhawatiranku, mereda. Aku menangis. Aku merasa lemah ketika menangis, tapi bolehkah aku menangis kali ini saja? Karena besok aku harus kembali berjuang untuk mimpi-mimpi, aku harus kembali berlayar, aku tak boleh berhenti sekarang.
#30haribercerita#30harimenulis#poem#puisi#sajak#quotes#tulisan#tumblr#30harimenulissuratcinta#cerita#jokpin#tereliye#novel#art#literasi#cinta#love#keluarga#ayah#ibu#parenting
44 notes
·
View notes
Text
DUKA LARA DAN SUKA CITA
-
Setiap hari kubuka Tiktok.
Selalu kulihat banyak video.
Terus diposting orang orang Gaza.
Bercampur antara duka lara dan suka cita.
-
Anas sang jurnalis di Jabalia.
Menyiarkan berita bombardir pesawat jet.
Menghancurkan rumah dan sekolah.
Mayat anak anak tergeletak dimana mana.
-
Hamada sang juru masak di Khan Yunis.
Bersemangat memasak shawarma ayam.
Lalu dia membagikan untuk anak anak.
Mereka tertawa gembira bisa makan enak.
-
Motasem sang jurnalis di Beit Lahia.
Mendatangi beberapa tenda pengungsi.
Anak anak di dalam tenda tenda itu.
Semuanya kurus kering kelaparan.
-
Mona sang relawan di Al Mawasi.
Sibuk membagikan bahan bahan kebutuhan.
Beras , tepung , minyak , gula , mie.
Para pengungsi senang menerimanya.
-
Bisan sang jurnalis di Al Maghazi.
Bertemu banyak rombongan pengungsi.
Mereka kelelahan berjalan jauh.
Sandal dan sepatu mereka sobek semua.
-
Tito sang badut di Gaza Utara.
Selalu enerjik menghibur anak anak.
Bermain , bernyanyi , berjoget.
Tertawa gembira bersama sama.
-
Dr Mohammed di rumah sakit Kamal Adwan.
Merasa kelelahan dan ketakutan.
Sendirian mengurusi orang orang terluka.
Sementara rekan rekannya ditangkap semua.
-
Said sang relawan di Al Nuseirat.
Tanpa lelah memasang tenda tenda.
Memasak makanan dan membagikan barang.
Untuk pengungsi yang terlantar.
-
Saleh sang jurnalis di Khan Yunis.
Menemukan anak lelaki saat tengah malam.
Menangis sendirian di kuburan ibunya.
Tidak mau kembali ke tenda hingga pagi tiba.
-
Dahlan sang relawan di Deir El Balah.
Mengadakan acara nonton kartun bersama.
Anak anak berkumpul dan merasa gembira.
Nonton kartun sambil makan popcorn.
-
Ahmed sang jurnalis di Al Nuseirat.
Merasa kasihan melihat anak anak di dalam tenda.
Mereka kepanasan saat siang terik.
Dan kebanjiran saat hujan deras.
-
Samaa sang gadis pemain biola di Tel El Hawa.
Duduk di bawah pohon sambil memainkan biola.
Anak anak yang melihatnya tampak tenang.
Terlarut melupakan semua penderitaan.
-
Youmna sang jurnalis di Shujaiya.
Bertemu anak anak yang terlantar.
Mereka memungut makanan dari sampah.
Dan meminum air dari comberan.
-
Alaa sang tukang cukur di Al Nuseirat.
Mencukur rambut orang orang tanpa bayaran.
Dia cukup senang mendapat sedikit imbalan.
Rokok , roti , kopi atau ucapan terima kasih.
-
Hossam sang jurnalis di stadion Yarmouk.
Meliput banyak pengungsi yang berdatangan.
Mereka kelelahan , kelaparan , kehausan.
Terlantar tak punya tenda.
-
Renad sang gadis cilik di Deir El Balah.
Selalu ceria memasak berbagai makanan.
Dia memasak maqluba tanpa ayam.
Harga ayam naik tinggi tak terbeli.
-
Doaa sang jurnalis di rumah sakit Al Nasser.
Mengunjungi anak anak yang terluka.
Ada yang tangan dan kakinya buntung.
Ada yang kulitnya mengelupas terkena fosfor.
-
Israa sang guru di Al Bureij.
Mengajak rekan rekannya membuka tenda sekolah.
Mereka memberi alat menulis dan menggambar.
Anak anak senang bisa sekolah lagi.
-
Hind sang jurnalis di rumah sakit Al Aqsa.
Menyiarkan berita yang mengerikan.
Tenda tenda di sekitarnya hancur berantakan.
Terbakar terkena bombardir pesawat jet.
-
Samih sang pemuda pemain oud di Deir El Balah.
Penuh semangat bernyanyi sambil memainkan oud.
Sementara teman temannya lincah menari dabke.
Menghibur orang orang yang mengungsi.
-
Samara sang jurnalis di Al Zaitun.
Mendatangi tenda tenda para pengungsi.
Banyak anak anak yang kulitnya gatal.
Penuh borok dirubungi lalat.
-
Abdullah sang petani di Khan Yunis.
Nekat menyelinap kembali ke kebunnya.
Agar dia bisa memanen sekarung buah olive.
Cukup untuk dibagi para pengungsi.
-
Faiz sang jurnalis di Rafah.
Meliput jalanan yang sepi.
Tak ada apapun selain mayat mayat berlumuran darah.
Tewas bergelimpangan diserang quadcopter.
-
Hassan sang dosen di Al Rimal.
Tanpa lelah melakukan kuliah online.
Para mahasiswa bersemangat melanjutkan kuliah.
Tak peduli dengan kekacauan , kesulitan dan keterbatasan.
-
Mahmoud sang jurnalis di Shujaiya.
Menutup hidungnya sambil melakukan liputan.
Mayat mayat membusuk menjadi tulang belulang.
Dimakan anjing anjing liar yang kelaparan.
-
Abdallah sang relawan di Deir El Balah.
Sibuk mengurusi banyak kucing liar.
Dia mengobati dan memberi makan.
Lalu membelai belai dan bermain main.
-
Mousa sang penyelamat sipil di Beit Hanoun.
Merasa putus asa tidak bisa menolong.
Orang orang yang terluka tertimpa bangunan.
Merintih rintih kesakitan menunggu kematian.
-
Fadi sang relawan di Al Maghazi.
Terus bergerak bersama rekan rekannya.
Mereka memasang solar panel , mengebor sumur dan membuat.
Para pengungsi memuji kerja keras mereka.
-
Yousef sang petugas medis di rumah sakit Al Quds.
Merasa ketakutan naik ambulance.
Drone pengebom terus mengejar.
Meledakkan jalanan yang dilewati.
-
Menna sang pelukis di Al Shati.
Menyuruh anak anak untuk mengantri.
Sementara dia melukis wajah mereka satu persatu.
Lukisan semangka , Handala dan bendera Palestina.
-
Nofal sang jurnalis di Shujaiya.
Mewawancarai seorang pria kurus penuh luka.
Pria itu baru saja dibebaskan dari penjara.
Terus disiksa hingga mengalami trauma.
-
Maha sang jurnalis di Deir El Balah.
Bersantai di pantai sambil memandangi senja.
Sementara anak anak muda di sekitarnya.
Penuh semangat bermain sepakbola.
-
Naji sang sopir taxi di kota Gaza.
Menyetir mobilnya pelan pelan sambil menangis.
Dia sedih melihat seluruh kotanya hancur lebur.
Tak ada yang tersisa selain puing puing reruntuhan.
-
Fatema sang relawan di Al Shati.
Berkumpul bersama anak anak perempuan di tenda besar.
Mereka duduk di tikar sambil membaca ayat ayat Al Quran.
Terdengar merdu hingga meneguhkan keimanan.
-
Ismail sang jurnalis di Jabalia.
Bertemu seorang pria yang naik kereta keledai pelan pelan.
kereta keledai itu mengangkut mayat anak anak yang berlumuran darah.
Ada yang kepalanya pecah , ada yang perutnya hancur.
-
Nour sang jurnalis di kota Gaza.
Tertawa senang melihat anak anak muda di sekitarnya.
Mereka bermain parkour melompati puing puing reruntuhan.
Lalu mengibarkan bendera Palestina di atas atap yang hampir roboh.
-
Khaled sang jurnalis di Beit Hanoun.
Tergesa gesa meliput pengeboman drone di jalanan.
Ledakan bom menghancurkan mobil hingga ringsek.
Orang orang di dalam mobil tewas mengenaskan berlumuran darah.
-
Ashraf sang insinyur elektronik di Al Nuseirat.
Tampak senang memamerkan barang barang buatannya.
Kipas angin , lampu meja , charger ponsel hingga kulkas.
Semuanya dibuat dengan rongsokan yang dia temukan.
-
Lubna sang jurnalis di rumah sakit Al Shifa.
Meliput kengerian setelah pembantaian massal.
Ratusan mayat membusuk bergelimpangan dimana mana.
Semuanya hancur tak berbentuk setelah dilindas tank dan buldoser.
-
Firas sang relawan di Al Bureij.
Naik truk bersama rekan rekannya ke tempat pengungsian.
Begitu tiba mereka langsung membagikan sepatu , mantel dan jaket tebal.
Anak anak senang tak lagi kedinginan.
-
Jumana sang janda di Al Mawasi.
Menangis teringat suaminya yang tewas tertembak quadcopter.
Dia juga lelah berusaha bertahan hidup tanpa suaminya.
Sementara anak anaknya masih kecil semua.
-
Rami sang pemuda kreatif di Al Nuseirat.
Mengumpulkan banyak kardus bekas dari tempat sampah.
Setelah itu dia membuat beraneka mainan kardus untuk anak anak.
Mobil mobilan , motor motoran , kapal kapalan dan lainnya.
-
Wedad sang gadis remaja di Al Mawasi.
Termenung sedih sambil memegang kunci tua dan kunci baru.
Kunci tua itu milik neneknya yang terusir dari rumah sejak 1948.
Kunci baru itu miliknya sendiri yang terus dibawa setelah rumahnya dihancurkan.
-
Mosab sang pelukis mural di Rafah.
Membawa banyak peralatan lukis dan cat beraneka warna.
Dengan penuh semangat dia melukis mural di reruntuhan tembok yang lebar.
Yang dia lukis adalah sosok Handala sedang makan semangka.
-
Dokter Ayaz di rumah sakit Al Awda.
Menangis melihat bayi bayi prematur yang tidur dalam inkubator.
Tak ada kiriman bahan bakar untuk terus menyalakan listrik yang hampir padam.
Bayi bayi prematur itu akan segera mati satu persatu.
-
Aboud sang pemuda kreatif di Al Maghazi.
Mengajak anak anak membuat layangan besar bendera Palestina.
Lalu mereka menerbangkan layangan besar itu di tepi pantai.
Siapapun yang melihatnya merasa masih punya harapan.
-
Duka lara yang dialami orang orang Gaza masih terus berlanjut.
Tapi orang orang Gaza masih terus melanjutkan suka cita.
Melakukan apapun yang masih bisa dilakukan.
Menikmati apapun yang masih bisa dinikmati.
-
November 2024
By Alvian Eleven
#puisiindonesia#sajak puisi#puisi#gaza genocide#free palestine#palestine poetry#from the river to the sea palestine will be free
2 notes
·
View notes
Text
Kesekian Kalinya
Butuh ribuan kali matahari terbit dulu, bertemu jutaan manusia dulu, melihat langit milyaran kali dulu, melewati dua puluh tahunan hidup dulu,
baru aku sadar.
Setelah entah kesekian yang keberapa diizinkan bersinggungan dengan ayat-Nya,
baru aku sadar.
Nyatanya, ayat-ayat Allah yang terbatas dalam kitab itu, luar biasa sekali ya.
Ditampakkan padaku sekian jumlah ayat tak tertulisnya dengan beragam bentuk warnanya. Sedang telah Ia himpunkan pada ayat tertulisnya tujuan hidup seluruh semesta. Hanya dalam satu kitab. Dengan jelas mulanya dengan apa, pula akhirnya dengan apa. Jelas disampaikan dengan siapa dan diperantarai sampainya dengan siapa.
Maha baiknya Sang Pencipta, petunjuk hidup paling paripurna, dibuat terbatas!
Dan baru aku sadar, betapa malu harusnya aku manakala tak kunjung mampu menghimpun, yang telah terbatas itu. Padahal bukan menghimpun ayat-Nya yang sekian tak terbatas itu disuruh padamu, yang terbatas saja!
Padahal itu terbatas, wahai Fatimah. Dibandingkanlah dengan sepanjang usia mu yang panjang membentang. sekian tahun lamanya.
Sedangkan itu hanya ayat-ayat terbatas. Namun belum pula kau sanggup.
Kemarin kawan diseberang bertutur tentang seorang gadis kecil berusia 10 yang menuntaskan hafalannya. Ia salah satu dari sekian pengungsi disana. Asalnya dari utara, berjalan jauh untuk mengungsi ke bagian tengah.
Kata kawan diseberang, gadis ini membuat bangga seluruh pengungsi kamp.
Aku juga bangga, bangga sekali. juga malu, malu sekali.
--Keterangan foto: akhi gz utara yang mengantri air kemarin, sembari menggenggam petunjuk hidup itu.
2 notes
·
View notes
Text
9 Tahun itu
Duaaar ... Booom...
Terdengar suara bom meriam di berbagai penjuru. Hatiku bergidik ngeri, membayangkan bom itu menyasar rumah kami. Aku baru berusia 9 tahun, tetapi kondisi di sekitarku telah memecutku untuk berjuang lebih.
Kami sekeluarga dan warga sekitar memutuskan untuk mengungsi sementara ke desa lain, karena desa kami sudah tidak aman. Pak Lurah bersekutu dengan tentara Jepang. Kami tidak punya pilihan, mati atau bersekutu. Kami pun memilih mengungsi untuk menghindari dua pilihan sulit itu. Bapak dan ibuku hanya seorang petani. Kebijakan-kebijakan tentara Jepang sangat menyiksa kami.
Aku tidak tau, kapan harapan terbebas dari penjajahan ini akan tiba. Kami hanya membawa barang seadanya dan sebilah bambu runcing. Sesekali kami berjalan mengendap-endap menghindari pandangan tentara Jepang yang sedang berjaga.
Orang-orang yang berani melawan tentara Jepang terus berjuang dari berbagai lini. Aku sebagai anak kecil hanya bisa menunggu angin segar sambil berjaga menyelamatkan jiwa.
***
Sore itu, nenekku bercerita tentang masa kecilnya ketika masa penjajahan Jepang. "Wah, berarti sudah sepuh sekali umur nenekku ini. Lha wong jaman penjajahan Jepang, Beliau sudah berumur 9 tahun." Gumamku dalam hati. Aku mendengarkan nenekku melanjutkan ceritanya sambil membayangkan peristiwanya. Kami mengakhiri kisah masa lalu nenek dengan mengirim bacaan Al Fatihah untuk semua pahlawan yang telah berjasa memperjuangkan kemerdekaan negara Indonesia. Terimakasih para pahlawan. Bung Karno berkata, "Jas Merah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah."
2 notes
·
View notes
Text
Ini adalah surat dari seorang warga di Gaza kepada para pejuang perlawanan setelah mereka mengungsi dari rumahnya, ditemukan dan terjemahannya adalah:
“Kekasihku, wahai hamba Allah
Kami meninggalkan rumah kami dengan mengetahui bahwa itu aman selama Anda ada di sana. Terima kasih, kami akan segera kembali.
Lemari coklat di dapur, kami isi dengan makanan kaleng untuk Anda. Seribu kesehatan dan kebahagiaan di hatimu [Nikmati dengan kesehatan yang baik].
Di ruang tamu, terdapat sofa berwarna coklat dan krem di sudut. Di bawah jok, ada kunci kamar tidur. Buka saja, dan Anda akan menemukan uang di tempat tidur. Jika Anda perlu membelanjakannya, lakukanlah dengan senang hati.
Jika rumah hancur, itu hanyalah pengorbanan kecil, karena sepatu di kakimu lebih berharga daripada rumahnya. Tapi aku hanya punya satu permintaan: Jaga dirimu dan tetap aman."
😭😭😭😭
Masya Allah,
Kedzoliman zionis israel laknatullah, melahirkan hamba-hamba Allah yg sholeh, penuh kasih, berserah diri dan memiliki keteguhan hati yg luar biasa
Semoga Allah beri mereka kesabaran, kesehatan, kekuatan & kemenangan ya Allah 😭🤲🏻
Aamiin ya Allah aamiin 🤲🏻😭
FREE PALESTINE 🇵🇸✊🏻
#FreePalestine #GazaGenocide
#IsraelApartheid #IsraelTerrorist
2 notes
·
View notes
Text
Tuan Topi.
Enak sekali.
Aku menyesap lagi teh vanilla buatanku untuk kedua kalinya. Aku memejamkan mataku saat rasa hangat menjalar masuk ke tenggorokanku. Teh vanilla dengan poffertjes adalah perpaduan yang pas untuk sarapan.
Mataku terkunci pada bunga-bunga yang menghiasi teras rumahku, kebun kecil-kecilan yang ku buat satu tahun lalu. Aku memilih bunga matahari untuk ku tanam dan ku urus bak buah hati sendiri.
Ternyata, melihat mereka tumbuh sebesar dan seindah ini, membuatku tenang. Ah, rasanya aku betah berlama-lama memandangi bunga-bungaku tanpa melakukan apapun.
Aku berjalan mendekati mereka, ku hirup aroma tubuhnya yang menenangkan, ku bersihkan pelan-pelan dari kotoran atau sekadar daun-daun yang berjatuhan di sekitar bunga-bungaku.
Sembari membersihkan buah hati, pikiranku melayang ke memori satu tahun silam, tepat hari ini, adalah satu tahun aku bertemu sekaligus berpisah dengan seseorang yang masih terus saja ada di ingatanku.
Pertemuan singkat yang sangat berkesan— dan yang paling membuatku bahagia, sepanjang aku menghirup udara gratis di dunia ini. Pertemuan dengan Tuan Topi, sesungguhnya aku tidak tahu siapa namanya, namun wajah dan postur tubuhnya masih teringat jelas. Aku memanggilnya Tuan Topi, karena ketika kami bertemu, ia memakai topi berwarna hitam yang basah karena terkena rintik hujan.
Tuan Topi, aku baik-baik saja di sini. Jika kau masih mengingatku— dan mungkin sedikit penasaran dengan kabarku, aku mulai berkebun untuk mengisi waktu luangku yang semakin hari semakin banyak saja, aku tidak lagi berpindah tempat setelah gempa melanda kota Magnolia Springs tahun lalu, rumahku ambruk, hanya menyisakan sedikit barang, itupun barang-barang yang memang kokoh dan padat, sisanya aku tidak tahu di mana, ada yang hilang, ada juga yang hancur tak terbentuk.
Aku menyewa rumah setelah satu bulan mengungsi di balai kota bersama warga lainnya, ketika keadaan dirasa sudah aman, kami diperbolehkan pergi dari pengungsian untuk melanjutkan hidup.
Nasib hidup sendiri dan tak punya sanak saudara, aku kebingungan, kemana lagi aku harus pulang? Tak ada lagi tempat pulang yang biasa ku sebut rumah, ini artinya, aku harus membangun rumah baru, dan ini artinya, aku harus mengocek tabunganku yang harusnya ku pakai untuk berlibur ke negara lain.
Untungnya, ada pemilik rumah berbaik hati yang rela menyewakan rumahnya untukku dengan harga murah sesuai dengan kantong, rumah ini sempit, tapi cukup besar untukku tinggali seorang diri, jika kau belum punya rumah, bolehlah bergabung denganku suatu hari nanti, Tuan Topi. Masih muat untuk tambah satu orang lagi.
Tuan Topi, aku masih sering menggerakan jemariku di atas piano, memainkan lagi Nocturne Op 9 no 2 yang pernah ku mainkan untukmu. Semua masih sama, yang berbeda tak ada lagi tepukan tangan darimu.
Tuan Topi, aku masih setia membuat susu vanilla hangat untuk menghangatkan tubuh di kala hujan datang, semua masih sama Tuan Topi, yang berbeda tak ada lagi yang berkata bahwa susu vanillaku adalah yang paling enak.
Tuan Topi, semua masih sama, aku masih sendiri dan tak punya suami, mungkinkah kau juga sama? Belum ada perempuan yang mendampingi. Tapi, kalau sudah ada, tidak apa-apa juga, sih. Itu hak mu.
Itu hak mu, tapi hak ku juga bukan, berdoa semoga kau masih sendiri. Maaf ya, aku mungkin sudah mulai gila.
Gila karena rindu.
Tapi, aku ingin berterima kasih kepada Tuhan, sudah memberikanku kesempatan bertemu denganmu walau sangat sebentar, setidaknya, aku diizinkan untuk merasakan kehangatan di dalam hati, Tuhan baik sekali, ya?
Tuan Topi, jika kau masih hidup, ku doakan kau agar selalu sehat dan bahagia, namun jika kau telah mati, ku doakan pula agar kau bisa tenang dan bahagia di kehidupan yang baru. Namun aku yakin, kau masih hidup, setidaknya selalu hidup di dalam pikiranku.
Tuan Topi yang berbahagia, ingatlah aku walau hanya satu detik di setiap waktu yang kau lalui,
kenanglah aku di dalam kotak memorimu yang mungkin mulai memudar karena usiamu tak lagi muda,
pikirkanlah aku di malam sebelum kau masuk ke dalam mimpimu walau sebentar, siapa tahu kita bisa bertemu di sana,
sebutlah aku setidaknya satu kali ketika kau sedang berdialog dengan Tuhanmu, siapa tahu malaikat mendengarnya dan ikut mengaminkan,
Tuan Topi yang berbahagia,
tutuplah rapat kotak kenangan manis kita— setidaknya untukku, simpanlah kotak itu di jiwamu, dan bukalah kembali ketika kita bertemu lagi, jika Tuhan mengizinkan untuk kedua kalinya.
Tuan Topi yang berbahagia,
aku baik-baik saja di sini, dan aku selalu merindukanmu.
9 notes
·
View notes
Text
PROSES TERJADINYA TSUNAMI
Tsunami adalah fenomena gelombang ombak.Tsunami juga hal yang membahayakan penduduk sekitar pantai.namun,tahukah kamu proses terjadinya Tsunami ?
Tsunami terjadi di sebabkan oleh pergeseran lempeng,erupsi gunung api,dan jatuh nya meteor.ketika terjadi pergeseran lempeng yang membuat bumi bergoyang dan menyebapkan air surut dan air yang surut dapat membuat ombak yang sangat tinggi.Ketika proses erupsi gunung juga berakibat tsunami . dan jatuhnya meteor saat meteor jatuh pun sama.
Meskipun tsunami tidak sering terjadi, tetapi ketika tsunami terjadi secara terus menerus akan menyebapkan dampak negatif.dampak tersebut antara lain penduduk sekitar pantai.nelayan yang tidak bisa mencari ikan.lalu,penduduk yang terkena tsunami harus mengungsi di tempat yang lebih aman.
9 notes
·
View notes
Text
Mencintai Adalah Takdir
Pada dasarnya, setiap manusia diciptakan sebagai mahluk sosial. Menurut Aristoteles, manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Alhasil, manusia membutuhkan lingkungan sosial untuk kelangsungan kehidupannya.
selain itu, manusia tercipta sebagai mahluk yang memiliki perasaaan. hal tersebut dapat berupa sedih, senang, gelisah, takut, bahagia, dan lain sebagainya.Kemudian perasaan tersebut terwujud melalui tindakan yang dinamakan empati. perwujudan tersebut yang kemudian dapat menjadi bukti bahwa manusia adalah mahluk sosial.
Berbicara terkait perasaan, ada hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Itulah yang menurut banyak orang dinamakan cinta. Cinta adalah sebuah perasaan yang bersifat general yang artinya dapat dimiliki oleh semua orang tanpa terkecuali. Cinta dapat bersifat abstrak, karena tidak bisa digambarkan dengan kata-kata, ataupun gerakan. Meskipun sebenarnya cinta itu dapat terdefinisikan, namun dengan gerakan atau kata-kata belum tentu dinamakan cinta.
Namun ada satu yang menarik tentang persoalan cinta. Yups, ada referensi kisah persoalan cinta yang menarik, yaitu Sinta dan Rahwana. kisah ini dinilai menarik karena berkaitan dengan perasaan cinta yang diakhiri dengan rasa keikhlasan. Cerita itu bermula dari kisah Rahwana yang menculik Sinta di tengah hutan ketika Sinta dalam melakukan perjalanan dari Kerajaan Ayodya setelah melakukan pernikahan dengan Ramawijaya. Dalam pernikahan tersebut, Rama dan Sinta diharuskan untuk mengungsi ke daerah hutan karena permintaan dari Dewi Kekayi (Ibu Tiri Ramawijaya), untuk menuntut janji Raja Dasarata menjadikan putranya sebagai raja kerajaan Ayodya.
Permintaan tersebut akhirnya dikabulkan dan kedua pasangan dengan ditemani adiknya (Leksmana) melaksanakan perjalanan ke daerah hutan yang jauh dari Kerajaan Ayodya. Dalam perjalanan, Sinta tertarik pada seekor kijang. Sinta pun meminta Rama untuk mendapatkan Kijang tersebut dan akhirnya Rama menuruti. Setelah Rama pergi untuk menangkap kijang tersebut, ditinggalah Dewi Sinta bersama adik dari Rama yaitu Leksmana.
Namun dengan kelicikan Rahwana, akhirnya berhasil menculik Dewi Sinta. Ditambah dengan lepasnya pengawasan Dewi Sinta dari Leksmana yang sudah diberikan amanah oleh Rama untuk menjaga pasangan hidupnya tersebut, maka dengan mudah Rahwana melakukan penculikan.
Dewi Sinta kemudian dibawa oleh Rahwana di Taman Argasoka. Disitu Rahwana memiliki perasaan cinta kepada Dewi Sinta karena memiliki kecantikan yang tiada tara bagi Rahwana. Namun dengan kepercayaan hati dari Dewi Sinta untuk memilih Rama,maka ia menolak permintaan dari Rahwana untuk menjadikannya sebagai kekasih. Dari situ muncul adanya perlakuan yang mengakibatkan merenggutnya kesucian Dewi Sinta dari Rahwana, namun ternyata tidak ditemukan perlakuan itu dari Rahwana.
Akhirnya Rahwana berhasil ditumpas oleh pasukan Ramawijaya untuk menjemput Dewi Sinta. Akhirnya kedua insan manusia itu kembali dipersatukan. Dari kisah itu, ada suatu nilai yang tidak bisa dihilangkan yaitu keikhlasan Rahwana. Pernyataan rasa cinta dari Rahwana yang ternyata belum mampu untuk memikat hati Dewi Sinta dapat terbalaskan dengan rasa ksatria nya kepada Sinta bahwasanya apabila ia kalah perang melawan Rama maka ia bersedia mengembalikan Sinta kepada Rama. Cintanya terlalu tulus kepada istri penguasa negeri Ayodya tersebut telah merubah kesan bahwa sang raksasa juga memiliki perasaan cinta kepada mahluk indah yang diciptakan Tuhan meskipun banyak penggambaran bahwa raksasa hanyalah penuh dengan antagonis.
Dari situ, muncul sebuah pelajaran baru bahwa Menikah itu Nasib, Mencintai itu Takdir.
Kenapa?
Kau bisa berencana menikahi siapa saja , namun kau tak bisa berencana cintamu untuk siapa.
18 notes
·
View notes
Text
Mba Taylor, jadi gini
Sebenarnya batin ini sudah lama ingin menulis pasca kejadian 7 Oktober kemarin. Tentang Serangan balasan Hamas kepada Israel.
Tapi aku menahan jemariku dulu dari papan ketikku, merenungkan diri sendiri yang geram hanya ketika viral kejadian-kejadian yang ada di Palestina.
Semoga Allah mengampuniku dengan imanku yang "musiman" atas empatiku terhadap kejadian di Negeri Para Nabi yang sampai saat ini terjajah.
Untuk teman-teman IGku atau siapa pun yang kecantol postingan ini. Ketahui fakta dasar dari fenomena ini dari awalnya adalah "Z1onis Isr4el" itu adalah Penjajah
Mereka hanyalah sekelompok orang yang diusir dari Jerman setelah Perang Dunia 1, dan diterima oleh penduduk Palestina untuk numpang, diberi tempat tinggal, makan, akses kesehatan dan hak-hak dasar manusia lainnya. Namun Peristiwa Nakba terjadi, mereka yang "Numpang" itu akhirnya mengambil Paksa tanah milik orang lain.
Bertahun-tahun berlalu, ternyata Penjajah itu mulai banyak tingkah. Karena disupport Negara maju dan adidaya. Mereka mulai semena-mena. Maka sudah sewajarnya jika Rakyat Palestina melakukan perlawanan.
Namun melawan bukan karena ingin mendzolimi, tapi untuk melindungi Tanah Air, mengambil lagi rumah yang mereka sampai sekedar mempertahankan haknya sebagai manusia untuk hidup.
Disana bukanlah Peperangan, selama ini yang terjadi adalah Penjajahan. Maka lihatlah sekarang dengan hati nurani. Semua berita dan jejak digital bisa kita akses. Dengan jelas kita bisa melihat kejahatan dan kedzoliman yang Z1onis buat. Tak cukup postingan ini untuk menuliskan semuanya.
Paling baru ini, bisa kita lihat di semua media sosial. Israel menyatakan perang tapi bukan perang yang gentle. Yang mereka lakukan adalah War Crime, roket-roket menyasar rumah sakit, sekolah dan fasilitas publik, menyerang masyarakan sipil, bom fosfor, memutus akses air, listrik dan makanan. Donasi ditahan masuk ke Palestina. Yang paling kejinya, mereka menyuruh warga Palestina untuk mengungsi pada sebuah daerah karena akan ada serangan, tapi ketika masyarakat menuju ke tempat evakuasi, mereka mengebom akses jalan ke tempat itu. Korbanpun tak terhindarkan.
Framing media sangat keji. Menuduh pejuang dari tanah yang dijajah sebagai "T3ror1s". Seakan Isr4el lah yang menjasi Si Paling Menderita. Seakan luka Isr4el yang baru ia terima menghapus jejak kekejaman yang telah mereka lakukan sejak 1948 kemarin.
Makanya, jangan mau jadi korban media yang gemar menyebar kebohongan. Apalagi omongan para Z1onis pesek yang mencari muka dengan mencoba membela-bela Isr4el.
Jika kita masih menjadi Manusia, maka gerakkan kemanusiaan di hati itu untuk membuat Rakyat Palestina merasakan rasanya menjadi "Manusia" yang seperti kita rasakan sekarang
Dan Jika kita masih mengaku sebagai seorang Muslim. Gunakan Iman yang ada dalam hati itu untuk berkomitmen mempelajari apa itu "Tauhid" yang ada di Tanah Palestina, Negeri Para Mujahid, Negeri Para Nabi.
1 note
·
View note
Text
Matahari Terbit di Ujung Timur Jawa
Bagian 1: Terik
Desa Caluring, Kerajaan Blambangan, 1771
Tuk.. Duk.. Tuk.. Duk.. Suara derap ketukan lesung tertangkap indra pendengaranku. Aku sedang mengawasi para buruh tani untuk mengolah padi hasil sawah milik keluargaku menjadi beras. Setelah memastikan semuanya beres, aku memberikan upah kepada tiga petani yang menggarap sawah kami di Caluring.
“Terimakasih, mas Seno Darmo” ucap para buruh tani.
“Sama-sama, pak. Oh ya, kira-kira, satu minggu lagi sawah di Ulupampang akan panen. Satu orang petani yang biasa bertugas disana kebetulan tidak bisa menggarapnya, Sepertinya akan kekurangan orang karena sawah disana lebih luas. Pak Joko apakah bisa?” Seno bertanya kepada Pak Joko, salah seorang buruh tani yang paling muda diantara lainnya.
Aku sudah mengetahui track record mereka, sehingga lebih nyaman bagiku untuk bekerja dengan mereka, walau harus mengeluarkan biaya yang lebih besar.
Sebelum menerima jawaban, aku segera menambahkan, “Aku tau Ulupampang cukup jauh. Akan kuberi kau upah dua kali lipat dari disini. Bagaimana?”
“Baik, mas Seno. Saya bersedia”
“Baiklah kalau begitu. Ini kalian bagi untuk bertiga ya” Aku memberikan sekarung beras kepada mereka. Biarlah keuntunganku jadi tak seberapa. Kupikir masa-masa sekarang ekonomi semakin sulit karena VOC bertindak semena-mena dan menindas kami.
Mengingat kebengisan penjajah itu, dadaku bergemuruh. Aku geram! Disini kami para rakyat bersusah payah bekerja. Lalu seenaknya saja mereka mengambil hasil keringat kami. Belum lagi pungutan pajak yang kian hari kian melambung. Dasar kompeni biadab berdarah benalu!
Para buruh tani mengucap beribu terimakasih kepadaku sebelum mereka pulang. Aku duduk bersandar pada karung-karung beras, menunggu Pak Sumaji. Ia adalah pedagang yang biasa membeli beras hasil panen. Kami berjanji akan bertemu saat sore.
Aku tak sengaja akan tertidur. Karung-karung beras yang hangat ini benar-benar nyaman. Belum sempat aku terlelap, Pak Sumaji akhirnya datang. Setelah transaksi selesai dilakukan, aku pulang sambil memanggul dua karung beras untuk persediaan di rumah.
Kulihat Apak di kejauhan juga memanggul dua keranjang besar yang dikaitkan dengan tongkat di pundak. Itu pasti berisi jagung yang juga baru dipanen. Sepertinya besok aku harus pergi berjualan ke pasar. Untuk jagung, kami memang menjualnya sendiri karena hasilnya tidak begitu banyak dan jumlahnya juga sedikit.
“Pak! Apak!” Aku berteriak memanggil ayahku.
Apak pun menoleh, “Le! Sudah selesai? Ayo pulang sama-sama”
Aku segera menyusul Apak. Kami berjalan bersama menuju rumah kami.
Syukurlah, hasil panen kami cukup melimpah. Sebagian uang ini bisa dipakai untuk membawa emak ke tabib. Semoga emak lekas sehat dan tidak sakit-sakitan lagi.
***
Desa Bayu, Kerajaan Blambangan, 1771
Terik matahari bersinar di atas Desa Bayu. Awan yang membawa air di musim penghujan sedang tidak tampak. Panasnya udara menyengat tubuh para rakyat Blambangan yang datang.
Mereka membawa berbagai kebutuhan pokok, senjata, dan harta benda yang mereka miliki. Kebanyakan datang dari desa lain untuk mencari perlindungan diri dan menghindari kerja paksa. Apalagi semenjak berdirinya Benteng Bayu, desa Bayu menjadi basis perkumpulan rakyat Blambangan. Kian hari kian bertambah penduduk Blambangan yang mengungsi ke desa Bayu yang terletak di lereng gunung Raung.
Kesengsaraan rakyat ini diprakarsai oleh pergantian pemimpin VOC, Komandan Colmond. Kekejamannya menyebabkan penderitaan bagi rakyat Blambangan. Mereka hidup dalam tekanan sosial dan ekonomi. Bagaimana tidak? Orang-orang diperintahkan untuk kerja paksa membuka jalan dan membangun benteng Belanda di Ulupampang tanpa menerima upah dan makanan. Akibatnya, banyak sekali rakyat yang sakit dan mati kelaparan.
Tidak cukup itu saja, untuk memenuhi kebutuhan Belanda, pasukan VOC menyita simpanan beras dan hasil panen penduduk Blambangan. Jika tidak diberikan maka akan dibakar dan dimusnahkan. Sungguh tiada berperikemanusiaan!
“Sembah nuwun, Pangeran” Seorang pria tua yang baru saja datang bersama istri dan tiga anaknya berterimakasih kepada Pangeran Rampeg Jagapati. Anaknya yang paling kecil sepertinya kelelahan hingga karung yang ia bawa terjatuh. Pangeran dengan ringan tangan membantu membawa barang mereka.
Pangeran Jagapati adalah pemimpin yang dipilih sendiri oleh rakyat Blambangan, mengabaikan Belanda yang dengan lancangnya menunjuk orang dari luar Blambangan untuk mengisi kursi kepemimpinan Kerajaan. Pangeran tinggal di Benteng Bayu dan memimpin daerah ini.
Bagi Pangeran Jagapati, gelar Pangeran hasil bai'at rakyat adalah sebuah amanah. Hanya ongkang-ongkang kaki jelas bukan tabiatnya. Di kehidupan masa mudanya, ia tidak tinggal di istana karena ia adalah anak dari seorang selir raja. Itulah sebabnya dirinya terbiasa berbaur dengan rakyat, sangat rendah hati, dan mengayomi. Darah biru keturunan Prabu Tawangalun II mengalir di nadinya, menurunkan sifat kepemimpinan yang luhur.
“Pangeran, saya persembahkan bedhil Jawa untuk rakyat Blambangan” Lembu Giri—seorang bekel dari desa Tomogoro membawa sepuluh buah senjata api laras panjang.
Dukungan tidak hanya datang dari kaum rakyat kawula alit, tetapi juga dari para bekel,--lurah, para bekel agung--pembantu bupati, kaum bangsawan, hingga pedagang dari luar Kerajaan Blambangan. Sebut saja komunitas kaum Tionghoa, Bugis, Melayu, Sumbawa. Dukungan yang mereka berikan berupa senjata, kebutuhan pokok, transportasi, serta informan.
Suatu hari, seorang tangan kanan Pangeran mengungkapkan keresahan hatinya pada Pangeran, “Pangeran, hamba masih khawatir dengan keamanan Benteng Bayu. Senjata kami masih terbatas, dan tidak secanggih milik Belanda. Bagaimanapun Belanda memiliki senjata yang jauh lebih canggih dengan jumlah yang banyak”
Sebagai manusia biasa, hal itu juga sempat terbesit di dalam pikiran Pangeran Jagapati, namun ia memilh untuk menenangkan keresahan tangan kanannya,“Tenang saja, Tuhan akan menganugerahkan Meriam kepada kita”.
Begitulah cara Pangeran Jagapati untuk membesarkan hati para pejuang Bayu.
Pejuang Bayu tidak menyadari, bahwa sekitar enam belas kilometer dari Benteng Bayu, di Ulupampang, para pejabat Belanda kebakaran jenggot dengan kemajuan Desa Bayu. Kompeni takut seluruh rakyat Blambangan akan membela Pangeran Jagapati dan kekuasaannya jatuh sepenuhnya pada rakyat Bumi Blambangan.
“Aku sendiri yang akan memimpin penyerangan ini” Ujar Cornelis van Biesheuvel, kepala residen Blambangan.
Ia melanjutkan, “Schophoff, kau kutunjuk untuk memimpin pasukan menuju desa-desa lainnya. Tugasmu mempengaruhi rakyat agar tidak berpihak kepada Jagapati” Biesheuvel memerintahkan wakilnya.
“Siap, komandan!”
***
Pada suatu hari yang mencekam. Kala itu adalah tanggal 5 Agustus 1771. Persiapan penyerangan oleh pihak Belanda telah final. Kompeni meng-eksekusi rencananya untuk menlumpuhkan Benteng Bayu. Bunyi tambur, kendang, dan gong bertalu-talu menggema di Desa Bayu. Tanda perang dimulai.
Pasukan VOC menyerang benteng Bayu dengan membentuk formasi segi empat. Pasukan tersebut tidak hanya dari kaum Belanda, namun juga dari pribumi.
Bunyi bedhil dan meriam memekakkan telinga. Pandangan mata menjadi kabur karena gelapnya asap senjata api. Ayunan parang membelah udara dan menjadi senjata.
Pribumi yang bergabung dengan pasukan VOC membelot. Berbalik membela pasukan Bayu. Sebuah keuntungan bagi pasukan Jagapati.
Korban-korban perang mulai berjatuhan. Pihak Belanda optimis akan menang. Benteng bayu sangat kuat. Pejuang Bayu menguasai medan peperangan dengan baik. Lambat laun keadaan berbalik. Belanda kehilangan ketangguhannya.
Seperti karang bergeming dihempaskan ombak samudra. Kekuatan Benteng Bayu tak terelakkan. Kompeni lari tunggang-langgang. Pejuang Bayu bersuka cita menyambut kemenangan.
“Aku akan kembali dengan kekuatan yang lebih dahsyat!” Biesheuvel berjanji kepada dirinya sendiri. Ia dan pasukannya yang selamat segera memacu kudanya kembali ke Ulupampang.
Bersambung
5 notes
·
View notes
Text
BANJIR BANDANG
Banjir bandang merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi belakangan ini. Bencana ini juga terjadi di indonesia, dan terjadi di beberapa daerah seperti Jakarta,dll . Banjir bandang terjadi karena curah hujan yang tinggi dan terjadi karena saluran air yang tersumbat oleh sampah yang dibuang sembarangan.
Ketika curah hujan tinggi air di sungai akan meluap dengan cepat secara tiba-tiba .berbeda dari banjir biasa, banjir biasa akan meluap secara perlahan. Banjir bandang tidak hanya terjadi dari curah hujan yang tinggi, tapi juga sampah yang dibuang sembarangan atau kurangnya pepohonan disekitar daerah yang terkena banjir bandang.
Banjir bandang tidak selalu terjadi.
tetapi jika terjadi dampak yang di dapat sangatlah besar seperti warga yang mengungsi karna rumah yang tenggelam karena banjir bandang.
2 notes
·
View notes
Text
TANGGUL YANG JEBOL MENGAKIBATKAN BANJIR BANDANG
Banjir bandang adalah fenomena terus menerus. Banjir bandang juga bisa memakan banyak korban.
Banjir bandang diawali dengan tanggul yang jebol. Tanggul yang jebol karena tidak kuat menahan air yang begitu banyak.banjir bandang berbahaya dan merugikan warga sekitar
Dampak negatifnya dari banjir bandang.rumah bisa rubuh, jalanan susah di akses, susah beraktivitas dan banyak hewan berbahaya oleh .karena itu warga yang terkena banjir bandang harus mengungsi ke tempat yang lebih aman.
2 notes
·
View notes
Text
Persib Bandung Bisa Pakai Stadion Siliwangi Jika Terusir dari Stadion GBLA
SekilasBeritaOlahraga - Persib Bandung tetap bisa bertanding walaupun di Bandung andai tidak mendapatkn izin menggunakan Stadion Gelora Bandung di Lautan Api (GBLA).
Berdasarkan Persib Bandung menjadi satu-satunya team yang masih dapat menggunakan venue Piala Dunia U-20 2023 untuk bisa memainkan laga kandang Liga 1 2022/2023.
Baca Juga : Sindiran untuk Joan Laporta dalam Pujian Ronald Koeman
Pelatih Luis Milla dan semua pasukannya menggunakan Stadion GBLA saat menjamu PSS Sleman, Minggu (5/2/2023).
Dengan demikian Stadion GBLA diproyeksikan sebagai venue Piala Dunia U-20 2022/2023 bersama lima stadion lainnya.
Kelima venue Stadion Utama Gelora Bung Karno (Jakarta), Stadion Manahan (Solo), Stadion Gelora Bung Tomo (Surabaya), Stadion Kapten I Wayan Dipta (Bali) dan Stadion Jakabaring (Palembang).
Baca Juga : Liga Inggris: Mau Memboyong Manchester United, Sir Jim Ratcliffe Minta Diskon
Berdasarkan dari klub-klub Liga 1 yang kandang mereka dipakai venue untuk Piala Dunia U-20 2022/2023, sudah mengungsi sejak awal putaran kedua kompetisi. Mereka di antaranya adalah Persebaya Surabaya, Persis Solo, dan juga Bali United.
Terkait dengan alasan Persib Bandung masih bisa bertanding menggunakan Stadion GBLA sebelumnya sudah dijelaskan oleh pihak Menpora Zainudin Amali.
Menurut Menpora Zainudin Amali, venue Piala Dunia U-20 2022/2023 masih bisa digunakan untuk team Liga 1 asalkan tidak mengganggu disaat persiapan untuk turnamen yang bakal diselenggarakan pada 20 Mei hingga 11 Juni 2023 mendatang.
Sumber : SekilasBeritaOlahraga
#sekilasberitaolahraga#BOBA55#liga indonesia#slotonline#slot tergacor#rtplive#judionline#slotindonesia
1 note
·
View note
Text
When The Phone Rings - Chapter 01
Yang terjadi adalah kesalahan siaran.
『Hujan deras yang memecahkan rekor benar-benar terjadi. Dengan curah hujan terlama dalam sejarah, sebuah gunung di dekatnya longsor, memaksa sekitar 500 penduduk desa mengungsi ke tempat penampungan sementara...』
Masalah kecil terjadi saat pembaruan cuaca. Apakah ini bisa disebut kesalahan kecil, tergantung dari sudut pandang siapa yang menilai.
Sumber masalah itu adalah sebuah layar kecil berbentuk oval yang hanya memenuhi seperenam belas dari layar utama.
Di ruang kecil itu, ada Heeju, penerjemah bahasa isyarat. Namun, saat ini, layar itu membeku pada momen ia terlihat mengacungkan jari tengahnya.
'Apa-apaan ini...!'
Panik, Heeju tidak mampu mencerna apa yang baru saja terjadi.
Dari balik kaca tebal studio, samar-samar terdengar suara sutradara yang berdiri sambil berteriak.
"Belum pernah ada kejadian seperti ini sebelumnya...!"
Tiba-tiba, kesadaran menghantam Heeju. Dia memaksa dirinya untuk tetap melanjutkan pekerjaannya. Ekspresinya tetap tenang saat ia menatap ke arah prompter.
Namun, satu detik, dua detik, tiga detik berlalu, dan layar tetap saja membeku.
'Aku kena masalah besar...'
Mata Heeju gelisah, bergerak ke sana kemari, sementara tangannya tetap bergerak sesuai bahasa isyarat.
Prompter masih menampilkan kata "Gunung!" secara agresif.
Sementara itu, ruang kendali studio berada dalam kekacauan total. Produser (PD) memegang kepalanya dengan frustrasi, dan asisten sutradara menggeleng-gelengkan kepala sambil menjawab telepon.
Untungnya, layar akhirnya beralih ke laporan langsung dari reporter di lapangan.
Akhirnya, Heeju menarik napas panjang dan menyeka wajahnya yang memerah.
“Miss Interpreter, kamu baik-baik saja?”
Saat penulis naskah berita mendekat, Heeju hanya mengangguk kosong.
'Sepertinya aku butuh obat.'
Sutradara masih sibuk membungkuk-bungkuk sambil terlihat menjelaskan situasi pada atasan lewat telepon.
Secara teknis, seharusnya jari tengah dan ibu jarinya terbuka saat ia memberi isyarat untuk kata "gunung." Namun, karena kesalahan teknis, layar membeku tepat saat hanya jari tengah yang terangkat.
Idealnya, kesalahan ini bisa dianggap sebagai kecelakaan yang tidak terduga, tetapi biasanya suara yang paling keraslah yang menang.
Dan seperti yang diduga, sutradara kembali dengan ekspresi muram setelah teleponnya selesai.
“Heeju... Ehm... Aku benar-benar minta maaf, tapi...”
Dia menggaruk rambutnya yang berantakan dengan raut wajah gugup.
“Berita penting!”
Tepat saat itu, pintu ruang kendali terbuka dengan suara keras, dan asisten sutradara masuk terburu-buru.
“Karena kasus penculikan, juru bicara Gedung Biru akan mengadakan briefing darurat!”
“Apa?”
“Mereka mengirimkan perintah langsung dari Gedung Biru untuk menyiarkan secara bersamaan di semua stasiun!”
Ekspresi sutradara langsung berubah, dan dia dengan cepat mengenakan headset yang sebelumnya tergantung longgar di lehernya.
“Pasang teks berita darurat dan minta Anchor Park melakukan transisi dengan lancar!”
Latar belakang biru gelap memenuhi layar, menampilkan logo Gedung Biru yang mendominasi. Juru bicara Gedung Biru muncul, menghapus suasana canggung sebelumnya seperti gelombang air yang menenangkan.
Dia mengenakan setelan hitam yang dijahit dengan sempurna, dan matanya yang tajam menatap langsung ke kamera.
Heeju menatapnya tanpa berkedip.
“Heeju, bisa nggak kamu melakukan interpretasi langsung sekarang...?” Sutradara terdengar ragu.
“A- Aku maaf. N- Nanti saja kita bicarakan.”
Dia buru-buru mundur dengan wajah canggung.
“Kita akan lanjutkan briefing Gedung Biru tanpa interpretasi bahasa isyarat!”
Heeju mulai memahami maksud dari sutradara.
'Aku akan digantikan, ya?'
Rasa pahit terasa di mulut Heeju saat dia berdiri dan mengambil tasnya dari sudut studio.
Mungkin karena, sejak kecil, dia tidak bisa berbicara akibat afasia. Terkadang, dunia di sekitarnya terasa seperti akuarium.
Tenggelam dalam lautan keheningan, dia berjuang menemukan suaranya. Kata-katanya seperti gelembung yang menghilang sebelum sempat terbentuk sepenuhnya. Tumbuh besar dalam dunia yang terbungkam, Heeju belajar berbicara dengan tangannya.
Pekerjaan ini sangat cocok untuknya. Tapi sekarang, bahkan itu pun berantakan.
Rasa tidak berdaya yang familier kembali menghantamnya.
『Selamat malam, ini Baek Saeon, juru bicara Blue House.』
Namun, pria itu berbeda.
Suara rendah dan tegas menghentikan langkah Heeju. Itu adalah suara yang jarang dia dengar. Mungkin itu juga alasan mengapa suaranya begitu mengena, menggema tajam di hati.
Jantungnya berdegup kencang, seperti setiap kali dia mendengar suara itu.
『Negosiasi dimulai pagi ini untuk enam belas warga negara kita yang diculik pada tanggal 5 di barat daya Argan...』
Saat staf berkumpul di sekitar monitor besar, suasana penuh harap menyelimuti ruangan. Postur mereka yang tegang dan formal mengungkapkan ketegangan yang mendasari.
Hal yang sama dirasakan Heeju.
『Satuan tugas pemerintah telah tiba di lokasi, melakukan dua kali negosiasi langsung, tetapi dua sandera telah tewas. Kelompok bersenjata itu menuntut penarikan segera pasukan Korea dan pembayaran tebusan...』
Nada suara juru bicara itu tidak menunjukkan emosi, namun tetap memberi rasa tenang.
『Mereka memperingatkan bahwa jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, lebih banyak sandera akan dibunuh...』
Tatapan Saeon yang terkunci ke kamera tampak tajam dan tak tergoyahkan. Rambut hitam dan matanya yang gelap kontras dengan kulit pucatnya yang dingin.
Pria yang menyampaikan kata-kata penuh otoritas ini memiliki banyak hal yang tidak dimiliki Heeju.
Bakat politik luar biasa dengan insting tajam seorang orator yang percaya diri.
Dia terkenal dengan kutipan, "Jangan anggap pemerintah sebagai mainan," merujuk pada sikap santai para wartawan.
Presiden membutuhkan seorang juru bicara yang tangguh, karena setiap interaksi dengan media adalah konfrontasi berisiko tinggi.
Sebagai juru bicara Gedung Biru termuda dalam sejarah, Baek Saeon mempertahankan posisinya tanpa cela, tanpa ancaman pemberhentian.
Sementara para pendahulunya sering menghadapi pergantian jabatan akibat korupsi, pelecehan, tekanan eksternal, atau pernyataan kontroversial, Saeon memiliki catatan yang bersih, tanpa skandal atau rumor.
『Sekarang, saya akan menyampaikan sikap Gedung Biru terkait masalah ini.』
Tangannya menggenggam podium erat saat dia mendekat ke mikrofon. Tatapannya, mantap dan intens, terpaku pada audiens.
Bahkan jeda terpendek sekalipun terasa disengaja, menampilkan wibawa yang terukur. Di usianya yang tiga puluh lima tahun, dia menguasai opini publik dengan keterampilan yang seolah bawaan, warisan dari keluarga terhormatnya.
Dia dilahirkan untuk ini.
Baek Saeon, dalam dirinya sendiri, adalah simbol otoritas.
『Tidak akan ada negosiasi dengan para penculik terkait uang tebusan.』
Tatapannya yang menusuk membuat Heeju tersentak.
"Jangan mimpi kita bisa jadi pasangan."
Kata-kata tajam itu bergema dengan nada suaranya yang dingin.
"Kamu dikirim sebagai sandera di sisiku."
Percakapan terakhir mereka, ironisnya, terjadi pada hari pertama pernikahan mereka. Selama tiga tahun, mereka hidup dalam keterasingan, menjalani peran sebagai pasangan hanya secara formalitas.
Sejak awal, Heeju jarang berbicara, dan suaminya memperlakukannya seolah dia tidak ada.
Rumah "pengantin baru" mereka yang berukuran tujuh puluh meter persegi selalu terasa dingin, dan dia lebih sering melihat suaminya di TV daripada di rumah. Apakah ini bisa disebut pernikahan yang sangat tidak bahagia?
『Kami tidak akan, dalam keadaan apa pun, mengorbankan prinsip yang harus kami pertahankan.』
Heeju dengan kebiasaan memutar-mutar jarinya yang kosong tanpa cincin. Namun, dia tidak bisa mengalihkan pandangan dari suaminya, pria yang ia simpan rasa benci sekaligus kekaguman.
Dia bodoh karena pernah berharap pada pria itu sejak pertemuan pertama mereka.
***
“Sayang, bukankah sudah saatnya kamu berhenti bekerja?”
“…!”
Heeju sudah menduga percakapan ini akan muncul.
Tangannya yang menggenggam cangkir teh panas mendadak terhenti sebelum dia meletakkannya. Setelah mengabaikan telepon dari ibunya berkali-kali, dia kini mendapati dirinya terjebak dalam pertemuan mendadak dengan ibu mertuanya.
Ada yang aneh melihat ibunya dan ibu mertuanya duduk berdampingan.
Ibu mertuanya, seorang profesor di Universitas Korea dari keluarga cendekiawan, dan ibunya, mantan penyanyi top di Klub Siren yang akhirnya menjadi istri sah seorang ketua setelah sebelumnya menjadi simpanannya—pasangan yang benar-benar kontras.
Dan entah kenapa, kini kedua wanita itu duduk bersama, mendesaknya.
“Sebulan lagi kampanye pemilu akan dimulai. Jadi, kamu sebaiknya berhenti bekerja dan bergabung dengan kampanye ayah mertuamu.”
Meski nada suara ibu mertuanya lembut, kepala Heeju langsung berdenyut nyeri.
Dia sudah menduga ini akan terjadi.
“Dengan Saeon bekerja di Gedung Biru, dia tidak bisa ikut serta dalam kampanye pemilu. Tapi kalau kamu bergabung, kamu bisa jadi sekutu yang kuat.”
Heeju mengepalkan tangan yang mulai kesemutan.
Pernikahan ini adalah perjodohan antara keluarga pemilik surat kabar besar yang menginginkan kekuasaan politik dan ayah mertuanya, kandidat utama presiden berikutnya.
Keluarga Baek Saeon sudah lama berada di dunia politik. Kakek buyutnya adalah wakil presiden pertama Korea, sedangkan kakeknya pernah menjabat sebagai ketua hakim, anggota parlemen, ketua badan auditor, ketua Komisi Pemilihan Nasional, dan pemimpin partai politik—pada dasarnya, dia sudah menduduki hampir semua posisi kecuali presiden.
Tujuan tunggal mereka adalah memenangkan kursi kepresidenan, impian yang sudah tiga kali lepas dari tangan sang kakek. Demi menguatkan aliansi ini, Heeju ‘sementara’ dijadikan pion politik.
Sehari sebelum pernikahan, tunangan sebenarnya Baek Saeon, yang juga merupakan tokoh utama dari cerita ini… tidak lain adalah saudara tiri Heeju sendiri… tiba-tiba menghilang.
#WhenThePhoneRings
0 notes