#JokowivsPrabowo
Explore tagged Tumblr posts
Text
Prabowo Bawa Buku 'Why Nations Fail' ke Panggung Debat Capres Kedua
Forbes - Capres Prabowo Subianto membawa sebuah buku di forum debat kedua Pilpres 2019. Prabowo menyebut buku itu berjudul 'why nations fail'. "Itu buku yang saya lagi baca. Buku yang saya baca terus itu why nations fail," kata Prabowo usai debat di Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Minggu (17/2/2019). Buku tersebut dibawa Prabowo hingga ke atas panggung debat. Buku tersebut ia taruh di meja yang berada di panggung debat. Menurut Prabowo, buku itu sedang ia pelajari. Buku tersebut, kata Prabowo, menceritakan tentang negara yang gagal akibat korupsi. "Ini menarik sekali, jadi rupanya negara-negara gagal itu lembaga-lembaganya rusak, korupsinya terlalu banyak. Kita harus waspada. Bukan saya pesimis lho, nggak pesimis. Waspada," tuturnya. Terkait debat kedua, Prabowo mengaku puas. Dia juga merasa optimis bisa menyelesaikan masalah bangsa dan negara. "Ya optimis, kalau nggak optimis ngapain gua nyapres," jelasnya. Read the full article
0 notes
Photo
(via 4 Kritikan Prabowo yang Langsung dijawab Oleh Presiden Jokow)
0 notes
Text
Saling Serang Tim Jokowi vs Prabowo soal 'Rombongan Sirkus'
Liputanviral - Tim pemenangan pasangan capres-cawapres, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno akhirnya diumumkan. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, ada 800 orang yang masuk dalam daftar timses tersebut. Jumlah anggota timses Prabowo itu rupanya menggelitik kubu lawan yakni dari tim Jokowi-Ma'ruf. Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Raja Juli Antoni menilai timses sebelah mirip rombongan sirkus. "Saya kaget mendengar pernyataan Pak Djoko Santoso (Ketua Timses Prabowo-Sandi) bahwa timses mereka 800 orang, dengan 15 direktorat. Ini tim sukses kok kayak rombongan sirkus?" kata Toni dalam keterangan tertulis, Jumat (21/9/2018). Toni membandingkan jumlah timses Prabowo dengan Jokowi. Di timses Jokowi, kata Toni lebih ramping hanya 155 orang yang terbagi di 11 direktorat. Toni menyindir kubu Prabowo yang kegugupan. "Timses Jokowi-Ma'ruf hanya 155 orang dari sebelas direktorat. Struktur kami ramping, efisien, dan berorientasi kerja spesifik dan fokus," jelas dia. "Nggak tahu kenapa kok begitu gemuknya timses kubu sana. Kelihatan banget gugup dan takut kalahnya," tukas Toni. Pernyataan Toni dibalas oleh kubu Prabowo. Jubir timses Prabowo-Sandi, Viva Yoga Mauladi, mengatakan pernyataan 'rombongan sirkus' yang ditujukan ke kubu Prabowo pertanda adanya penyakit hati. "Lebih baik tim sebelah tidak usah berkomentar dengan bahasa negatif tentang struktur dan tim nasional pemenangan Prabowo-Sandi karena tidak mengetahui suasana kebatinan dan program tim," kata Viva kepada detikcom, Jumat (21/9/2018). "Bahasa negatif itu muncul karena ada penyakit hati yang membuat cara berpikirnya dijangkiti virus sehingga selalu mengeluarkan kata-kata tidak baik," imbuh dia. Sementara itu, Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum Ferdinand Hutahaean menyebut pernyataan Toni seperti orang kurang akal. Menurutnya, Toni kaget dengan pasukan tempur Prabowo-Sandi. "Anggap saja bahwa pernyataan tentang tim pemenangan Prabowo-Sandi seperti rombongan sirkus adalah pernyataan dari seorang yang mungkin kurang akal. Tidak mampu membedakan mana rombongan sirkus dan mana pasukan tempur," kata Ferdinand saat dihubungi, Jumat (21/9/2018). "Anggap saja Raja Juli Antoni sebagai orang yang sedang mabuk angin. Dia tidak siap dengan gebrakan gebrakan yang kami lakukan. Dia kaget dengan pasukan tempur kami yang siap melumat tim Jokowi-Ma'ruf," sebutnya. Read the full article
0 notes
Photo
#PrabowoVsJokowi #JokowiVsprabowo #Prabowo #Jokowi #Peace #Respect #Unity #Pilpres2014 #MajalahTempo #Indonesia (at ..Peace Love Unity n' Respect..)
#indonesia#jokowi#peace#jokowivsprabowo#unity#prabowo#respect#prabowovsjokowi#pilpres2014#majalahtempo
4 notes
·
View notes
Text
Menakar Ma'ruf Amin vs Sandiaga
Forbes - Geliat persaingan Pilpres 2019 sudah dimulai. Sudah sepekan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memasuki masa kampanye. Menjadi pertandingan ulang antara Jokowi vs Prabowo. Bedanya, mereka didampingi dua orang baru. Kali ini Jokowi menggandeng ulama Kiai Ma'ruf Amin sebagai pasangannya. Sementara Prabowo didampingi pengusaha muda Sandiaga Uno. Dua orang cawapres ini jadi daya pikat tersendiri di mata publik. Pertama kali bertarung dalam palagan Pilpres. Lembaga Survei Alvara Research Center bulan lalu merilis hasil survei bertajuk 'Tiga Kunci Kemenangan di Pilpres 2019'. Survei Alvara menunjukkan elektabilitas Ma'ruf Amin unggul tipis dibandingkan dengan Sandiaga. Survei ini dilakukan pasca pendaftaran capres-cawapres itu menunjukkan elektabilitas Ma'ruf Amin 45,3 persen. Sementara Sandi 43,1 persen. Bila dilihat dari elektabilitas secara berpasangan, Jokowi-Ma'ruf unggul dengan perolehan 53,5 persen. Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang pasangan Prabowo-Sandiaga dengan perolehan 35,2 persen. Sementara jumlah pemilih belum menentukan sikap sebanyak 11,2 persen. Untuk dua orang cawapres ini diakui CEO Alvara, Hasanuddin Ali, memiliki ciri khas bertolak belakang. Ma'ruf Ami tokoh agama senior. Berbanding terbalik dengan Sandiaga. Muda dan enerjik. Dari perbedaan karakter ini, jelas terlihat suara pemilih mana hendak jadi sasaran. Ma'ruf Amin, kata dia, dengan latar belakangnya sebagai ulama menyasar kelompok religius dari pelbagai kelas sosial. Sementara Sandiaga menyasar generasi milenial dan kaum ibu rumah tangga (emak-emak). Dalam analisis Alvara, sosok Ma'ruf Amin tidak sepenuhnya menggaet suara milenial. Sebab milenial di Indonesia memiliki karakter berbeda di tiap wilayah. Ada milenial pedesaan dan perkotaan. Ada milenial tradisional dan modern. Ma'ruf dengan latar belakangnya sebagai ulama baru bisa menjangkau milenial tradisional. Terutama dari kalangan pesantren dan pedesaan. Sebab milenial di desa masih memandang Ma'ruf sosok orang tua dan disegani. Berbeda dengan milenial di perkotaan dengan karakter individualis, independen, dan memandang pergaulan secara horizontal. "Jadi basisnya Kiai Ma'ruf ini milenial di daerah," kata Ali pekan lalu kepada merdeka.com. Maka dalam hal ini, Jokowi mengambil alih suara milenial dari semua kalangan. Baik di kota maupun di desa. Sementara Ma'ruf fokus mengambil suara kelompok religius. Sebaliknya dengan Sandiaga. Cawapres dari Prabowo ini justru menjadi magnet utama bagi generasi milenial secara menyeluruh. Berbanding terbalik dengan sosok Prabowo dengan karakter tegas dan lugas. Tak hanya milenial, Sandiaga jadi magnet kaum emak-emak atau ibu rumah tangga. Meski begitu, Ali menilai persaingan kandidat tidak bisa dibandingkan antar capres dan cawapres. Sebab keduanya satu kesatuan. Sehingga perbandingan haruslah dalam bentuk pasangan. "Jadi tidak bisa melihat dari Kiai Ma'ruf versus Sandi, tapi harus melihat semuanya, dua pasang sekaligus," ungkap Ali. Keberadaan cawapres diharapkan mampu mendorong elektabilitas capresnya. Survei berkala Alvara menunjukkan masing-masing capres mengalami peningkatan elektabilitas. Capres Jokowi pada bulan Februari memiliki elektabilitas 52,0 persen. Lalu pada bulan Mei naik jadi 52,3 persen. Kenaikan kembali terjadi 0,3 persen di bulan Juli menjadi 52,6 persen. Angkanya terus bertambah setelah pendaftaran menjadi 53,7 persen. Sementara itu kenaikan elektabilitas juga dialami capres Prabowo. Pada bulan Februari elektabilitas Prabowo di angka 33,2 persen. Bulan Mei naik menjadi 33,6 persen. Kenaikan signifikan terjadi di bulan Juli. Merangkak naik jadi 35,4 persen. Kenaikan juga terjadi pasca pendaftaran capres-cawapres menjadi 36,8 persen. Sehingga tidak dipungkiri, kata Ali, cawapres memegang besar peningkatan elektabilitas capres. Meski begitu, untuk pasangan Jokowi-Ma'ruf, pihaknya melihat sosok cawapres belum bisa mendorong peningkatan elektabilitas capres. Secara umum elektabilitas Jokowi jauh dari Prabowo. Kehadiran sosok Ma'ruf justru bukan penambah elektabilitas. Melainkan menjaga suara Jokowi untuk tidak turun. "Karena elektabilitas Jokowi sudah tinggi maka posisi Ma'ruf itu tidak terlalu berpengaruh banyak untuk menambah suara. Tapi fungsi Ma'ruf untuk menahan suara Jokowi agar tidak turun," jelas Ali. Lain halnya dengan kehadiran Sandiaga sebagai pasangan dari Prabowo. Mantan wakil gubernur DKI��Jakarta itu justru menjadi penambah suara untuk elektabilitas Prabowo. Sandi menjadi harapan besar Prabowo untuk mendulang suara. Ini menjadi alternatif setelah banyak survei menunjukkan elektabilitas Prabowo stagnan. Lebih dari itu, Sandiaga dengan gaya dan tampilan luwes juga enerjik, dianggap jauh lebih baik dengan pasangan Prabowo pada Pilpres sebelumnya. Kala itu Prabowo berpasangan dengan Hatta Rajasa. Secara gaya politik Hatta tergolong politisi elit dan formalistik. Sementara Jokowi tampil dengan gaya santai dan lebih luwes. Maka di Pilpres 2019 ini, kehadiran Sandiaga justru bisa menjadi penyeimbang Jokowi. Apalagi mereka berebut suara milenial. "Jadi itu sangat membantu Prabowo. Sandi memang diharapkan jadi vote getter Prabowo," kata Ali. Secara umum, analisis Ali tak jauh berbeda dengan Usep Ahyar. Seorang peneliti dari Lembaga riset Populi Center. Usep menyebut, para cawapres memiliki ciri khas menunjukkan arah suara diinginkan. Hanya saja gaya politik dimainkan Ma'ruf masih mencitrakan diri sebagai ulama. Tokoh sepuh pemimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Rais Aam Nahdhatul Ulama (NU). Padahal, kata dia, harusnya Ma'ruf sudah bertransformasi sebagai kandidat peserta pemilu. Menjadi politisi sekaligus calon wakil presiden bakal mendampingi Jokowi kelak jika terpilih. Sebagai ulama dan wakil Presiden, Usep berharap Ma'ruf mengombinasikan karakteristik tokoh agama dengan pejabat negara. Dengan sifat tokoh agama yang bijak dan mengayomi diharapkan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa. Mulai dari masalah korupsi, ekonomi, integritas, persatuan dan pelbagai masalah bangsa lainnya. Ma'ruf juga seharusnya bisa memberikan sumbangsih terhadap program Nawacita diusung Jokowi. Sejumlah tantangan ini menjadi pekerjaan rumah berat dalam Koalisi Indonesia Kerja. Mengubah Ma'ruf Amin jadi sosok wakil presiden dengan latar belakang tokoh agamawan. Usep menyadari pemilihan Ma'ruf sebagai pendamping Jokowi demi mengamankan suara muslim. Mencoba menghilangkan politik identitas. Menyatukan situasi politik yang kadung mencitrakan Jokowi anti Islam. "Memberikan kesejukan dengan konsep-konsep kebangsaan, mengakomodasi mayoritas, mengayomi minoritas," kata Usep akhir pekan lalu kepada merdeka.com. Dalam pengamatannya sejauh ini, sosok Ma'ruf baru bertransformasi sebagai politisi. Bukan politisi berlatar belakang ulama. Maksudnya, berbagai pernyataan miring dari lawan politik lantas ditepis dengan cara serupa. Kritik dibalas kritik. Kurang lebih itu dirasakan banyak pihak. Sebaiknya, kata dia, pelbagai kritik pedas dari kubu lawan bukan dilawan. Melainkan diakomodasi dan dimusyawarahkan. Dibalas dengan cara halus nan elegan. Tak lantas pukulan dibalas pukulan. Sebagaimana dicontohkan para ulama NU. "Semangat itu yang justru harus ditampilkan, harus ditampakkan Ma'ruf," ungkap Usep. Disisi lain, Usep mengkritisi gaya politik kubu Prabowo-Sandi. Kerap mengkritik lawan politik tanpa dibarengi dengan solusi alternatif lain. Wajar bila sebagai penantang petahana, Prabowo-Sandiaga melontarkan berbagai macam kritikan. Namun akan lebih baik bila hal itu dibarengi dengan solusi. Bila solusi disertakan dengan sendirinya citra buruk 'tukang kritik' bakal hilang. Selain itu, sebaiknya Prabowo-Sandiaga memainkan manuver untuk meyakinkan masyarakat. Dalam konteks Pemilu siapapun kandidatnya harus memberikan harapan baru bagi rakyat. Bentuknya seperti program kerja, hingga visi dan misi. Dengan harapan baru diyakini bisa meningkatkan elektabilitas dan nantinya berwujud dukungan di hari pencoblosan. Khususnya untuk Sandiaga, Usep melihat sosok cawapres satu ini dianggap bentuk dari harapan. Sosok muda dan ekonom andal jadi harapan baru bagi masyarakat. Terutama bagi mereka menginginkan perubahan. "Muda itu kan memberikan harapan, konsep ekonomi yang baik itu juga harapan." Kampanye memberikan harapan bagi pemilih. Harapan berbeda dengan janji manis politisi. Sebab dalam harapan, rasionalitas jadi tolak ukur. Bila bisa dieksekusi maka itu harapan. Sebaliknya, justru janji politik kadang keluar dan tak masuk akal. Read the full article
#CEOAlvara#GeliatpersainganPilpres2019#HasanuddinAli#JokoWidodo-Ma'rufAmin#JokowivsPrabowo#kampanye#pilpres2019#PrabowoSubianto-SandiagaUno
0 notes
Text
PDIP nilai pidato Prabowo soal sistem ekonomi kebodohan merendahkan bangsa
Liputanviral - Calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto menyebut sistem perekonomian saat ini sebagai ekonomi kebodohan atau economics of stupidity. Hal itu dikatakan saat berpidato di Rakernas Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Lubang Buaya, Jakarta Timur, Kamis (11/10). PDIP menilai pernyataan Prabowo Subianto itu tak mendasar. Menurut PDIP, pernyataan Prabowo itu memperlihatkan kepura-puraan tentang sejarah masa lalu. "Pak Prabowo seharusnya paham hal ini. Saat itu, ekonomi kekuasaan ditopang oleh sistem otoriter. Dalam sistem itu mereka yang kritis dipenjara, bahkan diculik dan terkadang dimusnahkan. Ketika terjadi krisis, kedaulatan negara digadaikan melalui Letter of Intent IMF, dan Pak Prabowo memahami hal ini dan segala akibatnya tidak bisa cuci tangan. Kami akan siap berdebat sekiranya yang disampaikan adalah konsepsi ekonomi Indonesia yang sesuai konstitusi yang selama ini terus diperjuangkan oleh Pak Jokowi," kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/10). Hasto mengatakan, ucapan disampaikan Prabowo bentuk serangan terhadap Jokowi. Namun, serangan itu justru akan menimbulkan serangan balik dari rakyat. "Saya memastikan bahwa serangan Pak Prabowo ke Pak Jokowi tersebut akan menimbulkan serangan balik dari rakyat. Sebab pernyataan Pak Prabowo tersebut sama saja dengan menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri," ungkap Hasto. Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf ini tidak rela jika sistem ekonomi saat ini disebut ekonomi kebodohan dan pada saat yang sama Prabowo beretorika tentang Make Indonesia Great Again. "Serangan ekonomi kebodohan Pak Prabowo semakin menunjukkan bahwa beliau pura-pura lupa dengan sejarah, lalu menimpakan hal tersebut sebagai kesalahan Presiden Jokowi. Padahal dari aspek elementer saja, Pak Prabowo tidak bisa membedakan antara penganiayaan dan operasi atau mark-up wajah. Inilah contoh dari kebodohan itu sendiri. Capres negarawan seharusnya menyampaikan narasi positif untuk Indonesia Raya, bukan malah merendahkan martabat bangsa dan rakyatnya sendiri, dengan membodoh-bodohkan ekonomi bangsanya," ungkap Hasto. Hasto menjelaskan, tindakan membangun infrastruktur secara masif, jaminan sistem kesehatan nasional, sertifikasi tanah rakyat, program kerakyatan melalui Kartu Indonesia Sehat dan Indonesia Pintar, mengambil alih Freeport, Blok Rokan dan Blok Mahakam serta berbagai prestasi lainnya, bukanlah kebodohan. "Bagi kami, banteng-banteng PDI Perjuangan, konsepsi ekonomi Pak Jokowi justru mencerdaskan bangsa. Hanya orang-orang yang tertutup mata hatinya yang melihat segala sesuatu dari perspektif negatif," ucapnya. Sebelumnya diberitakan, Capres Prabowo Subianto menyebut sistem perekonomian saat ini sebagai ekonomi kebodohan. Hal itu dikatakan saat berpidato di Rakernas Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Lubang Buaya, Jakarta Timur, Kamis (11/10). "Ini menurut saya bukan ekonomi neolib lagi, ini lebih parah dari neolib. Ini menurut saya ekonomi kebodohan. 'The economics of stupidity'. Ini yang terjadi," kata Prabowo. Prabowo juga meniru kalimat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada saat Pemilu AS 2016, 'Make America Great Again'. Perkataan Trump tersebut diucapkan dengan menggantikan kata America dengan Indonesia. "Kenapa bangsa Indonesia tak berani bilang Indonesia first, make Indonesia great again? Kenapa tidak ada pemimpin yang berani bilang gitu?," lantang Prabowo. Kalimat 'Make America Great Again' populer dalam Pilpres Amerika pada 2016 lalu. Slogan tersebut dipopulerkan oleh Presiden AS Donald Trump. Pada 1980, Ronald Reagen mantan presiden Amerika juga mengucapkan hal sama dalam kampanyenya. Perkataan Prabowo tersebut terlontar usai membahas soal Neoliberalisme, sebagai paham ekonomi yang mengacu pada filosofi ekonomi-politik akhir-abad keduapuluhan. "Karena semua negara berhasil adalah negara yang mampu mempertahankan ekonominya masing-masing. Dulu di Orde Baru saya percaya Neolib, saya percaya yang orang kaya sedikit dahulu tapi nanti nurun ke bawah. Tapi ternyata turunnya (sekarang) cuma setetes-setetes," ujarnya. Prabowo menyinggung, Neoliberalisme tidak bisa berlaku di semua negara. Paham ekonomi tersebut, menurut Ketum Gerindra ini, hanya manjur pada negara kaya saja. "Paham neolib menarik bagi bangsa yang sudah kaya, padahal tak berlaku bagi semua, sekarang begitu Amerika Serikat kalah dengan Tiongkok, dia menyatakan perang dagang, tidak ada free trade lagi," papar Prabowo. Karenanya Prabowo menekan kepada Indonesia agar bisa berdiri di atas kaki sendiri. Namun hal itu tidak untuk membenci negara asing, namun lebih kepada belajar memperbaiki diri dan tidak menjadi pesuruh di negeri sendiri. "Jangan kita benci negara mana pun, kita harus belajar dari negara mana pun, kita jangan jadi kacung dari bangsa lain, kita tidak boleh kehilangan Tanah Air kita," tutup Prabowo. Prabowo juga banyak mengkritik pemerintah atas kondisi perekonomian Indonesia. Kelakuan para elite pemimpin di negeri ini menurutnya harus dikoreksi. Menurut dia, para elite Indonesia telah gagal mengelola perekonomian Indonesia. "Harus ada keberanian untuk mengoreksi diri kita. Kita harus berani untuk mengoreksi sistem yang salah, kembali ke jalan yang benar sesuai dengan rancang bangun yang ditetapkan, yang digariskan oleh pendiri-pendiri bangsa kita," jelasnya di Pondok Pesantren Minhajurossyidin, Lubang Buaya, Jakarta Timur. Menurutnya, para elite saat ini tak pernah membicarakan Pasal 33 UUD 1945. Pasal itu menjamin bahwa semua kekayaan di negara ini dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bahkan, ia menyindir, tak ada ketua umum parpol yang membahas pasal tersebut kecuali ketua umum parpol yang tergabung dalam koalisi Prabowo-Sandi. "Adakah ketua umum parpol lain yang bicara Pasal 33? Mungkin yang ada sekarang di koalisi yang saya pimpin," ujarnya. "Membahas saja Pasal 33 bahkan tidak mau," sambungnya. Read the full article
#CapresPrabowo#jakarta#JokowivsPrabowo#KoalisiPilpres2019#KoalisiPrabowo#pemilu#Pemilu2019#Pilpres#Pilpres2019#PrabowoSandiaga#PrabowoSubianto
0 notes
Photo
#PrabowoVsJokowi #JokowiVsprabowo #Prabowo #Jokowi #Peace #Respect #Unity #Pilpres2014 #MajalahTempo #Indonesia (at INDONESIA ♥)
#indonesia#jokowi#peace#jokowivsprabowo#unity#prabowo#respect#prabowovsjokowi#pilpres2014#majalahtempo
0 notes