#Islamisasi ILmu
Explore tagged Tumblr posts
Text
SIMPUL KEBAIKAN
Salah seorang kader bertanya :
"Kira-kira, apa yang menjadi ciri khas masing-masing komisariat di Soloraya?"
Subjektif saya, komsat di soloraya itu memiliki ciri khas yang apabila dapat berkolaborasi, maka akan memunculkan kekuatan yang dahsyat dan juga mengerikan.
Shoyyub. UNS.
Kultur kampus yang banyak menang BEM Fakultas dan Univ secara tidak langsung membiasakan kader untuk aktif dalam advokasi isu dan aksi massa. Tukang demo banget.
Selain itu, wasilah sekolah kaderisasi masing-masing bem juga memberi warna tersendiri dalam kegiatan di KAMMInya.
Al-Fath. UMS.
Seperti yang terpampang di gapuranya "Wacana Keilmuan dan Keislaman" menjadi semangat tersendiri bagi kader-kader UMS.
Intelektual profetik, islamisasi ilmu, menjadi ciri khas bagi beberapa kader, dan sependek yang saya pahami, sebagian memang menjadi inisiator dari gerakan itu.
Al-Aqsha, Al-Mukarramah. UIN.
Tak diragukan lagi, kader-kader sejak masa IAIN sampai berganti nama menjadi UIN memang terkenal militansi kadernya dan gerakan sosialnya.
Di kampus bernuansa ukraina ini, KAMMI menjadi pembeda dan terus bergerak dengan berani seperti Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa)
Pandangan diatas sangatlah subjektif, boleh sepakat boleh tidak, karena di lapangan masing-masing komsat memang memiliki irisan tanpa mengurangi peran satu sama lain.
***
Kalau dipikir-pikir, nama antar komsat itu punya keterkaitan. Dari Mukarramah dan Aqsha yang berarti tanah suci, Azzam yang berarti tekad, Sholahuddin Al-Ayyubi tokoh penaklukan, dan terakhir Al-Fath berarti kemenangan.
Nama-nama itu adalah cita-cita, jiwa, dan tujuan.
Maka selanjutnya, kita perlu menguatkan iman, merapatkan barisan, dan merangkai kembali simpul-simpul kebaikan.
Semoga, hadirnya kita di barisan ini, menjadikan kita seperti yang di sabdakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, sebaik-baiknya umat dan bermanfaat bagi orang lain. Amiin.
See you on Al-Quds!
15 notes
·
View notes
Text
Prof K.H. Hamid Fahmy Zarkasyi.
Selasa, 8 Agustus 2023.
Peradaban zaman dlu lbh terkenal dgn mata tamadun.
Peradaban berasal dr kata adab.
Adab adalah makan bersama.
Adab juga diartikan Ilmu iman dan amal.
Ilmu melahirkan iman.
Iman melahirkan ihsan.
Ihsan akan sampe ke tingkat muroqobah dan musyahadah.
Peradaban di tingkat ini akan dipenuhi dengan rahmah.
Tamadun bersal dr kata dainun : hutang.
Daana : menyerahkan.
Danaa : madinah.
Madinah adalah t4 din dilaksanakan.
Madana : orang yg berbudaya.
Din adalah sebuah struktur yg sangat indah.
Allah disebut dgn addayan , yg memberi utang.
Nabi addainn : Nabi mengatur utang.
Umat : Dain : yg berutang.
Din adalah sebuah struktur peradaban.
Dalam buku World relegion : agama : kepercayaan saja.
Sedangkan agama islam adalah din dan tamadun ( agama dan peradaban )
Islam sudah berpolitik dan bersosial.
Islam syamil mempunya sistem sistem sndri.
Peradaban barat berkembang dr filsafat yunani.
Sedangkan islam dimulai dr wahyu. Kemudian diyakini dan difikirkan, kemudian didalamnya ada ditemukan sainstifik.
Maka di Al qur'an disebut Seminal konsep ( konsep yg blm jadi )
Yatadzakarun : beriman
Yatafakkarun : berfikir
Asas dlm islam adalah keyakinan.
Asas peradaban barat adalah asusmi.
Dizaman rosul, Rosul mengajarkan sahabat menjelaskan kmrn mengamalkn.
Anas bin malik mengambil fiqh saja.
Salman al farisi mengambil tasawuf saja.
Zuhri & ibbu abas mengambil tafsir saja.
Winna circel : perkumpulan untuk membahas estimologi.
Untuk mengembangkan ilmu butuh komunitas.
Saat ini maraknya komunitas ekonomi syariah.
Perkumpulan - Diskusi - teori
Ilmu sprti nasi, ga olahraga kolestrol.
Baca buku cerna tidur maka akan setres.
Saat ada diskusi maka otak akan berfikir.
Disiplin ilmu kalam : teologi
Apa hukum orang yg membunuh? Qisos.
Pertanyaan teologi : Apakah manzilah seorang pembunuh? Dari segi fiqh.
Ilmu scr natural terpisah, antara fiqh atau yg lainnya.
Ayat insaniyah
Ayat kauniyah
Ayat nafsiyah
Siapa yg memahami 3 ayat maka termasuk yg diberi hidayah.
Ibnu taimiyah membaginya dgn fitrah.
Muhkamat : ditafsirkan.
Jangan dirubah.
Mutasyabihat : di ta'wil.
Maka beberapa ayat ttg matahari dan bulan di ta'wilkan oleh astronomi.
Jakarta under cover.
Islamisasi islam dan teknologi.
Krn teknologi buatan orang barat yg tdk bertanggung jawab maka kita menggunakan maqosid syariah.
Kita ga membenci orang kafir tp kekufurannya.
Ilmu Iman qolb
Imam ghozali.
Manusia yg harus dipimpin oleh akalnya, bkn nafsunya -Imam Ghozali-
Tarbiyah wa ta'lim - Tarbiyah wa ta'dzim.
3 notes
·
View notes
Text
_Pendidikan paling rendah derajatnya adalah pendidikan yang yang mendidik manusia untuk bisa cari makan dan survive._
Ki Hajar dewantara.
Beliau pendukung konsep pendidikan Montessori, pernah datang ke Taman Siswa, lalu beliau memberi statement bahwa pendidikan bukan hanya sekedar mendidik anak dengan cara yang menyenangkan, pinter, bisa bekerja dengan baik. Tapi peendidikan yang diterapkan oleh beliau pendidikan yang mengarahkan anak-anak untuk mengenal Tuhannya.
Wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasul adalah tentang keilmuan. Maka harusnya semakin banyak ilmunya, semakin kenal pula ia dengan Tuhannya
Salah satu yang ditekankan pada islamisasi ilmu adalah tentang derajat ilmu. Mana fardhu 'ain, fardhu kifayah, ilmu yang mubah, ilmu yang sunnah. Laksanakan secara tertib. Kurikulumnya jelas, ada tuntunan dari Rasul. Pendidikan anak-anak, apa yang diperintahkan? Perintahkan anak-anak untuk shalat ketika berumur 7 tahun, 10 tahun shalatnya sudah harus benar. Maka lulus SD, shalat, wudhu, fathihahnya sudah harus benar.
-Menghafal alquran itu fardhu kifayah, membaca Alquran sesuai dengan hukum-hukumnya itu wajib.
-jangan mengutamakan ilmu fardhu kifayah, dan melalaikan fadhu 'ain.
-hafal quran 30 juz itu fardhu kifayah, tapi mencari ilmu itu hukumnya fardhu 'ain.
2 notes
·
View notes
Text
Selanjutnya, Auguste Comte penemu istilah sosiologi memandang bahwa kepercayaan terhadap agama merupakan bentuk keterbelakangan masyarakat. Pemikiran lain juga disampaikan oleh Sigmund Freud, seorang tokoh psikologi terkenal. Ia menyatakan bahwa doktrin-doktrin agama adalah ilusi. Pendapat yang lain digaungkan oleh Friedrich Nietzsche, tokoh filsafat Barat yang menulis "God died". Dari pendapat semua tokoh-tokoh ilmu umum diatas dapat disimpulkan bahwa mereka memasukkan unsur sekularisasi ilmu dalam pengetahuan yang mereka ajukan. Hal inilah yang menjadi tantangan umat muslim untuk selalu melaksanakan islamisasi ilmu pengetahuan dimanapun berada.
0 notes
Text
BELAJAR TENTANG ISLAMISASI SAINS
BELAJAR TENTANG ISLAMISASI SAINS
Oleh: Alvin Qodri Lazuardy/Pengasuh Pondok Pesantren Muhammadiyah Ahmad Dahlan Belajar tentang seperti ini hanya sebuah pilihan yang tidak dipaksa, dan tidak pernah memaksa untuk wajib membaca seperti ini bagi setiap insan. Pilihan belajar dan membaca tentang studi ini diawali keresahan dihalayak dimana Allah dinafikan kontribusinnya dalam keilmuan kontemporer. Hanya satu tujuan sebenarnya dalam…
View On WordPress
0 notes
Text
instagram
[Women in Marriage]
"Often love between two people intensifies not because of beauty or some advantage, but because of sheer spiritual affinity.” (Al-Ghazali)
Dear sister,
Cinta, kata imam Al-Ghazali, sering kali tercipta bukan karena keindahan atau keuntungan. Melainkan karena persamaan dan ketertarikan spiritual (Iman). Ilmu dan iman yang memunculkan rasa adil dalam segala hal mengenai pernikahan. Ilmu dan pemahaman yang salah dalam membicarakan kedudukan perempuan dalam pernikahan sering kali menzalimi salah satu pihak atau memunculkan banyak masalah lainnya.
Untuk itu Frasa menghadirkan sebuah kelas Women in Marriage "Perempuan dan Pernikahan: Kajian dari Sudut Pandang Agama, Psikologi, Sosiologi, dan Ekonomi".
Sebagai ikhtiar untuk membantu sisters menemukan jawaban atas kegelisahan mengenai banyak isu terkait perempuan dalam pernikahan. Semua pertanyaan itu insya Allah akan dijawab oleh para ahli di bidang agama, psikologi, sosiologi dan hukum, serta ekonomi dan SDM. Kelas yang kaya akan sudut pandang, dengan tujuan agar kita menemukan dan memahami bagaimana meletakkan konsep adil yang Allah inginkan tentang institusi bernama pernikahan.
📅 14 - 18 September 2021
⏰ Jam dan jadwal lengkap cek link pendaftaran
📍 Via Aplikasi Zoom
Dengan pengajar:
Dr. Wido Supraha. Pendiri Sekolah Adab. Dosen dan Kepala Pusat Studi Islamisasi Sains Sekolah Pasca Sarjana UIKA Bogor. Wakil Sekretaris Komisi Ukhuwah MUI Pusat.
Dr. Dinar Dewi Kania. Direktur Center Gender Studies (CGS) Jakarta. Dosen Pasca Sarjana Universitas Trisakti. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Mohammad Nasir.
Heru Susetyo, LL.M.M.Si.,Ph.D. Associate Professor FH UI. Advokat. Ketua Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam FH UI. S3 Mahidol University, Thailand & External Ph.D. Researcher Tilburg University, The Netherlands.
Dini Rahma Bintari Ph. D. Dosen Fakultas Psikologi UI. Psikolog Klinis. Alumnus S3 Psikologi Transpersonal Universitas Sofia, California USA.
Riani Rachmawati Ph. D. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI. Konsultan Senior Lembaga Management FEB UI. Direktur SDM Universitas Indonesia periode 2015-2020. Alumnus S3 University of Birmingham (2010).
Muhammad Iqbal Ph.D. CEO Rumah Konseling. Ketua Asosiasi Psikologi Islam DKI Jakarta. Dosen Psikologi Universitas Mercu Buana.
Syarat Pendaftaran:
Follow instagram dan subscribe youtube Frasa
Membagikan poster di IG story atau status WhatsApp
Membagikan informasi ini ke 3 grup WhatsApp
Membayar biaya komitmen ke nomor rekening 0698202071 (BNI Syariah) a.n. Ulya Millatina Ralesty, simpan bukti pembayaran.
Mengisi link pendaftaran bit.ly/DaftarWIM dan bagi yang ingin mendaftar paket dengan kelas Islamic Psychotherapy isi juga link bit.ly/KelasIP
Pilihan Biaya Komitmen:
a. Rp100,000 (Kelas Women in Marriage)
b. Rp175,000 (Paket Kelas Women In Marriage & Islamic Psychotherapy)
Pastikan sisters telah membaca dan memahami tata tertib kelas yang tertera di buku panduan (bit.ly/BukuPanduanWSAFrasa) yaa :)
CP: +6285813499021
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
32 notes
·
View notes
Text
Warisan ilmu
Buat kamu yang butuh inspirasi untuk jadi couple goals. Pasangan akademis yang saling melengkapi hingga mampu menginspirasi akan lahirnya warisan-warisan abadi sarat akan nilai-nilai Islam. Harapan besar akan lahirnya generasi-generasi yang mampu membina umat dan mempertahankan peradaban Islam. Buku Atlas Budaya Islam karya Ismail Raji Al-Faruqi dan Lamnya Al-Faruqi cocok banget jadi bahan bacaan tambahan kamu. Cek resensinya di link ini. http://pku.unida.gontor.ac.id/atlas-budaya-islam-menjelajah-khazanah-peradaban-gemilang/
0 notes
Text
Kuliah Online Gak Bikin Pinter?
Padahal soal menuntut ilmu dalam Islam, adab belajar merupakan hal penting. Adab inilah penentu keberhasilan seseorang dalam menuntut ilmu. Tanpa adab, keberkahan ilmu hilang. Bahkan para ulama mengatakan, "Pelajari adab sebelum mempelajari ilmu." Bagaimana implementasi adab Islam di dalam proses belajar/kuliah online?
(Ustadz Budi Handrianto pada artikel yang menggelitik: Adab Kuliah Online)
-- disclaimer: ini curhatanku terkait forum ilmu, yang mana yang kumaksud forum ilmu agama mau pun kedokteran --
Di artikel “Adab Kuliah Online” Ustadz Budi Handrianto menjelaskan berbagai kasus yang ditemui (tilawah bahkan ngupil selama kajian) kemudian diakhiri beberapa saran praktis dari beliau, in response to current situation.
Jadi ingat di awal pandemi, aku juga pernah diceritakan seorang adik tingkat di FK kalau mereka kuliah online berkendala antara lain: bosen, kadang pakai piyama, ditinggal-tinggal pergi. Bahkan ada, yang tiba-tiba harus menyalakan kamera di saat nggak pakai kerudung sehingga spontan, langsung pakai selimut sebagai hijab. Hehe.
Kemudian akhirnya merasakan sendiri tantangan tersebut di dua pekan belakang ini, masuk koass stase THT yang semua kegiatan ilmiahnya via daring. Pembelaanku: topik-topiknya terlalu advanced, ini kan kegiatan residen. Jadi yaa, aku kadang sambil buka-buka website lain dan tidak serius mencatat. Kadang, tertidur dan bangun mepet jadwal. Hmm. Dasar aku. Akhirnya Allah ingatkan lewat tulisan Ustadz Budi Handrianto, yang buku Islamisasi Sains-nya juga telah banyak mencerahkan.
Anyways! Aku pikir, sudah dalam standar adab yang cukup yaitu ketika kajian minimaaaal sekali menutup aurat dan duduk yang rapi. Ditambah: menghadap kiblat, menjaga wudhu, mencatat dengan baik (walau kadang yang ini belum semua terpenuhi either ngemil, ngantukan #hiks #needdoa)
Tapi ternyata ketika aku ngepost link artikel itu di status WA, ada balasan dari seorang mas:
“Itu makanya mas tetep konservatif selama corona ini, ga terlalu prefer kuliah-kuliah online. In fact, mas malah ga ikut satu pun, sekali pun termasuk pengurus 😅”
Saya jawab “MasyaAllah.. terus jadi ikut apa mas? Kalau kajian?”
“Ga pernah, I only read a book. Selama corona ini”
Cukuplah aku malu haha. Memang itu pilihan sih (dan tidak semua bisa melaksanakannya, seperti apabila ada perkuliahan wajib), tapi beliau ternyata sedemikian menjaganya. Aku, bisa dibilang juga termasuk konservatif sebelum situasi demikian. Dalam artian, I’d rather travel miles to masjid untuk kajian sekali pun ada streaming online-nya.
Kenapa? Cukuplah sebuah kisah ulama yang safar berkilo-kilo, berhari-hari, hanya untuk menkonfirmasi suatu hadits yang tidak dipahami. Cukuplah hadits terkait keberkahan pada suatu forum ilmu membuat merasa rugi kehilangannya. Taman-taman Surga.
Terlebih pernah membaca:
Adapun dalam falsafah pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor, ada aspek penting yang dinilai lebih menentukan dari pada metode dan materi, yakni jiwa guru. Tanpa guru yang menjiwai, motode dan materi sebagus apapun, tetap tidak akan efektif. Seorang pendidik yang memiliki jiwa pendidik yang ikhlas, akan memberikan efek yang besar kepada murid-muridnya. Dari jiwa pendidik yang ikhlas inilah, guru akan menjadi teladan bagi muridnya, dan transfer pengetahuan dan adab bisa tertransmisikan dengan baik. (link)
(hiks itu kali ya mengapa bertatap muka dengan guru itu, akan punya feel berbeda)
Tapi ketika Allah berkehendak lain, dan rumah menjadi rumah dzikir, rumah ibadah, sekaligus rumah ilmu maka ‘mau tidak mau’ ikut kajian secara online. Malah, bersyukur sekali, karena: bisa merutinkan setiap malam, bisa menimba ilmu dari masyaikh di negeri seberang, bisa mengajak teman dan anggota keluarga. Allahuakbar, bahkan fenomena ini menjadi jalan beberapa teman-teman di lingkaranku menemukan kembali Islam. Apalagi, kemarin bertepatan momentum Ramadhan.
Anyways, dear Habibah, selelah apa pun mata, sepegel apa pun duduk, koneksi internet yang kadang bikin mengelus dada, materi belum dipahami.. selamat menjaga adab terbaik! Semangat ya Habs, besok mulai kegiatan ilmiah THT nya lagi, haha. Jangan sambil scroll-scroll instagram lagi ya:(
Jangan sampai muncul kalimat itu lagi ya Hab: Takut ngga pinter karena koass online. Inget Hab, ilmu itu milik Allah maka jangan sekali pun meremehkan hal bernama adab. (Hehe sebuah self-talk)
Jika saya memperhatikan para pelajar (santri), di zaman kami sekarang ini, mereka telah bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, tetapi banyak dari mereka tidak mendapat manfaat dari ilmunya. Yakni, berupa pengamalan dari ilmu tersebut dan mengajarkannya. (Hal itu terjadi), karena cara mereka menuntut ilmu salah, dan syarat-syaratnya mereka tinggalkan. Siapa saja yang salah jalan, niscaya tersesat, serta tidak mencapai tujuan.
Imam Az-Zarnuji pada Muqaddimah kitab Ta’limul Muta’alim
-h.a.
di tanggal merah, setelah menyedihkan diri sendiri
255 notes
·
View notes
Text
Din bersumber dari wahyu bukan pemikiran manusia, budaya, buatan, dari sejarah.
makna dari ad-din berhutang
"dulu tiada, sekarang ada, nanti ditiadakan"
anak bukan bertumpu pada ayah dan bunda, karena mereka jg berhutang
bukti empiris: perkembangan bayi
klo kita tumbuh tanpa tuhan kenapa ada sakit? kenapa gak sehat terus? bada yang menggerakan u saja? air mani nya dari mana? )
klo kita tumbuh tanpa tuhan kenapa ada sakit? kenapa gak sehat terus? berarti ada yang menggerakan (moveable mover)
sifat asali, orang yang beragama, akan terikat akan selalu terhubung.
ketika orang lain menghamba kepada yang lain dia terbelenggu, malah krn tidak menhamba kepada yang semestinya.
jati diri sebagai manusia
aturan yang mengatur, satu sisi membebaskan. ketika kita dihubukum ketika kita menciderai kebabasan menjadi hamba yang nanti, ketika kita seusai jati diri kita, menjadikan kita bebas sebagai makhluk.
al-araf : 172 ayat kunci,
prof al-attas adalah satu2nya Intelektual yang memakai ayat ini untuk mendasari pemahamannya terhadap agama.
merugi lebih sesat daripada hewan.
kitab suci alquran mengumpamankan perdaganan
insan orang dagang kerja pertukaran
beruntung tidaknya, tergantung pengenalan terhadap ilmu,
manusia yang insyaf akan eksistensinya
justru agama itu yang meninggikan sifatnya?
peri kemanusiaan tidak boleh menginjak peri ketuhanan? humanis tapi ateis.
program islamisasi dari dewesternisasi ilmu diinisasi dari prof. alattas dan sayyid qutb yang fundamentalis
bentuk kehilangan adab, adalah org2 yang anti otoritas dan kemapanan ilmu.
orang kafir mereka itu secara akal menerima kebenaran, tapi hatinya ditutup.
kenapa mereka gak percaya agama? krn agama jadi kyk belenggu, karena ikatannya bukan sesuatu yang mengikat. kitab sucinya palsu, org otoritas bermasalah.
agama wahyu dan budaya?
agama budaya berevolusi di dalam sejarah.
kenapa kita mengenal religion?
konsep din di tempat lain seperti apa? kenapa pemikiran prof alattas berbeda, dan menggunakan al'araf?
konsep unmoveable mover? apakah itu pemaknaan yg cukup untuk teman2 ateis.
seperti apa evolusi di agama lain contohnya?
kenapa bisa ada pemikiran humanisme above religion? kenapa akhirnya agama dikesampingkan?
perenialisme teologis yang spiritualisme
religion termasuk segi budaya berdasarkan kultur
2 notes
·
View notes
Text
Dalam suatu bahasan Islamisasi Ilmu Ekonomi, teman saya yang menyadur dari perkataan Ustadz Ugi Suharto (beliau sekarang dosen di salah satu universitas di Oman) bahwa untuk Islamisasi Ilmu Ekonomi setidaknya minimal harus paham beberapa ilmu di bawah :
1. Ilmu Ekonomi
2. Ilmu Fiqih
3. Bahasa Arab
4. Realitas
Mendengar hal ini saya langsung "wow" ketika beliau menyebutkan membaca realitas. Sungguh membaca realitas ini merupakan skill yang penting banget, karena hal penting dalam memahami masalah dan juga supaya lebih bisa bersikap empati.
1 note
·
View note
Text
Masjid Kampus
Bulan Ramadan ini nyempetin tarawih di Masjid Kampus, Nurul Huda UNS. Dulu ada rumor kalau di NH tarawihnya lama hahaha, biasanya buka puasa di sini tarawihnya ditempat lain.
Tapi saya nggak pengen bahas soal itu. Ada urgensi penting yang agaknya perlu kita refleksikan bersama.
Di sudut masjid ini ada sebuah booth yang bertuliskan seperti ini :
"Dari Masjid Kejayaan Bermula" Sebuah kata sederhana, namun penting.
Dari buku Gerakan Perlawanan Masjid Kampus sampai ke Menuju Kemenangan Dakwah Kampus, kata-kata itu menjadi petunjuk, dari masjid, salah satunya masjid kampus sudah dan akan senantiasa melahirkan generasi-generasi terbaik untuk memperjuangkan Islam.
Namun, saya menemukan satu poin yang luntur dari masjid kampus, yaitu kolaborasi.
Kenapa? Ya sudah mafhum semua bahwa masjid kampus itu biasanya dikelola oleh 1 kelompok yang dominan. Ada kecenderungan untuk memberikan keistimewaan baik pengelolaan dan agenda-agendanya.
Tapi apakah itu salah? Relatif.
Dari dominan itu, barangkali yang melunturkan makna kolaborasi dan lebih memilih dikelola oleh kelompoknya sendiri, biar terkondisikan dan tak disusupi paham radikal, misal.
Namun, melihat tujuan kenapa dibentuk masjid kampus dulu, Bang Imad inisiator Masjid Salman menganggap Maskam merupakan wadah syiar Islam, biah Islamiyah di dunia kampus, dan juga laboratorium untuk mencapai Islamisasi Ilmu. Sedangkan Cak Nun beranggapan Maskam sebagai ruang budaya makhluk hidup yang bersinergi untuk kebaikan.
Alih-alih titik temu, masjid Kampus terlihat seperti ladang politik, sikut-sikutan antara kelompok untuk saling memberi pengaruh. Tapi sepaham saya belum ada duduk bareng antara elemen untuk membicarakan hal ini. Semua lebih mengedepankan sentimen.
Saya lihatnya nggak hanya disini, juga di tempat lain. Politik barangkali yang melemahkan syiar Islam dan persatuan umat.
Bagaimana kejayaan Islam itu hadir kalau umatnya masih mengedepankan sentimen antar kelompok?
Kampus sebagai pilar akademis harusnya menjadi contoh dan pencerah dari problem yang ada di masyarakat. Dan masjid kampus sebagai ruang publik pun juga sama, ditambah menekankan iman dan adab sebagai titik persatuan umat.
Sederhana, namun sulit diaplikasikan.
Ya mulai dari diri sendiri, sedikit dengan merubah persepsi.
Umat ini harus bersatu, dimulai dari hati, masjid, masyarakat, sampai Ustadziyatul Alam. Jangan-jangan bukan zionis atau iluminati dkk yang melemehkan Islam, barangkali karena diri kita sendiri.
Nurul Huda UNS, 03 Ramadhan 1443 H.
@mamadkhalik
27 notes
·
View notes
Text
Filosofi Bentuk Kerucut dari “Nasi Tumpeng”
Nama yang tidak asing lagi bagi kita dalam kehidupan sehari-hari, Ya,,nasi tumpeng yang sering kita sebut-sebut saat ada perayaan syukuran atau sebagainya.
Pemilihan nasi tumpeng dalam perayaan syukuran juga ternyata memiliki arti yang jarang orang ketahui, dan juga ternyata terdapat pencampuran antara budaya dengan islamisasi dalam bentuk tumpeng tersebut.
Bentuk kerucut dari nasi tumpeng diartikan sebagai simbol kehidupan manusia, bentuk bawahnya yang lebar lalu mengecil sampai keatas memiliki arti tersendiri.
“ Bahwa manusia yang seharusnya, yaitu manusia yang kehidupannya berorientasi kepada sang penciptnya, Allah SWT. Bentuk lebar dari bagian bawah nasi tumpeng menggambarkan manusia yang hidup dari lahir hingga mati dibumi ini dengan banyak harta, ilmu, dan pengalamannya selama hidup justru seharusnya bisa membawa dia kepada sang pencipta, justru seharusnya bisa membuat ia tunduk kepada sang penciptanya atau yang dilambangkan dengan bantuk lancip di bagian atas nasi tumpeng.”
Itu lah sebabnya, semakin bertambahnya ilmu manusia seharusnya membuat dia semakin takut terhadap sang penciptanya, semakin yakin bahwa ada yang lebih berkuasa dan pantas ditakuti di dunia ini.
1 note
·
View note
Text
toleransi
toleransi mana yang ingin kau pamerkan. Ada orang pake baju islami kau bilang kearab araban dan tidak nusantara. Giliran ada orang pake baju super minim gaya eropa kamu bilang kebebasan ber ekspresi.
Orang panggil saudaranya akhi ukhti dibilang tidak menghargai bahasa lokal. Katanya kita itu islam tp gak perlu sok sokan ke arab araban pake bahasa arab. Jangan kamu diganti antum, sob diganti akhi. Tapi giliran sok akrab sama yang mirip cina manggilnya koko sama cici. Situ nggak ke cina cina an? Ngomong "yang mana" aja di ganti "which is" situ nggak kebarat baratan? Mana nusantara dan ke arifan lokal?
Orang pengen negakin aturan yang sesuai dengan prinsip hidup islam dibilang islamisasi, dibilang pengen negakin khilafah, ideologi asing lah dll. Demokrasi harga mati.. Cuiihhhh., emang demokrasi itu tata kelola negara asli nusantara? Tata kelola negara nusantara itu kerajaan. Mau balik lagi jaman kerajaan kerajaan? Ngelawan raja di penggal pala lu. Gak bisa lagi kritik kritik pemerintah. Gak bisa ngajuin kepala negara karena bukan keturunan raja. Itu yang lu mau? Giliran budaya lain masuk dibilang pembaharuan. Giliran islam yang masuk dibilang kolot dan membahayakan. Duh dek cuci muka dulu deh biar nggak kusem.
Tapi memang pejuang pejuang islam kadang suka kurang arif dalam menyeru. Mau ngubah sistem yang tidak reliable kerjaanya cuman teriak teriak dipinggirjalan. Semua masalah jawaban nya kembali ke Al qur'an dan sunah. Ya kalau balik ke Qur'an dan sunah di sebutin dong yang mana dalil nya. Yang mana contoh nya. Mana ijtihadnya. Mana jumhur ulama nya. Contohin pake gerakan sosial, misal nggak sepakat sama bank konven, bikin bank syariah yang reliable sama jaman. Banyak bank bank syariah atau BMT yang bertumbangan karena cuma ngandelin "dogma"anti riba dan sistem islam. Tapi dibelakangnya pelayanan jelek, Sistem keuangan nggak akuntable, nggak simple dan terkoneksi sama satu dan lain hal.
satu lagi. Kadang umat ini juga gak toleran sama mereka yang berbeda. Belum apa apa sudah dihujat "kafir" "cina" "pki". Nabi dulu dakwah ke paman nya kayaknya gak pake kata kata "dasar pamanku yang kafir quraisy" ini belum ngomong islam udah tertolak dulu. Bukan hati nya keras tertutup hidayah. Tp kita yang membuat hatinya panas dan menutup jalan hidayah dari kita. Dalil nya sih "hanya sekedar mengingatkan". Coba kalau bener mengingatkan caranya diganti jadi di DM. Bukan di kolom komentar yang semua orang lihat kalau kita seperti menghakimi. Niatnya memberitahu atau menjatuhkan?
Jangankan beda agama. Beda mazhab aja sering kita saling tahdir dan saling menyalahkan. Gimana umat lain mau lihat kedamaian islam kalau mereka lihat kita aja saling serang di depan umum. Coba lah sedikit bertoleransi. Minimal di depan publik. Simpan rapat rapat perbedaan di ruang privasi saja. Kalau levelnya sudah musrik dan mensekutukan Allah baru lah kita menyeru. Tp caranya harus santun karena kita ini sebagai orang islam a.k.a muslim ini etalase berjalan aplikasi agama islam. Kalau masalah furu ya anggep aja islam ini beragam dan bervariasi. Toh mazhab saja ada banyak. Dan tiap mazhab punya hujah nya masing masing.
Karena beberapa pribadi pribadi seperti saya ini belum bisa dijadikan contoh tentang islam itu sendiri. Sering nyampein ayat tp lingkungan sosialnya buruk. Komunikasi sama saudara nggak ada. Tetangga nggak kenal. Ini yang dinamakan al islamu mahjubil muslimin, islam itu tertutupi prilaku orang islam nya.
Saya berharap perdebatan dan diskusi tentang hadist dan fiqih kembali di majelis majelis ilmu. Bukan di masjelis sosmed yang berakhir dengan perdebatan dan dzon alias sangka prasangka.
Dan semoga saya tidak termasuk orang orang yang ikut memperkeruh citra islam ini.
98 notes
·
View notes
Text
Resensi Buku Islamisasi Sains: Sebuah Upaya Mengislamkan Sains Barat Modern
RESENSI BUKU
Judul : Islamisasi Sains: Sebuah Upaya Mengislamkan Sains Barat Modern
Penulis : Budi Handrianto
Penerbit : Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS)
Oleh : Rizki Rinaldi
Cetakan Kedua, 2019
Xi + 277 hlm.
No science has ever been integrated into any civilization without some of it also being rejected. It’s like the body. If we only ate and the body did not reject anything we would die in a few days. Some of the food has to be absorbed, some of the food has to be rejected. -Seyyed H. Nasr-
“Bacalah (wahai Muhammad). Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menjadikan. Menjadikan insan dari segumpal darah. Bacalah; dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajar insan dengan pena. Mengajar insan apa yang tidak diketahuinya. QS Al-Alaq ayat 1-5”
Memberikan gambaran secara langsung mengenai buku ini ialah, buku ini berisi tentang sejarah, konsep, paradigma, makna, fakta dan agenda islamisasi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang sains alam (natural science). Diawali dengan pembahasan konsep ilmu menurut Islam (kajian filsafat ilmu), proses naturalisasi ilmu pengetahuan dari peradaban satu kepada peradaban lain, sejarah dan proses islamisasi ilmu pengetahuan di masa kejayaan peradaban islam.
Islamisasi bukan sekedar memberikan label islam terhadap ilmu. Bukan sekedar mencantumkan kalimat “bismillahirrahmanirrahiim” di awal tulisan, bukan pula mengganti istilah-istilah asing menjadi istilah islam. -hal tersebut hanya merupakan salah satu bagian dari proses islamisasi. Tapi islamisasi sains yang dimaksudkan dalam tulisan pada buku ini ialah islamisasi sains sebagai sebuah konsep di mana ilmu yang ada (ilmu sekular) dibersihkan terlebih dahulu dari nilai/paham yang bertentangan dengan islam dan kemudian diisi dengan nilai-nilai islam didalamnya. Oleh karena itu penempatan islamisasi sain berada dalam tataran konsep, dan fokus pembahasannya menyangkut ranah filosofi, bukan berkaitan dengan produk sains atau teknologi. Oleh karena itu tidak akan ditemui pembahasan islamisasi sains pada menghasilkan seperti matematika islam, astronomi islam, ilmu ukur islam, ilmu kedokteran islam, fisika islam, produk-produk yang dalam kritik dan sindirian terhadap islamisasi sains disebut bahwa akan mengubah sudut siku-siku yang 90 derajat menjadi 97 derajat, usia jagatraya yang 13.72 miliar tahun menjadi 6000 tahun, lingkaran bukan lagi bersudut 360 derajat melainkan 357 derajat. Sebuah kritik yang pernah disampaikan terhadap agenda islamisasi sains, yang pada dasarnya salah alamat karena islamisasi sains tidak bicara dalam ranah produk ataupun teknologi melainkan tataran konsep.
Kandungan Buku
Buku ini terdiri dari 9 bagian dengan 5 bagian utama mengenai Islamisasi sains. Bagian pertama merupakan bagian yang membedah konsep ilmu dan makna sains dalam islam. Bagian ini lah yang akan menentukan pembahasan selanjutnya, karena dalam bagian ini pokok utama pembahasan berasal dari thesis “ketidaknetralan ilmu” yang akan menjadi perdebatan dan poin kritik kenapa islamisasi sains menjadi penting. Jika dalam pemahaman seseorang ilmu itu “netral” maka mereka tidak akan mengenal dan memahami mengenai istilah “islamisasi”
Bagian kedua, setelah ilmu telah dijabarkan posisinya mengenai dirinya yang “value-free/bebas nilai” ataukah “value-laden/terikat nilai” maka penjabaran dibagian kedua ialah mengenai naturalisasi ilmu. Karena posisi ilmu yang tidak netral, maka ilmu bisa diarahkan kepada pemahaman tertentu suatu kaum. Seperti ilmu yang berasal dari Yunani yang bertransformasi ketika diambil oleh peradaban islam dan juga ilmu yang diambil barat yang menjadi terbaratkan/westernized.
Bagian ketiga, sejarah islamisasi ilmu pengetahuan di awal islam. Bercerita tentang bagaimana dahulu islam pernah melakukan islamisasi ilmu. Yaitu pengambilan ilmu-ilmu dari peradaban Yunani kuno, Persia maupun India. Setelah ilmu itu terislamkan, dan kemudian kejayaan islam mulai memudar, ilmu pun berubah lagi arahkan menjadi terbaratkan.
Bagian keempat, ialah akan mengulang kembali ide islamisasi ilmu pengetahuan secara umum, patut diketahui upaya-upaya dan ide-ide yang dahulu pernah dipaparkan, seperti oleh Al-Attas, Faruqi, maupun Nasr. Ide ketiga pakar inilah yang kemudian memengaruhi pengembangan ide islamisasi sains saat ini.
Bagian kelima, ialah inti yang membahas tentang islamisasi sains, yang saat ini setidaknya terdapat lima pendekatan. Instrumentalistik, justifikasi, sakralisasi, integrasi, dan wordview.
Kelanjutan dari buku ini ialah bagian yang juga memberikan ruang dengan kritik atas ide islamisasi sains dan bagaimana responnya, perkembangan islamisasi sains di Indonesia dan juga gerakan-gerakannya, serta yang saat ini ialah upaya memasukkan sains islam ke dalam kurikulum pendidikan.
5 Pendekatan Islamisasi Sains
1. Instrumentalistik
Konsep islamisasi sains dengan pendekatan instrumentalistik merupakan suatu konsep yang menganggap ilmu atau sains sebagai alat(instrument). Bagi mereka, sains terutama teknologi adalah sekadar alat untuk mencapai tujuan, tidak memperdulikan sifat dari sains itu sendiri, yag penting sains menghasilkan dan mengantarkan pada tujuan pemakainya.
Hal ini dapat diperhatikan dari reaksi pertama ilmuwan dan tokoh muslim terhadap sains barat yang melakukan pendekatan ini. Setelah barat maju dengan teknologinya kemudian melakukan penjajahan dan kolonisasi di negri-negri muslim, para tokoh tersebut menyadari ketertinggalannya dan bereaksi selama pendudukan bangsa barat dengan mencoba menggunakan sains dan teknologi itu untuk melawan kaum penjajah. Seperti Muhammad Ali di Mesir dan Sultan Salim di Turki. Mereka mengirimkan pelajar-pelajar ke Eropa, mengembangkan teknologi militer, menerjemahkan buku-buku dan memasukkan pengajaran ilmu pengetahuan dan teknologi modern ke dalam kurikulum sekolah.
Dengan kondisi seperti itu tentunya tanggapan yang hadir berbagai macam pula, yang terpenting ialah sikap kaum muslimin yang beriringan dengan perkembangan sains dan teknologi yang tumbuh sangat pesar serta disisi lain upaya kembali ke tradisi islam untuk mengembalikan hegemoni islam yang kian pudar.
Salah satu tanggapan tokoh muslim pada saat itu ialah tanggapan Jamaluddin Al-Afghani. Idenya mengenai pengambilalihan teknologi barat untuk dikuasia sarjana-sarjana muslim sebagai contoh pendekatan instrumentalistik dalam islamisasi sains.
2. Justifikasi
Islamisasi sains yang paling menarik bagi sebagian ilmuwan dan kalangan awam ialah konsep justifikasi. Justifikasi ialah penemuan ilmiah modern, yang diberika justifikasi(pembenaran) melalui ayat al-Qur’an maupun hadits. Meskipun kritik terhadap konsep ini juga cukup gencar salah satunya ialah kritikan konsep ini bukan merupakan islamisasi namun ayatisasi, namun penerbitan buku-buku yang mengupas penemuan Ilmiah yang dikaitkan dengan ayat al-qur’an dan hadist juga berkembang cukup pesat.
Konsep inilah yang berpengaruh kepada karya seperi Keith L. Moore, professor anatomi FK universitas Toronto yang menulis buku Hightlights of Human Embryology in the Qoran and Hadits (1982), kemudian buku correlation studies with Qur’an and hadits karangan ‘Abd Majid az-Zindhani, dan banyak lainnya. Salah satu contohnya ialah pendekatan justifikasi ketika meneliti mumi fir’aun di mesir yang dihubungkan dengan qur’an surat yunus ayat 92 yang berbunyi:
maka pada hari ini kami selamatkan badanmu suoaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu” (QS Yunus: 92)
Disini Bucaille, menemukan keganjilan, yaitu tingginya kandungan garam pada tubuh mumi tersebut. Dia baru menemukan jawabannya di Al-Qur’an, ternyata fir’aun inilah yang dulu ditenggelamkan oleh Allah swt ketika sedang mengejar nabi Musa as. Injil dan taurat hanya menyebutkan bahwa ia tenggelam, tetapi hanya Al-Qur’an yang kemudian menyatakan bahwa mayatnya diselamatkan oleh Allah swt, sehingga menjadi pelajaran bagi kita semua.
Konsep ini banyak sekali menemukan kesesuaian ayat dengan temuan sains modern, diantaranya;
· Pembentukan alam semesta
· Orbit benda-benda langit
· Langit yang mengembang (expanding universe)
· Atap yang terpelihara
· Gunung yang bergerak
· Segala sesuatu diciptakan berpasang-pasangan
· Keajaiban pada besi dll.
3. Sakralisasi
Sakralisasi. Artinya sains modern yang sekarang ini bersifat sekular dan jauh dari nilai-nilai spiritualitas, diarahkan menuju sains mempunyai nilai sacral. Ide ini dikembangkan pertama kali oleh Seyyed H. Nasr. Nasr melakukan kritik terhadap sains modern yang sekular yang berkembang saat ini. Menurutnya, dalam pandangan sekular ia tidak melihat ada jejak tuhan dalam keteraturan alam. Alam bukan lagi sebagai ayat-ayat Allah tetapi entitas yang berdiri sendiri. Alam digambarkan secara mekanistis bagaikan mesin dan jam. Alam menjadi sesuatu yang bisa ditentukan dan diprediksikan secara mutlak.
Nasr kemudian mengemukakan idenya tentang sains sacral yang membahas tentang kebenaran pada tiap tradisi, konsep manusia dan konsep intelek dan rasio. Dalam sains sakral, iman tidak terpisah dari ilmu dan intelek tidak terpisah dari iman. Rasio merupakan refleksi dan ekstensi dari intellek. Ilmu pengetahuan pada akhirnya terkait dengan intelek Ilahi dan bermula dari segala yang sakral.
4. Integrasi
Ide ini diketengahkan oleh Ismail R. Al-Faruqi. Menurutnya akar dari kemunduruan umat Islam dalam berbagai dimensi karena dualisme sistem pendidikan. Dalam pandangannya dualism sistem pendidikan inilah yang merupakan tugas terbesar kaum muslimin. Pada satu sisi, sistem pendidikan islam mengalami penyempitan pemaknaannya dalam berbagai dimensi, sedangkan pada sisi yang lain, pendidika sekular sangat mewarnai pemikiran kaum muslimin.
Al-faruqi menyimpulkan solusi terhadap permasalahan dualism sistem pendidikan yang terjadi ini dengan islamisasi sains. Sistem pendidikan harus dibenari dan dualism harus dihapuskan dan disatukan dengan jiwa islam dan berfungsi sebagai bagian yang integral dari paradigmanya. Paradigma tersebut bukan imitasi dari barat.bukan juga untuk semata-mata memenuhi kebutuhan ekenomis dan pragmatis belajar untuk pengetahuan professional. Sistem pendidikan harus diisi dengan sebauah misi yang tidak lain ialah menanamkan visi islam, menancapkan Hasrat untu merealisasikan visi islam dalam ruang dan waktu. Dalam pendekatan ini Al-faruqi mengajukan prinsip-prinsip metodologi islam seperti 1. Unity of Allah (tauhid) 2. Unity of Creation 3. Unity of Truth and Knowledge 4. Unity of Life 5. Unity of Human Kind.
5. Paradigma (Worldview)
Ide ini ialah salah satu ide islamisasi sains yang pertama kali disampaikan secara sistematis oleh Al-Attas. Bahkan secara khusus ia menyebut permasalahan islamisasi ialah permasalah mendasar yang bersifat epistemologis.
Ide islamisasi sains ini ialah ide yang dimulai dengan membongkar sumber kerusakan ilmu. Menurut Al-Attas tantangan terbesar yang dihadapi kaum muslimin ialah ilmu pengetahuan yang tidak netral telah merasuk ke dalam praduga-praduga agama, budaya dan filosofis, yang sebenarnya berasal dari refleksi kesadaran dan pengalaman manusia barat. Dan harus diislamkan, ini mencakup metode, konsep, praduga, symbol, beserta aspek-aspek empiris dan rasional dan yang berdampak kepada nilai dan etika, penafsiran hitorisitas ilmu, bangunan teori ilmu tersebut, praduganya yang berkairan dengan dunia, dan rasionalitas proses-proses ilmiah, teori ilmu tersebut tentang alam semesta, klasifikasinya, batasannya, hubung kaitnya dengan ilmu-ilmu lainnya serta hubungannya dengan sosial harus diperiksa secara teliti.
Oleh karena itu Al-Attas memberika pengertian islamisasi sains sebagai:
Pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-nasional dan dari belenggu paham sekular terhadap pemikiran dan bahasa.. juga pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cenderung sekular dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebaab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil terhadapnya. Islamisasi adalah suatu proses menuju bentuk asalnya yang tidak sekuat proses evolusi dan devolusi.
Proses islamisasi itu sendiri dilakukan dengan du acara yang saling berhubungan dan sesuai urutan, yaitu pertama ialah melakukan proses pemisahan elemen-elemen dan konsep-konsep kunci yang membentuk kebudayaan dan peradaban barat, dan kedua memasukkan elemen-elemen islam dan konsep konsep kunci ke dalam setiap cabang ilmu pengetahuan masa kini yang relevan. Jelasnya “ilmu hendaknya diserapkan dengan unsur-unsur dan konsep utama Islam setelah unsur-unsur dan konsep pokok dikeluarkan dari setiap”
3 notes
·
View notes
Text
Sekularisasi ilmu
Perdebatan terkait sekularisasi ilmu sangat bergema di kalangan generasi milenial. Beberapa tokoh banyak mengambil rujukan dari barat. Bahkan mengambil rujukan dari teori plato, aristotles dan lainnya. Sebagai contoh Karl marx berpendapat bahwa agama adalah keluhan makhluk yang tertekan. Selain itu Marx memuji karya Charles Robert Darwin dalam bidang sains, ia menyimpulkan bahwa tuhan tidak memiliki peran dalam penciptaan. Bagi Darwin, asal mula spesies bukan berasal dari Tuhan tetapi dari "adaptasi kepada lingkungan". Menurutnya lagi Tuhan tidaklah menciptakan makhluk hidup. Semua spesies yang berbeda sebenarnya berasal dari satu nenek moyang yang sama, yang membedakannya adalah kondisi-kondisi alam ketika itu. Selanjutnya, Auguste Comte penemu istilah sosiologi memandang bahwa kepercayaan terhadap agama merupakan bentuk keterbelakangan masyarakat. Pemikiran lain juga disampaikan oleh Sigmund Freud, seorang tokoh psikologi terkenal. Ia menyatakan bahwa doktrin-doktrin agama adalah ilusi. Pendapat yang lain digaungkan oleh Friedrich Nietzsche, tokoh filsafat Barat yang menulis "God died". Dari pendapat semua tokoh-tokoh ilmu umum diatas dapat disimpulkan bahwa mereka memasukkan unsur sekularisasi ilmu dalam pengetahuan yang mereka ajukan. Hal inilah yang menjadi tantangan umat muslim untuk selalu melaksanakan islamisasi ilmu pengetahuan dimanapun berada.
0 notes