#Hadiah Anak Sekolah
Explore tagged Tumblr posts
hadiahgamesultahanak · 2 years ago
Text
Pengrajin Custom Gift Name PALING BARU, 081381800030
Tumblr media
"Pengrajin Custom Gift Name KLIK https://wa.me/6281381800030, Usaha Souvenir Unik Bandung, Bingkisan Jajan Banjarbaru, Custom Hampers Tomohon, Gift Box Hijab Mertoyudan, Contoh Souvenir Boneka JonggolKami menyediakan aneka Souvenir Custom Terlengkap yang Dikemas Rapih dan Bermanfaat Edukatif * Free Request Tema Desain* Free Nama Anak* Free Pakai Foto* Bersifat Edukatif* Unik Dan Tidak Pasaran* Dilengkapi Dengan Peralatan Pendukung Yang Aman dan Berkualitas* Bisa Dikirim Seluruh IndonesiaLareeza GiftJual Aneka Souvenir BerkualitasUtk Tanya & Order, Bisa Langsung Via:WA1 : 0813-8180-0030WA2 : 0812-1366-2703Kunjungi Juga :TOKOPEDIA : Star Kids & Toys https://tokopedia.link/zgxicQ7xDsbSHOPEE : Star Gift Shop https://shopee.co.id/souvenirstarkidsINSTAGRAM : @gypfun.id @HampersulangtahunanakBli Bli : Souvenir & Kado Anak LareezaTik Tok Shop : Souvenir Anak Gypfun#kerajinantangansouvenirunikbanjarmasin, #bonekaondel-ondelberupasouvenirdibuatuntukgrogol, #souvenirkelahiranbayiunikbandarlampung, #souvenirunikwisudajogjamanokwari, #souvenirboxjasinga, #alatperagaedukatifuntukanaktkjatiwangi, #mainanedukasianakkelas2sdkotaambon, #mainanedukatifanaksdsidoarjo, #ideultahanak2tahuntangerang, #souvenirulangtahunanak2tahunjawilan"
0 notes
maitsafatharani · 4 months ago
Text
youtube
Salah satu habit yang rutin dilakukan: dengerin podcast sambil beraktivitas malam (re: masak). Dan berasa tertampar banget habis dengerin podcast ini.
Di awal podcast, aku dibuat amazed dengan cerita hidupnya Mbak Ela yang serba cepat timelinenya. Menikah di usia 19 tahun, lulus S1 Psikologi di 21 tahun, dan mendirikan sekolah sendiri di 22 tahun.
Lucu tapi juga miris mendengar cerita di balik kenapa beliau ingin jadi guru sejak kecil. Ah ya, disini juga kita bisa tahu kenapa Mbak Ela yang ingin jadi guru tapi justru mengambil jurusan psikologi. Rasanya aku sendiri nggak punya strong values sekuat beliau dulu saat memutuskan jurusan kuliah.
Tapi part yang bagiku sangaaaat menyentil diri ini adalah part-part akhir. Dimana Mbak Ela dikasih pertanyaan,
"Gimana mendidik anak supaya nggak korupsi?"
Disitu beliau jawab,
"Jangan pernah nyogok anak, dan ajari etika bukan fokus ke konsekuensi tapi ke intensi."
Lalu Mbak Ela menjelaskan, bahwa ngasih hadiah saat anak melakukan pencapaian tertentu itu sangat nggak efektif untuk mendidik anak. Okelah sekarang yang nyogok anakmu kamu sebagai orangtua. Besok kalau dia sudah besar? Ya lingkungannya yang harus melakukan itu. Entah temannya, koleganya, dan seterusnya.
Ah, iya banget lagi :')
Seringnya kita merasa perlu memberikan hadiah atas pencapaian yang anak lakukan. Itu wajar karena hadiah adalah bentuk apresiasi kita. Tapi, ternyata efek hadiah secara jangka panjang nggak se-sederhana itu ya :')
Sistem reward and punishment mungkin efektif untuk jangka pendek. Tapi.. itu tidak efektif untuk jangka panjang. Bukankah kita ingin anak kita besok berlelakuan baik karena motivasi dan niat yang datang dari hatinya sendiri? Bukan karena ada yang diharapkan (dari eksternal) dari perbuatannya itu.
Berat rasanya di dada pas denger part ini. Ya Allah, peran jadi orangtua itu.. memang jauh menuntut untuk lebih banyak belajar ya.
Kemudian tentang etika.
Ajarkan ke anak, bahwa perbuatan yang salah itu akan selalu salah karena niatnya, bukan karena konsekuensinya.
Misal anak kita membully/mengolok temannya. Lalu menolak minta maaf karena beralasan temannya juga tidak merasa terganggu dengan bully-annya. Itu perspektif yang keliru.
Perilaku bully, mau yang dibully itu sukarela pun, akan tetap salah. Karena apa intensimu berbuat demikian? Kalau niatmu baik, cara yang akan kamu lakukan tentu akan baik pula, kan.
Terakhir, yang lagi-lagi menyentil.
Anak itu meneladani orangtuanya. Mbak Ela sendiri terus menulis sampai saat ini karena melihat Abi nya selalu belajar dan menulis, bahkan sampai sekarang.
Sementara aku, apa kabar? Ingin anak bisa ini dan itu tapi aku sendiri masih kurang memberikan teladan.
Bersyukur mendengarkan podcast ini. Inilah juga alasan kenapa aku langsung menuliskan apa insight yang kudapat.
Aku berefleksi, dan merasa sudah banyak melenceng jauh.
I have to start over.
36 notes · View notes
milaalkhansah · 8 months ago
Text
Mendewasa bersama Anak-Anak
Tumblr media
Sepanjang aku bertumbuh dewasa, aku ditemani oleh anak-anak. Aku belum menikah, berpasangan apalagi. Anak-anak itu adalah anak-anak yang Allah tempatkan dalam satu tempat yang sama denganku, dalam kurun waktu yang lumayan lama. sehingga beberapa tahun yang kulewati bersama mereka, membuatku ikut menyaksikan tumbuh kembang mereka semua.
Beranjak dewasa dengan ditemani banyak anak-anak, membuatku mengambil banyak sekali pelajaran. Di antara pelajaran yang kudapat itu ialah :
1. Menjadi orang tua adalah belajar menjadi pribadi yang lebih sabar
Menyaksikan berbagai bentuk kesabaran seorang orang tua, selalu mampu membuat mataku berkaca-kaca. Membayangkan betapa sabarnya orang tuaku dalam merawat dan membesarkanku. Karena merawat seorang manusia yang belum sempurna akal dan perasaannya bukanlah sesuatu yang mudah. Bergadang, kelelahan, kelaparan, stres, penilaian orang lain, dan serentetan ujian lainnya adalah makanan sehari-hari yang harus dikomsumsi oleh para orang tua kita. Bahkan tak jarang, mereka melakukan kezaliman melanggar hak-hak tubuh mereka sendiri— hanya karena kasih sayangnya kepada anak yang sangat besar.
Menjadi orang tua adalah suatu latihan penguji kesabaran yang tidak ada garis finish, pemenang bahkan hadiah yang diberikan.
2. Anak kecil adalah orang dewasa yang berhati lapang
Meskipun memiliki sifat yang naif dan juga ego yang tinggi, anehnya mereka mempunyai hati yang lapang dalam memaafkan dan melupakan kesalahan. Kita seringkali melihat begitu mudah mereka kembali berbicara dengan seseorang yang bahkan semenit yang lalu telah membuat mereka menangis. Apakah hal seperti itu mudah kita lakukan sebagai seseorang yang mengaku telah dewasa? kita seringkali menganggap bahwa anak kecil adalah seseorang yang kekanak-kanakan. Padahal, bukan hal yang kekanakan bila seseorang dengan mudah mampu memaafkan seseorang yang membuat mereka bersedih, bahkan dengan jejak tangis yang masih basah di pipi.
3. Anak adalah pribadi yang jujur
Betapa sering kita mendengar celetukan-celetukan konyol dan lucu mereka, ketika sedang melihat, merasakan, ataupun mengalami suatu kejadian? Mereka adalah pribadi-pribadi yang tidak malu ataupun segan untuk melontarkan apa yang mereka rasakan dan juga pikirkan di mana hal tersebut seringkali bisa tergambar jelas dalam bahasa tubuh mereka.
Mereka menangis saat merasa sedih & terluka. Mereka tertawa dan tersenyum saat merasa senang dan bahagia. Sehingga jika kita melihat ada anak-anak yang selalu tertutup dengan perasaannya. Itu adalah sebuah alarm, bahwa ada yang tidak beres dan harus diselidiki penyebabnya.
4. Fitrah seorang anak yang selalu bersih dan suci
Saat lahir, anak seumpama kertas atau kanvas putih kosong yang belum berisi apa-apa. Dan orangtuanyalah yang akan pertama kali menjadi pena ataupun kuas gambar yang akan menorehkan berbagai macam "bentuk" dan juga menghiasnya dengan berbagai "warna".
Anak-anak yang baru lahir ataupun masih kecil fitrahnya akan selalu memiliki akhlak yang baik. Sehingga saat kita bertemu dengan anak-anak yang masih kecil namun telah dengan fasih berucap kata-kata kotor, dan berprilaku kurang baik. Orang tua akan selalu menjadi sosok yang pertama kali disalahkan.
5. Menjadi orang tua dan seorang anak adalah proses pembelajaran seumur hidup.
Tidak ada sekolah bagaimana menjadi orang tua yang baik, tetapi di banyak pelajaran sekolah, berbuat baik dan berbakti kepada orang tua adalah hal yang sering dibahas. Seolah tugas belajar hanya dibebankan untuk seorang anak, bukan kepada orang tua. Seolah-olah yang mempunyai tugas-tugas untuk ditunaikan dengan baik hanyalah seorang anak. Orang tua akan selalu menjadi pihak yang benar dan tidak punya salah.
Aku paham, kedudukan orang tua tentu jauh lebih besar daripada kedudukan seorang anak. Tetapi bukan berarti orang tua tidak dituntut untuk ikut belajar memperbaiki diri. Di masa depan nanti, kuharap kesenjangan ini dapat diperbaiki. Sehingga generasi yang tercipta bisa lebih baik lagi. Tidak lagi fokus saling menyalahkan dan menuntut hak dan kewajiban masing-masing.
Sampai saat ini, meskipun aku belum menikah dan merasakan langsung menjadi orang tua. Aku bersyukur Allah mengenalkanku dengan banyak anak. Tingkah polos dan lucu mereka selalu mampu membuatku mengobati kerinduan akan masa kecilku dulu. Dan dari sosok orang tua mereka pula, aku lebih dini bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang tua.
Ke depannya, entah dengan anakku sendiri atau anak-anak yang "dititipkan" padaku. Aku pengen untuk belajar lebih banyak lagi. Belajar memahami sosok anak kecil dan juga orang tua. Berharap, darisanalah aku bisa menjadi seorang anak dan juga seorang orang tua yang lebih baik.
35 notes · View notes
diaryputri · 6 months ago
Text
skala prioritas
menginjak usia dua puluhan mengajarkan banyak pertimbangan. Tak boleh mudah menghamburkan uang untuk hal-hal yg kurang berguna. enggan banyak bermain karena masing-masing sedang bertarung dengan impian. sukar membuka hati takut akan kecewa apalagi sampai salah pilih.
banyak dari anak dua puluhan enggan untuk ditanya "lulusan mana? sekolah tinggi-tinggi ujung2nya kemana? kapan menikah? sudah ada calon? Kerja dimana? sebulan berapa? Dan berbagai pertanyaan** yg mungkin terdengar sederhana namun terkadang cukup menggores jiwa.
masalah pernikahan dan rumah tangga misalkan. setelah pendidikan terbitlah pelaminan merupakan pemandangan lumrah di banyak tempat dan tidak ada yg keliru dengan itu. Hanya saja statement bahwa setelah menyelesaikan pendidikan wajib mendirikan pelaminan bukanlah hal yg mudah bagi banyak orang.
menikah bukan hal yg instan untuk dijalani, ibadah terlama dengan orang asing yg tidak sepenuhnya dikenali, harus tetap stabil bagaimana pun kondisi rumah tangga nanti, berbagi bukan hanya kebahagiaan tetapi juga air mata perjuangan, berat sama dipikul ringan sama dijinjing, menjadi pakaian penutup aib satu sama lain, menginjak ego demi mewujudkan mimpi-mimpi besar bersama, dan hal itu jelas tak mudah.
ada alasan mengapa orang siap menikah, sebagaimana ada pula alasan bagi mereka yg belum siap menjalaninya. Setiap manusia memiliki target & mimpi yg ia kejar, setiap target tsb pun memikili skala prioritasnya masing**. Ada hal besar yg dikedepankan atas hal-hal lain yg sekiranya tidak mendesak, termasuk di dalamnya pernikahan.
Bukan tak ingin atau enggan bersegera seperti kawan-kawan yg lain. Hanya saja kesadaran diri akan kesakralan & keagungan suatu pernikahan, memacu manusia untuk mempersiapkan dirinya sebaik mungkin. entah itu pendidikan, finansial, mental, kedewasaan, terutama Agama maupun syariat harus benar** dipersiapkan.
setiap manusia hanya ingin satu kali yg berarti, untuk mendapatkan yg berarti diri pun dituntut untuk memberikan yg terbaik, dan itu butuh waktu dan durasi yg mungkin tidak sedikit, sampai pada akhirnya Tuhan benar** berkata "dirinya memang sudah pantas"
Oleh sebab itu, tidak usah terburu-buru akan tetapi jangan pula menunda terlalu lama, pertimbangkan matang** mana yg lebih prioritas & membawa banyak kebaikan bagi diri dan juga orang sekitar. Ingat masa muda hanya sekali, pergunakan sebaik mungkin untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang dulu pernah tertulis di dalam buku diary.
tak ada anak yg bisa memilih mau terlahir dari rahim ibu yg mana, atau dididik oleh ayah yg seperti apa, maka kesadaran diri setiap calon orang tua sangatlah dibutuhkan. perjuangan kita di masa muda, bergelut dengan berbagai kegiatan, merantau di negeri orang, kesana kemari melamar pekerjaan, lanjut pendidikan, menepis perasaan, maju tanpa malu demi hari hari esok yg lebih cerah adl hadiah terindah untuk anak-anak dimasa depan. suatu saat hal tsb akan menjadi dongeng penuh makna yg akan kita ceritakan dengan bangga pada mereka bahwa "ibu dan bapaknya pernah berjuang sekeras itu di masa muda" :)
so, semangat anak muda. semangat pejuang masa depan. Jangan mudah menyerah. Jangan lengah. Jangan galau. Sayang, nanti durasi waktu berjuangnya habis. ingat tidak semua datang tepat waktu sesuai yg dimau, tapi percayalah bahwa semuanya akan datang di waktu yg tepat bersama orang yg tepat dengan cara yg terhormat.
10 notes · View notes
chocolatosdingin · 17 days ago
Text
Untuk Anindya. (5)
Seperti semesta, kamu adalah hal terbaik yang pernah aku dapatkan.
Nduk, anakku sing ayu dewe.
Kami memberimu nama Anindya, dengan harapan semoga kamu menjadi perempuan pemberani.
Itu salah satu doa yang kami selipkan sejak kamu lahir. Semoga menjadi perempuan yang berani berteriak lantang saat sesuatu yang salah terjadi. Perempuan yang berani memilih setiap kebaikan untuk dirimu sendiri.
Anindya.
Kamu adalah doa-doa, dan cinta yang tak pernah surut, dimana kebahagiaan lahir dengan tulus.
Begitulah adanya.
Aku menulis ini ketika kamu terlelap. Di malam yang sedikit gerah karena hujan tak kunjung turun.
Nduk, selamat ulang tahun.
Tahun ini mungkin masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada perayaan besar-besaran, selalu kita bertiga; kamu, bunda dan ayah. Tahun ini kamu lima tahun, Nduk. Cepat sekali, ya?
Tahun ini kamu sudah mulai bersekolah. Di TK favorit di tempat kita tinggal. Aku kira kamu akan kesulitan beradaptasi, karena entah kenapa kamu selalu tidak suka saat bertemu orang baru. Tapi ternyata salah. Sejak hari pertama sekolah, kamu begitu mudah berbaur dengan teman-temanmu. Bahkan kamu sangat berani tanpa harus ditunggui. Alhamdulillah, terima kasih ya, Nduk.
Selain mulai sekolah, kamu juga mulai mengaji. Terhitung sejak bulan Juli hingga hari ini, kamu sudah masuk jilid 2. Padahal kamu tidak rajin datang, —karena satu dan lain hal, kamu jadi sering ijin tidak masuk. Bisa sampai seminggu malah. Alhamdulillah ya, Nduk. Kamu sangat hebat.
Terima kasih ya, Nduk. Sudah banyak bersabar dengan segala kurangku.
Ada kalanya mengasuhmu menjadi bagian berat, ada masa di mana aku ingin libur sejenak. Rasa-rasa manusiawi, karena pada dasarnya aku manusia biasa. Tapi itu hanya perasaan sesaat yang bisa kusisihkan. Kamu perlu tahu, bahwa aku selalu bersyukur dengan adanya kamu. Kamu hadiah yang kerap kuminta dalam doaku bertahun-tahun yang lalu. Iya, aku yang memintamu.
Nduk, kelak, ketika dunia sedang tidak baik padamu. Kamu harus ingat. Ada aku dan ayahmu yang selalu siap sedia mendengarkanmu. Kami akan menjadi batu karang untukmu. Meski tanpa dikatakan pun memang seharusnya kami seperti itu.
Saat menulis ini, perasaanku tak karuan. Kamu harusnya ingat, hari ini menjelang acara 40 harian Uti. Selepas Uti pergi, perasaanku campur aduk.
Harusnya aku bersedih, tapi entah kenapa justru rasa lelah yang mendera. Sampai hari ini pun, rasa lelah itu masih ada. Entah tubuhku yang lelah atau hatiku. Aku mengatakan ini karena kupikir kamu penasaran kenapa aku kerap marah-marah. (Dalam hal ini, apapun alasanku tidak membenarkan tindakanku yang suka marah-marah.)
Maaf ya, Nduk. Rasanya memang sungguh berantakan. Aku kerap mempertanyakan, apa yang harus aku lakukan?
~
Karena tulisan ini jadi berubah haluan, maka mari kembali pada inti tulisan.
Sekali lagi, selamat ulang tahun, Nduk.
Terima kasih sudah lahir menjadi anakku, menjadi temanku, menjadi yang paling cinta. Aku sungguh berterima kasih padamu, pada Gusti Allah yang menitipkanmu padaku, juga pada ayahmu. Kamu satu-satunya cintaku, hal paling berharga yang kupunya sekarang.
Doaku selalu mengiringimu; semoga Allah jaga dirimu dengan sebaik-baiknya penjagaan, Allah berkahi setiap urusanmu. Semoga Allah jadikan kamu anak yang sholihah, baik hati dan budi, bahagia, sehat, pintar dan selalu mengamalkan hal-hal baik. Semoga kamu dikelilingi orang-orang baik. Semoga duniamu selalu menyenangkan. Semoga kami dimampukan mencukupimu; hingga kelak kamu dewasa. Semoga usia kami sampai hingga kita menua bersama. Aamiin.
Sekali lagi, selamat ulang tahun ya, Nduk. Anakku, permata hatiku.
Kami mencintaimu.
Pontang, 7 Oktober 2024.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
3 notes · View notes
ceritasiolaa · 8 months ago
Text
Time Flies to Fast
Waktu cepat sekali berlalu. Rasanya baru kemarin duduk dibangku sekolah dasar, mengikuti lomba cerdas cermat pengetahuan umum, diantar-jemput oleh orang tua pergi ke sekolah, menunggu uang saku bertambah jika naik kelas, ditambah lagi menunggu hadiah dari orang tua jika berhasil juara kelas atau mendapat kejuaraan lomba sekolah lainnya.
Hari-hari penuh dengan bermain dan bercanda dengan teman sebaya, belum ada memikirkan apa yang dipikirkan oleh orang-orang dewasa.
Dulu, kalau mau pergi ke sekolah sering kehilangan kaos kaki sebelah mendadak. Tapi hebatnya, mama bisa menemukannya dengan cepat.
Dulu, kalau mau pergi ke sekolah harus wajib sarapan pagi. Bahkan mama selalu menyediakan susu atau teh di meja makan. Kalau kesiangan bangun, saat pakai sepatu pun masih sempat-sempatnya mama menyuapi makan. “Harus ada isi perut!” ucapnya buru-buru menyuapi.
Dulu, kalau bingung sama PR dari sekolah, ayah si jenius sains selalu jadi tempat aku bertanya. Nilai PR ku selalu bagus. Bahkan aku diledekin abang sendiri, “Itu sih yang sekolah ayah, bukan kamu”
Dan banyak lagi dulu-dulu lainnya.
Sekarang? Masa sudah berubah, aku sudah dewasa dan punya kehidupan sendiri. Namun seorang anak tetap lah menjadi ‘anak’ di mata orang tua nya, bukan?
Untuk mengenang semua itu, aku berusaha untuk selalu mengabari mereka.
Dan nanti, aku akan meneruskan hal-hal baik yang mereka terapkan kepadaku untuk anakku kelak. InsyaAllah.
9 notes · View notes
matapelangi · 19 days ago
Text
Pertemuan yang mendalam, pertanyaan yang di jawab kontan.
“Apapun yang menjadi takdirmu akan mencari jalan menemukanmu” Ali Bin Abi Tholib
Bulan oktober sepertinya Allah ingin memberiku pandangan yang lebih luas lagi. Terhitung sampai saat ini mungkin lebih dari 10 orang baru yang Allah pertemukan denganku. Pertemuan yang tidak ku sangka ini mengantarkan diskusi, renungan yang mendalam, dan bisa jadi jawaban yang ku cari-cari.
Pertama, suatu waktu berkesempatan ngobrol dengan ketua yayasan sekolah Islam, dimana setiap orang yang menyekolahkan anaknya pastilah orang yang mampu, karena yayasan itu terkenal mahal. Tapi mirisnya ternyata gaji guru masih sama dengan guru-guru honorer di sekolah negeri yang bahkan bekerja sudah 3 tahun saja masih di angka 1 juta. Padahal kalau di pikir sekolah itu full day sampai sore, tapi gurunya hanya di gaji segitu? Sungguh aku tidak habis fikir. Gaji guru sedikit, nakes juga ngeluh gajinya nggak cukup, lalu gaji yang banyak itu pekerjaannya apa?? Ternyata di sekitarku orang-orang berseragam terkadang jauh di bawahku terkait gaji. Tapii mereka lebih dibanggakan oleh lingkungan hingga tidak mau melepas seragamnya padhaal bisa bekerja yang gajinya lebih mencukupi.
Kedua, ketika tanya-tanya mbah-mbah di pasar. Kenapa jam 10 sudah pada tutup, ternyata jawabannya bikin nyesek. “Ya ke pasar cuman jenuh di rumah, biar ketemu teman, syukur kalau ada rezeki. Karena zaman sekarang barang 8 ribu aja di online kan, tukang sayur sudah sampai pelosok-pelosok. Jadi di pasar sepi begini, belum tarikan pajaknya”. Aku yang seketika mendengar langsung membatin “Ya Allah. Maafkan aku yang semua-mua barang beli online, tidak pernah berfikir sejauh itu dampaknya untuk warga desa yang gaptek dan menyebabkan ekonomi ini tidak terputar”
Ketiga, ketika sholat Dzuhur di masjid kantor kebetulan ngobrol dengan pemilik masjid yang sudah sepuh, kira-kira usia 70an tahun dan janda sejak usia 48 tahun. Tiada angin tiada hujan tiba-tiba beliau bilang gini “Mbak, semoga sedikit nanti gajinya bisa banyak ya. Kerja perempuan itu sebenarnya biar bisa mandiri, soalnya anakku semenjak nikah ngelarang istrinya bekerja. Padahal istrinya tak suruh kerja karena biar dia punya pengalaman, pikirannya luas, sosialisasinya baik, paham situasi luar, pinter dapat penghasilan, gapapa sedikit-sedikit dan terpenting tidak bergantung sama suami meskipun mungkin bisa di cukupi. Karena pasangan kita itu tidak selamanya, dulu pas aku di tinggal suami dan harus ngurus anak kuliah sampai nikah ya harus bisa”.
Degggg… Aku seperti tertampar angin tornado di siang bolong, belum lama aku mengeluh ingin berhenti bekerja, ingin fokus mengurus rumah malah dapat nasehat seperti itu. Tapi kalau dipikir-pikir benar juga, ya meskipun cita-citaku ibu rumah tangga dan full time mom, aku tetep akan mandiri dalam finansial. Entah itu freelancer atau bisnis sampingan.
Keempat, aku bertemu kepala Toko yang usianya tidak jauh beda. Kita menceritakan berbagai pengalaman suka duka anak kuliah yang memilih beda jurusan. Kita juga mendiskusikan tentang tantangan menjadi perawan tua yang kata tetangga usia 25 tahun ke atas belum nikah itu aib. Hal yang menarik adalah mentalnya yang kuat membuat tetangga-tetangganya pada ketakutan, bahkan dia pernah membalas omongan orang yang nanya nikah dengan jawaban mending belum nikah daripada hamil duluan. (Orang yg nanya adalah yang anaknya hamil duluan) kalau boleh jujur mungkin sekitar 5 orang sekitarku hamil di luar nikah. Awalnya aib, tapi sekarang biasa aja.
Oh iya aku salut sama temanku yang kepala Toko tadi, meskipun daftar ke instansi tidak keterima-keterima, bahkan orang tuanya pernah mau ngasih sesuatu ke pimpinan (semacam hadiah atau minta bantuan ordal agar anaknya bisa masuk). Ia tetep kekeuh dan bilang ke ortunya “Pak rezeki itu ga bisa di tukar, udah kalau gak keterima ya gak usah keterima jangan di paksa. Takutnya aku keterima di tempat yang bukan tempatku dan bukan rezekiku” lagi-lagi aku trenyuh dengan fikiran dewasanya.
Itu dulu ringkasan pertemuan-pertemuan kali ini, mungkin sebenarnya masih banyak tapi entar di lanjut lagi yaa. Sekali lagi terimakasih Ya Allah, akhir-akhir ini aku melamunkan banyak hal termasuk takdir-Mu yang kurasa tidak pernah berpihak kepadaku. Tapi sekali lagi Engkau selalu menunjukkan pelajaran dari berbagai cara.🥹
-ssn
5 notes · View notes
ameliazahara · 11 months ago
Text
Sekolah S1 dan S2 bedanya apa?
Baru tau kalau ‘hidup tuh demikian’ setelah terjun ke dunia kerja. Setelah terjun ke dunia kerja, ternyata ada banyak kampus yang akreditasinya beragam, dan jauh banget dari standar yang selama ini dijalani. Sekolah pun sama, diri baru tau kalau ternyata ada sekolah dengan akreditasi yang tidak setara juga—yang jauh banget dari standar yang dipahami selama menjalani masa-masa sekolah.
Selama masa pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga jenjang magister, alhamdulillah mendapatkan pendidikan di sekolah yang grade-nya kelas menengah ke atas di tingkatannya. Tentu, di sekolah tersbut diisi oleh beragam orang dari berbagai wilayah dan kalangan, dan juga dengan kualitas guru yang alhamdulillah mumpuni. Dari hal ini diri akhirnya terbiasa menghadapi persaingan dengan berbagai orang dengan kelas yang setara.
Alhamdulillah bisa merasakan jadi mahasiswa yang kuliah di kampus negeri terbaik Aceh, yang bahkan kampus S1 dan S2 akreditasinya sama-sama unggul saat ini, bahkan sekarang termasuk kampus PTN-BH juga.
Balik lagi, yang mahal dari pendidikan itu adalah lingkungannya.
Atas dasar apa yang diterima, diri berupaya mewariskan itu ke anak-anak kelak. Semoga mereka bisa merasakan hadiah pendidikan terbaik yang bida diberikan.
Saaat ini, diri bekerja di kampus yayasan pemda, dan tempat kerja yang sebelumnya merupakan kampus yayasan pribadi, yang kedua-duanya adalah kampus swasta. Di kampus yayasa pemda ini, diri tidak bisa menafikan kalau kampus ini adalah suatu yang sentral banget di kota ini. Kampus ini terbiasa terlibat atas sesuatu yang buka porsinya, tapi bisa memberi benefit bagi berdirinya institusi tercinta. Terlbiat politik harus siap. Terlibat sasaran-sasaran dari berbagai sisi harus bersiap juga. Beruntungnya menjadi bagian dari institusi insyaAllah bisa mengangkat reputasi diri.
Visi-misi dan sumber dana adalah dua hal yang menjadi indikator penting dari berbagai institusi pendidikan tinggi di daerah. Hal ini mempengaruhi kinerja dan pada siapa tunduk diberikan. Bahkan, cara mereka menghasilkan lulusannya juga tergantung pada kebijakan dan kepentingan institusi. Apapun itu, segala gap yang terjadi merupakan suatu yang tidak perlu dipermasalahkan karena semua punya dalih demi kepentingan bersama.
Diri menyadari kalau apa yang dijalani dulu dan apa yang kini dihadapi adalah dua kelas yang tidak setara, jika dikomparasikan pun akan tetap tidak sebanding. Jadi, sebagai karyawan diri bertugas menjalankan apa yang diembankan, ikut aja gimana aturannya, selagi rejeki yang dihasilkan halalan tayyiban.
Beberapa waktu lalu di time line twitter nemu tweet ini yang sampe di repost ulang.
Tumblr media
Tumblr media Tumblr media
Tulisan ini terinspirasi dari thread tersebut. Bahwa ternyata banyak yang juga menyadari bahwa grade dari pendidikan menentukan banyak hal di kemudian hari. Diri juga menyadari kalau, berproses itu selalu membuahkan hasil yang tidak sama pada setiap orang. Tempat di mana kamu ditempa dengan prosesmu juga penting banget. Relasi yang menemani dan menjatuhkanmu di masa berproses juga penting. Karena kelas kehidupan diterpa sejak di masa ini.
Jika diibaratkan dengan rumah, jenjang S1 itu seperti pondasi, ini penting banget. Jenjang S2 atau pun S3 adalah yang menjadikan indah rumahnya. Tanpa pondasi yang kokoh, jika terjadi bencana gempa bumi maka bangunan tidak akan bertahan juga. Atau seindah apapun tampilan luar, jika pondasinya tidak kuat maka bangunan tersebut akan rapuh juga.
Penting banget untuk menentukan pendidikan S1 hendak ke kampus mana. Jangan asal menentukan. Karena pondasi diri kedepannya bahkan di dunia kerja, diterpa sejak pendidikan S1.
Pentingnya pendidikan itu bukan dibagian gelar atau ijazahnya, bukan dibagian keren cover luarnya saja. Bahkan diri begitu terkejut ketika tau ada dosen lulusan S2 yang ga tau value dari pendidikannya. Anehnya, dia masih merasa tidak berdaya, dia merasa tidak bisa memberi kontribusi apapun. Lha, selama sekolah S2 ga diajarin gimana harusnya sebagai lulusan S2? Padahal kini dia sudah jadi dosen ber-nidn. Setelah nanti kamu jadi lulusan dan menjadi bagian masyarakat, maka kamu wajib survive, wajib mengembangkan dirimu sendiri. Kamu tidak lagi dibimbing seperti ketika dulu sebagai mahasiswa. Itu sebabnya salah satu tujuan pendidikan adalah memberikan problem solving.
Jangan heran ketika nanti di dunia kerja bertemu karyawan yang titelnya banyak tapi kerjanya ya B aja.
Walau nanti di dunia kerja, yang pintar dan memiliki kapabilitas, akan kalah dengan mereka yang mahir berdalih—berbicara dan punya relasi orang dalam.
Dari pengalaman yang diperoleh, ternyata ada beberapa orang yang merasa bisa memperkuat pondasi dengan memperindah tampilan luar sebuah bangunan. Lha gimana? Jadi mereka yang merasa kurang percaya diri dengan pendidikan S1 nya berusaha mencoba untuk lanjut sekolah ke jenjang yang lebih tinggi lagi di kampus ternama dengan dana dari orangtua yang mumpuni. Mungkin mereka merasa dengan pendidikan lebih tinggi dari yang lain mereka bisa merasa lebih unggul dan lebih percaya diri. Ini adalah hak masing-masing orang.
Kok diri seperti iri ya? Bukan. Tapi poin pentingnya adalah, bangun pondasi yang kokoh dulu, jika pondasi sudah kokoh, mau kerja di masa saja, walau lulusan S1 atau apalah, insyaAllah akan tetap berhasil dan berjaya. Yang terpenting itu kapabilitas dan bertahan.
11 notes · View notes
pabrikpercetakanalquran · 5 months ago
Text
Tumblr media
https://www.facebook.com/share/p/z5CpMpQZ2NdNfT9f/
DISKON Khusus Al-Qur'an untuk Anda!
Apakah Anda sedang mencari Al-Qur'an berkualitas untuk keperluan pribadi, hadiah, atau untuk dijual kembali? Pabrik Percetakan Al-Qur'an adalah solusi terbaik untuk Anda! Kami menawarkan berbagai jenis Al-Qur'an (Alqur'an saku, Alqur'an terjemahan, Alqur'an tajwid, Alqur'an hafalan, Alqur'an untuk anak-anak, serta Alqur'an custom untuk instansi, perusahaan, sekolah, dan pesantren sesuai selera Anda) dengan harga terjangkau dan kualitas unggul.
Jangan lewatkan kesempatan untuk mendapatkan DISKON khusus bagi setiap pembelian Al-Qur'an di tempat kami.
Hubungi kami segera di 0822-6472-1535 untuk informasi lebih lanjut dan nikmati penawaran istimewa ini!
Pabrik Percetakan Al-Qur'an - Solusi Terlengkap dan Termurah untuk Kebutuhan Al-Qur'an Anda
Temukan Al-Qur'an pilihan Anda dengan harga terbaik hanya di Pabrik Percetakan Al-Qur'an!
2 notes · View notes
lamyaasfaraini · 11 months ago
Text
Unexpected Friday. Fiuh~
Semakin mendekati bagi raport hawar2 libur semakin kuat ya bunnn.. Feeling ngga banyak yg masuk sekolah bener bgt haha. Sepi bgt deh sekolah, udah mah anak SD nya libur kan. Yg bolos bnyk, lantas knp kami rajin amat yak wkwk. Tadinya mau nengok dyra sih kemarin ngga jadi, jadinya hari ini.
Anter dulu nemo, taunya yg masuk cuma 8 org wkwk bahkan wali kelasnya ngga masuk cuy, krn ambil raport anaknya. Jd cuma sama guru pendamping, bu Dina. Yaudahlah sesuai planning kemarin kita jenguk dyra, jadinya mama zoey dan fatih kami bertiga lsg hunting makanan buat dyra, ke primarasa beli puding cake sama ke griya beli buah2an. Cussss aja ke rumah dyra. Baru tau rumahnya ruko gt pinggir jalan rajawali bgt lohhh berarti dr dulu sering lewat dong wkwk. Dyra, yaampun kasian masih celong dan lemes huhu, semoga lekas sembuh nak, menyambut liburan dgn sehat dong yaa!
Tumblr media
Gakerasa sih kalo sama mama2 yg ngobrolnya sefrekuensi mah ngadon ngobrol lama, pdhl wkt kita mepet mana salathree bingits wkwk. Anak2 keluar jam10 pulaa. Set10 baru cusss lg tadinya mau skip nyari sarapan taunya ada kupat tahu menggiurkan dkt halteu, yaampu 10 menit anak2 keluar kita malah mampir haha. Makan dgn buru2 kumaha atuda lafarrr emak2 teeh gustii.
Makan dengan buru2 literally (pake time lapse wkwk)
Tumblr media
Yaa jadinya kita telat 10 menit memang. Dah aja jemput dan pada pulang. Tiba2 Bu Dina blg sama aku, januari mau hijrah ke Palembang lanjut sekolah, jadi nnti pas anak2 masuk sekolah lg Bu Dina udah ada. Looohhh ya kaged dong, mendadak bgt si ibu teeeh ujug2 pindah weehh huhu, nanti anak2 gmn dong bu, kasian udah pada sayang sama ibu.. Yahhh sedih yaa tp mau gmn lagi life must go on. Kita doakan yg terbaik buat Bu Dina..
Derrrr aja announcement di grup Ortu A1, kita diskusi ngasih kenang2an buat Bu Dina, pusing deh tuuhh dadakan gini dan jg menyesuaikan budget uang kas yakaan. Saran sih ngasih tas/dompet/card holder. Tp bingung kan siapa yg mau hunting jg, akupun udah ada dirumah.. Tp penasaran jg pgn hunting ke pvj, kan lg bnyk end year sale tuh mudah2an rejeki.. Dahlah tanpa babibu, abis dzuhur aku sama nemo ke pvj. Sekalian jg mau beli kado buat anaknya buaci, ponakannya ibu. Tgl 25 ultah.. Sambil hunting 2 kado berarti, 1 kado buat anak buaci dpt, lanjut nyari buat Bu Dina.. Ingaaatttt menyesuaikan budget, jgn yg mahal tp keliatan mahal hahaha. Nemu laah di Sogo disc sampe 60-70% beuuhh. Sambil nunggu diskusi di grup kami isin perut dulu, report foto ke ayahnya
Tumblr media Tumblr media
Banyak bgt, makan segitu berdua kekenyangan..
Akhirnya udah deh dibeli hadiah buat Bu Dina, dpt jg alhamdulillah~ semoga suka ya Bu dan jg kepake, kalo pake ini semoga inget sama anak2 A1 dan buibunya huhu..
Tumblr media
Sambil nunggu dijemput ayah, pengen foto suasana natal cenah haha. Gadizkuuuu dah kaya abegeee ah
Tumblr media
Meanwhile bungkusin kado dirumah buat anaknya buaci yg udah umur 11thn, umur tanggung suka bingung ngasih kado apa.. Mudah2an suka kadonya yaa.. Bungkusin kadonya yaa yg biasa aja sebisanya aku gabisa di aneh2in wkwk. Btw lucu kertas kadonya ada glitter2nya unccchh..
Tumblr media
4 notes · View notes
gdsmonoton · 9 months ago
Text
Tumblr media
Ruang Di Sudut Pikiran (21)
- Seribu Tahun Berlalu pun, Ayah Tidak Akan Pernah Kulupa -
Dahulu aku sering merajutkan kalimat tentang bagaimana aku menyayangi Ibuku, tapi aku sangat jarang menulis perihal bagaimana aku menyayangi Ayahku.
Kali ini, aku akan menuliskannya. Sedikit saja, meskipun dipertengahan mungkin aku akan menangis karena tembok bernama 'gengsi' di antara kami berdua begitu tinggi dan kokoh.
Terlampau sering melihat dari sudut pandang diriku yang marah, aku hanya mengingat bagaimana Ibu terlalu hebat agar terus bisa berdampingan dengan Ayah. Aku kecil yang selalu dibuat takut dengan Ayah, membuatku begitu marah dan tumbuh hanya dengan peduli pada sudut pandangku yang melihat ia begitu buruk (terlebih dalam perkataan dan emosinya)
Beranjak dewasa; ketika aku mulai mencoba berdamai dengan segala runyam, aku kembali menilik masa kecilku dengan Ayah.
Ayah pemilik kendi kata yang sangat sedikit, senyumnya begitu langka, dan yang paling sering membuat aku mendumal adalah: ia tidak pernah tahu cara mengapresiasi keluarganya.
Sejujurnya, aku banyak menelan rasa sakit dari perlakuan atau perkataan Ayah, tetapi mungkin jika dipikir ulang; tak sebanding atau setidaknya sama dengan apa yang dulu Ayah rasakan.
Biar hari ini akan kusembuhkan satu persatu dengan 10 alasan kenapa seribu tahun berlalu pun, Ayah tidak akan pernah kulupa:
1. Ayah adalah satu-satunya yang rela bermain denganku sepulang ia kerja atau di hari libur. Menawari diriku untuk bermain pahlawan kecil berkuda, ia menaruhku di atas punggungnya dan kami akan bermain peran.
2. Ayah tidak pernah sekalipun absen dalam mengabadikan masa kecilku. Pertama kali aku dapat berjalan, saat aku makan, saat aku mendapatkan mobil mainan pertamaku, bahkan saat aku menangis karena kami sekeluarga batal pergi melihat danau sebab teman kerja ayah datang ke rumah. Ia bahkan menuliskan keterangan manis di setiap foto-foto yang ia ambil tentangku.
3. Walaupun kalimat Ayah terlalu kasar ketika bertengkar dengan Ibuku, dan ia terlalu menyakiti saat mengkritik diriku, tetapi dia adalah orang pertama yang berkata bahwa ia merindukanku saat aku menginap beberapa waktu di rumah nenek seorang diri.
"Ayah lihat foto kecil kamu di lemari, eh masa ayah kangen."
Itu terjadi saat aku masih usia sekolah dasar, tentunya.
Lalu hubungan kami semakin mengering, jarang terhujani dialog meski sederhana hingga akhirnya aku dewasa.
4. Ia yang tidak pernah berkata: "Ayah sayang kamu", tetapi selalu berusaha menyalurkan kasih sayangnya dengan menjemput diriku yang berkuliah di Ibu Kota, satu jam empat puluh menit dari tempat aku tinggal.
5. Ayah adalah orang pertama yang menulis di akun pribadinya bahwa ia merindukanku (lagi),di hari pertama aku masuk boarding school.
6. Ayah tidak perna memahami bagaimana cara mengatakan: "Hebat, terima kasih kakak sudah berusaha", tetapi ia selalu mencoba mendukung apapun yang merupakan hobiku dengan memfasilitasinya, membelikan apapun yang ia bisa dan ia tahu berkaitan dengan hobiku.
7. Kerap kali aku menangkap ia bertengkar dengan Ibu, tapi aku juga begitu memahami bahwa sebenarnya ia sangat menyayangi Ibuku. Ayah membawa kami pergi makan malam di luar setiap Ibu berulang tahun dan mencoba memberikan hadiah pada Ibu, meskipun sangat sederhana.
8. Ayah adalah Ayah. Ia tidak pernah tampil bagai malaikat hanya untuk menyenangkan kami. Ia tampil apa adanya, sesuai apa yang memang menjadi karakternya yang terbentuk dari masa kecilnya. Dan aku mulai sangat menghargai hal itu.
9. Karena Ayahku adalah Ayah.
10. Karena Ayahku adalah Ayah.
Mungkin beberapa hal lain membuat aku kesal, marah, dan sedikit trauma. Akan tetapi, beberapa hal lainnya membuat aku bersyukur memiliki Ayah seperti Ayah.
Aku sadar, ayah sudah berusaha semampu yang ayah bisa. Tidak ada sekolah untuk belajar menjadi Ayah, sementara Ayah memiliki masa kecil yang cukup berat.
Jadi, seribu tahun berlalu pun, aku akan selalu bersyukur menjadi anak Ayah (akan lebih berusaha bersyukur dibanding tahun-tahun sebelumnya)
Seribu tahun berlalu pun, ayah tak akan pernah kulupa.
-gdsmonoton.
3 notes · View notes
sadyah99 · 10 months ago
Text
Naratif Literasi
Saya baru mengenal istilah literasi sewaktu duduk di bangku kuliah. Selain karena ada mata kuliah literasi yang kami ampu, kampus kami cukup aktif dalam kegiatan pembiasaan literasi. Namun dalam praktiknya saya gemar membaca jauh sebelum itu, tepat sebelum duduk di bangku sekolah dasar. Saya sudah bisa membaca dan menghabiskan berbagai macam bacaan seperti cerita rakyat dan bacaan anak-anak lainnya. Hal tersebut tidak luput dari kontribusi mama yang sangat telaten mengajari anak-anaknya membaca disela-sela kesibukannya berjualan. Mama adalah teladan bagi saya untuk banyak hal. Sejak kecil saya terbiasa melihat mama membaca beberapa majalah favoritnya seperti majalah Kartini, Femina, dan beberapa buku bacaan lainnya. Ia membelinya ketika berbelanja di supermarket. Sampai sekarang saat senggang beliau mengisi waktunya dengan membaca. Saya pun memiliki majalah favorit yaitu majalah Bobo. Tak selalu dibelikan tiap edisi majalah tersebut, tetapi saya selalu bisa membacanya karena sahabat semasa kecil saya berlangganan majalah Bobo dan suka meminjamkannya. Tak hanya itu ia juga sempat menghadiahkan buku cerita jenaka Abu Nawas. Saya sangat bersyukur diberikan keluarga dan sahabat-sahabat yang sangat mendukung kegemaran saya.
Selain mama, ada bapak yang selalu membelikan beberapa buku bacaan tiap kali ada pekerjaan keluar kota. Tak lepas dari ingatan ketika bulan ramadhan, bapak membelikan buku The Best Stories of Quran yang menceritakan kisah-kisah nabi. Buku itu cukup tebal untuk dibaca anak berumur 5 tahun namun saya menghabiskannya dalam sehari. Bisa terlihat sesuka itu saya dengan membaca. Sampai masuk SD saya selalu suka membaca buku-buku pelajaran, RPUL dan buku-buku bacaan diperpustakaan apalagi yang berwarna, sangat menggugah untuk anak-anak seperti saya. Tapi sejujurnya ketika dewasa bacaan berwarna yang memanjakan mata itu masih terlihat menarik. Tak hanya membaca, saya juga gemar menulis seperti mengarang cerita pendek salah satunya cerita tentang desa mama yang kita datangi saat liburan semester di daerah Tuban yaitu desa Wonosari yang saya tulis saat kelas 5 SD. Ketika melihatnya lagi saat sudah duduk di bangku kelas 1 SMP ternyata karangan yang saya tulis sudah cukup baik.
Pada pelajaran Bahasa Indonesia saat SMP guru saya memberikan hadiah bagi siswa yang memiliki karangan pengalaman terbaik dan saya mendapatkannya. Tak hanya itu, guru pun memuji dengan mengatakan bahwa penulisan dalam karangan yang saya buat sangat bagus. Dibangku SMP saya semakin suka membaca dan buku-buku koleksi semakin banyak. Sedari dulu saya bercita-cita ingin punya perpustakaan kecil di rumah tetapi harapan itu hilang ketika tempat penyimpanan buku-buku kesayangan saya diserang rayap. Saya pun sudah tidak bersemangat lagi untuk menyimpan buku dan lebih memilih menghibahkannya ketika selesai membaca.
Kebiasaan membaca masih terus berlanjut tetapi menulis tidak lagi dilakukan. Saya sangat menyukai novel bergenre fantasi seperti novel Hujan, Matahari, Bulan, yang dikarang oleh Tere Liye, dan novel lain yaitu Dear Nathan, Dilan dan sebagainya. Semakin bertambah umur genre bacaan saya semakin beragam dengan menyukai bacaan motivasi untuk pengembangan diri salah satunya buku-buku yang ditulis oleh Wirda Mansur. Saking senangnya dengan buku, saya juga sempat menjual buku dan ternyata lumayan banyak peminatnya apalagi Novel yang sedang tren dikalangan kawula muda apalagi anak SMA. Saat SMA pun saya mendapat hadiah perpisahan dari teman dekat saya berupa buku juga.
Beranjak di bangku kuliah saya tak lagi sempat membaca buku karena bingung mengatur waktu. Waktu senggang yang berkurang membuat saya enggan meluangkan waktu untuk membaca karena dahulu saya terbiasa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk membaca. Namun saat semester akhir saya mulai kembali membaca dengan genre bacaan pengembangan diri. Awalnya karena kebutuhan tetapi seiring berjalannya waktu saya mulai terbiasa dan mampu membagi waktu untuk membaca. Tak lagi menggunakan buku fisik, saya berlangganan e-Gramedia. Selain menghemat pengeluaran e-Gramedia juga lebih efisien dibaca dimana saja. Akan tetapi, aroma khas buku fisik masih menjadi juara.
Sampai sekarang literasi tak lepas dari kehidupan, apalagi profesi pekerjaan guru ini selalu terlibat dengan literasi. Setelah mengikuti mata kuliah Literasi Lintas Mata Pelajaran khususnya pada topik membuat cerita narasi, tanpa sadar saya mengasah kembali keterampilan menulis. Untuk menulis cerita ini saja butuh waktu berhari-hari untuk mengumpulkan niat, mencari ide rangkaian kata yang sesuai sekaligus mengingat memori beberapa tahun silam. Ternyata cukup sulit untuk membuat tulisan yang menarik dan mudah dipahami pembaca.
3 notes · View notes
kanyaslsbl · 1 year ago
Text
#1
Murid-murid perempuan menulis surat dengan tangan mungil mereka di sela-sela aku mengajar, mereka merahasiakannya dariku, saat aku pura-pura tidak mengetahui. Bertanya bagaimana cara menulis “bye” dalam Bahasa inggris, aku jawab saja “by” karena aku pikir mereka menulis surat tanpa mengetahui Bahasa inggrisnya “dari”. Aku agak sedikit menyesal setelah tahu bahwa maksud mereka adalah “bye” selamat tinggal, yang akhirnya mereka tulis dengan kata “by”. Mereka bilang, aku adalah ms dan guru terbaik, entahlah itu hanya kata-kata pemanis yang mungkin mereka lontarkan kepada semua guru, tapi itu sudah cukup membuat relungku terisi. Hati mereka masih polos dan bersih, tak mungkin aku balas dengan perasaan yang juga tak tulus.
Seorang murid laki-laki kemudian berkata padaku “Ms, tau kan apa yang lagi mereka siapkan?” ucapnya sambil mencondongkan tubuhnya ke arahku. “Hmm gak tau” jawabku asal sambil memeriksa buku modul anak-anak yang lain. Tiba-tiba ia berkata, “Ms maaf ya, aku gak nyiapin apa-apa”. Aku terenyuh kemudian menatapnya, “Ehh, gak apa-apa araz” ucapku kemudian lanjut menulis di buku. “Kalian belajar sama miss, bagi miss itu hadiah kok” aku terdiam. “Hadiah dari araz, araz jadi anak yang sholeh, ya?” ucapku sambil tersenyum menatapnya. “Aamiin” ucapnya sambil cengengesan.
Saat pulang sudah tiba, aku memberikan arahan pada semua murid untuk merapikan serta membereskan meja setelah belajar. Aku menghapus papan tulis, lalu araz menghampiri, “sini miss, aku hapus”, aku tersenyum lalu memberikan penghapus tersebut. Tubuhnya yang mungil tidak mampu meraih beberapa tulisan cukup tinggi untuk ia hapus. Aku terkekeh, “Coba araz hapus yang ini” ucapku sambil menunjuk tulisan tersebut. “Bisa, kok” ujarnya setengah berteriak sambil melompat-lompat. Aku hanya terkekeh, lalu pergi membiarkannya berusaha, kemudian kembali lagi untuk mengecek hasilnya. Bagus, semua terhapus.
Semua sudah berbaris, berdo’a, lalu mengucap salam. Aku memberikan ucapan terima kasih dan permohonan maaf. Tiba-tiba seorang murid laki-laki lainnya berteriak “Tunggu miss!” “Miss tunggu!” sambil merogoh sesuatu dalam tasnya, aku hanya tersenyum “Iya, iya, belum kok. Nanti kita mau salam-salaman dulu”. Setelah semua siap akhirnya kita melakukan ritual perpisahan seperti biasa saat pulang sekolah. Bedanya, kali ini mereka memberikan selembar kertas, amplop, maupun permen setelah salim padaku. “Miss ini buat miss, nanti dibaca, ya” ucap murid-murid perempuan. HIngga tiba pada murid laki-laki yang beberapa waktu lalu merogoh tas. Rupanya ia memberikan dua buah kartu pokemon, serta pengserut yang berisi permen di dalamnya. Entahlah dia mengambil barang itu secara sembarang lalu memberikannya padaku karena baru tahu bahwa ini adalah hari terakhir aku mengajar disana atau memang sudah ia siapkan. Walaupun ragu bahwa itu sudah ia siapkan, tapi aku sangat berterima kasih karena kehadiran, serta keaktifannya, suasana kelas sedikit berwarna.
Meskipun mereka hanyalah anak-anak kelas 2 SD. Tapi aku selalu berusaha untuk tidak menganggap remeh setiap perasaan yang mereka tunjukkan serta utarakan. Saat mereka sedih, marah, kesal, kecewa. hal itu bukanlah hal mudah bagi anak seusia mereka. Segala perasaan itu, setara dengan usia yang sedang mereka jalani. Sehingga aku dengarkan satu persatu kata yang keluar dari mulut mereka, aku perhatikan setiap raut wajah mereka. Hanya berharap, bahwa mereka dapat tumbuh menjadi sosok yang percaya akan dirinya sendiri. Tidak menjadi hilang harapan, meskipun kenyataan menjatuhkan berkali-kali. Sepertiku beberapa waktu lalu dan mungkin hingga hari ini.
7 notes · View notes
unlimitedx · 7 months ago
Text
Pembalasan
Cerita ini berlaku pada tahun 2000. Aku ingin menceritakan suatu kisah fantasi, bagaimana aku membalas dendam kepada kakak ipar dan suaminya iaitu biras aku yang selalu mengeji dan menghina kami sepasang suami isteri. Perihal terjadinya sejarah hitam dalam perkahwinanku, maka terjadilah pembalasan ini.
Ceritanya mula begini. Aku berkahwin dengan isteri aku yang bernama Rita atas dasar percintaan, tetapi percintaan kami tidak direstu oleh ahli keluarga isteriku, lalu kami disisih dari keluarga isteriku. Keluarga isteriku adalah golongan berada dan isteriku mempunyai sorang kakak yang bernama Rosni dan suaminya bernama Salleh.
Rosni ni surirumah sepenuh masa, suka berjoli dengan shopping dan amat menyayani Salleh. Manakala Salleh pula ialah seorang ahli perniagaan yang berjaya dan selalu membawa rakan niaganya ke seberang tanahair di sebelah utara untuk kegiatan melobi projek-projeknya.
Kami semua menetap di negeri sebelah utara Malaysia. Aku pula ialah seorang pemandu kepada seorang pegawai polis, tetapi tugas sebenar aku ialah sebagai ahli perisik polis. Tugas aku ini hampir-hampir sama macam ajen MI6 dan tidak diketahui oleh sesiapa pun termasuk isteri aku.
Isteriku dan keluarganya hanya tahu, yang aku adalah seorang pemandu lori, kerana aku selalu bawak balik lori kecil 1 tan. Oleh kerana tugas aku tidak menentu masa dan tempat, maka selalulah isteri aku ditinggalkan di rumah keluarganya. Ini adalah kerana isteriku menganggarkan bahawa aku berpendapatan kecil dan selalu keluar membuat penghantaran di luar kawasan. Tetapi yang sebenarnya aku dan ahli team aku selalu keluar pergi membuat kerja merisik maklumat. Adakala masa off duti, aku akan bersama team aku berbincang di markas kami yang terpencil.
Dalam team aku ni, terdiri dari Raja (seorang India Benggali), Miss Chan dan Satem (darah keturunan Jawa). Kami bertugas rapat dan punyai hubungan dengan pihak Interpol dan juga perisik dinegeri seberang utara (Perisik Thai). Kami juga boleh bertutur dalam pelbagai bahasa dan mahir dalam pelbagai muslihat.
Isteri aku amat menyayangi diriku, dia selalu menyembunyikan keresahan dan kekecewaan hatinya dari pengetahuanku. Takkala pulang dari bertugas aku akan peroleh beberapa hari cuti dari duti dan pada masa itulah aku dapat merasakan betapa manja dan tingginya harapan serta kuatnya merajuk isteriku takkala bermesra denganku, bagaikan tidak mahu melepaskan aku pergi.
Untuk makluman, kami sudah berkahwin selama 2 tahun setengah dan belum beroleh anak. Dari sinilah aku menelah bahawa isteriku ini mungkin dirundung tekanan perasaan. Ahli keluarganya tidak tahu aku bekerja dalam jabatan perisik polis, malah mereka tidak langsung menghormati dan mengindahkan aku. Drebar lorilah katakan.
Malah setiap kali aku menjemput isteriku, aku tidak pun dipelawa masuk. Kalau aku masuk pun, mereka masing-masing menjauhkan diri. Begitulah hinanya pandangan mereka kepada kami berdua. Walaupun, aku punyai pendapatan yang agak lumayan, tetapi aku tidak boleh menunjuknya. Aku cuma menyimpan dan menabung sebanyak mungkin untuk kami berhijrah jauh kelak, selepas aku berhenti kerja suatu hari nanti.
Baiklah, berbalik kepada kisah pasangan ego ini. Rosni ni berumur 37 tahun, punya seorang anak lelaki berumur 16 tahun. Namanya Rizal dan sedang mengaji di sekolah asrama penuh di negeri sebelah utara. Anak lelaki mereka ni sangat miang dan suka mengendap bila balik bercuti. Yang aku hairan, dari manalah datangnya tabiat ini pun aku tak tahu. Ini yang membuatkan aku menyimpan dan memasang kamera perisik di sekitar perkakasan dan barangan hadiah yang ada dalam rumah keluarga isteriku.
Suami Rosni, iaitu Salleh pula berumur 40 tahun, dah masuk alam jantan miang jugak. Orangnya gemuk sikit dan pendek (5’). Manakala Rosni pula, orangnya putih gebu, hidung tinggi, berlesung pipit, berbadan sederhana gempal, potonganya 35D–30–35 dan sedikit tonggek. Tingginya 5’2” dan rupanya seiras artis Dina. Cuma bibirnya sedikit tebal dan berkening halus.
Memang cantik jelita orangnya cuma perangai dan hatinya, cukup dahsyat. Sombong, berego tinggi, suka perli dan mengata orang No.1, cakap lepas dan kedekut. Mata duitan, gemar kepada hadiah dan barang kemas. Dia ni penyayang, lagi manja dan percaya penuh kepada Salleh dan Rizal, anaknya.
Isteri aku pula memanglah cun, kalau tidak masakan kami lari berkahwin di Siam. Potongan badannya 33D-29-34, rendah sedikit berbanding Rosni.
Kisahnya berlaku pada suatu hari, semasa aku pergi untuk berjumpa dengan isteriku, di mana aku terdengar pertengkaran isteriku dengan kakaknya. Aku berada di luar pintu rumah yang tertutup.
Rosni memarahi isteriku dan mengatakan kenapa isteriku gatal memilih seorang lelaki yang bangsat untuk dijadikan suami. Jarang ada di rumah dan selalu menumpangkan isteriku di rumah ibu mereka.
Salleh pula menfitnah aku dengan mengatakan, entah-entah aku sedang berkongkek dengan jalang mana entah, dan isteri aku dituduhnya cuba mengoda dirinya, dan kalau dia berada di posisi isteriku, pasti dia akan pergi mencari jantan lain yang lebih kaya. Begitulah sekali hinanya mereka terhadap aku dan isteriku.
Aku tergamam seketika dan memikirkan bagaimanalah adanya dua orang yang hebat ini (dari segi harta, benda dan rupa) diberi otak yang sebegitu kotor dan jijik, boleh memandang rendah terhadap orang yang lebih kurang dari keupayaan mereka. Bilakah kami mengambil wang atau kebendaan dari mereka. Salahkah jika kami menumpang teduh dan kasih sayang dengan orang yang lebih berupaya.
Seingat aku, kami kerap juga mengeluarkan belanja membayar bil letrik, air dan makan ketika berada disana. Bahkan kami juga membelikan hadiah-hadiah harijadi dan ulangtahun perkahwinan kepada mereka. Aku merasa benar-benar teruja dan kecewa, samentelahlah lagi mendengar dan mentelahi akan isihati isteriku. Takkala aku mengetuk pintu dan memberi salam, mereka semua beredar dan isteriku mendapatkan aku sambil bersendu menangis.
Aku kata, “Sabarlah sayang, anggaplah ini semua sebagai dugaan”. Tapi dibenak hatiku, aku menaruh dendam untuk mengajar mereka akan pengertian peritnya perasan kami berdua.
Aku memaklumkan kepada isteriku bahawa aku kena pergi Ipoh keesokkan hari dan akan pulang beberapa hari selanjutnya. Isteriku masih menangis dan pinta untuk ikut bersama. Tapi aku memujuknya supaya bertenang dan tunggu beberapa hari sahaja lagi dan kami akan selesaikan masaalah ini seterusnya selepas aku pulang nanti. Lama juga barulah isteriku mengalah dan bersetuju.
Kami kemudian keluar makan bersama. Isteriku menceritakan angkara pertengkaran mereka tadi ialah kerana dia mengkhabarkan kepada kakaknya bahawa Salleh meraba tubuhnya. Aku terpaku dan merasa begitu marah dengan apa yang aku dengar. Kalau aku tahu hal kisah ini dari awal tadi, harus Salleh aku belasah cukup-cukup di depan isterinya.
Isteriku menceritakan bahawa Salleh bersentuh tubuhnya semasa di dapur dan cuba meraba buah dadanya. Isteriku menepis dan berlari dari situ lalu berlanggar dengan kakaknya semasa berlalu di muka pintu dapur. Apabila ditanya oleh Rosni, isteriku yang pada awalnya cuba menyembunyi perkara yang berlaku, lalu datang Salleh pula mengatakan isteriku cuba menggodanya. Begitulah jadinya pula cerita, lalu berlakulah pertengkaran dan berhamburnya kata-kata keji dan nista dari mereka berdua.
Aku mengambil keputusan untuk membawa isteriku pulang, tapi risau juga kalau-kalau ada apa-apa terjadi, kerana rumah kami jauh di dalam pendalaman kampong. Lagi risau memikirkan jika Salleh pula datang membuat hal. Aku mencadangkan agar isteriku menginap di hotel, tapi ditolak oleh isteriku.
Rita (isteriku) berkata, biarlah dia pulang dan tinggal di rumah kakaknya. Katanya dia akan berkunci didalam bilik dan akan keluar bila kakaknya ada. Akhirnya setelah isteriku gagah bertegas, aku pun bersetuju, kerana melihat kepada keyakinan beliau yang telah hadir kembali. Bertuah aku mendapat isteri yang kuat lagi berani.
Setelah selesai makan dan beronda aku menghantar isteriku pulang ke rumah kakaknya. Aku terus balik ke markas dan bertemu dengan team aku. Mereka nampaknya mengesan kegusaran diwajah aku, lalu bertanya akan hal berita. Oleh kerana kami berkawan rapat, aku menceritakan hal kisah diriku kepada rakan team aku. Mereka turut bersimpati.
Raja berkata, “Mi, ini tak boleh jadi nih… hang mesti ajar depa ni cukup-cukup”.
Disokong oleh Chan dan Satem.
Satem pula berkata, “Meh… biar aku spy si Salleh nih… nanti A Chan boleh atur strategi…. Hang jangan susah hati…, serah saja Salleh pada aku”.
A Chan pun menyampuk, “Orang macam ni kita kena ajar dia balik… nantilah aku pasang pelacur HIV kat dia, baru dia tau langit tinggi rendah. Kak Ipar hang pun kita bagi dia rasa… tengok macam mana dia nak kata, bila dia tau perangai Salleh disebalik tabir”.
Aku membalas, “Hiihh… tak taulah aku, sekali fikir mau aku lanyak Salleh tu cukup-cukup, tapi apa akan terjadi pulak, jika dia tau siapa aku kelak nanti…”.
A Chan memberi cadangan, “Mi… apa kata kita mintak geng kita di Siam cekop dan pekena si Salleh tuh. Kita upah pelacur-pelacur yang ada HIV positif tuh… suruh depa goda dan buat sex dengan si Salleh. Dia mesti syok punya. Kita rakam movie dia dan kita bagi kat bini dia”.
Raja pula menyampok, “heh..heh… lepas tu, biar aku dan A Chan pergi jemput bini Salleh, kemudian kami bawak dia masuk Siam dan kita bagi kat budak-budak negro yang dok tunggu di border tu kerjakan Kakak Ipar hang…., biaq Salleh pulak rasa bagaimana kalau isteri dia pulak diraba dan dirogol”.
Satem pun tak mahu mengalah, “Sekurang-kurangnya boleh juga kita tau siapa rakan-rakan VIP Salleh nih.. Aku pun teringin nak tengok macam mana orang Malaysia buat seks…Tambah-tambah Kak Ipar hang…. Jangan mareh…ye…”
Aku pun menjawab…“Ish..ish…dasyat betul lah kepala otak kau orang nih. Sungguh ke depan…dan bijak sekali. Terima kasih kerana setia dan bersimpati dekat aku. Tapi…biaq pi lah hal tu dulu…Mai..kita concentrate hal kerja kita…Keh… “Okey?!!…” pinta kepastian dariku.
Team aku pun bersetuju untuk lupakan dahulu topik pekena tadi dan kami terus keluar membuat tugasan rondaan dan intipan.
Selepas aku menghantar isteriku pulang aku pun beredar. Isteriku terus masuk ke rumah sambil melintasi bilik kakaknya. Dia terdengar bunyi orang meraung dan merengek dari dalam bilik kakaknya. Isteriku berfikir, mesti kakak dan abang iparnya sedang berprojek. Tidak senonoh betul depa ni, buat projek tengah waktu magrib.
Dalam bilik isteriku sah terdengar dengan jelas, kakaknya sedang merengek tidak ketahuan hala, sambil bunyi berenyut dan berkerit bunyi gerakkan katil di sebelah biliknya. Setelah beberapa ketika barulah berhenti bunyian di bilik sebelah dan isteriku pun cuba melelapkan matanya sambil memasang pemain cakera dengan talian headphone dikepalanya.
Dekat jam sepuluh, isteriku terjaga dan hendak keluar ke bilik air. Dia cuba mendengar dan mengesan pergerakkan orang dalam rumah tersebut, kerana dia tidak mahu terjebak dengan Salleh.
Setelah dia pasti, tiada apa-apa pergerakkan, isteriku pun keluar sambil mengunci pintu biliknya untuk pergi mandi, dengan membawa tualanya. Pada sangkaan isteriku, mungkin pasangan tadi penat dan letih teramat lalu tertidur hingga tidak sedarkan diri. Tetapi, yang sebenarnya, Salleh sedang berada di dalam ruang tamu dan terselindung di suatu sudut yang gelap. Dia memerhatikan pergerakkan isteriku.
Selepas isteriku masuk ke bilik air, Salleh masuk kebiliknya dan mengambil kunci isterinya yang ada untuk semua bilik di rumah itu lalu menyelinap masuk ke dalam bilik isteriku. Dari cahaya lampu yang samar-samar terang, Salleh menggelidah almari pakaian dan mengambil coli hitam dan panties putih isteriku. Dia menghidu
bauan pada pakaian tersebut sambil sebelah tangannya mengusap batang koneknya. Sambil menghayati bauan pakaian tersebut, Salleh bergerak ke suatu sudut yang terlindung untuk bersembunyi sambil menanti kembalinya isteriku.
Seketika kemudian, isteriku pun kembali masuk ke bilik, tanpa menyedari kehadiran Salleh yang sedang bersembunyi. Isteriku yang tidak mengesyakki apa-apa, terus membuka tualanya lantas berbogel.
Sedang isteriku mengelap dengan rapi akan tubuhnya, keluarlah Salleh dari persembunyian lalu menerpa dan cuba memeluk isteriku dari belakang. Isteriku terjerit dan meronta untuk melepaskan dirinya. Salleh menekup mulut isteriku sambil memeluk erat tubuh isteriku yang sedang berbogel. Dia mengatakan ke telinga isteriku. “Hang toksah jeritlah….tarak sapa nak dengar”, lalu dilepaskan isteriku.
Isteriku berlari kesuatu sudut sambil menarik tuala yang jatuh, untuk menutup badannya.
“Bang Leh….apa nih… keluar…keluar…” bentak isteriku.
Tapi Salleh hanya tersenyum, sambil tangannya menjemput pakaian dalam isteriku yang tersangkut di belakang seluarnya ke batang hidungnya.
“Nanti Ita bagi tau Abang Mi dan Kakak… baru abang Salleh tau…” sergah isteriku lagi.
“Kakak hang dah tidoq tak sedaq kediri pasai letih, aku baru projek dengan dia. Mai la sayang, Abang boleh bagi hang seronok. Kita buat diam-diam, toksah bagi tau laki hang.. Nanti aku bagi duit kat hang..” jawab si Salleh.
“Abang Leh…Abang jangan buat lok lak kat adik..keluaq.. keluaq..la ni jugak, kalau tak, Ta jerit kuat-kuat biaq jiran dengaq..”.
“Okey..okeyylah…sayang…tapi kalau adik nak.. jangan malu bagi tau abang …kehh, pakaian dalam nih..abang ambik buat simpanan. Tapi ingat, satu hari nanti aku akan ajaq hang cukup-cukup. Hang belum kenai batang konek aku lagi…Satu lagi, hang kena ingat, kalau apa-apa terjadi kat laki hang tu, hang nak cari sapa tolong hang..nanti..” balas si Salleh sambil mengeluarkan handphonenya lalu merakam gambar isteriku.
Isteriku terdiam sambil menyembunyikan mukanya dari kamera handphone Salleh. Salleh meletakkan pakaian dalam isteriku di atas katil sambil merakam gambar dari handphonenya ke pakaian dalam tersebut dan kemudian ke muka isteriku semula, bagaikan menunjuk bahawa isteriku yang merelakan dia dibogelkan dan menanggalkan pakaiannya untuk dirinya.
“Sayanggg…., abang ambik bra dan seluaq dalam ni buat hadiah tanda kasih dari sayang…nah…..tq” kata Salleh.
Kemudian Salleh pun berlalu untuk keluar tapi isteriku cuba untuk merampas semula pakaian dan handphone dari Salleh, sambil sebelah tangannya menutup tubuhnya dengan tuala.
Salleh mengambil peluang tersebut untuk memeluk dan menggomol isteriku. Kemudian, ditolak dan direbahkan isteriku ke atas katil lalu mereka bergomol dan bergelut. Isteriku cuba menahan Salleh dari memeluk dan menciumnya, manakala, tangan Salleh pulak mencekup leher dan buah dada isteriku sambil mukanya dijunamkan ke leher isteriku. Isteriku cuba melawan sekuat mungkin tetapi, Salleh lebih gagah dan menindih isteriku.
Tangan Salleh mencekik leher isteriku, tangan yang satu lagi mengeluarkan batang koneknya yang telah tegang dari permukaan zip seluar yang telah sedia terbuka. Isteriku cuba menendang dan meronta, tapi tidak berdaya oleh kesesakan nafas dari cekikan Salleh.
Salleh cuba merodok batang koneknya ke bibir pantat isteriku tapi tidak berjaya dari tentangan tendangan kaki isteriku yang masih cuba melawan. Sekali tu, isteriku cuba menolak dan menumbuk muka Salleh, tapi ditangkap lalu dikilas tangan isteriku oleh Salleh. Isteriku mengerang kesakitan sambil mengikut arah kilasan tangannya.
Salleh mengambil peluang untuk mengilas dan mengalih badan isteriku agar meniarap. Isteriku terpaksa ikut dan mula meniarap. Lantas itu Salleh naik duduk di atas belakang pinggang dan tangannya menekan muka isteriku kepermukaan tilam. Tangan isteriku yang terkilas dilipat kebelakang tubuh isteriku. Isteriku mengerang kesakitan dan berhenti melawan.
Salleh mengambil peluang tersebut untuk bongkok ketelinga isteriku dan berkata, “Jangan melawan, nanti aku kilaih lagi tangan hang…”
Isteriku mengaduh dan cuba mengimbangi badannya yang dalam kesakitan, manakala Salleh pula cuba memperbetulkan badannya supaya batang koneknya berada diatas ponggong isteriku.
“Ta, hang jangan melawan, kalau kita bersatu pun, Suhaimi bukannya tau, dia tak tau punya, pasai hang bukannya dara lagi…alah…mai la kita sama-sama enjoy…aku dah lama geram kat puki hang nih..Aku akan buat pelan-pelan.. biaq kita sama-sama syok…okey?” kata Salleh sambil cuba memperbetul dan mengacukan pelirnya yang menjuih dari seluarnya, lalu mencari sasaran di celah ponggong isteriku.
“Arrr..rggghhhh…tak mau, tak mau…lepaihkan aku….”
”Huh..kalau hang tak mau, aku kilaih tangan hang nih..” tegas Salleh sambil menguatkan pulasan kilasan tangan isteriku.
“Arrgghhh…adoiii…sakit bang..nantih..nantihh….”
Salleh pun mereda kilasannya sambil mengambil nafas. Tiba-tiba terdengar bunyi handphone berdering. Salleh cuba mencari arah bunyi talipon.
“Abang, tu bunyi handpone saya…mesti abang Mi call tuh…” kata isteriku.
“Hah…mana handphone hang…”
“Bawah bantal tidor tuh..bagi saya jawab bang, nanti abang Mi syak sesuatu…” kata isteriku sambil memberi alasan.
“Nanti-nantih..biaq dia bunyi dulu…” balas Salleh sambil cuba memikir sesuatu.
Tiba-tiba Salleh menarik tangan dan rambut isteriku agar bergerak bangun dari katil dan menuju ke ampaian kain tudung. Isteriku menurut dalam kesakitan. Salleh mencapai beberapa helai kain skaf yang tersidai. Direbahkan isteriku ke katil lalu ditiarapkan. Tangan dan kaki isteriku diikat ke belakang. Sambil tu, handphone masih berdering. Mulut isteriku pun dipekup juga.
Salleh bangun semula dan pergi ke meja solek sambil mencari sesuatu yang tajam. Dicapainya gunting yang terdapat di situ kemudian dia mendapatkan semula isteriku. Handphone masih lagi berdering.
“Ta..sat lagi hang jawab handphone hang..Hang habaq kat laki hang yang hang nak pi buang ayaq sangat-sangat dah.. Ingat nih.. Kalau hang cakap lain dari tu, aku rodok gunting ni dalam burit hang. Kak hang pun aku akan cederakan nantih..ingat tuh..” tegas si Salleh.
Isteriku diam saja sambil memikirkan sesuatu. Deringan talipon berhenti bunyi. Salleh melentang tubuh isteriku, lalu menarik kedua kaki isteriku seterusnya diikat ke penjuru katil.
Setelah kaki isteriku diikat kejap, Salleh duduk di atas dada isteriku yang terlentang bogel lalu diikat kedua belah tangan isteriku ke hujung kepala katil pula. Isteriku kini terikat secara mendepa kaki dan tangannya sambil mulutnya masih dipekup oleh satu lagi kain selindang.
Salleh mencari handphone isteriku yang berada dibawah bantal. Bantal tersebut juga diambil lalu dialas ke bawah ponggong isteriku. Kini kedudukan kemaluan isteriku lebih tinggi dari baringannya.
Salleh bingkas bangun sambil memerhatikan isteriku yang berbogel dan terikat. Dia membuka dan melondehkan seluarnya. Direnungnya kemaluan dan dada isteriku dengan lahap sambil mengusap batang pelirnya. Isteriku mengalihkan pandangannya dari pandangan si Salleh.
Salleh kemudian meniarap diatas tubuh isteriku. Dia mencium pipi, leher dan menjilat ketiak isteriku. Isteriku pula cuba meronta.
“Ta, sat lagi bila laki hang call, hang habaq kat dia, kata hang nak pi toilet balik. Suruh dia call 10 minit kemudian…Aku janji, aku nak rasa puki hang sekali ni saja. Okey!.. sekali saja..Aku akan buat pelan-pelan supaya hang tak sakit, laki hang mesti tak perasan punya. …dan aku tak akan ganggu hang lagi”
Habis saja kata-kata Salleh tuh..handphone pun berbunyi. Salleh melihat no. panggilan ditalipon, lalu berkata “Ingat..kali ni saja, cakap tuh jangan macam orang takut…” rayu Salleh lalu ditarik kain pemekop mulut isteriku sambil meletakkan handphone kepipi isteriku. Salleh merenung tajam kemata isteriku. Isteriku bagaikan mengalah.
“Helo..haa..ahh…abang…, tak Ta ada kat toilet tadi..”
Salleh mengacu mata gunting keatas permukaan pantat isteriku tanda mengingatkannya. Ditenyeh sambil diulit-ulit besi yang tajam bersilau itu ke atas isi kemaluan isteriku yang sedikit tembam itu.
“Tak tak..okey..Ta sakit perut nih..sat lagi abang call balik yah…hah..hah..okeh… Abang I love you”
Salleh melihat status talian di handphone dan kemudian meletakkan handphone tersebut ditepi katil. Isteriku hairan kenapa Sa
1 note · View note
shofiakurniaputri · 2 years ago
Text
Obrolan seusai sholat isya dgn Pak Rangga,
"adek bagus klo pake jilbab gitu, kyak bocah TPA"
"Eh iya ya krudung TPA jaman dulu kan tali kolor gini ya"
Seketika flashback tahun 94/95, berbekal ambisi orgtua agar anak-anaknya jago ngaji dan bisa jadi qori', aku dan kakak ku TPA yg bukan di masjid dekat rumah. Dulu sih rasanya pasti males lah yaa suruh berangkat TPA. Tapi krn Bapak dan ibuk adalah orgtua yg cukup disiplin, jadi tidak ada kata malas. Termasuk disiplin waktu. Jaman dulu, pulang sekolah itu nggak sampe sore kyak anak jaman skrg. Jam 10 atau 11 udah di rumah. Walopun cuma 1-2 jam tetep nyempetin maen sm temen, entah sepedaan atau pasaran. Adzan dzuhur harus pulang, sholat di rumah, no excuse. Setelah sholat, harus makan dan tidur siang. Adzan ashar udah dibangunin buat sholat, mandi dan siap2 berangkat TPA.
Saat itu orgtua ku sgt mengutamakan kualitas pengajarnya, bukan krn turah duit, bukan. Tapi krn mimpi orgtua ku sangat besar. Aku dan kakak ku di sekolahkan di AMM Kotagede. Bagi yg tau, sampul iqro' bagian belakang ada foto kakek bertongkat di situ, nah beliau lah pemilik AMM ini, alm. Bapak As'ad Humam namanya.
SPPnya bisa jadi lebih mahal dari SPP TK ABA ku. Belum lagi seragamnya, ada 3 jenis seragam waktu itu, warna merah, biru dan krem. Dan jgn ditanya, anak-anak di sini kebanyakan diantar naik mobil oleh orgtuanya atau driver pribadi. Dan saat itu aku diantar Bapak dgn YAMAHA V75 nya. Kebayangkan betapa jomplangnya hidup ini wkwkwk.
Aku ingat betul setiap hari Jumat jadwal pelajaran hafalan dan kaligrafi. Teman-temanku bawa pastel yg segede koper. Tau kan yg model gimana. Sedangkan aku cukup pensil warna faber castle yg ukuran kecil. Tapi alhamdulillaah, aku selalu dapat hadiah krn hasil kaligrafiku dapat nilai bagus.
Sampai akhirnya aku dan kakak ku sudah lulus kelas TQA. Oh yaa, jadi utk sekolah di AMM ini ada 3 grade. Mulai dari TKA, TPA dan terakhir TQA. Klo udah lulus TKA ada acara kenaikan tingkat ke TPA. Begitupun setelah TPA ke TQA. Setelah TQA, acaranya bukan kenaikan kelas lagi, tapi sudah wisuda. Krn dulu gedungnya terbatas, wisuda selalu diadakan di grahasaba UGM dan mengundang menteri agama. Meskipun waktu itu masih TK, tapi sudah ada rasa bangga ketika di wisuda dan berjabat tangan dgn pak menteri.
Perjuangan blm berakhir sampe wisuda TQA. Justru ini baru awal perjuangan. Bapak dan ibuku sepakat melanjutkan kami utk kursus qiro'ah. Tempatnya bukan di AMM lagi, tapi di Mu'adz bin Jabbal. Jadwal kursusnya sungguh mengejutkan kami yg masih anak-anak. Kami kursus setiap hari Jumat dan Ahad. Jumat setelah jumatan dan Ahad jam 7 pagi. Padahal prioritas kami adalah nonton kartun, bukan qiro'ah, wkwkwk.
Dan waktu berjalan begitu cepat, sekolah SD ku juga mengadakan ekskul qiro'ah setiap hari Rabu. Aku dan kakak ku sudah mulai aktif mengikuti lomba-lomba MTQ. Orgtua kami pun mengundang guru privat utk melancarkan bacaan qur'an. Setiap Selasa kami privat di rumah. Jadi hanya ada 3 hari free utk kami bermain tanpa ada tanggungan qiro'ah. Belum lagi setiap mendekati hari H lomba MTQ, guru kami selalu menyempatkan utk berlatih lebih sering, pulang sekolah masih gobyos keringat krn mengayuh sepeda langsung buka qur'an utk latihan persiapan lomba. Pernah sampe nangis krn saking capeknya pulang sekolah tp nafas nggak sampe di nada tinggi, ayat itu di ulang ulang sampai akhirnya bisa.
Saat itu mungkin ingin marah dan menyerah, tapi sekarang aku benar-benar bersyukur atas itu. Kalau saja orgtua ku tidak mengarahkan utk sekolah dan kursus, aku hanya murid biasa tanpa prestasi. Kalau saja guru ku tdk sekeras itu, aku tidak akan pernah mencapai juara-juara hingga tingkat provinsi. Kalau saja saat itu aku marah dan menyerah, aku tidak akan bisa lancar mengaji dan qiro'ah.
7 notes · View notes
yunistya-nys · 2 years ago
Text
Persimpangan 20-an Part #24: The Packages
Terdengar ada motor berhenti, disusul suara lantang dari depan rumahku. Sepertinya itu suara kurir paket yang biasa mengantar ke area kompleks ini. Aku buru-buru mengeceknya langsung lewat jendela dapur.
"Pakeeett"
Wah, betul ada Pak Aris datang!
Dengan sigap, aku langsung berlari mengambil kerudung ke kamar dan menuju ke pintu kecil di samping dapur. Saat hendak membuka pintu, aku baru ingat kalau belum membawa minuman dingin!
"Yaaa Pak Aris! Tunggu sebentar yaa"
"Oke, Mbaaa! Santai ajaa"
Begitu selesai mengambil minuman di kulkas, aku langsung keluar menghampiri Pak Aris. Beliau adalah kurir paket andalan komplek sini, yang kedatangannya selalu ditunggu banyak orang, termasuk aku salah satunya. Apalagi di awal bulan seperti sekarang, kantung besar di kiri-kanan motornya membawa banyak sekali paket yang muatannya lebih tinggi dari hari-hari lainnya. Barangkali orang-orang pada gajian di akhir bulan, ujar Pak Aris beberapa waktu yang lalu.
"Bapaaak! Gimana kabarnya hari ini, sehat semua?"
"Selamat pagi duniaa! Hehe alhamdulillah, Mba. Lihat nih bawaan saya hari ini"
"Bukan main emang yah, banyak betul hahaha... Oiya Pak, ini saya ada minuman dingin buat seger-seger aja"
"Waduh dapat hadiah lagi saya. Sering-sering jajan aja ya Mba, jangan lupa untuk selalu cek jasa pengirimannya. Pilih si merah ya, biar semakin sering saya dapat minuman gratis sebesar ini hehehe...
Eh ini pada kemana sih, Mba? Sepi amat komplek, tumben"
"Hahaha siapp. Iya bapak nih yang tumben, datangnya siang jam segini. Biasanya datang pagi kalau kesini"
"Sekarang jam berapa memangnya, Mba?"
"Jam setengah 11 ini pak, waktunya ibu-ibu pada masak, atau jemput anak pulang sekolah, Pak. Makanya sepi"
"Weh, kudu atraksi ini kalau begitu"
"Hahaha sudah lama ya nggak atraksi, Pak? Duduk dulu, diminum sedikit sebelum atraksi"
Pak Aris hanya tertawa mendengar perkataanku barusan. Ia mulai bersiap dengan smartphone-nya sambil berdeham, untuk memastikan tenggorokannya tidak serak.
Sebentar lagi, atraksi akan dimulai...
Kamu mau tau nggak? Atraksi apa yang sering Pak Aris lakukan?
---
Suatu hari di grup pesan instan "Sistah Syantik Cemara", yang berisikan total 56 ibu-ibu kompleks, ada nomor tidak dikenal yang mendadak dimasukkan dalam grup. Bu Cintya sebagai admin grup, yang juga merupakan istri dari Ketua RW 11, terpantau mulai mengetikkan sesuatu...
"Bu ibuuk, ni ak izin mskin pak aris yh. Kurir paket kebanggan kt smwa!"
"Welcome Pak Arizz"
Seketika, pesan di grup bermunculan satu persatu, penuh dengan banyak anggota grup yang menyambut Pak Aris. Kala itu, beliau bingung. Masa kurir paket aja sampai segininya dimasukkan dalam grup ibu-ibu kompeks? Kayak penyusup mesum aja gituu, jadi satu-satunya lelaki dalam grup ibu-ibu?
"Walah bu kok sampai dimasukkan kesini"
"Gini Pak Arz, kt ni ibu2 dimarih srg ktemu bpk anter paket pas lg kmpul di Bu Iyem jg. Nah biar lbh gampil aj gt kaann ketimbng bpk dikit2 brenti, ntr kt ktmuan aj di jln kamboja, di dpn bu Iyem kt bagi2 paket hihihi kumahow pak?"
Jujur, sewaktu Pak Aris menunjukkan pesan di grup ini ke aku, mataku pusing banget membaca pesan di atas. Sudah kalimatnya panjang, ketikannya... Hadeeeh hahaha tapi lucu sih.
"Oalaah, berarti ini paketnya diambil di warung Bu Iyem ya? Kita ketemuan dan bagi2 paket di sana?"
"Y btul pak. Enak kaann? G ush keliling hihihi"
"Oke boleh deh buibu. Matur suwun sanget* lho"
"Hihi stju yhh pak! Ketok palu pokok e!"
---
Sejak saat itulah, Pak Aris seringnya berhenti mengatar pake hanya sampai Jalan Kamboja, jalan pertama dari pintu gerbang komplek. Jalan yang sama dengan lokasi rumahku. Di ujung jalan ini, ada sebuah warung yang menjual sayur mayur dan kebutuhan pokok sehari-hari. Warung Bu Iyem namanya.
Warung ini sudah seperti pusat peradaban kompleks Cemara karena barang-barang yang dijual cukup lengkap, ditambah dengan kisa-kisah hidup manusia disekitarnya. Kayaknya, sesingkat apapun waktuku bertransaksi di sana, selalu ada saja gosip atau kabar terkini yang kubawa pulang. Padahal seringnya aku hanya beli bawang bombai.
---
Kulihat Pak Aris baru saja mengirim pesan di grup Sistah Syantik Cemara.
"Sudah woro-woro, Pak?", ujarku pada beliau.
"Yang ini sudah Mba. Sekarang tinggal sisanya..."
"Bapak sih baru datang jam segini, biasanya kan pagi jam 8. Ini sudah jam 11 lewat, Pak. Waktunya ibu-ibu fokus masak sama jemput anak pulang sekolah"
"Woalaah pantesan haha sek coba yaa"
Tak berselang lama, Pak Aris langsung membunyikan klakson khas dari motornya sambil memanggil tetanggaku satu persatu.
"Bu Jen ada paket niiihh"
"Bu Gayaa pakeeett"
"Mba Citra, Bu Kiya, paketnya borong nihhh"
"Bu Cokroo, weh harume masak opoo? Paket pakeeett"
Tiba-tiba, Bu Iyem berlari keluar pagar dan memanggil Pak Aris.
"Heeeey. Paketku ono oraaa?" **
Pak Aris melambaikan tangannya, disusul dengan isyarat menyilangkan tangan sambil menggelengkan kepala.
Ketika sudah berjalan sampai ujung jalan, Pak Aris kembali lagi menghampiri motornya. Ibu-ibu yang sudah dipanggil tadi, satu persatu keluar dari rumahnya.
Saat sudah kembali ke motornya, aku berkata, "Yah, Bu Iyem kecewa tuh Pak hahaha". Beliau menjawab sambil cekikikan, "Lho ya memang nggak ada paketnya buat Bu Iyem, Mba"
---
Bu Cokro menghampiri Pak Aris yang sedang mengeluarkan beberapa kotak paket dari kantung besarnya di motor.
"Pak udah lama nunggu ya? Sampai ada bunyi-bunyian segala"
"Iya Bu, panas lho aku nungguin. Tumben sepi banget jalan ini"
"Kamu sih datangnya siang banget. Aku lagi bertempur tadi, goreng ikan jadi nggak bisa ditinggal"
"Welehh hahaha ini Bu paketnya"
"Asyikk, makasih banyak yaa Pak Aris. Oiya Pak, ini saya ada sayur asem buat bapak hehe tolong diterima ya Pak"
"Aduh kok repot-repot, Bu"
"Heh cepetan ini diterima? Saya belum bikin sambel nih, mau lanjut lagi"
"Yaudah, Bu. Terima kasih banyak yaa"
"Sama-sama, Pak. Semangat!!!", kata Bu Cokro sambil mengepalkan jemarinya untuk Pak Aris.
---
Setelah itu, muncul Mba Citra dan Bu Jen yang secara bersamaan keluar dari kediamannya masing-masing. Namun, Mba Citra yang lebih dulu menghampiri Pak Aris.
"Oi Pak! Mana paketku sama mamah, Pak?"
"Cieee borong jajan 4 kotak ya kali ini"
"Ehehehehe iya, Pak. Mumpung ada bonus dari kantor. Sikaaat!"
Saat Mba Citra mengecek informasi paketnya sejenak, ada Bu Jen yang baru datang.
"Weh Cit, paketmu banyak banget. Tak bilangin mamahmu lho nanti"
"Eh, ada Bu Jen! Ini adil lho, Bu. Dua kotak punya mamah, duanya lagi punya aku. Bu Jen jajan apa tuhh?"
"Lipstik sama bedakku habis, Cit. Ini kemarin pas lagi ada promo online, jadi cus langsung pencet hape"
"Weits, sudah canggih ya sekarang jadi sering pencet-pencet. Awas lho keranjang penuh..."
Lalu Bu Jen memotong pembicaraan Mba Cita dengan sigap, "tapi dompetku kan tipis, Cit. Nggak megang m-banking juga. Jadi saldo buat jajan ya tetep segitu-gitu aja, ngikut transferan si ayang"
Kami mendadak geli mendengar Bu Jen mengatakan hal tersebut.
"Guayaaa sekarang manggil si bapak pakai ayang-ayangan segala", goda Pak Aris. Sontak, kita tertawa bersama.
"Biar kayak anak muda gitu lho, ih kalian mah.
Eh iya, Ibu habis bikin roti gandum sama selai srikaya banyak tuh. Sebentar ya, jangan pada pergi dulu, tunggu sini", ujar bu Jen sambil membalikkan badan dan masuk ke dalam rumahnya.
Selang beberapa menit kemudian, saat aku sedang asyik mengobrol dengan Mba Cita dan Pak Aris, Bu Jen keluar dengan membawa tiga kantung plastik besar untuk kami.
"Ini anak-anakku. Roti dan selainya masih fresh, baru matang hari ini"
Aku dan Mba Cita serempak mengucapkan terima kasih kepada Bu Jen, sambil mengambil kantung plastik itu dari tangannya. Bu Jen tersenyum senang melihat kami yang girang mendapatkan makanan gratis.
"Aku balik dulu yaa, terima kasih Pak Aris", kata Mba Cita.
"Saya juga ya, Pak Aris. Makasih banget kalau naruh paket di teras tuh pelan banget. Nggak ngagetin kucing saya"
"Iya, sama-sama semuanya", balas Pak Aris dengan senyum dan suara yang lembut.
---
"Ini paket lainnya banyak yang punyanya orang komplek sini, Pak?"
"Iya hampir semuanya, Mba. Nih di grup baru pada kasih info, benar kata Mba. Lagi pada masak dan jemput anak sekolah. Paketnya minta dititip ke Bu Iyem aja katanya. Paling besok baru bisa diambil sambil belanja sayur"
"Oooh okedeh, Pak. Pak, saya baru ingat itu ada titipan dari bunda. Sekardus susu ultrra mumi, buat Rangga, Pak"
Pak Aris mendadak kaget dan memegang pelipis dengan jemarinya, "Duh Gustiii". Sontak aku tersenyum sambil menjawab, "Kenapa, Pak? Gapapa ini buat bapak, rezekinya Rangga, Pak."
"Mba, kok mesti orang sini tuh mau repot-repot sama saya"
"Lhoo kok gitu? Haha enggak, Pak. Nggak ada yang merepotkan. Kita senang banget kenal bapak. Bapak sudah banyak bantu kita kalau ada pengembalian barang-barang. Tolong diterima ya, Pak"
Mata Pak Aris berkaca-kaca. Beliau menyalami tanganku sambil mengucapkan terima kasih berkali-kali.
Tidak, punggung tanganku sudah basah. Sepertinya beliau menangis. Aku tidak berani menatapnya. Aku pura-pura lihat langit aja. Ah, aku jadi ingin ikut menangis juga kan?!
Pak Aris menaruh kardus itu di sela pijakan kaki pada motor matic-nya. Beliau pamit pergi untuk melanjutkan pekerjaannya dengan mata yang sedikit sembab.
---
Orang-orang komplek ini sudah tau kalau beliau hanya tinggal berdua dengan anak satu-satunya yang bernama Rangga. Istrinya sudah lama meninggal dunia, bersama bayi pertama yang dikandungnya.
Rangga adalah anak laki-laki yang ditemukannya di semak belukar empat tahun lalu, saat Pak Aris sedang membantu tetangganya untuk mencari rerumputan pakan kambing. Kala itu, Pak Aris masih berduka atas kepergian istri dan anaknya. Beliau pernah berkata, barangkali Rangga itu rezeki dari Allah untuk menghibur hatinya. Sejak saat itu, Pak Aris memutuskan untuk memasukkan Rangga dalam kartu keluarganya yang baru, bersamaan dengan kerelaan hatinya untuk menghapus nama sang istri.
Nama Rangga adalah nama pemberian dari beliau. Walaupun Rangga bukan anak kandungnya, bahkan sampai sekarang kita semua juga tidak tahu siapa orang tuanya, beliau sangat menyayanginya.
P.s
*) terima kasih banyak
**) paketku ada nggak?
7 notes · View notes