Tumgik
#Guru Tamu SMK
Text
0852-5756-6933, Magang Guru SMK di Bondowoso
0852-5756-6933, Magang Guru SMK di Bondowoso
Magang Guru SMK di Bondowoso | WA: 0852-5756-6933, Magang Guru SMK, Guru Tamu Industri, Guru Tamu SMK, Magang Guru Pemasaran, Pelatihan Digital Marketing Saat ini Magang atau PKL itu tidak hanya untuk siswa SMK ataupun Mahasiswa. Tapi ujuga ntuk para pengajar, pendidik, guru ataupun Dosen pun sebuah keharusan. Kenapa?Supaya mereka pun bisa menyesuaikan dan mengetahui kondisi Riil di Dunia…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
masfasblog · 4 months
Text
Bismillaah..
I'm full !
Berawal dari pas tes SMK dengan statement boto udah anggep aja kamu ga ada kegiatan di TPW. Itu aja udah cukup berat buat aku. Karna disitu kesenangan aku, disitu kebahagiaan aku, disitu aku merasa tersalurkan energi aku dan disitu aku merasa bermanfaat.
Terus berlanjut aku micro teaching, ada momen ga nyaman sama salah satu guru yg 'maksa' aku bawain mapel akuntansi keuangan, oke aku coba. Terus aku merasa deg pas dia bilang gini "nanti ibu ngajar di kelas 10 ibu bisa kan ya transaksi perusahaan jasa, itu lebih simple kok daripada perusahaan dagang, perusahaan dagang nanti di kelas 11, kalo kelas 12 nanti lebih rumit lagi. Saya yg pegang akuntasi kelas 12." HELLOWWWW... SELAMAT LOOHHHH.. kamu dapet yg paling ribet...
Si yang dapet paling ribet. Ana ngajar di STAI aja akuntansi juga biasa aja. Yang penting udah nguasain dari awal materinya. Lah ini ana baru baca 5 menit disuruh nyampein. Nyampein apaan. KEZZZEELLL...
Lanjut di cecer si inih si paling introvert si paling difitnah si paling tau karakter2 orang. Lama2 eik yg males jadinya sama yuuww.. Qadarullaah.. Ana masih belum bisa ketemu dia. Karna kemaren tau2 ke Subang. Pulang malem terus lanjut ada tamu. Ana slek2an juga sama boto gara2 ana nilai boto ga punya sikap milih prioritas mana temennya bolehin namu malem2 kita baru pulang apa bilang maaf namunya besok aja ya. Walaupun akhirnya dateng juga tuh tamu. Dan ana ikut juga nemenin sam jam 10. Mana belom makan.
Lanjut dapet kabar bu anu mau ngobrol lagi hadeeuuuwwwhhhhh.. Ngobrol apaan lagi sih.. Akhirnya abis solat dzuhur ana nangis2 meledak, ana aja udah kesel kalo inget anaknya ya, ngeyel banget. Ini lagi ditambah ibunya rewel.
Astagfirullaahaladziiiimmm....
Abis nangis2 ana bobo terus bangun2 lebih tenang udah lega.
0 notes
realita-lampung · 10 months
Text
Plt Camat Buka Kegiatan LDS SMK PGRI 2 Kedondong
Tumblr media
Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) PGRI 2 Kedondong gelar Kegiatan Upacara Pembukaan Latihan Disiplin Siswa(LDS) Yang di ikuti oleh sebanyak 460 Siswa/i SMK PGRI 2 Kedondong Angkatan ke VIII dari kelas X dan kelas XI. Yang dilaksanakan selama kurang lebih 3 hari kedepan. Hadir dalam giat acara yang digelar di halaman Gedung Sekolahan SMK PGRI 2 tersebut, Kepala Sekolah SMK PGRI 2 Kedondong Beta Ruziyani S.Si, Pelaksana Lanjut Tugas(PLT) Camat Kedondong, Irwan Rosa, Usfika Kedondong, Pembina Yayasan SMK PGRI 2 Kedondong, Dr Andi Munandar, Kepala desa Pasar baru Fitri Nurhuda, Kepala sekolah dan dewan guru serta Siswa dari berbagai sekolahan tingkat Pertama dari Tiga kecamatan, Kedondong, Waylima dan Way khilau, Dewan guru SMK PGRI 2 Kedondong serta Anak-anak Siswa/i Alumni dan Peserta LDS. Pembina Upacara LDS, PLT Camat Kedondong, Irwan Rossa, dalam sambutan nya menyampaikan Afresiasi yang setinggi-tingginya kepada Kepala sekolah SMK PGRI 2 kedondong atas terselenggarany kegiatan LDS Angkatan ke VIII tahun ajaran 2023-2024. Pertama sekali saya mengucapkan terima kasih, rasa bangga yang sangat luar biasa kepada warga Masyarakat dan fihak sekolahan SMK PGRI 2 Kedondong karna dengan adanya Sekolahan SMK PGRI 2 atau yang dikenal dengan istilah STM ini merupakan salah satu Aset dari Kecamatan Kedondong saat ini. Yang sudah mewujudkan komitmennya bagaimana dunia pendidikan, bagaimana dunia pembelajaran dan secara umum SMK PGRI 2 ini baik. Mudah-mudahan SMK PGRI 2 kedepannya akan semakin baik lagi dibawah binaan dari Dr Andi Munandar." Ucap Irwan Rossa. Selain itu. Irwan Rossa juga memberikan Motivasi kepada Para Peserta LDS. "Saya berharap agar adik-adik semua bisa belajar dengan sungguh-sungguh, jangan pernah berputus asa dengan keadaan, karna kita semua tidak ada yang tau dengan nasib kita kedepannya. Saya ingin adik-adik semua bisa membanggakan kedua orang tua dan keluarga. Jadi saya harap mulai saat ini tanamkan dalam hati adik-adik semua untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Karna sebaik-baiknya manusia adalah orang yang bisa berguna untuk orang lain, kata Irwan rossa. Sementara itu, Kepala Sekolah SMK PGRI 2 Kedondong, Beta Ruziyani.S.Si, menyampaikan ucapan terima kasih kepada Segenap Tamu undangan yang hadir. "Saya ucapkan Selamat datang dan Terima kasih atas kehadiran dari semua tamu undangan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatunya. Baik dari Kecamatan, Kepolisian dan Koramil maupun dari perwakilan Sekolahan tingkat Pertama SMP/MTs dari 3 kecamatan, Kedondong, Waylima dan Way khilau yang sudah menyempatkan waktunya untuk menghadiri undangan kami." Ucap Beta Ruziani. Kegiatan LDS ini merupakan Program tahunan di SMK PGRI 2 Kedondong khususnya untuk kelas X dan sampai saat ini sudah Angkatan ke VIII. Sebenarnya saat ini sudah Angkatan ke X. Namun karna sebelumnya ada Pandemi jadi untuk Kegiatan LDS kita gabung disaat ini untuk kelas X dan kelasXI menjadi satu Angkatan sehingga untuk Peserta LDS lebih kurang sebanyak 460 peserta."Terang Kepsek. Lebih lanjut, Kepsek menjelaskan Program ini merupakan Perpaduan kegiatan yang sesuai dengan Program Pemerintah. Yaitu Pengimplementasian Projet Penguatan Profil pelajar pancasila atau yang biasa disebut dengan P5. Dalam hal ini kita mengusung 3 Tema yaitu Kewira usahaan, kebekerjaan dan Bangunlah jiwa dan raga. Jadi memang tema itu kita usung sesuai dengan kegiatan kita hari ini. Atas dasar hal tersebut sebagai wujud upaya mencerdaskan serta melatih Kedisiflinan. pada hari ini kita laksanakan kegiatan LDS dengan tema meningkatkan kedisiflinan dan melatih daya fikir untuk membangun kebekerjaan jiwa dan raga. Masih kata Kepsek, Kegiatan LDS hari ini juga berbarengan dengan lomba Kejuruan untuk Siswa/i dari Sekolah Lanjut Tingkat pertama, baik SMP maupun MTS sekecamatan Kedondong, Sekecamatan Waylima dan sekecamatan Way khilau. Terakhir kepsek menyampaikan ucapan terima kasih kepada Camat kedondong, Irwan rosa yang sudah memberikan Motivasi, Amanah kepada Peserta LDS, Semoga apa yang telah disampaikan oleh Camat tadi bisa menjadi penyemangat dan motivasi untuk mencapai kesuksesan khususnya bagi peserta LDS, dan kita semua. Saya juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Panitia Guru,Panitia Siswa dan Alumni semua yang terlibat dalam kegiatan LDS ini. Insya allah kegiatan ini akan berjalan dengan baik selama tiga hari kedepan. ini semua tidak terlepas dari kerjasama kita semua. Mudah-mudahan apa yang kita kerjakan menjadi bekal Amal kita semua. ini semua demi Anak didik kita, tutup Kepsek. (M9G) Read the full article
0 notes
koramil07pleret · 1 year
Text
Tumblr media
Danramil 07/Pleret kapten Pangestu memberikan pengarahan kepada guru SMK negeri 1 Pleret Di ruang tamu Makoramil 07/Pleret
0 notes
bambangherlandi · 2 years
Photo
Tumblr media
Sebuah kebanggaan, di hari guru ini kedatangan tamu alumni @dg.skaga42 Datang untuk melepas kangen dan cerita ngalor ngidul tentang zaman-zaman penuh perjuangan dan revisi 😂 Revisi zaman sekolah, gada apa-apanya dengan revisi saat bekerja. Senang juga dengar kabar mereka semua sudah bekerja dan kuliah di bidang yang pernah mereka tekuni waktu di SMK. Btw sekarang kan kita sudah sama-sama jadi alumni Desain Grafika @smkn3bpn 😂😂😂 Sehat dan sukses selalu ya anak-anakku tersayang. Terima kasih sudah berkunjung ke rumah. @adlnadz @raf.norz @yunuslukman23 @slviaslsbla10 #harigurunasional #harigurunasional2022 #hgn2022 #desaingrafikaskaga #dgskaga https://www.instagram.com/p/ClY-P4MPEB9/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
lidikcyber · 2 years
Text
Plt Kadiskominfo Pinta Generasi Muda Bijak Gunakan Aplikasi, Saat Menjadi Guru Tamu
Plt Kadiskominfo Pinta Generasi Muda Bijak Gunakan Aplikasi, Saat Menjadi Guru Tamu
            Labuhanbatu – Lidikcyber.com Di era digital yang begitu pesat perkembangannya, tentunya sangat berdampak pada pengguna, Dampak tersebut dapat terlihat dari cara kita dalam memanfaatkan teknologi tersebut. Hal itu disampaikan Plt Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Labuhanbatu Ahmad Fadly Rangkuti ST. M.Kom, saat menjadi Guru Tamu di SMK Negeri 1 Rantau Utara, Selasa…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
smkalazharsempu · 2 years
Photo
Tumblr media
Pada kesempatan kali ini 09.08.2022 kami kedatangan tamu dari PT. Cipta Sarana Cindekia Malang dalam rangka Guru Tamu. Kegiatan ini di ikuti oleh seluruh siswa kelas X dan XI di program keahlian akuntansi. Semoga dengan adanya kunjungan ini dapat meningkatkan minat dan motivasi kepada siswa-siswi kami. @ciptasaranacendekia (di SMK AL-AZHAR) https://www.instagram.com/p/ChD9SaFLHVu/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
baliportalnews · 2 years
Text
Dua Dekade ITB STIKOM Bali Momentum Menuju Ranking 300 Dunia
Tumblr media
BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR – Rektor ITB STIKOM Bali, Dr. Dadang Hermawan mengatakan, perayaan Dua Dekade ITB STIKOM Bali tahun 2022 menjadi momentum ITB STIKOM Bali menuju ranking 300 dunia. Disebutkan, seluruh perguruan tinggi negeri di Indonesia yang sudah menghabiskan anggaran ratusan triliun rupiah hingga detik ini tak satupun masuk ranking 300 dunia. "Kita, dengan pengalaman yang ada selama ini akan terus berusaha meningkatkan kualitas SDM, infrastruktur dan fasilitas yang kita miliki agar bisa masuk ranking 300 dunia," kata Dr. Dadamg Hemawan di depan 400 alumninya dalam acara gala diner Dua Dekade ITB STIKOM Bali di Big Garden Corner, Denpasar, Jumat (5/8/2022) malam. Sementara puncak acara ini akan diadakan di Pantai Pandawa pada Sabtu (13/8/2022) mendatang dengan menghadirkan bintang tamu artis Tulus dari Jakarta. Dadang Hermawan melanjutkan, ITB STIKOM Bali yang didirikannya bersama Prof. Dr. I Made Bandem, MA., Drs. Ida Bagus Dharmadiaksa, M.Si., Ak., dan Drs. Satrya Dharma pada 10 Agustus 2002 dengan tagline ‘Always The First’ telah berkembang menjadi perguruan tinggi swasta terbaik di Bali dan Nusa Tenggara. "Dari dulu kita selalu nomor satu terus, saatnya kita bergerak menuju perguruan tinggi kelas dunia," tegasnya. Salah satu indikator sebuah perguruan tinggi kelas dunia adalah ranking webometrics. Rilis terbaru edisi Juli 2022 dari lembaga pemeringkatan perguruan tinggi dunia yang berkedudukan di Spanyol itu menempatkan ITB STIKOM Bali pada peringkat ke-127 dari sekitar 4.000 perguruan tinggi negeri dan swasta di seluruh Indonesia. Tahun lalu ITB STIKOM Bali berada pada ranking 145 Indonesia. "Dengan rilis terbaru itu untuk wilayah Bali, NTB dan NTT, kita menjadi PTS peringkat pertama terbaik," kata Dadang dan disambut aplaus para alumni dan mahasiswanya. Sedikitnya 400 orang alumni menghadiri acara gala diner ini. Dua orang alumni menjadi perhatian yakni Ida Bagus Mirama Puja Manuaba, S.Kom.,  dan I Gusti Putu Mahendra Yasa, S.Kom.
Tumblr media
(Dari Kiri) Wakil Rektor III, Made Sarjana, SE., MM., Wakil Rektor II, Dr. Putri Sriandi, SE., MM.Kom., Wakil Rektor I, Ida Bagus Suradarma, SE., M.Si., dan  Rektor Dr. Dadang Hermawan. (Tengah) Empat alumni berprestasi. (Kanan) Wakil Ketua Yayasan Widya Dharma Shanti Denpasar, I Made Marlowe Bandem, B.Bu.s, Ketua Yayasan Widya Dharma Shanti Denpasar, Drs. Ida Bagus Dharmadiaksa, M.Si., Ak., dan Sekretaris Yayasan Widya Dharma Shanti Denpasar, Lilis Yuningsih, SH., MM.Kom. Sumber Foto : Istimewa Ida Bagus Mirama Puja Manuaba adalah angkatan pertama tahun 2002 dan mantan Ketua Senat pertama sekaligus salah satu alumni pertama ITB STIKOM Bali, kini menjadi pejabat fungsional pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pemerintah Kota Denpasar. Tamat dari STMIK STIKOM Bali (kala itu masih sekolah tinggi), Gus Puja bersama manajemen STIKOM Bali ikut merintis berdirinya SMK TI Bali Global Denpasar dan menjadi guru di sekolah itu selama setahun sebelum menjadi ASN Pemkot Denpasar. Sedangkan Gusti Putu Mahendra Yasa, S.Kom., adalah Ketua Alumni ITB STIKOM Bali periode 2022-2024 ini. Dia adalah konsultan IT melalui perusahaannya, Localhost Technology. Mahendra Yasa yang angkatan 2004, juga mantan aktivis senat, sebagia ketua alumni dia berjanji dalam waktu dua tahun ke depan akan membangun soliditas antaralumni agar bersama-sama ikut membesarkan ITB STIKOM Bali. "Bila perlu STIKOM Bali menjadi universitas," tantang Mahendra Yasa. Yang menarik dari gala diner ini adalah para alumni yang kini sukses menjadi pengusaha muda di bidang teknologi informasi ramai-ramai menandatangani MoU dengan kampusnya, ITB STIKOM Bali untuk implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tak hanya itu para alumni itu juga memberikan penghargaan khusus kepada Rektor ITB STIKOM Bali Dr. Dadang Hermawan berupa piala ukiran kayu khas Bali bertuliskan ‘Dua Dekade’. “Salah satu ukuran keberhasilan perguruan tinggi adalah alumni menjadi orang suskes, menjadi pengusaha dan memberi manfaat bagi orang lain,” ujar Dadang. ITB STIKOM Bali yang awalnya bernama STMIK STIkOM Bali telah melahirkan alumni sebanyak 9.000 orang yang kini tersebar di seluruh Indonesia bahkan beberapa di antaranya kerja di luar negeri.  Dadang mengakui peran alumni selama ini terhadap perkembangan ITB STIKOM Bali sangatlah bagus. Antara lain merekomendasikan adik-adiknya kuliah di ITB STIKOM Bali. "Salah seorang alumni kami di Singapura itulah yang membuka akses bagi ITB STIKOM Bali bekerja sama dengan sebuah lembaga di Singapura untuk program kuliah sambil magang online di Singapura," kata Dadamg Hermawan. “Dulu, kami berempat sebagai pendiri berkomitmen membangun kampus untuk membangun negeri melalui tagline ‘Always The Fisrt’. Kini memasuki usia 20 tahun tagline kita adalah membangun negeri untuk negeri,” lanjut Dadang Hermawan. Ketua Yayasan Widya Dharma Shanti Denpasar (induk ITB STIKOM Bali), Drs. Ida Bagus Dharmadiaksa, M.Si, Ak mengatakan tak menyangka kampus yang mereka dirikan pada 10 Agustus 2002 lalu kini menjadi perguruan tinggi swasta nomor satu di Bali dan Nusa Tenggara. "Padahal dulu perkenalan kami berempat hanya iseng-iseng saja, lalu kami sepakat mendirikan kampus. Makanya kami dirikan yayasan. Dulu siapa jadi rektor, siapa ketua yayasan gak ada yang mau. Akhirnya kami sepakat pak Dadang jadi rektor, kami yang lain di yayasan," beber pensiunan dosen FE Unud ini.(tis/bpn) Read the full article
0 notes
sarungkursiagen1 · 3 years
Text
HARGA MIRING!!! WA. 0856-4514-7822 Pusat Sarung Kursi Sausu
Tumblr media
KLIK -> https://wa.me/6285645146822 MENARIK!!! Harga Taplak Meja Guru, Taplak Meja Rapat Kantor, Model Taplak Meja Rempel Kombinasi, Alas Meja Kantor, Taplak Meja Kantoran Kami Laris Jaya Makmur bergerak di bidang konveksi pembuatan sarung kursi, tablak meja, rumbai, dan plafon tenda untuk acara pernikahan, ulang tahun, hajatan, dsb.
Desa Kebonagung
RT.18, RW. 06
Kec. Sukodono
Kab. Sidoarjo
(Depan Bakso Lumintu)
Langsung Ownernya
Mas Afif 0856-4514-7822
Desi Retno S
SMK YPM 11 Wonoayu
#taplak meja ruang tamu modern, #taplak meja sekolah, #taplak meja surabaya, #taplak meja sekolah polos, #taplak meja shopee
0 notes
Text
0852-5756-6933, Magang Guru SMK di Bojonegoro
0852-5756-6933, Magang Guru SMK di Bojonegoro
Magang Guru SMK di Bojonegoro | WA: 0852-5756-6933, Magang Guru SMK, Guru Tamu Industri, Guru Tamu SMK, Magang Guru Pemasaran, Pelatihan Digital Marketing Saat ini Magang atau PKL itu tidak hanya untuk siswa SMK ataupun Mahasiswa. Tapi ujuga ntuk para pengajar, pendidik, guru ataupun Dosen pun sebuah keharusan. Kenapa?Supaya mereka pun bisa menyesuaikan dan mengetahui kondisi Riil di Dunia…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
dewaniput-blog · 4 years
Text
Bapak dan Tamunya
Bapakku seorang guru SMK. Bapakku org yg seneng banget bersosialisasi. Kadang suka heran temen bapak tu dimana aja ada. 
Dulu sewaktu masih d rumah, aku sering banget sebel. Sebel karena tiap hari ada aja tamu yang datang ke rumah, pasti, tiap hari ada. Entah sekali, berkali-kali, sebentar, lama, atau ada yang nginep. 
Sebelnya adalah karena aku selalu dikasih jatah buat siapkan jamuan 
“nduk nduk, teh anget 2″ (sambil tangannya kasih isyarat)
belum lagi kadang bapak minta dibelikan makan atau sekedar cemilan, padahal ak lagi asik d kamar dengan kegiatan huhuhu, yups bapak selalu berusaha memuliakan tamu, apa aja yang ada d rumah dikeluarkan kalau ada tamu, kadang kalau tamu memang agak lama selalu dicarikan makanan-makanan. 
Seiring waktu aku belajar, kenapa bapak segitunya, aku belajar, ternyata banyak tamu juga rezeki, rumah yang dipakai bersilaturahim lebih berkah, memuliakan tamu juga salah satu ibadah.  Nemu juga di salah satu website terpercaya kalau ada 2 pahala yang didapat dari adanya tamu 
Pertama, pahala dunia berupa adanya kemudahan untuk saling bertukar informasi dan kebutuhan baik primer, skunder, dan tersier. Kedua, pahala akhirat, berupa masuknya seribu rahmah dan seribu berkah ke dalam rumah. Termasuk, pahala seperti haji dan umrah.
0 notes
devilukitasari · 7 years
Text
Sekolah Utama Keluarga
“Saya itu pengennya dari dulu bisa melahirkan generasi terbaik yang jadi tonggak kebangkitan umat”
Adalah Ibu Siti Soekiswati, seorang dokter, dosen, mahasiswa S3 sekaligus S1, single-parent, dan ibu dari 6 anak yang haafidz dan calon haafidzah. Tak ada kebetulan sepertinya ketika Allaah swt mempertemukan saya, Mbak Mutiara Ulfah, dan Mas Wiwid Santiko untuk bersilaturrahim ke rumah Ibu Siti Soekiswati dan mendengar kisah hidup beliau yang begitu menginspirasi. Beliau mungkin tidak memiliki jabatan mentereng di pemerintahan atau perusahaan tapi prestasinya yang jauh lebih baik daripada apapun dalam kodratnya sebagai perempuan, yakni menjadi Ibu yang berhasil. Anak-anaknya selain menguasai ilmu agama dan hafal Al-Quran, juga menguasai ilmu umum.
Dua anak pertamanya menempuh pendidikan dokter di UNS dan UGM. Anak ketiganya berkuliah di Farmasi UGM, anak keempat berkuliah di Transportasi Kelautan ITS, anak kelima masih duduk di bangku SMA, dan anak keenamnya masih duduk di bangku kelas 6 SD. Keenam anaknya selain sering menyabet juara kelas, sering juga memenangkan berbagai kompetisi sehingga di ruang tamu rumahnya, penuh oleh trofi dan piala.
Ketika kami datang sore itu, Bu Siti sedang melayani pasien. Tidak lama setelah kami duduk mengobrol dengan anaknya, beliau datang dengan gelas berisi teh hangat, piring penuh roti, baskom berisi ubi rebus, dan nampan bertudung penuh pepaya. Beliau mempersilahkan kami untuk menikmati hidangan seraya meminta maaf karena tidak menyuguh dengan lebih pantas. Suguhan sebanyak itu saja dibilang belum pantas, bagaimana pantasnya, pikir kami.
Rupanya, sore itu Bu Siti belum lama pulang dari kantor tempatnya mengajar di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sehari-hari, beliau memang mengajar di sana, sembari kuliah doktoral. Setelah menyelesaikan segala aktivitas akademik hingga sore hari, beliau masih menyempatkan diri untuk buka praktek dokter di rumah hingga Isya. Beruntung sekali sore itu kami dapat mengobrol panjang lebar dengan beliau sehingga mendapatkan banyak sekali ilmu tidak hanya tentang parenting, tapi juga hukum kesehatan.
*****
Bu Siti kecil lahir di Bojonegoro, hampir setengah abad yang lalu. Keluarganya boleh dibilang termasuk keluarga yang cukup berpendidikan, kendati masih tergolong abangan. Ayahnya adalah seorang kepala sekolah SMK, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga tulen. Sejak kecil, beliau sudah terlihat memiliki bakat yang beragam dan cerdas, terbukti dengan prestasi hasil belajar dan kompetisi yang beliau menangkan. Akibatnya, orangtuanya jarang sekali menyuruh dan latihan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Ibunya hanya menyuruhnya belajar supaya menjadi orang pintar.
Dengan kecerdasan yang dimiliki sekaligus lingkungan yang mendukung, Bu Siti menjadi begitu bersinar di sekolah. Rata-rata raport sekolahnya tidak pernah menyentuh angka di bawah 90, semuanya berkisar antara 90-100. Selain jadi bintang kelas, beliau juga sangat aktif. Ia pernah menjadi vokalis band, anggota tim voli, dll. Sampai pada akhir masa SMA-nya, beliau diterima di dua universitas dengan jurusan yang berbeda, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Setelah istikharah dan berpikir panjang, beliau akhirnya memilih meniti jalannya menjadi dokter.
Di UNS-lah, hidayah Allaah swt datang. Paparan dakwah kampus membuat Bu Siti berhijrah. Ia yang tadinya tidak berjilbab jadi menutup auratnya. Beliau sangat bersemangat untuk belajar agama. Saking semangatnya, berbagai harakah dia ikuti karena lugunya ia terhadap dunia Islam. Sampai pada masa co-ass, beliau memutuskan untuk segera menikah untuk menjaga dirinya.
Dari beberapa lamaran yang datang, setelah istikharah, Bu Siti memutuskan untuk menikah dengan Pak Noor Hadi. Hal ini didasarkan pada mimpi beliau yang dibonceng oleh seorang laki-laki naik sepeda. Laki-laki itu menggunakan baju koko putih dan peci hitam. Dan ketika Pak Noor Hadi datang melamar dengan pakaian persis seperti lelaki dalam mimpinya, maka beliau yakin bahwa itu adalah jodohnya sebagai jawaban atas istikharah yang dipanjatkannya.
Saat itu, prinsip Bu Siti sederhana, jika memilih jodoh pastikan agamanya lurus dan benar terlebih dahulu, selainnya tinggal taat pada suami. Maka, ketika tahu bahwa Pak Noor Hadi bukan hanya sekedar guru bahasa Inggris, namun juga seorang da’i, beliau semakin yakin dengan pilihannya. Walaupun harus menolak lamaran lainnya yang berasal dari seorang psikolog dan kepala sekolah yang notabene lebih mapan dan menjanjikan. Dan memang, menikah dengan Pak Noor Hadi membuat hidup beliau berubah 180°.
Di masa co-ass beliau yang sudah berumahtangga dan memiliki anak, Bu Siti harus berjuang untuk bertahan hidup. Beliau harus membuat donat dan makanan kecil lain untuk dijual sebagai tambahan pemasukan keluarga. Kegiatannya selalu sama, pagi co-ass di klinik atau puskesmas, sore menyiapkan bahan, malam memasak, subuh mengantarkan masakannya ke warung-warung. Di sela-sela itu, beliau masih harus mengurusi anak dan suami.
Setelah sumpah dokter pun, Pak Noor Hadi melarang Bu Siti untuk bekerja di luar rumah. Beliau hanya diperbolehkan untuk praktek di rumah dan mengurus anak dengan sebaik mungkin. Beliau yang notabene tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah pun jadi shock dan stress. Walaupun sering bertengkar, tapi beliau tetap menurut pada suami.
“Tugas istri itu ya nurut sama suami. Pokoknya nurut aja. Pegang dulu hikmahnya di awal, ikhlasin, baru dijalanin”, begitu ujarnya.
Jadilah kegiatan sehari-hari Bu Siti di rumah biasa, seperti memasak, mencuci, menyetrika, membersihkan rumah, dll. Awalnya, beliau mengerjakan dengan berat hati. Tapi lama-kelamaan beliau mendapatkan hikmahnya. Beliau jadi tidak rela jika keluarganya makan makanan yang tidak ia masak.
“Karena kan memasak kalau sambil didzikirin itu masakannya jadi berkah. Lha kalo beli di luar kita ndak tau ditambahin apa, gimana akhlak yang jual”, kata beliau.
Perihal mencuci, Bu Siti juga mengutamakan tangannya sendiri untuk membersihkan baju suami dan anaknya karena pahalanya lebih utama. Selain pekerjaan rumah tangga, beliau rutin menemani anak-anaknya belajar jadi ia mengerti betul progress anak-anaknya di sekolah. Semua anaknya dekat dengan beliau, dan beliau paham seluk-beluk karakter dan kesukaan anaknya. Bahkan sebelum berangkat sekolah, Bu Siti rela memasak banyak menu hanya demi memenuhi kesukaan makanan masing-masing anaknya.
Bu Siti benar-benar memposisikan diri sebagai ibu terbaik untuk keluarga. Bahkan beliau sering menjahit sendiri baju seragam keluarga. Jarang sekali beliau berbelanja pakaian. Kalaupun beli baju paling di pasar atau di mall yang tergolong murah. Hatinya tidak tega jika uang yang dikeluarkan hanya membuat kaya orang kaya, dan memiskinkan orang miskin.
Sebagai pengatur keuangan keluarga, Bu Siti berhati-hati benar menggunakan uang. Dulu, beliau dan suaminya sempat berbisnis jati. Namun, hasil bisnis itu tidak pernah beliau gunakan untuk makan sehari-hari karena takut kurang berkah. Makanan sehari-sehari diupayakan dari penghasilan praktek dan gaji suami.
Pernah suatu kali Bu Siti menerima uang yang “abu-abu” dan sempat “dimakan” oleh anak keduanya. Anak yang bersih itu bereaksi hebat ketika ada harta haram masuk ke dalam mulutnya. Ia menderita muntah darah dan hampir saja maut merenggut. Dalam kedaan kritis itu, bukannya bersedih larut, Bu Siti hanya berdoa,
“Ya Allaah jika anak ini akan Kau ambil, maka ambillah. Tapi jika tidak, jadikan ia pemimpin yang akan menyejahterakan umat.”
Akhirnya si anak sembuh dan kini hampir lulus jenjang sarjana di FK UGM.
Saat melepas anak-anaknya sekolah di pesantren saat umur 6 tahun, Bu Siti juga merasa berat hati dan sering menangis. Tapi kemudian ia terbiasa juga apalagi mendengar anaknya berhasil menghafalkan 16 juz di kelas 1 SD. Bagi Bu Siti, keputusan memasukkan anak-anaknya ke pesantren adalah keputusan yang tak ternilai harganya. Karena dengan menjadi penghafal Al-Quran dan anak yang shalih-shalihah, itu menjadi aset akhirat paling berharga untuk orangtuanya. Meski begitu, beliau menyayangkan orang yang memasukkan anaknya ke pesantren tanpa pendidikan keluarga yang baik.
“Banyak orang mengira masukin anak ke pesantren itu yowes masukin aja tanpa pendidikan di keluarga yang baik. Padahal nggak kayak gitu. Pendidikan yang utama itu ya di keluarga. Lha ibu itu sekolah utama untuk anak-anaknya. Anak kalau dimasukin pesantren tapi orangtuanya sibuk nggak ngurusin yowes sama aja nanti hasilnya.”, ujar Bu Siti.
*****
Setelah terbiasa menjadi ibu rumah tangga selama sekitar 20 tahunan, kehidupan Bu Siti terpaksa harus berubah drastis kembali karena suatu hal. Pak Noor Hadi, suaminya, meninggal karena serangan jantung. Mau tidak mau, beliau harus bekerja untuk menghidupi keluarga. Beruntung ia hanya menanggung separuh biaya pendidikan 2 anak, sedangkan keempat lainnya hanya menambah sebagian karena mendapat beasiswa. Dan karena pendidikan karakter yang kuat dari beliau, anak-anaknya sangat pandai dan mandiri mengatur keuangan masing-masing. Jadi meski sangat kecil pemasukan keluarga, dengan kebutuhan tujuh orang, masih bisa dinikmati dan dirasakan lebih dari cukup.
Untuk menunjang finansial, Bu Siti lalu mendaftar menjadi dosen di UMS sembari menjalani S2 Ilmu Hukum. Beliau memang tertarik sekali dengan hukum kesehatan karena belum banyak yang menekuni. Mendapati fakta-fakta yang miris di lapangan, beliau bertekad untuk menegakkan keadilan di dunia kesehatan. Hal ini mendorong untuk belajar dan meneliti dengan giat hingga akhirnya beliau berhasil lulus dalam 20 bulan dengan IPK 3,875. Dan itu diraih tanpa mengorbankan urusan dan kewajiban beliau sebagai ibu rumah tangga.
Berprestasi di bangku pascasarjana membuat Bu Siti ditawari profesor pembimbingnya untuk meneruskan studi doktoral. Meski khawatir akan biaya, akhirnya beliau mengambil juga S3 Ilmu Hukum di UMS atas saran khas suaminya sebelum meninggal,
“Kesempatan itu tidak hadir dua kali, kalo duit bisa dicari. Makanya lebih cepat diambil insyaallaah lebih baik”. Kata Pak Noor Hadi kala itu.
Supaya beliau bisa mendapat beasiswa, maka jenjang pendidikan yang beliau ambil harus linier. Beliau pun harus menempuh S3 sembari kuliah S1 di jurusan yang sama. Maka Bu Siti pun mengambil juga kuliah S1 Ilmu Hukum di Universitas Islam Batik Surakarta.
“Saya ndak tau ya, di Indonesia itu lucu tenan. Mosok ya ada dokter mau buka klinik nggak boleh tapi perawat sama bidan boleh. Padahal kan ndak boleh itu regulasinya. Terus masak bidan sama perawat ki bisa nangani penyakit dan kasih obat to. Belum lagi orang bisa periksa di apotek. Apotekernya Cuma nanya sakit apa langsung dikasih obatnya. Lha itu kan nggak ada proses diagnosis, Cuma apalan aja. Ya untung nek nggak mati pasiennya”, ujarnya mengeluhkan hukum kesehatan di Indonesia yang masih morat-marit.
Bu Siti juga menyebutkan lebih banyak kasus kebobrokan dunia kesehatan di Indonesia, dan di akhir beliau menyampaikan cita-citanya untuk dapat menegakkan hukum yang adil di dunia kesehatan.
“Perjuangannya masih panjang sekali untuk bisa benar-benar menegakkan hukum. Makanya yang muda-muda ini yang nanti meneruskan.” ujarnya.
Ada hal yang sedikit ganjil tapi mengagumkan kala menyelami kehidupan Bu Siti. Beliau bisa sangat berapi-api menceritakan seluk-beluk hukum kesehatan, padahal sebetulnya belum lama ia menekuninya. Hidupnya seperti dikurung di rumah selama puluhan tahun, tapi begitu keluar dan kembali belajar, beliau bisa melesat mengangkasa di bidang yang ditekuni. Kecerdasan yang dulu begitu melekat padanya tidak lantas pudar hanya karena menjadi ibu rumah tangga, bahkan meningkat pesat. Karena baginya, hidup itu ibarat lomba lari. Semakin dekat dengan garis finish, seharusnya semakin cepat berlari supaya tidak tersalip oleh yang muda. Semakin tua, seharusnya semakin banyak belajar dan berkontribusi, bukan malah menjadi lemah dan tak berdaya.
“Hidup itu ibarat lomba lari, semakin dekat garis finish harusnya larinya semakin kencang. Maka, saya harus semakin banyak belajar dan kontribusi biar ndak disalip sama yang lebih muda.” Kata Bu Siti.
Bu Siti begitu bersyukur lama menjadi ibu rumah tangga, karena selain anak-anaknya tumbuh dengan ketaqwaan, bekerja di lapangan justru membuat seseorang menjadi cepat tua dan sulit terhindar dari fitnah. Beliau menjadi bukti bahwa memang sekolah utama anak-anak memang ibunya. Al-ummu madrasatuluulaa li aulaadihii.
Satu prinsip lain yang terus dipegang oleh Bu Siti tertuang dalam Surat An-Nisa ayat 9 yang artinya,
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.”
Seorang ibu tidaklah pantas meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan lemah sekedar untuk bekerja. Dan setelah itu, tugas selanjutnya adalah bertaqwa dan berkata benar. Menurut pada suami, memasak, mencuci, menjahit, bersih-bersih, adalah sedikit dari bentuk ketaqwaan Bu Siti sebagai seorang istri dan Ibu. Terlebih lagi prinsip kehati-hatian dan keadilan, menjadi manifestasi nyata kedekatan beliau dengan Allaah swt.
*****
Di akhir obrolan itu, tampak oleh saya matanya yang berkaca-kaca. Bercerita panjang lebar tentang seluk-beluk kehidupannya membuat beliau terharu rupanya. Sampai di satu statement terakhir yang membuat saya tertegun karena hal tersebut adalah cita-cita saya juga,
“Saya bersyukur sekali menikah dengan suami saya dan mengalami kehidupan yang seperti ini. Dari dulu cita-cita saya itu cuma supaya bisa melahirkan generasi terbaik yang menjadi tonggak kebangkitan umat.”
Ah, percakapan sore itu memberi kami begitu banyak pelajaran. Otak kami dipenuhi oleh berbagai inspirasi, sementara bibir kami memanjatkan do’a untuk beliau. Semoga Allaah swt senantiasa kuatkan ya, Bu.
=================================================
MasyaaAllah, tulisan yang dibuat oleh saudari asrama saya dan suaminya :”)
semoga banyak hikmah yang didapat bisa diteladani..
Author : Zahratul Iftikar Jadna Masyhida Editor : Khoirul Fahmi
733 notes · View notes
sarungkursiagen1 · 3 years
Text
PENJAHIT LANGSUNG!!! WA. 0856-4514-7822 Konveksi Sarung Kursi Wawo
Tumblr media
KLIK -> https://wa.me/6285645146822 MENARIK!!! Harga Taplak Meja Guru, Taplak Meja Rapat Kantor, Model Taplak Meja Rempel Kombinasi, Alas Meja Kantor, Taplak Meja Kantoran Kami Laris Jaya Makmur bergerak di bidang konveksi pembuatan sarung kursi, tablak meja, rumbai, dan plafon tenda untuk acara pernikahan, ulang tahun, hajatan, dsb.
Desa Kebonagung
RT.18, RW. 06
Kec. Sukodono
Kab. Sidoarjo
(Depan Bakso Lumintu)
Langsung Ownernya
Mas Afif 0856-4514-7822
Desi Retno S
SMK YPM 11 Wonoayu#taplak meja ruang tamu modern, #taplak meja sekolah, #taplak meja surabaya, #taplak meja sekolah polos, #taplak meja shopee
0 notes
Text
0852-5756-6933, Magang Guru SMK di Blitar
0852-5756-6933, Magang Guru SMK di Blitar
Magang Guru SMK di Blitar | WA: 0852-5756-6933, Magang Guru SMK, Guru Tamu Industri, Guru Tamu SMK, Magang Guru Pemasaran, Pelatihan Digital Marketing Saat ini Magang atau PKL itu tidak hanya untuk siswa SMK ataupun Mahasiswa. Tapi ujuga ntuk para pengajar, pendidik, guru ataupun Dosen pun sebuah keharusan. Kenapa? Supaya mereka pun bisa menyesuaikan dan mengetahui kondisi Riil di Dunia…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
mokafrio · 7 years
Text
Si Fulan : Gadis Kecil Berkerudung
Tumblr media
Jam sudah hampir menunjukkan pukul tujuh pagi, namun gadis kecil berambut ikal itu masih berkutat di depan cermin di kamarnya. Ia masih sibuk merapikan poni rambutnya yang sesekali mencuat keluar dari kerudung yang sedang ia kenakan. Sedangkan di ambang pintu rumahnya, seorang anak laki-laki yang seusia dengannya tengan menunggu gadis itu untuk berangkat sekolah bersama-sama. Namun sayangnya, gadis itu tidak menyadari kedatangan kawannya itu. Perhatiannya masih tertuju pada pantulan cermin di hadapannya. Ya, dia masih mengamati dirinya yang tengah mengenakan kerudung, sesekali ia tersenyum tersipu.
Hari itu merupakan hari istimewa bagi Fulan, nama panggilan gadis berseragam putih abu-abu itu. Pasalnya saat itu juga ia akan mengenakan kerudung di sekolah untuk pertama kalinya. Setelah sekian lama menantikan dirinya mengenakan hijab ke sekolah, akhirnya terwujud di hari itu.
“Ayo Fulan, sudah ditunggu Maman loh. Ayo, nanti telat loh!” terdengar seruan ibu si Fulan yang terdengar dari arah dapur. Seruan ibunya itu membuat Fulan tersadar dan segera beranjak dari depan cermin.
“Man, aku kelihatan cantik nggak kalau pakai kerudung?” tanya Fulan pada Maman yang tengah men-stater sepeda motor warna biru putih kesayangannya. Anak laki-laki dengan hidung kembang kempis jika tertawa itu, hanya cengar-cengir mendengar pertanyaan kawannya itu.
Fulan dan Maman sudah berteman sejak kecil. Rumah keduanya berada di satu gang yang sama, hanya berjarak satu rumah dari kediaman masing-masing. Saat mereka masih kecil, Fulan dan Maman serta anak-anak satu gang lainnya, selalu menghabiskan waktu dengan bermain bersama. Ketika duduk di bangku Sekolah Dasar, Fulan dan Maman satu sekolah. Dan kini ketika sudah beranjak besar, keduanya kembali duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan yang sama, dan dengan jurusan yang sama pula.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, hari ini pun Fulan kembali menumpang si Maman untuk berangkat ke sekolah. Fulan sungguh merasa berhutang budi pada Maman. Maman, juga keluarganya, memiliki andil besar dalam perjalanan hidupnya. Terlebih ketika mengingat saat pendaftaran masuk ke SMK. Kalau bukan bantuan pinjaman uang dari keluarga Maman, mungkin Fulan tidak bisa melanjutkan studinya ke SMK swasta tempatnya bersekolah saat ini. Meskipun sudah dilunasi, tetap saja, Fulan tidak menilai dari sisi materi, namun dari sisi kepeduliannya. Fulan selalu terharu jika mengingatnya.
Aku mungkin belum bisa membalas budimu saat ini, namun suatu saat nanti. Pasti!, kata Fulan dalam hati sembari berharap kelak nanti ia akan menjadi seorang yang berhasil.
Jarak rumah dan sekolah yang tidak begitu jauh, membuat Fulan dan Maman tiba di sekolah kurang dari sepuluh menit. Bel sekolah berbunyi bersamaan dengan sampainya mereka di depan pintu kelas. Dengan berjalan setengah berlari, keduanya akhirnya sampai di kelas masing-masing. Ya, Fulan dan Maman tidak berada di satu kelas yang sama.
Di depan pintu kelas, tampak seorang guru tengah berjaga. Ia tidak sedang menghadang siswa yang terlambat serta siap untuk menghukumnya, namun guru bertubuh kurus itu tengah menunggu kehadiran murid andalannya.
“Hei Fulan!” seru Pak Dani –nama guru tersebut, pada murid yang sudah ditunggu-tunggunya. “Kamu masuk kelas dulu ya. Saya tunggu di ruang guru. Satu jam lagi, kamu dan Erik segera ke ruang guru ya. Jam delapan kita harus berangkat.”
“Siap, Pak.” Fulan menggangguk sembari menghambur masuk menuju kelasnya, karena di kelas guru matematika favoritnya sudah akan memulai pelajaran.
Ya, hari ini memang hari yang begitu istimewa bagi Fulan. Karena pada hari itu ia berkesempatan untuk mengenakan kerudung bersama seragam putih abu-abunya. Memang bukan untuk seterusnya, namun hanya untuk hari itu. Fulan telah “dikontrak” oleh gurunya untuk mengenakan kerudung hari ini. Fulan dan seorang murid terpintar dari sekolahnya, Erik, dipilih untuk menghadiri sebuah acara di salah satu sekolah swasta berbasis islami yang tidak jauh dari sekolahnya berada. Berbasis islami, nah itulah mengapa hari ini sang guru menyuruh Fulan untuk berkerudung. Demi menghormati tuan rumah acara, maka Fulan menghijabi dirinya hari ini. Diam-diam Fulan berdo’a bahwa ia dapat mengenakan kerudungnya untuk seterusnya.
Fulan jadi mengingat saat ketika ia akan masuk ke SMP. Dia sudah berniat mengenakan berkerudung, menghijabi dirinya yang berseragam putih biru. Saat itu dia ditemani ibunya sudah membeli berbagai kebutuhan seragam panjang, seperti rok panjang juga kerudung. Semua lengkap, dari seragam putih-biru hingga seragam pramuka. Fulan sudah sangat gembira sekali saat itu, dia sudah membayangkan akan mengenakan kerudung di sekolahnya nantinya. Namun sayangnya, Bapaknya masih belum “merestuinya” untuk mengenakan kerudung. Dan itu terlihat jelas dari caranya mengomentari penampilan Fulan. Gadis kurus kecil itu sedih mendengarnya, hatinya sakit. Dan yah… ia membatalkan keputusannya untuk berhijab, dan menyimpan seragam panjangnya di lemari. Entah kapan ia dapat mengenakan seragam itu lagi, pikirnya saat itu. Dan entah kapan, Bapaknya akan mendukungnya untuk mengenakan kerudung.
Keesokan hari setelah hari istimewa itu, Fulan kembali menjadi dirinya yang sebelumnya ketika berangkat sekolah. Tidak mengenakan kerudung.  Karena pada dasarnya, kemarin hanyalah “masa kontrak” yang harus dijalani. Dan masa kontrak pun akhirnya sudah habis. Namun bukan Pak Dani kalau tidak memiliki seribu satu cara untuk membuat murid-muridnya berubah menuju kebaikan. Pak Dani kembali melayangkan “kontrak” pada Fulan. Bulan April 2010 itu merupakan bulan dimana sekolah SMK Fulan melakukan promosi ke sekolah-sekolah SMP  di kotanya. Fulan yang turut serta berkontribusi di kegiatan tersebut bersama teman-teman OSIS-nya, diutus untuk mengenakan hijab di kegiatan tersebut. Jadilah Fulan kembali berkerudung ketika berkunjung ke sekolah-sekolah untuk berpromosi. Pun ada saatnya “masa kontrak” itu habis juga, sebab masa promosi telah usai. Fulan kembali tak berkerudung. Ada saat ketika seorang tamu dari sekolah sebelah berkunjung ke sekolahnya, si Fulan kembali diutus untuk berkerudung, karena saat itu Fulan ditunjuk untuk membaca puisi di acara tersebut. Lalu esoknya, Fulan tak lagi berkerudung. Dan kisah “berkerudung - lalu tidak berkerudung - lalu berkerudung lagi” tidak berhenti sampai di situ.
Teman-teman bahkan guru-gurunya sampai geleng-geleng kepala melihat Fulan. Sebenarnya anak ini berkerudung tidak sih, mungkin begitu pikir mereka. Sebenarnya Fulan sendiri merasa seperti seorang artis sinetron yang berperan sebagai gadis berkerudung, dan kalau syuting sudah selesai, ya sudah, kembali tidak berkerudung. Namun yang dijalaninya bukan sinteron. Dan sebaiknya Fulan tidak “mempermaikan” kerudung yang dikenakannya, begitu pikir orang-orang di sekitarnya. Fulan jadi merasa bersalah. Tapi pada dasarnya, sebenarnya si Fulan memang ingin berhijab.
“Kalau begitu, aku hentikan saja “sinetron” ini. Aku ingin mengenenakan kerudung tanpa “kontrak”!” seru Fulan yakin. Dan ia pun memutuskan untuk melangkah.
Bahkan di masa SMK pun, untuk dapat berhijab Fulan harus melalui banyak hal. Mengenakan hijab namun tidak mendapat dukungan dari keluarga itu menjadi sesuatu yang cukup memilukan. Fulan tak habis pikir, dari banyak orang di sekelilingnya, kenapa harus orang-orang terdekatnya yang justru tidak mendukungnya. Yah, namun bukan Fulan namanya kalau tidak nekat. Karena yakin dengan apa yang dipilihnya, Fulan terus melangkah tak peduli meskipun ia tidak memiliki “bekal”. Ya, saat itu Fulan tidak memiliki kerudung, satu-satunya kerudung yang dimilikinya hanya kerudung putih yang dibelinya ketika saat akan memasuki SMP dulu. Akhirnya si Fulan menjulan handphone-nya kepada temannya seharga seratus ribu, dan dijadikan “bekal” untuk membeli beberapa kerudung dan seragam panjang. Seorang diri Fulan berlari ke sana kemari untuk membeli keperluan tersebut. Keluarganya tidak ada yang mengetahui hal tersebut. Hingga di suatu hari Fulan memperlihatkan dirinya yang mengenakan kerudung dan seragam panjang, yang dibelinya dari hasil menjual barangnya sendiri, tanpa meminta uang dari orangtuanya. Dan saat itu pula lah, orantua juga kakak-kakaknya tahu seberapa besar keinginan si Fulan untuk berkerudung. Bapak – Ibunya akhirnya merestuinya.
Sejak saat itu Fulan tahu, jika menginginkan sesuatu Fulan harus berjuang untuk mendapatkannya dengan jerih payahnya sendiri. Menunggu orang-orang di sekeliling untuk mendukungnya, bukan lagi hal yang harus dilakukannya. Dan hal-hal mengenai tidak adanya dukungan untuk keputusannya, tidak hanya terjadi di kisah “kerudung” ini saja. Di suatu hari kemudian, banyak kisah yang harus dilaluinya tanpa adanya dukungan (baik secara batin maupun materil).
Meskipun Fulan jauh dari kata sempurna, meskipun Fulan selalu dilanda keraguan, meskipun Fulan lebih banyak gagalnya dari pada berhasilnya, namun jauh di lubuk hatinya, Fulan tahu bahwa Tuhan Maha Mengetahui. Tuhan selalu melihat segala tindakannya, Tuhan selalu mendengar doa-doanya. Walaupun pada akhirnya Tuhan tidak akan mengabulkan segala doanya. Sebab sekali lagi, Tuhan Maha Mengetahui. Mengetahui mana yang baik dan tidak baik untuk si Fulan.
4 notes · View notes
rajour · 7 years
Text
Sekolah Utama Keluarga
Akhir-akhir ini memang saya sedang mencari sosok wanita inspirasi di sekitar saya yang bisa saya temukan dalam kehidupan baik dalam karir dan rumah tangga, melalui cerita ataupun berdialog dengan beliau-beliau*hitung-hitung relaksasi dikala jenuh skripsi datang. Bagi saya pun, ini salah satu persiapan yang bisa saya lakukan dengan mengambil hikmah atas kodrat peran bagi seorang wanita. 
Kali ini saya ingin membagi tulisan (boleh reblog sih, dengan mencantumkan sumber) dari blog projek teman-teman saya di kluster medika UGM, kumpulan bocah ajaib yang menamakan dirinya Kongkow Medika. Rasanya kepingin banget juga buat kongkow beginian buat teman-teman se-kluster soshum, atau paling tidak sama orang-orang yang sama interest nya dengan literasi finance ataupun ekonomi, ngebahas ginian bakal nyambung banget sama kebermanfaatan yang bisa dikasih. 
Tulisan dari kontributor nya, sahabat saudari saya sendiri di asrama, partner organisasi dan sekarang sudah menjadi istri dari seorang editor tulisan ini dan menantu dari sosok Ibu yang akan kita simak ceritanya, Zahratul Iftikar Jadna Masyhida. Oke langsung disimak aja ya, semoga manfaat :)
https://kongkowmedika.wordpress.com/2017/02/19/sekolah-utama-keluarga/
“Saya itu pengennya dari dulu bisa melahirkan generasi terbaik yang jadi tonggak kebangkitan umat”
Adalah Ibu Siti Soekiswati, seorang dokter, dosen, mahasiswa S3 sekaligus S1, single-parent, dan ibu dari 6 anak yang haafidz dan calon haafidzah. Tak ada kebetulan sepertinya ketika Allaah swt mempertemukan saya, Mbak Mutiara Ulfah, dan Mas Wiwid Santiko untuk bersilaturrahim ke rumah Ibu Siti Soekiswati dan mendengar kisah hidup beliau yang begitu menginspirasi. Beliau mungkin tidak memiliki jabatan mentereng di pemerintahan atau perusahaan tapi prestasinya yang jauh lebih baik daripada apapun dalam kodratnya sebagai perempuan, yakni menjadi Ibu yang berhasil. Anak-anaknya selain menguasai ilmu agama dan hafal Al-Quran, juga menguasai ilmu umum.
Dua anak pertamanya menempuh pendidikan dokter di UNS dan UGM. Anak ketiganya berkuliah di Farmasi UGM, anak keempat berkuliah di Transportasi Kelautan ITS, anak kelima masih duduk di bangku SMA, dan anak keenamnya masih duduk di bangku kelas 6 SD. Keenam anaknya selain sering menyabet juara kelas, sering juga memenangkan berbagai kompetisi sehingga di ruang tamu rumahnya, penuh oleh trofi dan piala.
Ketika kami datang sore itu, Bu Siti sedang melayani pasien. Tidak lama setelah kami duduk mengobrol dengan anaknya, beliau datang dengan gelas berisi teh hangat, piring penuh roti, baskom berisi ubi rebus, dan nampan bertudung penuh pepaya. Beliau mempersilahkan kami untuk menikmati hidangan seraya meminta maaf karena tidak menyuguh dengan lebih pantas. Suguhan sebanyak itu saja dibilang belum pantas, bagaimana pantasnya, pikir kami.
Rupanya, sore itu Bu Siti belum lama pulang dari kantor tempatnya mengajar di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sehari-hari, beliau memang mengajar di sana, sembari kuliah doktoral. Setelah menyelesaikan segala aktivitas akademik hingga sore hari, beliau masih menyempatkan diri untuk buka praktek dokter di rumah hingga Isya. Beruntung sekali sore itu kami dapat mengobrol panjang lebar dengan beliau sehingga mendapatkan banyak sekali ilmu tidak hanya tentang parenting, tapi juga hukum kesehatan.
*****
Tumblr media
Bu Siti kecil lahir di Bojonegoro, hampir setengah abad yang lalu. Keluarganya boleh dibilang termasuk keluarga yang cukup berpendidikan, kendati masih tergolong abangan. Ayahnya adalah seorang kepala sekolah SMK, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga tulen. Sejak kecil, beliau sudah terlihat memiliki bakat yang beragam dan cerdas, terbukti dengan prestasi hasil belajar dan kompetisi yang beliau menangkan. Akibatnya, orangtuanya jarang sekali menyuruh dan latihan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Ibunya hanya menyuruhnya belajar supaya menjadi orang pintar.
Dengan kecerdasan yang dimiliki sekaligus lingkungan yang mendukung, Bu Siti menjadi begitu bersinar di sekolah. Rata-rata raport sekolahnya tidak pernah menyentuh angka di bawah 90, semuanya berkisar antara 90-100. Selain jadi bintang kelas, beliau juga sangat aktif. Ia pernah menjadi vokalis band, anggota tim voli, dll. Sampai pada akhir masa SMA-nya, beliau diterima di dua universitas dengan jurusan yang berbeda, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Setelah istikharah dan berpikir panjang, beliau akhirnya memilih meniti jalannya menjadi dokter.
Di UNS-lah, hidayah Allaah swt datang. Paparan dakwah kampus membuat Bu Siti berhijrah. Ia yang tadinya tidak berjilbab jadi menutup auratnya. Beliau sangat bersemangat untuk belajar agama. Saking semangatnya, berbagai harakah dia ikuti karena lugunya ia terhadap dunia Islam. Sampai pada masa co-ass, beliau memutuskan untuk segera menikah untuk menjaga dirinya.
Dari beberapa lamaran yang datang, setelah istikharah, Bu Siti memutuskan untuk menikah dengan Pak Noor Hadi. Hal ini didasarkan pada mimpi beliau yang dibonceng oleh seorang laki-laki naik sepeda. Laki-laki itu menggunakan baju koko putih dan peci hitam. Dan ketika Pak Noor Hadi datang melamar dengan pakaian persis seperti lelaki dalam mimpinya, maka beliau yakin bahwa itu adalah jodohnya sebagai jawaban atas istikharah yang dipanjatkannya.
Saat itu, prinsip Bu Siti sederhana, jika memilih jodoh pastikan agamanya lurus dan benar terlebih dahulu, selainnya tinggal taat pada suami. Maka, ketika tahu bahwa Pak Noor Hadi bukan hanya sekedar guru bahasa Inggris, namun juga seorang da’i, beliau semakin yakin dengan pilihannya. Walaupun harus menolak lamaran lainnya yang berasal dari seorang psikolog dan kepala sekolah yang notabene lebih mapan dan menjanjikan. Dan memang, menikah dengan Pak Noor Hadi membuat hidup beliau berubah 180°.
Di masa co-ass beliau yang sudah berumahtangga dan memiliki anak, Bu Siti harus berjuang untuk bertahan hidup. Beliau harus membuat donat dan makanan kecil lain untuk dijual sebagai tambahan pemasukan keluarga. Kegiatannya selalu sama, pagi co-ass di klinik atau puskesmas, sore menyiapkan bahan, malam memasak, subuh mengantarkan masakannya ke warung-warung. Di sela-sela itu, beliau masih harus mengurusi anak dan suami.
Setelah sumpah dokter pun, Pak Noor Hadi melarang Bu Siti untuk bekerja di luar rumah. Beliau hanya diperbolehkan untuk praktek di rumah dan mengurus anak dengan sebaik mungkin. Beliau yang notabene tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah pun jadi shock dan stress. Walaupun sering bertengkar, tapi beliau tetap menurut pada suami.
“Tugas istri itu ya nurut sama suami. Pokoknya nurut aja. Pegang dulu hikmahnya di awal, ikhlasin, baru dijalanin”, begitu ujarnya.
Jadilah kegiatan sehari-hari Bu Siti di rumah biasa, seperti memasak, mencuci, menyetrika, membersihkan rumah, dll. Awalnya, beliau mengerjakan dengan berat hati. Tapi lama-kelamaan beliau mendapatkan hikmahnya. Beliau jadi tidak rela jika keluarganya makan makanan yang tidak ia masak.
“Karena kan memasak kalau sambil didzikirin itu masakannya jadi berkah. Lha kalo beli di luar kita ndak tau ditambahin apa, gimana akhlak yang jual”, kata beliau.
Perihal mencuci, Bu Siti juga mengutamakan tangannya sendiri untuk membersihkan baju suami dan anaknya karena pahalanya lebih utama. Selain pekerjaan rumah tangga, beliau rutin menemani anak-anaknya belajar jadi ia mengerti betul progress anak-anaknya di sekolah. Semua anaknya dekat dengan beliau, dan beliau paham seluk-beluk karakter dan kesukaan anaknya. Bahkan sebelum berangkat sekolah, Bu Siti rela memasak banyak menu hanya demi memenuhi kesukaan makanan masing-masing anaknya.
Bu Siti benar-benar memposisikan diri sebagai ibu terbaik untuk keluarga. Bahkan beliau sering menjahit sendiri baju seragam keluarga. Jarang sekali beliau berbelanja pakaian. Kalaupun beli baju paling di pasar atau di mall yang tergolong murah. Hatinya tidak tega jika uang yang dikeluarkan hanya membuat kaya orang kaya, dan memiskinkan orang miskin.
Sebagai pengatur keuangan keluarga, Bu Siti berhati-hati benar menggunakan uang. Dulu, beliau dan suaminya sempat berbisnis jati. Namun, hasil bisnis itu tidak pernah beliau gunakan untuk makan sehari-hari karena takut kurang berkah. Makanan sehari-sehari diupayakan dari penghasilan praktek dan gaji suami.
Pernah suatu kali Bu Siti menerima uang yang “abu-abu” dan sempat “dimakan” oleh anak keduanya. Anak yang bersih itu bereaksi hebat ketika ada harta haram masuk ke dalam mulutnya. Ia menderita muntah darah dan hampir saja maut merenggut. Dalam kedaan kritis itu, bukannya bersedih larut, Bu Siti hanya berdoa,
“Ya Allaah jika anak ini akan Kau ambil, maka ambillah. Tapi jika tidak, jadikan ia pemimpin yang akan menyejahterakan umat.”
Akhirnya si anak sembuh dan kini hampir lulus jenjang sarjana di FK UGM.
Saat melepas anak-anaknya sekolah di pesantren saat umur 6 tahun, Bu Siti juga merasa berat hati dan sering menangis. Tapi kemudian ia terbiasa juga apalagi mendengar anaknya berhasil menghafalkan 16 juz di kelas 1 SD. Bagi Bu Siti, keputusan memasukkan anak-anaknya ke pesantren adalah keputusan yang tak ternilai harganya. Karena dengan menjadi penghafal Al-Quran dan anak yang shalih-shalihah, itu menjadi aset akhirat paling berharga untuk orangtuanya. Meski begitu, beliau menyayangkan orang yang memasukkan anaknya ke pesantren tanpa pendidikan keluarga yang baik.
“Banyak orang mengira masukin anak ke pesantren itu yowes masukin aja tanpa pendidikan di keluarga yang baik. Padahal nggak kayak gitu. Pendidikan yang utama itu ya di keluarga. Lha ibu itu sekolah utama untuk anak-anaknya. Anak kalau dimasukin pesantren tapi orangtuanya sibuk nggak ngurusin yowes sama aja nanti hasilnya.”, ujar Bu Siti.
*****
Setelah terbiasa menjadi ibu rumah tangga selama sekitar 20 tahunan, kehidupan Bu Siti terpaksa harus berubah drastis kembali karena suatu hal. Pak Noor Hadi, suaminya, meninggal karena serangan jantung. Mau tidak mau, beliau harus bekerja untuk menghidupi keluarga. Beruntung ia hanya menanggung separuh biaya pendidikan 2 anak, sedangkan keempat lainnya hanya menambah sebagian karena mendapat beasiswa. Dan karena pendidikan karakter yang kuat dari beliau, anak-anaknya sangat pandai dan mandiri mengatur keuangan masing-masing. Jadi meski sangat kecil pemasukan keluarga, dengan kebutuhan tujuh orang, masih bisa dinikmati dan dirasakan lebih dari cukup.
Untuk menunjang finansial, Bu Siti lalu mendaftar menjadi dosen di UMS sembari menjalani S2 Ilmu Hukum. Beliau memang tertarik sekali dengan hukum kesehatan karena belum banyak yang menekuni. Mendapati fakta-fakta yang miris di lapangan, beliau bertekad untuk menegakkan keadilan di dunia kesehatan. Hal ini mendorong untuk belajar dan meneliti dengan giat hingga akhirnya beliau berhasil lulus dalam 20 bulan dengan IPK 3,875. Dan itu diraih tanpa mengorbankan urusan dan kewajiban beliau sebagai ibu rumah tangga.
Berprestasi di bangku pascasarjana membuat Bu Siti ditawari profesor pembimbingnya untuk meneruskan studi doktoral. Meski khawatir akan biaya, akhirnya beliau mengambil juga S3 Ilmu Hukum di UMS atas saran khas suaminya sebelum meninggal,
“Kesempatan itu tidak hadir dua kali, kalo duit bisa dicari. Makanya lebih cepat diambil insyaallaah lebih baik”. Kata Pak Noor Hadi kala itu.
Supaya beliau bisa mendapat beasiswa, maka jenjang pendidikan yang beliau ambil harus linier. Beliau pun harus menempuh S3 sembari kuliah S1 di jurusan yang sama. Maka Bu Siti pun mengambil juga kuliah S1 Ilmu Hukum di Universitas Islam Batik Surakarta.
“Saya ndak tau ya, di Indonesia itu lucu tenan. Mosok ya ada dokter mau buka klinik nggak boleh tapi perawat sama bidan boleh. Padahal kan ndak boleh itu regulasinya. Terus masak bidan sama perawat ki bisa nangani penyakit dan kasih obat to. Belum lagi orang bisa periksa di apotek. Apotekernya Cuma nanya sakit apa langsung dikasih obatnya. Lha itu kan nggak ada proses diagnosis, Cuma apalan aja. Ya untung nek nggak mati pasiennya”, ujarnya mengeluhkan hukum kesehatan di Indonesia yang masih morat-marit.
Bu Siti juga menyebutkan lebih banyak kasus kebobrokan dunia kesehatan di Indonesia, dan di akhir beliau menyampaikan cita-citanya untuk dapat menegakkan hukum yang adil di dunia kesehatan.
“Perjuangannya masih panjang sekali untuk bisa benar-benar menegakkan hukum. Makanya yang muda-muda ini yang nanti meneruskan.” ujarnya.
Ada hal yang sedikit ganjil tapi mengagumkan kala menyelami kehidupan Bu Siti. Beliau bisa sangat berapi-api menceritakan seluk-beluk hukum kesehatan, padahal sebetulnya belum lama ia menekuninya. Hidupnya seperti dikurung di rumah selama puluhan tahun, tapi begitu keluar dan kembali belajar, beliau bisa melesat mengangkasa di bidang yang ditekuni. Kecerdasan yang dulu begitu melekat padanya tidak lantas pudar hanya karena menjadi ibu rumah tangga, bahkan meningkat pesat. Karena baginya, hidup itu ibarat lomba lari. Semakin dekat dengan garis finish, seharusnya semakin cepat berlari supaya tidak tersalip oleh yang muda. Semakin tua, seharusnya semakin banyak belajar dan berkontribusi, bukan malah menjadi lemah dan tak berdaya.
“Hidup itu ibarat lomba lari, semakin dekat garis finish harusnya larinya semakin kencang. Maka, saya harus semakin banyak belajar dan kontribusi biar ndak disalip sama yang lebih muda.” Kata Bu Siti.
Bu Siti begitu bersyukur lama menjadi ibu rumah tangga, karena selain anak-anaknya tumbuh dengan ketaqwaan, bekerja di lapangan justru membuat seseorang menjadi cepat tua dan sulit terhindar dari fitnah. Beliau menjadi bukti bahwa memang sekolah utama anak-anak memang ibunya. Al-ummu madrasatuluulaa li aulaadihii.
Satu prinsip lain yang terus dipegang oleh Bu Siti tertuang dalam Surat An-Nisa ayat 9 yang artinya,
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.”
Seorang ibu tidaklah pantas meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan lemah sekedar untuk bekerja. Dan setelah itu, tugas selanjutnya adalah bertaqwa dan berkata benar. Menurut pada suami, memasak, mencuci, menjahit, bersih-bersih, adalah sedikit dari bentuk ketaqwaan Bu Siti sebagai seorang istri dan Ibu. Terlebih lagi prinsip kehati-hatian dan keadilan, menjadi manifestasi nyata kedekatan beliau dengan Allaah swt.
*****
Di akhir obrolan itu, tampak oleh saya matanya yang berkaca-kaca. Bercerita panjang lebar tentang seluk-beluk kehidupannya membuat beliau terharu rupanya. Sampai di satu statement terakhir yang membuat saya tertegun karena hal tersebut adalah cita-cita saya juga,
“Saya bersyukur sekali menikah dengan suami saya dan mengalami kehidupan yang seperti ini. Dari dulu cita-cita saya itu cuma supaya bisa melahirkan generasi terbaik yang menjadi tonggak kebangkitan umat.”
Ah, percakapan sore itu memberi kami begitu banyak pelajaran. Otak kami dipenuhi oleh berbagai inspirasi, sementara bibir kami memanjatkan do’a untuk beliau. Semoga Allaah swt senantiasa kuatkan ya, Bu.
Oh ya, sebagian sari pati pelajaran parenting beliau ada disini. Author : Zahratul Iftikar Jadna Masyhida Editor : Khoirul Fahmi
1 note · View note